Preskes Ujian Rizky Amalia p g99122102
-
Upload
gunung-mahameru -
Category
Documents
-
view
221 -
download
1
description
Transcript of Preskes Ujian Rizky Amalia p g99122102
PRESENTASI KASUS UJIAN BEDAH PLASTIK
SEORANG LAKI-LAKI USIA 12 TAHUN DENGAN FRAKTUR ZYGOMATICOMAXILLARY COMPLEX DEXTRA
Periode : 8-13 September 2014
Oleh:
Oleh:Rizky Amalia Puspitaningrum
NIM. G99122102
Pembimbing:dr. Amru Sungkar.,SpB.,SpBP-RE
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA2014
BAB I
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : An. FAP
Umur : 12 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Sukoharjo
Tanggal Masuk : 8 September 2014
Tanggal Periksa : 10 September 2014
Status Pembayaran : BPJS
II. Keluhan Utama
Nyeri di daerah wajah setelah KLL
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri di daerah wajah setelah mengalami
kecelakaan lalulintas. Kurang lebih 4 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien dibonceng sepeda motor tanpa
mengenakan helm, dengan posisi jatuh tidak diketahui. Menurut penolong,
motor pasien diserempet truk dari sebelah kanan. Setelah kejadian, pasien
mengalami luka dan perdarahan di daerah wajah. Pingsan (+), muntah (-)
kejang (-). Oleh penolong pasien dibawa ke RSUD Dr Moewardi.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
Riwayat mondok sebelumnya : disangkal
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Primary Survey
a. Airway : bebas
b. Breathing : spontan, pernafasan 20 x/menit
c. Circulation : tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88/menit, CRT<2 detik
d. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor
(2mm/2mm), lateralisasi (-/-)
e. Exposure : suhu 36,6ºC, Jejas (+) lihat status lokalis
II. Secondary Survey
a. Keadaan umum : composmentis, pasien tampak kesakitan, gizi kesan
baik.
b. Kepala : mesocephal, jejas (+) di region supraorbita dextra,
infraorbita dextra, dan zygomatica dextra.
c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+), hematom
periorbita (+/+), diplopia (-/-).
d. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
nyeri tragus (-/-).
e. Hidung : bloody rhinorrhea (-)
f. Mulut : gusi berdarah (-), lidah kotor (-), jejas (-), maloklusi
(-),gigi goyang (-), gigi tanggal (-)
g. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),
nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat.
h. Thorak : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-).
i. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I-II intenstas normal, regular, bising
(-).
j. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan tertinggal dari kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan kurang dari kiri, nyeri tekan
(-/-).
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan
(-/-).
k. Abdomen
Inspeksi : distended (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defance muscular (-)
l. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri
BAK (-).
m. Muskuloskletal : jejas (-), nyeri (-)
n. Ekstremitas
Akral dingin Oedema
- _
- _- _
- _
III. Status Lokalis
a. Regio Supraorbita dextra
Inspeksi : oedem (+), tampak vulnus excoriatum ukuran 1,5x1 cm,
hematom (+)
Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (-)
b. Regio Infraorbita dextra
Inspeksi : oedem (+), tampak vulnus excoriatum ukuran 1,5x1 cm,
hematom (+)
Palpasi : nyeritekan (+), krepitasi (-), hipoesthesi (-)
c. Regio Zygomatica dextra
Inspeksi : oedem (+/-), tampak vulnus excoriatum ukuran 6x3 cm
Palpasi : nyeritekan (+), krepitasi (+), hipoesthesi (-)
C. ASSESMENT 1
Suspek fraktur ZMC (D)
D. PLANNING 1
1. Pemeriksaan darah rutin.
2. Foto rontgen kepala AP/Lateral.
3. Foto waters
4. CT Scan kepala
5. O2 3 lpm
6. Pasang infuse NaCl 0,9% 20tpm
7. Injeksi ketorolac 30mg/8 jam.
8. Injeksi ranitidine 50mg/8 jam.
9. Injeksi ceftriaxone 1 ampul/ 12 jam
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil pemeriksaan laboratorium (Tanggal 8 September 2014)
Hb : 12,7
Hct : 36
AE : 4,48
AL : 23,9
AT : 404
GD : B
Na : 136
K : 3,2
Cl : 108
HbsAg : (-)
b. Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala: terdapat gambaran fraktur pada os
zygomaticum kanan
F. ASSESMENT II
1. Fraktur Zigomaticomaxillary complex dextra
2. Leukositosis
G. PLANNING II
1. Awasi KUVS
2. Resusitasi cairan dan awasi Balance Cairan
H. PROGNOSIS
a. Ad vitam : bonam
b. Ad sanam : bonam
c. Ad fungsionam : bonam
BAB II
JAWABAN UJIAN
1. ANAMNESIS
Anamnesis dapat dilakukan langsung dengan pasien (autoanamnesis) jika pasien
dalam keadaan sadar dan dapat diajak berkomunikasi atau dengan orang yang
melihat langsung kejadian yang dialami pasien. Dari anamnesis dapat ditanyakan
kronologis kejadian trauma, arah dan kekuatan dari trauma terhadap pasien
maupun saksi mata. Sifat, daya, dan arah hantaman cedera harus dicari tahu dari
pasien dan saksi-saksi yang ada. Dalam anamnesis pasien-pasien yang mengalami
trauma maksilofasial antara lain, yang harus ditanyakan antara lain:
a. Apakah penyebab pasien mengalami trauma?
Kecelakaan lalu lintas.
Trauma tumpul.
Trauma benda keras.
Kecelakaan olahraga.
Perkelahian.
Terjatuh
b. Apabila terjatuh, bagaimana mekanisme injuri yang terjadi? Bagaimana posisi
pasien saat terjatuh ?
c. Apakah pasien dalam keadaan mabuk saat mengendarai kendaraan ? Apakah
pasien memakai pelindung kepala saat mengalami trauma tersebut ?
d. Dimana kejadiannya? Sudah berapa lama pasien mengalami kejadian tersebut?
e. Apakah setelah mengalami kecelakaan pasien tidak sadar? Jika tidak sadar,
berapa lama pasien mengalami penurunan kesadaran?
f. Apakah pasien muntah dan kejang setelah kejadian?
g. Pertolongan apa saja yang sudah diberikan kepada pasien?
Pasien dengan fraktur kompleks zygomatik dapat mengeluh nyeri, odem
periorbital, dan ekimosis. Mungkin ada paresthesia atau anesthesia diatas pipi,
hidung lateral, bibir atas, dan gigi anterior maksila yang dihasilkan dari cedera
zygomaticotemporal atau nervus infraorbital.Hal ini terjadi pada 18 hingga 83%
dari seluruh pasien dengan trauma zygomatik. Ketika arcus bergeser kearah
medial, pasien mungkin mengeluh trismus. Epistaksis dan diplopia mungkin
dapat terjadi pada pasien dengan fraktur ZMC.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan zigoma termasuk inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dari
arah frontal, lateral, superior, dan inferior. Diperhatikan kesimetrisan dan
ketinggian pupil yang merupakan petunjuk adanya pergeseran pada dasar orbita
dan aspek lateral orbita, adanya ekimosis periorbita, ekimosis subkonjungtiva,
abnormal sensitivitas nervus, diplopia dan enoptalmus; yang merupakan gejala
yang khas efek pergeseran tulang zigoma terhadap jaringan lunak sekitarnya.
a. Inspeksi secara urut dari atas ke bawah:
Deformitas, memar, abrasi, laserasi, dan edema.
Luka tembus.
Daerah muka simetri atau tidak.
Adakah malar emminance.
Adanya maloklusi atau trismus, dan pertumbuhan gigi abnormal.
Ottorhea dan Rhinorrhea.
Telecanthus, Battle’s Sign, Racoon’s Sign, dan hematom periorbita.
Cedera kelopak mata.
Ecchymosis dan epitaksis.
Ekspresi wajah yang kesakitan atau cemas.
b. Palpasi untuk mengetahui kelainan pada tulang dan jaringan pada wajah.
Palpasi untuk kelainan tulang supraorbital dan tulang frontal.
Palpasi hidung untuk meraba adanya septum deviasi, pelebaran jembatan
hidung, meraba permukaan mukosa, dan krepitasi.
Palpasi zygoma sepanjang lengkung serta artikulasi dengan tulang frontal,
tulang temporal, dan tulang maksila.
Perkusi didaerah tragus untuk mengetahui adakah tragus pain.
Periksa stabilitas wajah dengan menggenggam gigi dan palatum kemudian
mendorongnya maju mundur dan naik turun. Nilai apakah terdapat
floating maksila atau hanya maksila goyang.
Palpasi gigi untuk meraba adakah gigi yang goyang.
Palpasi rahang bawah untuk memeriksa nyeri dan bengkak.
Palpasi sepanjang supraorbital dan infraorbital untuk melihat adakah
hyperesthesia atau anesthesia.
3. DIAGNOSIS DAN DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
Diagnosis pada pasien di atas adalah suspect fraktur ZMC (D). Diagnosis
banding terdiri dari semua patah tulang wajah, lecet jaringan lunak, memar, dan
lecet. Pemeriksa harus berhati-hati untuk tidak berhenti pada evaluasi hanya
karena satu patah tulang atau cedera dicatat. Beberapa studi telah menunjukkan
bahwa sebanyak 30% dari pasien memiliki dua atau lebih patah tulang atau
cedera
a. Fraktur nasoethmoidal
Jika dicurigai fraktur nasal dan bukti-bukti menunjukan keterlibatan
tulang ethmoidal, seperti rhinorea CSF atau pelebaran jembatan hidung
dengan telechantus, pemeriksaan rontgen biasa jarang digunakan. CT
scan koronal tulang wajah adalah pemeriksaan terbaik untuk menentukan
tingkat fraktur. Sebuah rekonstuksi 3-D dapat diperlukan dalam
membantu konsultan dalam operasi.
b. Fraktur Le Fort
Fraktur Le fort I : menunjukan pelebaran fraktur ke horizontal di
mandibula inferior, kadang –kadang termasuk fraktur dari dinding
lateral sinus, memanjang ke tulang palatine dan pterygoid.
Fraktur Le fort II : pemeriksaan radiologis menunjukan gangguan
dari pelek orbital inferior lateral saluran orbital dan patah tulang dari
dinding medial orbital dan tulang nasal. Fraktur memperluas
posterior kedalam piring pterygoid.
Fraktur Le fort III : pemeriksaan radiologis menunjukan patah tulang
pada sutura zygomaticofrontal, zygoma, dinding medial orbita, dan
tulang hidung meluas ke posterior melalui orbita di sutura
pterygomaksilaris ke fossa sphenopalatina
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN PENILAIAN HASIL PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan laboratorium untuk
menganalisa jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit, dan hemoglobin),
hematokrit, protrombin time, partial tromboplastin time, ion (natrium, klorida),
kreatinin, ureum, glukosa sewaktu, albumin, dan golongan darah.
Angka rujukan normal untuk hasil pemeriksaan di atas adalah:
Hb : 12-15 g/dL Natrium : 135-145 mEq/L
AE : 4,2-6,2. 103/µL Kalium : 3,1-4,3 mEq/L
AL : 4-11.103/µL Klorida : 95-105 mEq/L
AT : 150-350.103/µL Kreatinin : 0,5-1,5 mg/dL
Hct : 38-51% GDS : < 200 mg/dL
PT : 11-14 detik Albumin : 3-5,5 g/dL
APTT : 20-40 detik
b. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosa fraktur zygomatik biasanya dibuat dengan pemeriksaan
riwayat dan fisik.Pemindaian CT pada tulang wajah, pada bidang aksial dan
koronal, adalah standar untuk seluruh pasien dengan dugaan (suspect) fraktur
zygomatik. Radiografi membantu untuk konfirmasi dan untuk dokumentasi
medikolegal dan untuk menentukan perluasan cedera tulang.
1. Tomografi Komputasi
CT adalah standar emas untuk evaluasi radiografi fraktur
zygomatik.Gambaran aksial dan koronal didapat untuk menentukan pola
fraktur, derajat pergeseran, dan serpihan dan untuk mengevaluasi
jaringan lunak orbital. Secara spesifik, pemindaian CT memberikan
visualisasi dan dasar-dasar dari tengkorak wajah tengah: dasar-dasar
nasomaksilaris, zygomaticomaksilaris, infraorbital, zygomaticofrontal,
zygomaticosphenoid, dan zygomaticotemporal. Pandangan koronal
khususnya membantu dalam evaluasi fraktur dasar orbita (Gambar 4A).
Jendela jaringan lunak, pada dataran koronal, berguna untuk
mengevaluasi otot-otot ekstraokuler dan untuk mengevaluasi herniasi
jaringan orbita kedalam sinus maksilaris.
2. Radiograf Biasa
Pemindaian CT (CT scan) telah menggantikan film biasa untuk
diagnosa dan penanganan fraktur kompleks zygomatik.Meskipun
demikian, sebuah pengetahuan kerja fundamental pada teknik ini
diperlukan. Pada banyak ruang emergensi dan rumah sakit, pasien trauma
akan masih menjalani evaluasi radiografi film biasa. Kemampuan untuk
membaca dan interpretasi film-film ini menjadi diagnosa dan merawat
pasien-pasien ini adalah penting.
a. Water’s View
Radiograf tunggal terbaik untuk evaluasi fraktur kompleks
zygomatik adalah Water’s view.Ia adalah sebuah proyeksi
posteroanterior dengan kepala yang terposisi pada sudut 27° terhadap
vertikal dan dagu berada pada kaset (cassette). Hal ini
memproyeksikan piramida petrosa jauh dari sinus maksilaris,
memberikan visualisasi sinus-sinus, orbita lateral, dan lingkaran
infraorbita. Ketika hal ini dikombinasikan dengan sebuah Water’s
view yang terangkat, sebuah pandangan stereografi dari fraktur dapat
terlihat. Pada pasien yang tidak mampu mengira-ngira posisi wajah
kebawah, proyeksi Water’s view terbalik memberikan informasi yang
sama.
b. Caldwell’s View
Caldwell’s view adalah sebuah proyeksi posteroanterior dengan
wajah pada sudut 15o terhadap cassette. Penelitian ini membantu
dalam evaluasi rotasi (disekitar aksis horisontal).
c. Submentovertex View
Submentovertex (jug-handle) view diarahkan dari daerah
submandibula ke vertex tengkorak. Ia membantu dalam evaluasi
arcus zygomatik dan proyeksi malar.
5. RENCANA PENATALAKSANAAN
Pada kegawatdaruratan trauma zygomaxillary complex dilakukan
penanganan pada airway, breathing, circulation, disability, dan exposure. Airway
dipertahankan dengan chin lift dan jaw trust, sebelum hal tersebut dilakukan
pasang cervical collar terlebih dahulu. Pastikan jalan nafas terbebas dari
hambatan. Tinjau kembali saluran nafas, jika intubasi dengan rute oral sulit
dilakukan maka lakukan cricotiroidektomi. Bila saluran nafas telah bebas lakukan
penilaian untuk breathing dilanjutkan dengan circulation jika breathing pasien
spontan.
Pada circulation lakukan pemeriksaan nadi. Setelah survey primer selesai
dan pasien terbebas dari kegawatdaruratan maka dilakukan survey sekunder.
Evaluasi semua fraktur yang terdapat di maksilofasial, pada epistaksis dapat
dilakukan tampon anterior. Rujuk pasien ke bedah plastik, bedah THT jika
terdapat fraktur di daerah THT, dan bedah saraf jika dicurigai terdapat perdarahan
intracranial, subdural, maupun epidural. Berikan analgetik yang memadai, opioid,
NSAID, dan anestesi local. Jika pasien memiliki luka terbuka segera berikan anti
tetanus serum.
Penanganan fraktur maxilla dan nassal bergantung pada tingkat pergeseran
dan resultan estetik dan defisit fungsional.Perawatan oleh karena itu merentang
dari observasi sederhana untuk penyembuhan bengkak, disfungsi otot
ekstraokuler, dan paresthesi untuk reduksi terbuka dan fiksasi internal fraktur
multipel.
6. EDUKASI, PENYULUHAN, DAN PENCEGAHAN SEKUNDER
Edukasi, penyuluhan, dan pencegahan sekunder yang dapat dilakukan
adalah dengan menyarankan agar menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan
fraktur zygomaxillary complex, yaitu :
a. Menggunakan pengaman selama mengendarai kendaraan seperti helm dan
seat belt.
b. Tidak mengendarai kendaraan dalam keadaan mabuk atau menggunakan
telepon.
Penjelasan mengenai rencana operasi ataupun prosedur yang akan
dilakukan kepada pasien baik yang bersifat invasif maupun konservatif juga perlu
dilakukan. Selain itu selama perawatan pasien juga perlu diedukasi untuk tetap
menjaga kebersihan oral/ oral higiene dan untuk sementara mengonsumsi diet
lunak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Charles Stewart. 2008. Maxillofacial Trauma: Challenges In ED Diagnosis
and Managemanet. Emergency Medcine Practice, February 2008, Vol 10 No
2
2. David A. Cottrell, Sean P. Edwards, Jack E. Gotcher. 2012. Surgical
Correction of maxillofacial skeletal deformities. J Oral Maxillofac Surg.
70:e107-e136, 2012
3. Amir A Krausz, Abu el-Naaj, Barak M. 2009. Maxillofacial trauma patient:
coping with the difficult airway. World Journal of Emergency Surgery; 4:21
4. Richard A. Hopper,Shahram Salemy,Raymond W.2006.
Diagnosis of Midface Fractures with CT: What the Surgeon Needs to Know.
RadioGraphics 2006; 26:783–793
5. Adriane Kamulegeya, Francis Lakor, Kate Kabenge.2009. Oral Maxillofacial
fractures seen at a Ugandan tertiary hospital : A six month prospective study.
CLINICS 2009;64(9):843-8.
6. Kraft A, Aberrmann E, Stigler R, Zsifkovitz C, Pedross F, Kloss F, Gassner
R. 2012. Craniomaxillofacial trauma: Synopsis of 14,654 cases with 35,129
injuries in 15 years. Craniomaxillofacial Trauma and Reconstruction; 5(1)
7. Özgür AKDOĞAN,Adin SELÇUK,Demirhan GÜRBÜZ,Hüseyin DERE.
2008. Analysisi of Simple Nasal Bone Fracture and The Effect of it on
Olfactory Dysfunction. KBB-Forum 2008;7(2)
8. Rachelle L Love. 2010. Nasal fractures: patient satisfaction following closed
reduction. NZMJ 27 August 2010, Vol 123 No 1321; ISSN 1175 8716
9. Jun Wook Lee, Young Joon Kim, Hoon Kim, Sang Hyun Nam, Bo Moon
Shin,Young Woong Choi. 2013. Nasal Carriage of 200 Patients with Nasal
Bone Fracture in Korea. Arch Plast Surg 2013;40:536-541
10. Brian Rubinstein, Bradley Strong. 2000. Management of Nasal Fractures.
Arch Fam Med; 9: 738-42
11. Suneel Kumar Punjabi, Habib-ur-Rehman, Zahid Ali, Shaheen Ahmed. 2011.
Causes and management of zygomatic bone fractures at Abbasi Shaheed
Hospital Karachi (Analysis of 82 Patients). JPMA 61:36; 2011
12. S Nezafati, R Javadrashid2, S Rad and S Akrami. 2010. Comparison of
ultrasonography with submentovertex films and computed tomography scan
in the diagnosis of zygomatic arch fractures. Dentomaxillofacial Radiology
(2010) 39, 11–16
13. Lakshmi N Gandi, Vivekanand S Kattimani, Amit V Gupta1, V Srinivas
Chakravarthi3 and Sridhar S Meka. 2012. Prospective blind comparative
clinical study of two point fixation of zygomatic complex fracture using wire
and mini plates. Head & Face Medicine 2012, 8:7
14. DAS U. M, VISWANATH D, SUBRAMANIAN V, AGARWAL M. 2007.
Management of dentoalveolar injuries in children: A case report. J Indian
Soc Pedod Prevent Dent.
15. Tapas Kumala Bala. 2007. Closed Reduction of Dento-alveolar Fracture
using titanium plates and screw : Dissertation. Rajiv Gandhi University of
Science, Karnataka, Bangalore. J Oral Maxillofac Surg 65:1439-1441, 2007
16. P O´ Ceallaigh, K Ekanaykaee, C J Beirne, D W Patton. 2006. Diagnosis and
management of common maxillofacial injuries in the emergency department.
Part 1: advanced trauma life support. Emerg Med J 2006;23:796–797
17. Marcos Janson, Guilherme Janson, Eduardo Sant’ana, Alexandre Nakamura,
Marcos Roberto de Freitas. 2008. Segmental Le Fort I Osteotomy for
Treatment of a Class III Malocclusion with Temporomandibular Disorder. J
Appl Oral Sci. 2008;16(4):302-9
18. Koshy JC, Feldman, Chike-Obi CJ, Bullocks JM. 2010. Pearls of Mandibular
Trauma Management. Semin Plast Surg;24:357–374
19. Kazuhiko Yamamoto, Yumiko Matsusue, Satoshi Horita, Kazuhiro
Murakami, Tsutomu Sugiura, Tadaaki Kirita. 2014. Clinical Analysis of
Midfacial Fractures. Mater Sociomed. 2014 Feb; 26(1): 21-25
20. Nathalie Pham-Dang, Isabelle Barthélémy, Thierry Orliaguet, Alain Artola,
Jean-Michel Mondié, Radhouane Dallel. Etiology, distribution, treatment
modalities and complications of maxillofacial fractures. Journal section:
Oral Surgery doi:10.4317/medoral.19077
21. Engin D Arslan , Alper G Solakoglu, Erdal Komut, Cemil Kavalci, Fevzi
Yilmaz, Evvah Karakilic,Tamer Durdu1 and Muge Sonmez. 2014.
Assessment of maxillofacial trauma in emergency department. World
Journal of Emergency Surgery 2014, 9:13.
22. Amos MJ, Dalghous A, Alkhabuli J and Mizen KD.2006. Massive maxillary
radicular cyst presenting as facial fracture and abscess, a case report. Libyan
J Med, AOP: 070922
23. Chalya PL, Mchembe, Mabula JB, Kanumba ES, Gilyoma. 2011. Etiological
spectrum, injury characteristics and treatment outcome of maxillofacial
injuries in a Tanzanian teaching hospital. Journal of Trauma Management &
Outcomes; 5:7
24. Uwe E, Matthias S, Francois E, Klaus Louis G, Eberhard K, Richard L,
Michael R,et al. 2006. Open versus closed treatment of fractures of the
mandibular condylar process–a prospective randomized multi-centre study.
Journal of Cranio-Maxillofacial Surgery,doi:10.1016/j.jcms.2006.03.003
25. Nicholas Z, Michael M, Constintine M, Demetrius P, Athena S. 2006.
Fractures of the mandibular condyle: A review of 466 cases. Literature
review, reflections on treatment and proposals. European Association for
Cranio-Maxillofacial Surgery doi:10.1016/j.jcms.2006.07.854
26. Mazen Almasri. 2013. Severity and causality of maxillofacial trauma in the
Southern region of Saudi Arabia. The Saudi Dental Journal (2013) 25, 107–
110
27. Kay uw, Matthias S, Matthias H. 2003. Analysis of complications in
fractures of the mandibular angle – a study withfinite element computation
and evaluation of data of 277 patients. Journal of Cranio-Maxillofacial
Surgery (2003) 31, 290–295
28. Sofie C. Kommers, Bart van den Bergh, Tymour Forouzanfar. 2013. Quality
of life after open versus closed treatment for mandibularcondyle fractures: A
review of literature Journal of Cranio-Maxillo-Facial Surgery.
29. Robert M. Laughlin, DMD,* Michael S. Block, DMD, Randall Wilk, DDS,
PhD, MD,‡ Randolph B. Malloy, DDS, PhD,and John N. Ken. 2013.
Resorbable Plates for the Fixation of Mandibular Fractures: A Prospective
Study
30. Philippe L, David R, Thierry D. Spontaneous Mandibular Fracture in a
Partially Edentulous Patient: Case Report. Journal of the Canadian Dental
Association August 2003, Vol. 69, No. 7