Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

36
Putusan Nomor : PUT-105740.25/2010/PP/M.XVA Tahun 2018 Jenis Pajak : PPh Pasal 4 Ayat (2) Final Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober 2010 sebesar Rp179.877.846.975,00 yang terdiri dari: 1. Koreksi Objek dari Procurement sebesar Rp76.044.245.280,00; 2. Koreksi Objek dari Percentage of Completion sebesar Rp103.833.601.695,00; yang tidak disetujui Pemohon Banding; bahwa hasil pembahasan Majelis atas sengketa banding a quo adalah sebagai berikut : 1. Koreksi Pajak Objek dari Procurement sebesar Rp.76.044.245.280,00 Menurut Terbanding: bahwa Procurement yang dibutuhkan merupakan bagian dari kontrak antara PT PL (Persero) dengan konsorsium DEC dan PT DE; bahwa sesuai Pasal 5 ayat (1) huruf b UU PPh bahwa yang menjadi Obyek Pajak Bentuk Usaha Tetap adalah penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia dan Procurement merupakan bagian pekerjaan jasa konstruksi yang terintegrasi dan nilai kontrak jasa konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan; bahwa sesuai Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 mengatur dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan nilai kontrak jasa konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri maka selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh penyedia jasa; bahwa berdasarkan Laporan Audit Tahun 2009, Pemohon Banding sudah mengakui Procurement sebagai Penghasilan di Tahun 2009 maka Procurement ini seharusnya juga diakui Pemohon Banding sebagai Penghasilan di Tahun 2010 sehingga Procurement merupakan objek PPh Final Pasal 4 ayat (2); bahwa Terbanding berpendapat bahwa Procurement merupakan bagian pekerjaan jasa konstruksi yang terintegrasi dan nilai kontrak jasa konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak secara keseluruhan sehingga Terbanding mengusulkan untuk menolak keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi Terbanding; bahwa dalam persidanganTerbanding menyampaikan penjelasan tertulis yang disempurnakan dengan kesimpulan akhir yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut: Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009 antara lain: - Pasal 3 ayat (1) - Pasal 25 ayat (6) - Pasal 27 ayat (4a) - Pasal 28 ayat (1) - Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 antara lain: - Pasal 5 ayat (1) - Penjelasan Pasal 5 ayat (1) SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK

Transcript of Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

Page 1: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

Putusan Nomor : PUT-105740.25/2010/PP/M.XVA Tahun 2018

Jenis Pajak : PPh Pasal 4 Ayat (2) Final

Tahun Pajak : 2010

Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah koreksipositif Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2)Masa Pajak Oktober 2010 sebesar Rp179.877.846.975,00 yang terdiridari:

1. Koreksi Objek dari Procurement sebesar Rp76.044.245.280,00;2. Koreksi Objek dari Percentage of Completion sebesar Rp103.833.601.695,00;yang tidak disetujui Pemohon Banding;

bahwa hasil pembahasan Majelis atas sengketa banding a quo adalah sebagai berikut :

1. Koreksi Pajak Objek dari Procurement sebesar Rp.76.044.245.280,00

Menurut Terbanding:

bahwa Procurement yang dibutuhkan merupakan bagian dari kontrak antara PT PL (Persero)dengan konsorsium DEC dan PT DE;

bahwa sesuai Pasal 5 ayat (1) huruf b UU PPh bahwa yang menjadi Obyek Pajak Bentuk UsahaTetap adalah penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberianjasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetapdi Indonesia dan Procurement merupakan bagian pekerjaan jasa konstruksi yang terintegrasi dannilai kontrak jasa konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi secarakeseluruhan;

bahwa sesuai Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 mengatur dalam halterdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan nilai kontrak jasakonstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetorsendiri maka selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh penyedia jasa;

bahwa berdasarkan Laporan Audit Tahun 2009, Pemohon Banding sudah mengakui Procurementsebagai Penghasilan di Tahun 2009 maka Procurement ini seharusnya juga diakui PemohonBanding sebagai Penghasilan di Tahun 2010 sehingga Procurement merupakan objek PPh FinalPasal 4 ayat (2);

bahwa Terbanding berpendapat bahwa Procurement merupakan bagian pekerjaan jasa konstruksiyang terintegrasi dan nilai kontrak jasa konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontraksecara keseluruhan sehingga Terbanding mengusulkan untuk menolak keberatan PemohonBanding dan mempertahankan koreksi Terbanding;

bahwa dalam persidanganTerbanding menyampaikan penjelasan tertulis yang disempurnakandengan kesimpulan akhir yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009 antara lain:- Pasal 3 ayat (1)- Pasal 25 ayat (6)- Pasal 27 ayat (4a)- Pasal 28 ayat (1)- Pasal 28 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhirdengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 antara lain:- Pasal 5 ayat (1)- Penjelasan Pasal 5 ayat (1)

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 2: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha JasaKonstruksi antara lain:- Pasal 1 angka 5- Pasal 1 angka 9- Pasal 3 ayat (1)- Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a- Pasal 5 ayat (1)- Pasal 5 ayat (2)- Pasal 5 ayat (3)- Pasal 6 ayat (1)

Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat China mengenaiPenghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak AtasPenghasilan (P3B Indonesia — China) antara lain:- Pasal 5 angka 3 huruf a- Pasal 7 angka 1

Definisi Konstruksi, Jasa Konstruksi, Industri/Sektor Konstruksi

bahwa konstruksi secara umum dipahami sebagai segala bentuk pembuatan/pembangunan infrastruktur jalan,jembatan, bendung, jaringan irigasi, gedung, bandara, pelabuhan, instalasi telekomunikasi, industri proses, dansebagainya serta pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur (Well, 1986). Namun demikian, konstruksidapat juga dipahami berdasarkan kerangka perspektif dalam konteks jasa, industri, sektor atau kluster. MenurutUndang-Undang tentang Jasa Konstruksi, jasa konstruksi adalah jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasansuatu pekerjaan konstruksi. Sektor konstruksi dikonsepsikan sebagai salah satu sektor ekonomi yang meliputi unsurperencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan operasional berupa transformasi dari berbagai input materialmenjadi suatu bentuk konstruksi (Moavenzadeh, 1978). Industri konstruksi sangat esensial dalam kontribusinyapada proses pembangunan, dimana hasil produk industri konstruksi seperti berbagai sarana, dan prasaranamerupakan kebutuhan mutlak pada proses pembangunan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat (Henriod,1984);

bahwa industri konstruksi secara luas yang terdiri dari pelaksanaan kegiatan di lapangan beserta pihak stakeholderseperti kontraktor, konsultan, material supplier, plant supplier, transport supplier, tenaga kerja, asuransi, danperbankan dalam suatu transformasi input menjadi suatu produk akhir yang mana dipergunakan untuk mengakomodasi kegiatan sosial maupunbisnis dari society (Bon, 2000);

bahwa sementara, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) definisi sektor konstruksi adalah suatu kegiatan yang hasil akhirnya berupa bangunan/konstruksi yang menyatudengan lahan tempat kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana kegiatan Iainnya. Kegiatan konstruksi meliputi perencanaan, persiapan,pembuatan, pemasangan/instalasi, pembongkaran, dan perbaikan bangunan. Kegiatan konstruksi dilakukan oleh kontraktor umum (perusahaan konstruksi) maupun olehkontraktor khusus unit usaha atau individu yang melakukan kegiatan konstruksi untuk dipakai sendiri);

bahwa definisi sektor konstruksi oleh US SIC (United State Standard Industry Classification) adalah bahwa the construction sector comprises establishments primarilyengaged in the construction of buildings and other structures, heavy construction (except buildings), additions, alterations, reconstruction, installation, and maintenanceand repairs. Establishments engaged in demolition or wrecking of buildings and other structures, clearing of building sites, and sale of materials from demolishedstructures are also included. This sector also includes those establishments engaged in blasting, test drilling, landfill, leveling, earthmoving, excavating, land drainage,and other land preparation;

bahwa sedangkan NAIC (North American Industry Classification) menjelaskan bahwa this sector comprises establishments primarily engaged in constructing, repairingand renovating buildings and engineering works, and in subdividing and developing land. These establishments may operate on their own account or under contract toother establishments. They may produce complete projects or just parts of projects. Establishments often subcontract some or all of the work involved in a project.Establishments may produce new construction, or undertake repairs and renovations to existing structures. A construction establishment may be the only establishment ofan enterprise, or one of several establishments of an integrated real estate enterprise engaged in the land assembly, development, financing, building and sale of largeprojects;

bahwa kerangka teoritis sektor konstruksi menurut Parikesit dan Suraji (2005) terdiri dari industri (usaha) dan perdagangan (pengusahaan) dari suatu produk konstruksi.Modalitas dari sektor konstruksi adalah kapital, sumber daya manusia, teknologi dan model busines proses serta informasi, akses pasar, sistem transaksi danpenjaminan kualitas. Pengertian konstruksi secara lebih luas juga dapat dijelaskan dengan pendekatan kluster konstruksi (Suparto, 2006). Kluster konstruksimenggambarkan semua elemen baik Iangsung maupun tidak langsung terkait dengan elemen-elemen dalam industri konstruksi. Di Scotlandia (2004), kluster konstruksidikonsepsikan sebagai representasi dari subyek klien, berbagai tipe pasar konstruksi, institusi yang bertugas meningkatkan kapasitas, layanan pendukung, aktifitaskonstruksi, dan rantai suplainya serta para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan konstruksi. Barret (2005) menggunakan istilah sistem konstruksi untukmenggambarkan berbagai entitas baik subyek maupun obyek berdasarkan kerangka siklus hidup proyek konstruksi. Menurut Barret (2005) dalam sistem konstruksiterdapat 3 (tiga) arena dimana pemangku kepentingan berperan melakukan perubahan. Pada arena pengetahuan dan perilaku, masyarakat dan pendidikan sertapenelitian menjadi medium bagi para pemangku kepentingan. Selanjutnya, pada arena kerangka kerja dan penyelenggaraan konstruksi, pihak industri atau klien, pihakyang mengadakan konstruksi, dan pemerintah serta tim proyek konstruksi menjadi pemangku kepentingan. Dalam hal ini, pemerintah, industri atau klien serta pihak yangmengadakan konstruksi adalah pemangku kepentingan utama sebagai pemantik perubahan;

bahwa konstruksi sebagai representasi bisnis dikonsepsikan sebagai aktifitas, cara penyelenggaraan (mode of delivery) dan bentuk suplai. Menurut Europen Union (EU)aktifitas untuk membuat obyek konstruksi tersebut dijelaskan sebagai bagian dari kegiatan ekonomi yang disebut sektor konstruksi yaitu (1) sitepreparation, (2) building of complete constructions or parts thereof, and civil engineering, (3) building installation, (4)building completion, dan (5) renting of construction or demolition equipment with operator. Cara penyelenggaraandapat bersifat (1) traditional seperti design only, construct only, dan supervision only; (2) design-build; (3) plantdesign-build; EPC/ EPCC/EPCF; (4) (EPC)M/PMC/CM; (5) PPP/BOT, BOO, BOOT, BOL; dan (6) aliansi;

bahwa bentuk suplai dari bisnis konstruksi adalah advisory services, studi kelayakan, survey investigation, planning,design (conceptual design, basic design, detail design), checkers, quantity surveyors, procurement, supply(equipment, material, labour, wharehouse, transportation), construction, post construction (operation andmaintenance, betterment, rehabilitation, renovation, restoration) dan demolition;

bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28Tahun 2000 Tentang Usaha Dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi dinyatakan bahwa lingkup layanan jasakonstruksi meliputi Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan konstruksi dapat dilakukan secaraterintegrasi selain terdiri atas rancang bangun (design and build); perencanaan, pengadaan; pelaksanaan terima

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 3: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

jadi (engineering, procurement, and construction); dan penyelenggaraan pekerjaan terima jadi (turn-key project);juga dapat berupa penyelenggaraan pekerjaan berbasis kinerja (performance based). Layanan jasa konstruksi yangdilaksanakan secara terintegrasi tersebut hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum;

Data dan Fakta

bahwa konsorsium Pemohon Banding dengan PT DE mendapatkan kontrak Engineering Procurement andConstruction (EPC) dari PT PL (Persero) untuk pengadaan/pengerjaan PLTU 3 Banten dan PLTU 1 Jawa Timurdengan kontrak sebagai berikut:

a) Kontrak Nomor 207.PJ./121/DIR/2007 tanggal 7 Agustus 2007 untuk Proyek Pembangkit Listrik Tenaga UapBatubara dengan kelas daya 300-400 MW, PLTU 3 Banten (3 x 315MW) dengan lokasi Teluk Naga, Banten.Total nilai kontrak untuk proyek ini adalah USD.588,789,989.00 dan Rp 2.079.145.339.700,- (included PPN)dengan rincian sebagai berikut :No. Description Foreign Currency(USD) Local Currency(USD)1 Engineering and Procurement 535,263,6262 Local Construction - 1.890.132.127.0003 Sub Total 535,263,626 1.890.132.127.0004 Contract Price 535,263,626 1.890.132.127.0005 VAT 10% 53,526,363 189.013.212.7006 Total Contract Price (Including VAT) 588,789,989 2.079.145.339.700

b) Kontrak Nomor 206.PJ./121/DIR/2007 tanggal 7 Agustus 2007 untuk Proyek Pembangkit Listrik Tenaga UapBatubara dengan kelas daya 300-400 MW, PLTU 1 Jawa Timur (3 x 315MW) dengan lokasi Pacitan, JawaTimur. Total nilai kontrak untuk proyek ini adalah USD379,469,024.00 dan Rp1.353.549.019,000,- (includedPPN) dengan rincian sebagai berikut :No. Description Foreign Currency(USD} Local Currency(USD)1 Engineering and Procurement 332,396,1522 Local Construction 12,575,840 1.230.499.108.0003 Sub Total 344,971,840 1.230.499.108.0004 Contract Price 344,971,840 1.230.499.108.0005 VAT 10% 34A97.184 123.049.911.0006 Total Contract Price (Including VAT) 379,469,024 1.353.549.019.000

bahwa berdasarkan Kontrak EPC PLTU 3 Banten dan Kontrak EPC PLTU Jawa Timur 1, dinyatakan bahwaThis Agrement is made this 7th (seventh) day of August 2007BetweenPT PL (Persero)A limited liability company under the laws of the Republic of Indonesia...(hereinafter called the "Owner") of one partAnd Consortium ofDorofang Electric CorporationA corporation organized and existing under the laws of the People's Republic of China...PT DEA corporation organized and existing under the laws of Republic of Indonesia.... (hereinafter called the "Contractor")of the other part"Whereas the Owner desires that the Works known as Coal Fired Steam Power Plant Project 300-400MW class forPLTU 3 Banten (3x315MW) location for Teluk Naga-Lontar should be designed, manufactured, tested, delivered,installed and connstructed, pre-commisioned, commisioned and performance test, taking over and guarantee certainfacilities to be executed by the Contractor""Whereas the Owner desires that the Works known as Coal Fired Steam Power Plant Project 300-400MW class forPLTU 1 Jawa Timur (2x315MW) location for Pacitan should be designed, manufactured, tested, delivered, installedand connstructed, pre-commisioned, commisioned and performance test, taking over and guarantee certain facilitiesto be executed by the Contractor"

bahwa berdasarkan Lampiran "Instructions for the Bidder" diketahui hal-hal sebagai berikut :

1.10 Bid PricesAll taxes, fees and customs charge shall be incorporated in the contract price.Price quoted in Schedule-1 shall be fully inclusive of all charges covering off loading, transportation, insurance andhandling of plant, equipment and materials onto the allocated site storage area.

2.1.32 Permanent WorksPermanent works means the Plant and all permanet works (including without limitation, all permanent structures, allwork intended to perform a continuing function after completion and any work contractually required to remain at theSite) to be constructed, completed and maintained by the Contractor in accordance with the Contract.

2.1.33 PlantPlant means and includes all and complete machinery, apparatus equipment, materials, spare parts, articles, andthings of all kind to be provided under the Contract which will form part of the Permanent Works.

2.53.1 Delivery

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 4: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

No Plant or Contractors Equipment shall be delivered to the site until an intimation in writing has been applied forand obtained by The Contractor from the Owner that delivery may be made. The contractor shall be responsible forcustom clearance, transportation to and reception on the site of all Plant and Contractor's equipment delivered forthe purpose of the contract. The owner shall receive and aplication for such and intimation by fax 30 days prior toshipment, the Contractor shall be entitled to proceed with shipment provided the other contractual obligations connected herewith have beenfulfilled.

3.4 Liquidation Damages

3.4.1 Delay In Completion of Key Date ActivitiesShould the Contractor fail to achieve Commercial operation of each unit (which key date is speciefied in Part 5 Schedule 4) the liquidated damages will beassesed against the Contractor by the Owner on the basis of one half percent (0.5%) of the Unit Price as stipulated in Part 5, Schedule 4 for each even (7)seven week, or pro rata for a part of seven (7) day week, by which operation is delayed.The maximum value of liquidated damages for delay of commercial operation date activities that may be assesed by the Owner under the Contract will be10% of the Final Contract Price.

3.5 Transportation to The SiteThe Contractor shall be responsible for and make good any and all damage or deterioration which occurs to the Plant during transit. All plant shall be shippedbelow deck unless the Owner's express agreement has been previously obtained.The Contractor shall transport all Plant from the shop to the Site and shall maintain full responsibility for loading and unloading, handling, transportation,storage and maintenance during storage at Site and the corresponding mandatory insurance. The Contractor shall deliver the Plant to the Site in adequatetime for its preparation, erection and commisioning according to the Schedule.

3.52 Shipping DocumentationThe Contractor shall forward four (4) copies of each of the following shipping documents on all shipments under this contrac, except for air shipments, so thatthe documents will arrive at the offices of the Owner at least one week prior to the shipment arriving at Site. Except for certificates of insurance, thesedocument are required fo customs clearance. The Contractor shall forward copy of the insurance certificates separate with the shipping document forpayment purpose.

- F.O.B Invoice- Certificate of Insurance- Bill of Lading (see the following table for the type off Bill of Lading)- Packing List

3.10.Customs ClearanceThe Contractor shall be responsible for Indonesian customs clearance off all Plant, equipment and materials for the Work and for the performance of erectionand commisioning work under the Contract. The Contractor will assist the Contractor by issuing suporting letters necessary for customs clearance. SuratKuasa for custom clearance shall be issued by the Owner based on one copy of the set shipping documents. Customs clearance will take place at the site, atthe port of destination, at the international airports at Jakarta or other appropriate port. All fees or levies shall be to the account of the Contractor.

3.13.Scope Erection, Commissioning and TestingThe Contractor shall be responsible for delivering to and off loading at the Site all his Plant and ConstructionEquipment/Plant and their handling and transporting on or about the Site to the place of installation or to and fromhis temporary store or the outdoor storage area allocated for his use;

Pendapat Terbanding

bahwa Kontrak EPC PLTU 3 Banten dan Kontrak EPC PLTU Jawa Timur 1, bahwa ruang lingkup kegiatan proyek tersebutmeliputi Engineering, Procurement dan local Construction (EPC);

bahwa berdasarkan Kontrak EPC PLTU 3 Banten dan Kontrak EPC PLTU Jawa Timur 1, bahwa ruang lingkup kegiatanproyek tersebut meliputi Engineering, Procurement dan local Construction (EPC);

bahwa berdasarkan Kontrak EPC PLTU 3 Banten dan Kontrak EPC PLTU Jawa Timur 1, pada Lampiran Schedule 1.1Summary Price, diketahui bahwa pekerjaan FOB/Procurement telah termasuk dalam nilai kontrak EPC yang diperjanjikan;

bahwa berdasarkan Kontrak EPC PLTU 3 Banten dan Kontrak EPC PLTU Jawa Timur 1, pekerjaan yang harusdilaksanakan DEC (China) adalah dalam rangka menyediakan Power Plant/PLTU secara utuh dan dapat beroperasidengan baik kepada PT PL (Persero) dimana proyek tersebut merupakan Turnkey Project;

bahwa pekerjaan yang diperjanjian dalam kontrak EPC dimaksud meliputi pekerjaan perancangan, produksi, pengujian,pengiriman, pemasangan/konstruksi, persiapan/uiji coba, penyerahan dan pemberian garansi/jaminan puma jual, sehinggapower plant yang diperjanjikan dapat digunakan oleh PT PL;

bahwa komponen/material yang dibutuhkan untuk pembuatan PLTU berupa Electrical (Power Station, Substation, Controland Instrumentation) dan Mechanical (Boiler and Auxiliary Equipment, Steam Turbine and Auqiliary, Condenser and FeedWater Heating Plant, Plant Water System, Drainage and Waste Water Treatment Plant, Fire Protection System, etc), yangdiimpor dari DEC (China) keseluruhan nilainya (FOB/Procurement) telah termasuk dalam nilai kontrak EPC yangdiperjanjikan;

bahwa sesuai Kontrak EPC, kontraktor bertanggung jawab secara penuh dalam proses pengiriman darikomponen/material termasuk pengurusan dokumen impor dalam rangka customs clearance yang diperiukan, sehinggakomponen/material tersebut dapat tersedia dan siap dipasang di lokasi PLTU;

bahwa dalam melaksanakan hal-hal yang diperjanjikan dalam kontrak sampai selesai dan kemudian diserahkan kepadaPT PL, DEC selaku induk dari Pemohon Banding melibatkan Pemohon Banding khususnya untuk pekerjaan konstruksiberupa rumah untuk pembangkit listrik;

bahwa kontruksi/pembangunan rumah pembangkit listrik yang dilakukan Pemohon Banding adalah merupakan satukesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan sebagai hal yang telah diperjanjikan dalam kontrak sehingga PLTU

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 5: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

dapat diserahkan secara utuh dan siap beroperasi kepada PT PL melalui suatu turnkey project;

bahwa Pemohon Banding juga tidak konsisten dalam pelakukan pencatatan/pengakuan atas FOB/Procurement, karenaberdasarkan Laporan Keuangan Tahun 2008 dan 2009 yang dilampirkan dalam SPT PPh Badan Tahun Pajak 2008 dan2009, nilai FOB/Procurement merupakan bagian dari pendapatan Pemohon Banding;

bahwa pemohon Banding telah diberi hak untuk meminta penjelasan terkait dasar koreksi pemeriksaan/keberatan sesuaiketentuan Pasal 25 ayat (6) dan Pasal 27 ayat (4a) UU KUP, namun demikian Pemohon Banding memilih untuk tidakmempergunakan haknya tersebut. Disamping itu, selain upaya melalui pengajuan keberatan dan banding, PemohonBanding juga melakukan upaya Mutual Agreement Prosedure (MAP) kepada Terbanding;

bahwa dalam surat keberatan maupun surat banding dari Pemohon Banding, sama sekali tidak mempermasalahkanterkait penghitungan Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 4 ayat (20 Final yang dilakukan Terbanding;

bahwa sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim Yang Mulia, Pemohon Banding sampaikan Keputusan Bandingatas kasus yang serupa yang terjadi di Pengadilan Pajak yaitu:a) Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.77136/PP/M.VIB/25/2016 yang diucapkan tanggal 15 November 2016;b) Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.79454/PP/M.VIB/25/2016 yang diucapkan tanggal 20 Desember 2016;

bahwa berdasarkan data dan ketentuan tersebut di atas, Terbanding berpendapat FOB/ Procurement merupakanpenghasilan dari Pemohon Banding, karena merupakan merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidakterpisahkan sebagai hal yang telah diperjanjikan dalam kontrak sehingga PLTU dapat diserahkan secara utuh danslap beroperasi kepada PT PL melalui suatu turnkey project;

Menurut Pemohon Banding:

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding terkait koreksi atas objek PPhFinal Pasal 4 ayat (2) yang berasal dari Procurement sebesar Rp76.044.245.280,00 dengan alasansebagai berikut:

bahwa koreksi Objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) tersebut dikenakan atas Procurement (PengadaanBarang) yang diserahkan langsung oleh DEC China kepada PT. PL (Persero) tanpa melaluiPemohon Banding di Indonesia;

bahwa ketentuan-ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 tentangPajak Penghasilan sebagaimana yang diubah terakhir Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dantidak berlaku jika perusahaan tersebut membuktikan bahwa aktivitas-aktivitasnya tidak dapatdilakukan oleh bentuk usaha tetap atau tidak ada hubungannya dengan bentuk usaha tetaptersebut;

bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Chinadan Indonesia, hanya bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap yang dapat dikenakanpajak di Indonesia. Dengan ini Pemohon Banding jelaskan bahwa penyediaan barang kepada PLsebesar Rp76.044.245.280,00 yang dilakukan oleh DEC China tidak dapat dilakukan oleh PemohonBanding sehingga ketentuan dalam pasal ini tetap berlaku dan sudah seharusnya pengenaan pajakatas FOB/Procurement berada di Negara tempat DEC China berkedudukan, yaitu di China;

bahwa Pasal 7 ayat (2) paragraf 10 United Nation Model Double Taxation Convention-Commentary,dimana yang dimaksud dengan “profits attributable to activities carried on the permanentestablishment” adalah “profits” yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan oleh BUT saja;

bahwa sehubungan dengan Turnkey kontrak, laba yang dikenakan di suatu negara adalah hanyaatas laba yang berasal dari aktivitas yang dilakukan oleh BUT dinegara tersebut. Dalam hal DECChina menyerahkan Procurement secara langsung kepada PT. PL (Persero) dan tidak dilakukanoleh/melalui Pemohon Banding di Indonesia maka laba atas penyerahan Procurement tersebut tidakdapat dikenakan pajak di Indonesia. Dengan demikian seharusnya atas penyerahan Procurementyang dilakukan oleh DEC China kepada PT. PL (Persero) tidak dijadikan Objek PPh Final Pasal 4ayat (2) bagi Pemohon Banding di Indonesia;

bahwa Pemohon Banding tidak memiliki kapasitas yang memungkinkan untuk melakukan kegiatanimpor barang karena Pemohon Banding tidak dapat memiliki Angka Pengenal Impor (API) dan tidakmemiliki API untuk mengimpor barang. Sehubungan dengan yang telah dijelaskan diatas bahwaLaba suatu perusahaan dikenakan di suatu Negara melalui suatu BUT dapat tidak berlaku apabilaperusahaan tersebut dapat membuktikan bahwa aktivitas-aktivitasnya tidak dapat dilakukan olehBUT;

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 6: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

bahwa kapasitas Pemohon Banding yang tidak dapat memiliki API dan tidak memiliki API jelasmenunjukan bahwa aktivitas impor yang dilakukan oleh PT. PL (Persero) dari DEC China tidakdilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh Pemohon Banding maka dapat disimpulkan bahwaPemohon Banding tidak dapat melakukan impor dan juga impor barang adalah bukan merupakanbagian dari lingkup pekerjaan Pemohon Banding, sehingga penghasilan atas Procurement tersebuttidak dapat dikenakan pajak di Indonesia. Oleh karena itu, seharusnya Penyerahan atas Impor(Procurement) kepada PT. PL (Persero) dari DEC China tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia;

bahwa terkait Pasal 5 ayat 1 (a) Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2008, Pemohon Banding tidakmenerima pembayaran apapun atas invoice yang ditagihkan oleh DEC China kepada PT PL(Persero);

bahwa berdasarkan PSAK 34, bila hasil kontrak konstruksi tidak dapat diestimasi secara andalmaka Pendapatan diakui hanya sebesar biaya yang telah terjadi sepanjang biaya tersebutdiperkirakan dapat dipulihkan (recoverable) sedangkan biaya FOB/Procurement sebesarRp76.044.245.280,00 bukan merupakan biaya yang dibukukan Pemohon Banding;

bahwa pembukuan dan pencatatan Pemohon Banding telah diaudit oleh Akuntan Publik danmendapatkan opini “Wajar Tanpa Pengecualian”, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembukuandan pencatatan Pemohon Banding yang tercermin dalam Laporan Keuangan telah memadai, taatasas, dan mempunyai dasar yang valid, dimana dalam Laporan Keuangan tersebut penghasilanberupa FOB/Procurement sebesar Rp76.044.245.280,00 bukan merupakan penghasilan ataubagian laba Pemohon Banding;

bahwa biaya FOB/Procurement merupakan pendapatan Dongfang Electric Coporation China diChina dan bukan merupakan pendapatan Pemohon Banding sehingga tidak dapat dijadikan obyekPPh Final Pasal 4 ayat (2). Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:Ø Invoice atas FOB/Procurement ditujukan kepada PT PL (Persero) langsung dari DEC China;Ø Pemohon Banding di Indonesia tidak menerima pembayaran apapun atas invoice yang ditagih

oleh DEC China kepada PT PL (Persero);Ø Pemohon Banding tidak mengeluarkan biaya apapun untuk pengadaan FOB/Procurement

sebesar Rp76.044.245.280,00. Dengan demikian, tidak ada arus kas keluar untuk pembayaranFOB/Procurement tersebut. Hal ini dapat dibuktikan melalui rekening Koran atas nama PemohonBanding;

Ø Pemohon Banding tidak memiliki hak kepemilikan atas asset/Procurement yang diimpor oleh PTPL (Persero) dari DEC China. Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 (a), BUT dikenakan pajak ataspenghasilan yang berasal dari kegiatan usaha dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya.Dengan demikian, pendapatan yang diterima oleh DEC China tidak dapat dikategorikan sebagailaba BUT;

Ø Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada PT PL (Persero) tidak samadengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh DEC China kepada PT PL (Persero). Dalam hal iniPemohon Banding bertindak sebagai pengusaha jasa konstruksi, sementara itu DEC Chinabertindak sebagai penyedia barang kepada PT PL (Persero). Berdasarkan penjelasan di atas,prinsip “force of attraction” tidak dapat diberlakukan karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 5ayat 1 (b) UU PPh. Dengan demikian, pendapatan yang diterima DEC China tidak dapatdikategorikan sebagai laba BUT;

Ø Penghasilan yang diperoleh oleh DEC China tidak termasuk ke dalam pengertian penghasilanyang menjadi obyek PPh Pasal 26;

bahwa untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara lain, Pemerintahberwenang melakukan perjanjian dengan Pemerintah Negara lain yang mengatur hak-hakpemajakan dari masing-masing Negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkanpengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak;

bahwa perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara China dan Indonesia merupakanperjanjian untuk mengatur hak perpajakan baik di Negara Indonesia maupun China. Berdasarkan“Vienna Convention on the Law of the Treaties” dan Undang-Undang No. 24 tahun 2000 mengenaiPerjanjian Internasional sebagaimana telah Pemohon Banding kutip diatas, tampak bahwakesepakatan dari suatu perjanjian internasional tidak dapat dikesampingkan oleh kedua pihak yangtelah menyetujuinya. Sehingga dalam hal ini, P3B yang merupakan perjanjian internasional antarapemerintah Indonesia dan China harus mengikat kedua pihak dan harus menjadi pedoman dalammenerapkan perlakuan pengenaan pajak;

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 7: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding di atas, menurut Pemohon Banding koreksiTerbanding atas Objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp76.044.245.280,00 atas penyerahanProcurement yang diserahkan oleh DEC China kepada PT. PL (Persero) tidak dapat dijadikan ObjekPPh Final Pasal 4 ayat (2) bagi Pemohon Banding di Indonesia sesuai dengan PerjanjianPenghindaran Pajak Berganda (P3B) antara China dan Indonesia Pasal 7 ayat 1 oleh sebab itukoreksi Terbanding beserta sanksi seharusnya dibatalkan;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan penjelasan-penjelasan tertulis yangdisempurnakan dengan Kesimpulan Akhir yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagaiberikut:Latar Belakang Pendirian BUT DECIPbahwa Pasal 2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 50/PRT/1991 tentang Perizinan PerwakilanPerusahaan Jasa Konstruksi Asing, mengatur:1) Perusahaan Jasa Konstruksi Asing yang akan mengadakan kegiatan di Indonesia wajib

membuka Perwakilan di Indonesia;2) Untuk membuka perwakilan di Indonesia, diperlukan izin dari Menteri;3) Izin Perwakilan Perusahaan Jasa Konstruksi Asing hanya dapat diberikan setelah Perusahaan

Jasa Konstruksi Asing memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan.bahwa Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor: 02 tanggal 29 November 2011(PERJK-02) :- bahwa Pasal 9 ayat (1) dalam PERJK-02 menyatakan bahwa Gred 5, Gred 6 dan Gred 7

dikategorikan dalam kualifikasi usaha jasa konstruksi yang mempunyai kualifikasi usaha besar.Persyaratan untuk mendapatkan Gred tersebut didasarkan pada tingkat/kedalaman kompetensidan potensi kemampuan usaha;

- bahwa sesuai Pasal 10 ayat (4), Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing harus memenuhipersyaratan kualifikasi Gred 7 yang kriterianya meliputi memiliki Tenaga Ahli yang memilikipengalaman dan SKA sesuai dengan bidangnya, yang diangkat oleh Badan Usaha sebagaipegawai bekerja penuh waktu untuk bertanggung jawab dalam bidang pekerjaan tertentu;

- bahwa lebih lanjut, dalam Pasal 14 ayat (6) menyatakan bahwa Badan Usaha asing hanya dapatmemiliki klasifikasi usaha dengan kualifikasi Gred 7 (gred tertinggi).

bahwa dapat Pemohon Banding sampaikan bahwa porsi pekerjaan procurement kepada PT PL(Persero) Indonesia dalam proyek PLTU 1 Jawa Timur (2x315 MW) – Pacitan dan proyek PLTU 3Banten (3x315 MW) – Teluk Naga bukan merupakan objek penghasilan kena pajak dari PemohonBanding di Indonesia, dengan alasan sebagai berikut:- DEC (China) (“DEC China“) adalah perusahaan yang didirikan di China dan merupakan Wajib

Pajak di negara China. DEC China memenangkan Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik bagiPL. Pekerjaan ini dimenangkan DEC China dan ditandatanganilah kontrak Engineering,Procurement, and Construction (EPC) antara DEC China dengan PL dan PT DE pada tanggal 7Agustus 2007, untuk 2 proyek yaitu PLTU 1 Jawa Timur (2x315 MW) – Pacitan dan proyek PLTU3 Banten (3x315 MW) – Teluk Naga;

- EPC Contract ini dibagi menjadi 3 bagian pekerjaan, yakni bagian Engineering, bagianProcurement dan bagian Construction, dengan jatah penghasilan masing-masing atau terpisah.Terkait hal tersebut, seluruh bagian pekerjaan Procurement dikerjakan dan diserahkan secaralangsung oleh Perusahaan induk yang berada di China dan Pemohon Banding sama sekali tidakterlibat dalam bagian pekerjaan. DEC China merupakan perusahaan yang bertanggung jawabatas seluruh pekerjaan EPC (Engineering, Procurement, and Construction). Dari proyek EPC ini,Procurement merupakan pengadaan barang/mesin yang dilakukan oleh DEC China dengan caramemproduksi atau merakit barang/mesin selesai di China (di luar wilayah Indonesia) dan setelahbarang/mesin dirakit, dikirim ke Indonesia yang langsung diterima/diimpor atas nama PL;

- Sebagaimana disebutkan dalam peraturan di atas dan sesuai dengan pengaturan dalam TaxTreaty Indonesia – China dimana untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi di Indonesia,perusahaan asing harus melaksanakannya melalui Bentuk Usaha Tetap, sehingga PemohonBanding didirikan untuk memenuhi ketentuan dari Menteri Pekerjaan Umum dan agar bisamelaksanakan pekerjaan konstruksi di Indonesia yang membutuhkan waktu lebih dari 183 hari;

- Pemohon Banding terdaftar sebagai perusahaan konstruksi di Kementrian Pekerjaan Umum dantelah mendapatkan ijin sebagai perusahaan konstruksi kualifikasi besar (Badan Usaha asinghanya dapat memiliki klasifikasi usaha dengan kualifikasi Gred 7 yang dikategorikan dalamkualifikasi usaha jasa konstruksi yang mempunyai kualifikasi usaha besar);

- Sesuai dengan ijinnya, Pemohon Banding hanya diperbolehkan melaksanakan kegiatan tertentusaja yang terkait penyerahaan jasa konstruksi dimana kegiatan impor atau penjualan barangtidaklah termasuk dalam salah satu dari kegiatan usaha yang boleh dilaksanakan oleh Pemohon

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 8: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

Banding. Dengan demikian, dalam pelaksanaan proyek EPC, Pemohon Banding hanyabertanggung jawab terhadap bagian pelaksanaan pekerjaan konstruksi, sedangkan bagianProcurement dilaksanakan oleh DEC China karena Pemohon Banding tidak mempunyai izinuntuk melaksanakan kegiatan memproduksi/merakit barang/mesin;

- Dengan kata lain, dalam pelaksanaan proyek EPC, terdapat 2 (dua) entitas yang bertanggungjawab, yaitu:1. DEC (China), selaku Wajib Pajak negara China yang bertanggung jawab atas seluruh

kegiatan Procurement (pengadaan barang/mesin) dalam proyek EPC; dan2. Pemohon Banding, selaku Wajib Pajak Indonesia, bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan

konstruksi dan jasa teknik (bertanggung jawab atas bagian Construction and Engineering)dalam proyek EPC;

bahwa penyerahan procurement yang dilakukan oleh DEC (China) kepada PT. PL (Persero) tidakseharusnya dijadikan Objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) bagi Pemohon Banding :Pasal 7 ayat 1 dalam P3B Indonesia-China:“The profits of an enterprise of a Contracting State shall be taxable only in that Contracting Stateunless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanentestablishment situated therein. If the enterprise carries on business as aforesaid, the profits of theenterprise may be taxed in the other Contracting State but only so much of them as is directly orindirectly attributable to that permanent establishment.The provisions of this paragraph shall, however, not apply if the enterprise proves that the aboveactivities are not undertaken by the permanent establishment or have no relation with the permanentestablishment."Terjemahannya:“Laba perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak diNegara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usahanya di Negara Pihak lainnyapada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana. Apabila perusahaantersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas laba perusahaantersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasaldari bentuk usaha tetap tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung.Namun, ketentuan-ketentuan pada ayat ini tidak berlaku jika perusahaan tersebut membuktikanbahwa aktivitas-aktivitasnya tidak dapat dilakukan oleh bentuk usaha tetap atau tidak adahubungannya dengan bentuk usaha tetap tersebut.“bahwa karena ada perbedaan terjemahan, seharusnya adalah “tidak dilakukan“ bukan “tidak dapatdilakukan“. Oleh sebab itu Pemohon Banding mengambil dasar pengertian dari Tax Treaty bahasaInggris yang seharusnya diterjemahkan menjadi :bahwa kalimat kedua dari Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia-China ini memberikan pengecualian daripengenaan pajak di Indonesia. Pengecualian tersebut berlaku apabila:(i) DEC China di China dapat membuktikan bahwa aktivitas procurement tidak dilakukan oleh BUT-

nya di Indonesia.atau;

(ii) DEC China di China dapat membuktikan bahwa aktvitas procurement tidak memiliki hubungandengan BUT-nya di Indonesia.

bahwa perlu digarisbawahi bahwa kata sambung yang digunakan dalam kalimat kedua dariketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia-China adalah kata "atau";bahwa menurut butir 263 dari Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan, kata "atau" memiliki sifat alternatif. Artinya, jika katasambung yang digunakan adalah "atau", maka pemenuhan salah satu dari dua pilihan adalah cukupuntuk memenuhi suatu persyaratan;bahwa berdasarkan ketentuan di atas, jika salah satu saja dari dua persyaratan di dalam kalimatkedua ketentuan Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia-China dipenuhi, maka penghasilan dari bagianpekerjaan Procurement terkait EPC Contract bukanlah merupakan penghasilan kena pajak bagiPemohon Banding. Dengan ini Pemohon Banding jelaskan bahwa penyediaan barang kepada PTPL (Persero) yang dilakukan oleh DEC (China) tidak dapat dilakukan oleh BUT DECIP sehinggaketentuan dalam pasal ini tetap berlaku dan sudah seharusnya pengenaan pajak atasFOB/Procurement berada di Negara tempat DEC China berkedudukan, yaitu di China;bahwa Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pajak Penghasilan:”Yang menjadi Objek Pajak bentuk usaha tetap adalah:b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di

Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 9: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

Indonesia;”Penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf bbahwa asumsi Terbanding yang mengganggap kegiatan usaha yang dilakukan Pemohon Bandingdengan DEC (China) merupakan kegiatan usaha yang sejenis adalah tidak tepat. Perlu ditegaskan,dalam hal ini Pemohon Banding melakukan penyerahan jasa konstruksi, sedangkan DEC (China)bertindak sebagai penyedia barang (secara langsung tanpa melalui perantara) kepada PT PL(Persero). Berdasarkan penjelasan di atas, prinsip “force of attraction” tidak dapat diberlakukankarena tidak memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat 1 huruf (b) UU PPh.bahwa United Nation Model Double Taxation Convention – Commentary Pasal 7 ayat (2) paragraf10 disebutkan bahwa:“The question thus arose how much of the total profits of the turnkey contract is properly attributableto the permanent establishment and taxable in the county in which it is situated. A member from adeveloped country said that he knew of instances in which countries had sought to attributable theentire profits of the contract to the permanent establishment. It was his view, however, that only theprofits attributable to activities carried on by the permanent establishment should be taxed in thecountry in which the permanent establishment was situated, unless the profits included items ofincome dealt with separately in other article of the convention and were taxable in that countryaccordingly.”bahwa sebagaimana dijelaskan dalam United Nation Model Double Taxation Convention –Commentary Pasal 7 ayat (2) paragraf 10 tersebut diatas, dimana yang dimaksud dengan “profitsattributable to activities carried on the permanent establishment” adalah “profits” yang diperoleh darikegiatan yang dilakukan oleh BUT saja. Sehubungan dengan Turnkey kontrak, laba yang dikenakandi suatu negara adalah hanya atas laba yang berasal dari aktivitas yang dilakukan oleh BUT dinegara tersebut. Dalam hal DEC (China) menyerahkan Procurement secara langsung kepada PT.PL (Persero) dan tidak dilakukan oleh Pemohon Banding di Indonesia maka laba atas penyerahanprocurement tersebut tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia, namun dikenakan pajak di China;bahwa apabila atas penyerahan procurement yang dilakukan oleh DEC (China) dikenakan pajaklagi di Indonesia, maka terjadi pengenaan pajak berganda/Double Taxation atas pajak yang tidakseharusnya terutang di Indonesia. Dengan demikian atas penyerahan procurement yang dilakukanoleh DEC (China) kepada PT. PL (Persero) tidak seharusnya dijadikan Objek PPh Final Pasal 4 ayat(2) bagi Pemohon Banding;bahwa FOB/Procurement yang dilakukan oleh DEC (China) adalah kegiatan usaha yang tidak dapatdilakukan oleh Pemohon Banding.bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 31/M-DAG/PER/7/2007:Pasal 2“Impor hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan dagang, perusahaan industry, kontraktor KKSatau perusahaan penanaman modal yang telah memiliki API.”Pasal 3(1)Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilaksanakan tanpa API untuk:

a. Barang pindahan;b. Barang impor sementara;c. Barang promosid. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;e. Barang kiriman, hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, social, kebudayaan atau untuk

kepentingan penanggulangan bencana alam;f. Obat-obatan yang menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan

masyarakat;g. Barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pekerjaan dan penggujian;h. barang ekspor yang ditolak oleh pembeli di luar negeri kemudian diimpor kembali dalam

kuantitas yang sama dengan kuantitas pada saat diekspor;i. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia

berdasarkan asas timbal balik;j. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;

atauk. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan.

(2)Impor dapat dilaksanakan tanpa API apabila:a. Impor tidak dilakukan secara terus menerus dan yang tidak dimaksudkan untuk

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 10: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

diperdagangkan atau yang tidak dimaksudkan untuk dipindahtangankan; danb. Barang yang diimpor adalah barang untuk keperluan lainnya yang berupa alat penunjang

kelancaran produksi atau alat pembangunan infrastruktur.”bahwa FOB/Procurement yang dilakukan oleh DEC (China) adalah kegiatan usaha yang tidak dapatdilakukan oleh Pemohon Banding.Pemohon Banding tidak memiliki kapasitas yang memungkinkanuntuk melakukan kegiatan impor barang karena Pemohon Banding tidak dapat memiliki AngkaPengenal Impor (API) dan tidak memiliki API untuk mengimpor barang. Sehubungan dengan yangtelah dijelaskan diatas bahwa Laba suatu perusahaan dikenakan di suatu Negara melalui suatuBUT dapat tidak berlaku apabila perusahaan tersebut dapat membuktikan bahwa aktivitas-aktivitasnya tidak dapat dilakukan oleh BUT;bahwa kapasitas Pemohon Banding yang tidak memiliki API dan tidak dapat memiliki API jelasmenunjukkan bahwa aktivitas impor yang dilakukan oleh PT PL (Persero) dari DEC (China) tidakdilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh Pemohon Banding. Sesuai dengan izin usaha yangdiperoleh BUT Dongfang dari Kementerian Pekerjaan Umum - Badan Pembinaan Konstruksitertanggal 13 Oktober 2015 , jenis usaha yang diizinkan adalah hanya dalam bidang jasa konstruksi(tidak termasuk perakitan permesinan/peralatan, tidak termasuk izin mengimpor atau jual beliperalatan);bahwa oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Pemohon Banding tidak dapat melakukan impordan juga impor barang adalah bukan merupakan bagian dari lingkup pekerjaan Pemohon Banding,sehingga penghasilan atas procurement tersebut tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia. Olehkarena itu, seharusnya Penyerahan atas Impor (Procurement) kepada PT PL (Persero) dari DEC(China) tidak dikenakan pajak di Indonesia;Pendapatan FOB/Procurement telah diakui dan dibukukan sebagai Pendapatan oleh DEC (China)bahwa lebih lanjut, berikut adalah rincian penjelasan Pemohon Banding atas pencatatan nilaipendapatan Procurement/Impor DEC (China) yang dikoreksi oleh Terbanding:

No Keterangan DPP PPh Final 4 (2) PPh Final 4 (2)1 Pendapatan FOB/Procurement telah diakui dan dibukukan sebagai Pendapatan

oleh DEC (China) di Tahun 2010- Proyek Teluk Naga 1.397.839.738.303 139.783.973.830- Proyek Pacitan 363.743.331.511 36.374.333.151

2 Pendapatan FOB/Procurement Tahun Pajak 2009 yang telah diakui dandibukukan sebagai pendapatn oleh DEC (China) di Tahun 2009 dan telahdijadikan koreksi FOB/Procurement pada saat pemeriksaan pajak tahun 2009namun masih dijadikan lagi sebagai koreksi Pendapatan FOB/Procurement diTahun Pajak 2010, sehingga telah terjadi pengenaan pajak sebanyak 3 (tiga)kali, yaitu dikenakan pajak di negara China, dikenakan pajak di Tahun 2009, dandikenakan pajak lagi di Tahun 2010

533.342.300.139 53.334.230.014

3 Kegiatan FOB/Procurement yang terkait dengan pengertian barang rusakkepada PL Tahun 2010

5.224.309.891 522.430.989

Jumlah 2.300.149.679.844 230.014.967.984

bahwa adapun alasan-alasan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:1) bahwa Pendapatan FOB/Procurement Tahun Pajak 2010 telah diakui dan dibukukan sebagai

pendapatan oleh DEC (China) di Tahun 2010Pencatatan akuntansi sesuai PSAK 34bahwa berdasarkan PSAK 34, bila hasil kontrak konstruksi tidak dapat diestimasi secara andal:“Pendapatan diakui hanya sebesar biaya yang telah terjadi sepanjang biaya tersebutdiperkirakan dapat dipulihkan (recoverable)”bahwa seperti yang diuraikan dalam penjelasan diatas, dikarenakan DEC (China) menyerahkanProcurement secara langsung kepada PT. PL (Persero) maka pendapatan FOB/Procurementsebesar Rp76.044.245.280,00 bukan merupakan pendapatan yang dibukukan PemohonBanding;bahwa sesuai Pasal 28 UU KUP, pembukuan dan pencatatan Pemohon Banding sudahdiselenggarakan dengan memadai, taat asas dan mempunyai dasar yang valid. Dalampenjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP disebutkan bahwa “… pembukuan harus diselenggarakandengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya Standar AkuntansiKeuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain”.bahwa pendapatan FOB/Procurement merupakan pendapatan DEC (China) di China dan bukanmerupakan pendapatan BUT DECIP sehingga tidak dapat dijadikan obyek PPh Final Pasal 4ayat (2). Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:Ø Invoice atas FOB/Procurement ditujukan kepada PT PL (Persero) langsung dari DEC (China).

Hal ini dapat dibuktikan dengan fotokopi contoh Pemberitahuan Import Barang (PIB) nomor

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 11: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

pengajuan 070000-000243-20100322-000230 tertanggal 22 Maret 2010 dengan nomorpendaftaran PIB 024652 tertanggal 06 April 2010, SSPCP, Surat Persetujuan PengeluaranBarang, dimana di dalamnya jelas terlihat bahwa pihak penjual adalah DEC yang berdomisilidi Sichuan, China dan PT PL (Persero) sebagai pihak pembeli;

Ø Pemohon Banding di Indonesia tidak menerima pembayaran apapun atas invoice yang ditagiholeh DEC (China) kepada PT PL (Persero);

Ø Pemohon Banding tidak mengeluarkan biaya apapun untuk pengadaan FOB/Procurementsebesar Rp76.044.245.280,00. Dengan demikian, tidak ada arus kas keluar untukpembayaran FOB/Procurement tersebut. Hal ini dapat dibuktikan melalui rekening Koran atasnama Pemohon Banding;

Ø Pemohon Banding tidak memiliki hak kepemilikan atas asset/procurement yang diimpor olehPT PL (Persero) dari DEC (China). Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 (a), BUT dikenakan pajak ataspenghasilan yang berasal dari kegiatan usaha dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya.Dengan demikian, pendapatan yang diterima oleh DEC (China) tidak dapat dikategorikansebagai laba BUT;

Ø Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada PT PL (Persero) tidak samadengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh DEC (China) kepada PT PL (Persero). Dalam halini Pemohon Banding bertindak sebagai pengusaha jasa konstruksi, sementara itu DEC(China) bertindak sebagai penyedia barang kepada PT PL (Persero). Berdasarkan penjelasandi atas, prinsip “force of attraction” tidak dapat diberlakukan karena tidak memenuhi ketentuanPasal 5 ayat 1 (b) UU PPh. Dengan demikian, pendapatan yang diterima DEC (China) tidakdapat dikategorikan sebagai laba BUT;

Ø Pemohon Banding hanya menagihkan invoice atas jasa konstruksi yang dilakukan oleh BUTDECIP kepada PT PL (Persero);

Ø Penghasilan yang diperoleh oleh DEC (China) tidak termasuk ke dalam pengertianpenghasilan yang menjadi obyek PPh Pasal 26;

Ø Lebih lanjut, bersamaan dengan tambahan penjelasan ini Pemohon Banding juga hendakmenyampaikan bukti pendukung berupa pernyataan auditor dari Delian Certified PublicAccountant Co. Ltd, Kantor Akuntan Publik di China (terlampir). Dalam surat pernyataanauditor tersebut, disebutkan:”We have conducted a necessary procedure to verify the authenticity of accounting books andauditor’s report and income tax return of DEC for Finance Year 2010.We verify that the Company has booked the equipments exported transaction (offshoresupplies) related to EPC Contract of Pacitan Project and Teluk Naga Project with amount ofUSD 39,970,635.44 converted into RMB 271,524,523.61 and USD 152,451,526.90 convertedinto RMB 1,037,097,247.20 in finance year 2010 respectively.We further verify that the above exported transactions amount of RMB 1,308,621,770.81 havebeen recognized as taxable income in finance year 2010 as per the chinese accountingprinciple and chinese tax regulationsWe state that our verification has been followed the Chinese Auditing Principle and ChineseAccounting Principle.”bahwa berdasarkan surat pernyataan auditor tersebut, dapat disimpulkan bahwa transaksikegiatan ekspor perlengkapan (ekspor barang oleh DEC China yang merupakan impor barangoleh PL) yang berhubungan dengan kontrak EPC di Pacitan dan Teluk Naga telah diakuisebagai pendapatan FOB/Procurement yang telah dibukukan oleh DEC (China) sebagaipendapatan dalam laporan keuangan DEC (China) dan juga telah diakui sebagai penghasilankena pajak di tahun 2010 sesuai dengan prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan yangberlaku di China. Dengan demikian, pendapatan FOB/Procurement tersebut murni memangmerupakan pendapatan DEC (China) di China;

Ø Selain itu, di dalam surat pernyataan auditor tersebut juga dilampirkan secara jelas dan rinciStatement of Segment Report for Turnover of Main Business 1 Jan 2010 to 31 Dec 2010 DEC(Parent), yang isinya menjelaskan bahwa nilai pendapatan FOB/Procurement dari DECIndonesia Proyek Teluk Naga dan Pacitan Tahun 2010 telah diakui sebagai pendapatan olehDEC (China) di China, sehingga tidak terdapat campur tangan atau keterlibatan PemohonBanding sama sekali dalam pelaksanaan bagian pekerjaan Procurement ini;

Ø Lebih lanjut, untuk memperkuat penjelasan kami, Pemohon Banding juga sudah mendapatkanbukti dari kantor pajak China bahwa pendapatan FOB/Procurement dari DEC IndonesiaProyek Teluk Naga dan Pacitan Tahun 2010 telah diakui sebagai pendapatan oleh DEC

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 12: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

(China) di China (sertifikat pembayaran Pajak Penghasilan Badan DEC (China) Tahun Pajak2010;

2) bahwa terdapat Pendapatan FOB/Procurement Tahun Pajak 2009 yang telah diakui dandibukukan sebagai pendapatan oleh DEC (China) di Tahun 2009 dan telah dijadikan koreksiFOB/Procurement pada saat pemeriksaan pajak tahun 2009 namun masih dijadikan lagi sebagaikoreksi Pendapatan FOB/Procurement di Tahun Pajak 2010, sehingga telah terjadi pengenaanpajak sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu dikenakan pajak di negara China, dikenakan pajak di Tahun2009 dan dikenakan pajak lagi di Tahun 2010 dengan total Dasar Pengenaan Pajak sebesarRp533.342.300.139,00;bahwa lebih lanjut, dapat Pemohon Banding sampaikan bahwa setelah Pemohon Banding telitilebih lanjut, ternyata terdapat sebagian koreksi Terbanding atas pendapatan FOB/ProcurementTahun Pajak 2010 yang sebenarnya sudah dijadikan koreksi pada saat pemeriksaan pajakPemohon Banding Tahun 2009. Hal ini terjadi karena dalam proses pemeriksaan Tahun 2010,Terbanding mengacu pada tanggal ketika barang sampai ke Indonesia dari China sebagaimanatertera dalam data Direktorat Jendral Bea dan Cukai;bahwa pada kenyataannya, barang-barang yang diekspor oleh DEC China tersebut telah diakuisebagai Penghasilan di DEC China atas ekspor barang (ke PL) di Tahun 2009 dan pada saat ituPemohon Banding juga mengadopsi pencatatan angka yang sama sebagai penghasilan di bukuPemohon Banding sehingga dijadikan basis sebagai pengenaan pajak atas porsi Procurement diTahun 2009;bahwa barang/mesin yang diekspor oleh DEC China tersebut baru sampai ke pelabuhan diIndonesia di tahun 2010 (sesuai dengan dokumen impor yang diperoleh Terbanding dari dataDirjen Bea Cukai). Atas data impor PL tersebut dijadikan basis untuk mengenakan pajakterhadap porsi Procurement;bahwa dengan perkataan lain, Terbanding mengoreksi porsi Procurement menggunakan basis/pendekatan/metode yang berbeda antara tahun 2009 dengan 2010. Pada Tahun 2009,Terbanding mengenakan koreksi atas porsi procurement berdasarkan angka yang dicatatPemohon Banding sebagai “Penghasilan Procurement” yaitu angka yang diakui DEC Chinasebagai Penghasilan Procurement Proyek Indonesia dimana angka FOB sebesarRp533.342.300.139,00 telah dicatat sebagai penghasilan di tahun 2009. Kemudian barangprocurement tersebut baru sampai ke pelabuhan di Indonesia pada tahun 2010 sehinggadokumen impor PL dibuat di tahun 2010 dan Terbanding menganggap dokumen impor PL adalahProcurement yang diperoleh Pemohon Banding di Tahun 2010;bahwa sehingga dengan demikian atas porsi Procurement sebesar Rp533.342.300.139,00 telahterjadi pemajakan 3 (tiga) kali yakni :1. Procurement sebesar Rp533.342.300.139,00 telah diakui sebagai penghasilan di negara

China dan dilakukan pembayaran pajak di negara China;2. Procurement sebesar Rp533.342.300.139,00 telah dikenakan pajak kepada Pemohon

Banding di tahun 2009 sebagai koreksi atas penghasilan Procurement berdasarkanpencatatan penghasilan Pemohon Banding di tahun 2009;

3. Procurement sebesar Rp533.342.300.139,00 tersebut dikenakan pajak lagi oleh Terbanding ditahun 2010 sebagai koreksi atas penghasilan Procurement berdasarkan dokumen impor PL;

bahwa adapun koreksi atas pendapatan FOB/Procurement Tahun Pajak 2009, pada kenyataanyamerupakan pendapatan DEC (China) di China dan bukan merupakan pendapatan PemohonBanding dengan pembuktian yang sama sebagaimana disebutkan di dalam poin-poin diatas.Sebagai tambahan dari pembuktian yang disebutkan dalam poin-poin di atas, PemohonBanding juga hendak menyampaikan fotokopi pernyataan dari Delian Certified Public AccountantCo. Ltd, Kantor Akuntan Publik di China. Dalam surat pernyataan auditor tersebut disebutkan :”We have conducted a necessary procedure to verify the authenticity of accounting books andauditor’s report and income tax return of DEC for Finance Year 2009.We verify that DEC (China) has booked the equipments exported transaction (offshore supplies)related to EPC Contract of Pacitan Project and Teluk Naga Project with amount of USD175,713,675.95 converted into RMB 1,146,714,346.27 and USD 266,303,947.37 converted intoRMB 1,756,361,213.49 in finance year 2009 respectively.We further verify that the above exported transactions amount of RMB 2,903,075,559.76 havebeen recognized as taxable income in finance year 2009 as per the Chinese accounting principleand Chinese tax regulationsWe state that our verification has been followed the Chinese Auditing Principle and ChineseAccounting Principle.”

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 13: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

bahwa berdasarkan surat pernyataan auditor tersebut, dapat disimpulkan bahwa transaksikegiatan ekspor perlengkapan (ekspor barang oleh DEC China yang merupakan impor barangoleh PL) yang berhubungan dengan kontrak EPC di Pacitan dan Teluk Naga telah diakui sebagaipendapatan FOB/Procurement yang telah dibukukan oleh DEC (China) sebagai pendapatandalam laporan keuangan DEC (China) dan juga telah diakui sebagai penghasilan kena pajak ditahun 2009 sesuai dengan prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan yang berlaku di China.Dengan demikian, pendapatan FOB/ Procurement tersebut murni memang merupakanpendapatan DEC (China) di China;bahwa selain itu, di dalam surat pernyataan auditor tersebut juga dilampirkan secara jelas danrinci Statement of Segment Report for Turnover of Main Business 1 Jan 2009 to 31 Dec 2009DEC (Parent), yang isinya menjelaskan bahwa nilai pendapatan FOB/Procurement dari DECIndonesia Proyek Teluk Naga dan Pacitan Tahun 2009 telah diakui sebagai pendapatan olehDEC (China) di China;bahwa dengan demikian, jelas bahwa seluruh kegiatan ekspor Procurement tidak dilakukanmelalui dan/atau tidak melibatkan Pemohon Banding, melainkan langsung dilakukan oleh DEC(China) dan PT PL (Persero).Hal ini juga diperkuat dengan adanya pernyataan dari KantorAkuntan Publik di China yang juga telah mengkonfirmasi bahwa seluruh kegiatan transaksiekspor procurement telah dicatat dan diakui sesuai dengan prinsip akuntansi dan ketentuanperpajakan yang berlaku di China;bahwa hal ini juga diperkuat dengan bukti yang Pemohon Banding dapatkan dari kantor pajakChina bahwa pendapatan FOB/Procurement dari DEC Indonesia Proyek Teluk Naga dan PacitanTahun 2009 telah diakui sebagai pendapatan oleh DEC (China) di China;bawha oleh karena itu, Pemohon Banding mohon agar Koreksi PPh Final Pasal 4 ayat (2) atasFOB (Procurement) beserta sanksinya dibatalkan karena tidak sesuai dengan ketentuan yangberlaku;

3) bahwa kegiatan FOB/Procurement yang terkait dengan penggantian barang rusak kepada PLTahun 2010;bahwa terdapat kegiatan FOB/Procurement yang merupakan penggantian barang rusak kepadaPL di Tahun 2010 sebesar Rp 5.224.309.891,00;

4) bahwa daftar impor barang yang diperoleh Terbandingmerupakan data yang tidak akurat;bahwa menurut Pemohon Banding, adalah tidak tepat apabila terbanding mengambil datamengenai pendapatan Procurement dari daftar impor yang bukan merupakan data primer dantidak didukung oleh dokumen pendukung berupa PIB, Bill of Lading, dan SSPCP. Dengandemikian, data yang dipakai Terbanding untuk mengoreksi penghasilan procurement terhadapPemohon Banding adalah tidak sah dan tidak akurat. Data yang dipakai Terbanding tidak dapatdibuktikan keakuratannya yang didukung oleh dokumen-dokumen yang menyertai impor barangyang dilakukan oleh PT PL (Persero) (pelanggan kami) dari DEC China;bahwa dengan kata lain, Pemohon Banding tidak setuju apabila procurement (barang PT PL(Persero) yang diimpor langsung dari China) dianggap sebagai penghasilan Pemohon Bandingsebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pemohon Banding di atas, terlebih lagi data yangdipakai Terbanding adalah data yang tidak akurat;

Menurut Majelis:

Menimbang:

bahwa Majelis berpendapat sengketa banding atas Koreksi sebesar Rp76.044.245.280,00 terjadikarena Terbanding berpendapat pekerjaan Procurement sebesar Rp76.044.245.280,00 merupakanbagian pekerjaan jasa konstruksi yang terintegrasi sehingga merupakan Objek Pajak Penghasilanbersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun2008, sedangkan Pemohon Banding berpendapat pekerjaan Procurement sebesarRp76.044.245.280,00 merupakan Penghasilan Kantor Pusat dan sesuai Pasal 7 ayat (1) PerjanjianPenghindaran Pajak Berganda (P3B) antara China dan Indonesia sehingga pengenaan pajaknya diNegara tempat Kantor Pusat berkedudukan (China);

Menimbang:

bahwa atas sengketa a quo dalam persidangan Terbanding berpendapat sebagai berikut :

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 14: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

- bahwa DEC (China) mendapatkan kontrak pengerjaan PLTU dari PT PL (Persero) di Pacitan dan TelukNaga yang meliputi pekerjaan Engineering dan procurement, serta Local Contraction;

- bahwa proyek DEC (China) dari PT PL (Persero) tersebut merupakan Turnkey Project dan dalamkesatuan kontrak;

- bahwa komponen material yang dibutuhkan untuk proyek PLTU Electrical (Power Station, Substation,Control and Instrumentation) dan Mechanical (Boiler and Auxiliary Equipment, Steam Turbine and Auqiliary,Condenser and Feed Water Heating Plant, Plant Water System, Drainage and Waste Water Treatment Plant, FireProtection System, dan lain-lain) yang diimpor dari DEC China, yang keseluruhan nilai(FOB/Procurement) telah termasuk dalam nilai kontrak yang diperjanjikan;

- bahwa sesuai kontrak a quo kontraktor bertanggungjawab secara penuh dalam prosespengiriman dari komponen/material termasuk pengurusan dokumen impor dalam rangka customclearence yang diperlukan sehingga komponen/material tersebut dapat tersedia dan siapdipasang di lokasi PLTU;

- bahwa dalam melaksanakan hal-hal yang diperjanjikan dalam kontra, sampai dengan selesai dankemudian diserahkan kepada PT PL (Persero), DEC (China) melibatkan Pemohon Banding khususnya untuk pekerjaankonstruksi berupa rumah untuk pembangkit listrik;

- bahwa kontruksi/pembangunan rumah untuk pembangkit listrik yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah satu kesatuan dan bagian yangtidak terpisahkan sebagai hal yang telah diperjanjikan dalam kontrak sehingga PLTU yang diserahkan secara utuh dan siap beroperasikepada PT PL (Persero) melalui suatu Turnkey Project;

- bahwa Pemohon Banding tidak konsisten dalam perlakuan pencatatan/pengakuan atas FOB/procurement karena berdasarkan LaporanKeuangan Tahun 2008 dan 2009 yang dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2008 dan 2009, Nilai FOB/procurementmerupakan bagian dari penghasilan Pemohon Banding;

- bahwa Kontrak pembangunan PLTU antara DEC (China) dengan PT PL (Persero) a quo merupakan satu kesatuankontrak yang dibuktikan dengan :a. dalam penghitungan Laba/Rugi Tahun 2008 dan 2009 unsur biaya procurement dimasukkan

dalam unsur Harga Pokok Penjualan oleh Pemohon Banding, selain itu Pemohon Bandingjuga memasukkan unsur kerugian biaya selisih kurs dalam perhitungan laba/rugi dimanaunsur kerugian selisih kurs tersebut berhubungan dengan importasi pembangkit/plant danperalatan dari DEC (China) sehingga dapat dikatakan bahwa biaya yang timbul atas importersebut menjadi biaya yang dikurangkan dalam perhitungan Laba/Rugi Pemohon Banding;

b. dalam kontrak a quo diatur bahwa apabila terjadi keterlambatan dalam penyelesaian poyekmaka DEC (China) dikenakan sanksi sebesar 10% dari nilai kontrak, hal tersebut membuktikan bahwa kontrak a quo merupakan satukesatuan yang tidak dapat dipisahkan;

c. tanpa adanya kegiatan construction dan engineering maka kegiatan procurement tidak akan ada, hal tersebut membuktikan bahwa

kegiatan Engineering, Procurement, dan Local Construction merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan;

Menimbang, bahwa berdasarkan sengketa a quo Pemohon Banding berpendapat sebagai berikut :

- bahwa untuk pekerjaan engineering dan local contraction dilakukan oleh perwakilan DEC diIndonesia (dalam hal ini Pemohon Banding) dan kegiatannya dilakukan di Indonesia yangberlokasi di Pacitan dan Teluk Naga;

- bahwa untuk pekerjaan procurement diimpor langsung dari China dengan pengimpor yangtercantum dalam PIB adalah atas nama PT PL (Persero) dan pihak penjualannya adalah DEC

(China);- bahwa Invoice atas FOB/Procurement ditujukan kepada PT PL (Persero) langsung dari DEC

China;- bahwa Pemohon Banding di Indonesia tidak menerima pembayaran apapun atas invoice yang

ditagih oleh DEC China kepada PT PL (Persero);- bahwa Pemohon Banding tidak mengeluarkan biaya apapun untuk pengadaan FOB/

Procurement sebesar Rp76.044.245.280,00;- bahwa Pemohon Banding tidak memiliki hak kepemilikan atas asset/Procurement yang diimpor

oleh PT PL (Persero) dari DEC China;- bahwa Pemohon Banding sebagai perwakilan DEC (China) di Indonesia tidak memiliki izin untuk melakukan importasi di Indonesia;

- bahwa Pemohon Banding tidak dapat melakukan impor dan juga impor barang adalah bukanmerupakan bagian dari lingkup pekerjaan Pemohon Banding, sehingga penghasilan atasProcurement tersebut tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia;

- bahwa kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada PT PL (Persero) tidaksama dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh DEC China kepada PT PL (Persero);

- bahwa Penghasilan yang diperoleh oleh DEC China tidak termasuk ke dalam pengertianpenghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 26;

- bahwa Terbanding melakukan 2 (dua) kali koreksi objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi/kegiatan FOB/Procurement sama sebesar Rp533.342.300.139,00 yakni pada Tahun Pajak 2009dan juga pada Tahun Pajak 2010;

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 15: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

Menimbang:

bahwa sebelum memeriksa apakah atas kegiatan procurement merupakan objek PPh Final Pasal 4ayat (2), Majelis terlebih dahulu memeriksa terkait hak pemajakan atas kegiatan Procurement tersebut;

bahwa terkait sengketa hak pemajakan atas kegiatan procurement, Majelis berpendapat sengketa tersebutmerupakan sengketa yang bersifat yuridis dan pembuktian;

Menimbang:

bahwa Majelis berpendapat dasar hukum yang berkaitan dengan penghasilan Bentuk Usaha Tetap yang menjadiobyek pajak adalah sebagai berikut :

bahwa Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, menyatakan :Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah :a. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai;b. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang

sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;c. penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang

terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilandimaksud.

bahwa Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PajakPenghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008menyatakan:Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempatkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentukusaha tetap di Indonesia, dikenakan pajak di Indonesia melalui bentuk usaha tetap tersebut.Huruf aBentuk usaha tetap dikenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari usaha atau kegiatan dandari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan demikian semua penghasilan tersebut dikenakanpajak di Indonesia.Huruf bBerdasarkan ketentuan ini penghasilan kantor pusat yang berasal dari usaha atau kegiatan,penjualan barang dan pemberian jasa, yang sejenis dengan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetapdianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap, karena pada hakekatnya usaha atau kegiatantersebut termasuk dalam ruang lingkup usaha atau kegiatan dan dapat dilakukan oleh bentuk usahatetap.Usaha atau kegiatan yang sejenis dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, misalnya terjadiapabila sebuah bank di luar Indonesia yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia,memberikan pinjaman secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada perusahaan diIndonesia.Penjualan barang yang sejenis dengan yang dijual oleh bentuk usaha tetap, misalnya kantor pusatdi luar negeri yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia menjual produk yang sama denganproduk yang dijual oleh bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa melalui bentuk usahatetapnya kepada pembeli di Indonesia.Pemberian jasa oleh kantor pusat yang sejenis dengan jasa yang diberikan oleh bentuk usahatetap, misalnya kantor pusat perusahaan konsultan di luar Indonesia memberikan konsultasi yangsama dengan jenis jasa yang dilakukan bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa melaluibentuk usaha tetapnya kepada klien di Indonesia.Huruf cPenghasilan seperti dimaksud dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat dianggapsebagai penghasilan bentuk usaha tetap di Indonesia, apabila terdapat hubungan efektif antaraharta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dengan bentuk usaha tetap tersebut. Misalnya,X Inc. menutup perjanjian lisensi dengan PT. Y untuk mempergunakan merk dagang X Inc. Ataspenggunaan hak tersebut X Inc. menerima imbalan berupa royalti dari PT. Y. Sehubungan denganperjanjian tersebut X Inc. juga memberikan jasa manajemen kepada PT. Y melalui suatu bentukusaha tetap di Indonesia, dalam rangka pemasaran produk PT. Y yang mempergunakan merkdagang tersebut.

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 16: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

Dalam hal demikian, penggunaan merk dagang oleh PT. Y mempunyai hubungan efektif denganbentuk usaha tetap di Indonesia, dan oleh karena itu penghasilan X Inc. yang berupa royalti tersebutdiperlakukan sebagai penghasilan bentuk usaha tetap;

bahwa Pasal 7 ayat (1) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara China dan Indonesiamenyatakan sebagai berikut :“Laba perusahaan dari suatu Negara Pihak pada persetujuan hanya akan dikenakan pajak diNegara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usahanya di Negara Pihak lainnyapada persetujuan melalui suatu bentuk Bentuk Usaha Tetap yang berada disana. Apabilaperusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas labaperusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tetapi hanya atas bagian labayang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung”;

bahwa Majelis berpendapat berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun2008, penghasilan Bentuk Usaha Tetap terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu :1. Penghasilan dari usaha/kegiatan dan dari harta Bentuk Usaha Tetap tersebut;2 Penghasilan kantor pusat dengan syarat bahwa penghasilan tersebut berasal dari

usaha/kegiatan di Indonesia dan usaha/kegiatan tersebut sejenis dengan usaha/kegiatan BandanUsaha Tetap tersebut;

3. Penghasilan terkait dengan Pasal 26 Undang-Undang PPh;

Menimbang:

bahwa Majelis mempertimbangkan bukti-bukti dan fakta-fakta dalam persidangan;

bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 menyatakan :Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktiandan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksuddalam Pasal 69 ayat (1).

bahwa Penjelasan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 menyatakan :

Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asasyang dianut dalam Undang-undang perpajakan.Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian,penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan,tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam Banding atauGugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan.Pemohon Banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal-halbaru yang dikemukakan terbanding atau tergugat harus diberitahukan kepada pemohon Bandingatau penggugat untuk diberikan jawaban.

bahwa dalam persidangan Majelis memerintahkan kepada Pemohon Banding untuk menyampaikan bukti-bukti dandokumen invoice yang berkaitan dengan pendapatan atas Jasa Konstruksi FOB/Procurement dari DEC China, danPemohon Banding tidak menerima pembayaran apapun atas invoice yang ditagihkan DEC China kepada PT PL(Persero), serta Pemohon Banding tidak mengeluarkan biaya apapun untuk mengadaan FOB/procurement bulanOktober 2010 sebesar Rp76.044.245.280,00, arus kas keluar untuk pembayaran berupa rekening koran atasnama Pemohon Banding, kegiatan usaha yang dilakukan Pemohon Banding dengan PT PL (Persero) tidak samadengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh DEC China kepada PT PL (Persero);

Menimbang:

bahwa Majelis melakukan memeriksa atas bukti-bukti dan dokumen yang diserahkan Pemohon Banding danTerbanding dalam persidangan sebagai berikut :

- bahwa Invoice atas FOB/Procurement (bukti P-15) ditujukan kepada PT PL (Persero) langsungdari DEC China, dan sesuai dengan Pemberitahuan Impor Barang (bukti P-35) dan Surat PersetujuanPengeluaran Barang (bukti P-36) dimana pihak penjual adalah DEC China yang berdomisili di Sinchuan-Chinadan PT PL (Persero) sebagai pihak pembeli;

- bahwa dalam rekening koran Pemohon Banding (bukti P-37) tidak terdapat penerimaanpembayaran atas Invoice yang ditagihkan oleh DEC China kepada PT PL (Persero);

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 17: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

- bahwa dalam rekening koran Pemohon Banding (bukti P-37) tidak terdapat kas keluar untukpembayaran FOB/Procurement;

- bahwa tidak terdapat bukti yang kompeten bahwa Pemohon Banding memiliki hak kepemilikan atas asetProcurement yang diimpor oleh PT PL (Persero) dari DEC China, sehingga Majelis berpendapat sesuai Pasal 5ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimanadiubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang menyatakan BUTdikenakan pajak atas penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yangdimiliki atau dikuasai, sehingga penghasilan yang diterima dari harta yang dimiliki oleh memiliki hak kepemilikanatas aset Procurement yang diimpor oleh PT PL (Persero) dari DEC China tidak dapat dikategorikan sebagailaba BUT (Pemohon Banding);

- bahwa berdasarkan Salinan Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing Nomor:IK.01.01.06/EC/KTR/ 020/2014-E2R1 tanggal 4 Maret 2014 (bukti P-23), Pemohon Bandinghanya mendapatkan izin usaha/kegiatan berupa jasa konstruksi dan sesuai fakta hukum dalampersediangan kegiatan usaha yang telah dilakukan Pemohon Banding di Indonesia adalahmelakukan kegiatan jasa konstruksi kepada PT PL (Persero) sedangkan DEC China terkait sengketaa quo bertindak sebagai penyedia barang kepada PT PL (Persero), sehingga Majelis berpendapat jenisusaha/kegiatan yang dilakukan Pemohon Banding berbeda dengan usaha/kegiatan yang dilakukan DEC China,oleh karenanya sesuai Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PajakPenghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,penghasilan yang diterima DEC China tidak dapat dikategorikan sebagai laba BUT (Pemohon Banding);

- bahwa berdasarkan invoice Pemohon Banding kepada PT PL (Persero) (bukti P-38) diketahuiPemohon Banding hanya menagihkan kepada PT PL (Persero) atas jasa konstruksi yang telahdilakukan kepada PT PL (Persero);

- bahwa berdasarkan Surat Pernyataan Auditor dari Delian Certified Public Accountant Co., Ltd.(bukti P-38) yang merupakan Kantor Akuntan Publik di China menyatakan sebagai berikut :We have conducted a necessary procedure to verify the authenticity of accounting books andauditor’s report and income tax return of DEC for Finance Year 2009.We verify that DEC (China) has booked the equipments exported transaction (offshore supplies)related to EPC Contract of Pacitan Project and Teluk Naga Project with amount of USD175,713,675.95 converted into RMB 1,146,714,346.27 and USD 266,303,947.37 converted intoRMB 1,756,361,213.49 in finance year 2009 respectively.We further verify that the above exported transactions amount of RMB 2,903,075,559.76 havebeen recognized as taxable income in finance year 2009 as per the Chinese accounting principleand Chinese tax regulationsWe state that our verification has been followed the Chinese Auditing Principle and ChineseAccounting Principle.

bahwa berdasarakan Surat Pernyataan Auditor a quo dapat diketahui bahwa transaksi kegiatanekspor perlengkapan yang berhubungan dengan kontrak dengan kontrak EPC di Pacitan dan TelukNaga telah diakui sebagai pendapatan dan dibukukan oleh DEC China dan juga telah diakui sebagaipenghasilan kena pajak pada Tahun 2010 sesuai dengan prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan yangberlaku di negara China;

- bahwa dalam lampiran surat pernyataan auditor a quo (bukti P-39) terdapat Statement ofSegment Report for Turnover of Main Business 1 Jan 2010 to 31 Dec 2010 DEC (Parent),diketahui bahwa nilai pendapatan FOB/Procurement dari Proyek Teluk Naga dan Pacitan Tahun2010 telah diakui sebagai pendapatan oleh DEC (China) di China, sehingga dapat disimpulkanbahwa tidak terdapat keterlibatan Pemohon Banding dalam pelaksanaan pekerjaan Procurement;

- bahwa berdasarkan sertifikat pembayaran Pajak Penghasilan Badan DEC (China) Tahun Pajak2010 dari instansi perpajakan negara China (bukti P-40) diketahui pendapatan FOB/Procurementdari Proyek Teluk Naga dan Pacitan Tahun 2010 telah diakui sebagai pendapatan oleh DEC(China) di China;

- bahwa berdasarkan pengakuan penghasilan FOB/procurement Tahun 2009 dalam (bukti P-41)diketahui terdapat penghasilan FOB/procurement sebesar Rp.533.342.300.139,00 yangInvoicenya (bukti P-42) diterbitkan pada Tahun 2009 namun importasinya terjadi pada Tahun2010. Dan berdasarkan PIB (bukti P-43) diketahui memang terdapat importasi Tahun 2010sebesar Rp.533.342.300.139,00 yang Invoicenya terbit pada Tahun 2009;

bahwa berdasarkan KKP (bukti T-1) diketahui Terbanding untuk Tahun Pajak 2010 melakukan

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 18: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

koreksi objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas FOB/Procurement berdasarkan dokumen importasi(PIB), namun untuk Tahun Pajak 2009 Terbanding juga melakukan koreksi objek PPh Final Pasal4 ayat (2) atas FOB/Procurement berdasarkan pengakuan penghasilan berdasarkan Laporankeuangan DEC, sehingga Majelis berpendapat Terbanding melakukan 2 (dua) kali koreksi objekPPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi yang sama sebesar Rp.533.342.300.139,00 yaitudikenakan sebagai objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) pada Tahun Pajak 2009 dan juga dikenakankembali sebagai objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) pada Tahun Pajak 2010;

- bahwa dengan demikian Majelis berpendapat atas transaksi FOB/procurement sebesarRp.533.342.300.139,00 dikenakan pajak lebih dari satu kali dengan perincian sebagai berikut :1. FOB/Procurement sebesar Rp533.342.300.139,00 telah diakui sebagai penghasilan di negara

China dan dikenakan pajak di negara China;2. FOB/Procurement sebesar Rp533.342.300.139,00 ditetapkan Terbanding sebagai koreksi

objek PPh Pasal 4 ayat (2) Tahun Pajak 2009;3. FOB/Procurement sebesar Rp533.342.300.139,00 ditetapkan Terbanding sebagai koreksi

objek PPh Pasal 4 ayat (2) Tahun Pajak 2010;

- bahwa Majelis berpendapat terbukti bahwa atas penghasilan FOB/Procurement sebesarRp533.342.300.139,00 ditetapkan oleh Terbanding sebanyak 2 (dua) kali sebagai objek PPhFinal Pasal 4 ayat (2) yakni pada Tahun Pajak 2009 dan Tahun 2010, sehingga Terbandingmelakukan mengenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) melebihi yang ditetapkan dalam peraturanperundangan pajak;

Menimbang:

bahwa berdasarkan fakta hukum dan bukti-bukti serta keterangan yang diperoleh Majelis dalam persidangandiketahui hal-hal sebagai berikut :

bahwa berdasarkan penelitian Majelis, pengadaan procurement merupakan bagian daripelaksanaan kontrak antara PT PL dengan konsorsium DEC dan PT DE dengan PT PL (Persero)dengan rincian sebagai berikut:1. Kontrak Nomor 206.PJ./121/DIR/2007 tanggal 07 Agustus 2007 untuk proyek pembangkit listrik

tenaga uap batubara dengan daya 300-400 MW kelas PLTU Jawa Timur (2 x 315 MW) denganlokasi di Pacitan. Total nilai kontrak untuk proyek ini adalah US$.379,469,024 dariRp1.353.549.019.000,00 (included PPN) dengan rincian sebagai berikut:

No Description Foreign Currency(USD)

Local Currency(IDR)

1 Enginering and Procurment 332.396.152 02 Local Construction 12.575.688 1.230.499.108.0003 Sub Total 344.971.840 1.230.499.108.0004 Contract Price 344.971.840 1.230.499.108.0005 VAT 10% 34.497.184 123.049.911.0006 Total Contract Price (Including VAT) 379.469.024 1.353.549.019.000

2. Kontrak Nomor 207.PJ./121/DIR/2007 tanggal 7 Agustus 2007 untuk proyek pembangkit listriktenaga uap batubara dengan daya 300-400 MW kelas 3 PLTU (3 x 315 MW) dengan lokasi diTeluk Naga. Total nilai kontrak untuk proyek ini adalah US$588.789.989 danRp2.079.145.339.700,00 (included PPN) dengan Rincian sebagai berikut:

No Description Foreign Currency(USD)

Local Currency(IDR)

1 Enginering and Procurment 535.263.626 02 Local Construction 0 1.890.132.127.0003 Sub Total 535.263.626 1.890.132.127.0004 Contract Price 535.263.626 1.890.132.127.0005 VAT 10% 53.526.363 189.013.212.7006 Total Contract Price (Including VAT) 588.789.989 2.079.145.339.700

bahwa berdasarkan perjanjian konsorsium DEC, perusahaan yang didirikan di RRC, dan PT DE,perusahaan yang didirikan di Indonesia, diketahui bahwa bagian partisipasi dari masing-masingpihak adalah sebesar 80% oleh DEC dan 20% oleh PT DE;

bahwa DEC bertindak sebagai pimpinan konsorsium bertanggungjawab atas persiapan danpelaksanaan kontrak pembangunan pembangkit tenaga listrik di Indonsia;

bahwa Majelis berpendapat dalam pembangunan proyek pembangkit tenaga listrik, DEC yangberkedudukkan di China menyediakan mesin-mesin dan perlengkapannya serta membangun pabrikpembangkit tenaga listrik;

bahwa Pemohon Banding dibentuk oleh DEC China berkaitan dengan kontrak pembangunan

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 19: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

proyek pembangkit tenaga listrik di Indonesia;

bahwa sebagai konsekuensi atas kontrak, DEC China harus mengerjakan proyek kontruksipembangunan pabrik tenaga listrik di Indonesia sehingga sesuai dengan aturan perpajakan, DECChina yaitu BUT DEC Indonesia (Pemohon Banding) mendaftarkan diri sebagai subjek pajak;

Menimbang:

bahwa Majelis berpendapat kontrak a quo merupakan satu kesatuan karena merupakan turnkeyproject, dan Majelis berpendapat hal tersebut merupakan hal yang lazim karena kontrak a quodilakukan pihak-pihak yang sama untuk mewujudkan suatu proyek;

bahwa walaupun kontrak a quo merupakan satu kesatuan, Majelis berpedapat DEC China tidakmelakukan pengalihan/penyerahan/penjualan tanah dan bangunan berupa PLTU kepada PT PL(Persero) karena DEC China hanya sebagai pelaksana kegiatan untuk mewujudkan bangunanPLTU sesuai yang dimaksud kontrak dalam kontrak a quo dan bukan sebagai pemilik awal daribangunan PLTU tersebut;

bahwa Majelis berpendapat turnkey project merupakan sifat dari tanggung jawab atas kegiatan yangdilakukan harus sudah selesai dan dapat digunakan sesuai dengan kontrak, dan dalam turnkeyproject tidak harus semua material/bahan berasal atau disediakan oleh pelaksana kegiatan/proyekkarena material/bahan berasal atau disediakan pihak yang menerima kegiatan/ proyek;

bahwa Majelis berpendapat PLTU terdiri dari 3 (tiga) bagian utama yaitu :- Tanah tempat PLTU didirikan;- Bangunan; dan- Mesin Pembangkit;

bahwa Majelis berpendapat atas tanah tempat PLTU didirikan bukan berasal atau disediakan olehDEC China, sehingga Majelis berpendapat hal ini membuktikan bahwa turnkey project hanyamerupakan tanggungjawab penyelesaian dari proyek yang harus selesai dan siap digunakan,sedangkan bahan ataupun material dapat disediakan atau berasal dari para pihak dalam kontrak;

Menimbang:

bahwa terhadap pengadaan procurement, Majelis berpendapat merupakan pengadaan mesin-mesinuntuk proyek pembangkit listrik;

bahwa mesin-mesin pembangkit tersebut diletakan di bangunan dalam lokasi proyek pembangkitlistrik tersebut;

bahwa pengadaan procurement berasal dari DEC China (kantor pusat Pemohon Banding) yangdiperoleh melalui impor barang dengan pihak importir yang tercantum dalam Pemberitahuan ImporBarang (PIB) adalah PT PL (Persero);

bahwa izin usaha yang diberikan kepada Pemohon Banding adalah dalam bidang Konstruksi danbukan perdagangan serta tidak mempunyai API (Angka Pengenal Impor);

bahwa Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/ 7/2007,menyatakan(1)Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilaksanakan tanpa API untuk:

a. Barang pindahan;b. Barang impor sementara;c. Barang promosid. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;e. Barang kiriman, hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, social, kebudayaan atau untuk

kepentingan penanggulangan bencana alam;f. Obat-obatan yang menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan

masyarakat;g. Barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pekerjaan dan penggujian;h. barang ekspor yang ditolak oleh pembeli di luar negeri kemudian diimpor kembali dalam

kuantitas yang sama dengan kuantitas pada saat diekspor;

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 20: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

i. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesiaberdasarkan asas timbal balik;

j. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;atau

k. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan.(2)Impor dapat dilaksanakan tanpa API apabila:

a. impor tidak dilakukan secara terus menerus dan yang tidak dimaksudkan untukdiperdagangkan atau yang tidak dimaksudkan untuk dipindahtangankan; dan

b. barang yang diimpor adalah barang untuk keperluan lainnya yang berupa alat penunjangkelancaran produksi atau alat pembangunan infrastruktur.”

bahwa Majelis berpendapat Pemohon Banding tidak memiliki API dan juga tidak memenuhi syaratuntuk melakukan impor tanpa API, sehingga Pemohon Banding tidak dapat melakukan kegiatanimpor di Indonesia;

bahwa terkait keterlibatan Pemohon Banding dalam pengurusan dokumen impor, Majelisberpendapat bahwa walaupun Pemohon Banding melakukan pengurusan terkait dokumen impornamun tidak menjadikan Pemohon Banding sebagai pihak yang melakukan importasi karenaPemohon Banding tidak memiliki izin untuk melakukan impor sedangkan sesuai dokumen importasi,Majelis berpendapat bahwa yang melakukan kegiatan impor dalam hal ini adalah PT PL (Persero);

bahwa terkait dengan pengakuan penghasilan atas procurement oleh Pemohon Banding dalamlaporan keuangan Tahun 2008 dan 2009, Majelis berpendapat pada dasarnya pengakuanpenghasilan tersebut telah dikoreksi oleh Pemohon Banding dengan mencantumkan Harga PokokPenjualannya sebesar nilai penghasilan atas procurement dalam laporan keuangan yang sama danPemohon Banding untuk Tahun Pajak 2010 (yang menjadi sengketa banding ini) tidak mencatatpengakuan atas penghasilan procurement tersebut;

bahwa Majelis berpendapat atas kontrak a quo terdapat 3 (tiga) jenis kegiatan yaitu Engineering,Procurement, dan Local Contruction, walaupun diatur dalam satu kontrak;

bahwa Majelis berpendapat untuk kegiatan engineering dan local contruction merupakan kegiatanyang dilakukan di Indonesia sehingga merupakan kegiatan/usaha yang dilakukan oleh PemohonBanding;

bahwa Majelis berpendapat untuk kegiatan procurement merupakan pengadaan mesin dan alatyang dikirim dari China (DEC China) dengan pihak pengimpor adalah PT PL (Persero) sesuaidokumen resmi yang belaku di Indonesia;

bahwa Majelis berpendapat Pemohon Banding hanya memiliki izin dalam bidang konstruksi danbukan perdagangan, dan Pemohon Banding tidak terbukti melakukan penjualan mesin maupunperalatan pembangkit listrik dengan pihak lain, sehingga Majelis berkesimpulan bahwa PemohonBanding hanya melakukan kegiatan usaha dalam bidang konstruksi;

bahwa Majelis berpendapat DEC China melakukan kegiatan usaha dalam bidang penjualan mesindan peralatan pembangkit listrik dan juga konstruksi pembangkit listrik;

Menimbang:

bahwa berdasarkan fakta-fata hukum dan bukti-bukti dalam persidangan Majelis berpendapatsebagai berikut :- bahwa terbukti atas kontrak a quo terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yaitu engineering, procurement,

dan local contruction;- bahwa atas engineering dan local contruction merupakan kegiatan yang dilakukan di Indonesia

sehingga merupakan penghasilan dari Pemohon Banding;- bahwa atas procurement tidak dapat dilakukan oleh Pemohon Banding karena Pemohon

Banding tidak memiliki izin untuk melakukan importasi;- bahwa terbukti pihak yang melakukan importasi adalah PT PL (Persero);- bahwa atas procurement yang diimpor langsung dari China merupakan kegiatan yang dilakukan

oleh kantor pusat Pemohon Banding;- bahwa penghasilan kantor pusat Pemohon Banding atas procurement merupakan kegiatan/

usaha yang berbeda (tidak sejenis) dengan yang dilakukan oleh Pemohon Banding walaupundicantumkan dalam satu kontrak;

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 21: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

bahwa oleh karena itu Majelis berkesimpulan atas penghasilan kantor pusat Pemohon Banding darikegiatan procurement sebesar Rp76.044.245.280,00 tidak termasuk dalam penghasilansebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentangPajak Penghasilan, sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,sehingga bukan merupakan penghasilan dari Bentuk Usaha Tetap (Pemohon Banding) dan sesuaiPasal 7 ayat (1) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara China dan Indonesia ataspenghasilan tersebut hak pemajakannya berada di negara China;

Menimbang:

bahwa berdasarkan pertimbangan hukum a quo dan fakta-fakta hukum dalam persidangan sertakeyakinan Hakim, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas objek PPh final Pasal 4 ayat (2)sebesar Rp76.044.245.280,00 tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan;

2. Koreksi Pajak Obyek dari Percentage of Completion sebesar Rp103.833.601.695,00

Menurut Terbanding:bahwa koreksi dilakukan Terbanding pada intinya karena atas objek PPh Pasal 4 (2) sebesarRp103.833.601.695,00 baru dikenakan PPh Pasal 4 (2) dengan tarif sebesar 3% yang seharusnya dikenakandengan tarif sebesar 4% sehingga terdapat kekurangan sebesar 1%;

bahwa dalam persidanga Terbanding menyampaikan penjelasan tertulis yang disempurnakandengan kesimpulan akhir yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Dasar Hukum

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha JasaKonstruksi antara lain :- Pasal 1 angka 5- Pasal 1 angka 9- Pasal 3 ayat (1)- Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a- Pasal 5 ayat (1)- Pasal 5 ayat (2)- Pasal 5 ayat (3)- Pasal 6 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentangMahkamah Agung mengatur antara lain:- Pasal 31 avat (1)- Pasal 31 ayat (2)- Pasal 31 ayat (3)

Data dan Fakta

bahwa Pemohon Banding memiliki Izin Perwakilan Perusahaan Jasa Konstruksi Asing No.IK.01.01.06.EC/KTR/070/2007 tanggal 9 Juli 2007;

bahwa alas penghasilan dari jasa konstruksi Pemohon Banding telah melaporkan PPh Final Pasal 4 ayat (2)dengan tarif 3%;

bahwa Pemohon Banding tidak mempunyai kualifikasi usaha yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan JasaKonstruksi (LPJK);

Pendapat Terbanding

bahwa sengketa koreksi DPP PPh Final Pasal 4 (2) atas Percentage of Completion (Selisih Tarif) meliputi MasaPajak Januari s.d Desember 2010;

bahwa Pemohon Banding, mengutip ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2011 tanggal 28Maret 2011 sebagai acuan dalam alasan bandingnya, menurut Terbanding ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan UmumNomor 05/PRT/M/2011 tidak tepat digunakan sebagai acuan untuk penyelesaian sengketa dimaksud;

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 22: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

bahwa kualifikasi usaha Wajib Pajak Penyedia Jasa Pelaksana Konstruksi yang digunakan sebagai dasar penerapan tarifPajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi adalah kualifikasi yang dikeluarkan oleh LPJKsebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008;

bahwa dalam hal Wajib Pajak Penyedia Jasa Pelaksana Konstruksi tidak mempunyai kualifikasi usaha yang dikeluarkanoleh LPJK maka atas penghasilan dari usaha Pelaksana Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final dengantarif 4% sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008;

bahwa Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (IPBUJKA) yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum,merupakan izin untuk melaksanakan usaha yang diberikan Pemerintah kepada Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing(BUJKA) untuk melakukan kegiatan jasa konstruksi di Indonesia, IPBUJKA bukan merupakan sertifikasi yangmenunjukkan kualifikasi usaha sebagaimana sertifikasi yang dikeluarkan LPJK, sehingga IPBUJKA tersebut tidak dapatdisamakan dengan Sertifikasi dari LPJK;

bahwa dengan demikian karena Pemohon Banding tidak memiliki serifikasi kualifikasi usaha jasa konstruksi dari LPJKyang menjadi syarat pengenaan PPh dengan tarif 3% sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf c Peraturan PemerintahNomor 51 Tahun 2008, maka terhadap Pemohon Banding dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 4% sesuaiketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008;

bahwa pengaturan mengenai tarif pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) terhadap usaha jasa konstruksi berikutpersyaratannya telah diatur secara tegas dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008;

bahwa pernyataan Pemohon Banding dalam persidangan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding (BadanUsaha Usaha Jasa Konstruksi Asing) tidak mungkin mendapat sertifikasi dari LPJK adalah pernyataan yang tidakbenar dan tidak berdasarkan fakta, berikut Pemohon Banding sampaikan contoh serifikasi kualifikasi usaha jasakonstruksi dari LPJK kepada Badan Usaha Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUT);

bahwa disamping itu, Pemohon Banding juga tidak dapat menunjukkan bukti pemotongan/bukti pembayaran ataskekurangan pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 1% oleh PT PL (Persero);

Menurut Pemohon Banding:

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding terkait koreksi atas Obyek PPhFinal Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober 2010 yang berasal dari Percentage of Completionsebesar Rp103.833.601.695,00 dengan koreksi atas tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesarRp1.038.336.014,00. Adapun alasan ketidaksetujuan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

bahwa terkait koreksi Terbanding sebesar Rp103.833.601.695,00, jumlah tersebut merupakanpenghasilan Pemohon Banding yang telah dipotong 3% PPh Final Pasal 4 ayat (2) oleh pihak PLsebesar Rp3.115.008.051,00 dan jumlah tersebut telah dihitung oleh Terbanding ke dalam SKPKBsebagai ”Setoran Masa” sebesar Rp6.617.024.371,00;

bahwa menurut Pemohon Banding pengenaan tarif pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar3% atas penghasilan dari Percentage of Completion yang Pemohon Banding lakukan adalah sudahbenar dan telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku;

bahwa sampai dengan LPJK dapat menerbitkan sertifikasi BUJKA, penerapan tarif pemotonganPPh kepada BUJKA cukup dengan mempertimbangkan izin perwakilan BUJKA dari MenteriPekerjaan Umum dan BUJKA tersebut telah tercantum dalam http:/www.jasakonstruksi.net makadapat dikenakan pemotongan PPh final atas jasa pelaksanaan konstruksi dengan menggunakantarif 3% sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku;

bahwa Pemohon Banding telah memiliki Izin Perwakilan BUJKA dan telah tercantum dalam websitehttp:/www.jasakonstruksi.net;

bahwa kewajiban memotong pajak adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak pemberipenghasilan untuk memotong sejumlah uang dari nilai transaksi yang telah ditentukan sebelumdibayarkan kepada penyedia jasa;

bahwa ini menunjukkan bahwa penyedia jasa membayar sendiri kekurangan pemotongan PPh finalhanya dalam masa transisi peraturan perpajakan dimana sebelumnya suatu penghasilan dikenakanPPh tidak final dengan tarif 2% menjadi dikenakan PPh final sebesar 3% (tarif yang berbeda);

bahwa apabila sampai sekarang pihak KPP memandang bahwa penyedia jasa yang seharusnyamembayar kekurangan pemotongan PPh final, hal ini sangat bertentangan dan tidak sesuai denganketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan yang kedudukannya lebih tinggi dimanapenyetoran jumlah kekurangan pembayaran pajak (apabila ada) dalam kaitan dengan pemotongandan pemungutan pajak yang bersifat final, seharusnya dilakukan oleh pihak sebagai pemberi

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 23: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

penghasilan;

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Pemohon Banding berkeyakinan bahwa pengenaan tarifpemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 3% terhadap Jasa Konstruksi yang dipotong dariPemohon Banding telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) PP. No. 51 Tahun 2008yang mengatur tarif PPh jasa konstruksi untuk pelaksana jasa konstruksi untuk penyedia jasa yangmemiliki Kualifikasi Usaha Menengah atau Kualifikasi Usaha Besar;

bahwa belum dapatnya LPJK dalam menerbitkan Sertifikasi BUJKA seharusnya tidak digunakansebagai alasan bagi Terbanding untuk membebankan belum siapnya LPJK kepada wajib pajaksehingga menimbulkan diskriminasi pemajakan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi antaraBUJKA (Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing) dengan BUJK (Badan Usaha Jasa KonstruksiNasional) dimana BUJKA selalu terkena tarif PPh Final yang lebih tinggi. Pemohon Banding sendirisudah berusaha untuk mengikuti prosedur dan mendaftarkan diri untuk mendapatkan sertifikasi,namun LPJK dalam hal ini yang belum siap. Dengan demikian, sangatlah tidak adil membebankanhal yang di luar kekuasaan Pemohon Banding kepada Pemohon Banding;

bahwa perlu dipertimbangkan pula Pasal 1 Peraturan menteri Pekerjaan Umum Nomor05/PRT/M/2011 yang menyatakan bahwa BUJKA yang memiliki kantor perwakilan di Indonesiadipersamakan dengan badan hukum Perseroan Terbatas yang bergerak dibidang usaha jasakonstruksi;

bahwa Pemohon Banding berkeyakinan bahwa pengenaan tarif pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat(2) sebesar 3% terhadap Jasa Konstruksi yang Pemohon Banding lakukan telah sesuai denganketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) PP. No. 51 Tahun 2008 yang mengatur tarif PPh jasa konstruksiuntuk pelaksana jasa konstruksi untuk penyedia jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Menengahatau Kualifikasi Usaha Besar;

bahwa lebih lanjut, kekurangan tarif pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 1% ataspenghasilan dari Construction Services juga telah disetorkan oleh PL selaku lawan transaksi yangberkewajiban untuk memotong PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang ternyata telah terlebih dahuluditetapkan oleh KPP Wajib Pajak Besar Tiga atas kekurangan bayar tersebut melalui SKPKB PPhFinal Pasal 4 ayat (2) tahun 2010 No. 00018/240/10/051/12 tertanggal 20 Desember 2012 yangmerupakan hasil dari pemeriksaan PT PL (Persero) Kantor Pusat atas PPh Final Pasal 4 (2) tahun2010 dan hal ini telah dikonfirmasi oleh pihak PL. Bersama dengan surat ini, Pemohon Bandinglampirkan juga fotokopi SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan data hasil pemeriksaan PPh FinalPasal 4 ayat (2) atas nama PT PL (Persero) Kantor Pusat untuk tahun pajak 2010;

bahwa atas SKPKB tersebut di atas, PL telah melakukan pembayaran melalui SSP yang dibayarkanpada tanggal 28 Desember 2012 sejumlah Rp2.632.942.358,00. Bersama ini juga PemohonBanding lampirkan Surat Nomor:3221/KEU.00.02.DIV BDH/2015 tentang Kekurangan PemotonganTarif 1% dari Invoice, dan Surat Nomor: 1875/547/DIVAKT/2014 tentang Pengembalian KekuranganAtas Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) Tahun 2010 dan 2011, yang mana surat tersebutmelampirkan bukti penyetoran kekurangan pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) oleh PL;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Kesimpulan Akhir Nomor 057/S-007/2017 tanggal 14 Juli 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:· bahwa Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing memiliki kekuatan hukum sama

dengan Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi yang diterbitkan oleh Badan Usaha Jasa KonstruksiNasional :Pasal 24 ayat (2) P3B Indonesia-China (Versi Bahasa Inggris)“(2) The taxation on a permanent establishment which an enterprise of a Contracting State has inthe other Contracting State shall not be less favorably levied in that other Contracting State thanthe taxation levied on enterprise of that other Contracting State carrying on the same activities.The provision of this paragraph shall not be construed as obliging a Contracting State to grant toresidents of the other Contracting State any personal allowances, reliefs and reductions fortaxation purposes on account of civil status or family responsibilities which it grants to its ownresidents.”bahwa terjemahan Bahasa Indonesia dari Pasal 24 ayat (2) P3B Indonesia-China adalahsebagai berikut :“(2) Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negarapada Persetujuan di Negara lainnya, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurangmenguntungkan dibandingkan dengan pengenaan pajak atas perusahaan-perusahaan yang

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 24: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama di Negara lainnya itu. Ketentuan ini tidak dapatditafsirkan sebagai mewajibkan suatu Negara pada Persetujuan untuk memberikan kepadapenduduk Negara lainnya pada Persetujuan suatu potongan pribadi, keringanan-keringanan danpengurangan-pengurangan untuk kepentingan pengenaan pajak berdasarkan status sipil atautanggung jawab keluarga seperti yang diberikan kepada penduduknya sendiri.”bahwa ketentuan di atas ditujukan agar tidak terjadi diskriminasi pengenaan pajak terhadapWajib Pajak Asing yang ada di Indonesia;bahwa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 28/PRT/M/2006 tanggal 28 Nopember 2006- Sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 28/PRT/M/2006,

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu tanggal 28 Nopember 2006;- Sesuai dengan Pasal 1 ayat 8, yang dimaksud dengan SERTIFIKAT BADAN USAHA adalah

tanda pengakuan badan usaha jasa konstruksi yang dilakukan melalui penilaian kemampuanusaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi badan usaha yang berlaku;

- Sesuai dengan Pasal 1 ayat 9, yang dimaksud dengan IZIN PERWAKILAN BADAN USAHAJASA KONSTRUKSI ASING adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah cq. Menteri kepadaBadan Usaha Jasa Konstruksi Asing untuk melakukan kegiatan di Indonesia;

- Sesuai dengan Pasal 2 ayat 2, dijelaskan bahwa: “Izin Perwakilan Badan Usaha JasaKonstruksi Asing sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dapat diterbitkan setelahBadan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang bersangkutan mendapatkan penyetaraan,kompetensi, klasifikasi, kualifikasi yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat dari lembaga”.Lembaga yang dimaksud adalah Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK);

- Berdasarkan Pasal 7 ayat (1), dinyatakan bahwa Permohonan Izin Perwakilan Badan UsahaJasa Konstruksi Asing dilakukan dengan mengisi formulir yang telah disediakan dalamrangkap 2 (dua) dan disampaikan kepada Menteri cq. Kepala Badan Pembinaan Konstruksidan Sumber Daya Manusia Departemen Pekerjaan Umum dengan tembusan kepada LPJKNasional;

- Pasal 7 ayat (2d) menyatakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum dapat menyetujuipermohonan izin atau memberikan izin sementara atau perpanjangannya denganmempertimbangkan hasil registrasi dari Lembaga (dalam hal ini LPJK) dan selanjutnyamengeluarkan Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing;

bahwa Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor: 02 tanggal 29 November2011 (PERJK-02) :- Pasal 9 ayat 1 dalam PERJK-02 menyatakan bahwa Gred 5, Gred 6 dan Gred 7

dikategorikan dalam kualifikasi usaha jasa konstruksi yang mempunyai kualifikasi usahabesar. Persyaratan untuk mendapatkan Gred tersebut didasarkan pada tingkat/kedalamankompetensi dan potensi kemampuan usaha;

- Sesuai Pasal 10 ayat 4, Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing harus memenuhi persyaratankualifikasi Gred 7 yang kriterianya meliputi memiliki Tenaga Ahli yang memiliki pengalamandan SKA sesuai dengan bidangnya, yang diangkat oleh Badan Usaha sebagai pegawaibekerja penuh waktu untuk bertanggung jawab dalam bidang pekerjaan tertentu;

- Lebih lanjut, dalam Pasal 14 ayat 6 menyatakan bahwa Badan Usaha asing hanya dapatmemiliki klasifikasi usaha dengan kualifikasi Gred 7 (gred tertinggi);

bahwa oleh sebab itu, perusahaan asing yang diberikan izin untuk bisa beroperasi di Indonesiaadalah perusahaan yang mempunyai kualifikasi besar yaitu dengan kualifikasi Gred 7 (gredtertinggi) dan mendapat rekomendasi dari LPJK;bahwa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2011 tanggal 28 Maret 201- Sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2011,

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu tanggal 28 Maret 2011;- Sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing

yang selanjutnya disingkat BUJKA adalah badan usaha yang didirikan menurut hukum danberdomisili di Negara asing, memiliki kantor perwakilan di Indonesia, dan dipersamakandengan badan hukum Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi.

- Selanjutnya, sesuai Pasal 1 ayat 4, Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing, yangselanjutnya disebut Izin Perwakilan adalah izin untuk melakukan usaha yang diberikan olehPemerintah kepada BUJKA untuk melakukan kegiatan jasa konstruksi di Indonesia.

- Sesuai dengan Pasal 1 ayat 8, yang dimaksud dengan SERTIFIKAT adalah tanda buktipengakuan penetapan klasifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha di bidang jasakonstruksi baik yang berbentuk orang perseorangan atau badan usaha; atau tanda buktipengakuan atas kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja dan keahlian kerja

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 25: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan/atau keterampilantertentu dan/atau kefungsian dan/atau keahlian tertentu.

- Sesuai dengan Pasal 1 ayat 9, yang dimaksud dengan IZIN USAHA JASA KONSTRUKSIyang selanjutnya disingkat IUJK adalah izin untuk melakukan usaha dibidang jasa konstruksiyang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

- Sesuai dengan Pasal 4 ayat 3, dijelaskan bahwa: “Izin Perwakilan sebagaimana yangdimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dapat diberikan setelah Badan Usaha Jasa Konstruksi Asingmendapatkan klasifikasi dan kualifikasi yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat dariLembaga”. Lembaga yang dimaksud adalah Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi(LPJK).

- Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 5 ayat (1), dinyatakan bahwa Badan Usaha Jasa KonstruksiAsing yang ingin memperoleh izin Perwakilan harus mengajukan permohonan kepadaMenteri.

- Pasal 17 menyatakan bahwa dalam hal Lembaga tingkat Nasional belum dapat menerbitkanSertifikat BUJKA, Menteri dapat menerbitkan Izin Perwakilan.

bahwa Pasal 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2011 :bahwa perlu dipertimbangkan bahwa BUJKA yang dimiliki oleh kantor perwakilan di Indonesiadipersamakan dengan badan hukum Perseroan Terbatas yang bergerak dibidang usaha jasakonstruksi;bahwa Surat Kementerian Pekerjaan Umum – Badan Pembinaan Konstruksi Pusat PembinaanUsaha dan Kelembagaan No. UM.01.03-KU/32 tertanggal 31 Januari 2012 menyatakan bahwasampai dengan LPJK dapat menerbitkan sertifikasi BUJKA, penerapan tarif pemotongan PPhkepada BUJKA cukup dengan mempertimbangkan izin perwakilan BUJKA dari MenteriPekerjaan Umum dan BUJKA tersebut telah tercantum dalam http:/www.jasakonstruksi.net makadapat dikenakan pemotongan PPh final atas jasa pelaksanaan konstruksi dengan menggunakantarif 3% sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Pemohon Banding telah memiliki IzinPerwakilan BUJKA dan telah tercantum dalam website http:/www.jasakonstruksi.net;

· bahwa Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) bagi perusahaan penanaman modal asing yang memilikiBUJKA dipersamakan dengan SIUJKbahwa kewajiban memotong pajak adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak pemberipenghasilan untuk memotong sejumlah uang dari nilai transaksi yang telah ditentukan sebelumdibayarkan kepada penyedia jasa. Sementara itu berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah No51 Tahun 2008 dijelaskan bahwa “Dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilanyang terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilanberdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri sebagairnana dimaksud dalamPasal 5 ayat (1), selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa”. SementaraPasal 8 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan No. 187/PMK.03/2008 tentang TatacaraPemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilandari Usaha Jasa Konstruksi menyebutkan bahwa dalam hal terdapat kekurangan pembayaranPPh Final atas penghasilan jasa konstruksi, wajib disetor oleh Penyedia Jasa paling lambattanggal 15 Desember 2008. Ini menunjukkan bahwa penyedia jasa membayar sendirikekurangan pemotongan PPh final hanya dalam masa transisi peraturan perpajakan dimanasebelumnya suatu penghasilan dikenakan PPh tidak final dengan tarif 2% menjadi dikenakanPPh final sebesar 3% (tarif yang berbeda). Apabila sampai sekarang pihak KPP memandangbahwa penyedia jasa yang seharusnya membayar kekurangan pemotongan PPh final, hal inisangat bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang PajakPenghasilan yang kedudukannya lebih tinggi dimana penyetoran jumlah kekuranganpembayaran pajak (apabila ada) dalam kaitan dengan pemotongan dan pemungutan pajak yangbersifat final, seharusnya dilakukan oleh pihak sebagai pemberi penghasilan;bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Pemohon Banding berkeyakinan bahwa pengenaan tarifpemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 3% terhadap Jasa Konstruksi yang dipotong dariPemohon Banding telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) PP. No. 51 Tahun 2008yang mengatur tarif PPh jasa konstruksi untuk pelaksana jasa konstruksi untuk penyedia jasayang memiliki Kualifikasi Usaha Menengah atau Kualifikasi Usaha Besar;bahwa belum dapatnya LPJK dalam menerbitkan Sertifikasi BUJKA seharusnya tidak digunakansebagai alasan bagi Terbanding untuk membebankan belum siapnya LPJK kepada PemohonBanding sehingga menimbulkan diskriminasi pemajakan atas penghasilan dari usaha jasakonstruksi antara BUJKA (Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing) dengan BUJK (Badan UsahaJasa Konstruksi Nasional) dimana BUJKA selalu terkena tarif PPh Final yang lebih tinggi.

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 26: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

Pemohon Banding sendiri sudah berusaha untuk mengikuti prosedur dan mendaftarkan diri untukmendapatkan sertifikasi, namun LPJK dalam hal ini yang belum siap. Dengan demikian,sangatlah tidak adil membebankan hal yang di luar kekuasaan Pemohon Banding kepadaPemohon Banding;bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Pemohon Banding berkeyakinan bahwa pengenaan tarifpemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 3% terhadap Jasa Konstruksi yang PemohonBanding lakukan telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) PP. No. 51 Tahun 2008yang mengatur tarif PPh jasa konstruksi untuk pelaksana jasa konstruksi untuk penyedia jasayang memiliki Kualifikasi Usaha Menengah atau Kualifikasi Usaha Besar;

· bahwa Kekurangan pajak yang masih harus dibayar sesungguhnya telah ditagih oleh DirektoratJendral Pajak dan telah dilunasi oleh pengguna jasa (PT PL Persero)bahwa lebih lanjut, kekurangan tarif pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 1% ataspenghasilan dari Construction Services juga telah disetorkan oleh PL selaku lawan transaksiyang berkewajiban untuk memotong PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang ternyata telah terlebihdahulu ditetapkan oleh KPP Wajib Pajak Besar Tiga atas kekurangan bayar tersebut melaluiSKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2) tahun 2010 No. 00018/240/10/051/12 tertanggal 20 Desember2012 yang merupakan hasil dari pemeriksaan PT PL (Persero) Kantor Pusat atas PPh FinalPasal 4 (2) tahun 2010 dan hal ini telah dikonfirmasi oleh pihak PL. Atas SKPKB tersebut di atas,PL telah melakukan pembayaran melalui SSP yang dibayarkan pada tanggal 28 Desember 2012sejumlah Rp 52.790.755.463, dengan kronologis sebagai berikut :- bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan PPh Pasal 4(2) Final Tahun Pajak 2010 terhadap PT

PL (Persero) Kantor Pusat, pada tanggal 20 Desember 2012 KPP Wajib Pajak Besar Tiga(KPP WP Besar Tiga) menerbitkan SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2) Tahun Pajak 2010 No.00018/240/10/051/12 dengan perincian sebagai berikut:

Diskripsi Koreksi cfm SKPKB Disetujui saatPembahasan Akhir

Yang masihdisengketakan

Pokok Pajak 35.669.429.367 547.887.311 35.121.542.056Bunga Pasal 13 (2) KUP 17.121.326.096 262.985.909 16.858.340.187Jumlah Pajak yang masih harus dibayar 52.790.755.463 810.873.220 51.979.882.243

- bahwa berdasarkan SKPKB PPh Final Pasal 4(2) Tahun Pajak 2010 tersebut, PT PL (Persero)Kantor Pusat telah menyetorkan seluruh kekurangan pembayaran berdasarkan koreksi PPhFinal Pasal 4(2) Tahun Pajak 2010 sebesar Rp.52.790.755.463 dengan bukti berupa SuratSetoran Pajak yang dibayarkan melalui Bank Bukopin pada tanggal 28 Desember 2012dengan No. NTPN : 0012010514091009;

- bahwa pada tanggal 25 November 2013, KPP WP Besar Tiga menerbitkan Surat No. S-17517/WPJ.19/KP.03/2013 yang berisi mengenai Data Hasil Pemeriksaan PPh Final Pasal 4ayat (2) Tahun 2010 dan 2011. Berdasarkan data hasil pemeriksaan tersebut, terdapatperincian mengenai jumlah koreksi PPh terutang dari setiap penerima penghasilan, yangsalah satunya adalah Pemohon Banding, dengan rincian sebagai berikut:

Nama PenerimaPenghasilan

DPP PPh terutangCfm, Terbanding

PPh terutang Cfm.Pemohon Banding

Koreksi

BUT DECIP 912.373.769.785 36.494.950.791 27.371.213.094 9.123.737.697

- bahwa atas kekurangan pembayaran PPh Pasal 4(2) Final Tahun Pajak 2010 ini, PT PL(Pesero) Kantor Pusat telah menerbitkan surat No. 3221/KUU.00.02/DIVBDH/2015 kepadaPemohon Banding yang isinya menyebutkan bahwa PT PL (Persero) Kantor Pusatmengklaim/menagihkan kekurangan pembayaran 1% tersebut kepada Pemohon Bandingdengan cara mengurangkan jumlah pembayaran atas invoice yang ditagihkan oleh PemohonBanding;

- bahwa sehingga dalam hal ini telah terjadi pembayaran 2 kali atas 1% tambahan yangmenurut Pemohon Banding merupakan tambahan PPh Pasal 4(2) yang tidak benar;

Menurut Majelis:

Menimbang:

bahwa berdasarkan penelitian Majelis dan keterangan dalam persidangan, sengketa yang terjadiadalah sengketa terhadap penggunaan tarif PPh Pasal 4 ayat (2) final yang menurut Terbandingadalah sebesar 4% sedangkan menurut Pemohon Banding adalah sebesar 3% sehingga atas Objek

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 27: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

dari Percentage of Completion sebesar Rp103.833.601.695,00 terdapat kekurangan sebesar 1%;

Menimbang:

bahwa atas sengketa a quo dalam persidangan Terbanding berpendapat sebagai berikut :

- bahwa sengketa koreksi DPP PPh Final Pasal 4 (2) atas Percentage of Completion (Selisih Tarif) meliputi MasaPajak Januari s.d Desember 2010;

- bahwa apabila Penyedia Jasa Pelaksana Konstruksi tidak mempunyai kualifikasi usaha yang dikeluarkan olehLembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) maka atas penghasilan dari usaha Pelaksana Konstruksi dikenakanPajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 4% sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 51Tahun 2008;

- bahwa Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (IPBUJKA) yang dikeluarkan Kementerian PekerjaanUmum, merupakan izin untuk melaksanakan usaha yang diberikan Pemerintah kepada Badan Usaha Jasa KonstruksiAsing (BUJKA) untuk melakukan kegiatan jasa konstruksi di Indonesia, IPBUJKA bukan merupakan sertifikasi yangmenunjukkan kualifikasi usaha sebagaimana sertifikasi yang dikeluarkan LPJK, sehingga IPBUJKA tersebut tidakdapat disamakan dengan Sertifikasi dari LPJK;

- bahwa dengan demikian karena Pemohon Banding tidak memiliki serifikasi kualifikasi usaha jasa konstruksi dariLPJK yang menjadi syarat pengenaan PPh dengan tarif 3% sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf c PeraturanPemerintah Nomor 51 Tahun 2008, maka terhadap Pemohon Banding dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengantarif 4% sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008;

Menimbang:

bahwa berdasarkan sengketa a quo Pemohon Banding berpendapat sebagai berikut :

- bahwa Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing memiliki kekuatan hukum samadengan Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi yang diterbitkan oleh Badan Usaha Jasa KonstruksiNasional;

- bahwa Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) bagi perusahaan penanaman modal asing yang memilikiBUJKA dipersamakan dengan SIUJK;

- bahwa kekurangan pajak yang masih harus dibayar oleh Pemohon Banding sesungguhnya telahditagih oleh Terbanding dan telah dilunasi oleh pengguna jasa (PT PL Persero);

Menimbang:

bahwa Majelis berpendapat terkait sengketa apakah atas Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing(IPBUJKA) dapat dipersamakan dengan Sertifikasi dari LPJK merupakan sengketa yuridis;

bahwa Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilanatas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi menyatakan :(1)Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:

a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yangmemiliki kualifikasi usaha kecil;

b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yangtidak memiliki kualifikasi usaha;

c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selainPenyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;

d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yangdilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan

e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yangdilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

(2) Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan sebagaimanadimaksud pada ayat (1), tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetapsetelah Pajak Penghasilan yang bersifat final.

bahwa Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentangPajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi menyatakan :Yang dimaksud dengan "Kualifikasi usaha" adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkansertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.

bahwa Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentangPajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi menyatakan :Yang dimaksud dengan "Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam hurufa dan huruf b antara lain Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasiusaha besar.

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 28: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

bahwa Majelis berpendapat Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 a quo sudah jelasmembatasi bahwa PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas pelaksanaan jasa konstruksi dengan tarif sebesar3% diterapkan apabila memenuhi syarat-syarat akumulatif sebagai berikut :- Penyedia Jasa memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasi usaha besar, dan- Kualifikasi usaha tersebut berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga

Pengembangan Jasa Konstruksi;

bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi menyatakan:Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badanusaha harus :a. memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi;b. memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi.

bahwa Pasal 10 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi menyatakan:Ketentuan mengenai penyelenggaraan perizinan usaha, klasifikasi usaha, kualifikasi usaha,sertifikasi keterampilan, dan sertifikasi keahlian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 danPasal 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

bahwa Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28/PRT/M/2006 tentangPerizinan Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing menyatakan:Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA) adalah Badan Usaha yang berbentuk badan hukumyang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan negara di mana perusahaan tersebutdidirikan dan berdomisili di luar Indonesia, yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi meliputikegiatan usaha jasa konsultansi Perencanaan/Pengawasan (Konsultan) Konstruksi dan/atau JasaPelaksana Konstruksi (Kontraktor) Konstruksi;

bahwa Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28/PRT/M/2006 tentangPerizinan Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing menyatakan:Izin Badan Usaha Jasa Konstruksi adalah izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah kepadaBadan Usaha Nasional yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

bahwa Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28/PRT/M/2006 tentangPerizinan Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing menyatakan:Sertifikat Badan Usaha adalah tanda pengakuan badan usaha jasa konstruksi yang diiakukanmelalui penilaian kemampuan usaha sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi badan usaha yangberlaku.

bahwa Pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28/PRT/M/2006 tentangPerizinan Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing menyatakan:Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah cqMenteri kepada Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing untuk melakukan kegiatan di Indonesia;

bahwa Pasal 1 angka 11 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28/PRT/M/2006 tentangPerizinan Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing menyatakan:Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi disingkat LPJK untuk selanjutnya disebut Lembaga;

bahwa Pasal 2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28/PRT/M/2006 tentang PerizinanPerwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing menyatakan:(1)Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang akan melaksanakan kegiatan usahanya di wilayah

Republik Indonesia wajib mempunyai izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing;(2)Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diterbitkan setelah Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang bersangkutan mendapatkanpenyetaraan, kompetensi, klasifikasi, kualifikasi yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat dariLembaga.

(3)Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)kedudukannya sama dengan Ijin Usaha untuk Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasionalsebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundangundangan yang berlaku;

(4)Setelah mendapat izin perwakilan, BUJKA yang beroperasi di Indonesia dapat mencari pekerjaanjasa konstruksi dan membuat kontrak atas pekerjaan yang diperolehnya dimana kontrak tersebutharus ditandatangani oleh kepala perwakilan atas nama badan usaha induknya;

bahwa Majelis berpendapat sesuai Pasal 2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28/PRT/M/2006 a quoizin yang dikeluarkan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA) seharusnya sudah dilengkapi

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 29: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

dengan sertifikat dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi;

bahwa namun demikian Majelis berpendapat untuk pengenaan tarif Pajak Penghasilan ataspelaksanaan Jasa Konstruksi sebesar 3% maka penyedia jasa harus memiliki kualifikasi usahaberdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, dan bukanberdasarkan izin yang dikeluarkan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA);

bahwa Majelis dalam persidangan meminta kepada Pemohon Banding untuk menunjukkankepemilikan atas kualifikasi usaha berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh LembagaPengembangan Jasa Konstruksi;

bahwa sampai dengan sidang dinyatakan cukup, Pemohon Banding tidak dapat menunjukkanbukti/dokumen dimaksud;

bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat bahwa atas pengenaan PPh Final Pasal 4 ayat (2)sebesar 4% yang dilakukan Terbanding atas pelaksanaan Jasa Konstruksi yang dilakukan PemohonBanding sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;

Menimbang:

bahwa terkait dalil Pemohon Banding yang menyatakan kekurangan pajak yang masih harus dibayar sesungguhnyatelah ditagih oleh Terbanding dan telah dilunasi oleh pengguna jasa (PT PL Persero), Majelisberpendapat sebagai berikut :

bahwa berdasarkan bukti-bukti dan keterangan Para Pihak dalam persidangan diketahui hal-halsebagai berikut :- bahwa Terbanding juga telah menerbitkan SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2) Nomor

00018/240/16/051/12 tanggal 20 Desember 2012 kepada PT PL (Persero) Kantor Pusat untukMasa Pajak Januari-Desember 2010;

- bahwa sesuai Surat Terbanding Nomor S-17517/WPJ.19/KP.03/2013 tanggal 25 November 2013diketahui SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2) Nomor 00018/240/16/051/12 tanggal 20 Desember2012 diterbitkan karena PT PL (Persero) Kantor Pusat untuk Masa Pajak Januari-Desember2010 kurang melakukan pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 1% atas jasapelaksanaan konstruksi;

- bahwa dalam Lampiran 1 Surat Terbanding Nomor S-17517/WPJ.19/KP.03/2013 tanggal 25November 2013 diketahui koreksi tersebut termasuk kekurangan pemotongan PPh Final Pasal 4ayat (2) sebesar 1% jasa pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding;

- bahwa atas SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2) Nomor 00018/240/16/051/12 tanggal 20Desember 2012 telah dilunasi oleh PT PL (Persero) dengan bukti pembayaran berupa SuratSetoran Pajak tanggal 28 Desember 2012 sebesar Rp.52.790.755.463,00;

- bahwa berdasarkan Surat PT PL (Persero) Nomor 1875/547/DIVAKT/2014 tanggal 25 September 2014 dan Surat PT PL (Persero) Nomor3221/KEU.00.02/DIVBIH/2015 tanggal 14 Juli 2015, diketahui PT PL (Persero) melakukan penagihan kepada Pemohon Banding terkaitdengan penerbitan SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2) Nomor 00018/240/16/051/12 tanggal 20Desember 2012;

bahwa berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta hukum a quo Majelis berpendapat Terbanding telahmengenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi jasa pelaksanaan konstruksi melebihi tarifsebagaimana dimaksud dalam bahwa Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun2008, karena Terbanding melakukan koreksi atas kekurangan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar1% atas transaksi jasa pelaksanaan konstruksi Masa Pajak Januari-Desember 2010 yang dilakukanPemohon Banding dengan menerbitkan SKPKB kepada dua pihak sekaligus yaitu kepada PemohonBanding (penyedia jasa konstruksi) dan kepada PT PL (Persero) (pengguna jasa konstruksi);

Menimbang:

bahwa berdasarkan pertimbangan hukum a quo dan fakta-fakta hukum dalam persidangan,keyakinan Hakim, dan demi keadilan, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Objek dariPercentage of Completion sebesar Rp103.833.601.695,00 tidak dapat dipertahankan;

Pendapat Berbeda (Dissenting Opinions) :

bahwa terhadap sengketa gugatan ini, Hakim Anggota Dr. Triyono Martanto, Ak., M.M., M.Hummemberikan pendapat yang berbeda dengan pendapat sebagai berikut :

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 30: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

1. Koreksi Pajak Objek dari FOB Procurement sebesar Rp76.044.245.280,00

Menimbang:

bahwa yang menjadi sengketa dan diajukan banding oleh Pemohon Banding adalah koreksiTerbanding atas Objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) dari Procurement sebesar Rp76.044.245.280,00yang tidak disetujui Pemohon Banding;

bahwa berdasarkan Surat Banding, Surat Uraian Banding dan Surat Bantahan sebagaimanadiuraikan dalam duduk sengketa, permasalahan sengketa a quo pada pokoknya dapat diuraikansebagai berikut:· bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan dasar koreksi Terbanding yang menyatakan

bahwa Procurement merupakan bagian pekerjaan jasa konstruksi yang terintegrasi dan nilaikontrak jasa konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak secara keseluruhanmelalui suatu turnkey project;

· bahwa menurut Pemohon Banding laba yang dikenakan di suatu negara adalah hanya atas labayang berasal dari aktivitas yang dilakukan oleh BUT di negara tersebut;

bahwa berdasarkan uraian di atas, sengketa a quo merupakan sengketa Yuridis, oleh karena ituHakim Anggota Dr. Triyono Martanto, Ak., M.M., M.Hum akan mempertimbangkan hal-hal sebagaiberikut:

Menimbang:

bahwa terkait sengketa a quo, Majelis akan mempertimbangkan peraturan perundang-undanganperpajakan berkaitan dengan penghasilan Bentuk Usaha Tetap yang menjadi obyek pajak sebagai berikut:

1. Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak AtasPenghasilan (P3B Indonesia - China) antara lain:

Pasal 7 (P3B Indonesia - China)(1)Laba perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di

Negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usahanya di Negara Pihaklainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana. Apabilaperusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas labaperusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tetapi hanya atas bagianlaba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut baik secara langsung maupun tidaklangsung. Namun, ketentuan-ketentuan pada ayat ini tidak berlaku jika perusahaan tersebutmembuktikan bahwa aktivitas-aktivitasnya tidak dapat dilakukan oleh badan usaha tetap atautidak ada hubungannya dengan bentuk usaha tetap tersebut.

(2)Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam ayat 3, jika suatu perusahaan dari suatuNegara Pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya padaPersetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akandiperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap tersebut oleh masing-masing Negara Pihakpada Persetujuan ialah laba yang diperolehnya apabila bentuk usaha tetap tersebutmerupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakanhubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetaptersebut.

(3)Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biayayang dikeluarkan dalam rangka kegiatan usaha bentuk usaha tetap tersebut termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara di manabentuk usaha tetap tersebut berada maupun yang dikeluarkan di tempat lain.

(4)Sepanjang merupakan kelaziman di salah satu Negara Pihak pada Persetujuan untukmenetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dari suatu bentuk usaha tetapdengan cara menentukan bagian laba dari total laba perusahaan dengan berbagaikomponennya, ketentuan-ketentuan dalam ayat 2 tidak akan menghalangi Negara Pihak padaPersetujuan tersebut untuk menentukan besarnya laba yang akan dikenakan pajakberdasarkan pembagian yang merupakan kelaziman tersebut. Namun cara pembagiantersebut harus sedemikian rupa sehingga hasilnya akan sesuai dengan prinsip- prinsip yangterkandung di dalam Pasal ini.

(5)Suatu bentuk usaha tetap tidak akan dianggap memperoleh laba hanya karena bentuk usahatetap tersebut melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan untuk perusahaan

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 31: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

induknya.(6)Untuk kepentingan ayat-ayat 1 sampai 5, besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan

dengan metode yang sama dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dancukup untuk melakukan penyimpangan.

(7)Jika dalam jumlah laba tersebut termasuk bagian-bagian penghasilan yang diatur secaratersendiri pada Pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini, maka ketentuan Pasal-pasal tersebuttidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan Pasal ini.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana diubah terakhirdengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 UU PPh, menyatakan :

Pasal 5 ayat (1) huruf c UU PPHYang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah : penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetapdengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

bahwa Penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 a quomenyatakan:Penghasilan seperti dimaksud dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusatdianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap di Indonesia, apabila terdapat hubunganefektif antara harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dengan bentuk usaha tetaptersebut. Misalnya, X Inc. menutup perjanjian lisensi dengan PT. Y untuk mempergunakan merkdagang X Inc. Atas penggunaan hak tersebut X Inc. menerima imbalan berupa royalti dari PT. Y.Sehubungan dengan perjanjian tersebut X Inc. juga memberikan jasa manajemen kepada PT. Ymelalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dalam rangka pemasaran produk PT. Y yangmempergunakan merk dagang tersebut.Dalam hal demikian, penggunaan merk dagang oleh PT. Y mempunyai hubungan efektif denganbentuk usaha tetap di Indonesia, dan oleh karena itu penghasilan X Inc. yang berupa royaltitersebut diperlakukan sebagai penghasilan bentuk usaha tetap;Pasal 26 ayat (1) huruf d UU PPHAtas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yangdibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badanpemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atauperwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usahatetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihakyang wajib membayarkan imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

Pasal 4 ayat 2 UU PPhPenghasilan dapat dikenai pajak bersifat final penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupatanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanahdan/atau bangunan;

3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan DariUsaha Jasa Konstruksi (PP 51/2008) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan PemerintahNomor 40 Tahun 2009, menyatakan:

Pasal 1 ayat (5) PP 51/2008:Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakanahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakankegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentukfisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsilayanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering,Procurement, and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan(design and build);

Pasal 5 ayat (2) dan (3) PP 51/2008(2)Besarnya, Pajak Penghasilan yang dipotong atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) adalah:a. jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak

Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); ataub. jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dalam hal PajakPenghasilan disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.

(3)Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 32: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

(2) merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.

Pasal 6 ayat (1) PP 51/2008 menyatakanDalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan NilaiKontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telahdipotong atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), selisih kekurangantersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa;

Menimbang:

bahwa berdasarkan duduk sengketa dan data serta informasi yang disampaikan oleh Para Pihak dipersidangan diperoleh fakta sebagai berikut:1. bahwa DEC (China) terbukti mendapatkan kontrak pengerjaan PLTU dari PT PL (Persero) di Pacitan dan

Teluk Naga yang meliputi pekerjaan Engineering dan procurement, serta Local Contraction yangbersifat turnkey project;

2. bahwa dalam kontrak, kontraktor bertanggungjawab dalam proses pengiriman dari komponen/material termasuk pengurusan dokumen impor dalam rangka custom clearence yang diperlukansehingga komponen/material tersebut dapat tersedia dan siap dipasang di lokasi PLTU;

3. bahwa dalam kontrak diatur bahwa apabila terjadi keterlambatan dalam penyelesaian poyekmaka DEC (China) dikenakan sanksi sebesar 10% dari nilai kontrak bukan atas pekerjaan FOB/procuremnet saja, sehingga membuktikanbahwa kontrak a quo merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan;

4. bahwa proyek DEC (China) dari PT PL (Persero) tersebut merupakan Turnkey Project dan dalamkesatuan kontrak;

5. bahwa penghasilan dari FOB/Procurement merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidakterpisahkan sebagaimana telah dinyatakan dalam kontrak sehingga PLTU dapat diserahkansecara utuh dan siap beroperasi melalui suatu turnkey project;

6. bahwa pemilik sebenarnya dari impor barang adalah Pemohon Banding, karena berkaitandengan turnkey project, dan PT PL (Persero) tidak menanggung resiko atas impor barangtersebut, serta tanggung jawab PT PL (Persero) hanya sebatas/sebesar tagihan berdasarkanprosentase penyelesaian proyek sehingga tidak dapat dipisahkan antara procurement dan jasakonstruksi;

7. bahwa oleh karena pemilik sebenarnya atas impor barang adalah Pemohon Banding makaseharusnya atas transaksi impor barang tersebut dicatat dalam pembukuan Pemohon Banding;

8. bahwa berdasarkan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2008 dan 2009, Nilai FOB/procurement merupakan bagian dari penghasilanPemohon Banding;

Menimbang:

bahwa berdasarkan fakta dan peraturan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, Hakim AnggotaDr. Triyono Martanto, Ak., M.M., M.Hum berpendapat sebagai berikut:1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf c UU PPh dan Pasal 26 ayat (1) huruf d UU PPh,

Hakim Anggota Triyono Martanto berpendapat penghasilan yang diterima atau diperoleh kantorpusatnya yang memiliki hubungan efektif dengan kegiatan usaha BUT nya di Indonesia terkaitdenganpemberian jasa, pekerjaan, dan kegiatan, dianggap sebagai penghasilan BUT nya diIndonesia (effectively-connection rule);

2. bahwa penerapan Pasal 5 ayat (1) huruf c UU PPh yang mengatur tentang besarnya laba yangdapat dianggap berasal dari suatu bentuk usaha tetap dengan ketentuan adanya hubungan efektifantara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud adalahi sesuaidengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat 4 (P3B Indonesia - China);

3. bahwa kontrak bersifat Turnkey Project dan dalam kesatuan kontrak, maka berdasarkan Pasal 5 ayat(2) dan (3) PP 51/2009, besarnya, Pajak Penghasilan yang dipotong atau disetor sendiri adalahsebesar jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran yang merupakan bagian dariNilai Kontrak Jasa Konstruksi;

4. bahwa berdasarkan fakta dan peraturan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, FOB/procurement terbukti mempunyai hubungan efektif dengan kegiatan Pemohon Banding (JasaKonstruksi), oleh karena itu berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf c UU PPh, penghasilanFOB/Procurement tersebut merupakan Obyek Pajak bentuk usaha tetap (Pemohon Banding);

5. bahwa oleh karena terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkanNilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telahdipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) PP 51/2008, maka selisih kekurangantersebut harus disetor oleh Pemohon Banding;

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 33: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

6. bahwa berdasarkan uraian di atas, FOB/procurement merupakan penghasilan PemohonBanding, karena mempunyai hubungan efektif dengan kegiatan Pemohon Banding (JasaKonstruksi) oleh karenanya atas penghasilan FOB/Procurement tersebut merupakan objek danterutang PPh Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

Menimbang:

bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas serta keyakinan Hakim Anggota Dr.Triyono Martanto, Ak., M.M., M.Hum berkesimpulan koreksi Terbanding atas objek PPh final Pasal 4ayat (2) sebesar Rp76.044.245.280,00 sudah tepat dan tetap dipertahankan karena telah sesuaidengan ketentuan hukum yang berlaku;

2. Koreksi Pajak Objek dari Percentage of Completion sebesar Rp103.833.601.695,00(Kekurangan tarif 1%)

Menimbang:

bahwa Hakim Anggota Dr. Triyono Martanto, Ak., M.M., M.Hum berpendapat dasar hukum yang berkaitandengan tarif PPh Pasal 4 ayat (2) adalah sebagai berikut :

bahwa Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilansebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan:Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang

negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orangpribadi;

b. penghasilan berupa hadiah undian;c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan

di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaanpasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasakonstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

e. penghasilan tertentu lainnya,yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

bahwa Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Dari Usahajasa Konstruksi menyatakan:Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;

bahwa Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Dari Usahajasa Konstruksi menyatakan:(1)Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:

a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yangmemiliki kualifikasi usaha kecil;

b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yangtidak memiliki kualifikasi usaha;

c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selainPenyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;

d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yangdilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan

e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yangdilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

(2)Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan sebagaimanadimaksud pada ayat (1), tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetapsetelah Pajak Penghasilan yang bersifat final;

bahwa Penjelasan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak PenghasilanDari Usaha jasa Konstruksi menyatakan:Huruf aYang dimaksud dengan "Kualifikasi usaha" adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 34: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.Huruf bCukup jelas.Huruf cYang dimaksud dengan "Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam hurufa dan huruf b antara lain Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasiusaha besar.Huruf dCukup jelas.

bahwa Pasal 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28/PRT/M/2006 tentang PerizinanPerwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing menyatakan:· Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA) adalah Badan Usaha yang berbentuk badan

hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan negara di mana perusahaantersebut didirikan dan berdomisili di luar Indonesia, yang bergerak di bidang usaha jasakonstruksi meliputi kegiatan usaha jasa konsultansi Perencanaan/Pengawasan (Konsultan)Konstruksi dan/atau Jasa Pelaksana Konstruksi (Kontraktor) Konstruksi;

· Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing adalah izin yang diberikan oleh Pemerintahcq Menteri kepada Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing untuk melakukan kegiatan di Indonesia;

· Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi disingkat LPJK untuk selanjutnya disebut Lembaga;

bahwa Pasal 2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28/PRT/M/2006 tentang PerizinanPerwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing menyatakan:(1)Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang akan melaksanakan kegiatan usahanya di wilayah

Republik Indonesia wajib mempunyai izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing;(2)Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diterbitkan setelah Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang bersangkutan mendapatkanpenyetaraan, kompetensi, klasifikasi, kualifikasi yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat dariLembaga.

(3)Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)kedudukannya sama dengan Ijin Usaha untuk Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasionalsebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundangundangan yang berlaku;

(4)Setelah mendapat izin perwakilan, BUJKA yang beroperasi di Indonesia dapat mencari pekerjaanjasa konstruksi dan membuat kontrak atas pekerjaan yang diperolehnya dimana kontrak tersebutharus ditandatangani oleh kepala perwakilan atas nama badan usaha induknya;

Menimbang:

berdasarkan fakta-fakta hukum dalam persidangan, Hakim Anggota Dr. Triyono Martanto, Ak.,M.M., M.Hum berpendapat sebagai berikut :- bahwa Pemohon Banding memiliki Izin Perwakilan Perusahaan Jasa Konstruksi Asing yang

diberikan oleh Menteri Pekerjaan Umum;- bahwa sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum aquo izin diberikan setelah mendapatkan

penyetaraan, kompetensi, klasifikasi, kualifikasi yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat dariLembaga dan kedudukannya sama dengan Ijin Usaha untuk Badan Usaha Jasa KonstruksiNasional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundangundangan yang berlaku;

- bahwa Hakim Anggota Dr. Triyono Martanto, Ak., M.M., M.Hum berpendapat Izin PerwakilanPerusahaan Jasa Konstruksi Asing yang dimiliki Pemohon Banding diberikan setelah melaluiproses penyetaraan, kompetensi, klasifikasi, kualifikasi dari Lembaga Pengembangan JasaKonstruksi;

bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Hakim Anggota Dr. Triyono Martanto, Ak.,M.M., M.Hum berkesimpulan bahwa Pemohon Banding memiliki kualifikasi usaha Jasa KonstruksiBesar sehingga berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, dikenakan tarif sebesar3%;

Menimbang:

bahwa berdasarkan pertimbangan hukum a quo dan fakta-fakta hukum dalam persidangan,keyakinan Hakim, dan demi keadilan, Hakim Anggota Dr. Triyono Martanto, Ak., M.M., M.Hum

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 35: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

berkesimpulan koreksi Terbanding atas Objek dari Percentage of Completion sebesarRp103.833.601.695,00 dibatalkan;

Menimbang:

bahwa Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan :(1)Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabiladalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak.

(2)Apabila Majelis di dalam mengambil putusan dengan cara musyawarah tidak dapat dicapaikesepakatan sehingga putusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat Hakim Anggota yangtidak sepakat dengan putusan tersebut dinyatakan dalam putusan Pengadilan Pajak.

Menimbang:

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak;

Menimbang:

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;

Menimbang:

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi kecualibahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

Menimbang:

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, peraturan yang berlaku dan keyakinan Hakim,Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, untuk mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding;

Mengingat:

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang-undanganlainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan:

Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-00586/KEB/ WPJ.07/2016 tanggal 22 April 2016, tentang keberatan atas Surat Ketetapan PajakKurang Bayar Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2), Masa Pajak Oktober 2010 Nomor:00043/240/10/053/15 tanggal 28 Januari 2015, atas nama : Pemohon Banding, , dan menetapkanPajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober 2010 yang terutang menjadi sebagaiberikut :

Penghasilan Kena Pajak/Dasar Pengenaan Pajak Rp. 137.577.183.007,00PPh Pasal 4 (2) Final yang terutang Rp. 3.502.016.320,00Kredit Pajak Rp. 3.502.016.320,00Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp. 0,00

Demikian diputus di Jakarta, berdasarkan suara terbanyak (ada dissenting opinion) Majelis XVAPengadilan Pajak setelah pemeriksaan dalam persidangan yang dicukupkan pada hari Senin tanggal22 Januari 2018, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Drs. Didi Hardiman, Ak. sebagai Hakim Ketua,Dr. Triyono Martanto, S.E., Ak., M.M., M.Hum. sebagai Hakim Anggota,Redno Sri Rezeki, S.E., MAFIS. sebagai Hakim Anggota,Dra. Ida Farida, M.M. sebagai Panitera Pengganti,

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis XVA, pada hari Senin tanggal 06

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK

Page 36: Procurement sebesarRp.76.044.245.280,00

Agustus 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri olehTerbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILA

NPA

JAK