Psikologis Postpartum 160509

28
BAB I PENDAHULUAN Masa nifas merupakan masa kritis bagi ibu dalam kehidupan reproduksinya. Fase ini disebut kritis karena masih banyak risiko komplikasi yang mungkin terjadi yang berhubungan dengan tahap perubahan baik fisik maupun psikologis ibu setelah kehamilan dan persalinan. Perubahan peran menjadi seorang ibu yang secara psikologis meupakan perubahan yang dramatis dari sebelumnya memungkinkan ibu mengalami stress dan harus mengadaptasi kondisi dan peran barunya ini. Dalam konteks asuhan kebidanan, seorang bidan dapat memberikan asuhan yang berkelanjutan selama masa nifas. Asuhan yang berkelanjutan ini dapat diwujudkan sejak dari awal kontak pada masa kehamilan sampai masa nifas baik di klinik maupun rumah klien melalui kunjungan rumah. Proses awal ini menentukan keberhasilan membangun kepercayaan klien terhadap bidan, sehingga akan menghasilkan hubungan saling percaya dan asuhan yang berkualitas. 1 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Transcript of Psikologis Postpartum 160509

Page 1: Psikologis Postpartum 160509

BAB I

PENDAHULUAN

Masa nifas merupakan masa kritis bagi ibu dalam kehidupan

reproduksinya. Fase ini disebut kritis karena masih banyak risiko

komplikasi yang mungkin terjadi yang berhubungan dengan tahap

perubahan baik fisik maupun psikologis ibu setelah kehamilan dan

persalinan. Perubahan peran menjadi seorang ibu yang secara

psikologis meupakan perubahan yang dramatis dari sebelumnya

memungkinkan ibu mengalami stress dan harus mengadaptasi kondisi

dan peran barunya ini.

Dalam konteks asuhan kebidanan, seorang bidan dapat

memberikan asuhan yang berkelanjutan selama masa nifas. Asuhan

yang berkelanjutan ini dapat diwujudkan sejak dari awal kontak pada

masa kehamilan sampai masa nifas baik di klinik maupun rumah klien

melalui kunjungan rumah. Proses awal ini menentukan keberhasilan

membangun kepercayaan klien terhadap bidan, sehingga akan

menghasilkan hubungan saling percaya dan asuhan yang berkualitas.

1 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 2: Psikologis Postpartum 160509

BAB 2

PERUBAHAN PSIKOLOGI MASA NIFAS

2.1 Adaptasi Perubahan Psikologi Masa Nifas

Adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian individu

terhadap diri dan lingkungannya. Psikologi sendiri dapat

diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan dan

mental individu serta gangguan penyimpangan fungsi-fungsi

mental.

Masa nifas adalah masa setelah melahirkan. Saleha(2009)

menyebutkan bahwa masa nifas (puerperium) adalah masa

setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan

kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung

kira-kira selama 6 minggu.

Jadi adaptasi psikologis ibu pada masa nifas dapat

diartikan sebagai suatu proses penyesuaian ibu postpartum

meliputi penyesuaian mental dan jiwa terhadap diri dan

lingkungannya.

Masa ini merupakan sebuah transisi antara setelah

melahirkan dan menjadi seorang ibu atau orang tua baru, jadi

masa ini merupakan proses pencapaian diri wanita menjadi

seorang ibu atau orangtua bagi bayinya.

Pada masa ini timbul berbagai respon psikologi yang

sangat bervariasi dan dipengeruhi oleh banyak faktor. Respon ini

dikaitkan secara langsung dengan penyesuaian ibu terhadap

peran barunya sebagai orang tua. Ada tiga fase penyesuaan

pada masa ini, antara lain sebagai berikut:

1. Fase dependen

Selama satu sampai dua hari pertama setelah

melahirkan, ketergantungan ibu menonjol. Pada waktu ini,

ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi

orang lain, ibu memindahkan energi psikologinya kepada

anaknya. Rubin (1961) menempatkan periode ini sebagai

fase menerima (taking-in phase) yakni suatu fase dimana ibu

baru memerlukan perlindungan dan perawatan. Fase

2 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 3: Psikologis Postpartum 160509

menerima ini berlangsung selama dua sampai tiga hari.

Penelitian yang lebih baru ( Ament,1990) menyatakan

kesesuaian dengan teori Rubin akan tetapi ada percepatan

waktu fase penerimaan. Fase menerima yang kuat hanya

terlihat pada 24 jam pertama setelah ibu melahirkan .

Fase dependen adalah suatu waktu yang penuh

kegembiraan dan sebagian orang tua sangat suka

mengkomunikasikannya. Mereka merasa perlu

menyampaikan pengalaman mereka tentang kehamilan dan

kelahiran dengan kata-kata. Pemusatan, analisis, dan sikap

yang menerima pengalaman ini membantu orangtua untuk

berpindah ke fase berikutnya. Beberapa orang tua dapat

menganggap petugas atau ibu yang lain sebagai

pendengarnya. Orang tua lain lebih suka menceritakan

pengalamannya pada pihak keluarga atau kerabat.

Kecemasan dan keasyikan terhadap peran baru-barunya

sering mempersempit lapang persepsi ibu.

2. Fase dependen-mandiri

Apabila ibu telah menerima asuhan yang cukup

selama beberapa jam atau beberapa hari pertama maka

pada hari kedua atau ketiga keinginan untuk mandiri timbul

dengan sendirinya. Dalam fase dependen mandiri secara

bergantian muncul kebutuhan ibu untuk mendapatkan

perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan

untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ia

berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh

kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi

atau jika ia adalah seorang ibu yang gesit, ia akan memiliki

keinginan untuk merawat bayinya secara langsung. Rubin

((1961) menjelaskan keadaan ini sebagai fase taking-hold,

yang berlangsung kira-kira 10 hari.

Beberapa wanita sulit menyesuaikan diri terhadap

isolasi yang dialaminya, karena ia harus merawat bayi dan

tidak suka terhadap penambahan tanggung jawab di rumah.

Ibu yang kelihatannya memerlukan dukungan tambahan

adalah sebagai berikut :

3 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 4: Psikologis Postpartum 160509

a. Primipara yang belum berpengalaman mengasuh anak

b. Wanita karier

c. Wanita yang tidak punya cukup banyak teman atau

keluarga untuk dapat berbagi rasa.

d. Ibu yang berusia remaja

e. Wanita yang tidak bersuami.

Pada fase ini tidak jarang terjadi depresi, perasaan

mudah tersinggung akibat berbagai faktor. Secara

psikologis, ibu mungkin jenuh dengan banyaknya tanggung

jawab sebagai orangtua. Ia bisa merasa kehilangan

dukungan yang pernah diterima dari anggota keluarga dan

teman-teman ketika ia hamil. Beberapa ibu menyesal

tentang hilangnya hubungan antara ibu dan anak yang

belum lahir. Beberapa yang lain mengalami perasaan kecewa

ketika persalinan dan kelahiran telah selesai.

Keletihan setelah melahirkan diperburuk oleh

tuntutan bayi yang banyak sehingga dapat dengan mudah

menimbulkan depresi. Dikatakan bahwa pada masa

puerperium ini, kadar glukokortikoid dalam sirkulasi dapat

menjadi rendah atau terjadi hipotiroid subklinis. Keadaan

fisiologis ini dapat menjelaskan depresi postpartum ringan

(“baby blues”). Reaksi depresi tidak perlu diekspresikan

secara verbal. Keadaan depresif biasanya ditandai oleh

perilaku yang khas ( menarik diri, kehilangan perhatian

terhadap sekelilingnya, dan menangis). Ketika tugas-tugas

dan penyesuaian telah dijalankan dan dapat dikendalikan,

tercapailah suatu keadaan stabil. Diharapkan pada akhir fase

ini, tugas dan penyesuaian rutinitas sehari-hari akan menjadi

suatu pola yang tetap.

3. Fase interdependen

Pada fase ini perilaku intrerdependen muncul, ibu dan

keluarga bergerak maju sebagai suatu sistem dengan para

anggota saling berinteraksi. Hubungan antar pasangan,

walaupun sudah berubah dengan adanya seorang anak,

kembali menunjukkan banyak karakteristik awal. Tuntutan

utama ialah menciptakan suatu gaya hidup yang melibatkan

4 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 5: Psikologis Postpartum 160509

anak, tetapi dalam beberapa hal, tidak melibatkan anak.

Pasangan ini harus berbagi kesenangan yang bersifat

dewasa.

Fase interdependen (letting-go) merupakan fase yang

penuh stress bagi orang tua. Ibu yang bisa beradaptasi

dengan peran barunya telah mampu atau menemukan

karakternya sebagai seorang ibu. Kesenangan dan

kebutuhan sering terbagi dalam masa ini. Ibu dan suaminya

harus menyelesaikan efek dari perannya masing-masing

dalam hal mengasuh anak.

Peran bidan

Perasaan ketakutan dan khawatir pada ibu yang baru

melahirkan dapat diatasi dengan mudah atau sebenarnya

bisa dicegah. Oleh karena itu, bidan dapat melakukan

pencegahan dengan mendengarkan penjelasan dan segala

yang dikeluhkan ibu serta memperhatikan sikap ibu terhadap

bayi, suami, anggota keluarga yang lain dan tenaga

kesehatan itu sendiri . Sehingga dapat mencegah hal-hal

yang dapat menimbulkan stress. Dengan bertemu dan

mengenal suami atau anggota keluarga lain yang dekat

dengan ibu, bidan akan memiliki pandangan yang lebih

mendalam terhadap setiap permasalahan yang

mendasarinya.

Ibu mungkin merasa tegang dan tidak nyaman dalam

merawat bayinya, dalam hal ini bidan harus membesarkan

hatinya ( terutama untuk ibu primipara). Ibu seperti ini

biasanya mudah kehilangan kepercayaan dirinya setelah

melihat para professional (bidan) yang dengan cekatan

menangani bayinya dan berhasil menenangkannya

sementara ia sendiri tidak mampu melakukannya. Untuk

mengatasi hal ini bidan dapat memberikan penjelasan pada

ibu, bahwa para professional dapat melakukannya karena

sudah lama belajar ketrampilan tersebut, ibu juga berangsur-

angsur akan belajar dan menguasai ketrampilan tersebut.

5 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 6: Psikologis Postpartum 160509

Jika perilaku ibu postpartum tampak tidak lazim maka

bidan perlu waspada adanya psikosis nifas. Jika terjadi

psikosis atau depresi segera rujuk atau konsultasikan dengan

ahi.

2.2 Gangguan Psikologis Postpartum

Melahirkan bayi merupakan suatu peristiwa sangat penting

yang dinanti-nantikan oleh sebagian besar perempuan. Menjadi

seorang ibu membuat seorang perempuan merasa telah berfungsi

utuh dalam menjalani kehidupannya, disamping beberapa

fungsinya yang lain, seperti sebagai istri, sebagai bagian dari

keluarga, sebagai anak dari kedua orang tuanya, serta sebagai

anggota dari keluarga besar dan masyarakat.

Dengan berperan sebagai seorang ibu baru, seorang

perempuan dapat merasakan hidupnya menjadi lebih berarti dan

bermakna. Hal itu dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam

berperan dalam kehidupannya sehari-hari, baik dalam keluarga

(sebagai istri dan sebagai ibu) maupun di tengah masyarakat (di

lingkungan tempat tinggal, di tempat bekerja, maupun di

lingkungan sosial).

Namun, tidak demikian halnya dengan sebagian kecil

perempuan yang justru merasa sedih, jengkel, lelah, ingin marah,

merasa tidak berarti, serta putus asa, dalam menjalani hari-hari

seusai melahirkan putera atau puteri yang semula di nanti-

nantikannya. Perasaan-perasaan tersebut akan diikuti rasa enggan

mengurus bayinya, malas menyusui, ada pikiran untuk bunuh diri

atau bahkan ingin membunuh bayinya tersebut.

Bila hal ini dibiarkan berlangsung lama dan tidak diatasi

segera, tentu akan berakibat buruk baik bagi ibu tersebut, bagi

bayinya, bagi perkembangan kepribadian sang anak, maupun bagi

hubungan antara ibu dan bayinya. Kondisi seorang ibu yang

demikian juga akan mempengaruhi hubungan suami istri dalam

arti yang luas, antara lain dalam komunikasi, pemberian perhatian,

toleransi serta dalam hubungan seksual, yang lama kelamaan

dapat pula mempengaruhi keutuhan keluarga.

6 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 7: Psikologis Postpartum 160509

Ada 3 tipe gangguan psikologis pascasalin, diantaranya adalah

maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis

(Ling dan Duff, 2001). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan

oleh Paltiel (Koblinsky dkk, 1997), bahwa ada 3 golongan gangguan

psikis pascasalin yaitu postpartum blues atau sering disebut juga

sebagai maternity blues yaitu kesedihan pasca persalinan yang

bersifat sementara. Postpartum depression yaitu depresi pasca

persalinan yang berlangsung sampai berminggu – minggu atau

bulan dan kadang ada diantara mereka yang tidak menyadari

bahwa yang sedang dialaminya merupakan penyakit. Postpartum

psychosis, dalam kondisi seperti ini terjadi tekanan jiwa yang

sangat berat karena bisa menetap sampai setahun dan bisa juga

selalu kambuh gangguan kejiwaannya setiap pasca melahirkan.

2.2.1 Post partum blues

1. PENGERTIAN

Post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity

blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma

gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama

setelah persalinan, dan ditandai dengan gejala-gejala seperti :

reaksi depresi /sedih/disforia, menangis , mudah tersinggung

(iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan

diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-

gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya

akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai

beberapa hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan

kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih

berat.

Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma

gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak

dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai

sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang

menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan

perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan

bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi

keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin,

7 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 8: Psikologis Postpartum 160509

yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah

hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.

BABY Blues Syndrome, atau sering juga disebut Postpartum

Distress Syndrome adalah perasaan sedih dan gundah yang

dialami oleh sekitar 50-80% wanita setelah melahirkan bayinya.

Umumnya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan

cenderunglebih buruk sekitar hari ke tiga atau empat setelah

persalinan. Jika seorang wanita mengalaminya lebih dari 2 minggu,

bisa jadi itu adalah Postpartum Depression, sehingga dibutuhkan

proses konsultasi dengan dokter.

II. ETIOLOGI

Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain

adalah:

1) Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen,

progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah atau

terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara bermakna setelah

melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas

enzim monoamine oksidase. Yaitu suatu enzim otak yang

bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun serotonin yang

berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi.

Selain itu setelah bersalin, kadar hormon kortisol (hormon

pemicu stress) pada ibu meningkat/ naik sehingga mendekati

kadar hormon orang yang sedang mengalami depresi.

2) Faktor demografik

Yaitu umur dan paritas. Ibu primi yang tidak mempunyai

pengalaman dalam mengasuh anak, ibu yang berusia remaja,

ibu yang berusia lebih dari 35 tahun merupakan orang yang

beresiko terkena postpartum blues.

3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.

Hal ini mencakup lamanya persalinan serta intervensi medis

yang digunakan selama proses persalinan. Semakin besar

trauma fisik yang ditimbulkan selama persalinan, maka semakin

besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan

perempuan yang bersangkutan akan mengalami depresi

pascapersalinan.ibu yang melahirkan secara opersi akan merasa

8 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 9: Psikologis Postpartum 160509

bingung dan sedih terutama jika operasi tersebut dilakukan

karena keadaan yang darurat atau tidak direncanakan

sebelumnya.

4) Faktor psikososial

Wanita yang bersangkutan, seperti: tingkat pendidikan, status

perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan

kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan

dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan

teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah

suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya

dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan

sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu

menjalani masa kehamilannya.

III. GEJALA

Beberapa Gejala Kasus Baby Blues Syndrome:

1) Dipenuhi oleh perasaan kesedihan disertai dengan menangis

tanpa sebab

2) Mudah kesal, gampang tersinggung dan tidak sabaran

3) Tidak memiliki tenaga atau sedikit saja

4) Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga

5) Menjadi tidak tertarik dengan bayi anda atau menjadi terlalu

memperhatikan dan kuatir terhadap bayinya

6) Tidak percaya diri

7) Sulit beristirahat dengan tenang

8) Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan

berlebihan

9) Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan

10)Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya

11)Sensitif

12)Gelisah

13)Merasa letih, suasana hati tidak stabil antara hari ke-1 sampai

10 pascapartum dan berlangsung selama 2 minggu atau kurang.

IV. PENATALAKSANAAN

9 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 10: Psikologis Postpartum 160509

Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya

tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-

momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues

membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini

membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para

ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan

fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan

kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka

dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan

pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa

gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari

teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau

menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin

menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep

mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang

diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya

dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam

bidang tersebut.

Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk

mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya

gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan

yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para

ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang

memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan

bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara

memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses

kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang

mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.

Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam

penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues .

Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis

dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan

harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara

garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di

tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis

10 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 11: Psikologis Postpartum 160509

secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu:

suami, keluarga dan juga teman dekatnya.

Upaya penanganan yang terkait dengan postpartum blues antara

lain:

1) Perlu mengambil waktu untuk diri sendiri, dan memberi

kesenangan untuk diri sendiri.

2) Membaca majalah, berbincang dengan saudara atau teman

dekat.

3) Beristirahat sedapat mungkin. Membiarkan pasangan atau

keluarga membantu mengerjakan kegiatan rumah tangga dan

mengurus si kecil sementara,

4) Tidur ketika bayi tidur

5) Membatasi teman-teman yang akan berkunjung untuk

menunggu satu atau dua minggu.

6) Berkonsultasi tentang perasaan dan pikiran dengan orang

terdekat dan dengan dokter, sehingga bila memang ibu

memerlukan penanganan lanjut, semuanya akan dilakukan

sedini mungkin.

7) Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi

8) Berolahraga ringan

9) Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagi ibu

10) Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi

11) Bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru

2.2.2 DEPRESI POSTPARTUM

I. PENGERTIAN

Hadi (2004), menyatakan secara sederhana bahwa depresi

adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak

ada harapan lagi. Kartono (2002), menyatakan bahwa depresi

adalah keadaan patah hati atau putus asa yang disertai dengan

melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan

aktivitas fisik maupun mental dan kesulitan dalam berpikir, Lebih

lanjut Kartono menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai

kecemasan , kegelisahan dan keresahan, perasaan bersalah,

perasaan menurunnya martabat diri atau kecenderungan bunuh

diri. Trisna (Hadi, 2004), menyimpulkan bahwa depresi adalah

11 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 12: Psikologis Postpartum 160509

suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan

diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari perasaan

murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Individu yakin

tidak melakukan apa pun untuk mengubahnya dan merasa bahwa

respon apa pun yang dilakukan tidak akan berpengaruh pada hasil

yang muncul. Individu yang mengalami depresi sering merasa

dirinya tidak berharga dan merasa bersalah. Mereka tidak mampu

memusatkan pikirannya dan tidak dapat membuat keputusan.

Individu yang mengalami depresi selalu menyalahkan diri sendiri,

merasakan kesedihan yang mendalam dan rasa putus asa tanpa

sebab. Mereka mempersepsikan diri sendiri dan seluruh alam dunia

dalam suasana yang gelap dan suram. Pandangan suram ini

menciptakan perasaan tanpa harapan dan ketidakberdayaan yang

berkelanjutan (Albin, 1991).

Depresi menurut Kaplan dan Sadock (1998), merupakan

suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan

alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,

konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak

berdaya, serta gagasan bunuh diri. Sebagian perempuan

menganggap bahwa masa–masa setelah melahirkan adalah masa–

masa sulit yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan

secara emosional. Gangguan–gangguan psikologis yang muncul

akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit banyak

mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini

bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa

serangan yang sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun

– tahun lamanya. Secara umum sebagaian besar wanita

mengalami gangguan emosional setelah melahirkan. Clydde

(Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum

adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta

emosional. Istilah depresi adalah istilah yang menyagkut mood,

gejala atau sindroma. Mood atau feeling blue adalah perasaan

seseorang yang berkaitan dengan perasaan sedih dan frustasi.

Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu

12 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 13: Psikologis Postpartum 160509

gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara

maupun multipara.

Depresi pascapersalinan merupakan suatu depresi yang

ditemukan pada perempuan setelah melahirkan, terjadi dalam

kurun waktu 4 minggu. Hal ini bisa berlangsung hingga beberapa

bulan bahkan beberapa tahun bila tidak diatasi. Depresi

pascapersalinan kadang-kadang dapat berkembang perlahan dari

baby blues. Antara 8-12%wanita tidak dapat menyesuaikan peran

sebagai orangtua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari

bantuan dokter. Seorang ibu harus belajar dan menyesuaikan diri

sebagai orang tua. Tapi pada faktanya sering tanpa pengetahuan

dan pemahaman menjadi orang tua, tanpa dukungan dari keluarga,

semakin tinggi tuntutan bayi terhadap pengasuhan ibu, rasa

kelelahan dan ketidaknyamanan ibu pascasalin karena proses

fisiologis misalnya bendungan ASI, harus menyusui bayinya

menyebabkan kepekaan emosional lebih tinggi. Kondisi ini

menyebabkan terjadi perubahan suasana hati, rasa ingin menangis

muncul tiba-tiba bahkan menangis tersedu-sedu. Perhatian suami,

keluarga maupun petugas kesehatan sangat dibutuhkan pada

masa ini.

Pada kondisi yang lebih berat bisa terjadi psikosis puerperal.

Psikosis merupakan suatu kondisi gangguan jiwa yang ditandai

dengan adanya ketidakmampuan membedakan antara realita

(kenyataan) dan khayalan. Gejalanya terjadi gangguan persepsi

berupa ilusi, halusinasi, perilaku tidak wajar, marah tanpa sebab,

mengamuk, bahkan berusaha mencelakai diri sendiri maupun

bayinya. Gangguan ini jarang dijumpai, angka kejadiannya 2 dari

1000 perempuan yang melahirkan. Depresi pascapersalinan dapat

dikatakan berada diantara baby blues dan psikosis puerperal.

II. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti hingga kini belum diketahui dan masih

dalam penelitian. Namun terdapat beberapa faktor risiko terjadinya

depresi pascasalin. Faktor-faktor tersebut antara lain :

Dukungan sosial (terutama dari suami dan keluarga).

13 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 14: Psikologis Postpartum 160509

Perhatian suami, komunikasi dan hubungan emosional yang

intim, merupakan faktor yang paling bermakna menjadi pemicu

terjadinya depresi. Dari penelitian diperoleh data bahwa

rendahnya atau ketidakpastian dukungan suami dan keluarga

akan meningkatkan kejadian depresi pascasalin.

Keadaan atau kualitas bayi (termasuk masalah kehamilan dan

kelahiran).

Masalah yang dialami bayi (jenis kelamin yang tidak sesuai

harapan, cacat bawaan) menyebabkan ibu kehilangan minat

untuk mengurus bayinya.

Kesiapan melahirkan bayi dan menjadi ibu.

Pada perempuan yang hamil tidak direncanakan (belum

menikah atau ibu yang menikah tapi sudah tidak menginginkan

anak lagi) kemungkinan mengalami depresi pasca persalinan

lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang siap dan

amat menantikan kelahiran bayinya.

Stresor psikososial

Stresor psikososial adalah suatu peristiwa atau kejadian yang

mengakibatkan seseorang harus melakukan penyesuaian atau

adaptasi terhadap kondisi yang dialami. ketahanan terhadap

stressor ini mengakibatkan perbedaan reaksi yang berbeda-

beda pada tiap orang, demikian pula yang terjadi pada ibu-ibu

yang melahirkan.

Mempunyai riwayat depresi sebelumnya atau masalah

emosional lainnya

Adanya hubungan antara depresi dan problem emosional lain

sebelumnya atau depresi selama kehamilan dengan depresi

pascapersalinan, selain itu riwayat pernah depresi ketika anak-

anak atau remaja juga dapat merupakan faktor yang berperan

pada seorang perempuan pada saat ia mengalami hari-hari

pasca persalainan.

Tidak punya pengalaman menjadi orangtuapada masa anak-

anak atau remaja, sehingga tidak pernah terlibat membantu

orang tua menjaga anak yang lain.

Pernah didiagnosa depresi selama hamil

14 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 15: Psikologis Postpartum 160509

Jauh dari saudara dekat/teman yang dapat membantu merawat

bayi.

Tidak ada komunikasi dan informasi dari tenaga kesehatan.

Kondisi depresi ini dapat terjadi karena seorang ibu terisolasi secara

sosial dan emosional serta baru saja mengalamiperistiwa kehidupan

yang menekan.

III. TANDA DAN GEJALA

Menurut Ling dan Duff (2001), gejala depresi postpartum yang

dialami 60% wanita hampir sama dengan gejala depresi pada

umumnya. Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang

umum, depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik

antara lain :

a. Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi

– mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun

sehingga dapat mengakibatkan insomnia.

b. Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain

yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau

gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.

c. Phobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau

keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien,

biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang

melahirkan dengan bedah Caesar atau mengalami persalinan

yang traumatis sering merasakan kembali dan mengingat

kelahiran yang dijalaninya. Perasaan takut ini membuat ibu

trauma, baik terhadap petugas, intervensi yang dilakukan dan

peralatan yang digunakan.

d. Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran

yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak

menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak

diketahuinya.

e. Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi

banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus

diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus

belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas

atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu.

15 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 16: Psikologis Postpartum 160509

Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri

dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif

akan meningkatkan sensitivitas ibu (Santrock, 2002).

f. Perubahan mood.

g. Perubahan libido

Menurut Sloane dan Bennedict (1997), menyatakan bahwa

depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang

nafsu makan, sedih sampai murung, perasaan tidak berharga,

mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu

dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia,

menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai

harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang

lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai

bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori

kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan

perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang

benar–benar memusuhi bayinya. Menurut Nevid dkk (1997), depresi

postpartum sering disertai gangguan nafsu makan dan gangguan

tidur, rendahnya harga diri dan kesulitan untuk mempertahankan

konsentrasi atau perhatian.

Wanita yang menderita depresi postpartum sering

mengalami kecemasan yang sangat hebat dan sering panik. Gejala

depresi pascasalin ini memang lebih ringan dibandingkan dengan

psikosis pascasalin. Meskipun demikian, kelainan–kelainan tersebut

memiliki potensi untuk menimbulkan kesulitan atau masalah bagi

ibu yang mengalaminya (Kruckman dalam Yanita dan Zamralita,

2001).

Tanda dan gejala yang telah disebutkan tersebut dapat

muncul bersamaan sekaligus atau hanya sebagian saja. Seorang

ibu akan mengalami perasaan stres atau tertekan ketika

mengalami tanda dan gejala tersebut, sehingga sulit atau tidak

dapat menjalankan fungsi dan aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena

itu ibu yang mengalami kondisi ini harus ditolong agar tidak terjadi

kondisi yang membahayakandirinya atau bayinya.

16 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 17: Psikologis Postpartum 160509

IV. PENATALAKSANAAN

Depresi pasca persalinan dapat ditolong dan diatasi bila

tanda dan gejalanya dikenali, baik oleh ibu yang mengalami

maupun oleh keluarga terdekat yaitu suami, orangtua maupun

saudara. Sebaliknya bila dibiarkan berlangsung lama, akan

berakibat buruk bagi ibu, bayi dan anak serta suami dan keluarga.

Program pengobatan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu untuk ibu dan

terhadap hubungan ibu-bayi.

1. Pengobatan terhadap ibu, antara lain :

a. Latihan relaksasi

Ibu bisa diarahkan untuk melakukan relaksasi sederhana

yang biasa biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari

seperti olahraga (senam, renang, dll).

b. Restrukturisasi kognitif

Terdiri atas menantang prilaku dan pikiran negatif (dengan

cara berdialogdalam hati dengan pikiran sendiri yang

bersifat negatif yang timbulpada saat-saat tertentu),

menghilangkan pikiran-pikiran yang mempengaruhi

prilakukearah negatif.

c. Pemecahan masalah

Yaitu pengarahan atau pemberian alternatif pemecahan

masalah saat ini.

d. Komunikasi

Yaitu melatih sang ibu untuk memperbaiki komunikasinya

dengan suami dan anggota keluarga yang lain.

e. Humor. Dilakukan apabila cocok dan membuat ibu merasa

lebih nyaman.

f. Obat anti depresi jika gejala berat

2. Memperkuat hubungan ibu-bayi, dengan cara :

a. Merawat bayi sesering mungkin

misalnya selama 2-3 jam berada di ruang yang sepi hanya

berdua dengan bayinya, dengan mengusahakan kontak

mata, sambil menyusui, lebih baik lagi bila disertai iringan

musik yang lembut.

17 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 18: Psikologis Postpartum 160509

b. Menyediakan tempat istirahat yang nyaman bagi bayi dan

ibu

Ibu juga dianjurkan istirahat ketika bayi

beristirahat,sehingga ketika bayinya terbangun, ibu juga

merasa segar dan siap bermain dan mengurus bayinya

kembali.

c. Peluk bayi dan ajak bicara dengan lembut

Sentuhan antara kulit bayi dengan kulit ibunya akan

menurunkan depresi, baik pada anak maupun ibu. Pemijatan

bayi oleh ibunya juga menurunkan kejadian depresi.

d. Melibatkan anggota keluarga yang lain dalam merawat bayi

Seperti ayah, kakak bayi bila ada, atau keluarga yang lain

seperti nenek, bibi, dll.

e. Ajak bayi keluar rumah

Udara segar akan memperbaiki perasaan ibu terhadap bayi.

f. Tinggalkan bayi sejenak bila timbul perasaan negatif

(kesepian, lelah, marah, frustasi) dan minta orang lain yang

dipercaya untuk menjaga bayi sementara waktu. Dengan

demikian pada saat menjumpai bayi, perasaan ibu sudah

nyaman sehingga dapat menyambut komunikasi bayinya

dengan hangat.

V. PENCEGAHAN

Depresi pasca persalinan dapat di cegah apabila para calon ibu,

suami dan keluarga mengetahui faktor-faktor resiko. Bila pada

masa kehamilan tidak diketahui adanya resiko, maka calon ibu,

suami dan keluarga sebaiknya mengenali tanda dan gejala dini

depresi pascapersalinan agar dapat dilakukan pengobatan lebih

dini, baik bagi ibu maupun bagi anak serta terhadap hubungan ibu-

anak, agar anak dapat tumbuh kembang menjadi seseorang

dengan jiwa dan kepribadian yang sehat. Diantara pencegahan

yang bisa dilakukan adalah :

1. Pelajari diri sendiri

Pelajari dan mencari informasi mengenai depresi postpartum,

18 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 19: Psikologis Postpartum 160509

sehingga ibu menyadari kondisinya. Apabila terjadi depresi,

maka harus segera mendapatkan bantuan secepatnya.

2. Tidur dan makan yang cukup

Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang

terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting

selama periode postpartum dan kehamilan.

3. Olahraga

Olahraga adalah kunci untuk mengurangi depresi postpartum.

Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap

hari, sehingga akan membuat perasaan ibu menjadi lebih baik

dan mampu menguasai emosi.

4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan

Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti

membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah

melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari

stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan

depresi postpartum yang diderita.

5. Bersikap terbuka

Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan

yang diinginkan dan dibutuhkan demi kenyamanan ibu. Jika

memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu,

segera beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.

6. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan

Dukungan dari keluarga atau dari orang yang dicintai selama

melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan masalah pada

pasangan atau  orangtua, atau siapa saja yang bersedia menjadi

pendengar yang baik. Meyakinakinkan diri, bahwa mereka akan

selalu berada di sisi Anda setiap mengalami kesulitan.

7. Persiapkan diri dengan baik

Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan seperti

mengikuti kelas senam hamil, menbaca buku atau artikel yang

dibutuhkan dalam menyambut kelahiran bayi.

Kelas senam hamil akan sangat membantu seorang ibu dalam

mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga

19 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 20: Psikologis Postpartum 160509

nantinya ibu tidak akan terkejut setelah keluar dari kamar

bersalin.

8. Lakukan pekerjaan rumah tangga

Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu ibu

melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode

postpartum. Kondisi ibu yang belum stabil, bisa ibu curahkan

dengan memasak atau membersihkan rumah. Mintalah

dukungan dari keluarga dan lingkungan.

9. Dukungan emosional

Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan

membantu ibu dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar.

10. Dukungan kelompok Depresi Postpartum

Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami

dan merasakan hal yang sama dengan ibu yang mengalami

depresi. Berbagi pengalaman dan informasi tentang

keberhasilan melewati masa depresi akan membantu ibu agar

tidak merasa sendirian menghadapi masalahnya.

VI. PERAN BIDAN

Wanita yang mengalami postpartum blues maupun depresi

pascasalin membutuhkan bantuan baik dari suami/pasangan,

keluarga maupun tim petugas kesehatan termasuk bidan yang

simpatik dan siap membantu, memberi dukungan dan dorongan

sejak awal pertemuan. Bidan bisa membantu ibu dengan

melibatkan suami/pasangan dan keluarganya untuk membantu ibu

merawat bayinya, sehingga ibu mempunyai waktu istirahat

melepaskan ketegangannya. Terapi kelompok dengan wanita

postpartum lain dapat membantu ibu berbagi pengalaman tentang

perawatan bayinya, ini dapat dilakukan pada kelas antenatal

dimana seorang ibu setelah melahirkan bisa bertemu kembali

dengan kelompoknya di kelas antenatal dan berbagi tentang

pengalaman persalinan dan perawatan bayinya. Pada kondisi

gangguan psikologis ibu pascasalin yang berat dapat dilakukan

rujukan untuk mendapatkan penanganan dari psikiatri.

20 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 21: Psikologis Postpartum 160509

Asuhan berkelanjutan yang diberikan oleh seorang bidan

selama masa postpartum dapat membuat ibu mampu melakukan

self care, ibu dapat menunjukkan kemampuannya dalam

mengadaptasi perubahan yang terjadi pada dirinya walaupun tidak

dilihat langsung oleh bidan. Dengan itu ibu dapat meningkatkan

rasa percaya diri dan menurunkan kecemasan yang mungkin

dirasakan ibu selama menjalani masa nifasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan

Maternitas. Jakarta: EGC

Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta :EGC

Liewellyn-jones, Derek.2001. Dasar-Dasar Obstetric Dan

Ginekologi, Ed 6. Alih bahasa, Hadyanto. Jakarta : Hipokrates

---------------------. 1997. Setiap Wanita. 1997. Jakarta : Pustaka

Delapratasa

http://www.halohalo.co.id/berita/berita/35/1/958/Menghindari

%20Depresi%20Postpartum%20(Baby%20Blues).htm diakses

tanggal 12 Mei 2009

Psikomedia.com. Depresi Postpartum.htm diakses tanggal 12

Mei 2009

Ramali, Ahmad.2003. Kamus Kedokteran Arti Dan Keterangan

Istilah. Disempurnakan oleh hendra t. Laksman. Jakarta :

Djambatan

Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas . Jakarta :

salemba medika.

Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

V. Ruth Bennett, Linda K.brown.1993. Myles textbook for

midwives, Ed. 1. New York : Churchill Livingstone

21 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum

Page 22: Psikologis Postpartum 160509

Williams, Norma, et al. 1990. The New Guide to Women’s Health.

London : Tiger Books International.

22 Anticipatory Guidance : Perubahan Psikologis Postpartum