Naskah Lengkap Psa
-
Upload
lydia-susanti -
Category
Documents
-
view
72 -
download
1
Transcript of Naskah Lengkap Psa
PERDARAHAN SUBARAKHNOID BERULANG DAN ARTERIVENA MALFORMASI PADA USIA MUDA
LUSY ERIYANTI, SYARIF INDRA, BASJIRUDDIN A
Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RS. DR. M. Djamil Padang
Pendahuluan
Stroke merupakan masalah kesehatan utama dalam masyarakat karena risiko terkena
stroke meningkat seiring usia, sehingga strategi yang utama adalah memperbaiki kualitas
pelayanan dalam penanganan stroke, tidak hanya mengobati tapi terutama untuk mencegah
stroke pada usia dini. Perdarahan intrakranial yang merupakan bentuk stroke hemoragik yang
sering terjadi adalah perdarahan intra serebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada usia muda, hal
yang dapat menjadi penyebab perdarahan intra serebral adalah malformasi vaskular serebral dan
aneurisma serebral. Meskipun usia muda memiliki risiko yang lebih rendah, namun stroke pada
kelompok usia muda memiliki dampak yang besar dalam masyarakat, diantaranya berhubungan
dangan hilangnya masa-masa produktivitas.5,7
Menurut American Stroke Association angka kejadian stroke pada anak-anak sekitar 2
per 100.000 anak per tahun dengan angka prevalensi sebesar 18 per 100.000. Pada usia muda,
etiologi stroke lebih bervariasi dibandingkan usia lanjut yang biasanya akibat faktor
atherosklerosis. Malformasi arteriovenosa merupakan salah satu penyebab stroke pada 2% kasus
stroke perdarahan terutama usia muda dan 9 % kasus perdarahan subarachnoid.3,5
Pada kasus ini akan dibicarakan tentang penegakan diagnosa dan penatalaksanaan perdarahan
subarachnoid pada usia muda dengan arterivena malformasi.
Ilustrasi kasus
Seorang anak laki-laki usia 16 tahun dirawat di bangsal Neurologi RSUP DR. M. Djamil
Padang dengan keluhan nyeri kepala hebat yang terjadi tiba-tiba ketika baru habis dari kamar
mandi, nyeri dirasakan seperti disayat terutama dikepala bagian belakang, nyeri dirasakan terus-
menerus dan tidak berkurang dengan obat dan istirahat. Dari riwayat penyakit dahulu pasien
pernah dirawat di bagian anak tahun 2005 dengan diagnosis perdarahan intra serebral dan intra
1
ventrikel. Dari pemeriksaan fisik saat ini dijumpai adanya tanda rangsangan meningeal yaitu
kaku kuduk, tanda kerniq positif tanpa defisit neurologi. Dari pemeriksaan funduscopi
didapatkan kesan fundus dalam batas normal, tidak ditemukan adanya perdarahan subhialoid.
Dari hasil Brain CT Scan tampak gambaran lesi hiperdens dengan small kalsifikasi didaerah
ventrikel 4, dari hasil lumbal pungsi didapatkan cairan warna kemerahan. Setelah dilakukan
pemeriksaan MRI didapatkan gambaran serpigenous (honeycomb) dengan flow fluid dan nidus
pada daerah pons posterior. Pada MRA terlihat gambaran a. serebri posterior yang serpigenous /
tortuous, dengan nidus dan drainage vena dari vena sagitalis posterior, serta lesi hiperdens pada
T1W dan T2W di intra ventrikel lateral kornu posterior sinistra. Pasien didiagnosa dengan
perdarahan subaracknoid akibat rupturnya arterivena malformasi. Dan diterapi secara
konservativ selama tiga minggu. Pasien tidak dilakukan tindakan operasi mengingat lokasi AVM
di bagian posterior, dan pulang dengan anjuran tidak melakukan aktifitas fisik yang berat.
Pembahasan Kasus
Dilaporkan kasus seorang anak laki-laki usia 16 tahun dirawat dengan diagnosa
perdarahan subarachnoid, dimana dari anamnesa didapatkan keluhan nyeri kepala hebat yang
terjadi tiba-tiba dan dari pemeriksaan fisik dijumpai adanya tanda ransangan meningeal yaitu
kaku kuduk dan kerniq. Perdarahan subarachnoid adalah suatu sindroma klinis yang muncul
akibat terjadinya perdarahan kedalam ruang subarachnoid akibat rupturnya pembuluh darah /
aneurisma sakuler yang berada diruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid dapat dibagi atas
perdarahan subarachnoid primer akibat ruptur spontan aneurisma sakuler ( berry ) dan
perdarahan skunder akibat trauma. Penyebab utama perdarahan subarachnoid primer adalah lebih
dari 70% karena pecahnya aneurisma, sedangkan sekitar 10% oleh karena pecahnya malformasi
arteri-vena (AVM), dan sisanya 20% bisa karna hipertensi, trauma, neoplasma dan lain-lain.1,2,4,7
Insiden perdarahan pada AVM menurut usia, dilaporkan bahwa 20% kurang dari 20 tahun,
44% pada usia 40-60 tahun dan terbanyak pada usia 20-40 tahun. Angka kematian sekitar 2
%/tahun, resiko perdarahan pada unrupture avm sekitar 1% - 4%/tahun dan angka perdarahan
ulang 8% - 10 % / tahun.5,6. Sebelum pecah sekitar 90% AVM biasanya tidak menimbulkan
gejala (asimptomatik) , tapi dapat juga memberikan gejala 10% seperti migrein1,2. Gambaran
2
klinis pecahnya AVM sering disertai dengan gambaran klinis perdarahan intrakranial, seperti
sakit kepala berat yang muncul tiba - tiba yang memuncak dalam hitungan detik,disebut juga
Thunderclap Headache, dapat disertai muntah, fotofobia, penurunan kesadaran dengan atau
tanpa defisit neurologis, dan kaku kuduk3,6,7.
Berat ringannya suatu PSA diklasifikasikan atas tingkat keparahan menurut Hunt and Hess 3,4,6
Grade I : Asimtomatis atau nyeri kepala minimal dan rigiditas nukhal ringan
Grade II : Nyeri kepala sedang hingga berat, rigiditas nukhal, tidak ada defisit
neurologis selain palsi saraf kranial.
Grade III : Drowsiness, konfusi, atau defisit neurologi ringan.
Grade IV : Stupor, hemiparesis sedang hingga berat, mungkin dengan rigiditas
deserebrasi dini dan gangguan vegetatif.
Grade V : Coma dan atau decerebral rigidity.
Berdasarkan klasifikasi diatas pasien ini dapat dikategorikan pada grade II, yaitu adanya
nyeri kepala hebat dan tanda ransangan meningeal, tanpa defisit neurologis. Dari riwayat
penyakit dahulu pasien pernah dirawat dibangsal anak tahun 2005 dengan diagnosa perdarahan
intra serebral dan intra ventrikel. Tapi dari data yang diperoleh tidak diketahui apakah penyebab
perdarahan pada saat itu. Malformasi arteriovenosa adalah kelainan anatomis di dalam arteri atau
vena di dalam atau di sekitar otak yang merupakan kelainan kongenital, dimana arteri dan vena
langsung dihubungkan oleh satu atau lebih fistula. Hubungan langsung ini tanpa perantaraan
sistem kapiler. Lapisan arteri tidak memiliki cukup lapisan muskuler. Vena seringkali mengalami
dilatasi akibat dari tekanan aliran darah yang tinggi melalui fistula.7,10 AVM baru diketahui
keberadaannya jika telah menimbulkan gejala. Sebagian besar AVM terjadi pada kompartemen
supratentorial dan terlokalisir pada satu hemisfer. AVM yang besar akan menyebabkan cranial
bruits. AVM yang sangat besar akan menyebabkan hemiparesis yang progresif dan bahkan
kemunduran fungsi intelektual yang disebabkan oleh iskemik. Malformasi arteriovenosa
menyebabkan gangguan neurologi dengan 3 mekanisme: (1) perdarahan yang dapat masuk ke
ruang subarachnoid, ruang intra ventrikuler, dan parenkim otak, (2) kejang pada 15%‐40%
pasien dengan AVM, dan (3) defisit neurologi yang progresif pada 6‐12% pasien, melalui
mekanisme semakin membesarnya ukuran AVM atau fenomena kekurangan aliran darah akibat
aliran darah langsung dari arteri ke vena (stealing phenomenon). 5,6,10,14
3
Penyebab lain perdarahan intra serebral pada usia muda adalah aneurisma kongenital
yaitu pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas
hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga
menyerupai tonjolan / balon. Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi
lebih tipis dan mudah pecah. Delapan puluh lima sampai sembilan puluh persen aneurisma
berasal dari bagian depan atau pembuluh darah karotis, dan sisanya berasal dari bagian belakang
atau pembuluh vertebralis. Aneurisma intrakranial sering ditemukan ketika terjadi ruptur yang
dapat menyebabkan perdarahan dalam otak atau pada ruang subarahnoid6,7,9. Secara umum
prognosa perdarahan subarachnoid yang disebabkan oleh pecahnya AVM lebih baik
dibandingkan oleh aneurisma. Hal ini disebabkan karna beberapa faktor yaitu tekanan dalam
sinusoid yang luas akan lebih rendah dan jarang menimbulkan stroke komplit, bila pecah tidak
merusak jaringan otak, perdarahan yang sering terjadi venous sehingga tidak sehebat perdarahan
4
aneurisma yang sifatnya arteril, kadang-kadang AVM dapat hilang spontan akibat perdarahan
yang berulang.3,5,8,13
Dari hasil Brain CT Scan didapatkan suatu gambaran lesi hiperdens dengan small
kalsifikasi didaerah ventrikel 4, dimana didapatkan suatu kesan adanya SOL yang dicurigai
sebagai suatu aneurisma. Hasil brain CT scan tidak menunjukan suatu gambaran yang khas pada
perdarahan sub arachnoid. Setelah dilakukan lumbal pungsi pada pasien ini didapatkan cairan
serebrospinal (CSS) yang bercampur darah atau seperti air cucian daging. Keadaan ini memang
menunjukkan bahwa terjadinya perdarahan kedalam ruang subarachnoid. Pungsi lumbal
dilakukan bila diduga adanya suatu PSA. CSS akan berwarna darah apabila LP dilakukan segera
setelah perdarahan namun kemudian sel darah merah akan menghilang dan warna cairan menjadi
xantokhromik ( kuning ) karena penghancuran pigmen hemoglobin. Tapi jika dalam 5-7 hari
CSS masih berwarna merah kemungkinan perdarahan masih berlansung. Pungsi lumbar
sebaiknya dilakukan bila hasil CT scan tidak mendukung. Pungsi lumbal dikontraindikasikan
bila diduga adanya hematom yang ukurannya cukup luas yang dapat meninggikan tekanan
intrakranial11 . Semua pasien yang dicurigai AVM harus dilakukan CT scan atau MRI sebagai
pemeriksaan awal. Pada CT scan akan tampak bercak-bercak kalsifikasi dikelilingi oleh
malformasi, dengan pemberian kontras, feeding arteri atau vena yang dilatasi biasanya tampak
pada MRI. Pemeriksaan gold standard untuk semua kasus kasus malformasi arteri vena adalah
cerebral digital substract angiography (Cerebral DSA), karena dengan menggunakan C DSA
kita dapat melihat dan mempelajari dengan jelas pembuluh darah arteri yang menjadi feeder,
drainasi vena, serta besar diameter nidus guna kepentingan pengklasifikasian5,6,10. Tapi angiografi
konvensional juga masih merupakan pemeriksaan yang utama untuk diagnosa AVM. Walaupun
beberapa literatur tidak menganjurkan karna bersifat invasif.
Dari hasil pemeriksaan MRI dan MR angiografi pada pasien ini didapatkan gambaran
pembuluh darah yang serpigenous pada arteri serebri posterior yang disertai gambaran nidus dan
drainage vena yang sangat mendukung gambaran adanya suatu arterivena malformasi.5,9,10.
Penatalaksanaan pada perdarahan subarachnoid bertujuan untuk menjaga kestabilan
kardiovaskular dan hemodinamik, menghindari perdarahan lebih lanjut serta mencegah
kemungkinan komplikasi. Istirahat total dan pemberian analgesik seperti codein fospat 30-60 mg
peroral dapat diberikan untuk mengendalikan nyeri kepala hebat. Nimodipin sebagai calcium
5
channel bloker mempunyai efek yang besar pada pencegahan vasospasme. Beberapa penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk PSA, nimodipin terbukti mengurangi neurologic
ischemic deficits bila diberikan sebelum 96 jam mulai serangan dan dilanjutkan selama 21 hari .
Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam (iv) pada hari ketiga atau secara oral
dengan dosis 60 mg setiap 6 jam. Vasospasme ( spasme arterial serebral ) adalah penyebab
tersering dari morbiditas dan mortalitas pasien dengan PSA. Ternyata terbukti bahwa
vasospasme tidak terjadi segera setelah rupturnya aneurisma, namun muncul pada hari ke 4
hingga ke 10 setelah perdarahan. Beratnya vasospasme mencapai puncaknya selama minggu
kedua setelah PSA dan berkurang selama minggu ketiga.2,3,5,7. Dapat juga diberikan obat-obat
anti fibrinolitik yang dapat mencegah perdarahan ulang, obat yang sering dipakai adalah epsilon
amino caproic acid dengan dosis 36 gram /hari atau traneksamid acid dengan dosis 6-12 gr /
hari5,12. Pengobatan AVM merupakan hal yang sulit, apakah seorang harus dioperasi konservatif
atau di radio terapi. Walaupun Intervensi bedah merupakan terapi definitif pada AVM, harus
mempertimbangkan risiko yang akan terjadi dan beberapa faktor antara lain adalah: faktor pasien
yaitu umur ,keadaan umum dan kondisi klinis pasien, faktor lesi yaitu lokasi ,ukuran, perlekatan
dengan daerah sekitarnya, serta konfigurasi vaskular menentukan pertimbangan perlunya
intervensi bedah. Operasi AVM sebaiknya dilakukan secara elektif tapi pada keadaan tertentu
pasien yang datang dalam keadaan perdarahan intra sebrebral yang luas dapat dilakukan operasi
emergensi untuk menghilangkan efek masa. Pada pasien yang keadaan klinis baik dan stabil
dapat diterapi konservatif selama 3 – 4 minggu,setelah itu dapat direncanakan tindakan operasi .
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa tindakan operatif sebaiknya dilakukan setelah ruptur
AVM, sakit kepala dan kejang bukan merupakan indikasi tindakan operatif pada pasien dengan
unruptured AVM, karena tidak menghilangkan keluhan sakit kepala atau menghilangkan kejang
pada pasien. Skala yang digunakan sebagai pertimbangan risiko dan manfaat operasi adalah
sistem klasifikasi yang dibuat oleh Spetzler dan Martin.2,5,7,9
Ukuran dari malformasi
Kecil (< 3 mm) 1
Sedang (3-6mm) 2
Besar ( > 6 mm) 3
6
Keterlibatan area otak
Tidak ada keterlibatan 0
Ada keterlibatan 1
Drainase vena
Hanya vena superficial 0
Hingga vena profunda 1
Embolisasi endovascular merupakan terapi penunjang yang penting pada penatalaksanaan
unruptured AVM. Umumnya, digunakan bahan yang berfungsi sebagai emboli. Meskipun terapi
embolisasi jarang menghilangkan lesi AVM, tidak dianjurkan untuk melakukan embolisasi
sebagai pilihan terapi tunggal. Hal ini dikatakan karena partially treated AVM memiliki
kemungkinan yang lebih besar mengalami ruptur dibandingkan dengan AVM yang tidak
diterapi1,3,4,6,8. Terapi konservatif dapat menjadi pilihan bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan
atau risiko terapi terlalu besar, tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat
dilakukan pada pasien. Berbagai keluhan seperti sakit kepala ataupun kejang, umumnya
berespons baik terhadap terapi medikamentosa. Pada berbagai literatur, terapi simptomatik pada
unruptured AVM menjadi pilihan, mengingat risiko pasca-operasi tidak menghilangkan gejala,
bahkan dapat memperberat keluhan pasien. Dengan terapi konservatif (dan terapi simptomatik),
risiko ruptur AVM akan menurun seiring pertambahan usia. 1,5,11.Pasien telah dikonsulkan
kebagian bedah saraf dan jika bersedia untuk dilakukan tindakan operasi pasien disarankan untuk
kerumah sakit yang memiliki alat khusus untuk operasi tersebut,walaupun juga dijelaskan bahwa
resiko operasi cukup besar mengingat lokasi dari AVM nya.
7
KESIMPULAN
Perdarahan subarachnoid berulang yang terjadi pada pasien ini disebabkan oleh rupturnya
arterivena malformasi didaerah posterior. Evaluasi dan penatalaksanaan AVM melibatkan
multidisiplin yaitu ahli bedah saraf, neurolog, radiolog dan neuro intervensi. Terapi konservatif
dapat menjadi pilihan bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar,
tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada pasien
Tindakan operasi pada pasien ini sangat beresiko mengingat lokasi AVMnya dibagian posterior.
Setelah tindakan konservatif selama 3 minggu pasien diizinkan pulang dengan anjuran tidak
melakukan aktifitas fisik yang berat.
8
DAFTAR PUSTAKA
1. Gilroy J.Subarachnoid Hemorrhage. In Basic Neurology.3rd ed.International edition.New
york:Mc Graw-Hill Health Professional Division,2000 : 279-295
2. Ropper AH,Brown RH.Principles of Neurology.8TH edition.New york,MCGraw-
Hill,2005 :711-721
3. Smith WS,Johnston SC,Easton JD.Cerebrovascular Disease.In : Harrisons neurology in
Clinical medicine.Hauser SL et al editors.New York :2006 :233-272.
4. Griffin JW Mc Arthur.JC.Current Therapy In Neurology disease.eEd 7TH In editors
Johnson RT Mosby Elsevier : Philadelphia : 2006 221-228.
5. Arteri-venous Malformation and Other Vascular Lesions of Central Nervus System.
Available at http/www.ninds.nih.gov/disorders/avms/details avms.htm.
6 Altscul D.Intracranial Arterivenosus Malformation.Available at http ://emedition.
Medscape.com/.
9
7. Barnett HJM ,Stein BM ,Yatsu FM et al.Disease .In stroke Pathophysiology,diagnosys
and management,2 ed.Churcill Livingstone inc.1992: 361-403.
8. Misbach Yusuf, 1999. Stroke. Aspek diagnostic,patofisiology,manejemen.Jakarta.Balai
penerbit FKUI
9. Mahar Marjono,Priguna Sidarta,Penyakit Serebrovascular,Neurologi klinis dasar,Dian
rakyat : 2006 :269-292.
10. Feske SK, 2004. Stroke and Cerebrovascular Disorders. In Samuels MA. Editors. Manual
of Neurologic Therapeutic Ed 7th. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia.p.369-
387
11. Campbell WW.DeJong, 2005. The Neurologic Examination :overview of the circulation
and cesebrospinal fluid 6th ed.Philadelphia;Lippincott Williams& wilkins; 585-601
12. Pokdi stroke.Penatalaksanaan stroke perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarachnoid,Guideline Stroke 2007.Jakarta : 32-46
13. Al-Shahi R, Warlow C, 2001. "A systematic review of the frequency and prognosis of
arteriovenous malformations of the brain in adults". Journal of Neurology
http://brain.oxfordjournals.org/cgi/content/full/124/10/1900.
14. Hartmann A, Mast H, Choi JH, Stapf C, Mohr JP, 2007. "Treatment of arteriovenous
malformations of the brain". Current neurology and neuroscience reports (1): 28–34.
doi:10.1007/s11910-007-0018-2.
10