Isi Preeklamsia

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan belum dapat turun seperti yang diharapkan. Menurut laporan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada bulan Juli tahun 2005, Angka Kematian Ibu (AKI) masih berkisar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah sebenarnya telah bertekad untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 390 per 100.000 kelahiran hidup Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 menjadi 225 per 100.000 pada tahun 1999, dan menurunkannya lagi menjadi 125 per 100.000 pada tahun 2010. Tetapi pada kenyataannya Angka Kematian Ibu (AKI) hanya berhasil diturunkan menjadi 334 per 100.000 pada tahun 1997 dan menjadi 307 per 100.000 pada tahun 2003 menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI). Telah diketahui bahwa tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang obstetri adalah: pendarahan 45%, infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia) 13% (Roeshadi Haryono R, 2006). Terdapat pula angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 per juta penduduk, tertinggi di antara negara- negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah preeklamsia - eklamsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan mencakup 75 - 80% dari keseluruhan kematian maternal. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Angsar, insiden preeklampsia-eklampsia

Transcript of Isi Preeklamsia

Page 1: Isi Preeklamsia

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan belum dapat

turun seperti yang diharapkan. Menurut laporan Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN) pada bulan Juli tahun 2005, Angka Kematian Ibu

(AKI) masih berkisar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah sebenarnya

telah bertekad untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 390 per

100.000 kelahiran hidup Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

1994 menjadi 225 per 100.000 pada tahun 1999, dan menurunkannya lagi menjadi 125

per 100.000 pada tahun 2010. Tetapi pada kenyataannya Angka Kematian Ibu (AKI)

hanya berhasil diturunkan menjadi 334 per 100.000 pada tahun 1997 dan menjadi

307 per 100.000 pada tahun 2003 menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia

(SDKI). Telah diketahui bahwa tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang

obstetri adalah: pendarahan 45%, infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan

(preeklampsia) 13% (Roeshadi Haryono R, 2006).

Terdapat pula angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 per juta

penduduk, tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian

tersebut adalah preeklamsia - eklamsia, yang bersama infeksi dan perdarahan,

diperkirakan mencakup 75 - 80% dari keseluruhan kematian maternal. Berdasarkan

hasil survei yang dilakukan oleh Angsar, insiden preeklampsia-eklampsia berkisar 10-

13% dari keseluruhan ibu hamil. Di dua rumah sakit pendidikan di Makassar insiden

preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2°

% (4). Angka kejadiannya di beberapa rumah sakit di Indonesia cenderung meningkat

yaitu 1-1,5% pada sekitar 1970-1980 meningkat menjadi 4,1-14,3% sekitar 1990-2000.

Menurut WHO pada 1987 angka kejadian preeklamsia sekitar 0,51-38,4%.

Preeklamsia merupakan penyakit yang angka kejadiannya di setiap

negara berbeda-beda. Angka kejadian lebih banyak terjadi di negara berkembang

dibanding pada negara maju. Hal ini disebabkan oleh karena di negara maju

perawatan prenatalnya lebih baik. Kejadian preeklamsia dipengaruhi oleh paritas, ras,

faktor genetik dan lingkungan. Kehamilan dengan preklamsia lebih umum terjadi

pada primigravida, sedangkan pada multigravida berhubungan dengan penyakit

hipertensi kronis, diabetes melitus dan penyakit ginjal (Baktiyani, 2005).

Page 2: Isi Preeklamsia

2

Pada primigavida atau ibu yang pertama kali hamil sering mengalami

stress dalam mengalami persalinan sehingga dapat terjadi hipertensi dalam

kehamilan atau yang biasa disebut preeklamsia. Primigravida juga merupakan

salah satu faktor risiko penyebab terjadinya preeklamsia. Pada primigravida

frekuensi preeklamsia meningkat dibandingkan pada multigravida terutama pada

primigravida muda yang disebabkan oleh berbagai faktor.

Pada primigravida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila dibandingkan

dengan multigravida, terutama primigravida muda. M.K Karkata (2005) melakukan

penelitian di Rumah Sakit Denpasar, didapatkan sebaran preeklamsia sebagai

berikut: Insidensi preeklamsia pada primigravida 11,03%. Angka kematian maternal

akibat penyakit ini 8,07% dan angka kematian perinatal 27,42%. Sedangkan pada

periode Juli 1997 s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%) preeklamsia berat

dengan 55 kasus di antaranya dirawat konservatif.

Pada dasarnya penanganan preeklamsia terdiri atas pengobatan medik dan

penanganan obstetrik. Tujuan utama penanganan adalah mencegah terjadinya

preeklamsia berat dan eklamsia, melahirkan janin hidup, melahirkan janin dengan

trauma sekecil-kecilnya. 

Page 3: Isi Preeklamsia

3

1.2 Tujuan

Tujuan Umum

Mengetahui mengenai penyakit Hipertensi yang terjadi pada kehamilan.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tentang definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi

dan diagnosis Preeklamsia.

2. Untuk mengetahui dan memahami mengenai komplikasi dari penyakit Preeklamsia.

3. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan penyakit Preeklamsia.

1.3 Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Dengan adanya makalah ini diharapakan teman-teman mahasiswa dapat

mengetahui dan memahami mengenai penyakit Preeklamsia.

2. Bagi Penulis

Dengan makalah ini diharapkan penulis dapat menerapkan dan lebih memahami

ilmu penyakit Preeklamsia.

3. Bagi Institusi

Dengan makalah ini diharapkan penulis dapat memberikan wawasan dan

keilmuan serta tambahan informasi secara klinik untuk dijadikan bahan referensi

bagi institusi Kedokteran.

Page 4: Isi Preeklamsia

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI PREEKLAMSIA

Definisi preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema

akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik

(Wibowo dan Rachimhadi, 2006). Preeklamsia merupakan suatu sindrom spesifik

kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme

dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda yang penting dari preeklamsia

(William, 2005). Menurut Cunningham, F.Gary (1995) preeklamsia adalah

keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya,

yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul

lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili

khorialis. Sedangkan menurut Hacker, Moore (2001) preeklamsia dapat disebut

sebagai hipertensi yang diinduksi-kehamilan atau penyakit hipertensi akut pada

kehamilan. Preeklamsia tidak semata-mata terjadi pada wanita muda pada

kehamilan pertamanya. Preeklamsia ini paling sering terjadi selama trimester terakhir

kehamilan.

Preeklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ

akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsia,

dan Chesley (1985) dengan tepat menyimpulkan bahwa apabila tidak terdapat

proteinuria, diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya

300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick) secara

menetap pada sampel acak urin. Derajat proteinuria dapat berfluktuasi sangat luas dalam

periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah. Dengan demikian, satu sampel acak

mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan.

McCartney dkk. (1971), dalam studi mereka yang ekstensif terhadap spesimen

biopsi ginjal yang diperoleh dari wanita hamil dengan hipertensi, umumnya

mendapatkan bahwa proteinuria terjadi apabila dijumpai lesi glomerulus yang dianggap

khas untuk preeklamsia. Perlu diketahui, baik proteinuria maupun perubahan histologi

glomerulus timbul pada tahap lanjut perjalanan gangguan hipertensi akibat kehamilan. Pada

kenyataannya, preeklamsia secara klinis mulai tampak hanya menjelang akhir suatu proses

patofisiologis yang mungkin sudah dimulai 3 sampai 4 bulan sebelum timbulnya hipertensi

Page 5: Isi Preeklamsia

5

(Gant dkk., 1973). Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsia adalah hipertensi

plus proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya, semakin pasti

diagnosis preeklamsia. Demikian juga, kelainan temuan laboratorium pada tes fungsi ginjal,

hati, dan hematologis meningkatkan kepastian preeklamsia. Gejala awal eklamsia yang

menetap, misalnya nyeri kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan kepastian

preeklamsia.

Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata meningkatkan

risiko mortalitas dan morbiditas perinatal (Ferrazzani dkk, 1990). Hipertensi saja, yang

didefinisikan sebagai tekanan diastolik sebesar 95 mmHg atau lebih, berkaitan dengan

peningkatan angka kematian janin sebesar tiga kali lipat. Memburuknya hipertensi,

terutama apabila disertai oleh proteinuria, merupakan pertanda buruk. Sebaliknya,

proteinuria tanpa hipertensi hanya menimbulkan efek keseluruhan yang kecil pada angka

kematian bayi. Naeye dan Friedman (1979) menyimpulkan bahwa 70 persen peningkatan

kematian janin pada para wanita di atas disebabkan oleh infark besar pada plasenta,

ukuran plasenta yang terlalu kecil, dan solusio plasenta. Mereka menyimpulkan bahwa

penyebab ini biasanya timbul pada akhir perjalanan penyakit. Jelaslah, proteinuria +2

atau lebih yang menetap, atau ekskresi protein urin 24 jam sebesar 2 g atau lebih, adalah

preeklamsia berat. Apabila kelainan ginjalnya parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu

dan kreatinin plasma dapat meningkat.

Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis,

iskemia, dan edema hepatoselular yang meregangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini

sering disertai oleh peningkatan enzim hati dalam serum dan biasanya adalah tanda

unruk mengakhiri kehamilan. Nyeri menandai infark dan perdarahan hati serta ruptur

suatu hematom subkapsul yang sangat berbahaya. Untungnya, ruptur hati jarang terjadi

dan paling sering menyertai hipertensi pada wanita berumur dan multipara.

Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklamsia, dan mungkin disebabkan

oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh

vasospasme hebat. Tanda-tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia,

hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemia menunjukkan penyakit yang parah. Faklor lain

yang menunjukkan keparahan hipertensi adalah disfungsi jantung dengan edema paru

serta pertumbuhan janin terhambat yang nyata.

Keparahan preeklamsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas berbagai

kelainan Semakin nyata kelainan tersebut, semakin besar indikasi untuk melakukan

terminasi kehamilan. Perlu diketahui, pembedaan antara preeklamsia ringan dan berat

Page 6: Isi Preeklamsia

6

dapat menyesatkan karena penyakit yang tampak ringan dapat dengan cepat

berkembang menjadi penyakit berat.

Walaupun hipertensi adalah prasyarat untuk mendiagnosis preeklamsia, tekanan

darah saja tidak selalu dapat digunakan sebagai indikator yang handal untuk menentukan

keparahan. Sebagai contoh, seorang wanita usia remaja bertubuh kurus mungkin

mengalami proteinuria +3 dan kejang ketika tekanan darahnya 140/85 mmHg, sedangkan

sebagian besar wanita dengan tekanan darah setinggi 180/120 mmHg tidak mengalami

kejang. Kejang biasanya didahului oleh nyeri kepala hebat atau gangguan penglihatan; karena

itu, kedua gejala ini dianggap berbahaya.

Tabel 1. Gangguan hipertensi pada kehamilan: indikasi keparahan

Kelainan Ringan BeratTekanan darah diastolik <100 mmHg 110 mmHg atau lebihProteinuria Samar (trace) sampai +1 +2 persisten atau lebihNyeri kepala Tidak ada AdaGangguan penglihatan Tidak ada AdaNyeri abdomen atas Tidak ada AdaOliguria Tidak ada AdaKejang Tidak ada Ada (eklamsia)Kreatinin serum Normal Meningkat Trombositopenia Tidak ada AdaPeningkatan enzim hati Minimal NyataPertumbuhan janin terhambat

Tidak ada Jelas

Edema paru Tidak ada Ada

II.2 ETIOLOGI PREEKLAMSIA

Penyebab preeklamsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Banyak

teori yang menerangkan namum belum dapat memberi jawaban yang

memuaskan. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan adalah iskemia

plasenta. Namun teori ini tidak dapat menerangkan semua hal yang berkaitan

dengan kondisi ini. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor yang

menyebabkan terjadinya preeklamsia/eklamsia ( Wibowo dan Rachimhadi, 2006).

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyakteori-

teori dikemukakan para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh

karena itu disebut “penyakit teori”.

Namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang

sekarang ini dipakai sebagai penyebab preeklamsia adalah teori “iskemia plasenta”.

Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan

Page 7: Isi Preeklamsia

7

penyakit ini. Rupanya tidak hanya satu faktor yang menyebabkan preeklampsia dan

eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana

yang sebab dan mana yang akibat (Mochtar R, 1998).

Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan

tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory

(Sudhabrata K, 2001). Adapun teori-teori tersebut antara lain:

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklamsia/eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,

sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2)yang pada

kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang

kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan

mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi

trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin,

sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2) Peran Faktor Imunologis

Preeklamsia/eklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan

tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan

bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap

antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan

berikutnya. Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang

mendukung adanya sistem imun pada penderita preeklamsia/eklamsia:

a) Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai

kompleks imun dalam serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem

komplemen pada preeklamsia/eklamsia diikuti dengan

proteinuria.

3) Peran Faktor Genetik/familial

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada

kejadian preeklamsia/eklamsia antara lain:

a) Preeklamsia/eklamsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecenderungan meningkatnyafrekuensi

preeklamsia/eklamsia pada anak-anak dari ibu yang menderita

preeklamsia/eklamsi

Page 8: Isi Preeklamsia

8

c) Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia

pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat

preeklamsia/eklamsia dan bukan pada ipar mereka.

d) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS) .

II.3 FAKTOR RISIKO PREEKLAMSIA

Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi

menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi

kronis dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan

nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan itu sendiri atau dapat

spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin (Sunaryo R, 2008).

Berbagai faktor risiko preeklamsia (American Family Physician, 2004) :

1) Faktor yang berhubungan dengan kehamilan

a. Kelainan kromosom

b. Mola hydatidosa

c. Hydrops fetalis

d. Kehamilan multifetus

e. Inseminasi donor atau donor oosit

f. Kelainan struktur kongenital

2) Faktor spesifik maternal

a. Primigravida

b. Usia > 35 tahun

c. Usia < 20 tahun

d. Ras kulit hitam

e. Riwayat preeklamsia pada keluarga

f. Nullipara

g. Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya

h. Kondisi medis khusus : diabetes gestational, diabetes tipe 1,

obesitas, hipertensi kronis, penyakit ginjal, trombofilia

3) Faktor spesifik paternal

Page 9: Isi Preeklamsia

9

a. Primipatemitas

b. Patner pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil

dan mengalami preeklamsia

II.4 PATOFIOLOGI PREEKLAMSIA

Menurut Castro, C.L (2004) kelainan patofisiologi yang mendasari

preklamsia/eklamsia pada umumnya karena vasospasme. Peningkatan tekanan

darah dapat ditimbulkan oleh peningkatan cardiac output dan resistensi sistem

pembuluh darah. Cardiac output pada pasien dengan preeklamsia tidak terlalu

berbeda pada kehamilan normal di trimester terakhir kehamilan yang

disesuaikan dari usia kehamilan. Bagaimanapun juga resistensi sistem pembuluh

darah pada umumnya diperbaiki. Aliran darah renal dan angka filtrasi glomerulus

(GFR) pada pasien preeklamsia/eklamsia lebih rendah dibandingkan pada pasien

dengan kehamilan normal dengan usia kehamilan yang sama.

Penurunan aliran darah renal diakibatkan oleh konstriksi di pembuluh darah

afferen yang dapat mengakibatkan kerusakkan membran glomerulus dan

kemudian meningkatkan permeabilitas terhadap protein yang berakibat

proteinuria. Oliguria yang diakibatkan karena vasokontriksi renal dan

penurunan GFR. Resistensi vaskular cerebral selalu tinggi pada pasien

preeklamsia. Pada pasien hipertensi tanpa kejang, aliran darah cerebral mungkin

bertahan sampai batas normal sebagai hasil fenomena autoregulasi. Pada pasien

dengan kejang, aliran darah cerebral dan konsumsi oksigen lebih sedikit

dibandingkan dengan wanita hamil biasa dan terdapat penurunan aliran darah

dan peningkatan tahanan vaskuler pada sirkulasi uteroplasental pada pasien

preeklamsia.

II.5 MANIFESTASI KLINIS PREEKLAMSIA

Pada preeklamsia terjadi vasokonsentrasi sehingga menimbulkan

gangguan metabolisme endorgan dan secara umum terjadi perubahan patologi-

anatomi (nekrosis, perdarahan, edema). Perubahan patologi-anatomi akibat nekrosis,

edema dan perdarahan organ vital akan menambah beratnya manifestasi klinis dari

masing-masing organ vital (Manuaba, 2007).

Preeklamsia dapat mengganggu banyak sistem organ, derajat keparahannya

tergantung faktor medis atau obstetri. Gangguan organ pada preeklamsia/eklamsia

meliputi (Wibowo dan Rachimhadi, 2006) :

Page 10: Isi Preeklamsia

10

1. Perubahan pada plasenta dan uterus

Menurunnya aliran darah ke plasenta dapat mengakibatkan solutio

plasenta. Pada hipertensi yang lama akan terjadi gangguan pertumbuhan

janin. Pada hipertensi yang terjadi lebih pendek bisa menimbulkan gawat

janin sampai kematian janin, dikarenakan kurang oksigenasi. Kenaikan

tonus uterus dan kepekaan tanpa perangsangan sering didapatkan

pada preeklamsia/eklamsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.

2. Perubahan pada ginjal

Perubahan ini disebabkan oleh karena aliran darah ke dalam ginjal

menurun, sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan ginjal

berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi garam serta air.

Pada kehamilan normal penyerapan meningkat sesuai dengan kenaikan

filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi akibat spasme arteriolus ginjal

menyebabkan filtrasi natrium menurun yang menyebabkan retensi garam

dan juga terjadi retensi air. Filtrasi glomerulus pada preeklamsia dapat

menurun sampai 50% dari normal sehingga menyebabkan diuresis turun.

Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi oliguria sampai anuria.

3. Perubahan pada retina

Tampak edema retina, spasme setempat atau menyeluruh pada satu

atau beberapa arteri. Jarang terjadi perdarahan atau eksudat atau spasme.

Retinopatia arteriosklerotika pada preeklamsia akan terlihat bilamana didasari

penyakit hipertensi yang menahun. Spamus arteri retina yang nyata

menunjukkan adanya preeklamsia berat. Pada preeklamsia pelepasan

retina oleh karena edema intraokuler merupakan indikasi untuk

pengakhiran kehamilan segera. Biasanya retina akan melekat kembali

dalam dua hari sampai dua bulan setelah persalinan. Gangguan

penglihatan secara tetap jarang ditemui. Skotoma, diplopia dan

ambliopia pada preeklamsia merupakan gejala yang menjurus akan

terjadinya eklamsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran

darah didalam pusat penglihatan di kortex cerebri atau dalam retina.

4. Perubahan pada paru-paru

Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita

Page 11: Isi Preeklamsia

11

preeklamsia. Komplikasi biasanya disebabkan oleh dekompensatio

cordis.

5. Perubahan pada otak

Resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam

kehamilan lebih meninggi, terutama pada preeklamsia.

6. Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyertai preeklamsia dan eklamsia tidak

diketahui sebabnya. Terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler

ke ruang interstisiel, diikuti oleh kenaikan hematokrit, protein serum

meningkat dan bertambahnya edema menyebabkan volume darah

berkurang, vikositas darah meningkat, waktu peredaran darah tepi

lebih lama. Aliran darah di berbagai aliran tubuh mengurang dan

berakibat hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi

berkurang sehingga turunnya hematokrit

dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan penyakit dan

tentang berhasilnya pengobatan. Jumlah air dan natrium pada penderita

preeklamsia lebih banyak daripada wanita hamil biasa. Kadar kreatinin

dan ureum pada preeklamsia tidak meningkat kecuali jika terjadi oliguria

atau anuria. Protein serum total, perbandingan albumin globulin dan

tekanan osmotik plasma menurun pada preeklamsia, kecuali pada penyakit

berat dengan hemokonsentrasi.

II.6 GEJALA PREEKLAMSIA

Preeklamsia mempunyai gejala-gejala sebagai berikut (Wibowo dan

Rachimhadi, 2006) :

1. Gejala Preeklamsia

Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan:

pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan

akhirnya proteinuria. Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala

subyektif. Pada preeklamsia berat gejala-gejalanya adalah:

a. Tekanan darah sistolik 160 mmHg

b. Tekanan darah diastolik 110 mmHg

Page 12: Isi Preeklamsia

12

c. Peningkatan kadar enzim hati/ ikterus

d. Trombosit < 100.000/mm³

e. Oligouria < 400 ml/24 jam

f. Proteinuria > 3 g/liter

g. Nyeri epigastrium

h. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat

i. Perdarahan retina

j. Edema pulmonum

k. Koma

II.7 KLASIFIKASI PREEKLAMSIA

Pembagian preeklamsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan berat.

Berikut ini adalah penggolongannya (Rahma N , 2008) :

1. Preeklamsia ringan

Dikatakan preeklamsia ringan bila :

a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah

diastolik 90-110 mmHg

b. Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)

c. Tidak disertai gangguan fungsi organ

2. Preeklamsia berat

Dikatakan preeklamsia berat bila :

a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah

diastolik > 110 mmHg

b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada

pemeriksaan kuantitatif

Bisa disertai dengan :

a. Oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam)

b. Keluhan serebral, gangguan penglihatan

c. Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah

epigastrium

d. Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia

e. Edema pulmonum, sianosis

f. Gangguan perkembangan intrauterine

g. Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia

Page 13: Isi Preeklamsia

13

II.8 DIAGNOSIS BANDING PREEKLAMSIA

1. Hipertensi kronik, jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak

diketahui, akan sulituntuk membedakan antara preeklampsia dan hipertensi

kronik, dalam haldemikian, tangani sebagai hipertensi karena kehamilan.

2. Proteinuria, sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin,

sehinggaterdapat proteinuria

3. Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan infeksi

4. Infeksi kandung kemih, anemia berat, payah jantung dan partus lama juga dapat

menyebabkan proteinuria

5. Darah dalam urin, kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan proteinuria

positif palsu (Djoko, 2005)

II.9 KOMPLIKASI PREEKLAMSIA

Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada liver dalam

bentuk kemungkinan (Manuaba, 2007) :

1. Perdarahan subkapsular

2. Perdarahan periportal sistem dan infark liver

3. Edema parenkim liver

4. Peningkatan pengeluaran enzim liver

Tekanan darah dapat meningkat sehingga menimbulkan kegagalan

dari kemampuan sistem otonom aliran darah sistem saraf pusat (ke otak) dan

menimbulkan berbagai bentuk kelainan patologis sebagai berikut (Manuaba,2007) :

a) Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah

b) Iskemia yang menimbulkan infark serebal

c) Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis

d) Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina

e) Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medula

oblongata.

Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia.

Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklamsia

(Wibowo dan Rachimhadi, 2006) :

1) Solusio plasenta

Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut

Page 14: Isi Preeklamsia

14

dan lebih sering terjadi pada preeklamsia.

2) Hipofibrinogenemia

Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu

dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

3) Hemolisis

Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang

menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus.

Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakkan sel

hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang

sering ditemukan pada autopsi penderita eklamsia dapat

menerangkan ikterus tersebut.

4) Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal

penderita eklamsia.

5) Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung

sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi

pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia

serebri.

6) Edema paru-paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan

karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang

ditemukan abses paru-paru.

7) Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada preeklamsia/eklamsia merupakan

akibat vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk

eklamsia, tetapi ternyata juga dapat ditemukan pada penyakit lain.

Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati,

terutama penentuan enzim-enzimnya.

Page 15: Isi Preeklamsia

15

8) Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low

platelet

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan

fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT],

gejala subjektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]),

hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas

asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),

agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan

tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom (Manuaba, 2007).

9) Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu

pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa

kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah

anuria sampai gagal ginjal.

10) Komplikasi lain

Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-

kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular

cogulation).

11)Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

II.10 PENATALAKSANAAN PREEKLAMSIA

Konsep pengobatannya harus dapat mematahkan mata rantai iskemia

regio uteoplasenter sehingga gejala hipertensi dalam kehamilan dapat diturunkan

(Manuaba, 2007). Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan

penyulit preeklamsia adalah (Cunningham, 2006) :

1. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan

janinnya

2. Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang Pemulihan sempurna

kesehatan ibu

Penanganan preeklams menurut Saifuddin, 2002 yaitu:

1. Preeklamsia ringan

Page 16: Isi Preeklamsia

16

a) Kehamilan kurang dari 37 minggu

Pantau tekanan darah, urine (untuk proteinuria), reflex dan

kondisi janin.

Konseling pasien dengan keluarganya tentang tanda-tanda

bahaya preeklamsia

Lebihbanyakistirahat

Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).

Tidak perlu diberi obat-obatan.

Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:

a . Diet biasa.

b. Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan urine

(untuk proteinuria) sehari sekali.

c. Tidak perlu obat-obatan.

d. Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema

paru, dekompensatio kordis atau gagal ginjal akut.

e. Jika tekanan diastolic turun sampai normal pasien

dapat dipulangkan.

f. Jika tidak ada tanda perbaikan, tetap dirawat.

Lanjutkan

g. penanganan dan observasi kesehatan janin.

h. Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin

terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika

tidak, rawat sampai aterm.

i. Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai

preeklamsia berat.

b) Kehamilan lebih dari 37 minggu

Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan

dengan oksitoksin atau prostaglandin.

Jika serviks belum matang, lakukan pematangan dengan

prostaglandin atau kateter folley atau lakukan seksio sesaria.

II.11 PENCEGAHAN PREEKLAMSIA

1. Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegahhipertensi

karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin

Page 17: Isi Preeklamsia

17

2. Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi

karenakehamilan belum sepenuhnya terbukti

3. Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus

harusditindak lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas

bilamanaharus kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan,

keluarga (suami, orang tua, mertua dll.) harus dilibatkan sejak awal

4. Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru. (Djoko, 2005)

II.12 DETEKSI DINI PREEKLAMSIA

Trigliserida Menjadi Harapan Deteksi Dini dan Penanganan Tepat Preeklampsia

Preeklampsia dengan gejala utama hipertensi dan proteinuria setelah kehamilan

20 minggu menjadi salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di

seluruh dunia. Kondisi tersebut meliputi faktor kunci penurunan perfusi plasenta dan

sindrom maternal preeklampsia.

Penurunan perfusi plasenta adalah faktor utama patofisiologi preeklampsia yang

memicu pelepasan berbagai faktor yang menyebabkan disfungsi endotel, faktor utama

patogenesis preeklampsia. Sementara, dislipidemia yang merupakan salah satu faktor

risiko disfungsi endotel berperan terhadap kejadian preeklampsia, sama seperti pada

penyakit kardiovaskular. Lesi arteri yang terdapat di tempat implantasi uteroplasental

penderita preeklampsia, juga ditemukan pada kasus aterosklerosis akut. Sedangkan

deposit lipid juga terlihat pada glomeruli pasien preeklampsia dengan lipid serum yang

bervariasi. Beberapa peneliti melaporkan peningkatan kolesterol, trigliserida, dan LDL

serta penurunan HDL. Penelitian lain justru tidak menemukan perbedaan. Pada

penderita preeklampsia, penurunan aliran darah yang diinduksi oleh endotel diikuti

oleh penurunan NO dan peningkatan kadar koesterol dalam sirkulasi.

Artikel penelitian dengan topik “Peran Dislipidemia pada Kejadian

Preeklampsia Onset Dini dan Onset Lambat” kiriman Shirley I. Moningke, Mahasiswa

Program S3 Kedokteran Universitas Hasanuddin, dan kawan-kawan kami bahas dalam

editorial Medika No. 10, Tahun ke XXXVIII, Oktober 2012. Untuk memprediksi

kejadian preeklamsia, para peneliti menggunakan beberapa indikator rasio lipoprotein

yang biasa digunakan pada penyakit kardiovaskuler seperti rasio total kolesterol/HDL.

Mereka menemukan secara bermakna kadar total kolesterol pada preeklampsia onset

dini lebih tinggi dari kehamilan normal. Kadar HDL- kolesterol pada preeklampsia

onset lambat lebih rendah daripada kehamilan normal; kadar HDL-kolesterol pada

preeklampsia onset dini lebih tinggi daripada preeklampsia onset lambat. Kadar LDL-

Page 18: Isi Preeklamsia

18

K pada preeklampsia onset dini lebih tinggi dari preeklampsia onset lambat; kadar

trigliserida pada preeklampsia onset dini lebih tinggi dari kehamilan normal, kadar

trigliserida tertinggi pada preeklampsia onset dini, kadar trigliserida pada preeklampsia

onset lambat lebih tinggi dari kehamilan normal.

Untuk memenuhi kebutuhan fetus, kehamilan normal ditandai oleh peningkatan

konsentrasi kolesterol total dan trigliserida sehingga meningkatkan konsentrasi LDL

dan VLDL. Terjadi peningkatan produksi trigliserida di hati, peningkatan pengeluaran

trigliserida dari sirkulasi, dan peningkatan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan

adipose akibat stimulasi lipase. Perubahan metabolik tersebut bertujuan memenuhi

kebutuhan energi fetus pada akhir masa kehamilan. Pada penderita preeklampsia,

terjadi perubahan pengeluran trigliserida karena penurunan aktivitas lipase lipoprotein

dan lipase trigliserida hepatik, sehingga kadar trigliserida meningkat. Peningkatan

kadar LDL kolesterol dan trigliserida dapat terjadi akibat peningkatan produksi LDL

yang merupakan partikel kecil kaya trigliserida. LDL yang terakumulasi dalam plasma

menginfiltrasi tunika intima dan dapat teroksidasi oleh radikal bebas, sehingga memicu

trombogenik cascade. Oksidasi lipid adalah faktor utama stres oksidatif yang

menyebabkan disfungsi endotel. Dalam sirkulasi maternal, peningkatan lipid berperan

pada penurunan perfusi plasenta yang merupakan mekanisme awal preeklampsia,

terutama onset dini.

Peningkatan kadar trigliserida merupakan temuan yang paling konsisten dengan

penelitin sebelumnya. Hipertrigliserida, di samping berperan pada disfungsi endotel,

juga merefleksikan disfungsi plasenta. Peningkatan sintesa lipoprotein yang kaya

trigliserida dan penurunan degradasi berperan terhadap hiperlipidemia pada kehamilan.

Mekanisme yang dapat menjelaskan peran dislipidemia sebagai penyebab preeklampsia

adalah bahwa peningkatan trigliserida mengubah atherotik dan prothrombotik pada

arteri spiralis yang mengganggu perfusi. Dislipidemia dapat mengganggu invasi

trofoblas dan berperan meningkatkan stres oksidatif serta disfungsi endotel. Gangguan

perfusi pada plasenta merupakan mekanisme yang mendasari preeklampsia onset dini.

Dislipidemia pada umur kehamilan 18 minggu berhubungan dengan preeklampsia

onset dini, tetapi tidak dengan onset lambat. Pada preeklampsia onset lambat

ditemukan kadar trigliserida meningkat dan HDL kolesterol menurun, sementara LDL

kolesterol tidak meningkat. Peningkatan kadar trigliserida yang paling konsisten dapat

dideteksi sejak umur kehamilan 16 minggu, sehingga dapat menjadi pemeriksaan awal

untuk mendeteksi dan menangani preeklampsia.

Page 19: Isi Preeklamsia

19

Sejak lama, eklamsia yang merupakan salah satu kausa utama kematian

maternal menjadi mesteri yang tak kunjung terungkapkan. Jutaan kematian ibu di

seluruh dunia direnggut eklamsia, semata-mata karena metoda pencegahan dan

pengendalian sindroma yang mematikan ini belum ditemukan secara meyakinkan.

Eviden epidemiologi yang mampu menyibak misteri di balik peoses kejadian eklamsi

tak kunjung terungkap. Dunia medis seakan tak berdaya dan mengalami kepasrahan

kolektif, sehingga selama bertahun-tahun eklamsi tetap menjadi momok yang

menakutkan. Peningkatan pemahaman tentang eviden epidemiologi pengaruh

trigliserida terhadap kejadian preeklamsia merupakan kemajuan yang mampu

menyibak harapan. Pemahaman kita yang mendalam tentang hubungan dislipidemia

dengan penyakit kardiovaskuler telah terbukti membangkitkan harapan besar upaya

pencegahan dan pengendalian penyakit degeneratif tersebut. Kita harapkan temuan

kelompok peneliti yang tekun ini dapat menjadi piranti penting upaya pencegahan dan

pengendalian eklamsi yang misterius itu.

Page 20: Isi Preeklamsia

20

BAB III

PENUTUP

III. KESIMPULAN

Preeklamsia merupakan penyakit yang angka kejadiannya di setiap

negara berbeda-beda. Angka kejadian lebih banyak terjadi di negara berkembang

dibanding pada negara maju. Hal ini disebabkan oleh karena di negara maju

perawatan prenatalnya lebih baik. Kejadian preeklamsia dipengaruhi oleh paritas, ras,

faktor genetik dan lingkungan. Kehamilan dengan preklamsia lebih umum terjadi

pada primigravida, sedangkan pada multigravida berhubungan dengan penyakit

hipertensi kronis, diabetes melitus dan penyakit ginjal.

III.1. Saran

Salah satu insidensi tertinggi kematian pada wanita hamil diberbagai negara

adalah hipertensi. Oleh karena itu semoga dengan makalah ini mengenai “Preeklamsia”

bisa bermanfaat untuk pembaca baik untuk menambah wawasan untuk dirinya sendiri

dalam mencegah terjadinya kematian ibu hamil dan janin atau untuk menginformasikan

kepada ibu hamil untuk kontrol selama kehamilan. Dengan begitu maka akan dapat

dicegah sekecil mungkin terjadinya kematian ibu hamil dan janin atau kelainan pada

janin.

Dari pernyataan diatas, dapat ditarik hal-hal penting terutama bagi ibu hamil

untuk kontrol selama kehamilan ditenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi

dibidang obstetri dan ginekologi baik bidan ataupun dokter. Sehingga dengan kontrol

selama kehamilan ini, maka akan dapat dicegah kemungkinan terjadinya kematian ibu

hamil dan janin atau dapat mencegah sekecil mungkin terjadinya kelainan/kecacatan

pada janin setelah lahir.

Page 21: Isi Preeklamsia

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Belfort, M. A, Anthony, J., Saade, G. R., Allen J.C. 2003. A Comparison of

Magnesium Sulfate and Nimodipine for the Prevention of Eclampsia. The New

England Journal of Medicine Volume 348 : 304 – 311, January 23, 2003 Number 4.

2. Belfort M. A., varner M. W., Dizon D. S., Grunewald C., Nisell H., 2002.Cerebral

perfusion Pressure and not Cerebral Blood Flow, may be the Critical determinant of

Intracranial Injury in Preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 187 : 626 - 634

3. Cunningham, F. G., Gant N.F., Leveno K. J., Gilstrap L. C., Hauth J. C., Wenstrom K.

D., 2006. Obstetri William Edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

4. Cunningham GF, Gant FN, Leveno J, Gilstrap C, Hauth CJ. Hypertensive Disorders in

Pregnancy. Williams Obstetrics 1997; 20: 693-744.

5. Douglas KA, Redman CW. Eclampsia in the United Kingdom. BMJ1994;309:1395–

400.

6. Djoko, Waspodo. 2005. Buku Acuan Pelatihan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal

Esensial Dasar. Depkes RI. Jakarta

7. Greene, M. F. 2003. Magnesium Sulfate for Preeclampsia. The New England Journal

of Medicine Volume 348:275 – 276, January 23, 2003 Number 4.

8. Josoprawiro. M, 1999. Hipertensi pada Kehamilan Preeklampsia – Eklampsia, FKUI,

Jakarta.

9. Pengurus Besar IDI, Preeklampsia – eklampsia, Standar Pelayanan medis, Departemen

kesehatan RI, Jateng.

10. Sudabrata. K, Profil Penderita Preeklamsia – Eklamsia di RSU Tarakan,artikel, bagian

Kebidanan dan Kandungan RSU Tarakan, Kaltim, 2001

11. Rambulangi J., 2003. Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita Preeklampsia

Berat dan Eklampsia, Cermin Dunia Kedokteran No. 139, 2003. Bagian Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

12. Sibai B., Dekker G., Kupferminc M., 2005. Lancet 365: 785–99. Department of

Obstetrics and Gynecology, University of Cincinnati College of Medicine, USA.

13. Tuffnell DJ, Jankowicz D, Lindow SW, Lyons G, Mason GC, Russell IF, Walker

JJ. Outcomes of severe pre-eclampsia/ eclampsia in Yorkshire 1999/

2003. BJOG 2005;112:875–80.

Page 22: Isi Preeklamsia

22

14. Wiknjosastro, H, Saifuddin A. B., Rachimhadhi, T. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Bagian Kebidanan dan Kandungan Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.