Postpartum Eklampsia

13
LAPORAN KASUS POST-PARTUM EKLAMPSIA DI RAWAT DI ICU RSU MATARAM Oleh: Husni Maftuhah Taufik Abidin DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI SMF ANASTESI RSU MATARAM/FAKUTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARARAM DESEMBER 2008

Transcript of Postpartum Eklampsia

LAPORAN KASUS

POST-PARTUM EKLAMPSIA

DI RAWAT DI ICU RSU MATARAM

Oleh:

Husni Maftuhah

Taufik Abidin

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI SMF ANASTESI

RSU MATARAM/FAKUTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARARAM

DESEMBER 2008

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN:

Nama : Ny “H”, 29 tahun

Alamat: Tanjung

Agama: Islam

I. Keluhan utama:

Kesadaran menurun dengan GCS 234

II. Anamnesis:

Pasien pindahan dari VK dengan penurunan kesadaran (GCS:234). Satu hari

yang lalu pasien melahirkan spontan di puskesmas dengan TD post partum 150/140

mmHg perdarahan ± 50cc. Kemudian dipasang infus RL drip MgSO4 40% 28

tetes/menit, injeksi MgSO4 4 gram bolus dan diberikan nifedipin 3x1.

, abdomen distensi disertai nyeri tekan pada abdomen.

Rekaman perawatan di VK

Tanggal 15/12/2008

(15.00) → S : pasien mengeluh nyeri ulu hati, pusing, setelah melahirkan di mobil

pukul 11.15. plasenta lahir spontan, lengkap.

O : k/u lemah, kesadaran CM

TD 150/140, N 98%, RR 30x/menit, t° 37,9° C

FUT: 3 jari bawah pusat

Kontraksi uterus baik

Perdarahan ± 50cc.

A : post partum dengan impending eklampsia

P : injeksi MgSO4 4 gram bolus

pasang infus RL drip MgSO4 40% sebanyak 20 tetes/menit

diberikan nifedipin 3x10mg.

(20.00) → S : pasien mengeluh pusing dan muntah 2 kali

O : TD 250/150, N 100x/menit, RR 28x/menit

A : post partum dengan impending eklampsia

P : konsul interna, sarannya berikan nifedipin 3x10 mg dan bisoprolol

1x5mg.

(22.00) → pasien minum bisoprolol 1 tablet

(22.30) → S : pasien mengeluh muntah darah

O : TD 220/130, Nadi 100x/menit

Abdomen distensi, nyeri tekan

A : konsul interna, hasilnya pasang NGT, ranitidin 2x1 ampul, antasida

3x1 tablet, propepsa syrup 3x1 cth, transamin 3x1 ampul dan vitamin

K 3x1 ampul

P : dilakukan pemasangan NGT, kemudian keluar cairan ±500cc + darah

Tanggal 16/12/2008

(00.30)→ produksi urine 150cc sejak pukul 15.00-00.30,

(01.00)→pasien minum antasida, nifedipin 1 tablet, dilakukan injeksi ranitidin 1

ampul, injeksi kalnex 1 ampul dan injeksi vitamin K 1 ampul.

(01.40)→S: pasien kejang 1x

O: TD 180/140, N 120x/m, RR 32x/m.

A: post partum dengan eklampsia

P: injeksi MgSO4 40% 2 gram bolus.

(01.50)→ dilakukan injeksi Ca glukonas karena ada tanda-tanda toksik terhadap

MgSO4 yaitu RR 10x/menit.

(05.30) → produksi urine 50cc kemudian diinjeksi furosemid 1 ampul dan infus RL

200 cc digerojok.

(09.00) → kesadaran somnolen, GCS 234

TD 160/110, N 120/m, RR 30x/m,t° 36° C

Abdomen distensi, urin tampung masih 200cc.

RPD: hipertensi (-)

RP kelurga: tidak ada

III. Pemeriksaan fisik

Kesadaran: somnolen, GCS E3V3M4.

A. Tanda vital

TD:150/120 RR: 40X/m

Nadi: 120X/m t° : 37,2 ° C

B. Pemeriksaan fisik umum

1. Kepala leher

Palpebra edema +/+, conjungtiva anemis -/-, conjungtiva edema+/+,

sklera ikterik -/-, RP+/+, pupil isokor.

2. Thorak

pergerakan dinding dada simetris,

paru : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

jantung: S1S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-).

3. Abdomen

distensi (+), nyeri tekan (+), tes undulasi (+), perdarahan pervaginam

(-),

4. Ekstremitas atas

anemis -/-

5. Ekstremita bawah

akral hangat, anemis -/-, edema -/-

C. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium darah dan urin dengan hasil sebagai berikut:

Pemerikaan darah:

Hb: 13,6 g%

Leukosit : 20.300 {4.000- 11.000)

Trombosit : 86.000 (150.000- 400.000)

Hematokrit : 41,1 (laki-laki 25-42, perempuan 36-48)

GDS : 142 (< 160)

Creatinin : 0,4 (laki-laki 0,9-1,3, perempuan 0,6- 1,1)

Pemeriksaan urin

Proteinuri : +3

D. Diagnosis: post partum dengan eklampsia dan kesadaran menurun

E. Penatalaksanaan : pemberian lasik 3x1 ampul, nifedipin di stop.

Rekaman perawatan di ICU

Tanggal 16/12/2008

(10.00) →S: pasien tidak sadar

O: kesadaran somnolen, GCS 234

TD 180/140, N 112x/m, RR 42x/m, t° 36,2° C

Pupil isokor, RP +/+

A. post partum+eklampsi dengan penurunan kesadaran

P. infus MgSO4 dilanjutkan

(16.00) →S: pasien masih belum sadar

O: kesadaran somnolen, GCS 334

TD 150/120, N 100, RR 40x/menit, t° : 37,2 ° C

Perdarahan (-), produksi urin sekitar 10cc setelah pukul 12.00

Cairan masuk 150cc, cairan keluar (-)

A: post partum+eklampsi dengan penurunan kesadaran

P: infus MgSO4 distop, pemberian nifedipin distop

Injeksi lasik (furosemid) 1 ampul.

Evaluasi 1 jam lagi

(17.00) → S: pasien masih belum sadar

O: kesadaran somnolen, GCS 334

TD 170/130, N 100, RR 34x/menit, t° : 37,2 ° C

Perdarahan (-), produksi urin(-), abdomen distensi

A: post partum+eklampsi dengan penurunan kesadaran

P: infus MgSO4 distop, pemberian nifedipin 3x10 mg

Injeksi ekstra lasik (furosemid) 1 ampul, selanjutnya setiap 8 jam.

Tanggal 17/12/2008

Pasien masih belum sadar, namun respon nyeri ada (+). Distensi perut (+),

dengan tanda-tanda asites. Edema (+) pada ekstremitas atas dan bawah.

TD:160/110 mmHg, N:112 x/menit. Urine tampung: <10 cc /24 jam.

Hasil Lab:

Hb: 9,7 gr%.

Platelet: 73.000 /mm3

LED: 42

SGPT: 2305

SGOT: 733

GDS: 16 mg%

Albumin: 2,1 (3,5-5,0).

Diagnosis: eklampsia post-partum dengan HELLP syndrome.

Terapi : direncanakan untuk dilakukan hemodialisa.

Namun pada pukul 20.00 WITA, pasien meninggal dunia.

DISKUSI KASUS

Dapat kita lihat beberapa tanda-tanda eklampsia pada pasien di atas, antara

lain riwayat kejang yang kemudian diikuti dengan keadaan koma setelah melahirkan.

Disamping itu juga, ditemukan adanya hipertensi (150/140 mmHg), proteinuria (+3),

dan oliguria (+50 cc/24 jam). Atas dasar itu, maka diagnosis eklampsia dapat

ditegakkan.

Penanganan yang dilakukan terhadap pasien ini antara lain pemberian obat

anti hipertensi (nifedipine), pencegahan terhadap kejang berulang (MgSO4), dan

perawatan cairan kalori tubuh (D-40). Sedangkan pemberian obat tambahan

berdasarkan gejala lain yang muncul. Adapun gejala lain yang memberatkan keadaan

pasien adalah timbulnya gejala HELLP, yang dapat dilihat dari pemeriksaan

laboratorium secara berkala.

Fungsi organ dikontrol berdasarkan dari hasil laboratorium, yang ternyata

mengalami penurunan fungsi, antara lain terjadi gangguan fungsi hati yang dapat

dilihat dari nilai SGPT yang meningkat. Kemudian terjadi kegagalan fungsi ginjal

yang dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai urea, kreatinin, dan urin tampung.

Akibat dari adanya multiorgan failure ini, pasien direncanakan untuk dilakukan

hemodialisa (cuci darah).

TINJAUAN PUSTAKA

1.Definisi Eklampsia

Preeklampsia-eklampsia adalah penyakit pada orang hamil yang secara

langsung disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai

dengan proteinuri akibat kehamilan setelah kehamilan 20 minggu atau segera setelah

melahirkan, sedangkan eklampsia merupakan preaklampsia yang disertai kejang dan

disusul koma yang timbul bukan akibat dari kelainan neruologi.

2. Etiologi

Sebab eklampsia belum diketahui pasti, tapi ada beberapa teori mencoba

menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini

sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia terdapat kerusakan pada endotel

vaskuler sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan

normal meningkat. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan

serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2. Peran Faktor Immunologis

Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul

lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada

kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta

tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.

3. Peran Faktor Genetik/Familial

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian

PE-E antara lain:

a. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.

b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-

anak dari ibu yang menderita PE-E.

c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu

hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.

4. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).

3. Patofisiologi 

Vasokonstriksi   merupakan   dasar   patogenesis   PE­E.   Vasokonstriksi 

menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya 

vasokonstriksi   juga   akan   menimbulkan   hipoksia   pada   endotel   setempat,   sehingga 

terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat 

endotel. Selain itu, adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya 

penurunan  perfusi  uteroplasenter  yang  selanjutnya  akan  menimbulkan  maladaptasi 

plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, 

sedangkan   proses   hiperoksidasi   itu   sendiri   memerlukan   peningkatan   konsumsi 

oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel. 

Peroksidase   lemak   adalah   hasil   proses   oksidase   lemak   tak   jenuh   yang 

menghasilkan   hiperoksidase   lemak   jenuh.   Peroksidase   lemak   merupakan   radikal 

bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan 

oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada 

PE­E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya 

peroksidase   lemak.  Sedangkan  pada  wanita   hamil   normal,   serumnya  mengandung 

transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup 

kuat.   Peroksidase   lemak   beredar   dalam   aliran   darah   melalui   ikatan   lipoprotein. 

Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati termasuk 

sel­sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel­sel endotel tersebut. Rusaknya 

sel­sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain

a) Adhesi dan agregasi trombosit. 

b) Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma. 

c) Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari 

rusaknya trombosit. 

d) Produksi prostasiklin terhenti. 

e) Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan. 

f) Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak

4. Kriteria Diagnosis

I) Preeklampsia berat

Apabila pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/ lebih gejala/tanda di

bawah ini:

1.Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi

(pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan

his.

2. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.

3. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin

plasma.

4. Gangguan visus dan serebral.

5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.

6. Edema paru dan sianosis.

7. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.

8. Adanya Hellp Syndrome (hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet

count).

Apabila pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal,

skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri daerah epigastrium, mual atau muntah-

muntah sering merupakan petunjuk terjadinya impending eklampsia. Jika keadaan ini

tidak segera ditanggulangi maka akan timbul kejang. Kejang pada eklampsia dibagi

menjadi 4 tingkatan yaitu:

1. Tingkat awal atau aura

Keadaan ini berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa

melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan

atau kekiri.

2. Tingkat kejangan tonik

Berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah

kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki bengkok ke dalam.

Pernafasan berhenti, wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit.

Stadium ini akan disusul oleh tingkat kejangan klonik.

3. Tingkat kejangan klonik

Berlangsung antara 1-2 menit. Spasme tonik menghilang, semua otot

berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut

membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol.

Dari mulut keluar lidah yang berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan

sianotis. Setelah kejang terhenti, pasien bernafas dengan mendengkur.

4. Tingkat koma

Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan penderita

biasa menjadi sadar lagi.

5. Komplikasi

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia.

Berikut adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia

berat dan eklampsia :

1. Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan

lebih sering terjadi pada preeklampsia.

2. Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.

3. Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan

plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah.

4. Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian

maternal penderita eklampsia

5. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung

selama seminggu.

6. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit

jantung.

7. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan

akibat vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia.

8. Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.

9. Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu

pembengkakkan sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur

lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

10. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-

kejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation)

11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.

6. Penatalaksanaan

a. Tujuan Terapi Eklampsia

- Menghentikan berulangnya serangan kejang

- Menurunkan tensi, dengan vasosporus.

- Menawarkan hasmokonsentrasi dan memperbaiki diveres dengan pemberian

glucose 5%-10%.

- Mengusahakan supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan

nafas.

b. Penanganan Kejang

- Beri obat anti konvulsan

- Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan,

masker O2 dan tabung O2 ).

- Lindungi pasien dari trauma.

- Aspirasi mulut dan tonggorokkan.

- Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko

aspirasi.

- Beri oksigen 4-6 liter / menit.

c. Penanganan Umum

- Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan

diastolik diantara 90-100 mmHg.

- Pasang infuse RL dengan jarum besar (18 gauge atau lebih).

- Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload.

- Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuri.

- Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam.

- Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam

- Pantau kemungkinan oedema paru.

- Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat

mengakibatkan kematian ibu dan janin.

- Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam

- Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema

paru hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik

- Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside

- Pemberian antikejang dengan dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV

sebagai larutan 20%, selama 5 menit.

- Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr setiap 4 jam kemudian dilanjutkan

sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir.

- Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16x

/menit. Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.

- Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < 16x/menit.

- Siapkan antidotum jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri

kalsium glukonas 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan lahan sampai

pernafasan mulai lagi.

Sebenarnya, pada pasien dengan preeklampsia atau eklampsia terapi cairan

yang diberikan adalah rumatan, karena pasien tidak berada dalam keadaan syok.

Volume plasma berkurang pada pasien preeklampsia. Mungkin pasien mendapat

manfaat dari ekspansi volume jika tujuannya meningkatkan sirkulasi ke ibu dan janin.

Namun, metaanalisis tidak memperlihatkan manfaat ekspansi volume untuk wanita

preeklampsia. Restriksi cairan dianjurkan untuk mengurangi kelebihan beban cairan

selama persalinan dan postpartum. Biasanya, jumlah cairan dibatas 80 ml/jam atau 1

ml/kg/jam. Terapi cairan sebaiknya dibatasi dengan kristaloid rumatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2006. Preeklampsia-Eklampsia. Available from:

http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view

&id=421. (Accessed: 2008, Desember 16).

Darmawan, Iyan. 2008. Paradigma baru dalam terapi cairan rumatan untuk

pasien kebidanan. Available from:

http://www.otsuka.co.id/?content=article_detail&id=57&lang=id.

(Accessed: 2008, Desember 16).

Sudhaberata, K. 2001. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Cermin

dunia kedokteran 133,” Cermin Dunia Kedokteran No.133; hal: 26-30.

Wiknjosastro, H. 2005. Preeklampsi dan Eklampsi dalam Ilmu Kebidanan. Edisi

ke 3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta