Preskes Dr.wur Paling Baru

43
BAB I PENDAHULUAN Fetal distres atau gawat janin adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan oksigenasi dan atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub akut (kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi). Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia janin pada saat kontraksi rahim. Tanpa oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Ada yang berpendapat bahwa gawat janin memang benar terjadi berkaitan dengan asfiksia. Asfiksia baru dapat ditentukan bila terdapat gejala neurologik atau skor APGAR kurang dari tiga. Akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. Gawat janin relatif cukup banyak ( 14,7 %) dan terutama terjadi pada persalinan. Sebaiknya sectio caesaria dilakukan bila terjadi deselerasi lambat berulang, variabilitas yang abnormal (< 5/20 menit). 1

Transcript of Preskes Dr.wur Paling Baru

Page 1: Preskes Dr.wur Paling Baru

BAB I

PENDAHULUAN

Fetal distres atau gawat janin adalah adanya suatu kelainan pada fetus

akibat gangguan oksigenasi dan atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali

pusat), sub akut (kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta

insufisiensi). Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia janin pada

saat kontraksi rahim. Tanpa oksigen yang adekuat, denyut jantung janin

kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada

kontraksi uterus. Ada yang berpendapat bahwa gawat janin memang benar terjadi

berkaitan dengan asfiksia. Asfiksia baru dapat ditentukan bila terdapat gejala

neurologik atau skor APGAR kurang dari tiga. Akibat asfiksia akan bertambah

buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.

Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan

kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.

Gawat janin relatif cukup banyak ( 14,7 %) dan terutama terjadi pada persalinan.

Sebaiknya sectio caesaria dilakukan bila terjadi deselerasi lambat berulang,

variabilitas yang abnormal (< 5/20 menit).

Oleh karena hal tersebut di atas, kami tertarik untuk membahas mengenai

faktor penyebab dan management fetal distress untuk mengurangi angka kejadian

fetal distress.

1

Page 2: Preskes Dr.wur Paling Baru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GAWAT JANIN INTAUTERIN (FETAL DISTRESS)

1. Definisi

Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat

gangguan oksigenasi dan atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali

pusat), sub akut (kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta

insufisiensi).1,2

2. Etiologi

Penyebab dari fetal distress diantaranya :1

a. Ibu : hipotensi atau syok yang disebabkan oleh apapun,

penyakit kardiovaskuler, anemia, penyakit pernafasan, malnutrisi,

asidosis dan dehidrasi.

b. Uterus : kontraksi uterus yang telalu kuat atau terlalu

lama, degenerasi vaskuler.

c. Plasenta : degenerasi vaskuler, hipoplasi plasenta.

d. Tali pusat : kompresi tali pusat.

e. Fetus : infeksi, malformasi dan lain-lain.

3. Pembagian gawat janin

a. Gawat janin sebelum persalinan

Gawat janin sebelum persalinan biasanya merupakan gawat

janin yang bersifat kronik berkaitan dengan fungsi plasenta yang

menurun atau bayi sendiri yang sakit.3,4

Data subyektif dan obyektif

2

Page 3: Preskes Dr.wur Paling Baru

Gerakan janin menurun. Pasien mengalami kegagalan dalam

pertambahan berat badan dan uterus tidak bertambah besar. Uterus

yang lebih kecil daripada umur kehamilan yang diperkirakan memberi

kesan retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion.

Riwayat dari satu atau lebih faktor-faktor resiko tinggi, masalah-

masalah obstetri, persalinan prematur atau lahir mati dapat

memberikan kesan suatu peningkatan resiko gawat janin.1,4

1.) Faktor predisposisi

Faktor-faktor resiko tinggi meliputi penyakit hipertensi,

diabetes mellitus, penyakit jantung, postmaturitas, malnutrisi ibu,

anemia, dan lain-lain.

2.) Data diagnostik tambahan

Pemantauan denyut jantung janin menyingkirkan gawat

janin sepanjang (a) denyut jantung dalam batas normal (b)

akselerasi sesuai dengan gerakan janin (c) tidak ada deselerasi

lanjut dengan adanya kontraksi uterus.

Ultrasonografi : Pengukuran diameter biparietal secara seri dapat

mengungkapkan bukti dini dari retardasi pertumbuhan

intrauterin. Gerakan pernafasan janin, aktifitas janin dan

volume cairan ketuban memberikan penilaian tambahan

kesekatan janin. Oligihidramnion memberi kesan anomali

janin atau retardasi pertumbuhan.

Kadar estriol dalam darah atau urin ibu memberikan suatu

pengukuran fungsi janin dan plasenta, karena

pembwentukan estriol memerluakn aktifitas dari enzim-

enzim dalam hati dan kelenjar adrenal janin seperti dalam

plasenta.

HPL (Human Placental Lactogen) dalam darah ibu : kadar 4

mcg/ml atau kurang setelah kehamilan 3 minggu member

kesan fungsi plasenta yang abnormal.

3

Page 4: Preskes Dr.wur Paling Baru

Amniosintesis : adanya mekonium di dalam cairan amnion masih

menimbulkan kontroversi. Banyak yang percaya bahwa

mekonium dalam cairan amnion menunjukkan stress

patologis atau fisiologis, sementara yang lain percaya

bahwa fasase mekonium intrauterin hanya menunjukkan

stimulasi vagal temporer tanpa bahaya yang mengancam.

Penetapan rasio lesitin sfingomielin (rasio L/S)

memberikan suatu perkiraan maturitas janin.

3.) Penatalaksanaan5,6,7

Keputusan harus didasarkan pada evaluasi kesehatan janin

inutero dan maturitas janin. Bila pasien khawatir mengenai gerakan

janin yang menurun pemantauan denyut jantung janin atau

dimiringkan atau oksitosin challenge test sering memberika

ketenangan akan kesehatan janin. Jika janin imatur dan keadaan

insufisiensi plasenta kurang tegas, dinasehatkan untuk mengadakan

observasi tambahan. Sekali janin matur, kejadian insufisiensi plasenta

biasanya berarti bahwa kelahiran dianjurkan. Persalinan dapat

diinduksi jika servik dan presentasi janin menguntungkan. Selama

induksi denyut jantung janin harus dipantau secara teliti. Dilakukan

sectio secaria jika terjadi gawat janin, sectio sesaria juga dipilih untuk

kelahiran presentasi bokong atau jika pasien pernah mengalami

operasi uterus sebelumnya.

b. Gawat janin selama persalinan

Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia janin. Tanpa

oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas

dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila

hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH

janin yang menurun.1,2,7

1.) Data subyektif dan obyektif

4

Page 5: Preskes Dr.wur Paling Baru

Gerakan janin yang menurun atau berlebihan menandakan gawat

janin. Tetapi biasanya tidak ada gejala-gejala subyektif. Seringkali

indikator gawat janin yang pertama adalah perubahan dalam pola

denyut jantung janin (bradikardia, takikardia, tidak adanya

variabilitas, atau deselerasi lanjut). 3,8,9

Hipotensi pada ibu, suhu tubuh yang meningkat atau kontraksi

uterus yang hipertonik atau ketiganya secara keseluruhan dapat

menyebabkan asfiksia janin.1,7

2.) Faktor-faktor etiologi 4,5,10

a. Insufisiensi uteroplasental akut

- aktivitas uterus berlebihan.

- hipotensi ibu.

- solutio plasenta.

- plasenta previa dengan pendarahan.

b. Insufisiensi uteroplasental kronik

- penyakit hipertensi.

- diabetes mellitus.

- isoimunisasi Rh.

- postmaturitas atau dismaturitas

c. Kompresi tali pusat

d. Anestesi blok paraservikal

3.) Data diagnostik tambahan 4,5,10

Pemantauan denyut jantung janin : pencatatan denyut jantung

janin yang segera dan kontinu dalam hubungan dengan kontraksi

uterus memberika suatu penilaian kesehatan janin yang sangat

membantu dalam persalinan.

Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin adalah:

1. Bradikardi : denyut jantung janin kurang dari 120 kali

permenit.

2. Takikardi : akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>

160) dapat dihubungkan dengan demam pada ibu sekunder

5

Page 6: Preskes Dr.wur Paling Baru

terhadap terhadap infeksi intrauterin. Prematuritas dan atropin

juga dihubungkan dengan denyut jantung dasar yang

meningkat.

3. Variabilitas: denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti

depresi sistem saraf otonom janin oleh mediksi ibui (atropin,

skopolamin, diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesik

narkotik).

4. Pola Deselerasi: Deselerasi lanjut menunjukan hipoksia janin

yang disebabkan oleh insufisiensi uteroplasental. Deselerasi

yang bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi uterus

adalah lebih sering dan muncul untuk menunjukan kompresi

sementara waktu saja dari pembuluh darah umbilikus.

Peringatan tentang peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi

lanjut, penurunan atau tiadanya variabilitas, bradikardia yang

menetap dan pola gelombang sinus.

Contoh darah janin memberikan informasi objektif tentang

status asam basa janin. Pemantauan janin secara elektronik dapat

menjadi begitu sensitif terhadapt perubahan-perubahan dalam denyut

jantung janin dimana gawat janin dapat diduga bahkan bila janin

dalam keadaan sehat dan hanya menber reaksi terhadap stess dari

kontraksi uterus selama persalianan. Contoh darah janin diindikasikan

bila mana pola denyut jantung janin abnormal atau kacau memerlukan

penjelasan.

Mekonium dalam cairan ketuban : arti dari mekoneum dalam

cairan ketuban adalah tidak pasti dan kontroversial sementara

beberapa ahli berpendapat bahwa pasase mekoneum intrauterun

adalah suatu tanda gawat janin dan kemungkinan kegawatan, yang

lainya merasakan bahwa adanya mekoneum tanpa kejadian asfiksia

janin lainnya tidak menunjukan bahaya janin. Tetapi, kombinasi

6

Page 7: Preskes Dr.wur Paling Baru

asfiksia janin dan mekoneum timbul untuk mempertinggi potensi

asfirasi mekoneum dan hasil neonatus yang buruk.

4.) Penatalaksanaan 4,5,10

Prinsip-prinsip umum

a. Bebaskan setiap kompresi tali pusat.

b. Perbaiki aliran darah uteroplasental.

c. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau terminasi

kehamilan merupakan indikasi. Rencana kelahiran didasarkan pada

faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetri pasien, dan

jalannya persalinan.

Langkah-langkah khusus :

a. Posisi ibu diubah dari posisi terlentang menjadi miring,

sebagai usaha untuk memperbaiki aliran darah balik, curah jantung,

dan aliran darah uteroplasental. Perubahan dalam posis juga dapat

membebaskan kompresi tali pusat.

b. Oksigen diberikan 6 liter/menit, sebagai usaha

meningkatkan penggantian oksigen fetomaternal.

c. Oksitosi dihentikan karena kontraksi uterus akan

mengganggu sirkulasi darah keruang intervilli.

d. Hipotensi dikoreksi dengan infus IV D5% dalam RL.

Transfusi darah dapat diindikasikan pada syok hemorragik.

e. Pemeriksaan pervaginan menyingkirkan prolaps tali pusat

dan menentukan perjalana persalinan. Elevasi kepala janin secara

lembut dapat merupakan suatu prosedur yang bermanfaat.

f. Pengisapan mekoneum dari jalan nafasi bayi baru lahir

mengurangi resiko asfirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi

lahir, hidung dan mulut dibersikan dari mekoneum dengan kateter

penghisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan

laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan

mekoneum dengan pipa endotrakeal.

7

Page 8: Preskes Dr.wur Paling Baru

B. KETUBAN PECAH DINI

1. Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di bidang

obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas, kesulitan

dalam mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan janin dan

juga karena panatalaksanaannya yang bermacam-macam dan masih

merupakan kontroversi. KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban

pada saat fase laten sebelum adanya his. Pada persalinan yang normal,

ketuban pecah pada fase aktif. Pada KPD kantung ketuban pecah sebelum

fase aktif. 4,11,12

KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada

usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebeb

yang jelas.4

2. Etiologi Dan Patogenesis

KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput

ketuban, peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian

besar penelitian menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya

kekuatan selaput ketuban. Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya

karena bakteri maupun his. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa

bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang merupakan flora normal

vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum diketahui pasti.

Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak diketahui

yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi terjadinya

penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi

adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan

koitus.4,11,12

Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang

menyebabkan KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai

infeksi. Namun sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen

8

Page 9: Preskes Dr.wur Paling Baru

terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler

korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen

dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1)

danprostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan

aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan

sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang

menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.4

Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 : 4

a. Kehamilan multiple

b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya

c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila

hygiene buruk

d. Perdarahan pervaginam

e. Bakteriuria

f. pH vagina diatas 4,5

g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm

h. Flora vagina abnormal

i. Fibronectin > 50 ng/ml

j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi

3. Diagnosis

Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :2,4,13,15

a. Air ketuban yang keluar dari vagina

Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan

ketuban yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan

ringan pada uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya

air ketuban.

b. Nitrazine test

pH vagina normal adalah 4,5 – 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai

pH 7,0 – 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna

9

Page 10: Preskes Dr.wur Paling Baru

menjadi biru bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin,

darah dan infeksi vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini

menyebabkan hasil nitrazine test positif palsu.

c. Fern test

Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada

air ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.

d. Evaporation test

e. Intraamniotic fluorescein

f. Amnioscopy

g. Diamine oxidase test

h. Fetal fibronectin

i. Alfa-fetoprotein test

4. Komplikasi

KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu

maupun pada janin, diantaranya :2,3,15

a. Infeksi

Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD.

Diagnosis korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara

lain demam (37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi

baik pada ibu maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban

yang berbau busuk, maupun leukositosis.

b. Hyaline membrane disease

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline memnrane disease

sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat

hubungan antara umur kehamilan denganhyaline membrane disease

dan chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia

kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran

disease lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.

c. Hipoplasi pulmoner

10

Page 11: Preskes Dr.wur Paling Baru

Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu

dan fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya

distress respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan

membutuhkan bantuan ventilator.

d. Abruptio placenta

Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang

mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah

perdarahan pervaginam.

e. Fetal distress

Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan

kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga

untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang

mengakibatkan tingginya angka section cesaria pada pasien dengan

KPD.

f. Cacat pada janin

g. Kelainan kongenital

5. Terapi

Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari

keadaan pasien. 2,16,17

a. Pasien yang sedang dalam persalinan

Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses

persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur

dan pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan

dilatasi servix lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan

akan mengakibatkan oedem pulmo.

b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur

Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin,

phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru

janin diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien

dengan ketuban pecah dini.

11

Page 12: Preskes Dr.wur Paling Baru

c. Pasien dengan cacat janin

Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu

dilakukan bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan.

Namun pada janin dengan kelainan yang tidak membahayakan harus

diperlakukan sebagai janin normal, namun input yang tepat

merupakan terapi yang sangat penting.

d. Pasien dengan fetal distress

Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi

tersering ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang

tidak maju (engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika

DJJ menunjukkan pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus

cepat diterminasi. Jika janin dalam presentasi belakang kepala, maka

dapat dilakukan amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan

persalinan pervaginam. Namun bila janin tidak dalam presentasi

kepala maka terapi yang dapat dilakukan adalh section cesaria.

e. Pasien dengan infeksi

Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada

kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum

dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan

pervaginam, maka dilakukan section cesaria setelah pemberian

antibiotic yang dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu

dan janin. Beberapa penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya

dilakukan bila persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12

jam diagnosis chorioamnionitis ditegakkan.

Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah :3,4,18

a. Ketubaan pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau

tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit

b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan

posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin

12

Page 13: Preskes Dr.wur Paling Baru

didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala

janin

c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah

lebih dari 6 jam, berikan antibiotik

d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan

konservatif yaitu tirah baring dan berikan sedative, antibiotic selama 5

hari, glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi

maka akhiri kehamilan

e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24

jam lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan

f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan

dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his,

lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan

bishop score kuran dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan

bishop score lebih dari 5, section cesaria bila ketuban pecah kurang

dari 5 jam dan bishop score kurang dari 5.

Terapi ketuban pecah dini adalah :2,3,4

a. Terapi konservatif

- Rawat di Rumah sakit

- Antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam

- Pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air

ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi

- Bila umur kehamilan sudah 32-34 minggu masih keluar, maka

pada usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk

terminasi kehamilan

- Nilai tanda-tanda infeksi

- Pada umur kahamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7

hari untuk memacu kematangan paru janin dan bila

memungkinkan perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap

minggu

13

Page 14: Preskes Dr.wur Paling Baru

b. Terapi Aktif

- kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi

persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan

section cesaria

- pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan

section cesaria

- bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan

terminasi persalinan

a. Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan

section cesaria

b. Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan

partus pervaginam

c. Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria

14

Page 15: Preskes Dr.wur Paling Baru

BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama : Ny D

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 17 tahun

Alamat : Pandeyan RT 09/04 Ngemplak, Boyolali

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status Perkawinan : Kawin

Nama Suami : Tn S

Umur Suami : 23 tahun

Pekerjaan : Swasta

Tanggal Masuk : 23 Agustus 2012

Tanggal Periksa : 27 Agustus 2012

No RM : 01143755

Berat Badan : 60 kg

Tinggi Badan : 150 cm

HPMT : 16 November 2011

HPL : 23 Agustus 2012

Umur Kehamilan : 40 minggu

B. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama : Air kawah merembes

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Datang seorang G1P0A0, 17 tahun, usia kehamilan 40 minggu, datang

sendiri dengan keluhan air kawah merembes sejak 20 jam sebelum masuk

rumah sakit. Pasien merasa hamil 9 bulan, kenceng-kenceng secara teratur

sudah dirasakan sejak 8 jam yang lalu. Gerakan janin masih dirasakan.

Lendir darah (+). BAK dan BAB tidak ada keluhan.

15

Page 16: Preskes Dr.wur Paling Baru

c. Riwayat Penyakit Dahulu

R. Hipertensi : Disangkal

R. DM : Disangkal

R. Penyakit Jantung : Disangkal

R. Alergi Obat : Disangkal

R. Operasi : Disangkal

R. Mondok di RS : Disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga

R. Hipertensi : Disangkal

R. DM : Disangkal

R. Asma : Disangkal

R. Alergi Obat : Disangkal

f. Riwayat Haid

Menarche : 14 tahun

Lama Haid : 6 hari

Siklus Haid : 30 hari

Nyeri haid : Tidak dirasakan

g. Riwayat Fertilitas : Baik

h. Riwayat Obstetri : Belum dapat ditentukan

i. Riwayat ANC :

Teratur. Pasien pertama kali periksa ke bidan puskesamas pada usia

kehamilan 1 bulan, periksa ke puskesmas 1 bulan sekali sampai usia

kehamilan 3 bulan. Dilanjutkan 2 kali sebulan pada usia kehamilan 4 bulan

sampai sekarang

j. Riwayat Perkawinan : Menikah 1 kali dengan suami sekarang,

1 tahun.

k. Riwayat KB : Tidak KB.

16

Page 17: Preskes Dr.wur Paling Baru

C. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Interna

Keadaan Umum : Compos mentis, sakit sedang. Gizi kesan cukup.

Tanda Vital : Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,8 derajat celcius.

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),

Oedem Palpebra (-/-)

THT : Tonsil tidak membesar, Faring tidak hiperemis.

Leher : KGB tidak membesar, glandula thyroid tidak

membesar, JVP tidak meningkat.

Thorak

Cor : I : Ictus cordis tidak tampak

P: Ictus cordis tidak kuat angkat.

P : Batas Jantung kesan tidak melebar.

A: BJ I-II interval normal, regular, bising (-)

Pulmo : I : Pengembangan dada kanan = kiri

P : Fremitus raba kanan = kiri

P: Sonor/ sonor

A: SDV (+/+), suara tambahan (-/-).

Abdomen I: Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada.

P: Supel, nyeri tekan (-), hepar lien sulit dievaluasi,

teraba uterus gravid dengan bagian-bagian janin.

(lihat pemeriksaan Leopold)

P: Timpani pada daerah hipogastrika, redup pada

daerah uterus.

A: Peristaltik (+) normal.

Ekstremitas : Oedem (-/-),

Genital : Perdarahan (-), lendir darah (+), massa (-).

17

Page 18: Preskes Dr.wur Paling Baru

b. Status Obstetri

Inspeksi

Kepala : Cloasma gravidarum (+)

Mata : Conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem

palpebra (-/-)

Thorak : Glandula mammae kesan membesar, areola mamae

hiperpigmentasi (+)

Abdomen : Striae gravidarum (+), linea nigra (+), dinding perut

lebih tinggi dari dada.

Genetalia Eksterna : Vulva uretra tenang, darah (-), lendir darah (+),

massa (-)

Palpasi

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal

intrauterin, tinggi fundus uteri 31 cm, TBJ 3100 g,

HIS (+) 2-3 x/10 menit, durasi 25-40 detik.

Intensitas kuat.

Pemeriksaan Leopold

I : Teraba 1 bagian besar, bulat lunak di fundus, kesan bokong.

II : Teraba 1 bagian besar memanjang di sebelah kiri, rata, keras

kesan punggung dan disebelah kanan teraba bagian kecil kesan

ekstremitas.

III : Teraba 1 bagian bulat, keras, kesan kepala

IV : Bagian terendah janin sudah masuk panggul < 1/3 panggul.

Kesimpulan, teraba janin tunggal, intra uterin, memanjang, punggung di

kiri, presentasi kepala, kepala sudah masuk panggul.

Auskultasi : DJJ (+) 10-9-9 / 8-7-8 / 9-9-10. ireguler.

Pemeriksaan Dalam

VT : Vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas

normal, portio lunak mendatar, diameter 5 cm, eff

50%, kulit ketuban (+), teraba kepala turun di H II,

18

Page 19: Preskes Dr.wur Paling Baru

penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (+) jernih,

tidak berbau, STLD (+).

Inspekulo : tidak dilakukan.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Radiologi USG (tgl 23-08-2012)

Tampak janin tunggal intrauterin memanjang, puki, preskep, dengan DJJ (+)

ireguler

BPD= 9,3 cm AC = 30,6 cm FL=7,0 EFBW: 3200 gr

Placenta insersi di fundus grade II-III

Air ketuban kesan sedikit

Tak tampak adanya kelainan kongenital mayor

Kesan saat ini janin dalam keadaan fetal distress

Pemeriksaan Laboratorium Darah (tgl 23-08-2012)

Hb : 11,2 g/dl Ureum : 17 mg/dL

Hct : 35 % Creatinin : 0,5 mg/dL

Eritrosit : 4,09. 106/µL Na : 137 mmol/dL

Leukosit : 12,8 /µL K : 3,6 mmol/dL

Gol Darah : B Cl : 105 mmol/dL

GDS : 123 mg/dL BT : 2’00”

Trombosit : 242.103/ µL CT : 4’00”

E. KESIMPULAN

Seorang G1P0A0, 17 tahun, umur kehamilan 40 minggu. Riwayat fertilitas

baik, riwayat obstetrik belum dapat ditentukan., teraba janin tunggal intra

uterin, memanjang, punggung di kiri, presentasi kepala, kepala sudah masuk

<1/3 panggul. Tinggi fundus uteri: 31 cm. TBJ 3100 gr. HIS (+) kuat teratur,

DJJ (+) ireguler, dalam persalinan.

19

Page 20: Preskes Dr.wur Paling Baru

F. DIAGNOSIS

Fetal Distress, KPD 20 jam, pada primigravida, hamil aterm dalam persalinan

kala I fase aktif.

G. PROGNOSIS

Bayi : malam

Ibu : dubia

Persalinan : malam

H. PENATALAKSANAAN

Usul SCTP-em

Obs 10

Konsul anestesi

Informent consent

Siapkan resusitasi bayi

Konsul perinatologi

Laporan persalinan

Pukul 08.45 WIB

Lahir bayi jenis kelamin laki laki perabdominal BB 3300 gr. PB 49 cm, LK/LD

32/31 cm, APGAR score 7-8-9, Anus (+)

Pukul 09.00 WIB

Lahir Plasenta lahir spontan lengkap, bentuk cakram, ukuran 20 x 20x1,5 cm.

Insersi parasentral. Panjang tali pusat 50 cm.

Evaluasi 2 jam post sectio casaria

Kel : (-)

KU : Baik, CM.

VS : T: 110/70 N: 82 ` RR: 20 S: 36,7oC

Mata : Conjunctiva pucat (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

20

Page 21: Preskes Dr.wur Paling Baru

Cor dan pulmo : dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari di bawah pusat,

kontraksi uterus (+) baik.

Genital : Perdarahan (-)

: Lochia (+)

Diagnosa : Post SCTP-em a/i fetal distress DPH 0, KPD 20 jam pada

primipara h.aterm

Terapi :

1. Awasi keadaan umum dan tanda vital perjam hingga 6 jam post operasi

2. Awasi tanda-tanda perdarahan

3. Balance cairan per 6 jam

4. Cek DR3 post operasi

5. Puasa sampai peristaltik (+) usus

6. Medikamentosa :

Inf RL:D5:NaCl 2:1:1 20 tpm

Inj Ceftriaxon 1gr/12jam dengan skin test terlebih dahulu

Inj Metronidazol 500mg/8jam

Inj Ketorolac 1amp/8jam

FOLLOW UP

Tanggal 24 Juli 2010

Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup

Tanda vital : T = 120/80 mmHg Respiratory Rate = 18x/menit

N = 80x/menit Suhu = 36,9 0C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,

kontraksi (+) kuat

Genital : Perdarahan (-)

Lochia (+)

21

Page 22: Preskes Dr.wur Paling Baru

Diagnosa : Post SCTP-em a/i fetal distress DPH 0, KPD 20 jam pada

primipara h.aterm

Terapi : Post SCTP

a) Infus RL : D5% : NaCl = 2 : 1 : 1 20 tpm

b) Injeksi ceftriaxon 1 g/12 jam IV

c) Injeksi metronidazole 500 mg/8jam

d) Injeksi ketorolac 1 amp/8jam

Tanggal 21 Juli 2010

Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup

Tanda vital : T = 120/80 mmHg Respiratory Rate = 18x/menit

N = 80x/menit Suhu = 36,9 0C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 1 jari dibawah pusat,

kontraksi (+) kuat

Genital : Perdarahan (-)

Lochia (+)

Diagnosa :Fetal Distress, Kala I, KPD 24 jam pada secundigravida

hamil postterm

Terapi : Post SCTP DPH II

a) Infus RL : D5% : NaCl = 2 : 1 : 1 20 tpm

b) Injeksi ceftriaxon1 g/12 jam IV

c) Injeksi metronidazole 500 mg/8jam

d) Injeksi ketorolac 1 amp/8jam

22

Page 23: Preskes Dr.wur Paling Baru

BAB IV

ANALISIS KASUS

A. ANALISA STATUS

Pada pembuatan status ini dijumpai beberapa kekurangan diantaranya

perlunya pemeriksaan penunjang lebih lanjut (misalnya Cardiotocography),

sehingga diagnosa dapat lebih tegas ditegakkan dan lebih cepat dalam

mengambil tindakan medis.

B. ANALISA KASUS

Pada kasus ini ditegakkan diagnosa Fetal Distress, KPD 20 jam, kala I

fase aktif.

Kala I fase aktif ditegakkan dari pemeriksaan fisik :

Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intrauterin, tinggi fundus

uteri 31 cm, TBJ 3100 g, HIS (+) 2-3 x/10 menit, durasi 25-40 detik.

Intensitas kuat.Vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas

normal, portio lunak mendatar, diameter 5 cm, eff 50%, kulit ketuban

(+), teraba kepalaturun di H II, penunjuk belum dapat dinilai, air

ketuban (+) jernih, tidak berbau, STLD (+).

Fetal distress ditegakkan dari pemeriksaan denyut jantung janin pada

pemeriksaan aukultasi yang didapatkan DJJ (+) 10-9-9 / 8-7-8 / 9-9-10,

kesan bradikardi, ireguler.

Fetal distress pada pasien diakibatkan oleh adanya ketuban

pecah dini yang mengakibatkan air ketuban berkurang, kemudian tali

pusat tertekan oleh janin sehingga janin mengalami hipoksia. Fetal

distress ditegakkan ketika ditemukan DJJ irreguler menurun, denyut

jantung janin kurang dari 120 kali permenit. Hal ini menunjukkan

hipoksia janin yang sudah tidak bisa dikompensasi lagi (distress).

23

Page 24: Preskes Dr.wur Paling Baru

Diagnosa ini dapat lebih tegas lagi ditegakkan jika dilakukan

pemeriksaan cardiotocography untuk pemantauan denyut jantung

janin yang kontinyu dalam hubungannya dengan kontraksi uterus.

KPD 20 jam ditegakkan dari anamnesis dimana pasien mengaku air kawah

telah keluar 20 jam sebelum pasien datang ke RSDM. Pada

pemeriksaan VT diadapatkan kulit ketuban (-), air ketuban (+) jernih,

tidak berbau.

KPD bisa dibagi menjadi 2 menurut ada tidaknya infeksi yang

menyertai, yaitu KPD infected dan KPD non infected. Tanda tanda

KPD infected adalah sebagai berikut:

a. Air ketuban berwarna keruh, hijau, dan berbau busuk

b. Angka lekosit ibu > 15.000/uL

c. Suhu tubuh ibu > 38,5 derajat celcius

Pada kasus ini adalah KPD non infected karena tidak memenuhi

kriteria tersebut di atas.

Sectio Caesarea (SC). Sectio Caesareaadalah salah satu tindakan obstetri

untuk membantu mengakhiri persalinan pada keadaan dimana ibu atau janin

memerlukan penyelesaian dalam waktu singkat. Kami setuju atas tindakan SC

yang dilakukan pada kasus ini atas pertimbangan adanya fetal distress yang

ditandai dengan bradikardi irreguler sehingga memerlukan terminasi segera

untuk menyelamatkan janin.

24

Page 25: Preskes Dr.wur Paling Baru

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan

oksigenasi dan atau nutrisi.

2. Penyebab fetal distress dapat berasal dari ibu, uterus, plasenta, tali pusat,

dan fetus. Penyebab fetal distress pada pasien ini adalah ketuban pecah

dini.

3. Sectio Caesarea adalah salah satu tindakan obstetri untuk membantu

mengakhiri persalinan pada keadaan dimana ibu atau janin memerlukan

penyelesaian dalam waktu singkat. Tindakan managemen berupa sectio

caesarea pada pasien ini sudah tepat.

B. SARAN

1. Edukasi kepada pasien untuk pemeriksaan rutin ANC.

2. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai keadaan pasien.

3. Penegakan diagnosa dengan dilakukan pemeriksaan cardiotocography

untuk pemantauan denyut jantung janin yang kontinyu dalam

hubungannya dengan kontraksi uterus.

25

Page 26: Preskes Dr.wur Paling Baru

DAFTAR PUSTAKA

1. Hariadi R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal.

Edisi Perdana Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan

Ginekologi Indonesia, Surabaya, hal : 364-382, 392-393, 426-443

2. Melfiawati S. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan

Obstetri dan Ginekologi, EGC, Jakarta, hal 368-371

3. Sumapraja, S; Rachimhadhi, T. 1999. Perdarahan

Antepartum. Dalam Wiknjosastro H, Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga Cetakan

Keenam. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 497-

521

4. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap,

Hanskin, Clark. 1997. William‘s Obstretics 20th edition. Prentice-Hall

International Inc. Pp : 773-818

5. Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri

Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta. Pp: 269-72

6. Allan, H., et all. 1994. Current Obstetric &

Ginecologic Diagnosis and Treatment. 8th edition. Appleton, Norwak,

Connecticut.

7. Hudono, S.T; Samil, R.S. 1999. Penyakit

kardiovaskuler. Dalam Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga

Cetakan Keenam. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Pp : 429-43

8. Price & Wilson. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. EGC. Pp : 722-23

9. Wibowo, B; Rachimhadhi, T. 1999. Pre-eklampsia

dan Eklampsia. Dalam Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga

Cetakan Keenam. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Pp : 281-300

26

Page 27: Preskes Dr.wur Paling Baru

10. Neville, F; Hacker, J; Geroge Moore. 2001. Esential

Obstetri dan Gynecologi. Hipokrates, Jakarta. Pp : 20-30

11. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. 2005.

Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi

Kedua. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam

Kehamilan di Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Pp : 1-9

12. Sumapraja, S; Rachimhadhi, T. 1999. Infertilitas.

Dalam Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Keenam.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 365-76

13. M. Dikman Angsar. 1995. Kuliah Dasar Hipertensi

dalam Kehamilan (EPH Gestosis). Lab UPF Obstetri dan Ginekologi FK

UNAIR/ RSUD Dr. Soetomo, Surrabaya. Pp : 19-41

14. RSUD dr Moewardi. 2004. Protap Pelayanan

Profesi Kelompok Staf Medis Fungsional Obstetri & Ginekologi. RSUD dr

Moewardi, Surakarta. Pp : 15-7

15. Husodo, L. 1999. Pembedahan dengan Laparotomi.

Dalam Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Keenam.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Hal : 863-870

16. Abdul Bari, S. 2003. Standar Pelayanan Medik

Obstetri dan Ginekologi. PB POGI, FKUI, Jakarta. Pp : 35-45

17. Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th Ed:

James R., Md. Scott, Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F.,

Md. Haney, David N. Danforth By Lippincott Williams & Wilkins

Publishers; 9th edition.

18. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and

Obstetrics 2nd edition (May 2002): By Brandon J., Md. Bankowski (Editor),

Amy E., MD Hearne (Editor), Nicholas C., MD Lambrou (Editor), Harold E.,

MD Fox (Editor), Edward E., MD Wallach (Editor), The Johns Hopkins

University Department (Producer) By Lippincott Williams & Wilkins

Publishers

27