EMERGENSI ORTOPEDI

18
EMERGENSI ORTOPEDI Definisi Suatu kondisi cedera muskuloskeletal yang jika tidak ditangani segera akan menimbulkan komplikasi berlanjut, kerusakan yang signifikan atau bahkan kematian. Berikut digolongkan sebagai emergensi ortopedi : Open Fractures or Joints Neurovascular Injuries Dislocations Septic Joints A. FRAKTUR TERBUKA Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar). Merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi infeksi. Fraktur terbuka suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Berikut klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo,Merkow dan Templeman (1990) : Tipe I : luka kecil < 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan

Transcript of EMERGENSI ORTOPEDI

Page 1: EMERGENSI ORTOPEDI

EMERGENSI ORTOPEDI

Definisi

Suatu kondisi cedera muskuloskeletal yang jika tidak ditangani segera akan menimbulkan komplikasi berlanjut, kerusakan yang signifikan atau bahkan kematian.

Berikut digolongkan sebagai emergensi ortopedi :

Open Fractures or Joints

Neurovascular Injuries

Dislocations

Septic Joints

A. FRAKTUR TERBUKA

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar

melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam)

atau from without (dari luar). Merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan

dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga

timbul komplikasi infeksi. Fraktur terbuka suatu keadaan darurat yang memerlukan

penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Berikut klasifikasi

fraktur terbuka menurut Gustilo,Merkow dan Templeman (1990) :

Tipe I : luka kecil < 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari

fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan

dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur

yang terjadi biasanya bersifat simpel, transversal, oblik pendek atau sedikit

komunitif.

Tipe II : laserasi kulit > 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat

atau avulsi kulit, terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit

kontaminasi dari fraktur.

Tipe III : terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot,

kulit, dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini

Page 2: EMERGENSI ORTOPEDI

biasanya disebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe ini dibagi

3 subtipe :

Tipe IIIa : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun

terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental

atau komunitif yang hebat.

Tipe IIIb : fraktur disertai dengan trauma hebat denga kerusakan dan

kehilangan jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang

terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur komunitif yang hebat.

Tipe IIIc : Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang

memerlukan perbaikan tanpa memerhatikan tingkat kerusakan jaringan

lunak.

Penatalaksanaan

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka :

1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawat

2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan kematian

3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi

4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik

5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya

6. Stabilisasi fraktur

7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari

8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya

9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

B. Septik Arthritis

Rongga sendi merupakan rongga yang steril berisi cairan sinovial dan bahan

selular termasuk sel darah putih, septik artritis merupakan infeksi pada rongga sendi

dan biasanya merupakan infeksi bakterial. Septik arthriris merupakan bentuk akut

Page 3: EMERGENSI ORTOPEDI

arthritis yang paling berbahaya, dan merupakan kasus kegawatdaruratan pada bidang

ortopedi, keterlambatan dalam mendiagnosa dan memberikan terapi dapat

menyebabkan kerusakan sendi yang menetap bahkan dapat menyebabkan morbiditas

yang nyata bahkan kematian.

Septik artritis dapat terjadi melalui invasi langsung pada rongga sendi oleh

berbagai mikroorganisme termasuk bakteri, virus, mycobacteria dan jamur. Reaktif

artritis terjadi suatu proses inflamasi steril pada sendi oleh karena suatu proses infeksi

ditempat lain dari tubuh. Penyebab tersering adalah bakteri.

Etiologi

Bakterial atau supuratif artritis dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu, gonokokal

dan non-gonokokal. Neisseria gonorrhoeae merupakan patogen tersering ( 75%) pada

pasien dengan aktifitas seksual yang aktif. Staphylococcus Aureus merupakan patogen

tersering pada bakterial arthritis pada usia anak-anak diatas usia 2 tahun dan dewasa,

sedangkan penyebab tersering ( 80%) infeksi sendi yang dipicu oleh rheumatoid

arthritis adalah spesies Streptococcal seperti Streptococcus viridans, Streptococcus

pneumoniae, dan streptococci group B. Bakteri gram negatif dapat menjadi penyebab

20- 25% dan terjadi penderita yang sangat muda atau sangat tua yang mana terjadi

gangguan fungsi imunitas, atau pengguna obat-obat suntikan terlarang.

Pada pasien yang menggunakan sendi buatan / prosthetic joint dapat juga terjadi

septic arthritis, yang berdasarkan waktunya dibagi menjadi tiga jenis infeksi yaitu:

1. early, infeksi terjadi pada awal, 3 bulan sejak implantasi, biasanya disebabkan

oleh Staphylococcus aureus.

2. delayed, terjadi 3-24 bulan sejak implantasi, kuman tersering coagulase-

negative Staphylococcus aureus dan gram negatif. Kedua jenis ini didapat dari kuman

di kamar operasi.

3. late, terjadi sekunder dari penyebaran hematogen dari berbagai jenis kuman.

Patofisiologi

Page 4: EMERGENSI ORTOPEDI

Organisme dapat masuk ke dalam sendi melalui direct inoculation, melalui

penyebaran dari jaringan periartikular atau melalui aliran darah yang merupakan rute

infeksi tersering Sendi normal mempunyai komponen protektif untuk mencegah

terjadinya proses infeksi, yaitu: sel sinovial memiliki kemampuan untuk memfagositik

dan cairan sinovial memiliki kemampuan bakterisidal.

Bakteri dapat masuk kedalam ruang sendi melalui beberapa cara yaitu, masuk

melalui proses operasi daerah sendi, melalui tindakan aspirasi sendi, penyuntikan

kortikosteroid atau melalui trauma lainnya. Bakteri yang berhasil masuk kedalam

rongga sendi dalam beberapa jam menimbulkan reaksi inflamasi pada membran

sinovial berupa hiperplasi dan proliferasi dan terjadi pelepasan faktor-faktor inflamasi

seperti cytokines dan proteases yang menyebabkan degradasi dari kartilago sendi.

Gejala klinis

Gejala yang paling sering muncul adalah trias yaitu: nyeri (75%), demam ( 40-

60%), dan keterbatasan gerak sendi, gejala ini dapat terjadi dalam bebeapa hari sampai

beberapa minggu, demam biasanya tidak tinggi. Gejala yang paling utama adalah nyeri

pada sendi, yang harus dievaluasi pada nyeri sendi adalah seberapa akut nyeri terdebut

terjadi, ataukah nyeri tersebut merupakan superimposed chronic pain, adakah riwayat

trauma ataukah riwayat operasi sebelumya, apakah nyeri tersebut monoartikular

ataukah poliartikular.

Selain itu harus digali riwayat rheumatoid arthritis, riwayat suntikan pada daerah

sendi, riwayat diare Adakah gejala-gejala ekstra artikuler atau adakah riwayat

penggunaan obat terlarang intravena atau riwayat kateterisasi pembuluh darah. Adakah

Page 5: EMERGENSI ORTOPEDI

riwayat penyakit–penyakit kelamin, adakah penyakit penyakit lain yang menyebabkan

penurunan system imun seperti penyakit liver, diabetes mellitus limfoma, penggunaan

obat obat imunosupresive.

Pada infeksi non gonokokal gejala timbul mendadak dengan terjadinya

pembengkakan sendi, teraba hangat dan sangat nyeri, paling sering terjadi pada sendi

lutut ( 50% kasus ), sedangkan pada anak-anak paling sering terjadi pada sendi pinggul,

sendi pinggul biasanya dalam posisi fleksi dan eksternal rotasi dan sangat nyeri bila

digerakkan. Kurang lebih 10-20 % terjadi infeksi poliartikular, biasanya 2 atau 3 sendi.

Poliartikular septik arthtritis biasanya terjadi pada pasien dengan reumatoid arthritis,

pasien dengan infeksi jaringan lunak atau pada pasien dengan sepsis berat.

Gambar 2 : (kiri)Gonokokal infeksi pada pasien usia muda dengan gambaran septic

arthritis pada ankle kiri, tampak gambaran petecie, odema, (Kanan) septic arthritis pada

pergelangan tangan

Terapi

a) Non operatif

Prinsip terapi pada septic arthritis adalah drainase cairan sinovial yang terinfeksi secara

adekuat, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, kombinasi Beta-lactam dengan

aminoglikosida atau generasi kedua golongan kuinolon. imobilisasi sendi untuk

mengurangi nyeri. Pada akut PJI ( prosthetic joint infection ) kurang dari 3 minggu (tipe

early) atau sekunder dari penyebaran hematogen tanpa keterlibatan jaringan sekitar

sendi atau tidak terjadi joint instability, dapat diterapi dengan obat-obatan Antibiotik

intravena diberikan selama 3-4 minggu.

Page 6: EMERGENSI ORTOPEDI

Drainage dapat berupa perkutaneus atau pembedahan, aspirasi dengan menggunakan

jarum secara berulang untuk mencegah pengumpulan cairan di dalam sendi, aspirasi

dapat dilakukan 2-3 kali sehari pada hari-hari awal, apabila drainage lebih sering

diperlukan maka pertimbangan untuk operasi Apabila dalam 5 hari perawatan, sendi

mengalami perbaikan maka dapat diberikan obat-obat antiiflamasi, apabila tidak

membaik setelah 5 hari, klinis febris yang menetap, cairan sinovial tetap purulen, hasil

kultur tetap positip, maka perlu dilakukan reevaluasi terhadap terapi :

1. lakukan kultur ulang cairan sinovial

2. periksa serologis untuk diagnosa lyme disease

3. jika dicurigai adanya jamur atau mikobakterial perlu dilakukan sinovial biopsy

4. pertimbangakan kemungkinan reactive arthritis

5. periksa foto polos ataupun MRI untuk menyingkirkan periarticular osteomyelitis.

b) Operatif

Surgical drainage diindikasikan apabila satu atau lebih kriteria dibawah ini :

1. Penggunaan antibiotik yang sesuai dan perkutan drainage yang aktif selama 5-7 hari tetap gagal

2. Sendi yang terkena sulit untuk diaspirasi ( hip )

3. Adanya infeksi pada jaringan sekitar

Infeksi gonokokal jarang memerlukan surgikal drainasePada kasus PJI (prothease joint

infection) terapi dengan memberikan antibiotik yang adekuat dan pengangkatan

protesis, meskipun penggunaan antibiotik telah adekuat angka keberhasilan hanya 20 %

bila protesis tetap ditinggalkan, teknik dengan 2 tahap merupakan teknik yang paling

efektif :

1. Angkat protesis diikuti pemberian antibiotik selama 6 minggu

2. Ganti sendi yang baru dengan methylmethacrylate cement dengan antibiotik

( gentamicin, tobramycin ). Difusi antibiotik ke jaringan sekitar merupakan tujuan

terapi. Angka keberhasilan rata-rata 95%

Cara lain dengan intermediate method, dengan mengganti sendi terinfeksi dengan

sendi baru dalam 1 tahap operasi disertai pemberian antibiotik, metode ini memberikan

Page 7: EMERGENSI ORTOPEDI

angka keberhasilan 70-90%. Apabila kondisi penderita membaik dalam 5 hari

perawatan, dapat dimulai mobilisasi ringan pada sendi yang terinfeksi, kebanyakan

penderita memerlukan rehabilitasi medik untuk mengembalikan fungsi sendi secara

maksimal.

C. SINDROMA KOMPARTEMEN

Pengenalan dan pengobatan dini sindroma kompartemen penting pada pasien

trauma untuk mencegah kematian, amputasi dini, dan disfungsi tungkai. Volkmann

adalah orang pertama yang menguraikan tentang akibat kontraktur paska-iskemik

pada lebih dari 1 abad yang lalu. Dia menghubungkan kontraktur otot permanen

dengan trauma, pembengkakan, dan perban yang ketat. Seddon dan rekan meninjau

ulang komplikasi akhir sindroma kompartemen ekstremitas superior dan inferior dan

menekankan pentingnya pengenalan awal dan fasciotomi. Kegagalan mendiagnosa

dan menangani sindroma kompartemen pada pasien trauma mengakibatkan sejumlah

kasus morbiditas yang sebenarnya dapat dicegah.

Berbagai sindroma kompartemen telah diuraikan untuk kedua ekstremitas atas

dan bawah. Uraian tersebut termasuk sindroma kompartemen pada bahu, lengan atas,

lengan bawah, tangan, bokong, paha, tungkai bawah, dan kaki. Penyebab sindroma

kompartemen beragam dan termasuk, jika tidak dibatasi, fraktur terbuka dan fraktur

tertutup, cedera arteri, luka tembak, gigitan ular, kompresi tungkai, dan luka bakar.

Patofisiologi

Meningkatnya tekanan pada ruang fascia tertutup menyebabkan menurunnya

tekanan perfusi dan pada akhirnya cedera sel dan kematian neuron dan jaringan otot.

Mekanismenya sebagai berikut: hipoksia menyebabkan cedera sel, melepaskan

mediator, dan meningkatkan permeabilitas endotel yang menyebabkan oedem,

selanjutnya meningkatkan tekanan kompartemen, pH jaringan menurun, lalu terjadi

nekrosis, dan terlepasnya mioglobin. Tekanan jaringan lebih besar dari tekanan

kapiler; biasanya terlihat pada > 30 mmHg tekanan intra-kompartemen. Waktu

iskemik: nervus < 4 jam, otot < 4 jam; beberapa mengatakan sampai 6 jam.

Tanda dan gejala

o nyeri pada keadaan istirahat

Page 8: EMERGENSI ORTOPEDI

o parastesi

o pucat

o paresis atau paralisis

o denyut nadi hilang (pulselessness)

o jari di posisi fleksi

o gangguan diskriminasi dua titik

o tekanan tinggi di dalam kompartemen

Penatalaksanaan

Singkirkan penyebab kompresi

o O2

o Pertahankan ekstremitas setinggi jantung

o Konsultasi ortopedi atau bedah darurat

o Fasciotomi:

Indikasi sindroma kompartemen akut: tekanan kompartemen > 30 mmHg

Ahli bedah harus melakukan fasciotomi; bagaimanapun, pada tungkai

yang tekanannya meningkat atau terdapat penundaan pembedahan,

fasciotomi emergensi mungkin perlu dilakukan di departemen emergensi.

Pendekatan dua-insisi fasciotomi pada tungkai bawah merupakan

prosedur langsung dan dapat dipercaya.

D. TRAUMA ARTERI

Adalah trauma pada pembuluh darah arteri yang bisa disebabkan oleh trauma

tembus atau trauma tumpul terhadap ekstremitas yang jika tidak diketahui dan

tidak dilakukan tindakan sedini mungkin akan mengakibatkan hilang atau

matinya ekstremitas tersebut atau bahkan bisa menyebabkan kematian bagi

pasien.

Etiologi

Page 9: EMERGENSI ORTOPEDI

Penyebab paling sering trauma pada pembuluh darah ekstremitas adalah luka

tembak (70-80%), luka tusuk (5-10%), luka akibat pecahan kaca. Selain itu

trauma pembuluh darah yang disebabkan oleh trauma tumpul seperti pada korban

kecelakaan atau seorang atlet yang cedera jarang (5-10%). Penyebab iatrogenik

sekitar 10% dari semua kasus yang diakibatkan oleh prosedur endovaskuler

seperti katerisasi jantung.

Trauma Tajam

Derajat I : robekan adventitia dan media, tanpa menembus tunika intima.

Derajat II : robekan parsial sehingga tunika intima arteri juga terluka dan

biasanya menyebabkan perdarahan hebat karena tidak mungkin terjadi

retraksi.

Derajat III : pembuluh darah putus total

Trauma tumpul

Derajat I : robekan tunika intima yang luas. Pada derajat II, terjadi

robekan tunika intima dan tunika media disertai hematoma dan trombosis

dinding arteri. Derajat III merupakan kerusakan seluruh tebal dinding

arteri diikuti dengan tergulungnya tunika intima dan media ke dalam

lumen serta pembentukan trombus pada tunika adventitia yang utuh.

Trauma iatrogenik

Tindakan diagnosis maupun penanganan kedokteran dapat menimbulkan

trauma arteri derajat I, naik berupa trauma tumpul yang merobek intima

atau trauma tajam yang merobek sebagian dinding. Penyebab tersering

yaitu pungsi arteri untuk pemeriksaan darah, dialisis darah, atau

penggunaan kateter arteri untuk diagnosis atau pengobatan.

Trauma luka tembak

Luka tembak umumnya melibatkan arteri besar. Pada ekstremitas atas,

area yang patut dicermati dan menjadi lokasi yang berisiko tinggi adalah

aksila, bagian medial dan anterior lengan atas, fossa antekubiti, tempat

lokasi arteri aksilaris dan brakialis terletak superfisial. Sedangkan

Page 10: EMERGENSI ORTOPEDI

ekstremitas bawah yang perlu dicermati adalah anterior ligamentum

inguinalis, inferior dari lipatan glutea dan fossa poplitea.

Gejala klinis

Tanda pasti : trauma vaskular meliputi perdarahan yang sifatnya pulsatil,

hematoma yang meluas, thrill, tanda terjadi iskemia (pallor, parasthesia,

paralysis, pain, pulselessness, dan poikilothermia).

Tanda tidak pasti : hematoma yang kecil dan tetap bertambah ukuran, gangguan

pada saraf tepi akibat cedera langsung pada sistem saraf, hipotensi atau syok,

cedera yaang bersamaan seperti fraktur atau dislokasi, ada cedera pada lokasi di

tempat terdapat pembuluh darah yang melintasi.

Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa : pada trauma arteri dengan gambaran arteriogram yang

positif, non oklusif dan asimtomatik masih kontroversial.

Terapi surgikal : tindakan pertama untuk menangani trauma arteri adalah tekanan

langsung pada sumber perdarahan. Melakukan tourniquet pada proksimal dari

luka yang berdarah akan mencederai saraf tepi, selain itu juga tidak efektif untuk

kontrol perdarahan. Tidak dibenarkan melakukan kleim pada struktur vaskular

karena akan menyebabkan kesulitan pada saat dilakukan repair definitif, selain itu

juga menyebabkan kerusakan jaringan sekitar. Jika pasien didapatkan fraktur atau

dislokasi maka sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pembuluh darah, harus

dilakukan reposisi terlebih dahulu.

E. DISLOKASI

Dislokasi sendi atau disebut juga luksasio adalah tergesernya permukaan

tulang yang membentuk persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi dapat

berupa lepas komplet (cerai sendi) atau parsial (dislokasi inkomplet), atau

subluksasio. Dislokasi sendi besar (misal, bahu, siku, panggul, lutut, mata kaki)

dianggap sebagai emergensi ortopedi. Dislokasi berkepanjangan membawa

perkembangan pada kematian sel kartilago, artritis paska trauma, cedera

neurovaskular, ankylosis, dan nekrosis avaskular. Cedera-cedera ini, yang lebih

mungkin muncul pada pasien muda dan aktif, bisa memiliki akibat mematikan.

Page 11: EMERGENSI ORTOPEDI

Patofisiologi

Cedera pada sendi dapat mengenai bagian permukaan tulang yang membuat

persendian dan tulang rawannya, ligamen, atau kapsul sendi rusak. Darah dapat

mengumpul di dalam simpal sendi yang disebut hemartrosis. Apabila hanya

tulang rawan saja yang cedera, misalnya pada sendi lutut yang memiliki

meniskus, dapat timbul gejala klinis tertentu yakni secara tiba-tiba sendi terkunci

(locking) atau timbul suara klik atau clunk ,tergantung jenis lesinya.

Kebanyakan dislokasi memiliki temuan fisik khusus. Setelah terjadi

dislokasi, otot-otot di sekitar sendi secara khas menjadi spasme, terbatasnya range

of motion. Hal ini sering menyebabkan tungkai mengambil posisi berbeda. Pada

dislokasi panggul posterior, paha dipertahankan pada posisi fleksi dan berotasi

secara internal. Tungkai yang terkena biasanya memendek dan tidak dapat

diulurkan secara pasif. Dislokasi bahu anterior menyebabkan rotasi dan aduksi

ektsternal posisi lengan.

Dislokasi siku dan lutut (paling sering posterior) mengakibatkan ekstermitas

terkunci pada ekstensi. Sebagaimana halnya semua cedera ekstermitas,

pemeriksaan neurovaskular yang teliti harus dilakukan dan dicatat sebelum dan

sesudah melakukan manipulasi. Dislokasi paha membutuhkan diskusi khusus

karena akibat ekstrim dari kegagalan mengenali dan mengalamatkan mereka tepat

waktu. Cedera nervus panggul, kematian sel kartilago, dan nekrosis avaskular

merupakan akibat dari tertundanya pengobatan terhadap jenis cedera ini.

Dari semua ini, nekrosis avaskular merupakan yang paling berbahaya karena

kecenderungannya menyebabkan kolapsnya caput femoris dan perkembangan

penyakit sendi degenaratif berikutnya. Masalah ini menggiring pada penggantian

panggul total atau fusi panggul pada usia muda. Setelah menjalani prosedur ini,

operasi rekonstruktif mayor multipel menjadi umum selama masa hidup pasien.

Nekrosis avaskular biasanya berkembang dalam bentuk tergantung waktu. Pada

posisi dislokasi, ketegangan pada pembuluh darah kapsular membatasi aliran

darah ke caput femoris. Jika pinggul tetap berdislokasi selama 24 jam, nekrosis

avaskular akan berakibat pada 100% kasus.

Page 12: EMERGENSI ORTOPEDI

Penatalaksanaan

Reduksi dislokasi selalu membutuhkan sedasi intravena untuk mengurangi

spasme otot pada sendi. Jika sebuah sendi tidak dapat direduksi oleh metode

tertutup dengan sedasi yang cukup, maka anestesi umum dibutuhkan. Berbagai

usaha dilakukan untuk mereduksi sendi dengan teknik tertutup di dalam ruang

operasi dengan staf yang siap sedia melakukan reduksi terbuka jika prosedur

teknik tertutup ini gagal.

Tujuan jangka panjang reduksi adalah untuk mengembalikan posisi anatomi

dan fungsi normal. Reduksi juga meringankan nyeri akut, membebaskan

pembuluh darah dan ketegangan nervus, dan bisa mengembalikan sirkulasi pada

ekstremitas yang tidak terdapat pulsasi.