Manajemen Perdarahan Postpartum

download Manajemen Perdarahan Postpartum

of 18

description

obstetri ginekologi

Transcript of Manajemen Perdarahan Postpartum

Terjemahan Jurnal

PENGELOLAAN, RISIKO DAN OUTCOME MATERNAL DARI PERDARAHAN POSTPARTUM: TEMUAN DARI SURVEI MULTINASIONAL WHO PADA KESEHATAN IBU DAN BAYI BARU LAHIR

Presentan :dr. Hariyo W.P.Counterpart :dr. Maskasoni

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORORSUP DOKTER KARIADISEMARANG2014Pengelolaan, Risiko Dan Outcome Maternal Dari Perdarahan Postpartum: Temuan Dari Survei Multinasional WHO Pada Kesehatan Ibu Dan Bayi Baru Lahir

TujuanUntuk menelusuri praktek klinis, risiko, dan outcome maternal yang berhubungan dengan perdarahan postpartum (PPH). DesainAnalisis sekunder dari data cross-sectional.SettingTotal 352 fasilitas kesehatan di 28 negara. SampelTotal 274.985 wanita melahirkan antara 1 Mei 2010 dan 31 Desember 2011. MetodeKami menggunakan regresi logistik multivariat untuk menguji faktor yang terkait dengan PPH pada semua kelahiran, dan uji Pearson chi-square untuk memeriksa korelasi outcome maternal yang parah (SMO) pada wanita dengan PPH. Semua analisis menyesuaikan clustering pada tingkat fasilitas dan negara. Ukuran outcome utama PPH, SMO, dan praktek klinis untuk pengelolaan PPH. HasilDari semua wanita yang dimasukkan dalam analisis, 95,3% menerima profilaksis uterotonika dan tingkat PPH yang dilaporkan adalah 1,2%. Faktor yang signifikan terkait dengan diagnosis PPH antara lain usia, paritas, usia kehamilan, induksi persalinan, operasi caesar, dan wilayah geografis. Di antara mereka dengan PPH, 92,7% menerima uterotonika untuk perawatan, dan 17,2% memiliki SMO. Ada perbedaan yang signifikan dalam insiden SMO menurut kelompok usia, paritas, usia kehamilan, anemia, pendidikan, penerimaan uterotonika untuk profilaksis atau pengobatan, rujukan dari fasilitas lain, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tingkat kematian tertinggi di negara-negara dengan IPM rendah atau menengah. KesimpulanDi antara wanita dengan PPH, perbedaan dalam insidensi outcome maternal yang parah bertahan, bahkan di antara fasilitas yang melaporkan kapasitas untuk menyediakan semua intervensi obstetri darurat esensial. Ini menyoroti kebutuhan untuk informasi yang lebih baik tentang peran kapasitas institusional, termasuk kualitas perawatan, morbiditas dan mortalitas terkait PPH. Kata kunci : kematian ibu, nyaris mati, perdarahan postpartum, kualitas pelayanan, uterotonika.

PENDAHULUAN Perdarahan postpartum (PPH) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal, menyumbang sekitar sepertiga dari semua kematian yang berhubungan dengan kehamilan di Afrika dan Asia. PPH primer biasanya didefinisikan sebagai perdarahan dari saluran genital sebanyak 500 ml atau lebih dalam 24 jam pertama setelah melahirkan bayi. Insiden PPH dalam studi observasional diyakini sekitar 6%, meskipun hal ini dapat bervariasi tergantung daerah geografis dan setting persalinan. Morbiditas berat yang berhubungan dengan PPH meliputi anemia, koagulasi intravaskular diseminata, transfusi darah, histerektomi, dan gagal ginjal atau hati. Hanya sekitar sepertiga dari kasus PPH memiliki faktor risiko yang dapat diidentifikasi, meliputi: riwayat PPH sebelumnya; nuliparitas; overdistensi uterus (misalnya disebabkan oleh kehamilan multipel atau bayi besar); kelainan plasenta, seperti plasenta previa atau plasenta akreta; kelainan koagulasi; anemia; induksi persalinan, augmentasi persalinan, atau penggunaan epidural; dan partus lama. Terlepas dari spekulasi yang bertentangan, multiparitas tinggi tampaknya tidak menjadi faktor risiko. Tidak ada faktor risiko yang diketahui untuk membantu memprediksi wanita seperti apa yang akan gagal merespon pengobatan dengan uterotonika konvensional. Atonia uteri, atau kegagalan uterus berkontraksi setelah melahirkan, adalah penyebab paling umum dari PPH. Pemberian profilaksis uterotonik telah terbukti mengurangi kejadian PPH melalui stimulasi kontraksi uterus. Oksitosin dianggap sebagai standar emas untuk profilaksis, meskipun ergometrine, mether-gyne, dan misoprostol juga sering digunakan. Ketika atonia uteri terjadi, pemberian obat uterotonika yang tepat waktu dianjurkan. Pengobatan uterotonika dapat membantu mencegah kebutuhan untuk intervensi yang lebih jauh, seperti pemberian cairan intravena, terapi obat tambahan, transfusi darah, dan intervensi bedah. Meskipun PPH dapat terjadi pada semua kondisi dan semua wilayah geografis, sebagian besar kematian ibu sebagai akibat dari PPH terjadi di negara-negara berkembang. Perbedaan ini telah dikaitkan dengan perbedaan dalam kualitas pelayanan, termasuk ketersediaan tenaga terlatih yang ada saat persalinan, akses terhadap obat uterotonika berkualitas, dan penerimaan intervensi yang tepat waktu dibutuhkan ketika keadaan darurat obstetrik muncul. Namun perbedaan dalam outcome maternal yang parah (SMO) juga terjadi dalam fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi. Dalam survei multinasional WHO baru-baru ini yang mendokumentasikan kejadian morbiditas dan mortalitas maternal di fasilitas kesehatan global, PPH menyumbang 27% dari semua kelahiran dengan SMO. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengeksplorasi praktek klinis, risiko, dan outcome maternal terkait dengan PPH.

METODE Metodologi survei Data untuk analisis sekunder ini berasal dari survei multinasional WHO pada Kesehatan Maternal dan Neonatal. Survei cross-sectional ini dilakukan pada 359 fasilitas kesehatan di 29 negara, dan mencakup 314.623 kelahiran. Fasilitas kesehatan dianggap memenuhi syarat jika mereka mencatat setidaknya 1000 persalinan setiap tahun dan memiliki kapasitas untuk menyediakan operasi caesar. Sebagian besar fasilitas dalam survei ini juga telah berpartisipasi dalam Survei Global WHO pada Kesehatan Maternal dan Perinatal sebelumnya (2004-2008). Negara, propinsi (atau divisi politik lain yang setara dengan negara), dan fasilitas kesehatan dipilih secara acak melalui strategi sampling cluster multistage bertingkat. Data dikumpulkan secara individual dan institusional antara 1 Mei 2010 dan 31 Desember 2011. Informasi tentang individu diperoleh dari analisis catatan rumah sakit untuk semua wanita yang melahirkan dan semua wanita dengan SMO yang menerima layanan di fasilitas kesehatan yang berpartisipasi selama periode pengumpulan data. Data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik demografi dan reproduksi bagi semua wanita yang memenuhi syarat; informasi tentang kehamilan mereka dan status persalinan, komplikasi, dan penerimaan intervensi terkait; dan outcome kesehatan wanita dan, jika berlaku, bayi mereka yang baru lahir. Data institusional diberikan oleh fasilitas yang berpartisipasi melalui penyelesaian formulir data institusional yang memberikan informasi tentang layanan yang tersedia obstetrik dan perawatan bayi baru lahir. Protokol penelitian dan rincian lain dari pengumpulan data, entri, dan prosedur pembersihan untuk survei ini telah dilaporkan di tempat lain.

Analisis statistik Sebanyak 274.985 wanita yang mengunjungi 352 fasilitas kesehatan di 28 negara dilibatkan dalam analisis ini. Kami mengeluarkan kesemua 2.987 peserta dari Jepang, sehingga hanya salah satu dari dua negara peserta yang dikategorikan sebagai maju, dan memiliki kejadian PPH yang tinggi secara tidak khas. Kami juga mengeksklusikan 39.141 wanita yang menjalani operasi caesar sebelum persalinan, dan 1.421 orang lain cara kelahirannya tidak diketahui atau yang menjalani diinduksi terminasi kehamilan atau laparotomi untuk kehamilan ektopik. Kami menggunakan frekuensi untuk memeriksa PPH pada semua kelahiran, SMO pada wanita dengan PPH, dan praktek klinis untuk pengelolaan PPH. Kami menggunakan regresi logistik multivariat untuk menguji faktor yang terkait dengan PPH pada semua kelahiran dan uji Pearsons chi-square untuk menguji korelasi SMO pada wanita dengan PPH. Kami menyesuaikan semua analisis dengan menggunakan prosedur 'SVY' di STATA 11.2 untuk menjelaskan pengelompokan pada tingkat fasilitas kesehatan (unit sampling primer) dan negara (strata). Outcome maternal berat didefinisikan sebagai terjadinya kematian maternal atau kejadian nyaris mari dalam waktu 7 hari setelah melahirkan atau aborsi. Kejadian nyaris mati didefinisikan sebagai kelangsungan hidup suatu kondisi yang mengancam jiwa berdasarkan nilai marker standar disfungis organ. P