POLIP HIDUNG.docx

29
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di bagian THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang makin lama semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya gangguan penciuman dan sakit kepala. Polip Hidung adalah suatu pertumbuhan dari selaput lendir hidung yang bersifat jinak. Polip nasi atau polip hidung adalah kelainan selaput permukaan hidung berupa massa lunak yang bertangkai berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Kelainan pada hidung biasanya timbul karena manifestasi dari penyakit yang lain dan tidak berdiri sendiri, penyakit ini sering dihubungkan dengan asma, rhinitis alergika, dan sinusitis, di luar negeri sendiri penyakit ini sering dihubungkan dengan seringnya penggunaan aspirin. Untuk mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain perlu dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa lain.

description

a

Transcript of POLIP HIDUNG.docx

Page 1: POLIP HIDUNG.docx

17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di bagian

THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang makin lama

semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya gangguan penciuman dan

sakit kepala.

Polip Hidung adalah suatu pertumbuhan dari selaput lendir hidung yang bersifat jinak.

Polip nasi atau polip hidung adalah kelainan selaput permukaan hidung berupa massa

lunak yang bertangkai berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan dengan

permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Kelainan pada

hidung biasanya timbul karena manifestasi dari penyakit yang lain dan tidak berdiri

sendiri, penyakit ini sering dihubungkan dengan asma, rhinitis alergika, dan sinusitis, di

luar negeri sendiri penyakit ini sering dihubungkan dengan seringnya penggunaan aspirin.

Untuk mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain perlu

dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan

kemungkinan diagnosa lain.

Page 2: POLIP HIDUNG.docx

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 DEFINISI

Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan

polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak

mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi

kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).

Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat

bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah

belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.2.1 ANATOMI

2.2.1.1 Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke

bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Page 3: POLIP HIDUNG.docx

17

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang

dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars

transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut

menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi

eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks

sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada

bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :

- Superior : os frontal, os nasal, os maksila

- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis,

kartilago alaris mayor dan kartilago alaris minor

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior

menjadi fleksibel.

Page 4: POLIP HIDUNG.docx

17

2.2.1.1.1 Perdarahan :

1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang

dari A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).

2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A.

Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna).

3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Page 5: POLIP HIDUNG.docx

17

2.2.1.1.2 Persarafan :

1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

2.2.1.2 Kavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan

yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini

berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa

kranial media. Batas – batas kavum nasi :

- Posterior : berhubungan dengan nasofaring

- Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus

sfenoidale dan sebagian os vomer

- Dasar : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir

horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada

bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum

durum.

- Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan

(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi

Page 6: POLIP HIDUNG.docx

17

dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian

dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars

membranosa = kolumna = kolumela.

- Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os

etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid. Konka nasalis

suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.

Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah.

Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus

sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang – kadang

konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.

2.2.1.2.1 Perdarahan :

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah

A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A.

Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena

tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama –

sama arteri.

Page 7: POLIP HIDUNG.docx

17

2.2.1.2.2 Persarafan :

1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N.

Trigeminus yaitu N. Etmoidalis anterior.

2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion

pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina

kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N.

Sfenopalatinus.

2.2.1.3 Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat

pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak

berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada

bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang

terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa.

Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah

karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir

ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.

Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong

ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk

membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang

masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan

banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan

gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang,

sekret kental dan obat – obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan

sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan

tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya

dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor

penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.

Page 8: POLIP HIDUNG.docx

17

2.2.2 Fisiologi hidung

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas

setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,

sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi,

udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti

udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian

lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran

dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan

udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir.

Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari

lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi

sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh

darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang

luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan

demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri

dan dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

Page 9: POLIP HIDUNG.docx

17

c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada

palut lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan

refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh

gerakan silia.

d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut

lysozime.

4. Indra penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut

lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung

akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara

sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana

rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk

aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran

cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

Page 10: POLIP HIDUNG.docx

17

2.3 ETIOLOGI

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi

pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui

dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal

seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan

lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam

rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang

(neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip

biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip

mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.

Terdapat 3 faktor penting yang berperan di dalam terjadinya polip, yaitu :

1. Peradangan lama dan berulang pada selaput permukaan hidung dan sinus

2. Gangguan keseimbangan Vasomotor

3. Peningkatan tekanan cairan antar ruang sel dan bengkak selaput permukaan

hidung

Dengan adanya faktor alergi dan radang kronis yang berulang-ulang, maka terjadilah

perubahan pada mukosa hidung, perubahan pembuluh darah, dan juga pembuluh limfe.

Keadaan ini akan berkembang terjadinya hambatan balik cairan interstitial. Cairan yang

terkumpul selanjutnya akan menimbulkan semacam bendungan yang bersifat pasif. Dari

keadaan ini, berkembang menjadi pembengkakan di mukosa hidung. Makin lama proses ini

berlangsung, penonjolan mukosa hidung akan bertambah panjang, sampai pada akhirnya

terbentuk tangkai, maka terbentuklah polip.

Page 11: POLIP HIDUNG.docx

17

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :

1. Alergi terutama rinitis alergi.

2. Sinusitis kronik.

3. Iritasi.

4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.

2.4 PATOFISIOLOGI

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di

daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga

mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab

makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk

tangkai, sehingga terbentuk polip.

Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering

adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama

dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi

ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip.

Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di

antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang

berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada

rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak

adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam

kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus medial.

Polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat

penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru

terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai

buah anggur yang berwarna keabu-abuan.

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung

tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat

terlihat adanya massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah

digerakkan.

Pembagian polip nasi :

- Grade 0 : Tidak ada polip

- Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media

Page 12: POLIP HIDUNG.docx

17

- Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi

belum menyebabkan obstruksi total

- Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total

Semua jenis imunoglobulin dapat ditemui pada polip nasi, tapi peningkatan IgE

merupakan jenis yang paling tinggi ditemukan bahkan apabila dibandingkan dengan tonsil

dan serum sekalipun. Kadar IgG, IgA, IgM terdapat dalam jumlah bervariasi, dimana

peningkatan jumlah memperlihatkan adanya infeksi pada saluran napas.

Beberapa mediator inflamasi juga dapat ditemukan di dalam polip. Histamin

merupakan mediator terbesar yang konsentrasinya di dalam stroma polip 100-1000

konsentrasi serum. Mediator kimia lain yang ikut dalam patogenesis dari nasal polip adalah

Gamma Interferon (IFN-γ) dan Tumour Growth Factor β (TGF-β). IFN-γ menyebabkan

migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya bertanggungjawab atas

kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF-β yang umumnya tidak ditemukan

dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat dalam menarik fibroblas dan meransang

sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada akhirnya akan merusak mukosa

rinosinusal yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap natrium sehingga

mencetuskan terjadinya edema submukosa pada polip nasi.

Fenomena bernouli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui celah yang

sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya, sehingga jaringan yang

lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga menyebabkan polip, fenomena ini

dapat menjelaskan mengapa polip banyak terjadi pada area yang sempit di kompleks

osteomatal.

Patogenesis polip pada awalnya ditemukan bengkak selaput permukaan yang

kebanyakan terdapat pada meatus medius, kemudian stroma akan terisi oleh cairan

interseluler sehingga selaput permukaan yang sembab menjadi berbenjol-benjol. Bila proses

terus membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai

sehingga terjadi Polip.

Polip sering ditemukan pada penderita:

a. Asma Bronkiale, 20-50% penderita asma mengalami polip

b. Cystic Fibrosis - Polyps terjadi sekitar 6-48% pada penderita CF

c. Rinitis Alergi

d. Allergic fungal sinusitis - Terjadi sekitar 85%

e. Rinosinusitis kronik

Page 13: POLIP HIDUNG.docx

17

f. Primary ciliary dyskinesia

g. Aspirin intolerance - Terjadi sekitar 8-26% pada penderita polip

h. Alcohol intolerance – Terjadi sekitar 50% pada penderita polip

i. Churg-Strauss syndrome – Terjadi sekitar 50 % pada penderita Churg-Strauss

syndrome

j. Young syndrome (chronic sinusitis, nasal polyposis, azoospermia)

k. Nonallergic rhinitis with eosinophilia syndrome (NARES) – Terjadi sekitar 20 %

pada penderita NARES

2.5 HISTOPATOLOGI

Epitel normal dari kavum nasi adalah epitel kolumnar bertingkat semu bersilia. Epitel

permukaan dari sinus lebih tipis, memiliki sel goblet dan silia yang lebih sedikit bila

dibandingkan dengan kavum nasi.

Berdasarkan histologisnya terdapat 4 tipe dari polip nasi :

1. Eosinofilik edematous

Tipe ini merupakan jenis yang paling banyak ditemui yang meliputi kira-kira 85%

kasus. Tipe ini ditandai dengan adanya stroma yang edema, peningkatan sel goblet

dalam jumlah normal, jumlah eosinofil yang meningkat tinggi, sel mast dalam stroma,

dan penebalan membran basement.

2. Polip inflamasi kronik

Tipe ini hanya terdapat kurang dari 10% kasus polip nasi. Tipe ini ditandai dengan

tidak ditemukannya edema stroma dan penurunan jumlah dari sel goblet. Penebalan

dari membran basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi mungkin dapat

ditemukan walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas.

3. Polip dengan hiperplasia dari glandula seromusinous

Tipe ini hanya terdapat kurang dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe

ini adalah adanya glandula dan duktus dalam jumlah yang banyak.

4. Polip dengan atipia stromal

Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat mengalami misdiagnosis

dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan gambaran atipikal, tetapi

tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu neoplasma.

Page 14: POLIP HIDUNG.docx

17

2.6 GEJALA KLINIS

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.

Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada

sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini

menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan

keluhan nyeri kepala dan rinore.

Pada anamnesis kasus polip biasanya timbul keluhan utama adalah hidung tersumbat.

sumbatan ini menetap dan tidak hilang timbul. Semakin lama keluhan dirasakan semakin

berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang

ingus. Gejala lain adalah hiposmia (gangguan penciuman). Gejala lainnya dapat timbul jika

teradapat kelainan di organ sekitarnya seperti post nasal drip (cairan yang mengalir di bagian

belakang mulut), suara bindeng, nyeri muka, telinga terasa penuh, snoring (ngorok),

gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.

Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali

mengeluhkan adanya penurunan fungsi indera penciuman. Karena indera perasa berhubungan

dengan indera penciuman, maka penderita juga bisa mengalami penurunan fungsi indera

perasa dan penciuman.

Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke

hidung. Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang

terlalu lama berada di dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis.

Penderita anak-anak sering bersuara sengau dan bernafas melalui mulutnya.

Secara pemeriksaan mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan selaput

permukaan hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan subselaput permukaan

yang sembab.

Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali

mengeluhkan adanya penurunan fungsi indera penciuman. Karena indera perasa berhubungan

dengan indera penciuman, maka penderita juga bisa mengalami penurunan fungsi indera

perasa dan penciuman. Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase

lendir dari sinus ke hidung. Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam

sinus. Lendir yang terlalu lama berada di dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya

terjadi sinusitis. Penderita anak-anak sering bersuara sengau dan bernafas melalui mulutnya.

Jadi gejala polip ini sangat beragam. Mulai dari pilek yang berlangsung lama, bersin-

bersin, hidung tersumbat yang bersifat menetap, sering mimisan, keluhan akan adanya massa

di hidung, sukar buang ingus, gangguan penciuman, bentuk hidung yang tak lagi simetris,

Page 15: POLIP HIDUNG.docx

17

bengek atau bindeng, telinga rasa penuh, mendengkur/gangguan tidur, lendir dan rasa kering

yang terkumpul di tenggorokan, sakit kepala, dll. Kesemua keluhan itu tentu saja amat

mengganggu dan sangat mempengaruhi produktivitas hidup si penderita.

Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di

hidung. Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka hidung

yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan konka polipoid ialah :

Polip :

- Bertangkai

- Mudah digerakkan

- Konsistensi lunak

- Tidak nyeri bila ditekan

- Tidak mudah berdarah

- Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil.

Page 16: POLIP HIDUNG.docx

17

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri – cirinya sebagai berikut :

- Tidak bertangkai

- Sukar digerakkan

- Nyeri bila ditekan dengan pinset

- Mudah berdarah

- Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan

konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati – hati

pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa menyebabkan

vasokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan

hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Naso-endoskopi

Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip

berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat

pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-

endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari

ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi

pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.

2. Pemeriksaan radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat

memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus,

tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT

Page 17: POLIP HIDUNG.docx

17

scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus

paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek

osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi

dengan medikamentosa.

2.9 PENATALAKSANAAN1,2,6

- Terapi polip nasi dapat terbagi atas terapi medikamentosa dan terapi pembedahan.

Terapi medikamentosa bertujuan untuk mengurangi gejala dan ukuran polip,

menunda selama mungkin perjalanan penyakit, mencegah pembedahan, dan

mencegah kekambuhan setelah prosedur pembedahan. Terapi pembedahan

bertujuan menghilangkan obstruksi hidung dan mencegah kekambuhan. Oleh

karena sifatnya yang rekuren, kadang-kadang terapi pembedahan juga mengalami

kegagalan dimana 7-50% pasien yang menjalani pembedahan akan mengalami

kekambuhan.

- Terapi medikamentosa ditujukan pada polip yang masih kecil yaitu pemberian

kortikosteroid sistemik yang diberikan dalam jangka waktu singkat, dapat juga

diberiksan kortikosteroid hidung atau kombinasi keduanya.

- Penggunaa kortikosteroid pada pasien polip nasi dapat terbagi atas pemberian

topikal dan sistemik.

- Penggunaan kortikosteroid pada pasien polip nasi dapat terbagi atas pemberian

topikal dan sistemik. Obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid

kadang bisa memperkecil ukuran polip atau bahkan menghilangkan polip.

- Kortikosteroid sistemik Penggunaan kortikosteroid sistemik jangka pendek

merupakan metode alternatif untuk menginduksi remisi dan mengontrol polip.

Berbeda dengan steroid topikal, steroid sistemik dapat mencapai seluruh bagian

hidung dan sinus, termasuk celah olfaktorius dan meatus media dan memperbaiki

penciuman lebih baik dari steroid topikal. Penggunaan steroid sistemik juga dapat

merupakan pendahuluan dari penggunaan steroid topikal dimana pemberian awal

steroid sistemik bertujuan membuka obstruksi nasal sehingga pemberian steroid

topikal spray selanjutnya menjadi lebih sempurna.

- Antibiotik Polip nasi dapat menyebabkan obstruksi dari sinus yang berakibat

timbulnya infeksi. Pengobatan infeksi dengan antibiotik akan mencegah

perkembangan polip lebih lanjut dan mengurangi perdarahan selama pembedahan.

Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan kekuatan daya bunuh dan hambat

Page 18: POLIP HIDUNG.docx

17

terhadap spesies staphylococcus, streptococcus, dan golongan anaerob yang

merupakan mikroorganisme tersering yang ditemukan pada sinusitis kronik.

- Tindakan pengangkatan polip dapat digunakan menggunakan senar polip dan

anestesi lokal. Untuk polip yang besar dan menyebabkan kelainan pada hidung,

memerlukan jenis operasi yang lebih besar dan anestesi umum.

Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :

1. Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian

dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off).

2. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5 – 7

hari sekali, sampai polipnya hilang.

3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk rinitis

alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn kortikosteroid per

oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.

Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip (polipektomi) dengan

menggunakan senar polip. Selain itu bila terdapat sinusitis, perlu dilakukan drenase sinus.

Oleh karena itu sebelum operasi polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk melihat

adanya sinusitis yang menyertai polip ini atau tidak. Selain itu, pada pasien polip dengan

keluhan sakit kepala, nyeri di daerah sinus dan adanya perdarahan pembuatan foto sinus

paranasal tidak boleh dilupakan. Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan senar

polip setelah pemberian dekongestan dan anestesi lokal. Pada kasus polip yang berulang –

ulang, perlu dilakukan operasi etmoidektomi oleh karena umumnya polip berasal dari sinus

etmoid.

Etmoidektomi ada dua cara, yakni :

1. Intranasal

2. Ekstranasal

2.10 PROGNOSIS1

Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu

ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi

adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi. Secara medikamentosa,

dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung

yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala

yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara

Page 19: POLIP HIDUNG.docx

17

desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain tidak

memberikan hasil yang memuaskan.

BAB III

KESIMPULAN

1. Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan sumbatan

pada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat dirasakan.

2. Etiologi polip di literatur terbanyak merupakan akibat reaksi hipersensitivitas yaitu

pada proses alergi, sehingga banyak didapatkan bersamaan dengan adanya rinitis

alergi.

3. Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung, anosmia, adanya

riwayat rinitis alergi, keluhan sakit kepala daerah frontal atau sekitar mata, adanya

sekret hidung.

4. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan massa yang lunak, bertangkai, mudah

digerakkan, tidak ada nteri tekan dan tidak mengecil pada pemberian vasokonstriktor

lokal.

5. Penatalaksanaan untuk polip nasi ini bisa secara konservatif maupun operatif, yang

biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip itu sendiri dan keluhan dari pasien

sendiri.

6. Pada pasien dengan riwayat rinitis alergi, polip nasi mempunyai kemungkinan yang

lebih besar untuk rekuren. Sehingga kemungkinan pasien harus menjalani polipektomi

beberapa kali dalam hidupnya.

Page 20: POLIP HIDUNG.docx

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000

2. Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan Kelainan

Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000

3. Judarwanto W. Polip Hidung. Children Allergy Center. September,5 2010. Diunduh

dari http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2010/09/05/polip-hidung/ pada

tanggal 8 oktober 2010.

4. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I hal. 113 – 114. Penerbit Media

Aesculapius FK-UI 2000

5. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung

Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia 1989

6. Ballenger, John Jacob. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea &

Febiger 14th edition. Philadelphia 1991.