ACP Serebral Palsy

download ACP Serebral Palsy

of 55

description

abvgf

Transcript of ACP Serebral Palsy

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTAAFTER CARE PATIENTCerebral Palsy, Bronkopnemonia, Gizi BurukDisusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Departemen Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah AmbarawaDiajukanKepada :

Pembimbing

dr. Endang Prasetyowati, Sp. ADisusun Oleh :

Febri Qurrota Aini

NRP. 1320221136

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran UPN VETERAN JAKARTA

Rumah Sakit Umum Daerah AmbarawaPeriode 20 Oktober 2014 27 Desember 2014LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAKAfter care patiennt dengan judul :Cerebral Palsy, Bronkopnemonia, Gizi Buruk

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Departemen AnakRumah Sakit Umum Daerah AmbarawaDisusun Oleh:Febri Qurrota Aini132.0221.136Mengesahkan:

Pembimbingdr. Endang Prasetyowati, Sp.A

NIP. 19640803 199201 2 001KATA PENGANTARPuji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan hidayah - Nya sehingga saya dapat tepat waktu menyelesaikan laporan kasus ini.

Dalam after care patient ini tentunya terdapat banyak kekurangan. Namun dengan kerendahan hati, saya memohon kritik dan saran apabila terdapat sesuatu hal dalam laporan kasus ini yang dirasa kurang tepat.

Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan baik dalam penulisan laporan kasus maupun dalam proses pembelajaran saya.Terima kasih.

Ambarawa, November 2014(Penulis)

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1Identitas PasienNama

: An. S.R

Umur

: 14 Tahun

Tanggal Lahir

: 5 Desember 2000

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat :Kendal Duwur 01/02Wirogomo, Banyubiru, Semarang

Agama

: Islam

Status

: Belum Menikah

Pekerjaan

: Di Bawah Umur

Tanggal masuk RSUD: 24 Oktober2014

Tanggal periksa

: 24 Oktober 2014

No.RM

: 067670

Kelompok pasien

: BPJS PBI

I.2Anamnesis (Subyektif)

Keluhan utama

: Demam

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien sudah mengalami demam sejak 10 hari, selama demam ini pasien sudah berobat 2 kali ke puskesmas dan keluhan belum juga membaik. Keluhan demam disertai dengan sesak napas dan batuk yang dahaknya tidak dapat dikeluarkan. Kondisi pasien saat ini kaku di bagian kedua kaki. Kondisi kaku ini sudah berlangsung sejak pasien masih kecil. Pasien dari kecil hanya bisa berbaring ditempat tidur dan tidak dapat melakukan aktivitas sendiri-sendiri. Komunikasi dengan orang sekitar tidak dapat pasien lakukan, pasien hanya bisa merintih. Mual (-), muntah (-), kejang (-), diare (-), BAK (+) dalam batas normal, BAB (+) dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat TB : (+) saat usia 6 bulan. Sudah dirawat di puskesmas dan setelah itu tidak minum obat.(kesan: pasien pernah menderita TB sebelumnya dan tidak melakukan pengobatan yang adekuat)Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.

Riwayat batuk lama : (-)

Riwayat asma (-) Riwayat Alergi (-)(kesan: tidak terdapat riwayat penyakit keluarga)

Riwayat Pengobatan

Sudah diberikan obat dari puskesmas namun keluhan demam belum membaik. Untuk jenis obat yang diberikan keluarga pasien tidak tahu.Habits

Riwayat makan dan minum: susah makan

Riwayat pemeliharaan binatang : (-)

Riwayat penyimpanan boneka : (-) Riwayat terpajan asap rokok: ayah pasien merokok.Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan anak tunggal. Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Ibu bekerja mencari rumput dan ayah bekerja serabutan kadang sebagai kuli. Keadaan rumah kurang ventilasi karena jendela rumah pasien tidak dapat dibuka, pencahayaan kurang, rumah dibangun dengan batu bata namun tembok batu bata tidak di cat. Lantai rumah sebagian terbuat dari semen dan sebagian terbuat dari tanah.

(kesan: kondisi ekonomi pasien menengah ke bawah dan terdapat faktor resiko penyakit paru)

Riwayat Kehamilan dan Persalinan Riwayat ANC : tidak rutin Riwayat persalinan :

Lahir spontan dibantu oleh dukun beranak di rumah pasien. BBL : 2500 gr, PB : ibu pasien lupa(kesan: riwayat kehamilan dan persalinan kurang baik)Riwayat Nutrisi

Riwayat ASI

: 0 24 bulan

Riwayat susu formula: dimulai dari usia 2 tahun Riwayat MPASI: dimulai dari usia 2 tahun(kesan: riwayat nutrisi kurang baik karena anak hanya mengkonsumsi ASI selama 2 tahun)Riwayat Tumbuh Kembang Usia 1 4 bulan: pasien hanya bisa berbaring di tempat tidur Usia 5 8 bulan: pasien hanya bisa berbaring di tempat tidur Usia 9 12 bulan: pasien belum bisa duduk, pasien belum bisa berbicara Usia 13 16 bulan: pasien belum bisa berjalan dan hanya berbaring di tempat tidur Perkembangan pubertas : pertumbuhan payudara (-), rambut pubik (-), haid (-)(kesan: riwayat tumbuh kembang pasien buruk karena tidak terdapat kemajuan dalam tumbuh kembang pasien saat ia bayi hingga saat ini)Riwayat Imunisasi Pasien tidak pernah diimunisasi sejak kecil.I.3Pemeriksaan Fisik (Obyektif)1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Appearance: tonus otot kurang baik, komunikasi kurang, tampak lemas.

Work of breathing: Ronki +/+

Circulation: Pucat (-), sianosis (-),

2. Kesadaran

: Compos Mentis

3. BB : 12 kg, TB : 107 cm.

Berdasarkan IMT dengan rumus BB/(TB)2 didapatkan IMT= 10,48 Kesan : status gizi buruk.4. Vital sign

Tekanan Darah: 110 / 70 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Respiration Rate: 34 x/menit

Suhu

: 38,2 0C(kesan: pasien mengalami febris)

5. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala

1) Kepala dan Wajah

Kepala mikrocephal. Wajah terlihat seperti orang tua. Warna rambut hitam, depigmintasi (-), tidak mudah dicabut, dan terdistribusi merata.

2) Mata

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil isokor, refleks cahaya (+/+), mata keruh (+/-)

3) Hidung

simetris, deviasi septum (-), discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)

4) Telinga

Discharge (-), deformitas (-)5) Mulut

Coated tongue (-), lidah tremor (-), bibir sianosis (-).

6) Tenggorokan

Faring tidak hiperemis, T1 T1

b. Pemeriksaan leher

Deviasi Trakhea (-), KGB membesar (-), Nyeri Tekan (-), Pembesaran Tiroid (-), JVP dbn.

c. Pemeriksaan thoraksPulmo : dekstra-sinistra Inspeksi : Normochest, dinding dada simetris, retrraksi suprasternal (-)

Palpasi : ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris (kanan-kiri) Perkusi : sonor di kedua lapang paru Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+). Cor : Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba Perkusi : Batas Kiri atas ICS II linea parasternal sinistra

Batas Kanan atas ICS II linea parasternal dextra Batas kiri bawah ICS V antara linea midclavicula dan axilaris anterior

Batas kanan bawah ICS V linea stemalis dextra Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop -/-, Murmur -/-.

d. Pemeriksaan abdomen: Inspeksi : Perut rata, warna kulit seperti sekitar.

Auskultasi : Bising usus (+) normal Palpasi : supel (+), Nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA (-/-). Hepar dan lien tidak teraba, turgor menurun. Perkusi : timpani di lapang abdomen

e. Pemeriksaan kulit dan ekstremitas

Turgor kulit menurun, jaringan lemak bawah kulit (-) crazy pavement dermatosis (-), kulit kering (-), kulit bersisik (-), hepatomegali (-)Akral hangat, edema punggung kaki (-/-), sianosis (-), pitting edema (-), capilary refill < 2 detik.(kesan: pemeriksaan fisik ditemukan wajah seperti orang tua, mata kanan keruh, turgor kulit menurun, kehilangan lemak di bawah kulit, ronki dikedua lapang paru, kulit kering (-), kulit bersisik (-), crazy pavement (-), edema pada punggung kaki (-)

I.4 Resume

Pasien seorang anak perempuan berusia 14 tahun dengan berat badan 12 kg datang diantar orang tuanya ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan demam sejak 10 hari SMRS. Pasien sudah berobat ke puskesmas sebanyak 2x namun tidak ada perubahan, oleh karena itu orang tua pasien memutuskan untuk berobat di RSUD Ambarawa. Demam disertai batuk dan sesak napas. Batuk berdahak namun dahak sulit dikeluarkan. mual (-), muntah (-). BAB dan BAK lancar, nafsu makan menurun. Tubuh pasien kaku dibagian kedua kaki, pasien hanya bisa merintih dan tidak dapat berkomunikasi dengan orang sekitar, pertumbuhan pasien berbeda terlambat dari teman sebayanya.pasien dari bayi menghabiskan waktunya hanya dengan berbaring di tempat tidur.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,2 C, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, RR 34 x/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan wajah seperti orang tua, mata kanan keruh, turgor kulit menurun, kehilangan lemak di bawah kulit, ronki dikedua lapang paru, kulit kering (-), kulit bersisik (-), crazy pavement (-), edema pada punggung kaki (-) I.5 Diagnosis sementara

Cerebral Palsy

Observasi Febris

Pnemonia

Gizi Buruk

I.6Planing

Darah Rutin Monitoring KU, Vital sign Observasi Demam Foto ThoraksI.7Hasil laboratorium :Tanggal 24-10-2014

PEMERIKSAANHASILNILAI RUJUKANSATUAN

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Hemoglobin12.3 L12.5 15.5g/dL

Leukosit7.25.0 11.0Ribu

Eritrosit4.184.0 5.4Juta

Hematokrit33.7 L37 45%

Trombosit347150 400Ribu

MCV80.677 91Mikro m3

MCH29.424 30pg

MCHC36.532 36g/dL

RDW14.710 16%

MPV8.47 11Mikro m3

Limfosit0.8 L1.5 6.510*3/mikroL

Monosit2.0 H0 0.810*3/mikroL

Eosinofil0.00 0.610*3/mikroL

Basofil0.00 0.210*3/mikroL

Neutrofil4.31.8 8.010*3/mikroL

Limfosit %11.2 L25 40%

Monosit %27.7 H2 8%

Eosinofil %0.1 L2 4%

Basofil %0.60 1%

Neutrofil %60.450 70%

PCT0.2910.2 0.5%

PDW13.310 18%

Laju Endap Darah

LED I20 15mg/jam

LED II5mg/jam

(Kesan: Anemia Normositik Normochromic, Hemokonsentrasi, Limfositopeni, Monositosis)

I.8Hasil Foto Thoraks: (Tanggal 28 Oktober 2014)

Kesan:

bentuk dan letak jantung normal

gambaran bronkopnemonia

I.9Assesment

Cerebral Palsy

Observasi Febris

Bronkopneumonia

Gizi Buruk

1.10Planning

a. Farmakologi

Injeksi ceftriaxone 1x1 gram PCT 4x7,5 ml Setirizine Puyer GG 1/3b. Non-Farmakologi

Ubah posisi tidur miring pasien. Diet sonde F100 per 2 jam (kalori 1800 kkal/24 jam, protein: 36 gram/24 jam

I.11 Follow Up

DateSOAP

25/10/2014 Batuk (+) dahak sulit dikeluarkan

Sesak napas (+) mulai berkurang

N : 75 x/menit

RR : 20 x / menit

S : 36.5 oC

Vesikuler (+/+), ronki (+/+)Cerebral Palsy, Pnemonia, Observasi Febris, Gizi Buruk perawatan hari ke 2 Kanul O2 2 L/menit

Infus KAEN 3B 10 tpm Inj. Ceftriaxone 1x1 gram

PCT 4x7.5 ml

Diet 12x F100

26/10/2014 Batuk (+) dahak sulit dikeluarkan

Sesak napas (+)

Mulai berkurangN: 86x/menitRR: 20x/menitS: 36.4 0CCerebral Palsy, Pnemonia, Observasi Febris, Gizi Buruk perawatan hari ke 3 Kanul O2 2 L/menit

Infus KAEN 3B 10 tpm Inj. Ceftriaxone 1x1 gram

PCT 4x7.5 ml

Diet 12x F100

27/10/2014 Batuk (+) dahak sulit dikeluarkan

Sesak napas (+) mulai berkurangN : 92 x/menit

RR : 24 x / menit

S : 37.2 oC

Vesikuler (+/+), ronki (+/+) berkurangCerebral Palsy, Pnemonia, Observasi Febris, Gizi Buruk perawatan hari ke 4Terapi lanjut

28/10/2014 Batuk (+) dahak sulit dikeluarkan

Sesak napas (+) mulai berkurang N : 120 x/menit

RR: 30 x /menit

Suhu : 37.2 oC

Ronki (+/+) berkurangCerebral Palsy, Pnemonia, Observasi Febris, Gizi Buruk perawata hari ke 5Terapi diteruskan

29/10/2014Batuk (+) sudah berkurangN: 125x/menit

RR: 25x/menit

Suhu: 37,40C Serebral Palsy, Pnemonia, Observasi Febris, Gizi BurukTerapi diteruskan

30/10/2014Batuk sudah berkurangN: 122x/menit

RR: 20x/menit

Suhu: 36.60CSerebral Palsy, Pnemonia, Observasi Febris, Gizi buruk Terapi diteruskan

Diet F100 2x120kkal

I.12Prognosis

ad vitam: Ad bonamad functionam : Ad malam

ad sanationam : Ad bonamBAB II

PEMBAHASANII.1Cerebral Palsy

II.1.1Definisi

Cerebral Palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan non progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.Secara umum, beberapa ahli mengartikan Cerebral Palsy sebagai kondisi yang ditemukan pada anak berupa kejang atau kekakuan disertai mobilitas dan kemampuan bicara yang rendah. Cerebral merujuk pada otak, yang merupakan wilayah yang terkena dampak dari otak (meskipun kemungkinan besar melibatkan gangguan koneksi antara korteks dan bagian-bagian lain dari otak seperti serebelum), dan palsy mengacu pada gangguan pergerakan, suatu kondisi yang ditandai dengan tremor pada tubuh yang tidak dapat terkontrol.Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah Cerebral Diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah Cerebral Palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.I.1.2EtiologiPranatal : a. Malformasi kongenital.b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (Nelson, 1994)c. Usia ayah < 20 tahun (Cummins, 1993) dan > 40 tahun (Fletcher,1993)d. Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainanjanin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya). e. Radiasi.

f. Toksemia gravidarum.

g. Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).h. Keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok dan alkohol.

i. Induksi konsepsi. (Soetjiningsih, 1994)

j. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayatmelahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan kelainan motorik, retardasi mental

2) Perinatal : a. Anoksia / hipoksia.

b. Perdarahan intra kranial akibat trauma lahir.

c. Trauma lahir.

d. Prematuritas. e. Berat Bayi Lahir Rendah

f. Postmaturitas

g. infeksih. partus lama

i. partus dengan induksi

3) Postnatal : a. Trauma kapitis.

b. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis. c. Epilepsy

d. MalnutrisiI.1.3KlasifikasiBanyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan ini akan diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat kemampuan fungsionil Berdasarkan gejala klinis maka pembagian cerebral palsy adalah sebagai berikut:

A. Berdasarkan gejala klinik utama (deficit neurologic system motoric)

1) Tipe spastis atau piramidal.

Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :

Hipertoni (fenomena pisau lipat).

Hiperrefleksi yang djsertai klonus.

Kecenderungan timbul kontraktur.

Refleks patologis.

Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut:

Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.

Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah lebih berat.

Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.

Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.

Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.

Gambar 2: Tipe kelumpuhan

2) Tipe ekstrapiramidal

Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperefleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktunjarang ditemukan, apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetnis dan disantni.

3) Tipe campuran

Gejala-gejalanya merupakan campuran kedua gejala di atas.Berdasarkan derajat keparahan fungsional, berat ringannya kecacatan penderita:

1. C.P. ringan (10%)

masih bias melakukan pekerjaan / aktifitas sehari hari sehingga tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus2. C.P. Sedang (30%)

Aktifitas sangat terbatas sekali sehingga membutuhkan bermacam bentukk bantuan pendidikan, fisioterapi,alat brace dan lain lain

3. C.P. Berat(60%)

Penderita sama sekali tidak bisa melkaukan aktifitas fisik. Pada penderita ini sedikit sekali menunjukan kegunaan fisioterapi ataupun pendidikan yang diberikan. Sebaikamya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus.I.1.4Patofisiologi

Cerebral Palsy terjadi karena adanya kerusakan pada sel-sel otak yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan otot. Ketika sel-sel tersebut mati, maka tidak ada lagi impuls yang diteruskan ke sel otot. Ataupun hilangnya kontrol pada otot dapat terlihat pada gejala-gejala yang terdapat pada penderita Cerebral Palsy.Lesi otak pada suatu paralisis otak walaupun bersifat permanen tetapi tidak progresif. Hilangnya fungsi neuron otak menyebabkan terjadinya pelepasan sistem kontrol yang menyebabkan beban berlebihan dan disebut release phenomenon. Gambaran lesi otak pada anak-anak dibagi berdasarkan luas dan lokasi lesi, termasuk pada korteks motoris serebral, ganglia basalis atau serebelum.

Gambar 3: anatomi otak

Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral yang berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainyaFase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 2-4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.1Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu (1) secara radial, daerah periventrikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam korteks serebri. (2) sedangkan migrasi secara tangensial zona germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.

Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pasca natal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme.

Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi neuron, dan pembentukan selubung myelin.

Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventrikuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.

Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim. Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.

Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan Cerebral Palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi.

Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel.Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang irreversibel. Lesi irreversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi.I.1.5Gejala Klinis

Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan

1) Paralisis

Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.

2) Gerakan involunter

Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.

3) Ataksia

Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.

4) Kejang

Dapat bersifat umum atau fokal.

5) Gangguan perkembangan mental

Retardalasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikem- bangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.

6) Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.

7) Problem emosional terutama pada saat remajaI.1.6DiagnosisMenegakkan diagnosis pasti dari Cerebral Palsy tidaklah begitu mudah, terutama pada bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Pada kenyataannya untuk mendiagnosis Cerebral Palsy ada suatu fase dimana dokter hanya mengawasi ataupun menunggu untuk melihat apakah kerusakan motorik bersifat permanen dan spesifik. Banyak anak-anak yang menderita Cerebral Palsy dapat didiagnosis pada usia 18 bulan, akan tetapi 18 bulan merupakan waktu yang sangat lama bagi orang tua pasien untuk menantikan diagnosa dari penyakit anak mereka, dan ini menjadi saat-saat yang paling sulit untuk dilalui.1. Anamnesis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya Cerebral Palsy.Cerebral Palsy biasa didiagnosis atau dicurigai pada bayi atau anak dengan riwayat mengalami keterlambatan dalam perkembangan pergerakan seperti tengkurap (5 bulan), duduk (7 bulan), belajar berdiri (10 bulan), berdiri sendiri (14 bulan), berjalan (15 bulan). Dalam menegakkan diagnosis Cerebral Palsy seorang dokter biasanya memperhitungkan keterlambatan gerakan-gerakan tersebut. 2. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisik dapat dilihat kelainan tonus otot, kelainan gerak, dan kelainan refleks pada bayi.

Pemeriksaan fisik lengkap dilakukan dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap. Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali, karena gejala dapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua Cerebral Palsy melalui fase hipotoni.3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis dari Cerebral Palsy tidak dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah ataupun pemeriksaan radiologi (X-Ray, CT-Scan, dan MRI), namun demikian pemeriksaan tersebut dapat saja dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan-kecurigaan mengenai penyakit yang lainnya. MRI dan CT Scan merupakan pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada pasien-pasien dengan kecurigaan Cerebral Palsy. Pemeriksaan-pemeriksaan ini memberi kecurigaan berupa Hidrocephalus atau pun dapat menyingkirkan penyakit lain yang juga menyebabkan gangguan motorik. Akan tetapi pemeriksaaan ini tidak dapat membuktikan bahwa seorang anak menderita Cerebral Palsy.Menurut data yang berhasil dikumpulkan pada sekelompok anak yang menderita Cerebral Palsy ditemukan kelainan pada hasil CT Scannya, baik berupa skar, pendarahan, ataupun kelainan-kelainan lainnya yang tidak ditemukan pada anak normal. Maka dari itu pada anak-anak dengan hasil CT Scan yang menunjukkan suatu kelainan dan didukung dengan pemeriksaan fisis yang mengarah kepada Cerebral palsy, dapat didiagnosis sebagai Cerebral Palsy.a. Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. Pemeniksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.I. I.1.7PENGOBATAN

Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral Palsy. Terapi bersifat simptomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan keberhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan Cerebral Palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang dan berat.1

Tujuan terapi pasien Cerebral Palsy adalah membantu pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri.1Pada anak-anak penanganannya membutuhkan keterpaduan antara keluarga, ahli rehabilitasi, ahli neurologi, ahli ortopedi, ahli psikologi, terapi bicara, pekerja medis, sosial dan guru. Sebaiknya pengobatan ini diarahkan pada suatu tempat/pusat khusus.

1. Pertimbangan psikologis

Orang tua penderita membutuhkan pendekatan khusus karena diagnosis jarang ditegakkan pada awal kehidupan sehingga orang tua beranggapan bahwa anaknya normal dan kecewa bila mengetahui anaknya tidak normal. Banyak orang tua yang tidak dapat menerima hal ini. Perkembangan psikologis anak tergantung pada usia dan perkembangan mentalnya. Beberapa anak kurang dapat memusatkan perhatian dan labil sehingga sulit untuk diajar.

2. Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang bersifat kausatif. Biasanya beberapa pasien diterapi dengan obat-obatan untuk mengatasi epilepsi dengan harapan dapat mengontrol perluasannya dengan pemberian obat jenis antikonvulsan. Antikonvulsan bekerja dengan mengurangi stimulasi yang berlebihan pada otak tanpa menyebabkan depresi pada pusat vital lainnya seperti pusat pernapasan dan bersifat non sedatif. Beberapa jenis antikonvulsan yang sering digunakan yaitu : barbiturate, hidantoin, benzodiazepine.15

Beberapa pengobatan juga dianjurkan untuk beberapa pasien dengan tipe spastik, sebelum terjadinya kontraktur dapat diberikan diazepam, dantrolene dan baclofen. Penemuan terbaru yaitu dengan menggunakan Botulinium Toxin (Botox) sangat berguna untuk mengatasi tipe spastik, biasanya diinjeksikan langsung ke otot yang mengalami spastik, diperkirakan dapat mengurangi tonus otot selama beberapa bulan. Tipe athetosis dapat diterapi dengan pemberian trihexyphenidil HCl dan benztropine.163. Terapi fisik dan okupasional (Occupational therapy)

Terapi fisik dan okupasional berfungsi untuk relaksasi otot, memperbaiki koordinasi otot dan meningkatkan kontrol otot volunter sehingga pergerakan dapat dikontrol. Terapi fisik bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan mobilitas, hal ini diusahakan melalui latihan-latihan, berusaha untuk memperbaiki posisi dan belajar jalan sendiri atau belajar untuk menggunakan beberapa alat bantu seperti kursi roda, skuter, sepeda beroda dua atau beroda tiga, alat bantu berupa penyangga pada kaki.

Aktivitas yang ringan dapat dipelajari sendiri meskipun memerlukan latihan yang berulang-ulang. Meregangkan otot spastik secara aktif setiap hari berguna untuk mencegah deformitas yang ditandai dengan adanya spastisitas dan ketidakseimbangan otot. Terapi okupasional dirancang untuk aktivitas-aktivitas tertentu yang menggunakan keterampilan motorik, seperti untuk makan, duduk dan belajar menggunakan peralatan mandi.

4. Terapi bicara (speech therapy)

Pengertian terapi bicara adalah memperbaiki pengucapan kata yang kurang baik sehingga dapat dimengerti.5. Penanganan deformitas2,14,17 Pemakaian bidai diperlukan untuk mengatasi deformitas serta mencegah rekurensi yang telah dikoreksi.

Pemakaian penyangga pada anggota gerak bawah diperlukan untuk membantu anak berdiri dan berjalan dengan bantuan tongkat.

Untuk mengoreksi deformitas dan memperbaiki fungsi diperlukan tindakan operatif sehingga anak dapat terbebas dari pemakaian penyangga.

6. Penanganan pembedahan18Pengobatan dengan operasi merupakan suatu hal yang penting di mana penanganan yang dilakukan melalui beberapa pendekatan operasi:

a. Selective Dorsal Root Rhizotomy

Memotong saraf pada tungkai yang paling terpengaruh oleh gerakan dan kejang. Prosedur ini, yang disebut rhizotomi (dalam bahasa Yunani rhizo yang berarti akar dan tomy yang berarti pemotongan), mengurangi spastisitas dan memungkinkan lebih banyak fleksibilitas dan kontrol yang terkena anggota badan dan sendi. Teknik ini bertujuan untuk mengurangi spastisitas di kaki dengan mengurangi jumlah rangsangan yang mencapai otot-otot kaki melalui saraf (nerve). Dalam prosedur, dokter berusaha untuk menemukan dan secara selektif memutuskan saraf yang terlalu aktif dalam mengendalikan otot-otot kaki. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa teknik ini dapat mengurangi spastisitas pada beberapa pasien terutama mereka yang telah spastik diplegia.

b. Chronic Cerebellar Stimulation

Dalam teknik ini, elektroda ditanamkan pada permukaan serebelum, bagian dari otak yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pergerakan, dan digunakan untuk merangsang saraf serebelar tertentu. Diharapkan bahwa teknik ini dapat menurunkan spastisitas dan meningkatkan fungsi motorik

c. Stereotactic Neurosugery

Bedah stereotatik digunakan untuk mempermudah pengelolaan pergerakan yang abnormal, teknik ini berhubungan dengan penanganan gejala dan bukan penyakit itu sendiri.

Bergantung pada sisi dan bagian dari tubuh yang ingin diperbaiki, para ahli bedah saraf dapat mengetahui secara pasti titik target dari otak yang harus diubah untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Teknik ini merupakan teknik tiga dimensi utuk bedah saraf. Terdiri dari pengambilan sinar-X (atau pencitraan lain) untuk memetakan struktur dalam otak. Setelah hal tersebut dilakukan, koordinat dipindahkan ke stereotactic frame yang akan memandu elektroda ke lokasi yang tepat. Stereotactic frame tetap berada dalam tengkorak dan elektroda didorong lubang (burr hole) ke dalam otak. Sementara lucutan listrik kecil diterapkan sebentar-sebentar, ahli bedah dapat melihat respon dari pasien dan sekaligus mengetahui posisi tepat elektroda dalam otak. Setelah sampai di titik target, impuls listrik yang lebih besar dikirim melalui elektroda untuk memodifikasi sel-sel otak di tempat itu.

Sebagian besar waktu, prosedur dilakukan di bawah anastesi lokal, tergantung pada kondisi pasien. Biasanya pasien dapat pulang sehari setelah prosedur operasi dilakukan.

d. Stereotaxic Thalamotomy

Teknik ini meliputi operasi di area spesifik dari otak, yaitu thalamus yang merupakan stasiun pada otak yang menerima pesan-pesan dari otot dan organ-organ indera (organ sensoris). Prosedur ini terbukti efektif hanya untuk menggurangi tremor hemiparetik.e. Bedah pada kontraktur

Operasi yang dilakukan didasarkan atas prinsip penanganan ortopedi terhadap kelainan neurologi dan trauma.

Secara umum operasi bermanfaat terutama pada tipe spastik, tetapi tidak diindikasikan sampai anak mencapai perkembangan keseimbangan tubuh. Orang tua harus diingatkan bahwa operasi bertujuan untuk memperbaiki fungsi tapi tidak dapat memperbaiki anggota gerak yang spastik menjadi normal, teknik pembedahan yang dapat dilakukan yaitu pemanjangan tendon dan pemindahan tendon.

Pembedahan sering dianjurkan ketika kontraktur yang cukup parah untuk menyebabkan masalah gerakan. Di ruang operasi, dokter bedah dapat memperpanjang otot dan tendon yang proporsional terlalu pendek. Pertama, dokter bedah harus menentukan otot-otot tepat, karena memperpanjang otot yang salah bisa membuat masalah lebih buruk.

Menemukan masalah otot yang perlu koreksi dapat menjadi tugas yang sulit. Hal ini disebabkan berjalan dua langkah dengan gaya berjalan (gait) normal, dibutuhkan lebih dari 30 otot besar bekerja di waktu yang tepat dan gaya yang tepat. Kelainan dalam salah satu otot tersebut dapat menyebabkan gaya berjalan abnormal. Sedangkan penyesuaian alami tubuh untuk mengimbangi dan mengkompensasi kelainan otot tersebut dapat menyesatkan. Sebuah alat baru yang memungkinkan para dokter untuk menemukan kelainan gaya berjalan abnormal, kelainan pada otot, dan memisahkan kelainan yang nyata dari mekanisme kompensasi disebut gait analysis. Gait analysis menggabungkan kamera yang merekam pasien ketika sedang berjalan, komputer yang menganalisis setiap porsi gaya berjalan pasien, force plates yang mendeteksi ketika kaki menyentuh tanah, dan teknik perekaman khusus yang dapat mendeteksi aktivitas otot (yang dikenal sebagai Elektromiografi). Dengan menggunakan data ini, dokter akan lebih siap untuk memperbaiki masalah-masalah yang signifikan. Mereka juga dapat menggunakan gait analysis untuk memeriksa hasil bedah.

Karena pemanjangan otot membuat otot menjadi lebih lemah, operasi kontraktur biasanya diikuti dengan bulan pemulihan. Untuk alasan ini, para dokter berusaha untuk memperbaiki fungsi otot-otot sebanyak mungkin. Jika lebih dari satu prosedur bedah tidak dapat dihindari, operasi dijadwalkan berdekatan.

f. Bedah pada tipe atetoid

Pada tipe athetoid hanya sedikit yang dapat dibantu dengan tindakan operasi yaitu dengan cara khusus yang bertujuan untuk mengurangi pergerakan athetoid berupa neurektomi yang selektif.II. I.1.8PROGNOSIS

Hingga saat ini Cerebral Palsy tidak dapat disembuhkan, tetapi berdasarkan masalah yang timbul menyangkut sistem pernapasan dapat teratasi. Bila seorang anak mulai bertambah usia ataupun ketika mulai mengikuti kegiatan sekolah, maka ia akan berlatih untuk tidak terlalu bergantung pada orang lain, akan tetapi ada juga anak yang membutuhkan bantuan seumur hidupnya.14,19

Kerusakan pada otak yang terjadi pada Cerebral Palsy tidak dapat diperbaiki, tetapi setiap anak dapat mencoba untuk menggunakan bagian lain dari otak yang tidak mengalami kerusakan untuk melakukan hal-hal yang diinginkannya. Seorang anak yang menderita Cerebral Palsy akan menjadi dewasa tetap sebagai penderita Cerebral Palsy. Mencari kesembuhan mutlak hanyalah mendatangkan kekecewaan. Bantuan yang dapat diberikan yaitu membantunya untuk dapat melanjutkan hidup dengan kemampuan yang ada tanpa bergantung kepada orang lain selama ia bisa melakukannya sendiri.13,19

Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran. PNEMONIA

II.1DefinisiPneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk merumuskan suatu definisi yang universal (Setyoningrum, 2006).

Menurut Pedoman Pelayan Medis (2009), pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Pneumonia didefinsikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapatkan pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan. Pneumonia sebagian besar disebakan oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari Pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis (IDAI, 2012). Epidemiologi

Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan menyebar lebih mudah antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama, pemukiman yang padat dan camp militer. WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun 2 dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya. Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak pneumonia masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individuindividu ini juga lebih cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko tinggi untuk pneumonia. II.3 Etiologi

Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju (IDAI, 2012) :UsiaEtiologi yang seringEtiologi yang jarang

BakteriBakteri

Lahir - 20 hariE. colli Bakteri anaerob

Streptococcus group BStreptococcus group D

Liseria monocytogenesHaemophillus influenza

Streptococcus pneumonia

Virus

CMV, HSV

3 minggu - 3 bulanBakteriBakteri

Chlamidya trachomatisBordetella pertussis

Streptococcus pneumoniaHaemophillus influenza tipe B

Virus Moraxella catharallis

AdenovirusStaphylococcus aureus

Virus InfluenzaUreaplasma urealyticum

Virus parainfluenza 1,2,3Virus

Respiratory Syncytial VirusCMV

4 bulan 5 tahunBakteriBakteri

Chlamidya pneumoniaHaemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniaMoraxella catharalis

Streptococcus pneumoniaNeisseria meningitides

VirusStaphylococcus aureus

AdenovirusVirus

Virus ParainfluenzaVarisela zoster virus

Rinovirus

Respiratory Syncytial virus

5 tahun remajaBakteriBakteri

Chlamidya pneumoniaHaemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniaLegionalle sp

Streptococcus pneumoniaStaphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Varisela Zoster virus

Respiratory Syncytial virus

Epstein-Barr virus

.II.4 Klasifikasi

Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu : 1) Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat, dan 2) pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia), bila infeksinya didapat di RS. Selain berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk pneumonia ini juga berbeda dalam spectrum etiologi, gambaran klinis, penyakit dasar atau penyakit penyerta, dan prognosisnya. Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spectrum etiologinya berbeda dengan infeksi yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, gejala klinis, derajat penyakit dan komplikasi yang timbul lebih kompleks. Pneumonia yang didapat di RS memerlukan penanganan khusus sesuai dengan penyakit dasarnya (IDAI, 2012).

I.1.5Patogenesis dan Patologi

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.

I.1.6Manifestasi Klinis

Menurut IDAI (2012), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomic dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostic invasive, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering dan faktor pathogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.

Pneumonia pada nonatus merupakan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir, dengan gejala seperti pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea > 60x/menit, retraksi dada, batuk dan mendengus. WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena gejala-gejala yang tampak hamper sama, dan keterlibatan organ dan pengobatan empirik rejimen yang sama. Takipnea merupakan tanda yang paling sering didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi dada (36-91% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis (12-40%), dan batuk (30-84%) (Nessen, 2007).

Kriteria takipnea menurut WHO :

UmurLaju napas normal (frekuensi per menit)Takipnea (frekuensi per menit)

0-2 bulan30-50 60

2-12 bulan25-40

1-5 Tahun20-3040

>5 tahun15-2520

Dikutip dari Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :

Gejala infeksi umum :

Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare

Gejala gangguan respiratori :

Batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.

Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan, letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayi tidak baik. Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi, sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki, radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi (Stoll, 2011).Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan (Pedoman Pelayanan Medik, 2009).

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Penunjang

I.1.7.1Darah Perifer Lengkap

Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakterimi dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.

Pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.I.1.7.2Uji Serologis

Uji serologic untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokkus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim atau antiDnase B.

Secara umum, uji serologis tidak selau bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, CMV, campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan Adeno, peningkatan antibody IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.

I.1.7.3 Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, specimen dapat berasal dari usap tenggorok, secret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitive bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonates, kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif.

I.1.7.4Pemeriksaan Rontgen Thoraks

Kelainan foto rontgen thoraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan ada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk mennunjang diagnosis pneumonia di IGD hanyalah pemeriksaan rontgen thoraks posisi AP. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :

Infiltrate interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi

Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Gambaran foto rontgen thoraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrate interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrate alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilococcus sering ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.

I.1.8Diagnosis Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis merupakan dasr terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Predictor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas melemah.

Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam upaya penanggulannya, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk Pelayanan Kesehata Primer, dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Tujuannya adalah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung dideteksi. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi dan demam/badan terasa dingin.

Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut :

Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun :

Pneumonia berat

Bila ada sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotic

Pneumonia

Bila tidak ada sesak napas

Ada napas cepat dengan laju napas :

>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun

>40 x/menit untuk anak > 1-5 tahun

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotic oral

Bukan pneumonia

Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan pengobatan simptomati seperti penurun panas

Bayi berusia dibawah 2 bulan:

Pada bayi berusia dibawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.

Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :

Pneumonia

Bila ada napas cuping cepat (>60 x/menit) atau sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

Tidak ada napas cepat atau sesak napas

Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.

I.1.9Penatalaksanaan

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonates dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Dasar penatalaksanaan pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.

Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotic harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.

Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotic dipilih berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotic empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.GIZI BURUK

III.1Definisi

Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.

III.2 Etiologi

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang dan anak sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh faktor lain seperti sosial ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-lain.4,5 A. Faktor utama penyebab gizi buruk pada anak21. Peranan diet

Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak usia tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.

2. Peranan penyakit atau infeksi

Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.

B. Faktor lain penyebab gizi buruk pada anak4,51. Peranan sosial ekonomi

Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah sosial ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain menunjukan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersedian makanan serta keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang masih menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak hanya bermain dirumah sehingga tidak perlu mendapat asupan yang bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut tidak dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang menghidupi anaknya sebagai orang tua tunggal (single parrent).

2. Peranan kepadatan penduduk

Dalam kongresnya di Roma pada tahun 1974, World Food Organization memaparkan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan pangan maupun bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Marasmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan higiene yang buruk, contohnya dikota-kota besar yang laju pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus urbanisasi dan tingginya angka kelahiran menyebabkan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Pada akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak akan mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan makanan masyarakat di daerah tersebut.

III.3Patofisiologi

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan asupan energi dan protein.1III.4Klasifikasi

Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai usia lebih dari 20 tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana karena hanya melihat % BB/U dan ada atau tidaknya edema. Terdapat kategori kurang gizi ini meliputi anak dengan PEM sedang atau yang mendekati PEM berat tapi tanpa edema, pada keadaan ini % BB/U berada diatas 60%.4

Tabel 1. Klasifikasi MEP berat menurut Wellcome Trust4% BB/U Dengan edema Tanpa edema

60-80 Kwashiorkor Kurang Gizi

90

Grade I ( Mallnutrisi Ringan) 75-89.9

Grade II ( Mallnutrisi sedang) 60-74.9

Grade III (Mallnutrisi Berat) 120 % : disebut gizi lebih

80 120 % : disebut gizi baik

60 80 % : tanpa edema ; gizi kurang dengan edema ; gizi buruk (kwashiorkor)

< 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema (marasmus kwashiorkor)

Tinggi Badan (TB)

Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran berat badan akan memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status nutrisi dan pertumbuhan fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk pengukuran tinggi badan juga diperlukan informasi umur yang tepat, jenis kelamin dan baku yang diacu yaitu CDC 2000.4

Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa:4 90 110 % : baik/normal

70 89 % : tinggi kurang

< 70 % : tinggi sangat kurang

Rasio Berat Badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan beraat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status nutrisi karena ia mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antar wasting dan stunting atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak perempuan hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi badan 145 cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena adanya percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah tidak diperlukannya faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat.3,4

BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur) x 100%, interpretasi di nilai sebagai berikut:4 > 120 % : Obesitas

110 120 % : Overweight

90 110 % : normal

70 90 % : gizi kurang

< 70 % : gizi burukIII.6

Gejala Klinis

Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika, marasmus juga didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.1,2

Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang. Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu didapatkan penurunan aktifias fisik dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut menyertai keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut menghilang. Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan menjadi berkurang.2,3

Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala antara kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang makanan sehari-harinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal seusianya, juga memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor adalah rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna rambut menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang khas pada penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan dikelilingi batas-batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga anemia ringan dikarenakan kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan biokimiawi seperti albumin serum yang menurun, globulin serum yang menurun, dan kadar kolesterol yang rendah.2,4III.7Diagnosis

Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan anak serta riwayat penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.3,4

Ciri dari marasmus antara lain:3,4

- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus

- Perubahan mental

- Kulit kering, dingin dan kendur

- Rambut kering, tipis dan mudah rontok

- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang

- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas

- Sering diare atau konstipasi

- Kadang terdapat bradikardi

- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya

- Kadang frekuensi pernafasan menurun

Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya yaitu kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang dapat berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang cukup. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti anak tersingkirkan, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal.3

Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:3,4

- Perubahan mental sampai apatis

- Sering dijumpai Edema

- Atrofi otot

- Gangguan sistem gastrointestinal

- Perubahan rambut dan kulit

- Pembesaran hati

- Anemia

III.8Pencegahan

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa diantaranya ialah:4,71. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi.

2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas

3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan

4. Pemberian imunisasi.

5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.

6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang.

7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.

8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.

9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan

Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.

III.9 Terapi gizi buruk

Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi burukPemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi

a.Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja.Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :-Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa-Energi : 100 kkal/kg/hari-Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari-Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)-Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet -Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak

Keterangan :Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas )Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hariPada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jamLanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)

b.Fase Transisi (minggu ke 2)Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hariProtein 4-6 gram/kg bb/hariBila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

c.Fase rehabilitasi (minggu ke 3-7)Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan seringEnergi : 150-220 kkal/kgbb/hariProtein 4-6 g/kgbb/hariBila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

10 LANGKAH PENANGANAN GIZI BURUK

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia

Segera berikan: glukosa 10% baik oral maupun iv.

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia

Mempertahnkan suhu badan

3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi

Bila diare berikan : Oralit 1 pak/liter, gula pasir 50 gr, mineral mix 40 ml ditambah air menjadi 2 liter.

4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

Berikan Mineral Mix

KCl

: 224 gram

Tropotasium sitrat: 81 gram

MgCl 2.6 H2O

:76 gram

Zn asetat 2 H2O: 8,2 gram

Cu SO4. 5H2O

: 1,4 gram

Ditambah air sampai 2,5 liter

Bila edema jangan berikan diuretikum

5. Mengobati infeksi

Setiap anak gizi buruk harus diberikan antibiotika : dengan atau tanpa demam.

Tanpa komplikasi: kotrimoksazol

Dengan komplikasi: gentamicin + ampicillin diikuti amoxicillin oral

6. Memperbaiki kekurangan zat-zat mikro

Anemia gizi besi : tablet besi diberikan setelah 2 minggu (setelah fase stabilisasi)

KVA :

Tidak ada gejala: hari pertam (1 kapsul)

Ada gejala: hari ke 1,2, dan 15 (@ 1 kapsul)

Berikan setiap hari: multivitamin, asam folat

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi

Stabilisasi :

F WHO 75: mencegah hipoglikemia

ReSoMal

: mencegah dehidrasi

Transisi :

Bertahap F 75 : F 100

8. Memberikan Makanan untuk tumbuh kejar

Energy: 150-220 kkal.kg BB/ hari

Protein: 3-4 gr/kgBB/hari

Bentuk makanan padat :

BB 7 kg : makanan anak

9. Stimulasi sensorik dan dukungan emosional pada anak gizi buruk

Anak gizi buruk : keterlambatan perkembangan mental dan perilaku : berikan :

Kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari

Aktifitas fisik segera setelah sembuh

Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain)

10. Tindak lanjut di rumah

Bila gejala klinis sudah tidak ada dan berat badan balita mencapai 80% BB/U atau 90% BB/TB : anak sembuh

Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus dilanjutkan di rumah

Peragaan kepada orang tua :

Pemberian makanan dengan frekuensi yang lebih sering dengan kandungan tinggi energy dan padat gizi

Terapi bermain terstruktur

Sarankan :

Membawa kembali untuk kontrol secara teratur :

Bulan I: 1x/minggu

Bulan II: 1x/2 minggu

Bulan III-VI: 1x/bulan

Suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)

Vit.A dosis tinggi setiap 6 bulan (dosis sesuai umur)

BAB IIIANALISA KASUSAnak perempuan usia 14 tahun datang dengan keluhan demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Ibu pasien mengatakan anaknya juga batuk dan dahaknya tidak dapat dikeluarkan. Pasien juga mengalami sesak napas ketika dibawa ke IGD. Pasien didiagnosa pnemonia.

Pasien juga mengalami tumbuh kembang yang tidak sesuai dengan teman sebayanya. Pasien dari kecil hingga saat ini hanya bisa berbaring di tempat tidur, tidak bisa duduk ataupun berbicara. Riwayat pubertas pasien: pasien belum haid, tidak ada pertumbuhan payudara, tidak ada pertumbuhan rambut pubik. Kondisi tubuh pasien kaku di bagian kedua kaki dengan bentuk kaki melipat ke salah satu sisi sejak ia kecil hingga saat ini. Pasien didiagnosa serebral palsy.

Anamnesa:

Pasien didiagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa sebagai berikut:

Pasien mengalami demam sejak 10 hari yang lalu disertai batuk dan ada sesak napas. Diagnosis tersebut didasarkan atas teori:

Gambaran klinik pneumonia biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.Keluhan pasien kaku sejak ia kecil dengan gambaran kedua kaki ditekuk ke salah satu sisi dan adanya riwayat tumbuh kembang yang buruk sehingga pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur tanpa melakukan aktivitas apapun didiagnosis serebral palsy.

Pasien didiagnosis serebral palsy berdasarkan hasil anamnesa berikut:

Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan1) Paralisis

Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.

2) Gangguan perkembangan mental

Retardalasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia.Pemeriksaan fisik

a. Kesadaran kompos mentis atau sadar penuh.b. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu 38,2 C, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi napas 34 x/menit.c. Status lokalis pada pulmo didapatkan suara napas ronki dikedua lapang paru.d. Pada pemeriksaan antopometri didapatkan berat badan anak 12 kg, tinggi badan 107 cm, umur pasien 14 tahun. Jika dinilai BB/(TB)2 didapatkan IMT= 10,48Kesan gizi dari pasien adalah status gizi buruk

Pemeriksaan penunjang

Dari hasil Foto Thoraks didapatkan gambaran bronkopnemonia

Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menyimpulkan bahwa pasien mengalami pneumonia.

Terapi

Farmakologi

Injeksi ceftriaxone 1x1 gram PCT 4x7,5 ml Setirizine Puyer GG 1/3b. Non-Farmakologi

Ubah posisi tidur miring pasien. Diet sonde F100 per 2 jam (kalori 1800 kkal/24 jam, protein: 36 gram/24 jam

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p. 87-8.

2. Price & Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2005. Vol 2 p. 1026, 1028-30, 1039-42.

3. Werner D. Cerebral Palsy [Online]. 1999 [cited 2010 Mar 3]; [18 screens]. Available from:

URL: http://www.dnf.ne.jp/doc/english/global/david/dwe002/dwe00210.html4. Office and Communication of Public Liasion Bethesda. What is Cerebral Palsy [Online]. 2006 [cited 2010 Feb 27]; [3 screens]. Available from: URL: http://www.askthelawdoc.com/about-cp.html5. Miller B. Cerebral Palsy: A Guide for Care [Online]. 2006 [cited 2010 Feb 27]; [9 screens]. Available from:

URL: http://gait.aidi.udel.edu/res695/homepage/pd_ortho/clinics/cpalsy.html

6. Fox AM. A Guide to Cerebral Palsy [Online]. 1999 [cited 2010 Mar 3]; [12 screens]. Available from: URL: http://www.ofcp.on.ca-images-brain.gif.html7. Treathing Cerebral Palsy [Online]. 2007 [cited 2010 Mar 3]; [5 screens]. Available from: URL: http://treatmentofcerebralpalsy.com/index.html

8. Madrona LM. Cerebral Palsy An Introduction and Overview [Online]. 2001 [cited 2010 Mar 3]; Available from:

URL: http://www.healing-arts.org/children/cp/cpoverview.htm

9. Polzin SJ. Cerebral Palsy [Online]. 2006 [cited 2010 Mar 3]; [6 screens]. Available from:

URL: http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/cerebral_palsy.htm 10. Said, M. 2012. Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia, halaman 350-364.11. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005 : 95-1374