Refarat Neuro PSA

39
BAGIAN NEUROLOGI REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2016 UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA PERDARAHAN SUBARACHNOID Oleh: Syahid Gunawan A 111 2015 106 Pembimbing: Dr. dr. Hasmawati Basir, Sp.S (K) DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN 1

description

psa

Transcript of Refarat Neuro PSA

Page 1: Refarat Neuro PSA

BAGIAN NEUROLOGI REFERATFAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2016UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PERDARAHAN SUBARACHNOID

Oleh:

Syahid Gunawan A

111 2015 106

Pembimbing:

Dr. dr. Hasmawati Basir, Sp.S (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2016

1

Page 2: Refarat Neuro PSA

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Defenisi

Perdarahan Subaraknoid adalah perdarahan ke dalam rongga antara otak

dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subaraknoid merupakan

penemuan yang sering didapatkan pada trauma kepala akibat robeknya pembuluh

darah leptomeningeal pada vertex yakni terjadi pergerakan otak yang besar

sebagai suatu dampak, serta pada beberapa kasus, diakibatkan oleh rupturnya

pembuluh darah Serebral Major.

Subarachnoid Hemorrhage (SAH) atau Perdarahan Subaraknoid (PSA)

menyiratkan adanya darah di dalam ruang Subarakhnoid akibat beberapa proses

patologis. SAH biasanya disebabkan oleh tipe perdarahan non-traumatik,

biasanya berasal dari ruptur aneurisma atau arteriovenous malformation (AVM),

malformasi arteriovenosa (MAV) dan trauma kepala. PSA spontan primer, yakni

PSA yang bukan akibat trauma atau perdarahan intraserebral. PSA sekunder,

yakni perdarahan yang berasal di luar subaraknoid seperti dari perdarahan

intraserebral atau dari tumor otak.1

I.2 Epidemiologi

Perdarahan Subaraknoid atau Subarachnoid Hemorrhage (SAH) menyumbang

5% dari semua penyebab stroke; mempengaruhi hampir 30.000 orang setiap

tahun di Amerika Serikat, dengan kejadian tahunan 1 kasus per 9.000 orang.

Insidensnya di seluruh dunia sekitar 9,5 kasus/90.000 orang pertahun. Saccular

atau Berry aneurisma di dasar otak merupakan 70% penyebab dari semua kasus

SAH. Penyebab Nonaneusymal dari SAH tercantum dalam tabel 1.1 berikut.

SAH paling sering terjadi antara usia 50 dan 60, dan lebih sering pada peremuan

dibandingkan laki-laki.2

Tabel 1.1. Penyebab Nonaneurysmal dari SAH

Trauma Moyamoya Disease

2

Page 3: Refarat Neuro PSA

Idiopathic mesencephalic SAH Central nervous system vasculitis

Intracranial arterial dissection Sickle cell disease

Cocaine and amphetamine use Coagulation disorders

Mycotic aneurysm Primary or metastatic neoplasm

Pituitary apoplexy -(Sumber: Tatalaksana Penyakit Saraf, 2011)

Sekitar 12% dari pasien SAH disebabkan oleh pecahnya aneurisma intracranial

meninggal sebelum mendapat tindakan medis dan 20% meninggal setelah masuk

rumah sakit. Dari dua pertiga pasien yang bertahan hidup, kira-kira satu setengahnya

mengalami kelumpuhan, terutama karena defisit neurokognitif dan depresi. Kemajuan

dalam bedah saraf dan perawatan intensif, termasuk terapi agresif untuk vasospasme,

telah menyebabkan peningkatan kelangsungan hidup selama tiga dekade terakhir,

dengan pengurangan keseluruhan kasus kematian dari sekitar 50% menjadi 33%.3

Aneurisma saccular khususnya paling sering terjadi pada bifurcatio yang terjadi

ketika lamina dan tunika media arteri kehilangan elastisitasnya seiring dengan

bertambahnya usia. Pada aneurisma dinding pembuluh darah hanya terdiri dari tunika

intima dan tunika adventisia dan bisa menjadi setipis kertas.4

I.3 Etiologi

a. Ruptur aneurisma sakular (75%)

Ruptur aneurisma sakular merupakan masalah kesehatan yang cukup serius

dan sering didapatkan. Berdasarkan hasil otopsi dan pemeriksaan angiografi,

sekitar 5% sampai 6% individu memiliki aneurisma intrakranial.

b. Malformasi arteriovena (10%)

Arteriovenous malformation ( AVM ) adalah keadaan pembuluh darah yang

abnormal di otak atau tulang belakang. Beberapa AVMs tidak memiliki gejala

yang spesifik dan tidak ada resiko bagi kehidupan seseorang atau kesehatan,

sementara yang lainnya dapat menyebabkan keadaan yang parah ketika terjadi

perdarahan.

3

Page 4: Refarat Neuro PSA

c. Ruptur aneurisma fusiform, ruptur pada aneurisma yang memiliki morfologi

bentuk yang lebih baik, dilatasinya simetris pada sekeliling dinding aorta, dan

bentuknya lebih sering ditemukan.

d. Ruptur aneurisma mikotik, disebabkan karena septik emboli yang sering

disebabkan oleh endocarditis bakterialis.

e. Kelainan darah akibat diskrasia darah, penggunaan antikoagulan dan

gangguan pembekuan darah.

f. Infeksi

Terjadi proses invasi dan multiplikasi beberapa mikroorganisme ke dalam

tubuh (seperti bakteri, virus, jamur dan parasit) yang pada keadaan normal,

mikroorganisme tersebut tidak terdapat dalam tubuh.

g. Neoplasma

Massa jaringan yang abnormal yang ditemukan pada jaringan yang terjadi

ketika sel-sel membelah dari yang seharusnya atau tidak mati ketika mereka

seharusnya mati.Neoplasma biasa disebut tumor yang dalam hal ini dapat kita

temukan dalam lapisan subaraknoid.

h. Trauma

Cedera fisik yang serius dan dapat menyebabkan masa kritis, luka atau syok.

Dalam hal ini terjadi gangguan pada saraf pusat (otak) individu akibat adanya

benturan-benturan benda keras atau pemukulan di kepala sehingga otak

mengalami perdarahan dan iritasi.5

BAB II

PATOMEKANISME

4

Page 5: Refarat Neuro PSA

Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketegangan dinding

aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan didalam dan diluar

aneurisma. Setelah pecah, darah merembes keruang subaraknoid dan menyebar ke

seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain

dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan

otak secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah serta

mengiritasi selaput otak.6

Diagram 2.1. Bagan patomekanisme perdarahan subaraknoid(dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar 2.1 Lokasi perdarahan subaraknoid(dikutip dari kepustakaan 12)

II.1 Anatomi dan Fisiologi

5

Page 6: Refarat Neuro PSA

Meningea terdiri dari tiga lapisan membran penghubung yang

memproteksi Otak dan Medulla Spinalis. Duramater adalah membran yang

paling superfisial dan tebal. Duramater meliputi Falx Serebri, Tentorium

Serebelli dan Falx Serebelli. Duramater membantu memfiksasi otak di dalam

tulang kepala. Membran Meningea seterusnya adalah sangat tipis yang

dinamakan Arakhnoidmater. Ruang antara membran ini dengan Duramater

dinamakan ruang Subdural dan mempunyai sangat sedikit cairan serosa. Lapisan

Meningea yang ketiga adalah Piamater yang melapisi permukaan otak. Antara

Arakhnoid Mater dan Piamater mempunyai ruang Subarakhnoid di mana terdapat

banyak pembuluh darah dan dipenuhi dengan cairan Serebrospinal.

Gambar 2.2 Potongan Sagital(dikutip dari kepustakaan 2)

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya

adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi

menjadi arakhnoidea dan piamater.

6

Page 7: Refarat Neuro PSA

Gambar 2.3 Lapisan-lapisan selaput otak/meninges(dikutip dari kepustakaan 14)

1. Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat

dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan

dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana

keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar

sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan pada tempat lapisan

dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.

Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga

membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke

dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis. Septa kuat

yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di antara kedua

hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada krista

galli dan meluas ke krista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis

interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium serebelli yang meluas

ke dua sisi. Falx serebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa

sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium

serebelli terbentang seperti tenda yang menutupi serebellum dan letaknya di fossa

kranial posterior. Tentorium melekat di sepanjang Sulcus transversus Os

occipitalis dan pinggir atas Os petrosus dan Processusclinoideus. Di sebelah oral

ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus

7

Page 8: Refarat Neuro PSA

serebri. Saluran-saluran vena besar, sinus duramater, terbenam dalam dua lamina

dura.

2. Arachnoidea

Membrana Arakhnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya

terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu Spatium Subdural. Ia

menutupi Spatium Subarachnoideum yang menjadi Liquor Cerebrospinalis,

Cavum Subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekula dan septa-

septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi sistem rongga-rongga

yang saling berhubungan.

Dari arakhnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam

sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi

arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis

superior dalam lakuna lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki

circulus venosus melalui vili. Pada orang lanjut usia vili tersebut menyusup ke

dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arakhnoid dan piamater yang

secara relatif sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer serebrum, namun

rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak.

Pelebaran rongga ini disebut Cisterna arakhnoidea, seringkali diberi nama

menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas

dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga subarakhnoid umum.

Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas

subarakhnoid di antara medulla oblongata dan hemisfer serebellum; cisterna ini

bersinambung dengan rongga subarakhnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak

pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di

bawah Serebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis.

Rongga ini dibagi menjadi SisternaChiasmaticus di atas chiasmaopticum,

cisternasupracellaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpedunkularis di

antara pedunkel serebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan

temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).

3. Piamater

8

Page 9: Refarat Neuro PSA

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi

permukaan otak dan membentang ke dalam sulkus, fissura dan sekitar pembuluh

darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissura transversalis di

bawah badan kallosum. Di tempat ini pia membentuk tela koroidea dari ventrikel

tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh

darah koroidea untuk membentuk pleksus koroidea dari ventrikel-ventrikel ini. Pia

dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela

koroidea di tempat itu.

Gambar 2.4 Lapisan Carpalia dan Otak(dikutip dari kepustakaan 14)

Walaupun berat otak adalah 2% daripada jumlah total berat badan namun

otak menerima 14 hingga 20% darah yang dipompa oleh jantung. Darah tiba di

otak melalui Arteri Karotis Interna dan Arteri Vertebralis. Arteri Vertebralis

bergabung membentuk Arteri Basilaris yang berada pada ventral batang otak.

Arteri Basilaris dan Arteri Karotis Interna membentuk Sirkulus Willisi. Cabang-

cabang dari Sirkulus Willisi dan dari Arteri Basilaris mensuplai darah ke otak.

Kortex Serebri pada otak kiri dan kanan disuplai dengan darah oleh tiga

cabang arteri dari Sirkulus Willisi yaitu; Arteri Serebri Anterior, Arteri Serebri

Media dan Arteri Serebri Posterior. Arteri Serebri Media mensuplai darah pada

permukaan lateral otak. Arteri Serebri Anterior mensuplai darah pada bagian

medial Lobus Parietalis dan Frontalis. Arteri Serebri Posterior mensuplai

darah pada Lobus Occipital dan permukaan Medial Lobus Temporal. Arteri Serebri

9

Page 10: Refarat Neuro PSA

dan cabangnya terletak dalam ruang Subarakhnoid. Cabang arteri meninggalkan

ruang Subarakhnoid dan memasuki Piamater. Cabang pre-kapiler meninggalkan

Piamater dan memasuki otak. Arteri di dalam otak membentuk kapiler.7

Gambar 2.5 arteri-arteri intrakranial(dikutip dari kepustakaan 14)

Hipotesa Monro-Kellie

Intrakranial Pressure (tekanan intracranial) adalah tekanan yang ada di dalam

tulang kranium yang mana berisi otak, system vaskuler cerebral dan cairan

cerebrospinal. Tekanan biasanya diukur melalui caioran otak dengan tekanan normal

antara 5-14 mmHg atau antara 60-170 mmH2O. Tekanan diatas 250 mmH2O disebut

peningkatan tekanan intra cranial dan gejala-gejala serius dari gangguan penyakit

yang menyertai akan muncul. TIK yang diukur melalui lumbal fungsi biasanya tidak

terlalu akurat karena apabila ada sumbatan pada jalur kortikospinal akan mendapatkan

hasil yang kurang akurat. Contoh ada obstruksi antara otak dan medulla spinalis,

tekanan pada lumbal mungkin normal dan pada cranial atau otak akan terjadi tekanan

sangat tinggi sehingga dalam monitoring TIK sering dipakai fungsi cisterna (pungsi

tulang kranium).

Dalam tulang kranium terdapat tiga kompartemen yang mengisi intracranial

yang mana akan memberikan kontribusi terhadap TIK. Kompartemen tersebut adalah

parenkim otak, sistem pembuluh darah otak dan sistem cairan serebrospinal.

10

Page 11: Refarat Neuro PSA

Berat otak orang dewasa berkisar antara 1.3 - 1,5 kg atau 2% dari berat badan

dan 70-70%nya adalah cairan intra dan ekstraseluler. Massa ini secara anatomi

dipisah oleh lapisan duramater. Pemisah yang paling penting adalah Falk cerebri yang

mana memisahkan hemisfer di atasnya, tentorial serebelum pemisah lobus oksipital

inferior dengan serebelum. Tentorium serebelum berisi kira-kira kumpulan batang

otak atas dan disebut incisura tentorial notch. Pada dasarnya otak mempunyai

viskositas yang tidak mudah tertekan, namun bila ada tekanan yang berlebihan akan

menimbulkan pemindahan jaringan otak dan terjadi disfungsi serebral. Penekanan

jaringan kedalam incisura (herniasi) akan menimbulkan terganggunya pusat vital di

batang otak dan disertai adanya gangguan berbagai saraf cranial yang tergantung pada

seberapa besar tekanan yang dialaminya. Disamping itu jaringan otak ini dapat juga

mengalami kerusakan atau nekrosis bila mengalami benturan langsung atau iskemia

yang menimbulkan gangguan metabolisme otak.

Kompartemen yang kedua adalah cairan serebrospinal yang diproduksi setiap

hari. Akan tetapi sebagian besar dari produksi tersebut diserap kembali. CSF ini

diproduksi di ventrikel empat otak dan disalurkan ke saluran kortikospinal dan berada

di ruangn subarachnoid. Jumlah cairan otak dalam keadaan normal +125 ml ditambah

dengan cairan serosa yang berada pada ruanng lainnya (epidural dan subdural) sekitar

14 ml. bila ada gangguan baik pada produksi, salurannya ataupun absorpsinya maka

akan terjadi akumulasi cairan tersebut di otak dan menimbulkan peningkatan TIK. Hal

ini mungkin juga terjadi akibat adanya kerusakan pada system penyerapan di vili-vili

arachnoid.

Kompartemen ketiga adalah sistem pembuluh darah otak. Darah yang berada di

otak baik vena maupun arteri adalah sekitar 140 ml. Pembuluh darah ini pun dapat

terganggu dengan berbagai cara. Seperti oklusi atau dilatasi sehingga akan

mempengaruhi besarnya aliran darah dan pada akhirnya dapat mempengaruhi TIK.5

Tekanan dalam tulang cranial dijaga oleh tiga kompartemen yang telah

disebutkan yaitu : otak, darah otak dan CSF. Ada hipotesa Monro-Kellie, satu teori

untuk memahami TIK yang mana teori ini menyatakan bahwa karena tulang kranium

tidak bapat membesar, ketika salah satu dari kompartemen intracranial itu bertambah

atau meluas dua kompartemen lainnya akan mengkompresikannya dengan

menurunkan volume agar lainnya akan mengkompensasinya dengan menurunkan

11

Page 12: Refarat Neuro PSA

volume agar volume dan tekanan total otak tetap konstan. Karena adanya pembesaran

massa, kompensasi dalam tulang kranium dilakukan melalui pemindahan cairan otak

ke kanal medulla spinalis atau diserap kembali ke vena melalui vili-vili yang ada di

lapisan arachnoid. Kemampuan otak untuk mengadaptasi tekanan tanpa menimbulkan

peningkatan TIK disebut dengan compliance.

Pemindahan CSF ini merupakan kompensasi pertama. Ketika kompensasi ini

terlampaui, TIK akan meningkat selanjutnya pasien akan memperlihatkan adanya

tanda-tanda peningkatan TIK dan tentunya akan dilakukan upaya-upaya kompensasi

lain untuk menurunkan tekanan tersebut. Kompensasi kedua adalah dengan

menurunkan volume darah otak. Ketika terjadi penurunan darah otak yang mencapai

40% jaringan otak akan mengalami asidosis dan apabila penurunan tersebut mencapai

60% maka akan telah tampak adanya kelainnan pada EEG. Kompensasi ini merubar

metabolisme serebral dan umumnya akan menimbulkan hipoksia dan beberapa bagian

dari jaringan otak akan mengalami nekrosis. Kompensasi terakhir yang dilakukan

namun bersifat letal (mematikan) adalah pemindahan jaringan otak ke daerah tentorial

di bawah falk cerebri melalui foramen magnum ke dalam kanal medulla spinalis.

Tahap ini disebut herniasi dan mengakibatkan kematian.

Perlu diingat bahwa otak disokong dalam berbagai kompartemen intracranial.

Supratentorial kompartemen berisi semua jaringan otak dari atas midbrain, bagian ini

dibagi ke dalam ruang (chamber) kanan dan kiri dengan serat yang tidak elastis dari

falk serebri. Supratentorial ini dipisahkan dari infratentorial kompartemen (yang ada

di batang otak dan cerebellum) dengan tentorial cerebellum. Ini adalah penting untuk

diingat bahwa otak mempunyai kemampuan beberapa pergerakan dalam

kompartemen. Ketika tekanan meningkat pada salah satu kompartemennya maka

tekanan tersebut akan mendorong kebagian yang lebih bawah. Bila peristiwa

pendesakan terus berlangsung maka tidak dapat dielakan terjadinya herniasi pada

daerah ini. Tentu kita masih ingat bahwa daerah tentorial atau batang otak ini

mengandung fungsi vital tubuh dan bilamana mengalami gangguan akan dapat

menimbulkan kematian segera.8

II.2. Faktor Resiko

12

Page 13: Refarat Neuro PSA

Tabel 2.1 Faktor resiko perdarahan subaraknoid

Bisa dimodifikasi Tidak Bisa di modifikasi

- Hipertensi

- Perokok (masih ada riwayat)

- Konsumsi alkohol

- Tingkat pendidikan rendah

- Body mass index rendah

- Konsumsi kokain dan

narkoba jenis lainnya

- Bekerja keras terlalu ekstrim

pada 2 jam sebelum onset

- Riwayat pernah menderita perdarahan

subaraknoid

- Riwayat keluarga perdarahan

subaraknoid atau aneurisma

- Penderita atau riwayat keluarga

menderita polikistik renal atau penyakit

jaringan ikat (sindrom Ehlers-Danlos,

sindrom marfan dan pseudoxanthoma

elasticum)(Sumber: Tatalaksana Penyakit Saraf, 2011)

II.3 Manifestasi Klinis

a. Nyeri kepala mendadak, intensitas maksimal dalam waktu segera atau menit

dan berlangsung selama beberapa jam sampai hari

b. tanda rangsang meningeal seperti : mual, muntah, photopobia, kaku kuduk

positif

c. penurunan kesadaran sementara (50% kasus SAH) atau menetap

d. serangan epileptik pada 6% kasus SAH

e. Defisit neurologis fokal berupa disfasia, hemipharesis, hemihipestesia

f. Kematian mendadak terjadi pada 10% kasus SAH9

Tabel 2.2 Derajat SAH menurut Hunt-Hess

Derajat SAH Menurut Hunt-Hess

Derajat

1

2

Manifestasi Klinis

Asimtomatik atau nyeri kepala dan kaku kuduk yang ringan

Nyeri kepala yang sedang sampai berat, kaku kuduk dan tidak ada

defisit neurologis kecuali pada saraf kranial

13

Page 14: Refarat Neuro PSA

3

4

5

Bingung, penurunan kesadaran defisit fokal ringan

Stupor, Hemiparesis ringan sampai berat, deserebrasi, gangguan fungsi

vegetatif

Koma dalam, Deserebrasi, moribund appeareance(Sumber: Tatalaksana Penyakit Saraf, 2011)

Tabel 2.3. Derajat SAH menurut Klinis dan Radiologis

Derajat SAH menurut Klinis dan Radiologis

Derajat Klinis menurut WFNS* Derajat menurut CT scan kepala

Derajat GCS** Klinis Derajat SAH*** IVH****

1

2

3

4

5

15

13-14

13-14

7-12

3-6

Defisit motorik (-)

Defisit motorik (-)

Defisit Motorik (+)

Defisit motorik (+/-)

Defisit motorik (+/-)

0

1

2

3

4

(-)

Minimal

Minimal

Tebal/banyak

Tebal/banyak

(-)

(-)

(+)

(-)

(+)

*WFNS : World Federation of Neurosurgical Surgeons

**GCS : Glasgow Coma Scale

***SAH : Dinilai dari pengisian darah 1 atau lebih sisterna atau fissura

****IVH : Intraventriculer Hemorrhage(Sumber: Tatalaksana Penyakit Saraf, 2011)

BAB III

PENEGAKAN DIAGNOSIS

14

Page 15: Refarat Neuro PSA

III.1. Anamnesis

a. Nyeri Kepala

- Pasien mengalami onset mendadak dengan nyeri kepala yang hebat

- Nyeri kepala prodormal (peringatan) dan kebocoran darah kecil (ditunjuk

sebagai nyeri kepala sentinel) dilaporkan pada 30-50% aneurisma PSA.

- Nyeri kepala sentinel, dapat muncul beberapa jam sampai beberapa bulan

sebelum rupture, dengan nilai tengah yang dilaporkan adalah 2 minggu

sebelum diagnosa PSA

- Kebocoran kecil umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda peningkatan

tekanan intracranial (TIK) atau rangsang meningeal.

- Kebocoran kecil bukanlah gambaran MAV

- Lebih dari 25% pasien mengalami kejang mendekati onset akut, lokasi

pusat kejang tidak ada hubungannya dengan lokasi aneurisma

b. Mual atau muntah

c. Gejala rangsang meningeal (misal: kaku kuduk, low back pain, nyeri tungkai

bilateral) ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA, namun kebanyakan

membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.

d. Fotofobia dan perubahan visus

e. Hilangnya kesadaran sekitar setengah pasien mengalami hal ini ketika onset

perdarahan.

f. Riwayat penyakit terdahulu

g. Riwayat penyakit keluarga

h. Riwayat pengobatan10

III.2 Pemeriksaan Fisik

Gambaran klasik dari penyakit ini adalah keluhan tiba-tiba nyeri kepala

berat, sering digambarkan oleh pasien sebagai “nyeri kepala yang paling berat

dalam kehidupannya”. Sering disertai mual, muntah, fotofobia, dan gejala

neurologis akut fokal, maupun global, misalnya timbulnya bangkitan, perubahan

memori atau perubahan kemampuan konsetrasi dan juga meningismus. Pasien

mungkin akan mengalami penurunan kesadaran setelah kejadian, baik sesaat

15

Page 16: Refarat Neuro PSA

karena adanya peningkatan tekanan intracranial atau ireversibel pada kasus-

kasus parah. 11

Pemeriksaan fisik cermat pada kasus-kasus nyeri kepala sangat penting

untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala, termasuk glaukoma,

sinusitis atau arteritis temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada sekitar 70%

kasus. Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri komunikans posterior

dan arteri karotis dapat menyebabkan paresis n.VI. Pemeriksaan funduskopi

dapat memperlihatkan adanya perdarahan retina atau edema papil karena

peningkatan tekanan intracranial. Adanya fenomena embolik distal harus

dicurigai mengarah ke unruptured intracranial giant aneurysm.

Gambar 3.1 pemeriksaan funduskopi(dikutipdari kepustakaan 16)

Pemeriksaan neurologis seperti Kaku kuduk dengan cara, tangan

pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring

Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai

dada. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku

kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.Kaku kuduk dapat

bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala tidak dapat

ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang. Pada keadaan yang ringan,

kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.12

16

Page 17: Refarat Neuro PSA

Gambar 3.2. pemeriksaan kaku kuduk(dikutip dari kepustakaan 16)

III.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Pencitraan

Pemeriksaan computed tomography (CT) Scan non kontras adalah pilihan

utama karena sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan

lebih akurat, sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam

pertama setelah serangan, tetapi akan turun 50% pada 1 minggu setelah

serangan. Dengan demikian pemeriksaan CT Scan harus dilakukan sesegera

mungkin.13

Gambar 3.3. CT Scan perdarahan subaraknoid(dikutip dari kepustakaan 16)

2. Angiografi

Digital-subtraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi

aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-

17

Page 18: Refarat Neuro PSA

invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap

seluruh pembuluh darah harus dilakukan karena sekitar 15 % pasien memiliki

aneurisma multiple. Foto radiologik yang negative harus diulang 7-14 hari

setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma,

MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vascular

di otak maupun batang otak.

BAB IV

TATA LAKSANA

18

Page 19: Refarat Neuro PSA

Tabel 4.1. Tatalaksana Pemeriksaan umum

Penanganan Rekomendasi

Pemeriksaan umum

Sistem jalan napas dan kardiovaskular Pantau ketat di unit perawatan intensif

atau lebih baik di unit perawatan

neurologis

Lingkungan Pertahankan tingkat bising yang rendah

dan batasi pengunjung sampai aneurisma

ditangani

Nyeri Morfin sulfat (2-4 mg IV setiap 2-4 jam)

atau kodein (30-60 mg IM setiap 4 jam)

Profilaksis gastrointestinal Ranitidin (150 mg PO 2x sehari atau 50

mg IV setiap 8-12 jam) atau lansoprazol

(30 mg PO sehari)

Profilaksis deep venous thrombosis Gunakan thigh-high stockings dan rangkaian

peralatan kompresi pneumatic; heparin (5000

U SC 3 x sehari) setiap terapi aneurisma

Tekanan darah Pertahankan tekanan darah sistolik 90-

140 mmHg sebelum terapi aneurisma,

kemudian jaga tekanan darah sistolik <

200 mmHg

Glukosa serum Pertahankan kadar 80-120 mg/dl gunakan

sliding scale atau infuse kontinu insulin

jika perlu

Suhu inti tubuh Pertahankan pada < 37.2 derajat C,

berikan asetaminofen/ parasetamol (325-

650 mg PO setiap 4-6 jam) dan gunakan

peralatan cooling bila diperlukan

Calcium antagonis Nimodipin (60 mg PO setiap 4 jam

selama 21 hari)

Terapi antifibrinolitik (opsional) Asam aminokaproat (24-48 jam pertama,

5 g IV, dilanjutkan dengan infuse 1,5

19

Page 20: Refarat Neuro PSA

g/jam)

Antikonvulsan Fenitoin (3-5 mg/kg/hari PO atau IV)

atau asam valproat (15-45 mg/kg/hari PO

atau IV

Cairan dan hidrasi Pertahankan hipovolemi (CVP, 5-8

mmHg) jika timbul vasospasme serebri

pertahankan hipervolemi (CVP 8-12

mmHg atau PCWP (Pulmonary Capillary

Wedge Pressure) 12-16 mmHg)

Nutrisi Coba asupan oral (setelah evaluasi

menelan) untuk alternative lain, lebih

baik pemberian makanan enteral.(Sumber: Jurnal Pertimbangan Klinis dalam Pemilihan Jenis Tatalaksana Terbaik untuk Pasien

Aneurisma Serebral, 2012)

Tabel 4.2. Tatalaksana Terapi lain

Penanganan Rekomendasi

Terapi Lain

“Surgical Clipping” Dilakukan dalam 72 jam pertama

“Endovascular coiling” Dilakukan dalam 72 jam pertama

Komplikasi umum

Hidrosefalus Masukkan drain ventrikuler eksternal

atau lumbar

Perdarahan ulang Berikan terapi suportif dan terapi darurat

aneurisma

Vasospasme serebri Beri nimodipin, pertahankan hipervolemi

atau hipertensi yang diinduksi dengan

fenilefrin, norepinefrin, atau dopamine,

terapi endovaskuler (angioplasty

transluminal atau vasodilator langsung

Bangkitan Lorazepam (0,1 mg/kg dengan kecepatan

20

Page 21: Refarat Neuro PSA

2 mg/ menit) atau diazepam 5-10 mg

dilanjutkan dengan fenitoin (20 mg/ kh

IV bolus dengan kecepatan < 50

mg/menit sampai dengan 30 mg/kg

Hiponatremi Pada SIADH restriksi cairan, pada cerebral

salt wasting syndrome, secara agresif

gantikan kehilangan cairan dengan 0,9%

NaCl atau Nacl hipertonis

Aritmi miokardial Metoprolol (12,5-100 mg, PO 2x sehari)

evaluasi fungsi ventrikel tangani aritmia

Edema pulmonal Berikan suplementasi oksigen atau

ventilasi mekanik bila perlu

Perawatan jangka panjang

Rehabilitasi Terapi fisik, pekerjaan dan bicara

Evaluasi neuropsikologis Lakukan pemeriksaan global dan domain-

spesific rehabilitasi kognitif

Depresi Pengobatan antidepresi dan psikoterapi

Nyeri kepala kronis NSAIDs, antidepresan trisiklik, atau

SSRIs, gabapentin.(Sumber: Jurnal Pertimbangan Klinis dalam Pemilihan Jenis Tatalaksana Terbaik untuk Pasien

Aneurisma Serebral, 2012)

BAB V

KOMPLIKASI

1. Vasospasme

21

Page 22: Refarat Neuro PSA

Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada

perdarahan subaraknoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa

perubahan status mental, defisit neurologis fokal, jarang terjadi sebelum hari

3, puncaknya pada hari ke-17. Vasospasme akan menyebabkan iskemia

serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal,

biasanya terletak di dekat aneurisma yang pecah, dan lesi multiple luas yang

sering tidak berhubungan dengan tempat aneurisma yang pecah.

2. Hidrosefalus

Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita deterorasi mental akut, harus

dilakukan pemeriksaan ulang CT Scan kepala untuk mencari penyebabnya,

dan penyebab yang paling sering adalah hidrosefalus. Volume darah pada

pemeriksaan CT Scan dapat sebagai prediktor terjadinya hidrosefalus. Kurang

lebih sepertiga pasien yang didiagnosis perdarahan subaraknoid karena

aneurisma memerlukan drainase ventrikuler eksternal sementara atau dengan

ventricular shunt permanen.

3. Hiperglikemia

Hiperglikemia sering dijumpai pada pasien perdarahan subaraknoid, boleh jadi

berhubungan dengan respons stress, insulin diberikan untuk mempertahankan

kadar glukosa darah tetap aman dalam kisaran 90-126 mg/dl. Terapi insulin

intensif dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.

4. Epilepsi

Kejadian epilepsi ditemukan pada 7 % hingga 35 % pasien perdarahan

subaraknoid. Bangkitan pada fase awal perdarahan subaraknoid dapat

menyebabkan perdarahan ulang, walaupun belum terbukti menyebabkan

peningkatan tekanan intrakranial.

5. Hiponatremia

Kejadian hiponatremia pada pasien perdarahan subaraknoid berkisar antara

30% hingga 35% hal ini berhubungan dengan terbuangnya garam di otak dan

22

Page 23: Refarat Neuro PSA

tindakan pemberiaan cairan pengganti serta sering di dapatkan pada

vasospasme serebral.

Komplikasi lain yang sering ditemukan adalah pneumonia, sepsis,

aritmia kardial, dan peningkatan kadar enzim-enzim jantung. Kepala pasien

harus dipertahankan pada posisi 30 derajat di tmpat tidur dan segera diberi

terapi antibiotik adekuat jika dijumpai pneumonia bacterial. Profilaksis dengan

kompresi pneumatik harus dilakukan untuk mengurangi resiko Deep Vein

Trombosis (DVT) dan emboli pulmonom. Antikoagulan merupakan

kontraindikasi pada fase akut perdarahan.14

BAB VI

KESIMPULAN

Perdarahan Subarachnoid (PSA) merupakan gangguan mekanikal sistem

vaskuler pada intrakranial yang menyebabkan masuknya darah ke dalam ruang

subarakhnoid. Sekitar 70% Perdarahan Subarakhnoid disebabkan oleh ruptur

23

Page 24: Refarat Neuro PSA

aneurisma Sakular Intracranial dan 20% disebabkan oleh trauma kepala, Malformasi

Arterio Venosa (MAV) atau ruptur aneurisma mikotik.

Kebanyakan pasien yang mengalami ruptur berusia di antara 35 hingga 65

tahun. Aneurisma sering terjadi pada Bifurcatio Arteri Serebri atau cabangnya. 75%

aneurisma terletak pada Sirkulasi Anterior dan 14% aneurisma terletak pada Sirkulasi

Posterior. Aneurisma multipel di identifikasi pada 14 hingga 20% pasien. Arteri

Serebri terletak di dalam Ruang Subarakhnoid maka apabila terjadi ruptur dapat

menyebabkan Perdarahan Subarakhnoid. Meningea terdiri daripada tiga lapisan

membran penghubung yang memproteksi Otak dan Medulla Spinalis yaitu Duramater,

Arachnoidmater dan Piamater. Antara Arachnoidmater dan Piamater mempunyai

ruang Subarachnoid di mana terdapat banyak pembuluh darah dan dipenuhi dengan

cairan Serebrospinal.

Perdarahan Subarachnoid adalah perdarahan ke dalam rongga diantara otak

dan selaput otak (rongga subarachnoid). Perdarahan subarachnoid merupakan

penemuan yang sering pada trauma kepala akibat dari robeknya pembuluh darah

leptomeningeal pada vertex di mana terjadi pergerakan otak yang besar sebagai

dampak, atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah Serebral Major.

Perdarahan Subarachnoid non-traumatik adalah pendarahan di dalam ruang

Subarachnoid yang sering disebabkan oleh ruptur aneurisma Arteri Serebri atau

malformasi arteriovenosa.

Kebanyakan aneurisma intrakranial yang belum ruptur bersifat asimptomatik.

Apabila terjadi ruptur pada aneurisma, tekanan intrakranial meningkat. Ini bisa

menyebabkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba yang terjadi sebagian daripada

pasien. Penurunan kesadaran secara tiba-tiba sering didahului dengan nyeri kepala

yang hebat.

Gambaran CT scan bisa positif pada 80% kasus jika CT scan dilakukan dalam

beberapa hari selepas perdarahan. Pada CT scan, gambaran perdarahan Subarachnoid

menunjukkan peningkatan density (hiperdens) pada ruang cairan Serebrospinal.

Aneurisma sering terjadi pada Sirkulus Willisi maka pada CT scan, darah tampak

pada Cisterna Basalis. Perdarahan yang hebat bisa menyebabkan seluruh ruang

Subarachnoid tampak opasifikasi. Jika hasil CT scan negatif tetapi terdapat

24

Page 25: Refarat Neuro PSA

gejala perdarahan Subarachnoid yang jelas, pungsi lumbal harus dilakukan untuk

memperkuatkan diagnosis.

Riwayat nyeri kepala yang hebat secara tiba-tiba disertai dengan kaku

kuduk, pemeriksaan neurologik yang non-fokal dan perdarahan cairan spinal adalah

spesifik untuk  perdarahan Subarachnoid. Pengobatan berfokus pada pertama

menemukan sumber perdarahan dan, jika mungkin, pembedahan memperbaiki

aneurisma atau AVM untuk menghentikan pendarahan. Waktu terbaik untuk

melakukan operasi masih kontroversial. Operasi awal (dalam waktu 3 hari pertama)

mengurangi kemungkinan rebleeding, tetapi operasi tertunda (setelah 13 hari)

menghindari waktu antara 3 dan 13 hari ketika kontraksi abnormal dari arteri

(vasospasme) dan konsekuensinya adalah terbesar. Secara umum, pasien yang sadar

dengan defisit neurologis yang minimal pada saat datang terapi yang terbaik dengan

operasi awal, sedangkan individu tidak sadar lebih baik operasinya ditunda. Tiga

komplikasi terbesar aneurisma perdarahan Subarachnoid adalah perdarahan ulang,

vasospasme dan hidrosefalus3. Mortalitas yang disebabkan oleh aneurisma perdarahan

Subarachnoid adalah tinggi. Sekitar 20% pasien meninggal dunia sebelum sampai ke

rumah sakit, 25% meninggal dunia kerana pendarahan inisial atau komplikasinya dan

20% meninggal dunia kerana pendarahan ulang disebabkan aneurisma tidak dirawat

dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rubenstain David, David Wayne, John Bradley.Lecture Notes Kedokteran Klinis

Edisi 6. In: Amalia Safitri, editor. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2007. h.101.

25

Page 26: Refarat Neuro PSA

2. Dewanto George dr. Sp.S. dkk. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana

Penyakit Saraf. In: Nandan Suryana, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2007. h. 31.

3. Tate SS. Brain and Cranial Nerves. In: Tate SS, editor. Anatomi and Physiology.

6th edition. United State of America: The McGraw-Hi Companies, Inc;2004

4. Harsono. 2009. The Characteristic of Subarachnoid Hemorrhage. Yogyakarta:

Departement of Neurology Faculty of Medicine Gadjah Mada University.

Majalah Kedokteran Indonesia. Vol.59 No. 1, Januari.

5. American Heart Assosiation. Highlights Of The 2010 Guidelines For

Cardipulmonary Resusitation And Emergency Cardiovascular Care. MSN, Mary

Fran Hazinski, RN, editor. [online] 2010. [cited 2015November10]; available

from: URL: (http://www.americanheart.org)

6. Gruenthal M. Subarachnoid hemorrhage. In: Ferri FF, editor. Ferri's clinical

advisor 2004:instant diagnosis and treatment. 6th edition. United States of

America: Mosby, Inc; 2004

7. Satyanegara,DR.dr.Sp.BS dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama. Edisi 6. Hal.232-235

8. IKAPI. 2010. Perdarahan Subaraknoid. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press. Hal. 93-97

9. Paul W, Joseph C, Jose Biller. 2011. Localization in Clinical Neurology:

Subarachnoid Hemorrhage. 6th Edition. China: Lippincott Williams & Wilkins

business. P. 308-316

10. John Nolte and John Sundsten. 2010. The Human Brain: The Arachnoid Bridges

over CNS Surface Irregularities, Forming Cisterns. 13th Edition. New York:

Springer Verlag. P.88-90, 139-140

11. Lewis P and Timothy A. 2010. Merrit’s Neurology: Subarachnoid Hemorrhage.

12th edition. China: Library of Congress Cataloging in Publication Data. P. 592-

593

12. Chandra, Budi S. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Perdarahan

Subarakhnoid. Jakarta : EGC Hal.31-35

26

Page 27: Refarat Neuro PSA

13. Setyopranoto, Ismail.2012. Jurnal Pentalaksanaan Perdarahan Subaraknoid.

Yogyakarta : Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

CDK-199. Vol.39 no.11

14. Suwangto, Erfen. 2011. Jurnal Pertimbangan Klinis dalam Pemilihan Jenis

Tatalaksana Terbaik untuk Pasien Aneurisma Serebral. Jakarta : Daimainus

Journal of Medicine Vol. 10 No.2 Juni 2011. H. 97-106

27