Gg.psikososial Postpartum
-
Upload
ricky-wahyudi-surya -
Category
Documents
-
view
92 -
download
1
Transcript of Gg.psikososial Postpartum
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/askep-nifas-pada-gangguan-psikososial.html
ASKEP NIFAS PADA GANGGUAN PSIKOSOSIAL
Label: Perkuliahan Asuhan keperawatan nifas pada gangguan psikososial
Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu pengertian masa nifas adalah masa mulainya persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan (Ahmad Ramli. 1989).
Dari dua pengertian di atas kelompok meyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan selama 6 minggu.
Dalam proses adaptasi pada masa postpartum terdapat tiga metode yang meliputi ”immediate puerperineum” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, ”early puerperineum” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan ”late puerperineum” yaitu setelah satu minggu sampai 6 minggu postpartum.
Perubahan fisiologis terjadi sejak hari pertama melahirkan. Adapun perubahan fisik yang terjadi adalah :
Sistem kardiovaskulerSebagai kompensasi jantung dapat terjadi bradikardi 50-70 x/menit, keadaan ini dianggap normal pada 24-48 jam pertama. Penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg pada saat klien merubah posisi dari berbaring ke duduk lebih disebabkan oleh reflek ortostatik hipertensi.
Perubahan sistem urinariusSelama masa persalinan trauma pada kandung kemih dapat mengakibatkan edema dan mengurangi sensitifitas kandung kemih. Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat peregangan yang berlebihan dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas.
Perubahan sistem gastro intestinalKeadaan gastro intestinal kembali berfungsi ke keadaan semula setelah satu minggu post partum. Konstipasi terjadi akibat penurunan motilitas usus, kehilangan cairan tubuh dan rasa tidak nyaman di daerah perineum, penggunaan enema pada kala I dan penurunan tonus otot abdominal.
Keadaan muskuloskletalPada masa kehamilan otot abdomen meregang sedemikian rupa dikarenakan pembesaran uterus yang mengakibatkan otot abdomen melemas dan kendor sehingga teraba bagian otot-otot yang terpisah disebut diastasis recti abdominis.
Perubahan sistem endokrinPerubahan sistem endokrin di sini terjadi penurunan segera kadar hormon esterogen dan
progesteron. Hormon prolaktin pada masa laktasi akan meningkat sebagai respon stimulasi pengisapan puting susu ibu oleh bayi.
Perubahan pada payudaraPayu dara dapat membengkak karena sistem vaskularisasi dan limfatik di sekitar payudara dan mengakibatkan perasaan tegang dan sakit. Pengeluaran air susu ke duktus lactiferus oleh kontraksi sel-sel mioepitel tergantung pada sekresi oksitosin dan rangsangan pengisapan puting susu oleh bayi.
Perubahan uterusInvolusi uterus terjadi setelah melahirkan. Tinggi fundus uteri pada saat plasenta lahir 1-2 jam setinggi 1 jari di atas pusat, 12 jam setelah melahirkan tinggi fundus uteri pertengahan pusat dan sympisis, pada hari kesembilan uterus tidak teraba lagi. Bersama dengan involusi uteri ini teraba terdapat pengeluaran lokhea. Lokhea pada hari ke 1-3 berwarna merah muda (rubra), pada hari ke 4-9 warna coklat/pink (serosa), pada hari ke 9 warna kuning sampai putih (alba).
Perubahan dinding vaginaSegera setelah melahirkan dinding vagian tampak edema, memar serta rugae atau lipatan-lipatan halus tidak ada lagi. Pada daerah perineum akan tampak goresan akibat regangan pada saat melahirkan dan bila dilakukan episiotomi akan menyebabkan rasa tidak nyaman.
Adaptasi psikologi pada masa postpartum/nifas
Adaptasi psikologi ibu Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati masa transisi. Masa transisi pada postpartum yang harus diperhatikan perawat adalah :
Honeymoon Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah dan anak. Masa ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis, masing-masing saling memperhatikan anaknya dan manciptakan hubungan yang baru.
Bonding attachment/ikatan kasihDimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan. Bonding adalah suatu istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak, sedangkan attachment adalah suatu keterikatan antara orangtua dan anak. Peran perawat penting sekali untuk memikirkan bagaimana hal tersebut dapat terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut.
Perubahan fisiologis pada klien postpartum akan diikuti oleh perubahan psikologis secara simultan sehingga klien harus beradaptasi secaramenyeluruh. Menurut klasifikasi Rubin terdapat tiga tingkat psikologis klien setelah melahirkan adalah :
”taking in”Suatu periode dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri, tergantung pada orang lain. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya, dia sangat membutuhkan orang lain untuk membantu, kebutuhannya yang utama adalah istirahat dan makan. Selain itu ibu mulia menerima penganlamannya
dalam melahirkan dan menyadari bahwa hal tersebut adalah nyata, periode ini berlangsung 1-2 hari. Menurut Gottible, pada fase ini ibu akan mengalami ”proses mengetahui/menemukan” yang terdiri dari :
IdentifikasiIbu mengidentifikasi bagian-bagian dari bayi, gambaran tubuhnya untuk menyesuaikan dengan dengan yang diharapkan/diimpikan.
Relating (menghubungkan)Ibu mengambarkan bayinya mirip dengan anggota keluarga yang lain
MenginterpretasikanIbu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan yang dirasakan. Pada fase ini dikenal dengan istilah ”finger tie touch”
Taking holdPeriode dimana terjadi perpindahan dari keadaan ketergantungan ke keadaan mandiri. Perlahan-lahan tingkat energi klien meningkat merasa lebih nyaman dan mulai berfokus pada bayi yang dilahirkan. Klien lebih mandiri, dan pada akhirnya mempunyai inisiatif untuk merawat dirinya, mampu untuk mengontrol fungsi tubuh, fungsi eleminasi dan memperhatikan aktifitas yang dilakukannya setiap hari. Jika ibu merawat bayinya, maka ia harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi ASI. Selain itu, ibu seharusnya tidak hanya mengungkapkan keinginannya saja akan ktetapi harus melakukan hal tersebut, misalnya keinginan berjalan, duduk, bergerak seperti sebelum melahirkan. Di sini juga klien sangat antusias merawat bayinya. Pada fase ini merupakan saat yang tepat untuk memberikan pendidikan perawatan diri dan bayinya. Pada saat ini perawat mutlak memberikan semua tindakan keperawatn seperti halnya menghadapi kesiapan ibu menerima bayi, petunju-petunjuk yang harus idiikuti tentang bagaimana mengungkapkan dan bagaiman mengaturnya. Perawat harus berhati-hati dalam memberikan instruksi dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Pabila klien merasa tidak mampu berbuat seperti yang diperbuat oleh perawat maka perawat harus membantu ibu dalam melaksanakan kegiatan/tugas yang teleh didemonstrasikan dan memberi pujian untuk setiap tindakan yang tepat.
Bila ibu sudah merasakan lebih nyaman maka ibu sudah masuk dalam tahap kedua ”maternal touch”, yaitu ”total hand contact” dan akhirnya pada tahap ketiga yang disebut ”envolding”. Dan periode ini berlangsung selama 10 hari.
”Letting go” Pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya sendiri dan mulai disibukkan tanggung jawabnya sebagai ibu. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah.
Post partum bluesPada fase ini terjadi perubahan kadar hormon esterogen dan progesteron yang menurun, selain itu klien tidak siap dengan tugas-tugas yang harus dihadapinya. Post partum blues biasanya terjadi 6 minggu setelah melahirkan. Gejala yang tampak adalah menangis, mudah tersinggung, gangguan nafsu makan, gangguan pola tidur, dan cemas.
Bila keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan klien tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan tugasnya maka keadaan ini dapat menjadi serius yang dikenal sebagai post partum depresi.
Adaptasi psikologis ayahRespon ayah pada masa sesudah klien melahirkan tergantung keterlibatannya selama proses persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah, ingi selalu dekat dengan istri dan anaknya, tetapi kadang-kadang terbentur dengan peraturan RS.
Adaptasi psikologis keluargaKehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan perubahan peran dan hubungan dalam keluarga tersebut, misalnnya anak yang lebih besar menjadi kakak, orang tua menjadi kakek/nenek, suami dan isteri harus saling membagi perhatian. Bila banyak anggota keluarga yang membantu merawat bayi, maka keadaan tidaklan sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara klien harus ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.
Depresi dapat berlangsung berbulan-bulan, minim setelah berakhirnya masa nifas atau 40 hari.
Selain karena faktor hormonan, faktor psikososial bisa memicu terjadinya depresi. Sebenarnya gejala depresi cukup beragam, tapi biasanya ada tiga gejala utama yang menyertai. Yaitu perasaan sedih, tidak memiliki energi, dan tidak bisa merasakan kesenangan.
Gejala lain yang dapat timbul kemudian seperti susah tidur, perasaan putus asa dan bisa mempengaruhi nafsu makan. Dengan demikian, paling tidak dapat mengandalikan emosi dalam diri. Langkah ini, setidaknya dapat mengeliminir faktor resiko terjadinya depresi. Untk cara mengaatasinya bergantung berat ringan depresi. Depresi ringan dapat diatasi tanpa pengobatan. Biasanya akan pulih sendiri setelah 5-6 minggu. Sementara depresi berat bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan anti depresan.
Psikoterapi juga menjadi langkah penting demi pemulihan depresi. Tindakan supportive dan psikiater akan membantu meringankan beban penderita. Yaitu memdengarkan segala problem dan keluhan pasien. Kemudian menganalisa persoalan dan memberikan dukungan. Dukungan pertama terutama harus diberikan suaminya. Sebab orang lain terdekat pada saat itu adalah suaminya.
Di samping itu juga bisa dilakukan cognitive behavior teraphy untuk mengubah kognitif penderita. Dengan terapi ini diharapakan semua pandangan-pandangan pasien dapat kembali seperti semula.
Karena jika depersi paska persalinan ini tidak ditangani sejak dini bisa berkembang menjadi depresi berat. Repotnya untuk memulihkan bisa memakan waktu berbulan-bulan, selain itu bayi akan menjadi terlantar. Sebab perasaan tidak berdaya membuat ibu enggan memberikan ASI pada bayinya, padahal pemberian ASI saat baru lahir sangatlah penting.
Pengkajian
1. Aktivitas/istirahatInsomnia mungkin teramati 2. SirkulasiEpisode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari
3. Integritas egoPeka rangsang, takut/menangis (postpartum blues sering terlihat kira-kira tiga hari setelah melahirkan)4. EliminasiDiuresis di antara hari ke-2 dan ke-55. Makanan/cairanKehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan pada sekitar hari ke-36. Nyeri/ketidaknyamananNyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi di antara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum.7. SeksualitasUterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira selebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlajut sampai hari ke-2-3, berlajut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal rekumben vs ambulasi berdiri) dan kativitas (misalnya menyusui) 8. PayudaraProduksi kolosterum 48 jam pertama, berlajut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3, mungkin lebih dini tergantung kapan menyusui dumilai.
Diagnosa keperawatan
1. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan :Mengungkapkan pemahaman tentang proses /situasi menyusui, mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.Intervensi :Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnyaRasional :Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatanTentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga Rasional :Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasilBerikan informasi verbal dan tertulis mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan puting dan payudara, kebutuhan diet khusus dan faktor-faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui Rasional :Membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah puting pecah dan luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.Rasional :Posisi yang tepat biasanya mencegah luka puting, tanpa memperhatikan lamanya menyusuiIdentifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat yang sesuai indikasi, misalnya Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)Rasional :Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional
Resiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan
untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
Tujuan :Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebutuhanIntervensi :Kaji respon emosional klien selam pranatal dan periode inpartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan Rasional :Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminim dan keunikan fungsi feminim serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu dan menyusuiAnjurkan diskusi oleh klien/pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiranRasional :Membantu klien/pasangan bekerja malalui proses dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasiKeji terhadap gejala depresi yang fana (perasan sedih pasca partum) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum (misalnya ansietas, mengangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk dan depresi ringan atau berat)Rasional :Sebanyak 80% ibu-ibu mengalami depresi sementara atau perasan emosi kecewa setelah melahirkanEvaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuan domestik pada saat pulangRasional membantu menkaji kemampuan klien untuk mengatasi stresBerikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir Rasional :Ketrampilan menjadi ibu/orang tua bukan secara insting tetapi harus dipelajariAnjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi atau keragu-raguan tentang kemampuan mejadi orang tuaRasional :Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepatKolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukung menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok komunitas atau pelayanan perawat berkunjungRasional :Kira-kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala-gejala yang menetap sampai satu tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut
Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber
Tujuan :Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas/prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan-alasan untuk tindakan Intervensi :Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan dan tingkat
kelelahan klienRasional :Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan diri/bayiKaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajarRasional :Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensiBerikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan fisiologisRasional :Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan dan berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasespiRasional :Pasangan mungkin memerlukan penjelasan mengenai ketersediaan metode kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan minggu ke-6
Resiko terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaanTujuan :Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerjasama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasiIntervensi :Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lainRasional :Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap-tahap perkembanganAnjurkan pertisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi Rasional :Flesibilitas dan sensitifitas terhadap kebutuhan keluarga membantu mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulangBerikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode pascapartumRasional :Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami, menurunkan stres dan meningkatkan koping positifBerikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling) tentang bayi baru lahirRasional :Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan kemungkinan penggantian atau penolakanKolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di komunitasRasional :Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan anak
http://ciungroes.blogspot.com/2011/11/post-partum-blues.html
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan
psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar
kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi
sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan
selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap
penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan
prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan
dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari
reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun
psikologis terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu
pengertian masa nifas adalah masa mulainya persalinan sampai pulihnya alat-alat dan
anggota badan yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan (Ahmad Ramli. 1989).
Dari dua pengertian di atas kelompok meyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa
sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta
psikososial yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan selama 6 minggu. Dalam proses
adaptasi pada masa postpartum terdapat tiga metode yang meliputi ”immediate
puerperineum” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, ”early puerperineum” yaitu setelah
24 jam hingga 1 minggu, dan ”late puerperineum” yaitu setelah satu minggu sampai 6
minggu postpartum.
Perubahan psikologi pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam
tiga fase:
1. taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri, banyak bertanya dan
bercerita tentang pengalamannya selama persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari.
2. taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang berlangsung 4 sampai
5 minggu.
3. fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah perluasan dari dirinya,
mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.
Perubahan tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada seorang
ibu yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan psikologi yang
abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga kategori yaitu postpartum
blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis, dan psikosis
pascapartum. Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai post partum
blues. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran
barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik
dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan
baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-
gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi
disebut post-partum blues.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
ðUntuk mengetahui dan memahami lebih dalam lagi yang dimaksud dengan gangguan
psikologis pada ibu masa postpartum khusunya post partum Blues.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran
klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Gangguan psikologis ibu
postpartum.
Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan.
Memenuhi salah satu tugas perkuliahan Keperawatan Maternitas.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Post partum blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman
(kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan
dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta
dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin,
progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental
dan emosional Ibu.
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah
menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin
yang disebut sebagai ‘milk fever’ karena gejala
disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau
sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma
gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau
pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
B. Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum
diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues,
antara lain:
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin
dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada
gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim
monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan
serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan
yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta
keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami
menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan
moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu
mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul
permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri
maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem
dengan si sulung.
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara
sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan. Ibu
mengalami ketakutan pada bayinya tentang adanya ketidaksempurnaan pada bayinya.
Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan bahwa depresi
tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De
Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical)
dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi postpartum blues ini. Misalnya saja
pada pembedahan caesar,, episiotomy dan sebagainya. Perubahan hormon dan perubahan
hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap sebagai factor pemicu.
C. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala
tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau ke-6 hari setelah melahirkan. Beberapa
perubahan sikap tersebut diantaranya Ibu sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak
bahagia, penakut, tidak mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood,
mudah tersinggung (iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak
bergairah, khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi
dan sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil
yang baru saja di lahirkan , insomnia yang berlebihan. Gejala-gejala itu mulai muncul setelah
persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai
beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat
disebut postpartum depression.
D. Patofisilologi
Sejarah kehamilan adalah factor utama yang bisa menimbulkan terjadinya baby blues
ini atau biasa dikenal dengan post partum blues. Riwayat seperti kehamilan yang tidak di
inginkan, adanya problem dengan orang tua atau mertua, kurangnya biaya untuk persalinan,
kurangnya perhatin yang diberikan pada si ibu dan factor ari etiologi serta factor psikolog
lainnya merupakan penyebab utama. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat
berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi
aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi
nonadrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
Karena proses ini pula seorang ibu setelah melahirkan mengalami perubahan pada tingkat
emosional. Biasanya ibu akan mengalami kenaikan dalam resons psikologisnya, sensitive dan
lebih membutuhkan perhatian, kasih sayang dari orang di sekitarnya yang di anggap penting
baginya. Keabnormalitasan pada post partum blues ini mengakibatkan rasa tidak nyaman,
kecemasan yang mendalam pada diri ibu, tek jarang terkadang seorang ibu menangis tanpa
sebab yang pasti. Khawatir pada bayinya dengan kekhawatiran yang berlebihan
E. Pemeriksaan Diagnostik
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung
post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat
disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang
ada. Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan
luar biasa (fatigue) ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai
jumlah kadar tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan
pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner
dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan
kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan
depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas
perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-
partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan
memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai
dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab
sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati
bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai
prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji
validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia.
EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan
dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.
F. Penatalaksanaan
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak
ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat setelah
melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-
benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau
sumber-sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk
beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri
sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan
penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-
partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan
dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis
seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan
kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang
menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan
seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari
teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan
rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan
konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat
diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang
berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk
kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan
yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila
memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan
bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang
memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang
mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik
nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus
dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan
rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok
ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan
pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan
praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka
mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan
penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-
sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
G. Pencegahan
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
1. Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu
memperhatikan si ibu
2. Menu makanan yang seimbang
3. Olah raga secara teratur
4. Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya.
5. Rencanakan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami
6. Rekreasi
Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar: Keperawatan Maternitas edisi-4. Jakarta: EGC
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, Jakarta : EGC