Tinpus POLIP HIDUNG.docx

31
POLIP HIDUNG Definisi Polip hidung adalah massa patologis yang lunak, licin dan berwarna putih keabu-abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa) yang ditemukan pada selaput lendir rongga hidung dan sinus paranasal. Umumnya terjadi akibat reaksi radang yang berkepanjangan tanpa disertai rasa nyeri. Polip adalah tumor jinak yang harus diwaspadai karena bisa berkembang menjadi ganas (kanker). Etiologi Penyebab Polip hidung dengan gambaran klinis seperti daging yang tumbuh pada rongga hidung yang merupakan pertumbuhan dari selaput lendir yang bersifat jinak ini hingga kini, penyebab pastinya saat ini belum diketahui. Walaupun penyebabnya tidak di ketahui, namun diperkirakan bahwa polip hidung terjadi sebagai akibat dari inflamasi atau peradangan kronik berulang sehingga menimbulkan pembengkakan pada lapisan selaput lendir rongga hidung dan sinus. Pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus akibat inflamasi ini akan menyebabkan terbentuknya cairan dalam sel-sel selaput lendir rongga hidung dan sinus. Seiring dengan waku, akan menyebabkan pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung

Transcript of Tinpus POLIP HIDUNG.docx

Page 1: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

POLIP HIDUNG

Definisi

Polip hidung adalah massa patologis yang lunak, licin dan berwarna putih keabu-abuan,

mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa) yang ditemukan pada

selaput lendir rongga hidung dan sinus paranasal. Umumnya terjadi akibat reaksi radang yang

berkepanjangan tanpa disertai rasa nyeri. Polip adalah tumor jinak yang harus diwaspadai

karena bisa berkembang menjadi ganas (kanker).

Etiologi

Penyebab

Polip hidung dengan gambaran klinis seperti daging yang tumbuh pada rongga hidung

yang merupakan pertumbuhan dari selaput lendir yang bersifat jinak ini hingga kini,

penyebab pastinya saat ini belum diketahui. Walaupun penyebabnya tidak di ketahui,

namun diperkirakan bahwa polip hidung terjadi sebagai akibat dari inflamasi atau

peradangan kronik berulang  sehingga menimbulkan pembengkakan pada lapisan 

selaput lendir rongga hidung dan sinus. Pembengkakan lapisan permukaan mukosa

hidung atau sinus akibat inflamasi ini akan menyebabkan terbentuknya cairan dalam

sel-sel selaput lendir rongga hidung dan sinus. Seiring dengan waku, akan

menyebabkan pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang

kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak

mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak

mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah

Faktor- faktor predisposisi

o Setiap kondisi yang memicu peradangan kronis di saluran hidung atau sinus,

seperti infeksi atau alergi, dapat meningkatkan resiko terkena polip hidung. 

o Kondisi sering dikaitkan dengan faktor resiko terbentuknya polip hidung

antara lain:

Asma 

Asma merupakan penyakit yang menyebabkan peradangan

saluran napas secara keseluruhan dan penyempitan

Page 2: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

Asma yang dimulai pada saat usia dewasa , dimana sekitar 20-

40% orang dengan polip hidung juga memiliki asma.

Rhinitis alergi

Rhinitis alergi adalah pilek yang disebabkan oleh reaksi alergi

dimana merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh

reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya telah

tersensitasi dengan alergen yang sama.

Tanda dan gejala rinitis alergi sangat beragam mulai dari

hidung, mata bahkan sampai ke telinga dan tenggorokan.

Gejala dan tanda pada hidung seperti hidung mengeluarkan

air/ingus (rinore), hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal pada

hidung, berkurangnya indera penciuman, Gejala dan tanda pada

mata seperti gatal pada mata, mata kemerahan, bengkak dan

berwarna biru kegelapan pada kulit di bawah mata yang disebut

dengan istilah allergic shiners. Gejala dan tanda pada telinga

dan tenggorokan seperti nyeri tenggorokan, suara serak, gatal

pada tenggorokan atau telinga dan bengkak pada telinga

Cystic fibrosis 

Cystic fibrosis merupakan suatu kelainan genetik yang

diturunkan secara autosomal resesif yang menyebabkan

produksi dan sekresi dari mukus dan lendir yang abnormal,

lengket, cair dan tebal dari membran mukosa hidung dan sinus.

Produksi mukus yang abnormal ini akan menyebabkan

mudahnya terjadinya infeksi oleh bakteri sehingga dapat

menimbulkan peradangan atau inflamasi.

Penyakit ini bersifat resesif, sehingga apabila kedua orang tua

merupakan carier (pembawa) gen penyakit ini, maka satu dari

empat anak mereka kemungkinan dapat menderita cystic

fibrosis.

Sekitar 25% orang dengan cystic fibrosis kemungkinan

menderita polip hidung.

Rhinosinusitis Kronis 

Rhinosinusitis Kronis merupakan suatu proses peradangan yang

melibatkan satu atau lebih sinus paranasal yang biasanya terjadi

Page 3: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

setelah reaksi alergi atau infeksi virus pernapasan atas. Dalam

beberapa kasus, rhinosinusitis dapat terjadi karena adanya

peningkatan produksi bakteri pada permukaan rongga sinus.

Gejala penyakit ini dapat berupa rasa sakit pada wajah terutama

apabila di tekan, demam, sakit kepala, mulut berbau, batuk,

sakit tenggorokan dan dapat komplikasi ke telinga sehingga

dirasakan nyeri dan penuh pada telinga.

Adanya respon alergi, misalnya alergi terhadap obat aspirin atau

penghilang nyeri seperti ibuprofen (Advil, Motrin, lainnya) dan

naproxen (Aleve).

Churg-Strauss syndrome yaitu suatu kondisi langka yang

menyebabkan peradangan pada pembuluh darah

Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan

hipertrofi konka juga dicurigai sebagai salah satu faktor yang

mempermudah terjadinya polip nasi atau polip hidung.

Rhinitis Nonallergic dengan sindrom eosinofilia (NARES) – polip

nasal ditemukan 20% pada pasien dengan NARES 

Riwayat polip pada keluarga juga mungkin memainkan peran. Ada

beberapa bukti bahwa variasi genetik tertentu yang berkaitan dengan

fungsi sistem kekebalan tubuh sehingga memungkinkan terjadinya

polip yang diwariskan dala keluarga.

Sindrom Young

Sindrom Young yang juga dikenal sebagai infeksi

sinopulmonary Azoospermia, Sindrom Sinusitis-infertilitas dan

Sindrom Barry-Perkins-Young adalah suatu kondisi langka

yang mencakup kombinasi dari sindrom seperti bronkiektasis ,

rinosinusitis dan mengurangi kesuburan atau infertilitas.

Intoleranansi alkohol –ditemukan 50% pasien dengan polip hidung

Diskinesia cilia primer

Diskinesia cilia primer merupakan kelainan genetik langka

yang diturunkan secara autosomal resesif, dimana pada

kelainan ini dijumpai ketidaknormalan fungsi silia sehingga

timbul penumpukan lendir yang berlebih yang dapat

Page 4: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

mempermudah terjadinya infeksi oleh bakteri sehingga terjadi

reaksi peradangan atau inflamasi.

Manifestasi Klinis

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.

Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. 

Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia yaitu berkurangnya

kemampuan untuk mencium bau atau anosmia yaitu tidak mampu sama sekali

mencium bau.

Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke

hidung (menyumbat sinus paranasal). Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya

lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu lama berada di dalam sinus bisa mengalami

infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis dengan keluhan rinore, sakit kepala dan nyeri

pada muka biasanya pada daerah periorbita dan sinus maksila.

Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-sembuh, perubahan

pengecapan, sengau, sakit kepala dan dijumpai lendir yang menetes dari bagian

belakang hidung ke tenggorokan, yang dikenal sebagai post-nasal drip

Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di

hidung.

Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak

menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Pasien

polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar

memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang

kronik.

Pasien dengan polip soliter (hanya satu massa) seringkali hanya memperlihatkan

gejala obstruktif  hidung yang dapat berubah dengan perubahan posisi. 

Walaupun satu atau lebih polip yang muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala

akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat

Patofisiologi

Patogenesis polip hidung belum diketahui secara pasti. Terjadinya polip dihubungkan

dengan adanya inflamasi kronis, kelainan sistem saraf otonom, dan predisposisi

genetik. Teori-teori yang ada, pada umumnya beranggapan bahwa polip hidung

Page 5: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

merupakan hasil akhir inflamasi kronis. Oleh karena itu, kondisi-kondisi dengan

inflamasi kronis dalam rongga hidung dapat memicu terjadinya polip hidung.

Penelitian-penelitian pada umumnya menyatakan bahwa polip sangat berhubungan

erat pada penyakit non-alergi dibandingkan penyakit alergi. Secara statistik, polip

hidung lebih sering ditemukan pada penderita asma non-alergi (13%) dibandingkan

dengan asma alergi (5%), dan hanya 05% dari 3000 individu atopic yang mempunyai

polip hidung. 

Beberapa teori telah didalilkan untuk menjelaskan patogenesis polip hidung ,

meskipun tidak semuanya sesuai dengan fakta yang telah diketahui. Beberapa peneliti

percaya bahwa polip merupakan suatu exvaginasi dari mukosa normal sinus atau

hidung yang terisi dengan stroma edematous; sebagian mempercayai bahwa polip

merupakan kesatuan terpisah yang berasal dari mukosa. 

Berdasar tinjauan ulang literatur dan studi bioelectric pada polip, Bernstein

meyakinkan teori patogenesis polip hidung, berdasarkan teori lain dan informasi

Tos. Dalam teori Bernstein, dijelaskan bahwa perubahan inflamasi pertama-tama

terjadi pada dinding sinus lateral atau mukosa sinus sebagai hasil interaksi host

bakteri - virus yang menghasilkan turbulent airflow secara sekunder. Pada banyak

kasus, polip berasal dari kontak area pada meatus media, terutama pada cleft sempit

pada regio ethmoid anterior yang menghasilkan turbulent airflow, terutama bila

terjadi penyempitan akibat peradangan mukosa. Ulserasi atau prolaps submukosa

dapat terjadi dengan disertai reepithelialisasi serta pembentukan kelenjar baru. Selama

proses ini berlangsung, dapat terbentuk polip dari mukosa karena adanya proses

radang sel epitelium, sel endotelium vaskuler, dan fibroblas yang dapat

mempengaruhi integritas bioelectric sodium channel pada lumen sel epitel saluran

pernapasan mukosa hidung. Respon ini meningkatkan penyerapan sodium,

menyebabkan retensi air dan terjadinya pembentukan polip .

Teori lain menyatakan bahwa ada keterlibatan dari ketidak-seimbangan vasomotor

atau ruptur epithelial. Teori ketidak-seimbangan vasomotor mendalilkan peningkatan

pemeabilitas vaskuler dan regulasi vaskuler yang lemah dapat menyebabkan

detoksifikasi produk sel mast (misalnya, histamin). Hasil akhir produk-produk dalam

stroma polip yang ditandai dengan edema (terutama pada pedicle polip) diperburuk

dengan adanya obstruksi aliran vena. Teori ini berdasarkan pada cell-poor stroma

polip, yang mempunyai vascularisasi kurang baik dan inervasi vasokonstriktor yang

kurang. 

Page 6: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

Menurut Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

polip hidung diawali dengan ditemukannya edema mukosa yang kebanyakan terjadi di

daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga

mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang

sembab semakin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil

membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip. Polip dapat timbul pada hidung yang

tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan sinusitis,

tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan oleh infeksi

hidung dan sinus.  

Teori ruptur Epithel lain menyatakan bahwa ruptur epitelium mukosa nasal dapat

disebabkan oleh adanya peningkatan turgor jaringan pada penyakit (misalnya, alergi,

infeksi). Ruptur ini dapat menyebabkan prolaps mukosa lamina propria, sehingga

membentuk polip. Defek tersebut mungkin diperbesar dengan efek gravitasi atau

obstruksi aliran vena, sehingga dapat menyebabkan polip. Teori ini mirip dengan teori

Bernstein's tetapi memberikan penjelasan yang lebih sedikit tentang bagaiman

terjadinya pembesaran polip dibandingkan dengan teori sodium flux yang didukung

dengan data Bernstein. Sebenarnya Tidak ada teori yang sepenuhnya menggambarkan

penyebab radang.

Pasien dengan Cystis Fibrotik mempunyai defek pada chloride conductance channel

kecil, yang diregulasi oleh cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang dapat

menyebabkan transport klorida yang abnormal ke membran sel apikal pada sel

epitelium. Patogenesis polip hidung pada pasien dengan cystis fibrotik mungkin dapat

dihubungkan dengan adanya defek ini. 

Gambaran makroskopis dan mikroskopis histopatologi polip hidung

Gambaran makroskopis polip hidung

Secara makroskopik polip merupakan massa dengan permukaan licin, berbentuk bulat

atau lonjong, berwarna pucat keabu-abuan, lobular, dapat tunggal atau multipel dan

tidak sensitif (bila ditekan atau ditusuk tidak terasa sakit). 

Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke polip.

Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi

kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-

kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat. 

Page 7: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian atas hidung,

di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di

tempat-tempat ini mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan

dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Dari penelitian

Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari celah antara prosesus unsinatus,

konka media dan infundibulum.

Polip pada kedua rongga hidung Tempat tumbuhnya Polip

NASAL POLYPS FROM TWO

DIFFERENT PEOPLENASAL POLYPS FROM TWO

DIFFERENT PEOPLE

Gambaran mikroskopis histopatologik polip hidung

Secara mikroskopik epitel polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel

bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab, membran tipis epitel dasar,

dan beberapa ujung saraf, Stroma polip hidung bersifat edematosus. 

Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag, mukosa

mengandung sel-sel goblet. Vascularisasinya dan persarafannya buruk, kecuali pada

dasar polip. Hiperplasia kelenjar dapat menyebabkan dilatasi kistik dan degenerasi

kelenjar yang terdiri dari inspissated mucous. 

Page 8: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia sel epitel karena sering terkena

aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.

Sel Eosinofil merupakan sel yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 80-90% pada

inflamasi polip hidung. Eosinofil, yang ditemukan dalam polip hidung pada pasien

dengan asma bronkial dan alergi, terdiri dari granula dan produk toksin (misalnya,

leukotriena, eosinofilic cationic protein, major basofilic protein, platelet-activating

factor, eosinophilic peroxidases, other vasoactive substances dan chemotactic factors).

Faktor-faktor toksin ini bertanggung jawab atas terjadinya lisis epitel, kerusakan saraf,

dan ciliostasis. Granula Protein spesifik, leukotriena A4, dan platelet-activating factor

mungkin bertanggung jawab atas terjadinya edema mukosa dan hyperresponsiveness

Eosinofil dalam darah perifer dan di dalam mukosa normal hidung biasanya bertahan

3 hari. Pada kultur sel polip hidung, eosinofil dapat bertahan selama 12 hari. Delayed

apoptosis dari eosinofil dimediasi dengan blokade Fas receptors, dibantu oleh enzim

protease yang memulai proses kematian sel. Delayed apoptosis juga dimediasi dengan

peningkatan interleukin 5 (IL-5), IL-3, dan granulocyte-macrophage colony-

stimulating factor (GM-CSF) yang di sekresi oleh limfosit T, yang membantu

eosinophil bertahan dari kematian. 

Sel inflamasi neutrofil ditemukan 7% dari kasus polip hidung. Terjadinya polip jenis

ini berhubungan dengan Cystik Fibrotik, primary ciliary dyskinesia syndrome, atau

Young Sindrom. Polip ini tidak berespon terhadap kortikosteroid akibat kekurangan

kortikosteroid corticosteroid-sensitive eosinophils. Ditemukan degranulasi sel mast.

Terjadinya degranulasi mungkin dimediasi oleh suatu non-imunoglobulin E (IgE)-

mediated. Peningkatan jumlah sel plasma, limfosit, dan myofibroblasts juga

ditemukan.

Diagnosis

Anamnesa:

Manifestasi polip hidung tergantung dari ukurannya. Polip yang ukurannya kecil

mungkin tidak menimbulkan gejala-gejala dan hanya bisa diidentifikasi selama

pemeriksaan fisik. Polip letaknya posterior sering tidak terlihat pada rhinoscopy

anterior dengan menggunakan otoskop, kecuali jika ditemukan adanya gejala

simtomatik. Polip kecil yang terletak pada area di mana polip biasanya muncul

(misalnya meatus media) mungkin menunjukkan gejala-gejala disertai blokade

Page 9: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

saluran outflow sinus, dapat juga menyebabkan gejala-gejala sinusitis kronik atau

rekuren. 

Pada Polip hidung yang lebih besar, menyebabkan gejala klinik seperti hidung terasa

tersumbat dari yang ringan sampai berat, sehingga sukar bernafas dari hidung, sukar

membuang ingus, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri

pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Gejala sekunder yang dapat timbul

bila sudah disertai kelainan organ di dekatnya ialah sakit kepala, adanya post nasal

drip, nyeri muka, telinga rasa penuh, bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis,

rhinorrhea, mendengkur dan gangguan tidur yang dapat berakibat pada penurunan

kualitas hidup.

Adanya hyposmia atau anosmia yang menyertai gejala sinusitis kronis dapat menjadi

petunjuk adanya polip hidung. Epistaksis yang timbul bukan dari iritasi septum nasal

anterior (area Kiesselbach) biasanya tidak disertai polip multipel benigna dan lesi

pada kavitas nasal. 

Polip masif atau polip single yang besar, (misalnya, polip antral-choanal yang

mengobstruksi rongga hidung dan/atau nasofaring) dapat menyebabkan gejala

obstruksi saat tidur dan pernafasan kronis mulut. Polip masif yang terlihat pada CF

dan AFS jarang mempengaruhi struktur craniofacial dan menyebabkan proptosis,

hypertelorism, dan diplopia. Dalam suatu artikel, dilaporkan bahwa 40% dari anak-

anak dengan AFS menunjukkan adanya kelainan craniofacial, sedangkan pada orang

dewasa dengan AFS adalah 10%. Polip masif jarang memberi tekanan ekstrinsik yang

cukup pada saraf optik sehingga berakibat kurangnya ketajaman penglihatan. Karena

pertumbuhan polip masif pelan, maka biasanya tidak ditemukan adanya gejala

neurologik, sekalipun pada polip yang telah meluas ke rongga intracranial. 

Pemeriksaan fisik :

Pada inspeksi hidung luar dapat ditemukan adanya hidung yang tampak mekar oleh

karena pelebaran batang hidung yang disebabkan oleh adanya polip hidung yang

masif.

Pemeriksaan Rinoskopi anterior :

Page 10: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

Rinoskopi anterior mudah melihat polip yang sudah masuk ke dalam rongga

hidung. Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat,

polip yang masif seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar.

Dilakukan Pemeriksaan Rhinoscopy Anterior. Pada anak kecil, umumnya digunakan

handheld otoskop dan speculum otologic. Otoskop ditempatkan pada rongga hidung

sehingga terlihat turbinasi inferior septum anterior, dan area dalam rongga hidung

septum bagian tengah.

Meatus media sering kali dapat dilihat dengan rhinoscopy pada anak yang kooperatif

dan tanpa adanya ada edema mukosa atau secret pada rongga hidung anterior. Pada

pemeriksaan rinoskopi anterior dapat terlihat massa yang berwarna pucat yang berasal

dari meatus medius dan mudah digerakkan.

Rhinoscopy anterior polip nasi Rhinoscopy anterior polip nasi

Pada polip hidung benigna paling sering dijumpai pada meatus media. Dengan

melihat Meatus media, dapat diperkirakan adanya patologi dan memperkirakan

perlunya scan CT sinus, dibandingkan melakukan prosedur endoscopic yang mungkin

membuat pasien merasa tertekan.

Pemeriksaan Endoskopi :

Endoskopi dilakukan untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari

kompleks osteomeatal. memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip

berukuran kecil di meatus media.

Rigid or flexible endoscopy merupakan metoda terbaik untuk pemeriksaan rongga

hidung dan nasofaring untuk secara penuh dapat menilai anatomi hidung dan

menentukan tingkat dan lokasi polip hidung. Untuk anak kecil flexible

nasopharyngoscope fiberoptic sering digunakan karena lebih sedikit traumatis karena

Page 11: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

anak-anak mungkin menggerakkan kepala mereka karena merasa cemas atau tidak

nyaman.

Pada anak-anak dan remaja yang lebih kooperatif, rigid endoscopy dapat digunakan

untuk menilai meatus media dan sphenoethmoid recess. Dilakukan Pemberian

dekongestan dan anesthesia yang cukup pada rongga hidung sebelum melakukan

prosedur endoscopic pada anak yang berusia lebih dari 6 bulan.

Pada anak-anak, mengevaluasi dinding posterior rongga mulut dapat mengindikasikan

gejala-gejala polip hidung (misalnya, postnasal drip yang terjadi bersamaan dengan

sinusitis kronis). Polip yang besar atau adanya lesi pada rongga hidung dapat

memasuki oropharynx posterior lewat nasofaring; dapat juga menjadi lesi di balik

palatum dan uvula, dapat menekan palatum inferior dan anterior. Pemeriksaan

otoscopic polip hidung yang meluas dapat menyebabkan disfungsi tuba eustachian

sehingga dapat menyebabkan cairan dan infeksi dalam ruang telinga bagian tengah.

Pemeriksaan seksama sistem innervasi saraf kranium dan struktur craniofacial dapat

membantu menggambarkan perluasan lesi hidung yang potensial meluas pada struktur

penting sekitarnya.

rigid rhinoscopy pada cavum nasi anterior

kiri.rigid rhinoscopy pada cavum nasi anterior

kiri.

Pemeriksaan penunjang

Untuk membantu menegakkan diagnosa adanya polip hidung pada seseorang, dapat

dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti:

Laboratorium: 

o Berdasarkan Studi Laboratorium langsung, proses patologis dipercaya

bertanggung jawab pada terjadinya polip hidung .

Page 12: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

o Anak-anak dengan polip hidung yang berhubungan dengan sinusitis alergi

perlu mendapatkan evaluasi alergi; yaitu test serological radioalergosorben

(RAST) atau test alergi kulit. Mabry dan Marple menunjukkan adanya

penurunan kekambuhan polip hidung pada anak-anak yang telah mendapatkan

imunoterapi antigen sesuai dengan penyebab alerginya, oleh karena itu, test

alergi penting dalam AFS. 

o Melakukan test klorida atau test genetik Cystik Fibrosis pada setiap anak

dengan polip hidung multipel benigna.

o Ditemukannya Eosinofil pada hapusan hidung dapat digunakan untuk

membedakan penyakit sinus alergi dan non-alergi serta menandai apakah anak

tersebut memberikan respon terhadap glukokortikoid. Ditemukannya neutrofil

mengindikasikan adanya sinusitis kronis

CT SCAN

o Pemeriksaan ini dapat dipakai untuk melihat keadaan hidung dan sinus

paranasal secara jelas. Apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau

sumbatan pada kompleks osteomeatal. Pemeriksaan ini terutama diindikasikan

untuk kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada

komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah

endoskopi.

o Kriteria standar untuk mengevaluasi lesi di hidung, terutama polip hidung atau

sinusitis, adalah dengan potongan tipis (1-3 mm) CT scan pada daerah

maxillofacial, axis sinus, dan coronal plane. Pengukuran yang benar sehingga

menghasilkan CT yang kompatibel sehingga dapat digunakan sebagai

gambaran pemandu intraoperative. Gambar foto polos radiology tidak

mempunyai nilai penting apabila polip telah terdiagnosa.

Sinus dapat menunjukkan polyps (P) yang berada dalam sinus cavities. Polyp terlihat

menghalangi saluran outflow sinus tract yang merupakan penyebabpotensial infeksi berulang

dan nyeri.

Page 13: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

Pemeriksaan MRI

o Diperlukan pemeriksaan MRI pada pasien apabila dicurigai telah terjadi

perluasan intracranial atau perluasan polip hidung benigna.

o CT dan MRI dapat membantu diagnosa polip hidung; menggambarkan lesi

dalam rongga hidung, sinus-sinus, dan membatasi diagnosis diferensial pada

polip atau presentasi klinis yang tidak biasa.

o Cystik Fibrosis mempunyai suatu karakteristik bulging yang simetris pada

sebelah medial dinding lateral hidung.

o Suatu polip antral-choanal dapat menunjukkan opacified sinus maxillary

disertai penonjolan lesi yang berasal dari antrum maxillary ke koana

o Tumor seperti Rhabdomyosarcoma dapat menunjukkan adanya perluasan lesi

disertai dengan invasi mukosa sekitarnya.

o Kista Duktus Nasolakrimaris dapat menunjukkan adanya dilatasi pada Duktus

Nasolakrimaris

o Encephalocele dapat menunjukkan ekspansi pada region nasofrontal (foramen

caecum) disertai herniasi otak atau dura.

o Glioma dapat menunjukkan lesi hidung terisolasi mungkin mempunyai tangkai

berserat pada CNS.

Page 14: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

o Pasien dengan AFS memperlihatkan adanya area heterogen pada sinus-sinus

di CT scan dan MRI; area ini terdiri dari polip hidung dan alergic mucin

fungal. Allergic Mucin fungal ini terlihat hitam pada MRI. adanya penyakit

lain dapat mengacaukan hasil dari pemeriksaan ini.

Pemeriksaan Biopsi

Pemeriksaan ini diindikasikan jika ada massa unilateral pada pasien usia lanjut, jika

penampakan makroskopis menyerupai keganasan atau bila pada foto roentgen

terdapat gambaran erosi tulang.

Diagnosa Banding

Konka polipoid

o Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri – cirinya

sebagai berikut :

Tidak bertangkai

Sukar digerakkan

Nyeri bila ditekan dengan pinset

Mudah berdarah

Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).

o Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip

dan konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga

harus hati – hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler

karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik, meningkatkan tekanan

darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit

jantung lainnya.

Angiofibroma Nasofaring Juvenil

o Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan asal tumor ini

mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding posterolateral atap rongga

hidung. 

o Dari anamnesis diperoleh adanyakeluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis

berulang yang masif. Terjadi obstruksi hidung sehingga

timbul rhinorhea kronis yang diikuti gangguan penciuman. Oklusi pada tuba

Page 15: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia

menandakan adanya perluasan tumor ke intrakranial.

o Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa

tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai

merah muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan. Mukosa mengalami

hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi. 

o Pada pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihat gambaran

klasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus

Pterigoideus ke belakang. Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan

tampak perluasan tumor dan destruksi tulang sekitarnya. 

o Pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna akan memperlihatkan

vaskularisasi tumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan

kontraindikasi karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma Nasofaring

Juvenil banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki

Keganasan pada hidung

o Etiologi belum diketahui, diduga karena adanya zat-zat kimia seperti nikel,

debu kayu, formaldehid, kromium, dan lain-lain. Paling sering terjadi pada

laki-laki. 

o Gejala klinis berupa obstruksi hidung, rhinorhea, epistaksis, diplopia,

proptosis, gangguan visus, penonjolan pada palatum, nyeri pada pipi, sakit

kepala hebat dan dapat disertai likuorhea. 

o Pemeriksaan CT scan memperlihatkan adanya pendesakan dari massa tumor.

Pemeriksaan PA didapatkan 85% tumor termasuk selsquamous berkeratin

Klasifikasi Polip Hidung

Menurut Subhan Polip hidung terbagi menjadi 2 jenis yaitu:

o Polip hidung tunggal adalah jumlah polipnya hanya satu, berasal dari sel-sel

permukaan dinding sinus tulang pipi.

o Polip hidung Multiple adalah jumlah polip lebih dari satu berasal dari

permukaan dinding rongga tulang hidung bagian atas (etmoid).

Untuk kepentingan penelitian agar hasil pemeriksaan dan pengobatan dapat

dilaporkan dengan standar yang sama, Mackay dan Lund pada tahun 1997 membuat

pembagian stadium polip sebagai berikut:  

Page 16: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

o Stadium 0 : Tidak ada polip

o Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius

o Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung

tapi belum memenuhi rongga hidung

o Stadium 3 : Polip yang massif.

Terapi

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan yang

dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi berkurang,

mengurangi atau menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai asma,

mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk polip yang masih kecil (belum memenuhi rongga

hidung) yaitu dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang diberikan dengan dosis tinggi

dalam jangka waktu singkat. Dapat juga berupa kortikosteroid intranasal yang diberikan

selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, maka terapi ini diteruskan sampai polip dan

gejalanya hilang. Apabila tidak ada reaksi yang adekuat dari terapi kortikosteroid intranasal

maka terapi dapat ditambahkan dengan kortikosteroid sistemik, sehingga pengobatan bersifat

kombinasi. Contohnya adalah dengan pemberian Prednison 30 mg per hari selama seminggu

dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu. Pemberian kortikosteroid untuk

menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa.

Pemberian steroid oral dan topikal pada hidung merupakan terapi primer untuk polip

hidung. Antihistamin, dekongestan, dan cromolyn sodium memberikan sedikit

manfaat. Imunoterapi dapat berguna pada rhinitis alergi tetapi bila digunakan

sendirian, tidak selalu dapat menghilangkan polip hidung yang ada. Antibiotik

diberikan apabila ada superinfeksi bakteri.

Kortikosteroid merupakan obat terpilih, baik diberikan secara sistemik maupun

topikal. Injeksi langsung pada polip tidak disetujui oleh Food and Drug

Administration karena adanya laporan kehilangan penglihatan unilateral pada 3 pasien

setelah mendapatkan suntikan steroid intranasal dengan Kenalog. Keamanan

penggunaannya tergantung dari ukuran partikel spesifik obat. Bobot molekular yang

Page 17: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

besar seperti Aristocort sifatnya lebih aman dan lebih sedikit ditransfer ke daerah

intracranial. Hindari injeksi langsung dalam pembuluh darah. 

Penggunaan steroid oral merupakan terapi medis paling efektive pada polip hidung.

Pada orang dewasa, kebanyakan digunakan prednison (30-60 mg) selama 4-7 hari dan

kemudian dilakukan tappering off selama 1-3 minggu. Dosis bervariasi untuk anak-

anak, tetapi dosis maksimum biasanya adalah 1 mg/kg/bb untuk 5-7 hari, kemudian

dilakukan tappering off selama 1-3 minggu. Respon terhadap kortikosteroid

tergantung pada ada atau tidak adanya eosinofilia. Maka pasien dengan polip hidung

dan rhinitis alergi atau asma seharusnya berespon terhadap pengobatan ini. 

Pasien polip hidung tanpa dominasi eosinofilia (misalnya, pasien-pasien dengan

Cystik Fibrosis, primary ciliary dyskinesia syndrome, atau Young syndrome)

mungkin tidak berespon terhadap pengguanaan steroid. Penggunaan steroid oral

jangka panjang tidak dianjurkan karena mempunyai banyak efek potensial yang tak

diinginkan (misalnya, keterlambatan pertumbuhan, diabetes melitus, hipertensi, efek

psikotropik, efek GI, katarak, glaukoma, osteoporosis, dan nekrosis aseptik pada

kaput femoris). 

Penggunaan steroid topikal untuk polip hidung banyak dianjurkan, baik sebagai

pengobatan primer atau sekunder pada pemberian steroid Per Oral atau pembedahan.

Steroid hidung (misalnya, fluticasone, beclomethasone, budesonide) efektif untuk

menghilangkan gejala-gejala subjektif dan meningkatkan aliran udara ke hidung

ketika diukur secara obyektif (terutama pada double-blind plasebo- controlled

studies). Beberapa penelitian menyatakan bahwa fluticasone mempunyai onset lebih

cepat daripada beclomethasone. 

Pemberian kortikosteroid topikal secara umum menyebabkan lebih sedikit efek tak

diinginkan dibanding penggunaaan kortikosteroid sistemik karena pembentukan

bioavailabilitas yang terbatas. Pada penggunaan jangka panjang, terutama pada dosis

tinggi atau pada kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, mempunyai resiko supresi

axis hypothalamic-pituitary-adrenal, katarak, keterlambatan pertumbuhan, pendarahan

hidung, dan perforasi septum nasal (jarang). 

Seperti halnya pengobatan jangka panjang yang lain, perlu dilakukan monitoring

penggunaan kortisteroid spray. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang (lebih dari

5 tahun) dengan pemakaian beclomethasone menunjukkan tidak adanya degradasi

epitelium pada epitel normal pernapasan epitelium skuamosa pada rhinitis atrophic

kronis. Generasi steroid sistemik yang lebih baru (misalnya, fluticasone, Nasonex)

Page 18: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

memiliki bioavailibilitas lebih sedikit dibanding steroid hidung sebelumnya, seperti

beclomethasone. 

Antibiotika juga harus diberikan apabila didapatkan tanda-tanda infeksi. Pemberian

antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.

Selain itu, perlu diperhatikan juga pengobatan alergi bila merupakan penyebab

timbulnya polip.

Pembedahan

Untuk kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang

massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari

luasnya penyakit (besarnya polip, dan adanya sinusitis yang menyertai).

Intervensi pembedahan diperlukan pada anak-anak dengan polip hidung múltiple

benigna atau rhinosinusitis kronis yang gagal dengan pemberian terapi medis

maksimum. Polipectomy sederhana secara awal efektif membebaskan gejala-gejala

hidung, terutama untuk polip hidung terisolasi atau polip hidung yang kecil. Pada

polip hidung multipel benigna, polipectomy memiliki angka kekambuhan yang tinggi.

Polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal

dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan

dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk

polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila

tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk

polipektomi saja, atau disertai unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan

bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional lengkap. 

Alat mutakhir saat ini yang digunakan untuk membantu operasi polipektomi

endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat

menghancurkan dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung

cepat dengan trauma yang minimal.

Endoscopic Sinus Surgery (ESS) merupakan teknik yang lebih baik karena tidak

hanya mengangkat polip tetapi juga membuka celah dalam meatus media, yaitu

daerah yang paling sering membentuk polip, sehingga dapat menurunkan tingkat

kekambuhan. Perlu mengetahui luas daerah yang tepat saat pembedahan sehingga

dapat dilakukan ekstirpasi secara lengkap (Nasalide prosedur) atau aerasi sederhana

pada sinus. Prosedur ekstirpasi lebih efektive daripada aerasi sinus karena komplikasi

Page 19: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

yang timbul lebih rendah apabila dilakukan oleh ahli bedah. Penggunaan surgical

microdebrider membuat prosedur ini lebih cepat dan lebih aman, penyediaan gunting

jaringan yang tepat mengurangi hemostasis dengan visualisai yang lebih baik.

Pembedahan langsung jaringan yang terlihat pada CT scan saat dilakukan

pembedahan. Pasien pasien dengan penyakit seperti CF primary ciliary dyskinesia

syndrome, atau Young syndrome dapat langsung memulai pembedahan tanpa perlu

perawatan medis ekstensive, karena biasanya penyakit ini tidak berespon terhadap

pemberian kortikosteroid. Setelah jaringan yang sakit diangkat dari rongga hidung

dan sinus, sistem paru-paru biasanya akan membaik. Penggunaan image-guided

system memandu untuk mengetahui lokasi yang tepat pada intranasal, sinus, orbital,

dan struktur intracranial pada pembedahan atau revisi polip hidung. 

Polip hidung terjadi 6-48% pada anak-anak dengan CF. Pembedahan dilakukan

apabila anak-anak tersebut menunjukkan gejala simtomatik. Kekambuhan polip

hidung pada CF hampir besifat universal, sehingga sering diperlukan pembedahan

ulang tiap beberapa tahun, sehingga pasien perlu mendapat konseling preoperative

tentang adanya kemungkinan ini. 

Untuk lesi selain polip hidung benigna yang menjadi polip hidung, polip tersebut

harus di biopsi atau diangkat, tergantung dari proses perjalanan penyakit. 

Untuk persiapan prabedah, sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan

kortikosteroid untuk meredakan inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan

berkurang, dengan demikian lapang-pandang operasi lebih baik dan kemungkinan

trauma dapat dihindari. Pasca bedah perlu kontrol yang baik dan teratur mengunakan

endoskop, dan telah terbukti bahwa pemberian kortikosteroid intranasal dapat

menurunkan kekambuhan.

Komplikasi

Polip hidung Massive atau polip single yang besar (eg, antral-choanal polip) yang

mengobstructsi Cavum nasi dan/atau nasopharynx dapat menyebabkan gejala

obstructive tidur dan pernafasan mulut chronic. Jarang, polip hidung massive, pada

CF dan pada AFS dapat mempengaruhi structure craniofacial. Hal ini dapat

mengakibatkan proptosis, hypertelorism, dan diplopia

Pada suatu article publikasi, pengarang melaporkan 40% anak-anak (dibandingkan

10% pada dewasa) dengan AFS yang disertai abnormalittas craniofacial. polip osis

Page 20: Tinpus POLIP HIDUNG.docx

Massive jarang menyebabkan kompresi extrinsic yang cukup pada nerve optic

sehingga tajam penglihatan berkurang. Newcomber melaporkan bahwa 3 dari 82

pasien dengan AFS mempunyai perubahan penglihatan akibat compresi nerve optic

pada sinus sphenoid setelah pengangkatan polip hidung. Bagaimanapun, karena polip

s bertumbuh pelan, bisanya tidak menimbulkan gejala neurological, meskipuntelah

meluas ke intracranial cavity.

Prognosis

Rekurensi Polip hidung sering terjadi setelah terapi medis atau therapy bedah jika ada

polip multipel benigna. polip single yang besar (eg, antral-choanal polip) bersifat

kurang rekuren.