Presentasi Kasus Hipertensi Emergensi

93
KASUS I. Identitas Pasien Nama : Ny. NS Jenis kelamin : Perempuan Umur : 57 tahun Alamat : Kp. Suka Maju, Kijang Pekerjaan : Ibu rumah tangga Agama : Islam Status perkawinan : Menikah Tgl masuk : 23-5-2015 II. Anamnesis (autoanamnesis & alloanamnesis) Keluhan Utama : Pusing sejak 5 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke UGD RSAL dr. Midiyato dengan keluhan pusing yang sejak 5 hari SMRS (18/05/2015), pusing dirasakan menetap dibagian sebelah kiri kepala, pusing terasa seperti dipukul benda keras. Pasien tidak 1

description

HT

Transcript of Presentasi Kasus Hipertensi Emergensi

KASUSI. Identitas PasienNama: Ny. NSJenis kelamin: PerempuanUmur: 57 tahunAlamat: Kp. Suka Maju, KijangPekerjaan: Ibu rumah tanggaAgama: IslamStatus perkawinan: MenikahTgl masuk: 23-5-2015

II. Anamnesis (autoanamnesis & alloanamnesis)Keluhan Utama:Pusing sejak 5 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang ke UGD RSAL dr. Midiyato dengan keluhan pusing yang sejak 5 hari SMRS (18/05/2015), pusing dirasakan menetap dibagian sebelah kiri kepala, pusing terasa seperti dipukul benda keras. Pasien tidak merasakan pusing membaik/bertambah berat dengan perubahan posisi. Pasien tidak merasakan nyeri kepala berputar, pusing tidak disertai telinga berdenging. Keluhan pusing disertai mual, tanpa disertai dengan muntah, dan tanpa penurunan kesadaran.Pasien juga merasakan keluhan pusing disertai pandangan kabur tiba-tiba, penglihatan ganda, tanpa nyeri dan gatal pada mata. Tidak terdapat adanya kelemahan anggota gerak, tidak terdapat rasa kesemutan, tidak terdapat lidah pelo, Buang air kecil dan buang air besar lancar tanpa keluhan. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma. Riwayat adanya darah tinggi, diabetes mellitus dan penyakit jantung diakui pasien sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mengaku rutin berobat setiap 2 bulan ke spesialis penyakit dalam di RSUD Kota Tanjungpinang, dan rutin kontrol ke RSUD Bintan setiap 2minggu. Pasien tidak ingat nama obat dan jumlah obat yang diminum.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit jantung Pasien mengaku mempunyai riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu dan rutin kontrol ke dokter. Pasien mengaku mempunyai penyakit kencing manis Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat penyakit asma Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat obatan dalam jangka waktu lama dan dekat dan mengaku tidak mempunyai riwayat alergi Pasien mengaku tidak ada alergi obat.Riwayat penyakit keluarga :Pasien mengaku terdapat anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti pasien. Ibu kandung pasien menderita hipertensi.III. Pemeriksaan Fisik Kesadaran: composmentis Tekanan darah: 190/120 Nadi: 120x/menit Pernapasan: 22x/menit normal Suhu: 36,5 C BB: 87 kg TB: 155 cm IMT: 36,25Kepala Bentuk: Normal, simetris Rambut: Hitam, tidak mudah rontok Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/+, pupil isokor kanan dan kiri. Reflek cahaya +/+ Telinga: Bentuk normal, simetris, ottorae -/-. Hidung: Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi. Mulut: Mulut simetris, tidak ada deviasi Tonsil T1/T1, tidak sianosisLeherTrakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak, Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening, JVP tidak meningkat.

Thoraks Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan sama dengan kiri , tidak ada penonjolan masa. Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi : vbs +/+, ronki -/-, Wheezing -/-

Jantung Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi Perkusi Batas jantung : Batas atas : Sela iga II garis parasternalis kiri Batas kanan : sela iga V garis sternalis kanan Batas kiri : Sela Iga V garis axillaries anterior kiri Auskultasi:BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen Inspeksi: Perut cembung, tidak tampak adanya kelainan Auskultasi: Bising usus (+) normal Perkusi: Suara timpani pada lapang abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-) Palpasi: Nyeri tekan abdomen (-), tidak ada pembesaran hepar, tidak ada pembesaran lien, ballotement ginjal (-) GenitaliaTidak dinilaiEkstremitasAkral hangat, CRT 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut. Pendarahan intracranial, trombotik atau pendarahan subarakhnoid. Hipertensi ensefalopati. Aorta diseksi akut. Oedema paru akut. Eklampsi. Feokhromositoma. Funduskopi KW III atau IV. Insufisiensi ginjal akut. Infark miokard akut, angina unstable. Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain : Sindrome withdrawal obat anti hipertensi. Cedera kepala. Luka bakar. Interaksi obat.

Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak ) 3

Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I. KW I atau II pada funduskopi. Hipertensi post operasi. Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

C. EPIDEMIOLOGISecara statistik, bila seluruh populasi hipertensi (HT) dihitung, terdapat sekitar 70% pasien yang menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini. 1,2,3

D. PATOFISIOLOGIArteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau kontriksi dalam merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk mempertahankan aliran (mekanisme autoregulasi) yang tetap terhadap vascular beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada krisis hipertensi terjadi perubahan mekanisme autoregulasi pada vascular beeds (terutama jantung, SSP, dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan ini akan terjad efek local dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain yang mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi miointimal, dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin, vesopresin, antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target. Jantung, SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang dapat melindungi organ tersebut dari iskemia yang akut, bila tekanan darah mendadak turun atau naik. Misalkan individu normotensi, mempunyai autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan arteri rata-rata.

Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)

Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan arteri rata-rata (110-180mmHg).Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan darah yang mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi endema dan ensefalopati, demikian juga halnya dengan jantung, ginjal dan mata.3

E. DIAGNOSIS 1,3,6Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi. 1. Anamnesa Hal yang penting ditanyakan yaitu : Riwayat hipertensi : lama dan beratnya. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya. Usia : sering pada usia 40 60 tahun. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ). Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ). Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ). Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

2. Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD (baring dan berdiri) mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, gagal jantung kongestif). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner. 3. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu : 1. Pemeriksaan yang segera seperti : a. darah : rutin, BUN, creatinine, elektrolit. b. urine: Urinalisa dan kultur urine. c. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi. d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana ). 2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama) : a.Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus tertentu ), biopsi renal ( kasus tertentu ).b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan. c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ). F. DIFERENSIAL DIAGNOSIS 3Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti : - Hipertensi berat - Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan. - Ansietas dengan hipertensi labil. - Oedema paru dengan payah jantung kiri. G. PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI 1. Dasar-Dasar Penanggulangan Krisis Hipertensi: 1,6Seperti keadaan klinik gawat yang lain, penderita dengan krisis hipertensi sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Pengobatan krisis hipertensi dapat dibagi:1. Penurunan tekanan darahPada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat mungkin tapi seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ. Untuk menentukan tingkat tekanan darah yang diinginkan, perlu ditinjau kasus demi kasus. Dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 2025% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 1530 menit dan bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 23 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 180/100 mmHg. 2. Pengobatan target organMeskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah memperbaiki fungsi target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan khusus untuk mengatasi kelainan target organ yang terganggu. Misalnya pada krisis hipertensi dengan gagal jantung kiri akut diperlukan pengelolaan khusus termasuk pemberian diuretic, pemakaian obat-obat yang menurunkan preload dan afterload. Pada krisis hipertensi yang disertai gagal ginjal akut, diperlukan pengelolaan khusus untuk ginjalnya, yang kadang-kadang memerlukan hemodialisis.3. Pengelolaan khususBeberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus, terutama yang berhubungan dengan etiloginya, misalnya eklampsia gravidarum.

2. Penanggulangan Hipertensi Emergensi : 1,5,6Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume intravaskuler. Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik. - tentukan penyebab krisis hipertensi - singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT - tentukan adanya kerusakan organ sasaran Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien. - Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat. - Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta. -TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi 1,2,6 Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ). 1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial maupun venous. Secara IV mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6 ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5 menit, duration of action 3 5 menit. Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus IV. Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara IV bolus. Onset of action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit, duration of action 4 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan.Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll. 4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 1 jam, IV :10 20 menit duration of action : 6 12 jam. Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10 40 mg i.m. Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular. Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll. 5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 60 menit. Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v. 6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 20 mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit. 7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action : 1 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering. 8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 10 menit Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai. 9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis.Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, withdrawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal. 10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, pusing, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat. Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapat diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara menatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik kembali dalam beberapa menit. Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus intermitten intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali. *Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi 1,6,Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang sebaiknya dihindari adalah sbb : 1. Hipertensi encephalopati:Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine. 2. Cerebral infark : Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol, Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine. 3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid : Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine. 4. Miokard iskemi, miokrad infark : Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside dan loop diuretuk. Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil. 5. Oedem paru akut :Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik. Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.6. Aorta disseksi : Anjuran : Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan B-antagonist, labetalol. Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil 7. Eklampsi :Anjuran : Hydralazine, Diazoxide, labetalol, Ca antagonist, sodium nitroprusside. Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist 8. Renal insufisiensi akut : Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan 9. KW III-IV : Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca antagonist. Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa. 10. Mikroaangiopati hemolitik anemia : Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist. Hindarkan : B-antagonist. Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat. Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang diperukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik. Obat oral untuk hipertensi emergensi :5,6, Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan obat oral seperti Nifedipine ( Ca antagonist ) Captopril dalam penanganan hipertensi emergensi. Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual dan captoprial pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup memuaskan setelah menit ke 20. Captopril dan Nifedipine sublingual tidak berbeda bermakna dam menurunkan TD. Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan non-respon bila penurunan TD diastolik 250 mg/dL, kadar glukosa darah acak menetap > 300mg/dL A1C .10%, atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan dengan intervensi pola hidup. Selain itu, terapi insulin juga dapat langsung diberikan pada pasien DM yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan). Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat ditambahkan dan penggunaan insulin dapat dihentikan. Agar terapi insulin dapat dilaksanakan dengan baik pada pasien hiperglikemia yang dirawat di rumah sakit, harus dipahami tentang pola sekresi insulin pada orang normal. Sekresi insulin dapat dibagi menjadi sekresi insulin basal (saat puasa atau sebelum makan) dan insulin prandial (setelah makan). Insulin basal adalah jumlah insulin eksogen per unit waktu yang diperlukan untuk mencegah hiperglikemia puasa akibat glukoneogenesis serta mencegah ketogenesis yang tidak terdeteksi. Insulin prandial adalah insulin yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan makanan ke dalam bentuk energi cadangan sehingga tidak terjadi hiperglikemia postprandial.Secara umum, kebutuhann insulin dapat diperkirakan sebagai berikut: insulin basal adalah 50% kebutuhan total insulin per hari atau 0,02 U/kgBB; insulin prandial adalah 50% dari kebutuhan total insulin per hari; dan insulin koreksi sekitar 10-20% dari kebutuhan total insulin per hari.Saat ini tersedia berbagai jenis insulin, mulai dari human insulin sampai insulin analog. Seperti telah diketahui, untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin kerja menengah (intermediate-acting insulin) atau kerja panjang (long-acting insulin); sementara untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial (setelah makan) digunakan insulin kerja cepat (sering disebut insulin regular/ short-acting insulin) atau insulin kerja sangat cepat (rapid- atau ultra-rapid acting insulin). 4,7

G. KomplikasiKomplikasi Akut Diabetes Mellitus:1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)8Ciri biokimia kardinal KAD adalah: hiperglikemia, hiperketonemia, asidosis metabolik.Ketoasidosis merupakan suatu kondisi gawat medis yang sering menjadi penyebab serius morbiditas, terutama pada pasien diabetes tipe 1. Hiperglikemia yang terjadi pada KAD menyebabkan suatu diuresis osmotik yang besar sehingga terjadi dehidrasi dan kehilangan elektrolit, terutama sodium dan kalium. Ketosis terjadi akibat defisiensi insulin, dieksaserbasi oleh peningkatan katekolamin dan hormon stres yang lain, sehingga menyebabkan lipolisis dan suplai asam lemak bebas untuk ketogenesis hepatik yang tidak terkontrol. Apabila ini melebihi kapasitas metabolisme keton asam, akan terjadi akumulasi keton dalam darah. Akibatnya, asidosis metabolik memaksa ion hidrogen ke dalam sel lalu mengambil tempat ion kalium, yang mungkin hilang pada urin atau melalui muntah. Secara rata-rata, 6 liter air, 500 mmol natrium, 400 mmol klorida, dan 350 mmol kalium hilang pada pasien KAD yang sedang-berat. Pada kondisi ini, terjadi pengurangan ruang ekstraselular yang signifikan, disertai dengan hemokonsentrasi, penurunan volume darah, dan akhirnya penurunan tekanan darah yang berhubungan dengan iskemia renal dan oliguria. Setiap pasien KAD mengalami deplesi kalium, tetapi konsentrasi plasma kalium memberi indikasi defisit seluruh tubuh yang sangat sedikit. Kalium plasma malah mungkin meningkat sedikit pada awalnya oleh karena kehilangan disproposi air dan katabolisme protein dan glikogen. Walaupun begitu, setelah terapi insulin, kemungkinan besar terjadi penurunan mendadak kalium plasma oleh karena pengenceran kalium ekstraselular dengan pemberian cairan intravena, gerakan kalium ke dalam sel akibat terapi insulin, dan kehilangan kalium yang berterusan di ginjal. Magnitud hiperglikemia tidak berkorelasi dengan keparahan asidosis metabolik; elevasi glukosa darah yang sedang dapat berhubungan dengan ketoasidosis yang mengancam nyawa. Pada sesetengah kasus, predominasinya adalah hiperglikemia dan asidosis hanya minimal, dan pasien dating dalam keadaan hiperosmolar. Simptom KAD termasuk poliuria atau kehausan, penurunan berat badan, kelemahan, mual dan muntah, kaki kebas, pandangan kabur, nyeri daerah abdominal sedangkan tanda KAD termasuk dehidrasi, hipotensi (postural atau supine), ekstremitas dingin/sianosis perifer, takikardia, air hunger (pernafasan Kussmaul), pernapasan berbau seperti aseton, hipotermia, kebingungan, mengantuk, dan koma (10%). Amilase serum mungkin meningkat tetapi ini jarang mengindikasi pancreatitis yang terjadi bersamaan. Walaupun leukositosis kadang-kadang terjadi, ini menunjukkan suatu respons stres dan tidak semestinya memberi indikasi infeksi. Pireksia pada awalnya mungkin tidak muncul karena terjadinya vasodilatsi akibat asidosis. Antara berikut merupakan pemeriksaan untuk KAD tetapi harus dipastikan bahwa ini tidak memperlambat tindakan pemberian cairan dan insulin: urea dan elektrolit; glukosa darah; bikarbonat plasma; gas darah arterial, urinalisis untuk memeriksa adanya keton, elektrokardiografi, dan skrining infeksi yaitu darah lengkap, kultur darah dan urin, protein reaktif C, dan foto toraks.Komponen utama pengobatan KAD adalah: (1) pemberian insulin kerja jangka pendek (terlarut), (2) penggantian cairan, (3) penggantian kalium, (4) pemberian antibiotik jika terdapat infeksi.

1. Koma Diabetik, Hiperosmolar Non-Ketotik (HONK)Kondisi ini dikarakterisasi oleh hiperglikemia berat (>900 mg/dl) tanpa hiperketonemia atau asidosis yang signifikan. Dehidrasi berat dan uremia pre-renal biasa terjadi pada HONK. Terapi HONK berbeda dari ketoasidosis pada dua aspek: (1) pasien HONK biasanya mempunyai sensitivitas relatif terhadap insulin dan kira-kira setengah dari dosis insulin yang dianjurkan untuk pengobatan ketoasidosis digunakan pada HONK (3 unit/jam), (2) osmolalitas plasma haruslah diukur, atau dihitung dengan menggunakan formula berikut yang berdasarkan nilai plasma dalam mmol/l: 2[Na+] + 2[K+] + [glukosa] + [urea].Nilai biasa adalah 280-300 mmol/kg dan tingkat kesadaran akan menurun apabila nilai ini tinggi (>340 mmol/kg). Pasien harus diberi 0,45% saline sehingga osmolalitas hampir mencapai normal, lalu digantikan dengan saline isotonik (0,9%). Kadar penggantian cairan harus diregulasi berdasarkan tekanan vena sentral, dan konsentrasi natrium plasma harus diperiksa secara berkala. Komplikasi tromboembolik sering terjadi, dan profilaksis dengan heparin berat molekul ringan subkutan dianjurkan.Pada koma yang diakibatkan asidosis laktat, pasien tersebut kemungkinan besar mengkonsumsi metformin untuk diabetes tipe 2, dalam keadaan sakit berat dan bernafas berlebihan tetapi tidak dehidrasi seberat seperti koma pada ketoasidosis. Pernafasan pasien tidak berbau seperti aseton,dan ketonuria adalah ringan atau mungkin tidak ada, namun bikarbonat plasma dan pH menurun secara signifikan (H+ > 63 mmol/l, pH 5 mmol/l). Pengobatan adalah dengan sodium bikarbonat intravena yang mencukupi untuk meningkatkan pH arterial sehingga melebihi 7,2, diberi bersamaan insulin dan glukosa. Mortalitas pada kondisi ini adalah >50%, walaupun dengan resusitasi dan tindakan yang cepat. Sodium dikloroasetat dapat diberikan untuk menurunkan laktat darah.

2. HipoglikemiaApabila hipoglikemia (glukosa darah