POSTPARTUM CARDIOMYOPATHY.pdf

24
1 BAB I PENDAHULUAN Jantung ibu membuat penyesuaian kompensasi yang besar untuk mengakomodasi tuntutan kehamilan dan menyusui. Pada beberapa wanita (hingga 0,04% di Amerika Serikat) gagal jantung, yang ditandai dengan disfungsi ventrikel kiri berat, terjadi antara bulan terakhir kehamilan dan masa nifas awal dalam penyakit yang dikenal sebagai kardiomiopati postpartum (PPCM). 1 Kardiomiopati peripartum atau postpartum (PPCM) adalah penyakit serius dengan etiologi yang masih kurang dipahami. Sekitar 80% dari pasien simptomatik sembuh, meskipun kurang dari 30% mencapai pemulihan lengkap dengan normalisasi fungsi dan ukuran ruang ventrikel kiri. 2,3 Elemen sentral dalam diagnosis PPCM adalah onset cepat dari disfungsi sistolik (fraksi ejeksi ventrikel kiri kurang dari 45%) dengan pembesaran ventrikel kiri. Fenotip kardiomiopati dilatasi berkembang dekat dengan waktu kelahiran anak (bulan terakhir dari kehamilan sampai 6 bulan setelah melahirkan). Gejala pertama yang sering yaitu dispnea, batuk, edema tungkai dan kelelahan umum, kadang-kadang disertai dengan tromboemboli arteri perifer. Fungsi pompa ventrikel kiri yang terbatas mungkin berhubungan dengan regurgitasi mitral berat akibat dilatasi ventrikel kiri. Adaptasi fisiologis terhadap kehamilan dan kelahiran juga terkait dengan kecenderungan protombotik. Ada beberapa perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan yang secara sinergis menciptakan keadaan hiperkoagulasi dan dengan demikian kecenderungan untuk menggumpal, yang berarti bahwa risiko pembentukan trombus ventrikel kiri dan emboli arteri perifer meningkat pada pasien PPCM dengan fraksi ejeksi kurang dari 35%. Risiko aritmia jantung dan kematian jantung mendadak juga meningkat pada wanita dengan PPCM. EKG dan foto thoraks tidak begitu penting karena spesivisitas mereka yang buruk dan penggunaan diagnostik yang terbatas. 2,3,4

description

contoh referat

Transcript of POSTPARTUM CARDIOMYOPATHY.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

Jantung ibu membuat penyesuaian kompensasi yang besar untuk

mengakomodasi tuntutan kehamilan dan menyusui. Pada beberapa wanita (hingga

0,04% di Amerika Serikat) gagal jantung, yang ditandai dengan disfungsi

ventrikel kiri berat, terjadi antara bulan terakhir kehamilan dan masa nifas awal

dalam penyakit yang dikenal sebagai kardiomiopati postpartum (PPCM).1

Kardiomiopati peripartum atau postpartum (PPCM) adalah penyakit serius

dengan etiologi yang masih kurang dipahami. Sekitar 80% dari pasien

simptomatik sembuh, meskipun kurang dari 30% mencapai pemulihan lengkap

dengan normalisasi fungsi dan ukuran ruang ventrikel kiri.2,3

Elemen sentral dalam diagnosis PPCM adalah onset cepat dari disfungsi

sistolik (fraksi ejeksi ventrikel kiri kurang dari 45%) dengan pembesaran ventrikel

kiri. Fenotip kardiomiopati dilatasi berkembang dekat dengan waktu kelahiran

anak (bulan terakhir dari kehamilan sampai 6 bulan setelah melahirkan). Gejala

pertama yang sering yaitu dispnea, batuk, edema tungkai dan kelelahan umum,

kadang-kadang disertai dengan tromboemboli arteri perifer. Fungsi pompa

ventrikel kiri yang terbatas mungkin berhubungan dengan regurgitasi mitral berat

akibat dilatasi ventrikel kiri. Adaptasi fisiologis terhadap kehamilan dan kelahiran

juga terkait dengan kecenderungan protombotik. Ada beberapa perubahan

fisiologis yang terjadi pada kehamilan yang secara sinergis menciptakan keadaan

hiperkoagulasi dan dengan demikian kecenderungan untuk menggumpal, yang

berarti bahwa risiko pembentukan trombus ventrikel kiri dan emboli arteri perifer

meningkat pada pasien PPCM dengan fraksi ejeksi kurang dari 35%. Risiko

aritmia jantung dan kematian jantung mendadak juga meningkat pada wanita

dengan PPCM. EKG dan foto thoraks tidak begitu penting karena spesivisitas

mereka yang buruk dan penggunaan diagnostik yang terbatas. 2,3,4

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2 . 1. DEFINISI

Kardiomiopati postpartum (PPCM) adalah terjadinya gagal jantung pada

bulan terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan setelah melahirkan tanpa penyebab

yang dapat diidentifikasi pada wanita yang sebelumnya sehat. Ini adalah kondisi

yang langka, yang menyebabkan angka kematian ibu yang tinggi.5

Ia didefinisikan

sebagai penyakit dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri yang tidak dapat

dijelaskan dan didiagnosis dengan ekokardiografi.6

2 . 2. EPIDEMIOLOGI

Insiden PPCM dikutip 1: 3500 sampai 1: 1400 untuk Amerika Serikat dan

Eropa, 1: 1000 untuk Afrika Selatan dan 1 dari 299 untuk Haiti. Karena perjalanan

penyakit sama dalam semua kasus, diasumsikan bahwa penyakit yang sama

dijelaskan di berbagai daerah.3

Sebuah insiden yang lebih tinggi tercatat pada wanita Afrika kulit hitam.

Hal ini, bersama dengan insiden yang tinggi di antara populasi kulit hitam Haiti

dan Afrika, mengarahkan pada kemungkinan faktor genetik yang meningkatkan

risiko PPCM, setidaknya pada daerah ini. Ibu usia lanjut dan multiparitas telah

dicatat sebagai faktor risiko tinggi.3

Dengan asumsi insidensi 1: 3500 sampai 1: 1400 kelahiran akan

menghasilkan insidensi yang diperkirakan hingga 300 pasien per tahun di Jerman,

dengan gagal jantung kritis dan berat pada sekitar 30 pasien. Namun, pada tahun

2007 saja 17 kasus dari PPCM yang baru didiagnosis dilaporkan pada satu pusat

saja, yang menunjukkan bahwa insidensi yang sebenarnya lebih tinggi.3

Tidak ada studi prospektif dari PPCM sampai saat ini, dan tidak ada

dokumentasi statistik mengenai penyakit ini di Jerman. Sebuah analisis sistematis

mengenai insidensi dan faktor risiko potensial dan tanda prognostik dapat

menghasilkan peningkatan komunikasi interdisipliner dan tingkat kesadaran yang

lebih tinggi terhadap kondisi klinis ini. Tujuannya harus mengidentifikasi PPCM

3

di seluruh pusat, dan menawarkan pengobatan yang optimal. Hal ini berlaku sama

untuk ahli jantung, ahli kandungan, dokter respiratorik, ahli nefrologi dan dokter

perawatan primer, yang salah satu di antaranya mungkin menjadi titik presentasi

pertama untuk wanita tersebut.3

2 . 3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Penyebab pasti dari PPCM tidak diketahui, namun berbagai infeksi virus

dan autoantibodi telah terlibat dalam patogenesis penyakit ini. Selain itu, ibu usia

lanjut, multiparitas, keturunan Afrika, kehamilan kembar, hipertensi yang

diinduksi kehamilan dan keguguran yang berlangsung lama juga ditemukan

terkait dengan PPCM, tapi tidak ada hubungan kausal yang telah ditunjukkan.

Etiologi yang diusulkan untuk PPCM termasuk inflamasi, mekanisme genetik,

respon abnormal terhadap stres fisiologis dari kehamilan, faktor autoimun,

miokarditis viral, kekurangan gizi, dan tokolisis berkepanjangan. Dengan

demikian, penyebab pasti PPCM tidak diketahui dan patogenesisnya mungkin

multi-faktorial.6

Dengan adanya infiltrat limfositik padat, edema miosit, nekrosis, dan

fibrosis pada biopsi ventrikel pasien dengan PPCM, Melvin dkk mengusulkan

miokarditis sebagai penyebab PPCM. Hipotesis ini sesuai dengan perbaikan klinis

yang biasanya ditimbulkan oleh pengobatan imunosupresif (prednison dan

azathioprine).7

Faktor penting lainnya, yang dapat menyebabkan PPCM, adalah respon

imun abnormal terhadap kehamilan terkait dengan titer autoantibodi yang tinggi

terhadap protein jaringan jantung tertentu. Rand dkk menduga penyebab

imunologi berdasarkan adanya antibodi terhadap otot jantung dalam pembuluh

darah dan serum neonatus yang lahir dari ibu dengan kardiomiopati. Penulis

menunjukkan bahwa, setelah melahirkan, degenerasi cepat dari uterus

menghasilkan fragmentasi tropokolagen oleh enzim kolagenolitik yang

melepaskan aktin, miosin, dan metabolitnya, antibodi ini dibentuk terhadap aktin

dan bereaksi silang dengan miokardium.7

4

Stress hemodinamik selama kehamilan dianggap sebagai kemungkinan

penyebab PPCM: selama kehamilan ada beberapa perubahan dalam kondisi

hemodinamik dengan hipertrofi transien berikutnya. Pada trimester kedua dan

trimester ketiga kehamilan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri reversibel dapat

terjadi, yang menetap hingga periode postpartum dini, tetapi kembali ke dasar

setelahnya. Mungkin bahwa PPCM adalah karena penurunan fungsi sistolik yang

berlebihan ini.7

Faktor etiologi lain yang mungkin termasuk: tokolisis berkepanjangan,

sitokin proinflamasi (TNF, IL1, IL6), konsumsi garam yang berlebihan.

Abnormalitas relaksin, hormon ovarium yang dihasilkan selama kehamilan, yang

dapat memiliki efek inotropik positif dan kronotropik dan menyebabkan relaksasi

berlebihan dari kerangka jantung. Kekurangan selenium dapat meningkatkan

kerentanan jantung terhadap infeksi virus, hipertensi atau hipokalsemia.7

Tidak jelas apakah kekurangan gizi berperan dalam patogenesis PPCM.7

Faktor risiko potensial lainnya termasuk merokok dan kehamilan remaja.

Meskipun demikian seperempat hingga sepertiga dari semua pasien PPCM masih

muda, wanita primigravida atau primipara yang tampak sehat.3,5,8

2 . 4. PATOGENESIS

Dalam perkembangan patogenesis dari PPCM, agen inflamasi (TNF-α,

interferon-γ, interleukin-6, protein C-reaktif), miokarditis, stres oksidatif,

chimerism janin dan hubungan genetik memainkan peran penting. Sehubungan

dengan peran kausal dari chimerism janin, selama kehamilan sel janin lolos ke

dalam sirkulasi maternal tetapi biasanya dihancurkan oleh sistem imun ibu. Ketika

sistem imun ibu melemah, sel chimeric menyerang dan menetap pada jantung ibu.

Antibodi ibu langsung melekat pada sel-sel chimeric yang menghasilkan

kardiomiopati dilatasi. Sesuai dengan mekanisme yang diusulkan ini, titer

antibodi yang tinggi terhadap sel myosin jantung belum diidentifikasi pada ibu

hamil yang sehat atau kardiomiopati dilatasi idiopatik. Juga, ada hubungan yang

kuat antara titer antibodi yang tinggi dan kehamilan ganda dan kehamilan

berikutnya.6

5

Berdasarkan studi eksperimental pada tikus transgenik yang kekurangan

faktor transkripsi STAT3 dalam otot jantung, penulis mampu menunjukkan bahwa

kurangnya enzim antioksidan seperti manganese sodium dismutase (MnSOD)

mengarah pada peningkatan produksi oksigen radikal bebas pada jantung

postpartum. Hal ini menyebabkan stres oksidatif yang lebih tinggi, dan berlanjut

pada pembelahan yang fatal dari prolaktin menjadi subform 16-kDa proapoptotik

dan antiangiogenetik. Prolaktin adalah hormon yang diproduksi di kelenjar

hipofisis anterior, terutama pada kehamilan dan selama menyusui. Ia dilepaskan

secara siklis dalam jumlah besar, dan menyebabkan pertumbuhan sistem duktus

payudara, produksi susu, dan involusi uterus setelah kelahiran. Prolaktin dapat

dibelah menjadi bentuk prolaktin 16-kDa, yang telah dikaitkan dengan PPCM.

Prolaktin 16-kDa menghancurkan endotelium dan kerusakan khususnya pada

mikrosirkulasi dalam miokardium, yang mengurangi aktivitas metabolisme sel-sel

otot jantung (Gambar 1). Hal ini menyebabkan fungsi pompa berkurang secara

signifikan, dan muncul manifestasi klinis PPCM pada model tikus.9

Hilfiker-Kleiner dkk. menyoroti fakta bahwa PRL memiliki efek

menguntungkan dan merugikan pada fungsi jantung. PRL protektif terhadap

PPCM dengan mengaktifkan STAT-3 pada kardiomiosit, yang mengurangi stres

oksidatif dan mempromosikan angiogenesis dan hipertrofi jantung. Namun, ketika

stres oksidatif jantung meningkat (yaitu pada tikus kekurangan STAT-3 miokard)

atau efeknya pada cathepsin-D direproduksi (over-ekspresi dari cathepsin-D

jantung), pembelahan PRL menjadi vasoinhibin meningkat, yang menyebabkan

cacat pada angiogenesis jantung, gagal jantung dan kematian yang tinggi,

yang merupakan ciri khas dari PPCM. Secara khusus, inhbisi sekresi PRL

oleh agonis reseptor dopamin bromokriptine mengurangi mortalitas pada tikus

dan pasien dengan PPCM.1,9,10,11

Tindakan timbal balik dari PRL dan vasoinhibin pada angiogenesis

merupakan cara yang efisien untuk menghasilkan sinyal positif dan negatif yang

diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan angiogenik dalam kondisi

normal.12

Bahkan, penghasilan vasoinhibin membantu mempertahankan status

ketenangan dari pembuluh darah pada retina dewasa dan remodeling pembuluh

6

darah okular selama perkembang-an.13,14

Yang penting, laporan Hilfiker-Kleiner

dkk. memberikan bukti kuat pertama bahwa kelebihan vasoinhibin menyebabkan

penyakit tergantung anti - angiogenesis. Contoh terkait adalah preeklamsia,

penyakit di mana cacat angiogenesis plasenta menghasilkan dalam morbiditas dan

mortalitas ibu dan neonatal secara substansial. Seperti pada PPCM, stres oksidatif

merupakan faktor kunci dalam etiologi preeklampsia,15

dan sebuah studi baru-

baru ini menunjukkan bahwa cathepsin-D diaktifkan dalam trofoblas

preeklampsia dan bahwa tingkat vasoinhibin meningkat dalam air ketuban, serum

dan urin pasien preeklampsia.16

Gambar 1. Representasi skematik dari dari pelepasan prolaktin (Prl) (23-

kDa Prl) dari kelenjar hipofisis dan pembelahan prolaktin pada situasi

patologis PPCM pada tikus STAT3 KO. Kurangnya STAT3 pada otot

jantung menyebabkan pengurangan dalam sintesis enzim antioksidan

7

MnSOD, dan peningkatan yang sesuai pada radikal oksigen bebas (ROS).

Hal ini menyebabkan pelepasan protease cathepsin D dari lisosom (CD,

hitam: bentuk tidak aktif dari lisosom, merah: bentuk aktif yang dilepaskan

dari lisosom), yang memotong prolaktin normal (prolaktin 23-kDa) menjadi

fragmen prolaktin yang aktif secara biologis, anti angiogenik dan pro-

apoptosis berukuran 16 kDa (Prl 16-kDa). Prolaktin 16-kDa menghancurkan

arteriol dan kapiler di miokard, yang bertindak sebagai vasokonstriktor, dan

mengurangi metabolisme miokard dan kontraktilitas kardiomiosti9

Penelitian yang ekstensif oleh Hilfiker-Kleiner dkk. menimbulkan aspek

penting lainnya mengenai asal-usul dan aksi vasoinhibin yang menggambarkan

kompleksitas PPCM sebagai penyakit multifaktorial. Sebagai contoh, ada bukti

yang mendukung sifat inflamasi dari PPCM dan peran inducible nitric oxide

synthase (iNOS) dalam merusak fungsi jantung dalam PPCM.2 Vasoinhibin

diketahui dapat mempromosikan ekspresi iNOS dan produksi oksida nitrat (NO)

oleh fibroblas dengan potensi yang sebanding dengan kombinasi sitokin

proinflamasi.17

Sebaliknya, PRL menghambat ekspresi iNOS dan produksi NO

dengan sitokin proinflamasi.18

Oleh karena itu, perubahan keseimbangan dalam

mendukung vasoinhibin pada PPCM mungkin mempromosikan kerusakan jantung

yang dimediasi oleh iNOS, sehingga memberikan kontribusi bagi efek merugikan

dari vasoinhibin pada penyakit ini.1

PRL diketahui dibelah menjadi vasoinhibin tidak hanya oleh

cathepsin-D, tetapi juga oleh beberapa metallopeptidase, seperti

matriks metalloprotease (MMP) dan bone morphogenetic protein 1. Selain up-

regulasi cathepsin- D, Hilfiker-Kleiner dkk. menunjukkan peningkatan

ekspresi MMP-3 pada tikus dengan PPCM. Menariknya, MMP-3, yang dikenal

dapat membelah PRL menjadi vasoinhibin, di-up-regulasi

oleh PRL melalui STAT-5. Pengamatan ini menunjukkan kemungkinan bahwa

MMP-3 juga menghasilkan vasoinhibin pada PPCM dan PRL mempromosikan

penghasilan tersebut. Secara khusus, penurunan kadar PRL dalam sirkulasi

8

dengan bromocriptine memulihkan kadar normal MMP-3 dan menyelamatkan

fenotip PPCM.1,19

Sementara upaya yang luar biasa telah terkonsentrasi pada faktor-faktor

lokal tertentu yang mengatur angiogenesis, studi agen sistemik yang bertindak

luas seperti hormon kurang terwakili. Hilfiker-Kleiner dkk. menunjukkan peran

yang relevan dari hormon PRL dalam regulasi angiogenesis selama menyusui.

PRL, yang paling baik dikenal untuk menstimulasi produksi susu, mengerahkan

beberapa aksi metabolik, osmoregulatorik dan imunomodulator untuk

mempertahankan laktasi. Hilfiker-Kleiner dkk. memperluas aksi PRL ke regulasi

angiogenesis jantung dan menggambarkan pentingnya ia dengan menunjukkan

bahwa inhibisi sekresi PRL hipofisis oleh agonis reseptor dopamin D2 merupakan

sebuah terapi baru dan menjanjikan untuk PPCM.1

2 . 5. MANIFESTASI KLINIS

PPCM ditandai dengan gagal jantung onset cepat selama minggu terakhir

kehamilan atau sampai dengan 5 bulan setelah melahirkan. 75% dari pasien

didiagnosis pada bulan pertama postpartum dan 40% didiagnosis dalam minggu

pertama. Gambaran klinis PPCM memiliki tampilan kardiomiopati dilatasi

(DCM), tetapi berbeda dari bentuk DCM lain dalam perkembangannya yang

cepat. Bahkan wanita yang tampak sehat dapat mengalami gagal jantung yang

cukup berat sehingga membutuhkan transplantasi jantung.3,6

Gejala pertama yang seringkali dijumpai yaitu dispnea dan batuk, yang

sering diartikan sebagai tanda-tanda pneumonia atau sebagai konsekuensi dari

kehamilan dan kelahiran fisiologis. Gejala lain dari PPCM seperti edema kaki,

mungkin aritmia jantung subjektif, atau bahkan stroke atau emboli perifer tidak

berhubungan dengan PPCM tetapi dianggap sebagai konsekuensi dari fase

penyesuaian postpartum.3

Tanda dan gejala menunjukkan gagal jantung umum dan bersifat non-

spesifik: dispnea paroksismal nokturnal, nyeri dada, batuk nokturnal, ronki paru,

peningkatan tekana vena, hepatomegali. Penggunaan klasifikasi NYHA (New

York Heart Association) tidak relevan karena kondisi ini menunjukkan tanda dan

9

gejala yang normal dalam kehamilan yang mungkin menyerupai wanita dengan

PPCM, klasifikasi ini mungkin tidak secara akurat mencerminkan beratnya

disfungsi jantung yang mendasari jantung.7

Pemeriksaan fisik sering mengungkapkan peningkatan tekanan darah,

meskipun tekanan darah dapat normal atau bahkan menurun (1); takikardia dan

bunyi jantung ketiga ditemukan pada 85% pasien dengan PPCM dan tanda-tanda

khas kegagalan kongestif.7

Edema paru adalah gejala yang muncul pada keseluruhan dari 106 pasien

dalam penelitian di Cina tahun 2007. Manifestasi klinis mirip dengan gagal

jantung kongestif tetapi sangat bervariasi, 17% kasus didiagnosis antepartum dan

83% postpartum. Usia rata-rata saat diagnosis adalah 28±6 tahun. Fungsi ventrikel

kiri hampir sepenuhnya normal kembali pada 51% pasien yang bertahan. Temuan

ini sama dengan temuan penelitian sebelumnya. Menariknya, fraksi ejeksi

ventrikel kiri kembali normal hanya pada 23% dari kohort Afrika.20

2 . 6. DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik PPCM telah dijelaskan secara jelas dan temuan

ekokardiografi dari penurunan berkurang fungsi sistolik ventrikel kiri dan

penurunan fraksi ejeksi akan memperkuat diagnosis.5

Elemen sentral dalam

diagnosis PPCM adalah onset cepat dari disfungsi sistolik (fraksi ejeksi ventrikel

kiri kurang dari 45%) dengan pembesaran ventrikel kiri.3

Pasien dengan PPCM paling sering hadir ke ginekolog atau dokter

perawatan primer. Ketika pneumonia diduga rujukan ke dokter paru sering dibuat.

Namun, untuk pasien yang datang pada saat postpartum dengan tanda-tanda gagal

jantung seperti sesak napas, edema atau kelelahan umum atau dengan emboli

perifer atau aritmia jantung, lakukan ekokardiogram segera untuk menyingkirkan

PPCM.3

Ekokardiografi

Evaluasi kardiologi harus dibuat dalam rangka untuk membuat diagnosis.

Diagnosis dibuat berdasarkan pada ekokardiografi. Diagnosis dapat dibuat dengan

10

menunjukkan bahwa fraksi ejeksi di bawah 45%, disfungsi sistolik dan / atau

pemendekan fraksi di bawah 30%, dan / atau diameter diastolik di atas 2,7 cm /

m2.6

Diagnosis PPCM perlu untuk menyingkirkan penyebab lain dari

kardiomiopati dan dikonfirmasi oleh ekokardiografi standar dari disfungsi sistolik

ventrikel kiri, termasuk penurunan pemendekan fraksi dan ejeksi fraksi.

Pertimbangan yang kuran sebaiknya dilakukan untuk menskrining anggota

keluarga dari pasien PPCM karena PPCM mungkin memiliki predisposisi genetik

terhadap kardiomiopati.21

Ekokardiografi sangat penting untuk menyingkirkan penyebab lain dari

gagal jantung seperti penyakit katup mitral, miksoma atrium kiri dan penyakit

perikard. Ekokardiogram biasanya menunjukkan pembesaran ventrikel kiri yang

ditandai dengan penurunan kinerja sistolik keseluruhan.

Elektrokardiogram

Elektrokardiogram (EKG), foto dada, pemeriksaan ekokardiografi Doppler

M- mode dan dua dimensi harus dilakukan secara rutin.7EKG dapat normal, tetapi

biasanya menunjukkan sinus takikardia atau fibrilasi atrium. Juga memungkinkan

untuk menemukan tegangan normal atau tegangan dan beberapa kriteria hipertrofi

ventrikel kiri. Perubahan segmen ST non-spesifik dan gelombang T dapat

dijumpai, gelombang Q dapat dilihat pada prekordium anteroseptal, interval PR

dan QRS dapat memanjang yang menunjukkan gangguan konduksi

intraventrikular; bundle branch block kadang-kadang dijumpai.7

Foto Thoraks

Foto dada harus dilakukan dengan abdominal shielding untuk

mengevaluasi etiologi hipoksia dan menyingkirkan pneumonia. Foto dada tidak

spesifik: ia menunjukkan kardiomegali dengan efusi pleura minimal bilateral;

kongesti vena pulmonal dan infiltrat bibasilar sering dijumpai.7

11

Magnetic resonance imaging (MRI)

Magnetic resonance imaging (MRI) dapat digunakan sebagai alat

pelengkap untuk mendiagnosis PPCM, dan dapat terbukti menjadi penting dalam

mengidentifikasi mekanisme yang terlibat. Pemeriksaan ini dapat mengukur

kontraksi miokard global dan segmental, dan dapat menandai miokardium.

Selanjutnya, tertundanya enhancement kontras (dengan gadolinium) dapat

membantu membedakan jenis nekrosis miosit, yaitu, miokarditis vs iskemia.

Miokarditis memiliki distribusi nonvaskular di subepikardium dengan pola

nodular atau mirip pita, sedangkan iskemia memiliki distribusi vaskular pada

lokasi subendokard atau transmural.20

Kawano dkk menjelaskan pasien dengan PPCM dengan kerusakan

miokard yang ditunjukkan dengan tertundanya enhancement kontras dari ventrikel

kiri. Tindakan ini membaik setelah ia diterapi dengan beta-blocker, angiotensin

receptor blocker (ARB), dan spironolakton (Aldactone), dan fungsi jantung pulih

kembali. Leurent dkk menganjurkan untuk menggunakan MRI jantung dalam

memandu biopsi ke area yang abnormal, yang dapat jauh lebih berguna daripada

biopsi buta.20

Pertanyaan yang tersisa mengenai MRI termasuk implikasi patologis dan

prognostik dari enhancement gadolinium lambat.20

Pemeriksaan hemodinamik

Pemeriksaan hemodinamik biasanya tidak dilakukan tetapi dapat

menunjukkan peningkatan tekanan pengisian jantung kanan dan jantung kiri,

dengan berkurangnya curah jantung, dimana ventrikulografi kiri biasanya

menunjukkan penurunan global dalam kinerja sistolik ventrikel kiri; arteriogram

koroner umumnya normal.7

Biopsi

Biopsi endomiokard harus dipertimbangkan untuk mengkonfirmasi

diagnosis jika sifat PPCM masih belum jelas.

12

Pemeriksaan Lain

Akhirnya, untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab kardiomiopati,

sampel serum harus diuji dengan kultur bakteri dan virus dan terhadap titer virus

Coxsackie B.7

NT-proBNP (N-terminal pro-Brain Natriuretic Peptide) sebagai

penanda khas untuk gagal jantung berat biasanya meningkat secara bermakna

pada pasien PPCM.3

Diagnosis PPCM sering dibuat terlambat. Hal ini dihasilkan dari presentasi

klinis yang sangat bervariasi dari wanita yang mengalaminya, dan dari fakta

bahwa penyebab jantung potensial diabaikan pada wanita muda yang sebelumnya

sehat. Peningkatan shadowing secara signifikan umumnya terlihat pada foto

toraks, yang ditafsirkan sebagai infiltrasi. Seringkali pemeriksaan lebih lanjut

ditunda sampai satu atau lebih antibiotik telah terbukti tidak efektif.

Keterlambatan dalam mencapai diagnosis yang benar berkisar dari beberapa

minggu hingga bulan dalam sekitar 30% kasus, yang sesuai dengan temuan

penulis lainnya. Misinterpretasi dari gambaran klinis dan diagnosis serta

pengobatan gagal jantung yang tertunda dapat memiliki konsekuensi yang

merugikan, dan data pengamatan menunjukkan bahwa terapi potensial tertentu

hanya efektif jika dimulai secara dini. 3,9,22

2 . 7. DIAGNOSIS BANDING

Perbedaan PPCM dari bentuk-bentuk kardiomiopati lainnya tergantung

pada riwayat dan manifestasi klinis, diagnosis didasarkan pada eksklusi penyebab

lain yang diketahui untuk kardiomiopati.7

Pasien dengan PPCM memiliki gejala kardiomiopati klasik:

dispnea yang tiba-tiba memburuk, ortopnea, batuk dan takikardia. Menegakkan

diagnosis mungkin sulit karena gejala seperti ini juga dapat dilihat pada

tromboemboli paru, pneumonia, emboli air ketuban dan asma pada kehamilan.6

Banyak gejala dan tanda kehamilan (dispnoea, kelelahan, dan edema kaki)

yang mirip dengan gagal jantung kongestif dini, sehingga gagal jantung dini dapat

dengan mudah terabaikan pada pasien hamil. Diagnosis PPCM harus

dipertimbangkan dengan serius pada semua pasien dengan gagal jantung persisten

13

atau gagal jantung yang memburuk pada bulan terakhir kehamilan atau dalam

masa awal puerperium. Ketika diagnosis PPCM dipertimbangkan, hampir setiap

penyebab lain dari disfungsi ventrikel kiri harus disingkirkan seperti infark

miokard, sepsis, pre-eklampsia berat, emboli paru, kardiomiopati dilatasi

idiopatik, penyakit katup jantung (stenosis mitral dan aorta) dan vaskulitis

pulmonal (lupus eritematosus sistemik, skleroderma, penyakit reumatoid).7

Kardiomiopati dilatasi idiopatik memiliki karakteristik klinis yang mirip

dengan PPCM, untuk kondisi lainnya, diagnosis banding tidak begitu sulit karena

aspek klinis dapat dibuktikan berdasarkan pemeriksaan radiologi dan darah.7

2 . 8. PENATALAKSANAAN

Perjalanan klinis PPCM menyerupai kardiomiopati dilatasi dengan tanda-

tanda khas gagal jantung berat. Pengobatan untuk gagal jantung oleh karena itu

diindikasikan, sesuai dengan pedoman German Cardiological Society dengan

inhibitor ACE, diuretik, antagonis aldosteron dan, ketika pasien stabil secara

hemodinamik, dengan beta-blocker. Ini dapat digunakan karena pasien tidak lagi

hamil dan karena pasien PPCM seharusnya tidak menyusui.3

Penanganan Gagal Jantung

Rejimen nonfarmakologi sangat penting, terutama pada wanita dengan

gejala dan tanda gagal jantung, yang termasuk restriksi garam (natrium <4 mg /

hari) dan air (<2 L / hari). Jika gejala gagal jantung dapat dikendalikan, latihan

sedang seperti berjalan dan bersepeda telah terbukti meningkatkan kelangsungan

hidup. Diuretik diindikasikan ketika terapi restriksi natrium saja tidak berhasil

(4,37). Komplikasi ibu dari terapi diuretik mencakup pankreatitis, kontraksi

volume, alkalosis, penurunan toleransi terhadap karbohidrat, hipokalemia,

hiponatremia dan hiperurikemia.7

Karena pada pasien PPCM perlu diturunkan preload dan afterload jantung

serta meningkatkan kekuatan inotropik jantung, terapi ini mirip dengan terapi

untuk bentuk lain dari gagal jantung. Inhibitor Angiotensin-converting enzyme

(ACE) (Captopril, enalapril, lisinopril, dan lainnya, yang baru-baru ini telah

14

diperkenalkan) atau angiotensin II receptor blocker efektif dalam mengurangi

afterload dan harus dianggap sebagai andalan pengobatan untuk PPCM setelah

melahirkan.7

Amlodipine adalah satu-satunya calcium-blocker yang digunakan untuk

pengobatan PPCM, calcium-blocker lainnya dapat menyebabkan efek inotropik

negatif dan harus dihindari.7

Terapi inotropik oral disediakan oleh digoxin, yang juga berguna dalam

kasus fibrilasi atrium. Agen β-blocker dapat memiliki efek bermanfaat bagi pasien

tertentu dengan kardiomiopati dilatasi.Efek buruk dari aktivasi sistem saraf

simpatis yang berlebihan dapat dihambat dengan β-blocker dosis rendah.7

Pada pasien yang sangat simtomatik atau pada mereka yang dirawat

karena penyakit akut, agen pereduksi preload dan afterload intravena (seperti

nitroprusside, nitrogliserin) atau agen inotropik (seperti dobutamin, dopamin,

milrinone) harus dipertimbangkan.7

Pada wanita yang telah mengembangkan PPCM, gagal jantung biasanya

disertai dengan retensi cairan eksplisit dan yang kurang sering stroke emboli, dan

aritmia dapat berkembang. Kasus dengan prognosis buruk cenderung berkembang

dalam beberapa hari pertama postpartum. Gagal jantung bisa berat; agen inotropik

dan perangkat pendukung ventrikel mungkin dibutuhkan.6

Terapi Imunosupresif

Terapi imunosupresif (prednisone atau azathioprine) dapat

dipertimbangkan untuk wanita dengan miokarditis yang ditunjukkan oleh biopsi

jantung dan mereka yang tidak membaik setelah pengobatan anti gagal jantung.7

Terapi Imunoglobulin

Suatu penelitian retrospektif terbaru menyarankan bahwa wanita dengan

PPCM yang diobati dengan imunoglobulin intravena mengalami peningkatan

yang lebih besar dalam fraksi ejeksi selama masa tindak lanjut dibandingkan pada

pasien yang diterapi secara konvensional. Untuk pasien dengan fungsi jantung

yang buruk, seperti yang dibuktikan dengan fraksi ejeksi <35% dan risiko

15

tromboemboli, antikoagulan harus dipertimbangkan dan dilanjutkan sampai

setidaknya 6 minggu postpartum.7

Telah dikemukakan bahwa proses imunologi mungkin memainkan peran

dalam patofisiologi PPCM. Studi percontohan non-acak kecil menunjukkan

pengobatan dengan imunoglobulin mungkin efektif dalam PPCM. Studi pilot lain

menunjukkan bahwa kadar sitokin pro-inflamasi serum yaitu tumor necrosis

factor (TNF) meningkat, dan bahwa pengobatan dengan pentoxifyllin, inhibitor

dari produksi TNF, mungkin memiliki efek menguntungkan pada pemulihan

PPCM.23,24

Bromokriptine

Penelitian terbaru menunjukkan kemungkinan pendekatan baru untuk

pengobatan PPCM. Prolaktin ditemukan terkait dengan terjadinya PPCM.

Penelitian harus difokuskan pada apakah inhibisi farmakologis dari sekresi

prolaktin melalui agonis reseptor dopamin D2 bromokriptine mencegah

perkembangan PPCM pada model hewan. Ini jelas terjadi. Karenanya

bromocriptine, yang merupakan obat yang telah digunakan selama bertahun-tahun

untuk menghambat laktasi, dapat mencegah PPCM pada tikus transgenik.9

Ada bukti dari darah pasien dengan PPCM akut bahwa mekanisme

patologis yang dijelaskan di atas mungkin relevan di sini. Oleh karena itu kadar

low-density lipoprotein teroksidasi (oxLDL) serum, sebagai indikator stres

oksidatif, dan aktivitas enzim prolaktin yang membelah cathepsin D, keduanya

meningkat relatif terhadap wanita menyusui yang sehat. Peningkatan kadar

prolaktin 16-kDa juga ditemukan pada 3 dari 5 pasien PPCM, tapi tidak pada

wanita sehat. Berdasarkan penelitian pada hewan dan paralel dalam analisis

serologis ini, sedang diselidiki dalam studi percontohan non-acak mengenai

apakah bromocriptine secara menguntungkan mempengaruhi perjalanan klinis

PPCM berulang pada wanita yang mengalami kehamilan berikutnya setelah

PPCM. Hal ini penting karena wanita ini memiliki risiko tinggi dari persistensi

penyakit dengan prognosis buruk. Pendekatan ini sesuai dengan strategi

pencegahan yang digunakan dalam studi hewan.9,22

16

Ke-12 pasien dalam studi pilot menerima terapi gagal jantung standar, 6

pasien menerima pengobatan bromocriptine sebagai tambahan. Kadar prolaktin

turun, seperti yang diharapkan, dalam kelompok bromocriptine, sedangkan pada

kelompok yang menyusui, tingkat prolaktin tetap tinggi, dan pembelahan

prolaktin menjadi prolaktin 16-kDa toksik tetap mungkin. Tiga pasien (50%)

meninggal dalam 4 bulan akibat gagal jantung terminal pada kelompok non-

bromocriptine. Dalam 3 pasien yang hidup, disfungsi ventrikel kiri berulang

muncul setelah 3 bulan. Tak satu pun dari kelompok yang diterapi dengan

bromocriptine yang meninggal, dan fungsi jantung membaik pada semua kasus.

Oleh karena itu, pemberian bromokriptin pada pasien dengan riwayat PPCM

mampu mencegah kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Tidak ada efek

samping serius yang diamati, dan tidak ada yang diperkirakan dari dosis yang

digunakan, berdasarkan data yang ada untuk bromocriptine. Studi percontohan di

Afrika Selatan ini menunjukkan bahwa bromocriptine dapat mencegah

perkembangan PPCM pada wanita yang beresiko tinggi.

Namun, pertanyaan yang lebih penting dalam hal jumlah pasien adalah

apakah bromocriptine sangat bermanfaat pada pasien dengan PPCM akut. Di

Jerman ada data pada 6 pasien yang menjalani pengobatan percobaan dengan

bromocriptine, yang menderita PPCM akut dengan tanda-tanda gagal jantung

berat (NYHA III hingga IV, klasifikasi III sampai IV New York Heart

Association: gejala pada aktivitas ringan atau saat istirahat) dan fungsi pompa

sangat terbatas (fraksi ejeksi ventrikel kiri [EF] antara 12% dan 30%). Ke-6 pasien

menunjukkan perbaikan ekokardiografi yang signifikan dalam fungsi pompa

selama 6 bulan (Peningkatan EF dari 15% menjadi 44%, median basal EF 24%,

median EF 6 bulan 51%, n = 6). Temuan ekokardiografi dan MRI untuk satu

pasien ini ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3. Rincian klinis lebih lanjut dari dua

kasus ini telah dipublikasikan.9,22,25

17

Gambar 2. Ekokardiogram pasien dengan a) regurgitasi mitral berat dengan

PPCM akut 3 minggu pasca operasi caesar, dan b) tampilan normalisasi 5

bulan setelah pengobatan dengan bromocriptine. Fraksi ejeksi pada

ekokardiogram diukur 17% pada fase akut dan 57% setelah 5 bulan.3

18

Gambar 3. MRI jantung dari pasien dengan PPCM yang sama a) Pada fase

akut (diastole dan sistole) ventrikel kiri yang berdilatasi secara nyata dengan

fungsi yang terganggu berat, dilatasi atrium kiri dan efusi perikardial ringan

(panah: septum atrium terdistorsi pada fase akut yang disertai dengan

regurgitasi mitral berat dan peningkatan tekanan atrium kiri dalam

pengisian atrium kanan) b) selama pengobatan bromocriptine, ukuran dan

massa ventrikel kiri (diastole dan sistole) berkurang tajam dan fungsi sistolik

meningkat.3

Transplantasi Jantung

Pada kasus yang jarang, pasien mungkin memerlukan transplantasi jantung

karena gejala yang refrakter terhadap pengobatan.5 Jembatan menuju pemulihan

merupakan pilihan penting yang harus diperhatikan karena dapat mengembalikan

pasien kepada fungsi normal dan menghindari komplikasi dan masa hidup yang

terbatas yang terkait dengan transplantasi jantung. Sirkulasi mekanik yang

membantu sebagai jembatan menuju transplantasi untuk pengobatan

kardiomiopati postpartum juga telah dilaporkan oleh Novacor dan BiVADs.26

19

Tirah Baring Berkepanjangan

Burch dkk menekankan nilai tirah baring berkepanjangan dalam

mengubah jalannya PPCM. Para penulis menganjurkan tirah baring selama 3

bulan setelah ukuran jantung telah kembali ke normal. Pada pasien dengan

pembesaran jantung persisten, ambulasi dimulai bila tidak ada pengurangan lebih

lanjut dalam ukuran jantung yang dicapai setelah periode 6-12 bulan tirah baring.

Dengan tirah baring yang lama, jantung dari 50% pasien yang dilaporkan oleh

Burch dkk. kembali ke ukuran normal. Ukuran jantung kembali normal dalam

waktu satu tahun tanpa tirah baring berkepanjangan pada 50% pasien, yang

menunjukkan bahwa tirah baring lama tidak selalu diperlukan. Untuk alasan

praktis, sulit untuk mempertahankan tirah baring yang lama pada mayoritas pasien

yang ditangani.27

2 . 9. PROGNOSIS

Prognosis berhubungan dengan peningkatan fungsi ventrikel kiri,

dan fungsi ventrikel kembali normal dalam enam bulan pertama pada 30% pasien

dan 50% pasien sembuh total.6

Dalam kasus ini kematian bervariasi antara 3% dan 60% dalam fase akut

dan subakut. Insidensi PPCM adalah 1 dari 1,300-15,000 kelahiran hidup.

Berbagai angka kejadian dan kematian dapat dijelaskan oleh perbedaan geografis,

perbedaan kriteria diagnostik dan ekokardiografi yang digunakan secara luas.

Gagal jantung kongestif, aritmia dan peristiwa tromboemboli bertanggung jawab

atas kematian.6

Sebuah studi pada 100 pasien dari Afrika Selatan melaporkan

angka kematian 15% untuk PPCM. Pada 23% fungsi ventrikel kiri (LV) kembali

ke normal setelah 6 bulan.3,28

Studi dari Haiti juga mengutip angka kematian

sebesar 15% dan melaporkan normalisasi pada akhirnya pada 31% dari pasien

PPCM.3,29

Laporan studi yang diterbitkan baru-baru ini pada 100 pasien, 67% di

antaranya orang Amerika kulit putih dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri awal 29 ±

11%. Pada 54% fungsi LV membaik, dan kematian ibu adalah 9%.3,30

Data ini,

menunjukkan bahwa meskipun pengobatan gagal jantung optimal, tidak ada

20

perbaikan klinis dalam fungsi pompa yang diamati pada 30% sampai 40% dari

pasien PPCM, dan gagal jantung terminal terjadi pada 9% sampai 23%.3

21

BAB III

KESIMPULAN

Kardiomiopati postpartum (PPCM) adalah terjadinya gagal jantung pada

bulan terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan setelah melahirkan tanpa penyebab

yang dapat diidentifikasi pada wanita yang sebelumnya sehat.5

Etiologi yang

diusulkan untuk PPCM termasuk inflamasi, mekanisme genetik, respon abnormal

terhadap stres fisiologis dari kehamilan, faktor autoimun, miokarditis viral,

kekurangan gizi, dan tokolisis berkepanjangan. Penyebab pasti PPCM tidak

diketahui dan patogenesisnya mungkin multi-faktorial.6

Gejala pertama yang seringkali dijumpai yaitu dispnea dan batuk. Gejala

lain dari PPCM seperti edema kaki, mungkin aritmia jantung subjektif, atau

bahkan stroke atau emboli perifer.3

Pemeriksaan fisik sering mengungkapkan

peningkatan tekanan darah, takikardia dan bunyi jantung ketiga dan tanda-tanda

khas kegagalan kongestif.7

Elemen sentral dalam diagnosis PPCM adalah onset cepat dari disfungsi

sistolik dengan pembesaran ventrikel kiri.3 Diagnosis dapat dibuat dengan

menunjukkan bahwa fraksi ejeksi di bawah 45%, disfungsi sistolik dan / atau

pemendekan fraksi di bawah 30%, dan/atau diameter diastolik di atas 2,7 cm/m2.6

Pengobatan untuk gagal jantung diindikasikan.3

Bromocriptine

ditunjukkan dapat mencegah perkembangan PPCM pada wanita yang beresiko

tinggi.9 Pada kasus yang jarang, pasien mungkin memerlukan transplantasi

jantung karena gejala yang refrakter terhadap pengobatan.5

Fungsi ventrikel kembali normal dalam enam bulan pertama pada 30%

pasien dan 50% pasien sembuh total. Angka kematian bervariasi antara 3% dan

60% dalam fase akut dan subakut. 6

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Clapp C, et al. Hormones and postpartum cardiomyopathy. TRENDS in

Endocrinology and Metabolism 2007; 18(9)

2. Sliwa K, Fett J, Elkayam U: Peripartum cardiomyopathy. Lancet 2006; 368:

687–93. (Abstract)

3. Hilfiker-Kleiner D, et al. Postpartum Cardiomyopathy. Dtsch Arztebl Int

2008; 105(44): 751–6

4. Dawood F. Pregnancy and Thrombophilia. J Blood Disorders Transf 2013, 4:5

5. Khwaja HA, et al. Postpartum cardiomyopathy: a diagnostic dilemma. Grand

Rounds 2008; 8:19-21

6. Bozkurt M, et al. Coexistence of postpartum cardiomyopathy and single

coronary artery anomaly. Proceedings in Obstetrics and Gynecology, 2013;

3(2):7

7. Colombo BM, Ferrero S. Peripartum Cardiomyopathy. Available from:

http://ir.uiowa.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1192&context=pog

8. Demakis JG, Rahimtoola SH, Sutton GC et al. Natural course of peripartum

cardiology. Circulation 1971; 44: 1053–61.

9. Hilfiker-Kleiner D, Kaminski K, Podewski E et al.: A cathepsin D-cleaved 16

kDa form of prolactin mediates postpartum cardiomyopathy. Cell 2007; 128:

589–600

10. Negoro, S. et al. (2001) Activation of signal transducer and activator of

transcription 3 protects cardiomyocytes from hypoxia/ reoxygenationinduced

oxidative stress through the upregulation of manganese superoxide dismutase.

Circulation 104, 979–981

11. Hilfiker-Kleiner, D. et al. (2004) Signal transducer and activator of

transcription 3 is required for myocardial capillary growth, control of

interstitial matrix deposition, and heart protection from ischemic injury. Circ.

Res. 95, 187–195

12. Clapp, C. et al. (2006) Vasoinhibins: endogenous regulators of angiogenesis

and vascular function. Trends Endocrinol. Metab. 17, 301–307

23

13. Aranda, J. et al. (2005) Prolactins are natural inhibitors of angiogenesis in the

retina. Invest. Ophthalmol. Vis. Sci. 46, 2947–2953

14. Duenas, Z. et al. (2004) Prolactin in eyes of patients with retinopathy of

prematurity: implications for vascular regression. Invest. Ophthalmol. Vis.

Sci. 45, 2049–2055

15. Sibai, B. et al. (2005) Pre-eclampsia. Lancet 365, 785–799

16. Gonza´ lez, P.A. et al. (2007) Elevated vasoinhibins may contribute to

endothelial cell dysfunction and low birth weight in preeclampsia. Lab. Invest.

87, 1009–1017

17. Corbacho, A.M. et al. (2000) Proteolytic cleavage confers nitric oxide

synthase inducing activity upon prolactin. J. Biol. Chem. 275, 13183– 13186

18. Corbacho, A.M. et al. (2003) Cytokine induction of prolactin receptors

mediates prolactin inhibition of nitric oxide synthesis in pulmonary

fibroblasts. FEBS Lett. 544, 171–175

19. Macotela, Y. et al. (2006) Matrix metalloproteases from chondrocytes

generate an antiangiogenic 16 kDa prolactin. J. Cell Sci. 119, 1790– 1800

20. Ramaraj R, Sorrell VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes, diagnosis, and

treatment. Cleveland Clinic Journal of Medicine 2009; 76(5)

21. Pearson GD, Veille J-C, Rahimtoola S, Hsia J, Oakley C, Hosenpud JD et al.

Peripartum Cardiomyopathy. JAMA 2000; 283 (9): 1183–88

22. Hilfiker-Kleiner D, Meyer GP, Schieffer E et al.: Recovery from postpartum

cardiomyopathy in 2 patients by blocking prolactin release with

bromocriptine. J Am Coll Cardiol 2007; 50: 2354–5.

23. Bozkurt B, Villaneuva FS, Holubkov R et al.: Intravenous immune globulin in

the therapy of peripartum cardiomyopathy. J Am Coll Cardiol 1999; 34: 177–

80.

24. Sliwa K, Skudicky D, Candy G, Bergemann A, Hopley M, Sareli P: The

addition of pentoxifylline to conventional therapy improves outcome in

patients with peripartum cardiomyopathy. Eur J Heart Fail 2002; 4: 305–9.

25. Imran SA, Ur E, Clarke DB: Managing prolactin-secreting adenomas during

pregnancy. Canadian Family Physician 2007; 53: 653–8.

24

26. Zimmerman H, et al. Bridge to Recovery With a Thoratec Biventricular Assist

Device for Postpartum Cardiomyopathy. ASAIO Journal 2010; 56:479–480

27. Demakis JG, Rahimtoola SH. Peripartum Cardiomyopathy. Circulation

Volume XLIV.

28. Sliwa K, Forster O, Libhaber E et al.: Peripartum cardiomyopathy:

inflammatory markers as predictors of outcome in 100 prospectively studied

patients. Eur Heart J 2006; 27: 441–6.

29. Fett JD, Christie LG, Carraway RD, Murphy JG: Five-year prospective study

of the incidence and prognosis of peripartum cardiomyopathy at a single

institution. Mayo Clin Proc 2005; 80: 1602–6.

30. Elkayam U, Akhter MW, Singh H, Khan S, Bitar F, Hameed A, Shotan A:

Pregnancy-associated cardiomyopathy: clinical characteristics and a