Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

14
I. PENDAHULUAN Toksoplasmosis serebral adalah penyakit infeksi opportunistik yang kebiasaannya terkena pada pasien-pasien dengan HIV-AIDS dan merupakan penyebab paling sering terhadap abses serebral pada pasien-pasien ini. Penyakit ini bisa diobati dan bisa sembuh secara total, namun jika tidak dirawat, akan berakhir ke kematian. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat parasit obligat intraseseluler yang menginfeksi sebagian besar populasi dunia dan merupakan antara penyebab tersering penyakit-penyakit pada pasien dengan HIV-AIDS. Infeksi toksoplasma gondii biasanya bersifat laten dan kekal asimptomatik pada individu baik dengan imunokompeten atau dengan HIV-AIDS. Namun pasien dengan HIV lebih cenderung terkena toksoplasmosis akut kerna proses reaktivasi organisma ini apabila jumlah CD4 T sel mereka kurang di bawah 100sel/µL atau apabila jumlah CD4 T sel di bawah 200 sel/µL tetapi ada infeksi-infeksi oportunistik lainnya atau malignansi. Reaktivasi toksoplasma gondii yang laten pada pasien HIV-AIDS umumnya akan menyebabkan toksoplasmosis serebral dan bisa membahayakan nyawa jika tersalah diagnosa dan terapi. Penyakit ini memberikan banyak cabaran dalam mendiagnosa dan memberikan terapi kepada para dokter yang merawat pasien dengan HIV, terutamanya di Negara- negara membangun di mana jumlah pasien HIV sangat tinggi. Factor resiko untuk terkena infeksi toksoplasma gondii pada pasien HIV termasuklah umur, ras dan factor demografik

Transcript of Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

Page 1: Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

I. PENDAHULUAN

Toksoplasmosis serebral adalah penyakit infeksi opportunistik yang kebiasaannya

terkena pada pasien-pasien dengan HIV-AIDS dan merupakan penyebab paling sering

terhadap abses serebral pada pasien-pasien ini. Penyakit ini bisa diobati dan bisa sembuh

secara total, namun jika tidak dirawat, akan berakhir ke kematian. Penyakit ini disebabkan

oleh parasit Toxoplasma gondii, yang merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat

ditularkan ke manusia. Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat parasit obligat

intraseseluler yang menginfeksi sebagian besar populasi dunia dan merupakan antara

penyebab tersering penyakit-penyakit pada pasien dengan HIV-AIDS. Infeksi toksoplasma

gondii biasanya bersifat laten dan kekal asimptomatik pada individu baik dengan

imunokompeten atau dengan HIV-AIDS. Namun pasien dengan HIV lebih cenderung terkena

toksoplasmosis akut kerna proses reaktivasi organisma ini apabila jumlah CD4 T sel mereka

kurang di bawah 100sel/µL atau apabila jumlah CD4 T sel di bawah 200 sel/µL tetapi ada

infeksi-infeksi oportunistik lainnya atau malignansi. Reaktivasi toksoplasma gondii yang

laten pada pasien HIV-AIDS umumnya akan menyebabkan toksoplasmosis serebral dan bisa

membahayakan nyawa jika tersalah diagnosa dan terapi. Penyakit ini memberikan banyak

cabaran dalam mendiagnosa dan memberikan terapi kepada para dokter yang merawat pasien

dengan HIV, terutamanya di Negara-negara membangun di mana jumlah pasien HIV sangat

tinggi. Factor resiko untuk terkena infeksi toksoplasma gondii pada pasien HIV termasuklah

umur, ras dan factor demografik lainnya. Berdasarkan gejala klinis dan terlibatnya organ

sefal, menyebabkan kasus ini menjadi lebih serius dari toksoplasmosis ekstraserebral.

II. DEFINISI

Toxoplasmosis cerebral adalah penyakit infeksi pada otak oleh parasit yang

disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang dapat juga menimbulkan radang pada kulit,

kelenjar getah bening, jantung, paru, mata, dan selaput otak.

Page 2: Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

III. ETIOLOGI

Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung dan

hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang

pada daging mentah atau kurang matang. Apabila parasit masuk ke dalam sistem kekebalan,

ia menetap di dalam tubuh tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan

parasit tersebut hingga tuntas dan dapat mencegah penyakit. Transmisi pada manusia

terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang mentah yang mengandung

oocyst (bentuk infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak

langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi

darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang immunokompeten biasanya

asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari

infeksi laten. Yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di

otak.

Page 3: Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

Siklus Hidup dan Morfologi Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk: thachyzoite, tissue cyst (yang mengandung

bradyzoites) dan oocyst ( yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir dari parasit

diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing merupakan pejamu

definitif dari T gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada pejamu perantara, (termasuk

manusia). Dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau oocyst diikuti oleh terinfeksinya epitel

usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi

menjadi tachyzoites, organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau

limfatik. Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts dan mencapai jaringan perifer.

Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada

otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina. Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat

dirusak dengan pemanasan sampai 67oC, didinginkan sampai –20 C atau oleh iradiasi

gamma. Siklus seksual entero-epithelial dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan

menjadi infeksius setelah tertelan daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts

berakhir selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah

diekskresikan dan terjadi sporulasi. Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan,

tapi biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama

lebih dari 1 tahun.

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang

mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak

langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi

darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang imunokompeten biasanya

asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari

infeksi laten. yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di

otak. Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan invasive tropozoit (takizoit). Takisoit ini

akan menghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis.

Page 4: Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

IV. PATOMEKANISME

HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas kekebalan

tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor

CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah : sel monosit, sel

makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi

limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang

menyebabkan kematian sel dengan meningkatkan tingkat apoptosispada sel yang terinfeksi.

Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dan

dapat mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan

kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf

yang membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf. Mekanisme bagaimana HIV

menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi

KUCING (Pejamu Definif

Di susu kucng terjadi daur seksual (gametogoni) dan

aseksual (skizogoni

Daur seksual menghasilkan ookista dan spirogoni yang keluar bersama tinja kucing

TIKUS & MAMALIA LAIN (pejamu pengantara)

MANUSIA (Pejamu pengantara)

Trofozoit

Takizoit

Kista yang mengandungi bradizoit (kista jaringan)

Page 5: Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

dari sel T CD4; kegagalan produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma; kegagalan aktivitas

Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi

IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai respon

terhadap T gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari perkembangan

toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV. Ensefalitis toxolasma biasanya terjadi pada

penderita yang terinfeksi virus HIV dengan CD4 T sel < 100/mL. Ensefalitis toxoplasma

ditandai dengan onset yang subakut. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa defisit

neurologis fokal (69%), nyeri kepala (55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%)

Pada suatu studi didapatkan adanya tanda cerebral global dengan perubahan status

mental pada 75 % kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, Nyeri kepala pada 50 %

kasus, demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus. Defisit neurologis yang

biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan bicara. Bisa juga terdapat

abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan sensorik, disfungsi serebelum,

meningismus, movement disorders dan menifestasi neuropsikiatri.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor

untuk validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200

sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.

V. GEJALA KLINIS

Toksoplasmosis akuisita dan taksoplasmosis congenital dapat bersifat akut dan

berubah menjadi akut dan laten. Gejalanya tidak bersifat spesifik dan agak sulit untuk

dibedakan dengan penyakit lain seperti lyhphoma, tuberculosis dan infeksi HIV akut.

Toksoplasmosis dapatan tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala. Gejala yang

ditemui pada dewasa maupun anak-anak umumnya ringan.

Toksoplasmosis ocular bisa menimbulkan korioretinitis. Lesinya merupakan bercak

putih kekuningan yang tidak berbatas tegas. Gejala klinis yang bisa timbul ialah gangguan

pengllihatan, scotoma, fotofobia, floater, dan metamorfosia.

Ada bayi yang terjangkiti toksoplasmosis kongenital tampak normal pada waktu lahir

dan gejala klinisnya baru timbul setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun . Ada

gambaran eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang terdiri dari hidrosefalus,

korioretinitis dan perkapuran intrakranial atau tetrad sabin yang disertai kelainan

psikomotorik . Toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala yang sangat berat dan

Page 6: Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

menimbulkan kematian penderitanya karena parasit telah tersebar luas di berbagai organ

penting dan juga pada sistem saraf penderita. Korioretinitis karena toksoplasmosis pada

remaja dan dewasa biasanya akibat infeksi kongenital.

Gejala klinis yang sering ditemui pada toksoplasmosis akut adalah limfadenopati, rasa

lelah (fatigue), febril dan sefalgia. Limfadenopati sering dijumpai pada kelenjar getah bening

di daerah leher belakang. Febril sering menyertai mialgia dan malaise. Lesi kulit turut

ditemui pada pasien dengan toksoplasmosis. Lesi tersebut berupa ruam makulopapular yang

menyerupai lesi kulit pada demam titus. Pada jaringan paru juga bisa ditemui pneumonia

interstitial.

Kelainan pada bayi dan anak-anak akibat infeksi pada ibu selama kehamilan trimester

pertama, dapat berupa kerusakan yang sangat berat sehingga terjadi abortus atau lahir mati,

atau bayi dilahirkan dengan kelainan seperti ensefalomielitis, hidrosefalus, kalsifikasi

serebral dan korioretinitis. Pada bayi prematur, gejala klinis lebih berat dari anak yang lahir

cukup bulan, dapat disertai hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati, kelainan susunan

saraf pusat dan lesi mata.

Toksoplasmosis serebral sering muncul dengan onset subakut dengan gejala fokal

nerologik. Walaubagaimanapun, terdapat juga onset yang tiba-tiba disertai kejang atau

pendarahan serebral. Hemiparesis dan gangguan percakapan sering ditemui sebagai gejala

klinis awal.

Keterlibatan batang otak bisa menghasilkan lesi saraf cranial dan pasien akan

mempamerkan disfungsi serebral seperti disorientasi, kesadaran menurun, lelah atau koma.

Pengibatan medulla spinalis akan menghasilkan gangguan motorik dan sensorik bagi

beberapa anggota badan serta kantung kemih atau kesakitan fokal.

VI. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 7: Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

VII. PENATALAKSANAAN

Terapi pilihan pertama untuk toxoplasmosis serebral akut ialah pirimetamin(obat anti

malaria) dan sulfadiazine. Kombinasi antara pirimetamin dengan sulfadiazine (antibiotik) ini

menunjukkan aktivitas sinergis dalam mengeradikasi toxoplasma gondii kerna mereka

menyebabkan inhibisi berterusan terhadap jalur sintesis asam folat. Leucovorin haruslah

ditambah untuk mengelakkan efek pendarahan kerna efek samping untuk regimen kombinasi

ini adalah penurunan jumlah trombosit atau trombositopenia. Pengobatan untuk ibu hamil

yang terinfeksi dengan toksoplasma gondii adalah sama dengan individu-individu lain, tetapi

para ibu haruslah diberi informasi bahwa sulfadiazine bisa menyebabkan bayinya

hiperbilirubinemia dan kernikterus. Terdapat regimen alternatif untuk pada pasien yang

intoleransi terhadap sulfadiazin atau pirimetamin. Kombinasi yang sering dipakai dalam

menangani kasus toksoplasma serebral selain pirimetamin dan sulfadiazin ialah trimetoprim

dengan sulfamethoxazole, klindamisin dengan pirimetamin, dan claritromisin dengan

pirimetamin. Klindamisin dengan pirimetamin diberikan pada pasien yang tidak bisa toleransi

terhadap sulfonamid.

Atovaquone adalah bagian dari naftoquinon yang unik dengan aktivitas antiprotozoa

yang spektrumnya luas . Atovaquone telah dibuktikan efektif terhadap takizoit toksoplasma

in vitro dan akan membunuh bradizoit dalam kista jika dalam konsentrasi yang tinggi.

Atovaqoune sering digunakan dalam kombinasi obat-obat lain. Menurut penelitian

atovaqoune menjadi lebih efektif apabila dikombinasi dengan obat lain seperti pirimetamin,

sulfodiazin, klindamisisn atau claritromisin.

Efek samping pirimetamin ialah timbulnya bercak-bercak merah yang mana dengan

efek samping ini menyebabkan pasien tidak mahu meneruskan pengobatannya. Keadaan ini

bisa ditangani dengan pemberian antihistamin secara bersamaan. Sulfadiazin juga bisa

menyebabkan nefropati karena Kristal. Pada pasien yang kritikal, yang tidak bisa mengambil

obat secara oral, trimethoprim(TPM) intravena 10mg/kg setiap hari bersama

sulfamethoxazole (SMX) 50mg/kg setiap hari dapat diberikan.

Terapi akut harus lebih dari tiga minggu dan bisa 6 minggu jika bisa ditoleransi.

Lebih panjang terapi akut diperlukan pada pasien dengan gejala klinis yang berat dan ada

bukti terinfeksi pada foto radiologi. Hampir 65% hingga 90% pasien memberi respon

terhadap terapi dengan pirimetamin, leucovorin dan sulfadiazine. Perbaikan klinis secara

mendadak dapat dilihat setelah memulai terapi yang benar pada toksoplasmosis serebral akut.

Page 8: Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

Selepas beberapa hari, 3.5% pasien menunjukkan perbaikan neurologis dan 9.1%

menunjukkan perbaikan neurologis setelah hari ke empat belas. Perbaikan pada foto radiologi

bisa dilihat pada minggu ketiga terapi. Pada pasien yang tidak respon terhadap terapi dalam

jangka waktu 10 hingga 14 hari, biopsi haruslah dilakukan untuk menyingkirkan penyakit

limfoma. Terapi kortikosteroid bisa diberikan pada pasien dengan kondisi klinis yang

memburuk dalam waktu 48jam atau pasien yang pada foto radiologinya terdapat perubahan

garis tengah (midline shift) tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Dexametasone

(4mg setiap 6jam) paling sering diberikan dan diturunkan dosisnya setelah beberapa hari.

Penggunaan steroid pada pasien HIV-AIDS haruslah hati-hati karena obat ini bisa melindungi

infeksi-infeksi oportunistik yang lain. Antikonvulsan dapat diberikan pada pasien yang

kejang tapi tidak direkomendasi untuk penggunaan rutin.

Terapi pemeliharaan dilanjutkan untuk menghindari kekambuhan. Pasien-pasien yang

tidak mendapat terapi pemeliharaan selepas mendapat terapi akut sering terjadi kekambuhan.

Pasien harus mendapat terapi profilaksis sekunder yaitu dengan terapi pemeliharaan selama 6

minggu setelah terapi fase akut. Regimen terapi pemeliharaan sama dengan terapi akut, cuma

dosisnya lebih rendah dan paling minimal tapi memberikan hasil yang efektif.

VIII. DIAGNOSA BANDING

Diagnosa banding utama lesi otak fokal pada pasien dengan HIV adalah limfoma

CNS primer dan serebral toxoplasmik. Pada toxoplasma gondii seropositif, pasien HIV

dengan jumlah CD4 T-sel <100µl, yang tidak menerima anti toxoplasma gondii profilaksis,

adanya lesi multipel dan berat memberatkan kasus ke diagnose toxoplasmosis serebral. Pada

pasien dengan terapi profilaksis, atau mereka dengan lesi satu, diagnose banding bisa dengan

limfoma CNS, abses jamur, mikobakteri atau penyakit sitomegalovirus atau sarcoma Kaposi

selain dari toxoplasmosis serebral. Ketiadaan anti toxoplasmosis gondii IgG dalam serum

menghalangi diagnose dari toxoplasmosis serebral. Selain itu, toxoplasmosis serebral bisa

juga didiagnosa banding dengan metastasis serebral dan penyakit infeksi lain

sepertituberculosis CNS, cryptococcosis CNS, abscesses bacterial dan neurocysticercosis.

Page 9: Refarat Toxoplasmosis Serebral AFIQ

IX. PROGNOSIS

Jika tidak didiagnosa dan diterapi secara benar, toksoplasmosis serebral bisa

menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Terapi profilaksis adalah kunci kepada

terhindarnya hasilnya yang negatif. Semua pasien yang terinfeksi dengan HIV haruslah

diedukasi tentang non farmakologi dan farmakologi profilaksis tentang infeksi T. Gondii.

Pasien yang seropositif bisa diberikan sama ada profilaksis primer atau sekunder untuk

mencegah toksoplasmosis serebral.

X. PENCEGAHAN

Non farmakologi

Pemeriksaan antitoksoplasma IgG antibodi haruslah dilakukan sebaik saja pasien

didiagnosa dengan HIV-AIDS untuk melihat faktor-faktor resiko terjadinya toksoplasmosis

akut. Pasien dengan hasil laboratorium seronegatif haruslah diperiksa ulang apabila jumlah

CD4 T sel menurun di bawah 100 sel/µL untuk melihat apakah telah terjadi serokonversi.

Semua pasien dengan infeksi HIV haruslah diajari cara mengendalikan dan menyediakan

makanan karena penularan toxoplasma gondii bisa lewat makanan, jadi makanan yang

dimakan terutamanya dalam bentuk daging haruslah benar-benar masak (pada suhu 116

derajat celcius). Tangan h,aruslah dicuci sebelum dan selepas menyentuh makanan dan

daging yang mahu diamakan. Buah-buahan dan sayur-sayuran haruslah dicuci bersih sebelum

dimakan.

Hindarilah dari menyentuh barang-barang yang berkemungkinan terkontaminasi dengan najis

kucing dan najis kucing haruslah dicuci setiap hari untuk menghindari maturasi sel-sel telur

to xoplasma gondii. Semasa bertani, haruslah memakai sarung tangan untuk menghindari

transmisi toxoplasma gondii yang ada di tanah ke tangan manusia.

Farmakologi

Pada pasien dengan seropositif, profilaksis primer direkomendasikan pada pasien dengan T

gondii seropositif yang memiliki jumlah CD4 T-sel <100/µL tidak kira bagaimana status

klinisnya , dan pada pasien dengan CD4 T-sel <200/µL jika infeksi oportunistik atau

malignansi terjadi. Trimetoprim-sulfamethoxazole, pirimetamin-dapsone dan pirimetamin-

sulfadoxine adalah efektif untuk mencegah toxoplasmosis serebral pada pasien dengan HIV.