preeklamsia

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Preeklamsia Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria. 3 Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. 3 Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda berikut ini: 4 a. Tekanan darah: tekanan sistolik > 160 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg. b. Proteinuria ≥ 5 gr/jumlah urin selama 24 jam atau dipstick > +2 atau +3 c. Oliguria: produksi urin < 400-500 cc/ 24 jam d. Kenaikan kreatinin serum e. Edema paru dan sianosis f. Adanya gejala – gejala impeding eklamsia (nyeri epigastrium dan nyeri kuadran kanan atas abdomen: disebabkan teregangnya kapsula Glisson. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar. Gangguan otak dan 3

description

a

Transcript of preeklamsia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Preeklamsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria.3 Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan.3Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda berikut ini: 4

a. Tekanan darah: tekanan sistolik > 160 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg.

b. Proteinuria 5 gr/jumlah urin selama 24 jam atau dipstick > +2 atau +3c. Oliguria: produksi urin < 400-500 cc/ 24 jam

d. Kenaikan kreatinin serum

e. Edema paru dan sianosis

f. Adanya gejala gejala impeding eklamsia (nyeri epigastrium dan nyeri kuadran kanan atas abdomen: disebabkan teregangnya kapsula Glisson. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar. Gangguan otak dan visus, perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur).

g. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase

h. Hemolisis mikroangiopatik.

i. Trombositopenia < 100.000 cell/ mm3j. Sindrom HELLP. 2.2 Epidemiologi Preeklamsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%. 11Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia). Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH.11Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal.1

Tabel 2.1 Faktor resiko Preeklamsia.32.3 Etiologi Preeklamsia Berat

Hipotesa factor-faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu : genetik, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara faktor-faktor tersebut. 31. Peran prostasiklin dan tromboksan Pada preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2. Peran faktor imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa studi yang mendapati aktivasi komplemen dan system imun humoral pada Preeklampsia.

3. Peran faktor genetik / familial

Beberapak bukti yang mendukung faktor genetik pada Preeklampsia antara lain:

a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia

b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak anak dari ibu yang menderita Preeklampsia.

c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.

d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).4. Iskemik plasenta.Terjadi karena penurunan aliran darah pada plasenta. Plasenta pasien preeklampsia ternyata mengalami iskemik oleh karena menurunnya aliran darah ke plasenta yang disebabkan tidak terjadinya dilatasi arteri spiralis. Kondisi plasenta yang hipoksia akan menghasilkan zat-zat yang bersifat toksik terhadap endotel pembuluh darah ibu yang dapat menyebabkan kelainan sistemik.

Gambar 2.1 Iskemia Plasenta Menyebabkan Pre-eklamsia 22.4 Patofisiologi Preeklamsia Berat

Patogenesis terjadinya preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:11

a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler

Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensi II yang menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan bahan vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostasiklin dengan akibat meningkatnya tromboksan yang menyebabkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.

b. Hipovolemia intravaskuler

Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 30 40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi berkurang sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin terhambat (IUGR), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterine (IUFD).

c. Vasokonstriksi Pembuluh darahPada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan bahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi yang menyeluruh pada sistem pembuluh darah arteriole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik.

Pada preeklamsia berat dan eklamsia dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan perfusi dari uteroplasenta. Bila hal ini terjadi maka akan mengaktivasi sistem renin angiotensin. Aktivasi dari sistem ini akan melepaskan Angiotensin II yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara general sehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan.11

Bila hipoksia dan hipovolemia terjadi pada kapiler kapiler yang membentuk glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang menyebabkan peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari gambaran klinis dapat ditemukan proteinuria. Vasokonstriksi kapiler kapiler dapat pula menyebabkan edema. Selain itu, dari jalur adrenal akan memproduksi aldosteron yang juga dapat menyebabkan retensi Na dan air sehingga pada pasien preeklamsia terjadi edema.7 Kelainan trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat mengancam jiwa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin menurun dan eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh dan mengalami hemolisis dengan cepat.6

Gambar 2.2 Perubahan- Perubahan pada Organ yang Terjadi Akibat Preeklamsia22.5 Penegakan Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis, preeklamsia dibagi sebagai berikut: a. Gejala Subyektif

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.3b. Tanda Obyektif

1). Preeklamsia ringan

- Tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg.

- Proteinuria 300mg/ 24 jam, atau pemeriksaan dipstick 1+

2). Preeklamsia berat

- Tekanan darah dalam keadaan istirahat: sistolik 160 mmHg dan diastoli 110 mmHg

- Proteinuria 5 gr/ 24 jam atau dipstick 2+

- Oliguria < 500 ml/ 24 jam

- serum kreatinin meningkat

- edema paru atau sianosis

3). Impeding eklamsia bila ditemukan:

- nyeri epigastrium

- nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur

- Hiperefleksia, eksitasi motorik, dan sianosis

-gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate aminitransferase

- tanda tanda hemolisis dan mikroangiopatik

- trombositopenia < 100.000/ mm3- munculnya komplikasi sindrom HELLP

Gambar 2.3 Hipertensi dalam Kehamilan32.6 Penatalaksanaan

Pada dasarnya penanganan penderita preeklamsia dan eklamsia definitif adalah segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam pelaksanaannya harus dipertimbangkan keadaan ibu dan janinnya antara lain umur kehamilan proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh keterlibatan organ. Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut:

a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat obatan untuk penyulitnya.

b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya yang tergantung pada umur kehamilannya. Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2 yaitu:

Ekspektatif konservatif: bila umur kehamilannya < 37 minggu, artinya kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa.

Aktif agresif: bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.4Penatalaksanaan PEB

Penanganan umum.

a) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg

b) Pasang infus RL

c) Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overload

d) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

e) Jika jumlah urin < 30 ml perjam:

Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam

Pantau kemungkinan edema paru

f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin

g) Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam

h)Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena.i) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati.1Antikonvulsan. Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan saraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten. Infus intravena kontinu;

a) Berikan dosis bolus 4 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 10 ml cairan dan diberikan dalam 15-20 menit

b) Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena

c)Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan infus untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l)

d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

Injeksi intamuskular intermiten:

a) Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intavena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit

b) Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebagian (5%) disuntikan dalam dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit. Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSO4 dapat diberikan samapi 4 gram perlahan.

c) Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa:

Reflek patela (+)

Tidak terdapat depresi pernapasan

Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml

d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

e) Siapkan antidotumJika terjadi henti napas

Berikan bantuan dengan ventilator

Berikan kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi.

Antihipertensi.

a) Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun

b) Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 intamuskular setiap 2 jam

c) Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:

Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.

Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan samapi 20 mg intravena.1Sikap Terhadap Kehamilan4a. Perawatan konservatif ekspektatif

1) Indikasi:

Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklamsia.

2) Terapi Medikamentosa Terapi anti hipertensi seperti diatas

Bila penderita sudah kembali menjadi PER, maka masih dirawat 2-3 hari lagi baru diizinkan pulang. Pemberian MgSO4 tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler.

Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam.

3) Perawatan di Rumah Sakit Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai berikut:

Nyeri kepala

penglihatan kabur

nyeri perut kuadran kanan atas

nyeri epigastrium

kenaikan berat badan dengan cepat

menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan diulang tiap hari

mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi tiap 2 hari.

pengukuran tekanan sesuai standar yang telah ditentukan

pemeriksaan USG

meskipun penderita telah bebas dari gejala gejala PEB, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.

4) Cara persalinan

bila penderita tidak in partu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm. bila penderita in partu, maka persalinan diutamakan per vaginam kecuali ada indikasi untuk sectio caesaria. b. Perawatan aktif agresif1). Indikasi:

Indikasi ibu: kegagalan terapi medikamentosa: setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah yang persisten.

tanda dan gejala impeding eklamsia

gangguan fungsi hepar

gangguan fungsi ginjal

dicurigai adanya solusio plasenta

timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan

Indikasi janin:

umur kehamilan 37 minggu

IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG

NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal

timbulnya oligohidramnion

Indikasi laboratorium

Trombositopenia progresif yang menjurus ke sindrom HELLP2). Terapi Medikamentosa

Sama seperti terapi medikamentosa diatas.3). Cara persalinanSedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam

Penderita belum inpartu

dilakukan induksi persalinan bila skor bishop 8. Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul dengan sectio caesaria.

Gambar 2.4 Skor Pelvik menurut Bishop2 indikasi pembedahan sesar: 1. tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam

2. induksi persalinan gagal

3. terjadi maternal distress

4. terjadi fetal distress

5. bila umur kehamilan 50.000/ ml 100.000/ ml.

LDH 600 IU/I

AST dan/ atau ALT 40 IU/I

2. Klas 3

kadar trombosit > 100.000 150.000/ ml

LDH 600 IU/I

AST dan/ atau ALT 40 IU/I

Terapi Medikamentosa

Mengikuti terapi medikamentosa preeklamsia eklamsia dengan melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin, dan fibrinogen.

Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength dexamethasone (double dose). Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000 150.000/ ml dengan disertai tanda tanda, eklamsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium maka diberikan dexamethasone 10 mg iv tiap 12 jam. Pada post partum deksamethasone diberikan 10 mg i.v tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg i.v tiap 12 jam 2 kali. Terapi deksamethasone dihentikan, bila telah terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit > 100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala gejala klinik preeklamsia eklamsia. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan6