Preskes Asma Tinjauan Pustaka

23
 TINJAUAN PUSTAKA ASMA A. Definisi Definisi asma yang umum digunakan saat ini adalah definisi menurut  Nat iona l Hear t Lung and Blood Inst itu te sebaga i ber iku t: Asma adalah sua tu inf lamasi kro nik sal ura n naf as, dimana terd apa t ber bag ai sel yan g memega ng  pe ranan pen ting (te rut ama sel mas t, eosinofil, dan limfosit T). Inf lamasi ini menyebabkan peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan. Pad a ind ivi du yang peka terha dap infla mas i ini , aka n timbul geja la epi sod ik  berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam hari dan atau dini hari, yang seringkali bersifat reversibel, baik terjadi secara spontan maupun melalui pengobatan. 1 B. Epidemiologi Di Indonesia sendiri mer upa kan sep ulu h bes ar pen yeb ab kes aki tan dan kematian, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. pada tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kematian (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kro nik dan emf ise ma. Pada SKRT 199 2, pre val ens i asma di sel uru h Indone sia seb esa r 13/1000, dib and ing kan bronchitis kronik 11/100 0 dan obstruks i par u 2/1000. Jika dilihat dari saat timbul serangan asma, maka 30% semua serangan asma dimulai pada umur di bawah 10 tahun pada orang Inggris, Amerika, dan Australia. Sedangkan di Skandinavia, India, dan Nigeria serangan asma pertama ya ng ti mbul pa da us ia dewasa muda di Ameri ka Seri kat kurang dari 9%, di Finlandia dapat mencapai 42% dan di Inggris sekitar 6 sampai 16%. 2 16

Transcript of Preskes Asma Tinjauan Pustaka

Page 1: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 1/23

 

TINJAUAN PUSTAKA

ASMA

A. Definisi

Definisi asma yang umum digunakan saat ini adalah definisi menurut

  National Heart Lung and Blood Institute sebagai berikut: Asma adalah suatu

inflamasi kronik saluran nafas, dimana terdapat berbagai sel yang memegang

  peranan penting (terutama sel mast, eosinofil, dan limfosit T). Inflamasi ini

menyebabkan peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan.

Pada individu yang peka terhadap inflamasi ini, akan timbul gejala episodik 

 berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama

malam hari dan atau dini hari, yang seringkali bersifat reversibel, baik terjadi secara

spontan maupun melalui pengobatan.1

B. Epidemiologi

Di Indonesia sendiri merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan

kematian, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT)

di berbagai propinsi di Indonesia. pada tahun 1986 menunjukkan asma menduduki

urutan ke-5 dari 10 penyebab kematian (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis

kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, prevalensi asma di seluruh Indonesia

sebesar 13/1000, dibandingkan bronchitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru

2/1000.

Jika dilihat dari saat timbul serangan asma, maka 30% semua serangan

asma dimulai pada umur di bawah 10 tahun pada orang Inggris, Amerika, dan

Australia. Sedangkan di Skandinavia, India, dan Nigeria serangan asma pertama

yang timbul pada usia dewasa muda di Amerika Serikat kurang dari 9%, di

Finlandia dapat mencapai 42% dan di Inggris sekitar 6 sampai 16%.2

16

Page 2: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 2/23

 

C. Faktor Resiko

Faktor risiko terjadinya asma terdiri atas:

1. Faktor pejamu:

a) Predisposisi genetik (bakat yang diturunkan) dan Atopi atau alergi

Asma adalah penyakit yang diturunkan dan telah terbukti dari berbagai

  penelitian. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan

 bakat untuk terjadinya asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan

objektif (hiperaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena

kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan

diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara objektif 

seperti hiperaktivitas bronkus, alergik / atopi, walau disadari kondisi tersebut

tidak khusus untuk asma.

Pada studi genetic telah menemukan multiple chromosomal region yang

 berisi gen – gen yang member konstribusi asma. Kadar serum IgE yang tinggi

telah diketahui ada hubungan dengan kromosom 5q, 11q, dan 12q. Secara

klikik ada hubungan kuat antara hiperesponsif saluran nafas dengan

 peningkatan kadar Ig E dan bukti terbaru menunjukkan coinheritance dari gen

untuk atopi dan airway hypereactivity (AHR) dijumpai pada kromosom yang

sama.

Gen yang menentukan spesifitas dari respon imun mungkin juga penting

 pada pathogenesis asma. Gen – gen yang terletak pada human leukocyte

antigen (HLA) kompleks dapat menentukan respon terhadap aeroallergen

 pada beberapa individu. Gen – gen pada kromosom 11,12, dan 13 dapat

secara langsung mengontrol sitokin proinflamasi. Kromosom 12 berisi gen

yang mengkode interferon γ   , sel mast,  growth factor. Insuline-like growth

 factor, dan nitric oxide sinthase. 3 

 b) Jenis kelamin dan ras atau etnis

Berdasarkan jenis kelamin, perbandingan asma pada anak laki-laki dan

wanita sebesar 1,5:1 dan perbandingan ini cenderung menurun pada usia yang

lebih tua. Pada orang dewasa serangan asma dimulai pada umur lebih dari 35

tahun, wanita lebih banyak daripada pria. Di Inggris perbandingan tersebut

17

Page 3: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 3/23

 

25% wanita dan 10% pria. Secara geografis prevalensi asma bronchial,

rendah pada bangsa Eskimo, Indian di Amerika Utara dan Papua New

Guinea. Walaupun ada sarjana yang berpendapat bahwa keadaan ini bukan

semata-mata karena pengaruh lingkungan, tetapi lebih mengarah pada

 pengaruh genetik.4

c) hiperresponsif jalan nafas dan obesitas.

2. Faktor lingkungan: alergen (jamur, kayu, tepung sari bunga, dust mite/ kutu,

kecoak, dll), sensitisasi lingkungan kerja, infeksi pernafasan (virus), asap rokok/

 polusi udara, diet, hewan peliharaan (anjing, kucing), zat iritan (parfum), status

sosial ekonomi, dan besarnya keluarga.1

Sedangkan menurut Surjanto (2001), faktor-faktor risiko terjadinya asma

dapat dibagi sebagai berikut:

1. Faktor predisposisi

Atopi (produksi Ig E yang berlebihan dalam kontak dengan alergen

lingkungan), jenis kelamin, dan ras.

2. Faktor kausal

Alergen dalam ruangan/ indoor allergent  (tungau, debu rumah, binatang,

 jamur), alergen di luar ruangan/ outdoor allergent (tepung sari bunga, biji-bijian,

rumput-rumputan, serta jamur), obat (aspirin, NSAID), dan zat aditif makanan/

 food additive (salisilat, monosodium glutamat).

3. Faktor kontribusi

Merokok baik aktif maupun pasif, polusi udara, infeksi saluran nafas, berat

 badan bayi rendah, dan diet.

4. Faktor risiko penyebab eksaserbasi (pencetus)

Alergen, polusi udara, infeksi saluran nafas, exercise dan hiperventilasi,

  perubahan cuaca, sulfur dioksida, makanan, zat aditif, obat-obatan, ekspresi

emosional yang ekstrem, rhinitis, sinusitis,  gastroesofageal refluk , menstruasi,

 premenstruasi, dan kehamilan.5

18

Page 4: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 4/23

 

D. Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran nafas. Berbagai sel inflamasi

 berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel

epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau

 pencetus inflamasi saluran nafas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada

 berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi

dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik,

asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.

Ada 2 jenis inflamasi yaitu:

1. Akut

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain

allergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang

terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma

tipe lambat.

Reaksi Asma Tipe Cepat : Alergen akan terikat pada IgE yang menempel

  pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut

mengeluarkan preformed mediator seperti histamine, protease, dan newly

generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin, dan PAF yang menyebabkan

kontraksi otot polos bronkus, sekresi mucus dan vasodilatasi.

Reaksi Fase Lambat : Reaksi ini dapat timbul antara 6-9 jam setelah

 provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T

CD4+, neutrofil, dan makrofag.

2. Kronik 

Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut

ialah limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot

 polos bronkus.

Ada dua jalur untuk mencapai asma. Jalur imunologis yang terutama

disominasi oleh Ig E dan jalur syaraf autonom. Pada jalur Ig E, masuknya alergen

ke dalam tubuh akan diolah oleh APC ( Antigen Precenting Cells = sel penyaji

antigen), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel

Th, yang kemudian akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar 

19

Page 5: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 5/23

 

sel-sel plasma membentuk Ig E, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag,

sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan

mediator-mediator inflamasi, seperti histamin, prostaglandin, leukotrien,  platelet 

activating factor , bradikinin, tromboksin, dll yang akan mempengaruhi organ

sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema

saluran nafas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus, dan fibrosis sub epitel

sehingga menimbulkan hiperreaktivitas saluran nafas. Jalur non alergik selain

merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem syaraf autonom dengan hasil

akhir berupa inflamasi dan hiperreakivitas saluran nafas.6

Gambar 1. Patogenesis Asma7

E. Diagnosis dan Klasifikasi

Asma sering sekali tidak terdiagnosa hal ini disebabkan antara lain

gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang bervariasi, serta gejala

yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis

asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas,

mengi, rasa berat di dada, dan variability yang berkaitan dengan cuaca.

Anamnesis yang baik sebenarnya sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis, apalagi ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru

terutama reversibility kelainan faal paru yang akan lebih meningkatkan nilai

diagnostik.

20

Page 6: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 6/23

 

Riwayat gejala yang mungkin timbul:

1. Bersifat episodik, sering kali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

2. Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.

3. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari.

4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.

5. Respon terhadap pemberian bronkodilator.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit:

1. Riwayat keluarga (atopi).

2. Riwayat alergi/ atopi.

3. Penyakit lain yang memberatkan.

4. Perkembangan penyakit dan pengobatan.

Gejala asma dapat bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani

dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah

mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normalwalaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan

napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema, dan

hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita

 bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran

napas. Hal itu meningkatkan kerja penapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa

sesak napas, mengi, dan hiperinflasi.1

Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi

mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea

dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain

untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai

 berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai obstruksi jalan napas,

reversibiliti kelainan faal paru, dan variabiliti faal paru sebagi penilaian tidak 

langsung hiperesponsif jalan napas. Banyak parameter dan metode untuk menilai

faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan

adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak respirasi (APE).

21

Page 7: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 7/23

 

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma adalah mengetahui

obstruksi jalan napas dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai

 prediksi. Selanjutnya spirometri dapat menilai reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥

15% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau

setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian

kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Spirometri juga dapat untuk menilai derajat

asma.

Manfaat mengukur arus puncak respirasi (APE) adalah menilai reversibiliti,

yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator),

atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respon terapi kotikosteroid (inhalasi/oral, 2

minggu). Selain itu dapat untuk menilai variabiliti, menilai variasi diurnal APE

yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga

dapat digunakan menilai derajat berat penyakit.8

Diagnosis banding asma pada dewasa antara lain penyakit paru obstruksi

kronik, bronkitis kronik, gagal jantung kongestif, batuk kronik akibat lain-lain,

disfungsi larings, obstruksi mekanis, emboli paru. Diagnosis banding asma pada

anak adalah benda asing di saluran napas, laringotrakeomalasia, pembesaran

kelenjar limfe, tumor, stenosis trakea, bronkiolitis.9

Derajat berat asma dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis

(sebelum pengobatan).1

Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

(sebelum pengobatan)

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru

I. Intermitten Bulanan APE ≥ 80%- gejala <1x/minggu

- tanpa gejala di luar 

serangan

- serangan singkat

≤2x sebulan - VEP1 ≥ 80% nilai

 prediksi

APE ≥ 80% nilai

terbaik 

- variabiliti APE <

20%

II.Persisten

Ringan

Mingguan APE > 80%

- gejala >1x/

minggu, tetapi

< 1x/hari

>2x sebulan - VEP1 ≥ 80% nilai

 prediksi

APE ≥ 80% nilai

22

Page 8: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 8/23

 

- serangan dapat

mengganggu

aktivitas dan tidur 

terbaik 

- variabiliti APE 20-

30%III. Persisten

Sedang

Harian APE 60-80%

- gejala setiap hari

- serangan

mengganggu

aktivitas dan tidur 

- membutuhkan

 bronkodilator 

setiap hari

>1x/minggu - VEP1 60 - 80% nilai

 prediksi

APE 60 - 80% nilai

terbaik 

- Variabiliti APE >

30%

IV. Persisten

Berat

Kontinyu APE ≤ 60%

- gejala terus

menerus

- sering kambuh

- aktivitas fisik 

terbatas

Sering - VEP1 ≤60% nilai

 prediksi

APE ≤60% nilai

terbaik 

- Variabiliti APE >

30%

Sedangkan derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan

diklasifikasikan sebagai berikut1:

Tabel 2. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan

Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian

Gejala dan Faal Paru dalam

Pengobatan

Tahap 1

Intermiten

Tahap 2

Persisten

Ringan

Tahap 3

Persisten Sedang

Tahap I:Intermitten

Gejala <1x /minggu

Serangan singkat

Gejala malam <2x /bulanFaal paru normal di luar 

serangan

Intermiten Persisten

Ringan

Persisten Sedang

Tahap II: Persisten ringan

Gejala >1x /minggu, tetapi

<1x/hari

Gejala malam >2x /bulan,

tetapi <1x/minggu

Faal paru normal di luar 

serangan

Persisten

Ringan

Persisten

Sedang

Persisten Berat

Tahap III: Persisten Sedang

Gejala setiap hari

Persisten

Sedang

Persisten

Berat

Persisten Berat

23

Page 9: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 9/23

 

Serangan mempe-ngaruhi

aktivitas dan tidur 

Gejala malam >1x/minggu60%<VEP1<80% nilai prediksi

60%<APE<80% nilai terbaik 

Tahap IV: Persisten Berat

Gejala terus menerus

Serangan sering

Gejala malam sering

VEP1 ≤ 60% nilai prediksi,

atau

APE ≤ 60% nilai terbaik 

Persisten

 berat

Persisten

 berat

Persisten berat

Status kontrol asma seseorang dapat diketahui dengan menggunakan

 Asthma Control Test (ACT). ACT adalah sebuah tes sederhana berbentuk kuisioner 

yang dapat membantu penyandang asma mengevaluasi asma telah terkontrol

dengan baik. Tujuan ACT adalah untuk menyeleksi asma yang tidak terkontrol,

mengubah pengobatan yang tidak efektif menjadi lebih tepat, melaksanakan

  program pengobatan secara lebih tepat, dan memberikan pendidikan atau

 pengetahuan kepada pasien tentang bahaya keadaan asma yang tidak terkontrol.10,11

Tabel 3. Tabel Asthma Control Test (ACT)

No Pertanyaan Nilai

1. Selama 4 minggu terakhir seberapa sering asma mengganggu anda

untuk melakukan pekerjaan sehari – hari (kantor, rumah, dll)?

a. Selalu

 b. Sering

c. Kadang – kadang

d. Jarang

e. Tidak pernah

1

2

3

4

5

2. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalami sesak nafas?

a. Selalu

 b. Sering

c. Kadang – kadang

d. Jarang

e. Tidak pernah

1

2

3

4

5

3. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering asma (bengek, batuk – 

  batuk, sesak nafas, nyeri dada) menyebabkan anda terbangun

malam/lebih awal?

a. 4 kali/lebih dakam seminggu

 b. 2-3 kali seminggu

1

2

24

Page 10: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 10/23

 

c. Sekali seminggu

d. 1-2 kali sebulan

e. Tidak pernah

3

4

54. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda menggunakan

obat semprot atau obat oral untuk melegakan pernafasan?

a. 3 kali/lebih dalam sehari

 b. 1-2 kali sehari

c. 2-3 kali seminggu

d. 1 kali seminggu atau kurang

e. Tidak pernah

1

2

3

4

5

5. Menurut anda, bagaimana tingkat kontrol asma anda dalam 4

minggu terakhir 

a. Tidak terkontrol sama sekali

 b. Kurang terkontrol

c. Cukup terkontrol

d. Terkontrol dengan baik 

e. Terkontrol sepenuhnya

1

2

3

4

5

Nilai ACT

25 = terkontrol penuh

20-24 =terkontrol sebagian

≤19= tidak terkontrol

F. Penatalaksanaan Asma

Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan

kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari.

1. Edukasi

Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditas dan mortalitas. Edukasi

tidak hanya untuk pasien dan keluarganya, tetapi juga pemegang keputusan

kesehatan, profesi kesehatan, dan masyarakat luas. Tujuan dari seluruh edukasi

adalah membantu agara penderita dapat melakukan penatalaksanaan dan

mengontrol asma.

Edukasi harus dilakukan terus- menerus, pada prinsipnya edukasi

diberikan pada:

a. Kunjungan awal (I)

 b. Kunjungan kemudian (II) yaitu 1-2 minggu dari kunjungan pertama

c. Kunjungan berikut (III)

 b. Kunjungan-kunjungan berikutnya

25

Page 11: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 11/23

 

Edukasi sebaiknya dilakukan dengan alat peraga lengkap, dengan materi

edukasi bisa mengenai cara sdan waktu penggunaan obat, menghindari pencetus,

mengenali efek samping obat dan fungsi kontrol teratur pada pengobatan asma.

2. Penilaian dan Pemantauan Secara Berkala

Pemantauan tanda dan gejala asma sebaiknya meliputi 3 hal berikut ini:

a. Gejala asma sehari-hari (mengi, batuk, rasa berat di dada dan sesak napas)

 b. Asma malam terbangun pada malam hari karena gejala asma

c. Gejala asma pada dini hari tidak menunjukkan perbaikan setelah diberi

  pengobatan agonis beta-2 kerja singkat

Pemeriksaan faal paru sangat bermanfaatkan dalam mengindentifikasi

dan pelaksanaan penyakit asma, bisa dilakukan dengan spirometri atau

 pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) menggunakan peak flow meter .

3. Perencanaan dan Pengobatan Jangka Panjang

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit sehingga

disebut asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam

waktu satu bulan.1

Medikasi asma 1 

Pengontrol (Controller)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol

asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan kondisi asma

terkontrol pada asma terkontrol.

Macam-macam obat pengontrol adalah :

a. Glukokortikosteroid inhalasi : medikasi jangka panjang paling efektif dalam

mengontrol asma. Pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai

  berat). Kurva dosis- respons steroid inhalasi adalah datar, berarti

meningkatkan dosis tidak akan banyak menghasilkan manfaat dalam

mengontrol asma, sehingga apabila dengan dosis inhalasi tidak mencapai

asma terkontrol, dianjurkan untuk menambah obat pengontrol lainnya

daripada menambah dosis.

26

Page 12: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 12/23

 

 b. Glukokortikosteroid sistemik : digunakan sebagai pengontrol dalam kasus

asma persisten berat, tetapi pengunaannya terbatas mengingat resiko sistemik.

c. Kromolin : sebagai AINS, menghambat pelepasan mediator inflamasi dari sel

mast yang diperantarai IgE, selain itu juga menghambat saluran kalsium.

Diberikan secara inhalasi, sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.

d. Metilxantin : bronkodilator yang juga memiliki efek antiinflamasi. Teofilin

 juga diberikan sebagai bronkodilator tambahan pada serangan asma berat.

e. Agonis beta-2 kerja lama : mempunyai efek relaksasi otot polos,

meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh

darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast. Pemberian secara

inhalasi menghasilkan efek bronkodilasi lebih baik dari preparat oral.

f.   Leukotriens modifiers : merupakan anti asma terbaru dengan mekanisme

menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok semua sintesis leukotrien.

Efek yang dihasilkan adalah bronkodilator minimal dan menurunkan

 bronkokontriksi.

Tabel 4. Sedian dan Dosis obat Pengontrol Asma12

Medikasi Sediaan Obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Kortikosteroid sistemik 

Metilprednisolon Tablet 4,8,16 mg 4-40 mg/hr, dosis

tunggal atauterbagi

0,25-2 mg/

kgBB/hr,dosis tunggalatau terbagi

Pemakaian jangka

 panjang dosis 4-5mg/hr atau 8-10 mgselang sehari untuk mengontrol asma,

atau sebagai pengganti steroid

inhalasi pada kasusyang tidak dapat/

mampu

menggunakansteroid inhalasi

Prednison Tablet 5 mg Short-course:

20-40 mg/hr dosistunggal atau

terbagi selama 3-10 hari

Short-course:

1-2mg/kgBB/hr.

Maks. 40mg/hr,

selama 3-10hr 

Kromolin dan Nedokromil

Kromolin IDT 5 mg/semprot 1-2 semprot,

3-4x/hr 

1 semprot,

3-4x/hr 

Sebagai alternatif 

antiinflamasi

 Nedokromil IDT 2 mg/semprot 2 semprot,

2-4x/hr 

2 semprot,

2-4x/hr 

Sebelum exercise

atau pajanan alergen,

 profilaksis efektif dlm 1-2 jam

27

Page 13: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 13/23

 

Agonis beta-2 kerja lama

Salmoterol IDT 25mcg/semprot

Rotadisk 50 mcg

2-4 semprot,2x/hr 

1-2 semprot,2x/hr 

Digunakan bersama/kombinasi dengan

steroid inhalasiuntuk mengontrol

asma

Bambuterol Tablet 10 mcg 1x10 mg/hr --

Prokaterol Tablet 25, 50 mcgSirup 5 mcg/ml

2x50 mcg/hr 2x5 ml/hr 

2x25 mcg/hr 2x2,5 ml/hr 

Tidak dianjurkanuntuk mengatasi

 pada gejalaeksaserbasi.

Kecuali formoterolyang mempunyai

onset kerja cepat dan berlangsung lama,

sehingga dapatdigunakan mengatasi

gejala padaeksaserbasi

Formoterol IDT 4,5 ; 9 mcg,1-2x/hr 

4,5-9 mcg1-2x/hr 

2x1 semprot(>12 tahun)

Metilxantin

Aminofilin lepas lambat Tablet 225 mg 2x1 tablet ½-1 tablet,

2x/hr 

Atur dosis sampai

mencapai kadar obatdalam serum 5-15

mcg/ml

Teofilin lepas lambat Tablet 125,250,300

mg-2x/hr 

2x125-300 mg 2x125 mg

(>6tahun)

Sebaiknya

monitoring kadar obat dalam serum

dilakukan rutin,mengingat sangat

 bervariasinyametabolic clearance

dari teofilin,sehingga mencegah

efek samping

Antileukotrin

Zafirlukast Tablet 20 mg 2x20 mg/hr -- Pemberian bersamamakanan

mengurangi bioavailabilitas.

Sebaiknya diberikan1 jam sebelum atau

2 jam setelah makan.

Steroid Inhalasi

Flutikason propionate IDT 50,125 mcg/hr 125-500 mcg/hr 50-125mcg/hr 

Dosis bergantung pada derajat beratasma

Budesonide IDT, Turbuhaler  

100,200,400 mcg

100-800 mcg/hr 100-200

mcg/hr 

Sebaiknya diberikan

dengan spacer 

Beklometason dipropionat IDT,Rotacap,

Rotahaler,Rotadisk 

100-800 mcg/hr 100-200

mcg/ht

Pelega ( Reliever )

28

Page 14: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 14/23

 

Prinsip kerjanya adalah pelebaran jalan napas melalui relaksasi jalan

napas, memperbaiki dan atau menghambat bronkokontriksi yang berkaitan

dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak 

memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.

Macam-macam obat pelega adalah :

a. Agonis beta-2 kerja singkat : mempunyai onset kerja yang cepat. Merupakan

 pilihan terapi pada serangan asma akut dan pratetapi pada exercise-induced 

asthma.

 b. Metilxantin : sebagai bronkodilator meski lebih lemah dan onset lebih lama

dari agonis beta-2 kerja singkat.

c. Antikolinergik : memblok pelepasan asetilkolin dari saraf kolinegik pada

 jalan napas.

d. Adrenalin : pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.

Tabel 5. Sediaan dan Dosis Obat Pelega untuk mengatasi gejala asma12

Medikasi Sediaan Obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Agonis beta-2 kerja singkat

Terbutalin IDT 0,25 mg/ semprot

Turbuhaler 0,25 mg;

0,5 mg/hirup

Respule/ solution 5

mg/2ml

Tablet 2,5 mg

Sirup 1,5 ; 2,5 mg/ 5 ml

0,25-0,5 mg, 3-

4x/hr 

Oral 1,5-2,5

mg, 3-4x/hr 

Inhalasi 0,25

mg, 3-4x/hr 

(>12 thn)

Oral 0,05

mg/kgBB/x, 3-

4x/hr 

Penggunaan obat

 pelega sesuai

kebutuhan bila

 perlu.

Salbutamol IDT 100 mcg/semprot

 Nebules/solutio

2,5 mg/2ml, 5mg/ml

Tablet 2mg, 4mg

Sirup 1mg,2mg/5ml

Inhalasi 200

mcg, 3-4 x/hari

Oral 1-2 mg,

3-4x/hr 

100 mcg 3-

4x/hr 

0,05

mg/kgBB/x, 3-

4x/hr 

Untuk mengatasi

eksaserbasi, dosis

 pemeliharaan

 berkisar 3-4x/hr 

Fenoterol IDT 100, 200

mcg/semprot

Solutio 100 mcg/ml

200 mcg 3-

4x/hr 10-20

mcg.

100 mcg, 3-

4x/hr 10 mcg.

29

Page 15: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 15/23

 

Prokaterol IDT 10 mcg/semprot

Tablet 25,50 mcg

Sirup 5 mcg/ml

2-4x/hr 

2x50 mcg/hr 

2x5 ml/hr 

2x/hr 

2x25 mcg/hr 

2x2,5 ml/hr Antikolinergik 

Ipratropium bromide IDT 20 mcg/semprot

Solutio 0,25 mg/ml

(0,025%) (nebulisasi)

40 mcg, 3-

4x/hr 

0,25 mg, setiap

6 jam

20 mcg, 3-

4x/hr 

0,25-0,5 mg

tiap 6 jam

Diberikan

kombinasi dengan

agonis beta-2 kerja

singkat, untuk 

mengatasi

serangan.

Kombinasi dengan

agonis beta-2 pada

 pengobatan jangka

 panjang, tidak ada

manfaat tambahan.

Kortikosteroid sistemik 

Metilprednisolon Tablet 4,8,16 mg Short course:

24-40 mg/hr 

dosis tunggal

atau terbagi

selama 3-10 hr.

Short course:

1-2

mg/kgBB/hr,

maks. 40 mg/hr 

selama 3-10 hr 

Short course

efektif untuk 

mengontrol asma

 pada terapi awal,

sampai tercapai

APE 80% terbaik 

atau gejalamereda, umumnya

membutuhkan 3-

10 hr.

Prednison Tablet 5 mg

Metilxantin

Teofilin Tablet 130,150 mg 3-5

mg/kgBB/x, 3-

4x/hr 

3-5

mg/kgBB/x, 3-

4x/hr 

Kombinasi

teofilin/aminofilin

dengan agonis

 beta-2 kerja

singkat (masing-

masingdosis

minimal),

meningkatkan

efektivitas dengan

efek samping

minimal.

Aminofilin Tablet 200 mg

Pengobatan berdasarkan derajat berat asma

1

30

Page 16: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 16/23

 

1. Asma intermitten

Pengobatan yang lazim adalahagonis beta-2 kerja singkat bila

dibutuhkan. Juga sebelum exercise pada exercise-induced asthmadengan

alternatf kromolin atau leukotriens modifiers. Bila terjadi serangan obat pilihan

adalah agonis beta-2 kerja singkat inhalasi, agonis beta-2 kerja singkat oral,

kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral atau

antikolinergik inhalasi. Bila perlu bronkodilator > 1 minggu selama 3 bulan,

sebaiknya diperlakukan sebagai asma persisten ringan.

2. Asma persisten ringan

Membutuhkan obat pengontrol setiap hari sehingga terapi utama adalah

antiinflamasi dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Terapi lainnya

adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat) tidak lebih 4x per hari. Jika >

4x perhari dipertimbangkan beratnya asma pada tahap selanjutnya.

3. Asma persisten sedang

Obat idealnya adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid terbagi

dalam 2 dosis dan agonis beta-2 kerja lama 2x sehari. Terapi lainnya adalah

 bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat) inhalasi bila perlu,tidak lebih 4x per 

hari. Alternatifnya adalah agonis beta-2 kerja singkat oral atau kombinasi oral

teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat.

4. Asma persisten berat

Tujuannya adalah mencapai kondisi terbaik, gejala seringan mungkin,

kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru sebaik mungkin,

variabilitas APE seminimal mungkin sehingga obat pengontrolnya lebih dari

satu. Terapi utama adalah inhalasi glukokortikosteroid dosis tinggi dan agonis

 beta-2 kerja lama 2x sehari. Alternatifnya adalah teofilin lepas lambat, agonis

 beta-2 kerja lama oral dan leukotriens modifiers sebagai alternatis agonis beta-2

kerja lama.

Pelangi Asma1 

Adalah sistem monitoring keadaan asma secara mandiri, terdiri dari :

1. Hijau :

31

Page 17: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 17/23

 

• kondisi baik, asma trerkontrol

•tidak ada/ gejala minimal

• APE 80-100 % nilai prediksi

Pengobatan tergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap

 pada hijau minimal 3 bulan, pertimbangkan turunkan terapi

2. Kuning :

•  berhati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi eksaserbasi

• dengan gejala asma (asma malam, hambatan aktivitas, batuk, mengi,

dada terasa berat baik aktivitas maupun istirahat dan/atau APE 60-80 %

nilai prediksi.

Menbutuhkan peningkatan dosis terapi atau perubahan medikasi.

3. Merah :

• berbahaya

• gejala asma terus menerus

• APE <60 % nilai prediksi

Penderita perlu pengobatan segera

Penatalaksanaan Asma Akut1 

Serangan asma sangat bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat

 bersifat fatal atau mengancam jiwa. Seringnya serangan asma dapat menunjukkan

 penanganan asma sehari – hari yang kurang tepat. Dengan kata lain penanganan

asma ditekankan kepada penanganan jangka panjang dengan tetap memperhatikan

serangan asma akut atau perburukan gejala dengan memberikan pengobatan yang

tepat. Penilaian berat serangan merupakan kunci dalam penanganan asma serangan

akut. Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan tepat, selanjutnya

menilai respon pengobatan, dan memberikan pengobatan tepat, selanjutnya menilai

respons pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya

dilakukan pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan

ventilator, ICU dan lain – lain), rawat inap, intubasi, membutuhkan, sayangnya

seringkali yang dicermati hanyalah bagian pengobatan tanpa memahami kapan dan

 bagaimana sebenarnya penanganan asma.

32

Page 18: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 18/23

 

Tabel 6. Klasifikasi berat serangan asma akut1

Gejala dan

Tanda

Berat serangan akut Keadaan

mengancam

JiwaRingan Sedang Berat

Sesak Napas

Posisi

Cara berbicara

Kesadaran

RR 

 Nadi

Pulsus Paradoksus

Otot bantu

 prnfasn & retraksi

suprasternal

Mengi

APE

PaO2

PaCO2

SaO2

Berjalan

Dapat tidur 

terlentang

1 kalimat

Mungkin

gelisah

<20x/mnt

<100

-

10mmHg

-

Akhr ekpirasi pks

>80%

>80 mmHg

<45mmHg

>95%

Berbicara

Duduk 

Beberapa kata

Gelisah

20-30x/mnt

100-120

±10-20

mmHg

+

akhir ekspirasi

60-80%

80-60mmHg

<45mmHg

91-95%

Istirahat

Duduk 

membungkuk 

Kata demi kata

Gelisah

>30x/mnt

>120

+

>25 mmHg

+

Inspirasi danekspirasi

<60%

<60mmHg

>45mmHg

<90%

Mengantuk 

gelisah,kesadaranmenurun

Bradikardi

-

Kelelahan otot

Torakoabdominal

 paradoksal

Silent chest

33

Penilaian awal

Asma sedang/beratAsma ringan Asma mengancam jiwa

 

Oksigenasi

 Nebulisasi agonis beta-2 kerja singkat 20’ dalam 1jam atau agonis beta-2 injeksi

(terbutalin 0,5 mg sc atau adrenalin 1/1000 0,3 sc)Kortikosteroid sistemik 

Serangan asma berat

Tidak ada respon, segera pengobatan bronkodilator 

Dalam kortikosteriod oral

Penilaian ulang 1 jam

Page 19: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 19/23

 

Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah sakit

34

Penilaian berat serangan

Terapi awal

Inhalasi agonis beta-2 kerja

singkat 20’ dalam 1 jam atau

 bronkodilator oral

Respon baik 

Gejala (batuk/berdahak/mengi/sesak) membaik 

Perbaikan dengan agonis beta-2 dan bertahan selama 4 jam.

APE > 80% prediksi

Respon buruk 

Gejala menetap/bertambah buruk 

APE < 60% prediksi

Tambah kortikosteroid oral

Agonis beta-2 diulang

 

Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4 jam dalam 24-48 jam.alternatif bronkodilator oral tiap 6-8 jam

Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi (bila

memakai)selama 2 minggu, kemudian kembali ke dosis

semula

Segera ke dokter /IGD/RS

Hubungi dokter 

Tidak perbaikan

Respon tidak sempurna

Resiko tinggi distress

Px fisik :gejala ringan

sedang

APE> 50% < 70%

Sa 02 tidak ada perbaikan

Respon buruk 

Resiko tinggi distressPx fisik : berat,

gelisah, kesadaran

menurun

APE < 30%

PaCO2 > 45

mmHg

PaO2 < 60 mmHg

Respon baik 

Respon baik dan stabil

dalam 1 jam

Px fisik normal

APE >70% prediksi

Sa O2 >90%

Pulang

Terapi lanjut inhalasi

agonis beta-2

Kortikosteriod oralEdukasi

Dirawat di RS

inhalasi agonis beta-2 +

antikolinergik 

kortikosteroid sistemik 

aminofilin drip

terapi oksigen

 pantau APE,

SaO2,nadi, kadar 

teofilin

Dirawat ICU

inhalasi agonis beta-2

+ antikolinergik 

kortikosteroid IV

 pertimbangkan agonis

 beta-2 inj sc/im/iv

terapi oksigen

aminofilin drip

intubasi

Perbaikan

Pulang

 bilaAPE>60%

 prediksi tetap

 berikan terapi oral

atau inhalasiDirawat di ICU

Bila tidak perbaikan

dalam 6-12 jam

Page 20: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 20/23

 

Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan asma di rumah

G. Pencegahan Asma

Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah

tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan asma, pencegahan sekunder adalah

mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma; dan

 pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi serangan / bermanifestasi

klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma.

1. Pencegahan Primer 

Perkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal

dan perinatal merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan

 pencegahan primer penyakit asma. Banyak faktor terlibat dalam meningkatkan

atau menurunkan sensitisasi alergen pada fetus, tetapi pengaruh faktor-

faktor tersebut sangat kompleks dan bervariasi dengan usia gestasi, sehingga

 pencegahan primer waktu ini adalah belum mungkin. Walau penelitian ke arah

itu terus berlangsung dan menjanjikan.

a. Periode prenatal

Kehamilan trimester ke dua yang sudah terbentuk cukup sel penyaji

antigen (antigen presenting cells) dan sel T yang matang, merupakan saat fetus

tersensisitasi alergen dengan rute yang paling mungkin adalah melalui usus,

35

Page 21: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 21/23

 

walau konsentrasi alergen yang dapat penetrasi ke amnion adalah penting.

Konsentrasi alergen yang rendah lebih mungkin menimbulkan

sensitisasi daripada konsentrasi tinggi. Faktor konsentrasi alergen dan waktu

  pajanan sangat mungkin berhubungan dengan terjadinya sensitisasi atau

toleransi imunologis.

Penelitian menunjukkan menghindari makanan yang bersifat alergen pada

ibu hamil dengan risiko tinggi, tidak mengurangi risiko melahirkan bayi

atopi, bahkan makanan tersebut menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada

nutrisi ibu dan fetus. Saat ini, belum ada pencegahan primer yang dapat

direkomendasikan untuk dilakukan.

 b. Periode postnatal

Berbagai upaya menghindari alergen sedini mungkin dilakukan terutama

difokuskan pada makanan bayi seperti menghindari protein susu sapi, telur, ikan,

kacang-kacangan. Sebagian besar studi menunjukkan mengenai hal tersebut,

menunjukkan hasil yang inkonklusif (tidak dapat ditarik kesimpulan). Dua studi

dengan tindak lanjut yang paling lama menunjukkan efek transien dari

menghindari makanan berpotensi alergen dengan dermatitis atopik. Dan tindak 

lanjut lanjutan menunjukkan berkurangnya bahkan hampir tidak ada efek pada

manifestasi alergik saluran napas, sehingga disimpulkan bahwa upaya

menghindari alergen makanan sedini mungkin pada bayi tidak didukung oleh

hasil. Bahkan perlu dipikirkan memanipulasi dini makanan berisiko

menimbulkan gangguan tumbuh kembang.

2. Pencegahan sekunder 

Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder mencegah

yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru

mengenai pemberian antihitamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada

 penderita anak dermatitis atopik. Studi lain yang sedang berlangsung, mengenai

 peran imunoterapi dengan alergen spesifik untuk menurunkan onset asma.

Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan

alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan

36

Page 22: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 22/23

 

sudah dengan gejala asma, adalah lebih menghasilkan pengurangan /resolusi

total dari gejala daripada jika pajanan terus berlangsung.

3. Pencegahan Tersier 

Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan

oleh berbagai jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan

memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/ obat.13

 

37

Page 23: Preskes Asma Tinjauan Pustaka

5/10/2018 Preskes Asma Tinjauan Pustaka - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/preskes-asma-tinjauan-pustaka 23/23

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosa & Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2004 : 1-76.

2. Hadibroto I. Asma: Infomasi Lengkap untuk Penderita dan Keluarganya.

Jakarta.Gramedia Pustaka Utama. 2005 :67-97.

3. Braman SS. Asthma. ACPP pulmonary board review 2003. Course syllabus. Am

College of Chest Physician. 2003: 1-19.

4. Apter AJ dan Weiss ST. Asthma: Epidemiology. In Fishman AP, Elias JA, Fisman

JA, et al (Eds). Fishman’s Pulmonary disease and disorders.New York.

McGrawHill Mesdical. 2008: 787-89.

5. Surjanto E. Diagnosis dan Klasifikasi Asma. Dalam: Kumpulan Naskah Temu

Ilmiah Respirologi 2001. Surakarta : Perpustakaan Laboratorium/ SMF Paru FK 

UNS/ RSUD Dr.Moewardi. 2001:1I-8I.

6. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.

FKUI.2006:245-250.

7. Wenzel SE. The phatobiology os asthma: Implication for treatment. Preface. Clin in

Chest. 2001 (21) : XIII-XIV.

8. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and

Prevention.National Institute of Health.National Heart, Lung, and Blood Institute.2006. www.ginaasthma.org.

9. Kuvuru MS dan Wiedermand HP. Asthma. In : Chest medecine. Essential of 

Pulmonary and Critical care. Philadelphia. Lippincort William and Wilkins. 2000:

133-173.

10. Yunus F. Penatalaksanaan Asma Bronkial Masa Kini. Dalam:Simposium Sehari

yang Benar tentang Asma. 1999: 1- 9.

11. Widysanto A. Korelasi Penilaian Asma Terkontrol pada Penderita Asma Persisten

Sesudah Pemberian Kortikosteroid Inhalasi dengan Menggunakan Asthma Control

Scoring dan Asthma Control Test.Jakarta.Universitas Indonesia.Thesis.2006.12. Boushey HA.Obat-obat Asma.Dalam:Katzung, B.G., Farmakologi Dasar & Klinik,

Ed.I, diterjemahkan oleh Sjbana, D., dkk, Jakarta. Salemba Medika.2006:588-609.

13. Maranatha D. Asma Bronkial. Dalam:Wibisono MJ, Winariani, dan Hariadi S.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya. Departemen Ilmu Penyakit Paru

FKUNAIR-RSUD Dr. Soetomo. 2010: 55-73.

38