Atsma, Moima Uteri, Preeklamsia

31
ASMA 1. LATAR BELAKANG Kehamilan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap fisiologi pernapasan. Ada 4 faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat hubungannya dengan fungsi pernapasan, yaitu rahim yang membesar, perubahan hormonal, meningkatnya volume darah dan cardiac output serta perubahan imunologik. Kehamilan akan mendorong diafragma ke atas sehingga rongga dada menjadi sempit. Gerakan paru akan terbatas untuk mengambil oksigen selama pernapasan dan untuk mengatasi kekurangan oksigen ini, pernapasan akan menjadi cepat (hiperventilasi). Pada umumnya penyakit paru- paru tidak banyak mempengaruhi jalannya kehamilan, persalinan dan nifas kecuali jika penyakitnya berat atau proses penyakitnya luas sehingga disertai hipoksia. Asma bronkial merupakan penyakit paru-paru yang paling sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Biasanya kehamilan tidak mempengaruhi asma bronkial akan tetapi serangan asma dapat timbul akibat kehamilan atau penyakitnya berkurang atau bahkan bertambah. Penderita asma kebanyakan tidak mengalami kesulitan selama berlangsungnya kehamilan dan nifas. Infeksi jalan nafas seperti bronkhitis dan bronkopneumonia, dan kadang-kadang tekanan emosional dapat menimbulkan atau memperberat serangan asma. Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen (hipoksia). Keadaan hipoksia bila tidak segera ditangani tentu akan berpengaruh pada janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan prematur atau berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan (pertumbuhan janin). (Hanifa Wiknjosastro, 1976) Penderita asma selama kehamilan perlu mendapatkan perawatan yang baik untuk mengurangi timbulnya serangan asma saat kehamilan. Peran perawat sangat diperlukan dalam memberikan penanganan, seperti health education kepada penderita untuk mencegah timbulnya stress, menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya asma seperti zat-zat alergi, infeksi saluran napas, dan faktor psikis, serta edukasi tentang pengaruh obat-obat asma pada kehamilan. (Sarwono Prawirohardjo, 1991 1) TINJAUAN TEORI Adaptasi Sistem Pernapasan pada Ibu Hamil Perubahan Anatomi

description

Kesehatan

Transcript of Atsma, Moima Uteri, Preeklamsia

ASMA1. LATAR BELAKANG

Kehamilan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap fisiologi pernapasan. Ada 4 faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat hubungannya dengan fungsi pernapasan, yaitu rahim yang membesar, perubahan hormonal, meningkatnya volume darah dan cardiac output serta perubahan imunologik. Kehamilan akan mendorong diafragma ke atas sehingga rongga dada menjadi sempit. Gerakan paru akan terbatas untuk mengambil oksigen selama pernapasan dan untuk mengatasi kekurangan oksigen ini, pernapasan akan menjadi cepat (hiperventilasi). Pada umumnya penyakit paru-paru tidak banyak mempengaruhi jalannya kehamilan, persalinan dan nifas kecuali jika penyakitnya berat atau proses penyakitnya luas sehingga disertai hipoksia. Asma bronkial merupakan penyakit paru-paru yang paling sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Biasanya kehamilan tidak mempengaruhi asma bronkial akan tetapi serangan asma dapat timbul akibat kehamilan atau penyakitnya berkurang atau bahkan bertambah.

Penderita asma kebanyakan tidak mengalami kesulitan selama berlangsungnya kehamilan dan nifas. Infeksi jalan nafas seperti bronkhitis dan bronkopneumonia, dan kadang-kadang tekanan emosional dapat menimbulkan atau memperberat serangan asma. Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen (hipoksia). Keadaan hipoksia bila tidak segera ditangani tentu akan berpengaruh pada janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan prematur atau berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan (pertumbuhan janin). (Hanifa Wiknjosastro, 1976)

Penderita asma selama kehamilan perlu mendapatkan perawatan yang baik untuk mengurangi timbulnya serangan asma saat kehamilan. Peran perawat sangat diperlukan dalam memberikan penanganan, seperti health education kepada penderita untuk mencegah timbulnya stress, menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya asma seperti zat-zat alergi, infeksi saluran napas, dan faktor psikis, serta edukasi tentang pengaruh obat-obat asma pada kehamilan. (Sarwono Prawirohardjo, 1991

1)    TINJAUAN TEORI Adaptasi Sistem Pernapasan pada Ibu Hamil        Perubahan Anatomi

Pada kehamilan, diafragma lebih tinggi kurang lebih 4 cm. Sudut subkostal sangat melebar sebagai akibat diameter transversal rongga dada bertambah kurang lebih 2 cm. Lingkaran dada bertambah kurang lebih 6 cm tetapi tidak mencukupi untuk mencegah penurunan volume residual paru yang diakibatkan peninggian diafragma. Perkiraan bahwa peninggian, mengakibatkan diafragma gerakannya terbatas (splinted), dengan penggunaan hasil penelitian fluoroskopi ternyata tidak benar (Mobius, 1996).

Kenyataannya pergerakan diafragma lebih besar waktu hamil ibandingkan dengan keadaan tidak hamil. Sebagai akibatnya,” tidal volume” meningkat.

        Faal ParuPada setiap tahap kehamilan normal, jumlah oksigen yang dihasilkan akibat peningkatan

“tidal volume” ternyata melebihi keperluan oksigen akibat kehamilan. Selanjutnya, jumlah hemoglobin dalam sirkulasi dan pada gilirannya kapasitas daya angkut oksigen total meningkat sekali selama kehamilan normal seperti halnya cardiac output. Sebagai akibatnya, perbedaan oksigen antara arteri dan vena ibu menurun selama kehamilan.

Frekuensi pernapasan sedikit berubah pada waktu hamil, tetapi tidal volume, minaute ventilator volume dan minute oxygen uptake meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan

( Tabel 9-4). Kapasitas Pernapasan maksimum dan forced or timed vital capacity tidak berubah. Funcsional residual capacity dan residual volume berkurang sebagai akibat meningginya diafragma. Lung compliance tidak terpengaruh oleh kehamilan sedangkan airway conductance meningkat dan total pulmonary resistance berkurang. Gee dan kawan-kawan (1967) mengira bahwa peningkatan airway conductance dari penurunan tonus bronkomotor mungkin dipengarui oleh progesterone

The closing volume yaitu volume paru yang jalan napas pada bagian “dependent” mulai tertutup saat ekspirasi dianggap lebih besar pada kehamilan oleh beberapa peneliti tetapi disangka oleh yang lain (Baldwin dan kawankawan1977).

. FUNGSI PERNAPASAN PADA WAKTU ISTIRAHAT

Fungsi Tidak Hamil Hamil PerubahanFrekuensi pernapasan

Tidal volume (ml)

Minute Ventilation (ml)

Minute O2 uptake

Vital Capacity (ml)

Maximum BreathingCapacity (% ofpredicated)

Inspiratory Capacity (ml)

Residu Volume (ml)

15

487

7270

201

3260

102

2625

965

16

678

10.340

266

3310

97

2745

770

-

+39*

+42*

+32*

+1

-5

+5

-20*

* Perbedaan sangat bermakna. (dari Cugel dan kawan-kawan : Am Rev Tuberc 67 : 568, 1953)Meningkatnya perasaan menarik napas merupakan hal yang biasa bahkan pada

permulaan kehamilan (Milne dan kawan-kawan 1978). Dan dapat di interpretasikan sebagai dypsnea yang pada giliranya dikira kelainan paru atau jantung meskipun sebagian besar tidak apa-apa. Meningkatnya tidal volume biasanya menurunkan sedikit Pco2 darah yang mengakibatkan alkalosis respiratorik ringan yang sebagian dikompensasi dengan penurunan konsentrasi bikarbonate.

Peningkatan upaya pernapasan yang pada gilirannya pengurangan Pco2 dalam kehamilan sebagian besar mungkin disebabkan oleh progesterone dan sebagian kecil oleh estrogen. Medroksiprogesteron diberikan untuk merangsang dorongan peningkatan pernapasan wanita gemuk yang tidak hamil yang mengalami hipoventilasi (Sutton dan kawan-kawan 1977). Kerja hormonhormon tersebut tampaknya sentral yaitu efek stimulasi yang bekerja langsung pada pusat pernapasan.

Mesti faal paru tidak terganggu oleh kehamilan penyakit saluran pernapasan dapat lebih berat pada kehamilan. Factor-faktor penyebab Penting adalah keperluan oksigen yang meningkat

akibat kehamilan dan mungkin peningkatan “closing volume” terutama bila terlentang. (Mac Donald Gant Pritchard, 1991)

Kehamilan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap fisiologi pernapasan. Ada 4 faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat hubungannya dengan fungsi pernapasan.

1. Rahim yang membesar karena kehamilan akan mendorong diafragma ke atas, sehingga rongga dada menjadi sempit, gerakan paru akan terbatas untuk mengambil oksigen selama pernapasan, dan untuk mengatasi kekurangan O2 ini penapasan akan menjadi cepat (hiperventilasi).

2. Perubahan hormonal, terutama hormon progesteron yang meningkat selama kehamilan, membuat otot-otot saluran pernapasan menjadi kendor, dan ini juga akan mendorong terjadinya hiperventilasi.

3. Meningkatnya volume darah dan cardiac out put dalam usaha menyelamatkan janin serta memenuhi kebutuhan metabolik ibu yang meninggi.

4. Perubahan imunologik. Faktor daya tahan tubuh ibu sangat erat hubungannya dengan timbulnya penyakit saluran napas selama kehamilan. Kadar Ig E mungkin menaik atau menurun pada seorang wanita hamil. Bila kadar Ig E pada penderita asma yang hamil meningkat, ternyata hal ini menyebabkan penderita lebih rentan dan lebih sering dapat serangan asma atau lebih berat. (Sarwono Prawirohardjo, 1991)

        Definisi Asma Bronkial

Asma adalah obstruksi jalan napas akut, episodik yang diakibatkan oleh rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang sehat. (Tambayong Jan, 2000)

Menurut United States National Tuberculosis Association (1967), asma bronchial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakhe dan bronchi terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran napas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. (Muhammad Amin dkk, 1989)

Sedangkan menurut The American Thoracic Society, asma bronkial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (Dudut Tanjung, 2003)

Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. (Erlina Mustika Febrianti, 2008)

        Etiologi Asma Bronkial

1. GenetikDi mana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana

cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.2. Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasanContoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

b) Ingestan, yang masuk melalui mulutContoh: makanan dan obat-obatan3. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.4. Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.5. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.6. Olah raga/ aktivitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut. (Dudut Tanjung, 2003)

        EpidemiologiPenelitian di Australia pada akhir tahun 90-an menunjukkan bahwa sekitar 30 % ibu

hamil dan penderita asma justru gejala asmanya membaik, 50% tidak ada perubahan dari kondisi sebelum hamil, dan hanya 20% yang asmanya memburuk.(Evariny A, 2008)

Di Amerika Serikat insiden asma bronkial pada kehamilan berkisar antara 0.5 sampai 1.0 % dari seluruh kehamilan. angka abortus, partus dan prematurus maupun kematian pada ibu atau janin umumnya tidak mengalami peningkatan pada ibu-ibu yang mendapat kontrol asma bronkial dengan baik, sementara itu hamil dengan serangan asma bronkial yang berat merupakan suatu problema yang serius dengan angka abortus partus prematurus serta angka kematian ibu dan anak yang meningkat.(Anonymous, 2007)

Pemeriksaan yang dilakukan oleh tim ahli asma California (1983) pada 120 kasus asma yang hamil, dan terkontrol baik, terdapat 90% dari penderita tidak pernah mendapat serangan dalam persalinan, 2.2% menderita serangan ringan dan hanya 0.2% yang menderita asma berat yang dapat diatasi dengan obat-obat intra vena. (Sarwono Prawirohardjo, 1991)

        Manifestasi Klinis Asma BronkialBiasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi

pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial :a. Sesak nafasb. Mengi (wheezing) saat ekspirasic. Batukd. Dispneae. Fase inspirasi lebih pendek daripada ekspirasif. Pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada

Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari. (Dudut Tanjung, 2003)

        Pengaruh Asma terhadap Kehamilan

  Pengaruh pada ibu

Asma yang terkendali dengan baik tidak memiliki efek yang berarti pada wanita yang hamil, melahirkan ataupun menyusui. Asma mungkin membaik, memburuk atau tetap tidak berubah selama masa hamil. Tetapi pada kebanyakan wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir dari masa kehamilan. Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya rahim, sebagian wanita mungkin mengalami semakin sering kehabisan nafas. Tetapi ibu-ibu yang tidak menderita asma pun mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma/sekat rongga badan menjadi terbatas, sehingga penting untuk memiliki sebuah rancang tindak asma dan hal ini harus ditinjau kembali secara teratur selama masa kehamilan.

Bagi wanita yang mengalami serangan asma yang dahsyat atau tidak stabil meskipun sudah diadakan pengendalian asma yang terbaik, rancang tindak mereka harus meliputi apa yang harus dilakukan ketika melahirkan, termasuk pilihan-pilihan jika dilakukan pembiusan. Hal ini harus diatur dengan konsultasi antara sang ibu, dokter kebidanan dan dokter ahli. Asma yang tidak dikendalikan ada hubungannya dengan meningkatnya kelahiran bayi yang berat badannya rendah dan terjadinya kelahiran sebelum waktunya. (The Asthma Foundation of Victoria, 2002)

Pengaruh asma bronkiale terhadap kehamilan pada ibu-ibu hamil yang menderita asma bronkial, Bahna dan Bjerkedal mendapatkan bahwa insiden hiperemis, perdarahan, toksemia gravidarum, induksi persalinan dengan komplikasi dan kematian ibu secara bermakna lebih sering terjadi dibandingkan dengan ibu-ibu hamil tanpa penyakit asma bronkial. Hal ini dapat diduga erat hubungannya dengan obat-obat anti asma yang diberikan selama kehamilan ataupun akibat efek langsung daripada memberatnya asma.

Hal yang sangat penting diperhatikan di dalam penatalaksanaan asma bronkial pada ibu-ibu hamil ialah di samping untuk keselamatan ibunya sendiri juga untuk keselamatan janin. Oksigenasi pada janin hendaknya dipertahankan supaya adekuat, obat-obatan hendaknya dipilih yang bisa menjamin keselamatan janin di dalam kandungan. (Anonymous, 2007)

  Efek Pada FetusKompensasi yang terjadi pada fetus adalah :

1. Menurunnya aliran darah pada uterus2. Menurunnya venous return ibu3. Kurva dissosiasi oksiHb bergeser ke kiri

Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :1. Menurunnya aliran darah ke tali pusat2. Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik3. Menurunnya cardiac output

Perlu diperhatikan efek samping pemberian obat–obatan asma terhadap fetus, walaupun tidak ada bukti bahwa pemakaian obat–obat anti asma akan membahayakan fetus. (Suheimi, 2007 )

        Pengaruh Kehamilan terhadap Asma

Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma tidaklah selalu sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Kurang dari sepertiga asma akan membaik dalam kehamilan, lebih dari sepertiga akan menetap, serta kurang dari sepertiga lagi akan menjadi buruk atau serangan bertambah. Biasanya serangan akan timbul mulai usia kehamilan 24 minggu-36 minggu, dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi. (Sarwono Prawirohardjo, 1991)

Pada seorang wanita hamil terdapat perubahan-perubahan fisiologis pada beberapa organ-organ tubuh wanita tersebut akibat kehamilannya. Perubahanperubahan fisiologis yang diketahui berpengaruh terhadap perjalanan asma bronkial antara lain perubahan-perubahan berupa membesarnya uterus, elevasi diafragma, hormonal, dan perubahan pada mekanik paru-paru. Sejak implantasi blastokist pada endometrium, uterus akan terus membesar sesuai umur kehamilan. Pada akhir bulan ketiga, uterus sudah cukup besar dan umumnya sudah sebagian tersembul ke luar rongga pelvis mengisi rongga perut untuk selanjutnya terus membesar perlahan-lahan mendesak usus ke atas dan kesamping. Sehingga pada trimester terakhir kehamilan, uterus sudah mencapai daerah setinggi hati. Hal ini banyak berhubungan dengan meningkatnya tekanan intraabdominal.

Perubahan-perubahan hormonal yang terjadi saat kehamilan dan persalinan menyangkut banyak jenis hormon-hormon, tetapi yang diketahui ada kaitannya langsung ataupun tidak langsung terhadap perjalanan asma bronkial baru beberapa jenis, yaitu :a. Progesteron

Kadarnya meningkat pada masa kehamilan mempunyai efek langsung terhadap pusat pernapasan (respiratory center) menyebabkan peningkatan frekuensi pernapasan (respiratory rate), sehingga menyebabkan hiperventilasi. Progesteron juga bersifat “smooth muscle relaxan” terhadap otot-otot polos usus, genitourinarius, dan diduga pada otot-otot bronkus.b. Estrogen

Kadarnya meningkat saat kehamilan, terutama trimester ketiga. Pecora dan kawan-kawan membuktikan estrogen mempunyai efek menurunkan “diffusing capacity” dari CO2 pada paru-paru dan diduga ini terjadi sebagai akibat meningkatnya asam mukopolisakarida perikapiler.c. Kortisol

Kadarnya meningkat pada kehamilan, diduga sebagai akibat klirens kortisol yang menurun, bukan karena sekresinya yang meningkat. Sehingga waktu paruhnya akan memanjang. Dan pemberian preparat steroid pada masa kehamilan harus disesuaikan dengan keadaan ini. (Anonymous, 2007)

        Patofisiologi Asma BronkialAsma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan

sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun

sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Dudut Tanjung, 2003)

2)      ASUHAN KEPERAWATAN

o   PenatalaksanaanPada dasarnya penatalaksanaan asma bronkial pada kehamilan tidaklah berbeda dengan

penatalaksanaan asma bronkial pada umumnya. Namun di dalam beberapa hal diperlukan perhatian-perhatian khusus yang menyangkut keselamatan ibu dan janin, utamanya di dalam pemilihan obat-obat yang akan dipergunakan dan mencegah penyakitnya berlarut-larut untuk mencegah kemungkinan terjadinya hipoksia pada janin. (Anonymous, 2007)

Prinsip umum pengobatan asma bronkial adalah :1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik

pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerja sama dengan dokter atau perawat yang merawatnya. (Dudut Tanjung, 2003)a. Penatalaksanaan Medis

Pengalaman bertahun-tahun dengan sejumlah besar wanita hamil yang menggunakan obat-obatan asma seperti Ventolin dan Bricanyl telah menunjukkan bahwa obat-obatan ini aman, baik bagi sang ibu maupun si bayi. Obat-obatan lainnya termasuk tablet-tablet Atrovent, Intal Forte, Becotide, Tilade, Intal Forte, Becloforte, Pulmicort, dan Prednisolone juga telah digunakan dan tidak menyebabkan peningkatan angka kelahiran bayi cacat. Obat-obat golongan Theophyllines (Brondecon, Nuelin dan Theodur) tidak lagi sering digunakan sekarang dalam pengendalian asma, tetapi bila digunakan ketika masa hamil, kadar darah harus diperiksa secara teratur, karena hal tersebut dapat berubah-ubah selama masa hamil. (The Asthma Foundation of Victoria, 2002b. Penatalaksanaan non medis:1. Memberikan penyuluhan2. Menghindari faktor pencetus3. Pemberian cairan4. Fisioterapy5. Beri O2 bila perlu. (Dudut Tanjung, 2003)

Data yang perlu dikaji :1. Anamnesa

a. Keluhan utama : biasanya klien mengeluh sesak napas dipsnea), suara napas mengi, penggunaan alat bantu pernapasan, pernapasan sulit.

b. Riwayat kesehatan klien : apakah klien menderita asma sejak kecil, adanya riwayat alergi dan sensitivitas terhadap asap, debu atau makanan.

c. Riwayat penyakit keluarga : apakah ada anggota keluarga klien yang menderita asma.d. Riwayat obat-obatan : penggunaan obat-obatan anti asma yang mempengaruhi kehamilan

2. Pemeriksaan fisik  Berat badan  Tinggi badan  RR : biasanya > 22 kali/menit  Kepala dan leher1. Rambut : perhatikan warna, distribusi (penyebaran), mudah rontok atau tidak, kusam atau tidak.2. Muka : apakah ada cloasma gravidarum.3. Mulut dan gigi : ada tidaknya karies gigi, sariawan, kebersihan.4. Mata : perhatikan konjungtiva dan sklera.5. Leher : perhatikan adanya bendungan vena jugularis dan pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar

limfa.6. Thorax : biasanya bentuk dadanya adalah barrel chest.7. Abdomen : abdomen membesar, organ abdomen terdesak ke atas8. Vagina dan lubang kehamilan : perhatikan ada tidaknya warna ungu kebiruan (tanda Chadwick) di

sekitar vagina.9. Ekstremitas : perhatikan adanya oedem pada tungkai dan tangan.o   Diagnosa Keperawatan :

1. Pola napas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme.2. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea.4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti.

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan dispnea.6. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit (kehamilan disertai asma).

7. Risiko cidera pada janin berhubungan dengan fetal distress.o   Intervensi keperawatan

1. Diagnosa : Pola napas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme.Tujuan : Perbaikan pola napas.Kriteria hasil :

  Mempertahankan ventilasi adekuat dengan menunjukan RR:18-20 x/menit dan irama napas teratur.

  Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain.  Pasien dapat melakukan pernafasan dalam.

Intervensi RasionaLMandiri

  Ajarkan pasien pernapasan dalam

  Tinggikan kepala dan bantu Mengubah posisi. Berikan posisi semi fowler.Kolaborasi

  Berikan oksigen tambahan.

Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi sehingga pasien akan bernapas lebih efektif dan efisien.Duduk tinggi memungkinkan ekspansi

paru dan memudahkan pernapasan.Memaksimalkan bernapas danmenurunkan kerja napas.

2. Diagnosa : Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.Tujuan : Pencapaian bersihan jalan napas.Kriteria hasil :

  Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih atau jelas.  Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan

mengeluarkan sekret.Intervensi RasionaL

Mandiri  Tinggatkan masukan cairan terutama air

hangat.

  Berikan pasien posisi yang nyaman, misal peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.Kolaborasi

  Bronkodilator, misal albuterol (Ventolin)

  Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus, kekentalan skret dan mempermudah penggeluaran.

  Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.

  Pencetus tipe reaksi alergi Pernapasan.

  Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea. Merilekskan otot halus dan Menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa.

3. Diagnosa : Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea.Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat.Kriteria hasil :

  Menunjukkan berat badan yang stabil atau meningkat sesuai dengan yang diharapkan nilai laboratorium normal.

  Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.  Klien mengetahui makanan yang dapat menyebabkan serangan asma.

Intervensi RasionaL

Mandiri  Berikan makan porsi kecil tapi sering.  Hindari makanan penghasil gas dan

minuman karbonat.

  Timbang berat badan sesuai indikasi.

  Anjurkan klien untuk menghindari alergen berupa makanan yang dapat menimbulkan serangan asma.Kolaborasi

  Konsul ahli gizi/nutrisi untuk memberikan makanan yang mudah cerna, secara nutrisi seimbang.

  Memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

  Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.

  Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

  Menghindari alergen akan mencegah timbulnya serangan asma.

  Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien.

4. Diagnosa : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti.Tujuan : Pasien dan keluarga megerti dan memahami kondisi kesehatannya.Kriteria hasil :

  Pasien menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan tindakan  Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi RasionaLMandiri

  Berikan penjelasan tentang proses penyakit dan faktor pencetus penyakit klien

  Jelaskan efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien atau orang terdekat

  Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istiraha

  Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakitnya dan menimbulkan perbaikan partisipasi dalam rencana pengobatan

  Penghentian merokok dapat mengurangi serangan asma

  Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien melakukan aktivitas tanpa distress berlebihan.

Kesimpulan

Kehamilan menyebabkan beberapa perubahan pada sistem pernapasan. Adaptasi ventilasi dan struktural selama masa hamil bertujuan menyediakan kebutuhan ibu dan janin. Kebutuhan oksigen ibu meningkat sebagai respon terhadap percepatan laju metabolik dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan uterus dan payudara. Janin membutuhkan oksigen dan suatu cara untuk membuang karbondioksida.

Asma bronkiale merupakan penyakit paru-paru yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Biasanya kehamilan tidak mempengaruhi asma bronkiale. Akan tetapi, serangan asma dapat timbul dalam kehamilan, baik bertambah ataupun berkurang. Kebanyakan penderita asma tidak mengalami kesulitan selama berlangsungnya kehamilan, persalinan dan nifas.

Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan. Tetapi tidak ada efek yang terlalu merugikan dari asma terhadap kehamilan, baik terhadap ibu maupun janin. Perlunya penanganan untuk menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya asma seperti zat-zat alergi, infeksi saluran napas dan faktor psikis. Penderita asma selama kehamilan perlu mendapatkan pengawasan yang baik agar serangan asma tidak timbul atau dapat berkurang saat kehamilan.

Saran

1.      Penderita asma selama kehamilan perlu mendapatkan Pengawasan yang baik dan mencegah timbulnya stress.

2.      Perlunya pengetahuan pada ibu hamil dengan asma tentang faktor-faktor pencetus timbulnya asma dan menghindarinya secara intensif.

3.      Pemilihan penggunaan obat-obat anti asma yang tepat pada saat kehamilan.4.      Ibu hamil dengan asma penting untuk mencegah timbulnya serangan yang berulang, sehingga

perlu menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya asma.5.       Pentingnya penyuluhan mengenai penyakit asma dalam kehamilan pada penderita dan

keluarga.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PREEKLAMSIAA. Konsep Dasar Penyakit1. PengertianPreeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih  ( Rustam Muctar, 1998 ). Tidak berbeda dengan definisi Rustam, Manuaba ( 1998) mendefinisikan bahwa preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan. Selain itu, Mansjoer ( 2000 ) mendefinisikan bahwa preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. (Mansjoer, 2000). Menurut kamus saku kedokteran Dorland, Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria.Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa preeklampsia     (  toksemia gravidarum ) adalah sekumpulan gejala yang timbul ada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan poteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.2. Etiologi / Faktor PenyebabPenyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :

Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.

Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain

Peran Prostasiklin dan Tromboksan . Peran faktor imunologis. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada pre-

eklampsi/eklampsia. Peran faktor genetik /familial Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi pada anak-

anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi. Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak dan cucu ibu

hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada ipar mereka. Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)

3. Faktor Predisposisi Molahidatidosa Diabetes melitus Kehamilan ganda Hidrops fetalis Obesitas Umur yang lebih dari 35 tahun

4. Klasifikasi

Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :v  Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.

Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.

v  Preeklampsia Berat Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. Proteinuria 5 gr atau lebih per liter. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam . Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium. Terdapat edema paru dan sianosis.

5. PatofisiologiPada preeklampsia terdapat penurunan  aliran darah. Perubahan ini menyebabkan  prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis.  Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan  menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas

miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin. Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.6. Manifestasi KlinikBiasanya tanda-tanda preeklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala – gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala – gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.7. Pemeriksaan Penunjanga.         Pemeriksaan Laboratorium Ø  Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah

Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )

Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )

Ø  UrinalisisDitemukan protein dalam urine.Ø  Pemeriksaan Fungsi hati

Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.

Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml ) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )

o Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )Ø  Tes kimia darahAsam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )b.      RadiologiØ  UltrasonografiDitemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.Ø  KardiotografiDiketahui denyut jantung janin bayi lemah.8. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan :

Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria

Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium; gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.

Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada pemeriksaan

laboratorium9. Pencegahan-          Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.-          Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi kalau ada factor-faktor predisposisi.-          Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.10. PenatalaksanaanTujuan utama penanganan adalah :-          Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia-          Hendaknya janin lahir hidup-          Trauma pada janin seminimal mungkin.a)      Pre-eklamsi ringanPengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.b)      Pre-eklamsia berat

Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu

Ø  Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :-          Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap (selama tidak ada kontraindikasi)-          Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi)-          Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala-          Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaanØ  Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37  minggu

Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 mingguØ  Penderita dirawat inap-          Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi-          Berikan diit rendah garam dan tinggi protein-          Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri-          Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam-          Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc-          Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktatØ  Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehariØ  Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul intravena Lasix.Ø  Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi.Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetesØ  Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedanØ  Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteriØ  Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartumØ  Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea.

1. Dietv  Tujuan Diet

Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal Mencegah dan mengurangi retensi garam atau air Mencapai keseimbangan nitrogen Menjaga agar penambahan BB tdk melebih normal Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit baru pada saat

kehamilan atau setelah melahirkanv  Syarat Diet

Ø  Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat makanan diberikan secara berangsur, sesuai dengan kemampuan pasien menerima makanan . Penambahan energi tidak lebih dari 300 Kkal dari makanan atau diet sebelum hamilØ  Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau air. Penambahan BB diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1 Kg/minggu.Ø  Protein tinggi (1½ – 2 g/kg berat badan)Ø  Lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tdk jenuh tunggal dan lemak tdk jenuh ganda.Ø  Vitamin cukup; vit C & B6 diberikan sedikit lbh tinggiØ  Mineral cukup terutama kalsium dan kaliumØ   Bentuk makanan disesuaikan dg kemampuan pasien.Ø  Cairan diberikan 2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi dan disesuaikan dengan cairan yg keluar melalui urine, muntah, keringat dan pernafasanv  Macam Diet PreeklampsiaØ  Diet Preeklampsia I

Diberikan kepada pasien dengan preeklampsia berat Makanan diberikan dalam bentuk cair, yg terdiri dari susu dan sari buah Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari per oral dan kekurangannya

diberikan secara parental Makanan ini kurang energi dan zat gizi karena itu hanya diberikan 1 – 2 hari

Ø  Diet Preeklampsia II Sebagai makanan perpindahan dari diet preeklampsia I atau kepada pasien preeklampsia

yg penyakitnya tdk begitu besar Makanan berbentuk saring atau lunak. Diberikan sebagai diet rendah garam I Makanan ini cukup energi dan zat gizi lainnya

Ø  Diet Preeklampsia III Sebagai makanan perpidahan dari diet preeklampsia II atau kepada pasien dengan

preeklampsia ringan. Makanan ini mengandung protein tinggi dan rendah garam . Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa . Jumlah energi hrs disesuaikan dengan kenaikan berat badan yg boleh lebih dari 1 kg per

bulan .12. KomplikasiTergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara lain:v  Pada Ibu

Eklapmsia Solusio plasenta Pendarahan subkapsula hepar Kelainan pembekuan darah ( DIC ) Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count ) Ablasio retina Gagal jantung hingga syok dan kematian.

v  Pada Janin Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus Prematur

Asfiksia neonatorum Kematian dalam uterus Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan1. PengkajianData yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :a.       Data subyektif :-          Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun-          Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur-          Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM-          Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya-          Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan-          Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.b.      Data Obyektif :-          Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam-          Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema-          Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress-          Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )-          Pemeriksaan penunjang :

Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam

Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml

Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak USG ; untuk mengetahui keadaan janin NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin1. Diagnosa Keperawatan

a.       Gangguan perfusi jaringan serebral b/d penurunan cardiac output skunder terhadap vasopasme pembuluh darah.b.      Kerusakan pertukaran gas b/d penimbunan cairan pada paru: oedem paru.c.       Penurunan curah jantung b/d penurunan aliran balik vena, payah jantung.d.      Kelebihan volume cairan b/d kerusakan fungsi glomerolus skunder terhadap penurunan cardiac output.e.       Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.f.       Gangguan eliminasi urin b/d gangguan filtrasi glomerulus : anuri dan oligouri.g.      Ketidakseimbangan  nutrisi:  kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.h.      Nyeri b/d agen cedera biologis: penumpukkan ion Hidrogen dan peningkatan HCl.i.        Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi ke jaringan plasenta skunder terhadap penurunan cardiac output.

j.        Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia, peningkatan intra kranial:kejang.k.      Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi.

MIOMA UTERI

BAB II LANDASAN TEORI2.1 PengertianMioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya. (Prawirohardjo,S. Ilmu Kandungan. 1999: 338)

Mioma uteri sering juga disebut Fibroid walaupun asalnya dari jaringan otot, dapat bersifat tunggal atau ganda, dan mencapai ukuran besar. (Buku Ginekologi FK Universitas Padjakaran Bandung: 154)

2.2 EtiologiEtiologi belum jelas tetapi asalnya disangka dari sel-sel otot yang belum matang. Disangka bahwa estrogen mempunyai peran penting, tetapi dengan teori ini sukar diterangkan apa sebabnya, pada seorang wanita estrogen dapat menyebabkan mioma, sedang pada wanita lain tidak. Padahal seperti yang kita ketahui estrogen dihasilkan oleh semua wanita, juga pada beberapa wanita mioma dapat terjadi ovulasi yang menghasilkan progesterone yang sifatnya antiestrogenetic. Percobaan penyuntikan estrogen dapat menimbulkan mioma uteri, tetapi sifatnya agak berbeda dengan mioma biasa.

2.3 Gejala klinis1.      Tumor/Massa di perut bagian bawah.2.      Perdarahn abnormal.3.      Rasa nyeri.4.      Gejala dan penekanan pada kandung kencing akan menyebabkan poliuri, pada urethra

menyebabkan retensio urine, dll.5.      Gejala sekunder :-          Anemia.-          Lemah.-          Pusing-pusing.-          Sesak napas.-          Fibroid Heart, sejenis degenerasi Myocard yang dulu disangka berhubungan dengan adanya

myoma uteri.-          Erythrocytosis pada myoma yang besar.

            2.4 Macam-macam Mioma Uteri

1.      Mioma SubmucosaTumbuhnya tepat dibawah endometrium, paling sering menyebabkan perdarahan yang banyak, sehingga memerlukan Hysterektomi walaupun ukurannya kecil. Adanya mioma submucosum dapat dirasakan sebagai suatu “ Curet Bump” (benjolan waktu kuret). Kemungkinan terjadi

degenerasi, juga lebih besar pada jenis ini. Sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjolmelalui servik atau vagina, disebut juga sebagai mioma submucosa bertangkai yang dapat menimbulkan “ Myomgeburt “ ( dilahirkan melalui servik), sering mengalami nekrose atau ulcerasi.

2.      Mioma IntramularTerletak pada miometrium, kalau besar atau multiple dapat menyebabkan pembesaran uterus dan berbenjol-benjol.

3.      Mioma SubserosumLetaknya dibawah tunica serosa, kadang-kadang vena yang ada di permukaan pecah dan menyebabkan perdarahan intraabdominal. Kadang-kadang mioma subserosum timbul diantara dua ligamentum latum, merupakan mioma intraligamenter yang dapat menekan ureter dan A. Illiaca. Ada kalanya tumor ini mendapat vascularisasi yang lebih banyak dari omentum sehingga lambat laun terlepas dari uterus, disebut sebagai parasitic Myoma. Mioma subserosum yang bertangkai dapat mengalami torsi.

2.5 DiagnosisSeringkali penderita mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah. Pemeriksaan bimanual akan mengungkapkan tumor pada uterus, yang umumnya terletak di garis tengah ataupun agak ke samping, seringkali teraba terbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang barhubungan dengan uterus.

Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang ditegakkan dengan pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma submucosum kadang-kadang dapat teraba dengan jari yang masuk kedalam kanalis servikali, dan terasa benjolan pada kavum uteri.

Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan. Mioma submukosum dibedakan        dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korposis uteri atau suatu sarcoma uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis.

2.6 Komplikasi1.      Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarcoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histology uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.

2.      Torsi (putaran tangkai)Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum.      2.7 Pengobatan

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak meninbulkan gangguan atau keluhan.

Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uteri dengan GnRH agonist (GnRHa). Pemberian GnRHa (Buseriline Acetat) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan deganerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam keseluruhan nya menjadi kecil.

1.      Pengobatan operatif            Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserisum dapay mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan terjadi kehamilan adalah 30-50%.

            Perlu disadari bahwa 25-35% dari penderita tersebut akan masih memerlukan histerektomi. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominan atau per vaginam, yang akhir-akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan tidak ada perlekatan dengan daerah sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus keseluruhannya.

2.      Radioterapi Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontra indikasi untuk tindakan operatif. Akhir-akhir ini kontra indikasi tersebut semakin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.