Pneumonia

53
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang berkembang maupun di negara maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Di Indonesia, influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor enam 1 . Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi serta menjadi penyebab penyakit umum terbanyak. Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia. Manifestasi klinik menjadi sangat berat pada pasien dengan usia sangat muda, manula serta pada pasien dengan kondisi kritis 2 . Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh Page 1 of 53

description

Pneumonia

Transcript of Pneumonia

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangInfeksi saluran napas bawah merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang berkembang maupun di negara maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Di Indonesia, influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor enam1.Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi serta menjadi penyebab penyakit umum terbanyak. Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia. Manifestasi klinik menjadi sangat berat pada pasien dengan usia sangat muda, manula serta pada pasien dengan kondisi kritis2.Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di afrika dan asia tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia3.Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi pneumonia tahun 2013 sebesar 4,5 persen. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%). Period prevalensi pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita dengan pneumonia yang berobat hanya 1,6 per mil. Insiden tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%)2. Melihat prevalensi pneumonia yang cukup tinggi, maka diperlukan penanganan secara tepat dan cepat. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang lebih banyak mengenai pneumonia4.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiPneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis anak pada anak sulit membedakan pneumonia bacterial dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis2.

2.2. EpidemiologiMenurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi pneumonia tahun 2013 sebesar 4,5 persen. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%). Period prevalensi pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita dengan pneumonia yang berobat hanya 1,6 per mil. Lima provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8%), Sulawesi Barat (34,8%), dan Kalimantan Tengah (32,7%). Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%)4.

2.3. Faktor Resiko Faktor dasar (fundamental) yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah : 1. Kemiskinan yang luas. Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk. 2. Derajat kesehatan rendah. Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekuat memperburuk derajat kesehatan. 3. Status sosio-ekologi buruk. Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah. 4. Pembiayaan kesehatan sangat kecil. Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang. Sebagai gambaran kesenjangan pembiayaan kesehatan adalah sbb: di seluruh dunia 87% pembiayaan kesehatan di pakai hanya untuk 16% jumlah penduduk di negara berpenghasilan tinggi. Sisanya (13%) pembiayaan di pakai untuk sebagian besar (84%) penduduk di negara berpenghasilan rendah. Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak adekuat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang 5. Proporsi populasi anak lebih besar. Di negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan pencegahan pneumonia terutama pada aspek pembiayaan. Faktor-dasar di atas tidak berdiri sendiri melainkan berupa sebab-akibat, saling terkait dan saling mempengaruhi yang terkait sebagai faktor-risiko pneumonia pada anak. Rudan, et al 2008 melaporkan 3 kelompok faktor- risiko yang mempengaruhi insidens pneumonia pada anak. Faktor-risiko tersebut adalah faktor-risiko yang selalu ada (definite risk factors), faktor-risiko yang sangat mungkin (likely risk factors), dan faktor risiko yang masih mungkin (possible risk factors). Faktor-risiko yang selalu ada (definite) meliputi gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak ada/tidak memberikan ASI, polusi udara dalam-ruang, dan pemukiman padat. Faktor-risiko ini seharusnya diperhatikan secara serius dan perlu intervensi-segera agar penurunan insidens pneumonia berdampak signifikan pada penurunan Angka Kematian Anak-Balita8.

2.4. EtiologiUsia pasien merupakan factor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Spectrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri gram negative seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebisella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneummoniae,, Haemophillus influenza tipe B dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia3.

Tabel 2.1. Etiologi Pneumonia pada AnakUsia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir (0 hari) sampai 20 hari Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri anaerob

Streptoccus group B Streptoccous group D

Listeria monocytogenes Haemophilllus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Virus

Virus sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu sampai 3 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae tipe B

Virus Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus

Respiratory Syncytial Virus Virus sitomegalo

4 bulan sampai 5 tahun Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis

Virus Staphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

5 tahun sampai remaja Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

Tanda serta gejala yang lazim dijumpai pada pneumonia adalah demam, tachypnea, takikardia, batuk yang produktif, serta perubahan sputum baik dari jumlah maupun karakteris tiknya. Selain itu pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau, inspirasi yang tertinggal pada pengamatan naik-turunnya dada sebelah kanan pada saat bernafas. Mikroorganisme penyebab pneumonia meliputi: bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur. Pneumonia oleh karena virus banyak dijumpai pada pasien immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang menginfeksi adalah virus saluran napas seperti RSV, Influenza type A, parainfluenza, adenovirus2.

2.5. PatofisiologiUmumnya mikroorganisme terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran napas. Selanjutnya akan terjadi respon berupa empat tahap dari penumonia yaitu5:1. Kongesti (4-12 jam), ditandai dengan adanya eksudat serosa yang masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. 2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya), ditandai dengan tampakan paru yang merah dan bergranula karena sel darah merah, fibrin, PMN, cairan edema, dan mikroorganisme mengisi alveoli.3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari), yaitu ditandai dengan paru yang tampak kelabu karena deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. 4. Resolusi (7-11 hari), ditandai dengan eksudat yang mengalami lisis, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, mikroorganisme penyebab dan debris menghilang.Pemberian antibiotik sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, sehingga stadium khas yang telah diuraikan tadi tidak terjadi lagi. Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan paru (bronkopneumonia), dan pada anak yang lebih besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses kecil sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil, karena Staphylococcus aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi bakteri. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius. Penumotokel dapat menetap selama berbulan-bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut3.

2.6. KlasifikasiPneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto dada. Dalam program penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat penyakit6.Dalam MTBS/IMCI, anak dengan batuk diklasifikasikan sebagai penyakit sangat berat (pneumonia berat) dan pasien harus dirawat-inap; pneumonia yang berobat jalan, dan batuk: bukan pneumonia yang cukup diberi nasihat untuk perawatan di rumah. Derajat keparahan dalam diagnosis pneumonia dalam buku ini dapat dibagi menjadi pneumonia berat yang harus di rawat inap dan pneumonia ringan yang bisa rawat jalan6.

Tabel 2.2. Hubungan antara Diagnosis klinis dan Klasifikasi-Pneumonia (MTBS)DIAGNOSIS (KLINIS)KLASIFIKASI (MTBS)

Pneumonia berat (rawat inap): tanpa gejala hipoksemia dengan gejala hipoksemia dengan komplikasi Penyakit sangat berat(Pneumonia berat)

Pneumonia ringan (rawat jalan) Pneumonia

Infeksi respiratorik akut atasBatuk: bukan pneumonia

Pneumonia ringanDiagnosis Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas cepat: pada anak umur 2 bulan 11 bulan: 50 kali/menit pada anak umur 1 tahun 5 tahun : 40 kali/menit Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat

Pneumonia beratDiagnosisBatuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini: Kepala terangguk-angguk Pernapasan cuping hidung Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll)Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini: Napas cepat: Anak umur < 2 bulan : 60 kali/menit Anak umur 2 11 bulan : 50 kali/menit Anak umur 1 5 tahun : 40 kali/menit Anak umur 5 tahun : 30 kali/menit Suara merintih (grunting) pada bayi muda Pada auskultasi terdengar: Crackles (ronki) Suara pernapasan menurun Suara pernapasan bronkial Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai: Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya Kejang, letargis atau tidak sadar Sianosis Distres pernapasan beratUntuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda (misalnya: pemberian oksigen, jenis antibiotik)6.

Ditinjau dari asal patogen, maka pneumonia dibagi menjadi tiga macam yang berbeda penatalaksanaannya. 1. Community acquired pneumonia (CAP) Merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau panti jompo. Patogen umum yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia, H. influenzae, bakteri atypical, virus influenza, respiratory syncytial virus (RSV). Pada anak-anak patogen yang biasa dijumpai sedikit berbeda yaitu adanya keterlibatan Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, di samping bakteri pada pasien dewasa. 2. Nosokomial Pneumonia Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah sakit. Patogen yang umum terl ibat adalah bakt eri nosokomial yang resisten terhadap antibiotika yang beredar di rumah sakit. Biasanya adalah bakteri enterik golongan gram negatif batang seperti E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp. Pada pasien yang sudah lebih dulu mendapat terapi cefalosporin generasi ketiga, biasanya dijumpai bakteri enterik yang lebih bandel seperti Citrobacter sp., Serratia sp., Enterobacter sp.. Pseudomonas aeruginosa merupakan pathogen yang kurang umum dijumpai, namun sering di jumpai pada pneumonia yang fulminan. Staphylococcus aureus khususnya yang resisten terhadap methicilin seringkali dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU. 3. Pneumonia Aspirasi Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi sekret oropharyngeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan. Patogen yang menginfeksi pada Community Acquired Aspiration Pneumoniae adalah kombinasi dari flora mulut dan flora saluran napas atas, yakni meliputi Streptococci anaerob. Sedangkan pada Nosocomial Aspiration Pneumoniae bakteri yang lazim dijumpai campuran antara Gram negatif batang + S. aureus + anaerob2. Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada. Gambaran adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan standar yang memastikan diagnosis. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dengan shift to the left. Sedangkan evaluasi mikrobiologis dilaksanakan dengan meme riksa kultur sputum (hati-hati menginterpretasikan hasil kultur, karena ada kemungkinan terkontaminasi dengan koloni saluran pernapasan bagian atas). Pemeriksaan mikrobiologis lainnya yang lazim dipakai adalah kultur darah, khususnya pada pasien dengan pneumonia yang fulminan, serta pemeriksaan Gas Darah Arteri (Blood Gas Arterial) yang akan menentukan keparahan dari pneumonia dan apakah perlu tidaknya dirawat di ICU2.

2.7. Manifestasi Kinis Sebagian besar Gambaran klinis pneumonia anak-balita berkisar antara ringan sampai sedang hingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil berupa penyakit berat mengancam kehidupan dan perlu rawat-inap. Secara umum Gambaran klinis pneumonia diklasifikasi menjadi 2 kelompok. Pertama, gejala umum misalnya demam, sakit kepala, maleise, nafsu makan kurang, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare. Kedua, gejala respiratorik seperti batuk, napas cepat (tachypnoe/ fast breathing), napas sesak (retraksi dada/chest indrawing), napas cuping hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia merupakan tanda klinis pneumonia berat. Anak pneumonia dengan hipoksemia 5 kali lebih sering meninggal dibandingkan dengan pneumonia tanpa hipoksemia8. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi nonifeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis. Secara umum gambaran klinis pneumonia adalah sebagai berikut3: Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dinding dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti perkusi pekak, suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala biasanya lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

2.8. DiagnosisDiagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan serologis merupakan dasar untuk terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan pemeriksan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, diagnosis pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, lebih dari satu gejala respiratori berikut: takipnea, batuk, sesak, napas cuping hidung, retraksi dinding dada, ronki, dan suara napas yang melemah3.Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit berat mendadak dengan demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah napas cepat dan sulit bernapas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengik. Balita yang menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik napas/inspirasi yang dikenal sebagai lower chest wall indrawing. Gejala pada anak usia muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan minum terganggu9. Diagnosis pneumonia dipastikan dengan foto dada (X-ray) dan uji laboratorium, namun pada tempat-tempat yang tidak mampu melaksanakannya, kasus dugaan pneumonia dapat ditetapkan secara klinis dari gejala klinis yang ada. Pedoman untuk temuan kasus pneumonia dari WHO telah ada sehingga dengan cara yang sederhana dan mudah, pemberi pelayanan dapat berperan penting dalam mengenal secara dini gejala pneumonia pada balita dan memberikan pengobatan secara tepat. Pelaksanakan tatalaksana pneumonia secara efektif telah diteliti di banyak negara berkembang akan menurunkan kejadian dan kematian karena pneumonia10. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah apabila seorang anak batuk dan sulit bernapas, untuk mencegah menjadi berat dan kematian, anak tersebut harus segera mendapatkan pertolongan sesuai dengan pedoman tatalaksana9.

2.9. Pemeriksaan Penunjang Darah Perifer LengkapPada pneumonia yang disebabkan oleh virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna lagi.c. Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.d. Pengggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu.e. Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada bagian bawa ke dalam yang berat atau napas >70/menit) tidak ditemukan lagi.f. Sebaiknya memeriksa setiap 3 jam bahwa kateter atau prongs tidak tersumbat oleh mukus dan berada ditempat yang benar serta memastikan semua sambungan baik.4. Perawatan penunjanga. Bila anak disertai demam ( 39 C) beri parasetamol.b. Bila ditemukan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepatc. Bila terdapat sekret kental ditenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan.d. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak, tetapi hati-hati terhadap kelebihan cairan.e. Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.f. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering, jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan resiko pneumonia aspirasi. g. Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri makanan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak dalam menerimanya.5. Pemantauana. Anak diperiksa perawat paling sedikit setiap 4 jam dan oleh dokter paling sedikit 1 kali sehari.b. Jika tidak ada komplikasi maka dalam 2 hari akan tampak perbaikan klinis (bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada, bebas demam, anak dapat makan dan minum)

6. Kriteria pulang menurut idaia. Gejala dan tanda pneumonia menghilangb. Asupan per oral adekuatc. Pemberian antibiotik dapat dilanjutkan dirumah (peroral)d. Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrole. Kondisi rumah memadai perawatan lanjutan dirumah

Tabel 2.3. Pedoman Tatalaksana Kasus Pneumonia Pada AnakGejalaDiklasifikasikan SebagaiPengobatan

Nafas cepat (*) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam Stridor pada anak dalam keadaan tenangPneumonia berat Segera rujuk ke rumah sakit untuk pemebrian suntikan antibiotika dan pemebrian oksigen bila diperlukan. Berikan 1 dosis antibiotika yang tepat,

Nafas cepat (*)

Pneumonia tidak berat Berikan antibiotika yang tepat untuk diminum Nasihati ibu dan beritahu bila harus kembali untuk kunjungan kontrol.

Tak ada nafas cepatBukan pneumonia (penyakit paru lain) Nasihati ibu dan beritahu ibu kapan harus kembali bila gejala menetap atau keadaan memburuk

(*) Disebut napas cepat, apabila: Anak usia < 2 bulan bernapas 60 kali atau lebih per menit Anak usia 2 bulan sampai 11 bulan bernapas 50 kali atau lebih per menit Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun bernapas 40 kali atau lebih per menit2.10. PencegahanUpaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non-imunisasi. Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi merupakan pencegahan non-spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor-risiko seperti polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan gizi dan dan lain-lain9. Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia9.

2.11. KomplikasiKomplikasi pneumonia pada anak meliputi empyema torasis, pericarditis purulenta, pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empyema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri3.Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasive seperti EKG, ekokardiografi dan pemeriksaan enzim3.

2.12. PrognosisSebagian besar anak-anak yang mengalami peumonia sembuh dengan cepat dan sempurna. Kelainan pada radiografi kembali normal dalam waktu 6 sampai 8 minggu. Dalam beberapa kasus, pneumonia dapat bertahan lebih dari 1 bulan atau mungkin berulang. Pneumonia berat yang disebebabkan oleh adenovirus dapat mengakibatkan obliterans bronkiolitis, merupakan suatu proses inflamasi subakut di mana saluran udara kecil digantikan oleh jaringan parut. Sindrom paru hiperlusen unilateral, atau Swyer-James Syndrome merupakan gejala sisa dari pneumonia yang menyebabkan nekrosis jaringan paru dikaitkan dengan infeksi adenovirus tipe 217.

BAB 3LAPORAN KASUS

3.1 Identitas a. Identitas PasienNama lengkap : Ni Luh ArianiUmur : 9 bulanJenis kelamin: PerempuanAlamat : NarmadaStatus dalam Keluarga: Anak KandungNo RM: 539761b.Identitas keluarga: IbuAyah

NamaNi Ketut SarianiI Wayan Budi Ardika

Umur18 tahun21 tahun

PendidikanSMPSMP

Pekerjaan-Buruh Tani

c. Masuk RS tanggal : 30 Mei 2014d.Diagnosis Masuk : Pneumoniae.Keluar RS tanggal : 4 Juni 2014f.Lama Perawatan : 5 harig.Keadaan saat KRS : Rawat jalan

3.2. Anamnesis Tanggal 2 Mei 2014, Heteroanamnesis dari ibu pasiena.Keluhan Utama: Sesak Nafasb.Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien diantar keluarganya ke RSUP NTB dengan keluhan sesak napas. Pasien merupakan rujukan dari SOKA Klinik Narmada dengan diagnosis pneumonia berat. Pasien datang dengan keluhan utama sesak dengan bunyi grok-grok. Sesak mulai muncul pada jam 19.00 tanggal 31 mei 2014. Pasien mengalami kebiruan pada kaki dan tangan ketika sesak nafas terjadi. Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk dan pilek serta demam yang naik turun dan sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami batuk yang berdahak dan muntah setelah episode batuk. Menurut ibu pasien, pasien buang air besar lancar dan normal, sehari pasien buang air besar 1-2 kali, dengan konsistensi lunak, berwarna kuning kecoklatan, tidak ditemukan darah (buang air besar berwarna merah atau hitam), tidak ditemukan lendir. Pasien buang air kecil lancar dan normal, 3-4 kali perhari, berwarna kuning jernih, dan tidak berwarna merah seperti teh.

c. Riwayat Penyakit SebelumnyaPasien pernah dirawat intensif di NICU selama 50 hari karena terdapat masalah pernafasan. Pasien tidak pernah mengalami sesak lagi sejak terakhir kali di rawat di NICU.

d.Riwayat Penyakit Keluarga dan Sosial Ibu pasien mengaku memiliki sesak yang biasanya dicetuskan oleh karena dia terlalu lelah.

e. Riwayat Keluarga (Ikhtisar)Pasien merupakan anak pertama .

f. Riwayat PengobatanSebelum pasien dibawa ke RSUP NTB, pasien sempat berobat ke SOKA Klinik dan diberikan obat yang dimasukan melalui anus dan tindakan nebulisasi.

g. Riwayat Pribadi1. Riwayat Kehamilan dan PersalinanPasien merupakan anak pertama dari ibu dengan riwayat G1A0P1A1. Pasien lahir premature dengan usia kehamilan 7 bulan. Pasien lahir pervaginam dengan berat 1000 gr, kemudian pasien langsung dirawat intensif di NICU selama 50 hari karena masalah pernapasan. Ibu pasien mengaku memeriksakan kehamilannya secara rutin dan melakukan pemeriksaan USG sebanyak 3x selama masa kehamilan.

2. Riwayat Nutrisi Selama pasien dirawat di NICU, pasien diberikan ASI yang diperah dari ibunya, setelah keluar dari NICU pasien disarankan untuk diberikan susu formula supaya mencukupi kebutuhan bayi. Saat usia 7 bulan pasien mulai diberikan makanan tambahan dalam bentuk bubur.

3. Riwayat Vaksinasi Pasien sudah mendapatkan imunisasi wajib sesuai dengan program pemerintah kecuali campak yang dilihat dari buku KIA yang ditunjukkan oleh ibu pasien.

4. Sosial Ekonomi dan LingkunganKeluarga pasien termasuk sosial-ekonomi rendah, bapak pasien bekerja sebagai seorang petani. Pasien tinggal berlima bersama orang tua serta kakek dan neneknya. Pasien tinggal di daerah perkebunan. Sumber air minum diperoleh dari sumber mata air dan dimasak terlebih dahulu. Bapak dan kakek pasien adalah seorang perokok.

3. 3. Pemeriksaan Fisik Tanggal 2 Juni 2014a. Status PresentKU: SedangKesadaran : Compos MentisRR: 52 kali permenitNadi: 124 kali permenitT ax: 36,0 CSPO2: 99% dengan O2 1 lpmUsia : 9 bulanb. Status Gizi Berat badan lahir: 1 kg Berat badan sekarang : 8 kg Panjang badan : 63 cm Lingkar kepala: 43 cm Usia lahir: 7 bulan Usia sekarang: 9 bulan Umur Koreksi: 6 bulan Kesimpulan status gizi : BB/U= 0 SD sampai 2 SD gizi baik PB/U= -2 SD sampai 0 SD normal BB/PB= > 2SD gemuk

c. Status General :Kepala dan Leher 1. KepalaBentuk : normochepali (-2SD sampai dengan 0 SD menggunakan kurva nellhaus)2. Mata a. Konjungtiva kanan dan kiri tidak tampak anemisb. Sklera kanan dan kiri tidak tampak ikterusc. Pupil kanan dan kiri isokord. Refleks pupil kanan dan kiri normale. Kornea tampak jernih3. Telinga a. Bentuk: telinga kanan dan kiri tampak simetris, tidak ditemukan deformitasb. Sekret: tidak ditemukan adanya sekret pada telinga kanan dan kiri4. Hidung a. Bentuk : hidung tampak simetrisb. Pernafasan cuping hidung: tidak adac. Tidak tampak sekret pada lubang hidung kanan dan kiri5. Mulut a. Bibir: mukosa bibir berwarna kemerahan dan basah dengan6. Leher Tidak tampak pembesaran kelenjar getah pada leher pasienThorak1. Inspeksi: pergerakan dinding dada tampak simetris antara kanan dan kiri, tampak retraksi subcostal minimal2. Palpasi: pergerakan dinding dada simetris, tidak ada ketertingaalan gerak3. Perkusi: sonor di kedua lapang paru4. Auskultasi :i. Pulmo: terdapat rhonki basah halus di kedua lapang paru, tidak terdengar wheezing di kedua lapang paru.ii. Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)Abdomen1. Inspeksi: perut tidak tampak distensi, tidak tampak adanya masa2. Auskultasi: Bising usus normal3. Perkusi: Timpani di semua kuadran4. Palpasi: tidak teraba masa, turgor normal

EkstremitasTungkai AtasTungkai Bawah

KananKiriKananKiri

Akral hangat++++

Edema----

Kelainan bentuk----

3.4. Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (tanggal 30 Juni 2014)ParameterNilai Rujukan

HGB11,8 g/dlL 13,0 - 18,0

RBC 5,26 x 106/uLL 4,5 - 5,5

HCT 35,3 %L 40,0 - 50,0

MCV 67,1 fL82,0 - 92,0

MCH22,4 pg27,0 - 31,0

MCHC33,4 g/dl32,0 - 37,0

WBC26,58 x 103/uL4,0 11,0

PLT364 x 103/uL150 400

Pemeriksaan Radiologi

Tampak infiltrate parahiler pada daerah dextra, sela iga melebar Bayangan jantung menghilang, tidak jelas Kesan : bronchopneumonia

3.5. ResumePasien perempuan, berusia 9 bulan, dengan berat badan 8 kg, status gizi gemuk, datang dengan keluhan utama sesak dengan bunyi grok-grok. Sesak mulai muncul pada jam 19.00 tanggal 31 mei 2014. . Pasien mengalami kebiruan pada kaki dan tangan ketika sesak nafas terjadi. Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk dan pilek serta demam yang naik turun dan sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami batuk yang berdahak dan muntah setelah episode batuk. Sebelum pasien dibawa ke RSUP NTB, pasien sempat berobat ke SOKA Klinik dan diberikan obat yang dimasukan melalui anus dan tindakan nebulisasi.Pasien pernah dirawat intensif di NICU selama 50 hari karena terdapat masalah pernafasan. Pasien tidak pernah mengalami sesak lagi sejak terakhir kali di rawat di NICU. Terdapat riwayat keluarga dengan keluhan serupa yaitu ibu pasien mengaku memiliki sesak yang biasanya dicetuskan oleh karena dia terlalu lelah.Didapatkan keadaan umum sedang, RR: 52 kali permenit, nadi: 124 kali permenit, Tax: 36,0C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan retraksi subcostal minimal, rhonki basah halus di kedua paru pada bagian basal.

3.6Diagnosis Bronchopneumonia

3.7TerapiTerapi IGD Pct supp 80 mg Nebu 1 x pada pukul 20.00 O2 2 lpmInstruksi untuk perawat ruangan O2 2 lpm D5 NS 14 tpm mikro Ampicillin 4 x 100 mg Chloramphenicol 3 x 200 mg Pct dop 1 cc x 3Terapi Sp.A O2 1 lpm D5 NS 20 tpm mikro Ampicillin 4 x 200 mg Chloramfenicole 3 x 200 mg Combivent tiap 8 jam Paracetamol k/p 5 ml

3.8Follow UP PasienSabtu, 31 Mei 2014

Subyektif Sesak Batuk Pilek Pasien tidak demam

Obyektif Ku: sedang Nadi: 130 x / menit RR: 48 x/menit Tax: 35,5 C SPO2 : 94% dengan O2 2lpm Tidak tampak napas cuping hidung Tampak retraksi subcostal minimal Terdengar rhonki basah halus di kedua paruAssessment BronchopneumoniaPlanninga. O2 1 lpmb. D5 NS 20 tpm mikroc. Ampicillin 4 x 200 mgd. Chloramphenicole 3 x 200 mge. Combivent tiap 8 jamf. Paracetamol k/p 5 ml

Senin, 2 Juni 2014

Subyektif Batuk Sesak (-) Pilek (-) Pasien tidak demam pasien masih mau menyusuObyektif Ku : sedang Nadi : 148 x / menit RR : 42 x/menit Tax : 36,1 C SPO2: 92% dengan oksigen 1 liter per menit Tidak tampak napas cuping hidung Tampak retraksi subcostal minimal Terdengar rhonki basah halus di kedua paruAssessment BronchopneumoniaPlanninga. O2 1 lpmb. D5 NS 20 tpm mikroc. Ampicillin 4 x 200 mgd. Chloramphenicole 3 x 200 mge. Combivent tiap 8 jamf. Paracetamol k/p 5 ml

Selasa, 3 Juni 2014

Subyektif Batuk (-) Sesak (-) Pilek (-) Pasien tidak demam pasien masih mau menyusuObyektif Ku : sedang Nadi : 145 x / menit RR : 46 x/menit Tax : 35,8 C SPO2 : 99% dengan oksigen 1 liter permenit Tidak tampak napas cuping hidung Tidak tampak retraksi subcostal minimal Terdengar rhonki basah halus di kedua paruAssessment BronchopneumoniaPlanninga. O2 affb. D5 NS 20 tpm mikroc. Ampicillin 4 x 200 mgd. Chloramphenicole 3 x 200 mge. Combivent tiap 8 jamf. Paracetamol k/p 5 ml

Rabu, 4 Juni 2014

Subyektif Batuk (-) Sesak (-) Pilek (-) Pasien tidak demam Pasien masih mau menyusu Obyektif Ku : sedang Nadi : 138 x / menit RR : 42 x/menit Tax : 36,2 C Tidak tampak napas cuping hidung Tidak tampak retraksi minimal Tidak terdengar rhonki basah halusAssessment BronchopneumoniaPlaning Pasien diperbolehkan pulang

BAB 4PEMBAHASAN

4.1. PembahasanPada kasus ini, pasien didiagnosis dengan bronchopneumonia. Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru, (sebelah distal dari bronkiolus terminalis bronkiolus respirtorius dan alveoli) disertai konsolidasi jaringan paru. Pneumonia masih menjadi masalah kesehatan utama masyarakat indonesia karena pneumonia merupakan penyebab kematian kedua tertinggi setelah diare diantara balita. Secara garis besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur.Diagnosis pneumonia ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Diagnosis bronchopneumonia didapat berdasarkan hasil anamnesis bahwa pasien dikeluhkan menderita sesak napas tanggal 31 mei 2014 pada pukul 19.00 wita. Pasien juga mengalami batuk dan pilek serta demam yang naik turun dan sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami batuk yang berdahak dan muntah setelah episode batuk. Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan napas cepat (berjumlah 52 kali permenit) diserati rhonki basah halus di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan radiologi ditemukan infiltrate parahiler pada daerah dextra dan batas jantung yang tidak jelas sehingga menunjukkan kesan bronchopneumoni.Penatalaksanaan bronchopneumonia dilakukan dengan pemberian oksigen, pemberian cairan intravena bertujuan untuk pemberian nutrisi parenteral (lansung masuk ke dalam sistem sirkulasi), jalur pemberian obat. Pemberian antibiotik, dipilih ampicillin dan chlorampenicole karena merupakan antibiotic lini pertama dalam mengobati pneumonia dan merupakan antibiotic spectrum luas. Chloramphenicol diberikan karena pasien berusia lebih dari 2 bulan.Combivent dipilih karena fentolin tidak tersedia dan juga combivent ditanggung oleh jaminan karena pasien merupakan pasien BPJS.Page 35 of 36