Pneumonia (2).pdf

25
PNEUMONIA Tia_Sabrina (06-038) Pneumonia Defininisi Pneumonia Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme, baik oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Adapun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Klasifikasi Pneumonia Tipe pneumonia berdasarkan sumber kuman, yaitu: Pneumonia komuniti, pneumonia yang didapat di masyarakat (Community Acquired Pneumonia) Pneumonia nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia) Pneumonia Aspirasi Pneumonia Imunocompromised Klasifikasi pneumonia berdasarkan penyebabnya, yaitu: Pneumonia bakterial / tipikal : staphylococcus, streptococcus, Hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas, dll Pneumonia atipical : mycoplasma, legionella, dan chlamydia Pneumonia virus Pneumonia jamur Klasifikasi pneumonia berdasarkan predileksi, yaitu: Pneumonia lobaris, lobularis Bronkopneumonia Pleuropneumonia Pneumonia interstitiel Patogenesis Pneumonia Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru karena adanya aktivitas mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembangbiak menimbulkan pernyakit. Mikroorganisme masuk saluran napas, dengan cara: Inokulasi langsung Penyebaran melalui pembuluh darah Inhalasi bahan aerosol Kolonisasi di permukaan mukosa Bakteri masuk ke alveoli menyebabkan reaksi radang, sehingga timbullah edema di seluruh alveoli, infiltrasi sel-sel PMN (polimorfonuclear), dan diapedesis eritrosit. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli. Dengan bantuan lekosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit. Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain: Zona luar: alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema. Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah. Zona konsolidasi luar: daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak. Zona resolusi: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, lekosit dan alveolar makrofag. Sehingga, terlihat adanya 2 gambaran, yaitu: Red hepatization: daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan Gray hepatization: daerah konsolidasi yang luas Diagnosis Pneumonia Anamnesis Demam menggigil Suhu tubuh meningkat Batuk berdahak mukoid atau purulen Sesak napas Kadang nyeri dada Pemeriksaan Fisik Tergantung luas lesi paru Inspeksi: bagian yang sakit tertinggal Palpasi: fremitus dapat mengeras Perkusi: redup Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan ronki basah halus sampai ronki basah kasar pada stadium resolusi. Pemeriksaan Penunjang Gambaran radiologis: foto toraks PA/ lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram. Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah lekosit lebih dari 10.000/ul kadang dapat mencapai 30.000/ul. Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan darah, dan serologi. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut asidosis respiratorik. Penilaian Derajat Keparahan Pneumonia Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan Patient Outcome Research Team (PORT). Penilaian skor PORT ini meliputi Faktor demografi Usia Laki-laki, nilainya = umur (tahun) – 10 Perempuan, nilainya = umur (tahun) Perawatan di rumah, nilainya 10 Adanya penyakit penyerta berupa: Keganasan, nilainya 30 Penyakit hati, nilainya 20 Gagal jantung kongestif, nilainya 10 Penyakit CV, nilainya 10 Penyakit ginjal, nilainya 10 Pemeriksaan fisis Perubahan status mental, nilainya 20 Pernapasan lebih dari atau sama dengan 30 kali per menit, nilainya 20 Tekanan darah sistolik kurang dari atau sama dengan 90 mmHg, nilainya 20 Suhu tubuh kurang dari 35°C atau lebih dari atau sama dengan 40°C, nilainya 15 Nadi lebih dari atau sama dengan 125 kali per menit, nilainya 10 Hasil laboratorium / radiologi Analisis gas darah arteri didapatkan pH sebesar 7,35, nilainya 30 BUN lebih dari 30 mg/dl, nilainya 20 Natrium kurang dari 130 mEq/liter, nilainya 20 Glukosa lebih dari 250 mg/dl, nilainya 10 Hematokrit kurang dari 30 %, nilainya 10 PO2 kurang dari atau sama dengan 60 mmHg, nilainya 10 Efusi pleura, nilainya 10 Penatalaksanaan Pneumonia Indikasi rawat inap penderita pneumonia, antara lain: Skor PORT lebih dari 70 Bila skor PORT kurang dari 70, dengan kriteria seperti pada kriteria minor. Pneumonia pada pengguna NAPZA Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia berdasarkan ATS. Kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih dari kriteria di bawah ini. Kriteria Minor Pneumonia Frekuensi pernapasan lebih dari 30 kali per menit PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan adanya kelainan bilateral Foto toraks paru melibatkan lebih dari 2 lobus Tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg Tekanan diastolik kurang dari 60 mmHg Kriteria Mayor Pneumonia Membutuhkan ventilasi mekanik Infiltrat bertambah lebih dari 50 % Membutuhkan vasopressor lebih dari 4 jam Kreatinin serum lebih dari sama dengan 2 mg/dl; atau, peningkatan lebih dari sama dengan 2 mg/dl pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis. Kriteria perawatan intensif penderita pneumonia, antara lain:

Transcript of Pneumonia (2).pdf

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    PneumoniaDefininisi Pneumonia

    Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme, baik oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Adapun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.

    Klasifikasi Pneumonia

    Tipe pneumonia berdasarkan sumber kuman, yaitu:

    Pneumonia komuniti, pneumonia yang didapat di masyarakat (Community Acquired Pneumonia)

    Pneumonia nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia)

    Pneumonia Aspirasi

    Pneumonia Imunocompromised

    Klasifikasi pneumonia berdasarkan penyebabnya, yaitu:

    Pneumonia bakterial / tipikal : staphylococcus, streptococcus, Hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas, dll

    Pneumonia atipical : mycoplasma, legionella, dan chlamydia

    Pneumonia virus

    Pneumonia jamur

    Klasifikasi pneumonia berdasarkan predileksi, yaitu:Pneumonia lobaris, lobularisBronkopneumoniaPleuropneumoniaPneumonia interstitiel

    Patogenesis PneumoniaDalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru karena adanya aktivitas mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi

    ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembangbiak menimbulkan pernyakit. Mikroorganisme masuk saluran napas, dengan cara:Inokulasi langsungPenyebaran melalui pembuluh darahInhalasi bahan aerosolKolonisasi di permukaan mukosa

    Bakteri masuk ke alveoli menyebabkan reaksi radang, sehingga timbullah edema di seluruh alveoli, infiltrasi sel-sel PMN (polimorfonuclear), dan diapedesis eritrosit. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli. Dengan bantuan lekosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit. Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain:Zona luar: alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema.Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.Zona konsolidasi luar: daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak.Zona resolusi: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, lekosit dan alveolar makrofag.

    Sehingga, terlihat adanya 2 gambaran, yaitu:Red hepatization: daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahanGray hepatization: daerah konsolidasi yang luas

    Diagnosis Pneumonia

    AnamnesisDemam menggigilSuhu tubuh meningkatBatuk berdahak mukoid atau purulenSesak napasKadang nyeri dada

    Pemeriksaan FisikTergantung luas lesi paruInspeksi: bagian yang sakit tertinggalPalpasi: fremitus dapat mengerasPerkusi: redup

    Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan ronki basah halus sampai ronki basah kasar pada stadium resolusi.

    Pemeriksaan PenunjangGambaran radiologis: foto toraks PA/ lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram.Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah lekosit lebih dari 10.000/ul kadang dapat mencapai 30.000/ul.Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan darah, dan serologi.Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut asidosis respiratorik.

    Penilaian Derajat Keparahan Pneumonia

    Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan Patient Outcome Research Team (PORT). Penilaian skor PORT ini meliputi

    Faktor demografi

    UsiaLaki-laki, nilainya = umur (tahun) 10Perempuan, nilainya = umur (tahun)

    Perawatan di rumah, nilainya 10

    Adanya penyakit penyerta berupa:Keganasan, nilainya 30Penyakit hati, nilainya 20Gagal jantung kongestif, nilainya 10Penyakit CV, nilainya 10Penyakit ginjal, nilainya 10

    Pemeriksaan fisisPerubahan status mental, nilainya 20Pernapasan lebih dari atau sama dengan 30 kali per menit, nilainya 20Tekanan darah sistolik kurang dari atau sama dengan 90 mmHg, nilainya 20Suhu tubuh kurang dari 35C atau lebih dari atau sama dengan 40C, nilainya 15

    Nadi lebih dari atau sama dengan 125 kali per menit, nilainya 10

    Hasil laboratorium / radiologiAnalisis gas darah arteri didapatkan pH sebesar 7,35, nilainya 30BUN lebih dari 30 mg/dl, nilainya 20Natrium kurang dari 130 mEq/liter, nilainya 20Glukosa lebih dari 250 mg/dl, nilainya 10Hematokrit kurang dari 30 %, nilainya 10PO2 kurang dari atau sama dengan 60 mmHg, nilainya 10Efusi pleura, nilainya 10

    Penatalaksanaan Pneumonia

    Indikasi rawat inap penderita pneumonia, antara lain:Skor PORT lebih dari 70Bila skor PORT kurang dari 70, dengan kriteria seperti pada kriteria minor.Pneumonia pada pengguna NAPZA

    Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia berdasarkan ATS. Kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih dari kriteria di bawah ini.

    Kriteria Minor PneumoniaFrekuensi pernapasan lebih dari 30 kali per menitPaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHgFoto toraks paru menunjukkan adanya kelainan bilateralFoto toraks paru melibatkan lebih dari 2 lobusTekanan sistolik kurang dari 90 mmHgTekanan diastolik kurang dari 60 mmHg

    Kriteria Mayor PneumoniaMembutuhkan ventilasi mekanikInfiltrat bertambah lebih dari 50 %Membutuhkan vasopressor lebih dari 4 jamKreatinin serum lebih dari sama dengan 2 mg/dl; atau, peningkatan lebih dari sama dengan 2 mg/dl pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.

    Kriteria perawatan intensif penderita pneumonia, antara lain:

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    Paling sedikit 1 dari 2 gejala minor tertentu, yaitu membutuh ventilasi mekanik; atau, membutuhkan vasopresor lebih dari 4 jam.Atau 2 dari 3 gejala minor tertentu, yaitu nilai PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg; foto toraks menunjukkan adanya kelainan bilateral; dan, tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg.

    Pengobatan Pneumonia

    Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya.

    Karena beberapa alasan, yaitu:Penyakit yang berat dapat mengancam jiwaBakteri patogen yang berhasil di isolasi belum tentu sebagai penyebab pneumoniaHasil pembiakan bakteri memerlukan waktu

    maka, pemberian antibiotika dilakukan secara empiris.

    Untuk Penisilin Sensitif Streptococcus Pneumoniae (PSSP), dapat diberikan:Golongan penisilinTMP-SMZMakrolid

    Untuk Penisilin Resisten Streptococcus Pneumoniae (PRSP), dapat diberikan:Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)Sefotaksim, Sefriakson dosis tinggiMakrolid baru dosis tinggiFluorokuinolon respirasi

    Untuk Pseudomonas aeruginosa, dapat diberikan:AminoglikosidSeftazidim, Sefoperason, SefepimTikarsilin, PiperasilinKarbapenem : Meropenem, ImipenemSiprofloksasin, levofloksasin

    Untuk Methicillin Resistent Staphylococcus Aureus (MRSA), dapat diberikan:VankomisinTeikoplanin

    Linezolid

    Untuk Hemophilus influenza, dapat diberikan:TMP-SMZAzithromisinSefalosporin gen.2 atau 3Fluorokuinolone respirasi

    Untuk Legionella, dapat diberikan:MakrolidFluorokuinoloneRafampicin

    Untuk Mycoplasma pneumoniae, dapat diberikan:DoksisiklinMakrolidFluorokuinolone

    Untuk Chlamydia pneumoniae, dapat diberikan:DoksisiklinMakrolidFluorokuinolone

    Komplikasi Penumonia

    Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumonia, antara lain:Efusi pleuraEmpiemaAbses paruPneumothoraksGagal napasSepsis

    oOOoPneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela.

    Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO,

    sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita tertinggi, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS.

    Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-kantong udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Karena inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.

    Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia.

    Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

    Menurut dokter spesialis paru dari RSIA Hermina Jatinegara, Dr. Bambang Supriyatno SpA(K),

    perbedaan mendasar antara pneumonia dengan TBC terletak pada jenis mikroorganisme yang menginfeksi. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus ), katanya. Bambang menyebutkan, bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp. Sedangkan, vIrus misalnya virus influensa. Pada TBC, jenis mikroorganisme yang menginfeksinya adalah mikrobakterium tuberculosis, sambungnya. Rentannya anak terkena penyakit pneumonia umumnya dikarenakan lemahnya atau belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh balita. Oleh sebab itu, mikrorganisme atau kuman lebih mudah menembus pertahanan tubuh.

    Jenis bakteri pneumococcus atau pneumokok belakangan semakin populer seiring kian dikenalnya jenis penyakit Invasive Pneumococcal Disease (IPD). Selain pneumonia, yang termasuk IPD adalah radang selaput otak (meningitis) atau infeksi darah (bakteremia). "Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pneumokok, kerap menimbulkan komplikasi dan mengakibatkan penderita juga terkena meningitis atau bakteremia," kata Bambang.

    Dokter spesialis anak dari RSAB Harapan Kita, Dr. Attila Dewanti SpA menjelaskan bahwa bakteri pneumokok ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokan, menembus jaringan mukosa lalu masuk ke pembuluh darah, mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru dan selaput otak. Akibatnya, timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak, tambahnya.

    Gejala khususnya adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen.

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    Namun, gejala awalnya yang tergolong sederhana seringkali membuat orangtua kurang waspada terhadap penyakit ini. Orang tua sering datang terlambat membawa anaknya ke dokter. Karena gejala awal panas dan batuk, orang tua sering mengobati sendiri dirumah dengan obat biasa, bila sudah sesak baru dibawa ke dokter, jelas Atilla. Karenanya dokter spesialins bagian neurologi anak ini menyatakan sebaiknya bila anak sakit panas tinggi dan batuk, segeralah ke dokter untuk dicari tahu penyebabnya.

    Diagnosa dan Pengobatan

    Diagnosis pneumonia dilakukan dengan berbagai cara. Pertama dengan pemeriksaan fisik secara umum. Setelah itu ada pula pemeriksaan penunjuang seperti rontgen paru dan pemeriksaan darah. Penanganan pneumonia pun dapat dilakukan dengan beberapa cara. Umumnya pengobatan dengan pemberian antibiotik. Penderita pneumonia dapat sembuh bila diberikan antibiotik yg sesuai dengan jenis kumannya, hanya saja perlu dosis tinggi dan waktu yg lama, papar Atilla.

    Namun, bakteri Streptococcus pneumoniae mulai resisten atau kebal terhadap beberapa jenis antibiotik. Bahkan kawasan Asia dinyatakan sebagai hot zone, yakni daerah dengan tingkat resistensi tinggi untuk bakteri pneumokok. Oleh sebab itu apabila pneumonia yang dialami cukup parah, penanganannya juga dilakukan dengan cara opname. Dengan perawatan khusus di rumah sakit, pasien bisa mendapatkan istirahat dan pengobatan yang lebih intensif, atau bahkan terapi oksigen sebagai penunjang. Selain itu penderita pneumonia juga membutuhkan banyak cairan untuk mencegahnya dari dehidrasi. Cairan ini bisa diperoleh dengan cara banyak minum air putih maupun melalui infus.

    Untuk pneumonia oleh virus sampai saat ini belum ada panduan khusus, meski beberapa obat antivirus telah digunakan. Kebanyakan pasien juga bisa diobati dirumah. Biasanya dokter yang menangani pneumonia akan memilihkan obat sesuai pertimbangan masing-masing, setelah suhu pasien kembali normal, dokter akan menginstruksikan pengobatan lanjutan untuk mencegah kekambuhan. Soalnya, serangan berikutnya

    bisa lebih berat dibanding yang pertama. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah.

    Pada beberapa kasus, Atilla menerangkan bahwa pneumonia yang sudah mengalami komplikasi tersebut bisa meninggalkan berbagai efek samping. Anak dapat mengalami berbagai efek samping seperti gangguan kecerdasan, gangguan perkembangan motorik, gangguan pendengaran dan keterlambatan bicara, paparnya. Walaupun demikian, Bambang tetap meyakinkan bahwa anak dengan pneumonia juga bisa sembuh total dan hidup dengan normal.

    Pencegahan

    Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangannya. Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita kedalam 2 kelompok usia. Yaitu, usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia) dan usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.

    Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pneumonia ini antara lain batuk-pilek biasa, pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Ungkapan klasik bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati benar-benar relevan dengan penyakit pneumonia ini. Mengingat pengobatannya yang semakin sulit, terutama terkait dengan meningkatkan resistensi bakteri pneumokokus, maka tindakan pencegahan sangatlah dianjurkan.

    Pencegahan penyakit IPD, termasuk pneumonia, dapat dilakukan dengan cara vaksinasi pneumokokus atau sering juga disebut sebagai vaksin IPD. Menurut Atilla yang juga bertugas di klinik khusus tumbuh kembang

    anak RSAB Harapan kita, peluang mencegah Pneumonia dengan vaksin IPD adalah sekitar 80-90%.

    Adapun mengenai waktu ideal pemberian vaksin IPD, menurut penjelasan Atilla adalah sebanyak 4 kali, yakni pada saat bayi berusia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan diulang lagi pada usia 12 bulan. Atilla menguatkan bahwa vaksin itu aman dan dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain seperti Hib, MMR maupun Hepatitis B.

    Selain imunisasi, pencegahan pneumonia menurut Bambang adalah dengan menjaga keseimbangan nutrisi anak. Selain itu, upayakan agar anak memiliki daya tahan tubuh yang baik, antara lain dengan cara cukup istirahat juga olahraga, jelasnya.

    Pneumonia oleh Bakteri

    Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.

    Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang eksterm, pasien akan mengigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahan vaksinnya pun sudah tersedia.

    Pneumonia oleh virus

    Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian

    atas-terutama pada anak-anak- gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.

    Namun, bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan. Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu, selama 12 - 136 jam, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru.

    Pneumonia mikoplasma

    Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal ( Atypical Penumonia ). Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.

    Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun dengan sedikit lendir. Demam dan menggigil hanya muncul di awal, dan pada beberapa pasien bisa mual dan muntah. Rasa lemah baru hilang dalam waktu lama.

    Pneumonia Jenis Lain

    Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii pnumonia ( PCP ) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP bisa diobati pada banyak kasus. Bisa saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan kemudian, namun pengobatan yang

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    baik akan mencegah atau menundah kekambuhan. Pneumonia lain yang lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu maupun jamur. Rickettsia- juga masuk golongan antara virus dan bakteri-menyebabkan demam Rocky Mountain, demam Q, tipus, dan psittacosis. Penyakit-penyakit ini juga mengganggu fungsi paru, namun pneumonia tuberkulosis alis TBC adalah infeksi paru paling berbahaya kecuali dioabati sejak dini.

    oOOo

    ORGANISASI Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengungkap, angka kematian anak akibat pneumonia lebih banyak dibandingkan jumlah total kematian karena AIDS, malaria, dan cacar air. Padahal vaksinasi bisa mencegah penyakit itu.

    Tercatat lebih dari satu juta bayi dan balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia. Dengan kata lain, satu dari lima kematian anak dan balita disebabkan pneumonia.

    Sekitar tiga per empat jumlah kasus pneumonia balita terdapat di 15 negara, termasuk Indonesia yang menempati urutan ke-6. Dengan angka kematian total 6 juta anak.

    "Pneumonia menjadi masalah signifikan di banyak negara, terutama di negara dengan angka kematian balita yang tinggi," kata Kepala Divisi Kesehatan UNICEF, Peter Salama.

    Pneumonia adalah bagian dari penyakit infeksi pneumokokus invasif (IPD) yang merupakan sekelompok penyakit karena bakteri streptococcus pneumoniae. Kuman pneumokokus dapat menyerang paru-paru, selaput otak, atau masuk ke pembuluh darah hingga mampu menginfiltrasi organ lainnya. IPD bisa berdampak pada kecacatan permanen berupa ketulian, gangguan mental, kemunduran intelegensi, kelumpuhan, dan gangguan saraf, hingga kematian.

    "Bakteri pneumokokus dulu bisa dimatikan dengan antibiotik. Belakangan, bakteri ini kebal terhadap antibiotik sehingga menyulitkan pengobatan," sebut

    Ketua Divisi Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Dr Soedjatmiko SpA(K) MSi.

    Tingginya angka kematian akibat pneumonia sekaligus membuktikan masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi sebagai langkah pencegahan.

    Soedjatmiko mengemukakan, setiap tahun sekitar 3 juta orang meninggal akibat berbagai penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi.

    Imunisasi dianjurkan sedini mungkin supaya lebih efektif sehingga unsur perlindungannya mencapai level optimal. Oleh karena itu, bayi disarankan diimunisasi PCV mulai usia bayi 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, lalu diberikan satu dosis lagi pada usia 12-15 bulan sebagai penguat.

    "Itu adalah jadwal idealnya, tapi kalaupun sudah lewat tidak masalah. Lebih baik telat daripada tidak diberikan sama sekali. Vaksin ini masih dapat diberikan hingga usia 9 tahun," papar dokter yang juga menjabat Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) ini.

    Menurut Peter Salama, negara dengan angka kematian balita yang tinggi, terutama akibat pneumonia pada anak, menjadi prioritas utama. Hal itu merujuk pada negara dengan lebih dari 50 kematian per 1.000 kelahiran hidup anak balita, maupun negara dengan lebih dari 50.000 kematian balita per tahun.

    "Indonesia dengan 58 kematian per 1.000 kelahiran hidup, masuk kategori direkomendasikan," sahut Soedjatmiko seraya mengungkapkan bahwa IDAI juga telah menerbitkan rekomendasi dan petunjuk pemakaian vaksin pneumokokus sejak bulan Juni 2006.

    IPD dapat menyerang siapa saja dan di mana saja. Hanya, kelompok usia paling rentan menderita IPD adalah bayi dan anak-anak usia kurang dari dua tahun. Ditandai dengan gejala demam tinggi, menggigil, batuk, dan sesak napas.

    Kasus kejadiannya amat tinggi pada usia kurang dari dua tahun, lalu kian berkurang pada remaja dan dewasa. Namun kembali meninggi lagi di usia lanjut.

    "Itulah sebabnya, imunisasi PCV tak hanya melindungi si bayi yang diimunisasi, juga proteksi bagi anggota keluarga lain," tandas Dr Soedjatmiko SpA(K) MSi.

    Adapun cara penularan bakteri pneumokokus, antara lain melalui percikan ludah melalui udara saat bersin, batuk atau berbicara.(sindo//tty)

    oOOoBanyak gejala batuk dan pilek yang mirip dengan gejala penyakit lain. Periksa dulu dengan gejala lain yang menyerupai berikut ini .

    CroupGejala: Batuk menggonggong di malam hari, dan dengik berdana tinggi ketika anak menarik napas, hidung meler, demam penanganan: Duduk di kamar mandi dan berikan air hangat melalui shower selama 15-20 menit akan membantunya bernapas. Kapan harus menghubungi dokter: Bila anak benar-benar sulit bernapas atau dengik berlanjut lebih dari 5 menit atau malah lebih buruk.

    Bronchiolitis ( RSV)Gejalanya: hidung meler, lekas marah, hilang selera makan, demam, batuk, suara dengik ketika anak bernapas. Penanganan: Banyak cairan dan istirahat. Pada kasus yang serius, anak-anak ( khususnya bayi) mungkin dirawat di rumah sakit untuk menerima oksigen, cairan, atau obat. Kapan harus menghubungi dokter : Bila bayi anda sulit bernapas, lendir yang kental, ada tanda-tanda dehidrasi, tidak aktif seperti biasanya atau menolak menyusu.

    PnaeumoniaGejala: Demam, gejala pilek yang bertahan lebih dari seminggu dan terus memburuk, batuk basah dan berlendir, sakit di dada atau perut, menggigil, napas tersengal-sengal, kelelahan. Penanganan : Antibiotika ( jika disebabkan bakteri), sementara pneumonia yang

    disebabkan virus dibiarkan saja. Asetaminofen atau ibu protein bisa membantu meredakan rasa nyeri dan demam. Kapan harus menghubungi dokter: Segera setelah anda mencurigai anak menderita pneumonia. Anak anda mungkin butuh Xray untuk diagnosa.

    Batuk rejan ( pertusis)Gejala: Batuk yang bertahan lebih dari satu menit dalam pernapasan di antara batuk, dan ada suara dengik saat dia mengambil napas. Penanganan : Antibiotika, istirahat, serta pelembab udara untuk mengencerkan lendir serta melegakan jalur pernapasan. Kapan harus menghubungi dokter: Sesegera mungkin. Anak dibawah 6 bulan mungkin perlu dirawat dirumah sakit. Bila dia berusia lebih tua, dia butuh antibiotika sesegera mungkin

    oOOo

    Pneumonia is a general term that refers to an infection of the lungs, which can be caused by a variety of microorganisms, including viruses, bacteria, fungi, and parasites.

    Often pneumonia begins after an upper respiratory tract infection (an infection of the nose and throat). When this happens, symptoms of pneumonia begin after 2 or 3 days of a cold or sore throat.Signs and Symptoms

    Symptoms of pneumonia vary, depending on the age of the child and the cause of the pneumonia. Some common symptoms include:feverchillscoughunusually rapid breathingbreathing with grunting or wheezing soundslabored breathing that makes a child's rib muscles retract (when muscles under the rib cage or between ribs draw inward with each breath)vomitingchest painabdominal paindecreased activityloss of appetite (in older children) or poor feeding (in infants)

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    in extreme cases, bluish or gray color of the lips and fingernails

    Sometimes a child's only symptom is rapid breathing. Sometimes when the pneumonia is in the lower part of the lungs near the abdomen, there may be no breathing problems at all, but there may be fever and abdominal pain or vomiting.

    When pneumonia is caused by bacteria, an infected child usually becomes sick relatively quickly and experiences the sudden onset of high fever and unusually rapid breathing. When pneumonia is caused by viruses, symptoms tend to appear more gradually and are often less severe than in bacterial pneumonia. Wheezing may be more common in viral pneumonia.

    Some types of pneumonia cause symptoms that give important clues about which germ is causing the illness. For example, in older children and adolescents, pneumonia due to Mycoplasma (also called walking pneumonia) is notorious for causing a sore throat and headache in addition to the usual symptoms of pneumonia.

    In infants, pneumonia due to chlamydia may cause conjunctivitis (pinkeye) with only mild illness and no fever. When pneumonia is due to whooping cough (pertussis), the child may have long coughing spells, turn blue from lack of air, or make a classic "whoop" sound when trying to take a breath.Description

    Pneumonia is a lung infection that can be caused by different types of germs, including bacteria, viruses, fungi, and parasites. Although different types of pneumonia tend to affect children in different age groups, pneumonia is most commonly caused by viruses. Some viruses that cause pneumonia are adenoviruses, rhinovirus, influenza virus (flu), respiratory syncytial virus (RSV), and parainfluenza virus (the virus that causes croup).Incubation

    The incubation period for pneumonia varies, depending on the type of virus or bacteria causing the infection.

    Some common incubation periods are: respiratory syncytial virus, 4 to 6 days; influenza, 18 to 72 hours.Duration

    With treatment, most types of bacterial pneumonia can be cured within 1 to 2 weeks. Viral pneumonia may last longer. Mycoplasmal pneumonia may take 4 to 6 weeks to resolve completely.Contagiousness

    The viruses and bacteria that cause pneumonia are contagious and are usually found in fluid from the mouth or nose of an infected person. Illness can spread when an infected person coughs or sneezes on a person, by sharing drinking glasses and eating utensils, and when a person touches the used tissues or handkerchiefs of an infected person.Prevention

    There are vaccines to prevent infections by viruses or bacteria that cause some types of pneumonia.

    Children usually receive routine immunizations against Haemophilus influenzae and pertussis (whooping cough) beginning at 2 months of age. (The pertussis immunization is the "P" part of the routine DTaP injection.) Vaccines are now also given against the pneumococcus organism (PCV), a common cause of bacterial pneumonia.

    Children with chronic illnesses, who are at special risk for other types of pneumonia, may receive additional vaccines or protective immune medication. The flu vaccine is strongly recommended for children with chronic illnesses such as chronic heart or lung disorders or asthma, as well as otherwise healthy children.

    Because they are at higher risk for serious complications, infants who were born prematurely may be given treatments that temporarily protect against RSV, which can lead to pneumonia in younger children.

    Doctors may give prophylactic (disease-preventing) antibiotics to prevent pneumonia in children who have been exposed to someone with certain types of

    pneumonia, such as pertussis. Children with HIV infection may also receive prophylactic antibiotics to prevent pneumonia caused by Pneumocystis carinii.

    Antiviral medication is now available, too, and can be used to prevent some types of viral pneumonia or to make symptoms less severe.

    In addition, regular tuberculosis screening is performed yearly in some high-risk areas because early detection will prevent active tuberculosis infection including pneumonia.

    In general, pneumonia is not contagious, but the upper respiratory viruses that lead to it are, so it is best to keep your child away from anyone who has an upper respiratory tract infection. If someone in your home has a respiratory infection or throat infection, keep his or her drinking glass and eating utensils separate from those of other family members, and wash your hands frequently, especially if you are handling used tissues or dirty handkerchiefs.When to Call Your Child's Doctor

    Call your child's doctor immediately if your child has any of the signs and symptoms of pneumonia, but especially if your child:is having trouble breathing or is breathing abnormally fasthas a bluish or gray color to the fingernails or lipshas a fever of 102 degrees Fahrenheit (38.9 degrees Celsius), or above 100.4 degrees Fahrenheit (38 degrees Celsius) in infants under 6 months of ageProfessional Treatment

    Doctors usually make the diagnosis of pneumonia after a physical examination. The doctor may possibly use a chest X-ray, blood tests, and (sometimes) bacterial cultures of mucus produced by coughing when making a diagnosis.

    In most cases, pneumonia can be treated with oral antibiotics given to your child at home. The type of antibiotic used depends on the type of pneumonia.

    Children may be hospitalized for treatment if they have pneumonia caused by pertussis or other bacterial pneumonia that causes high fevers and respiratory distress. They may also be hospitalized if supplemental oxygen is needed, if they have lung infections that may have spread into the bloodstream, if they have chronic illnesses that affect the immune system, if they are vomiting so much that they cannot take medicine by mouth, or if they have recurrent episodes of pneumonia.Home Treatment

    If your child's doctor has prescribed antibiotics for bacterial pneumonia, give the medicine on schedule for as long as the doctor directs. This will help your child recover faster and will decrease the chance that infection will spread to other household members.

    Don't force a child who's not feeling well to eat, but encourage your child to drink fluids, especially if fever is present. Ask your child's doctor before you use a medicine to treat your child's cough because cough suppressants stop the lungs from clearing mucus, which may not be helpful in some types of pneumonia.

    If your child has chest pain, try a heating pad or warm compress on the chest area. Take your child's temperature at least once each morning and each evening, and call the doctor if it goes above 102 degrees Fahrenheit (38.9 degrees Celsius) in an older infant or child, or above 100.4 degrees Fahrenheit (38 degrees Celsius) in an infant under 6 months of age.

    Check your child's lips and fingernails to make sure that they are rosy and pink, not bluish or gray, which is a sign that your child's lungs are not getting enough oxygen.Pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar balita dan menjadi masalah kesehatan di negara berkembang , termasuk Indonesia. Vaksinasi merupakan upaya terpenting untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas akibat penyakit ini .

    Perkembangan kesehatan respirasi anak di negeri ini tak luput dari perhatian Prof.Dr. Mardjanis Said SpA(K). Lebih dari 30 tahun, ia menekuni bidang

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    kesehatan anak khususnya respirologi. Selama itu pula penyakit infeksi pernapasan terutama pneumonia menjadi masalah kesehatan anak dan penyebab kematian balita terbesar di Indonesia.

    Pneumonia merupakan 'predator ' balita nomor satu di negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia diseluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 2,2 juta. Dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Persentase ini terbesar bahkan bila dibandingkan dengan diare (17 persen) dan malaria (8 persen).

    Di Indonesia, prevalensi pneumonia pada balita cenderung meningkat. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia meningkat, berkisar 18,5 -38,8 persen. "Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga menjadi persoalan negera berkembang yang kondisi lingkungannya buruk dan malnutrisi" kata Prof. dr. Mardjanis Said SpA,, pada pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di Aula FKUI, 29 April lalu.

    Dalam orasinya yang bertema "Pneumonia Penyebab Utama Mortalitas Anak Balita: Tantangan dan Harapan", Prof. Mardjanis memaparkan perkembangan pneumonia di Indonesia. Pneumonia tergolong penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Penyakit ini dipicu oleh berbagai mikroorganisme terutama bakteri dan virus pada saluran pernafasan, jaringan paru dan adneksanya. Tapi etiologi pasti mikrobiologisnya sukar didapat. Di negara maju, menurut British Thoracic Society, 20-60 persen etiologi pneumonia tidak terindentifikasi. Pada beberapa studi melaporkan bahwa pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun bakteri utama penyebab pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae (S. pneumoniae), Hemophilus influenzae tipe b (Hib), dan Staphilococcus aureus (S. aureus). Penelitian di beberapa negara berkembang menunjukan bahwa S. pneumoniae dan Hib merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga hasil isolasi, yaitu 73,9

    persen dari aspirat baru dan 69,1 persen dari spesimen darah.

    Pada bayi usia kurang dari dua bulan, terutama pada masa neonatus, pneumonia sukar dibedakan dengan sepsis dan meningitis. Sebab etiologi bakterilogiknya berbeda dengan pneumonia anak usia di atas dua bulan. Di negara maju penyebab terbanyak adalah Sterptococcus grup B sedangkan di negara berkembang dilaporkan sering disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti Enterobacter sp, Klebsilla sp, dan Coli sp.

    Gambaran klinis, diagnosis dan prognosis pneumonia pada bayi dan balita dipengaruhi oleh berbagai faktor. Antara lain faktor imaturitas anatomis dan imunologis, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, keterbatasan penggunaan prosedur diagnosis invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis. Gambaran klinis pneumonia diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Pertama, gejala infeksi umum seperti demam , sakit kepala, gelisah, malaise, nafsu makan berkurang, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare. Kedua, gejala gangguan respiratorik seperti batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnu, napas cuping hidung, air hunger dan sianosis.

    Pemberian antibiotik merupakan salah satu kunci terapi pneumonia. Pasien pneumonia rawat jalan, diberi antibiotik seperti kortrimoksazol atau amoksisilin yang diberikan secara oral. Sebagai perbandingan, sebuah penelitian multisenter di Pakistan yang membuktikan bahwa pada pneumonia rawat jalan, amoksisilin (25 mg/kg/BB) dan kotrimoksazol (4 mg/kg BB TMP- 20 mg/kg BB sulfametaksazol) 2 kali sehari adalah sama-sama efektif.

    Sementara pada pneumonia rawat inap diberikan antibiotik beta-laktam intravena atau kombinasi antibiotik beta-laktam dan kloramfenikol intravena . Di Departemen IKA FKUI/RSCM pneumonia berat yang diberikan kombinasi amoksisilin dan kloramfenikol intravena, sejauh ini efektifitasnya cukup memuaskan. Sebagai referensi, suatu penelitian terapi antibiotik pada anak usia 2- 24 bulan dengan pneumonia berat antara penisilin G intravena (25 000 U/kg BB setiap

    empat jam plus kloramfenikol (15 mg/kg BB setiap 6 jam) dibandingkan dengan seftriakson intravena (50 mg/kg BB setiap 6 jam) yang diberikan selama 10 hari, efektifitasnya ternyata sama. Walaupun prevalensi pneumokokus resistensi penisilin makin berkembang namun studi bakteriologi klugman masih memberi harapan. Dilaporkan bahwa antibiotik beta-laktam dosis tinggi masih mampu mengatasi aktivitas bakteri gram positif resisten-penisilin. Oleh karena itu antibiotik beta-laktam masih merupakan antibiotik pilihan untuk pengobatan pneumoniaCegah dengan Imunisasi

    Imunisasi menjadi pengalaman sukses dunia kedokteran. Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang dicanangkan di seluruh dunia, terbukti menurunkan angka kematian balita. Begitu pula dengan program imunisasi terhadap penyakit infeksi pernapasan akut memberikan kontribusi cukup besar dalam menurunkan angka kematian balita. "Upaya pencegahan dengan pemberian vaksin merupakan komponen penting dalam menurunkan mortalitas," tegas Prof. Mardjanis.

    Sekarang ini telah dikembangkan vaksin untuk mengatasi Hib dan pneumokokus.

    Vaksin Hib konjugat dikembangkan dengan mengkonjugasikan protein-karier pada kapsul polisakarida Hib. Protein-karier yang digunakan dapat berasal dari toksoid tetanus, toksin difteri, atau protein membran luar N meningitides. Vaksin ini telah terbukti cukup poten, aman dan efektif sejak usia enam minggu ke atas. Tetapi di Indonesia vaksin ini dimulai pada usia 2 bulan.

    S. pneumonia berbeda dengan Hib yang hanya memiliki satu serotipe. S. pneumonia mempunyai lebih dari 90 serotipe yang sebagian besar menjadi penyebab penyakit pada anak. Di Amerika Serikat telah dikenal 7 serotipe ( 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, 23F ) yang bertanggung jawab terhadap 83 persen penyakit pneumokokus invasif pada anak usia di bawah 5 tahun. Atas dasar itu, dikembangkan vaksin heptavalen yang berasal dari 7 serotipe tersebut dan masing-masing

    serotipe dikonjugasikan dengan protein-karier yang berasal dari mutan non toksis difteri CRM 197.

    Beberapa studi menunjukan vaksin pneumokokus konjugat heptavalen memberikan efektivitas sangat tinggi dalam mencegah penyakit pneumokokus invasif (bakteriemia, meningitis, dan pneumonia), serta menurunkan angka kejadian otitis media akut dan prevalensi kolonisasi di nasofaring. Di samping itu, timbul juga efek herd immunity, yaitu anak yang tidak divaksinasi akan terproteksi akibat anak-anak lain diimuniasi. Studi klinis pada 37.000 bayi di California Utara menunjukan vaksin pneumokokus memiliki tingkat keampuhan: 97 persen efektif dalam mencegah serotype spesifik dari bakteri pneumokokus pada bayi yang telah divaksinasi penuh, 89 persen efektif dalam mencegah semua kasus infeksi invasif akibat pneumokokus dari berbagai serotype pada anak yang telah mendapat satu kali atau lebih dosis vaksinasi. Studi lain pada 2003 memperlihatkan penurunan jumlah bayi penderita infeksi invasif akibat pneumokokus sebanyak 78 persen setelah divaksinasi saat berusia 2 tahun.

    Berdasarkan keefektifan vaksin tersebut dalam mencegah pneumonia, meningitis dan bakteremia maka vaksin ini menjadi vaksin yang diwajibkan di Amerika Serikat, Eropa dan Australia serta telah digunakan lebih dari 100 juta dosis di seluruh dunia. Saat ini, di Indonesia, vaksin pneumokokus ini telah tersedia.PneumoniaDari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.Langsung ke: navigasi, cariArtikel ini tentang pneumonia pada manusia. Untuk membaca tentang pneumonia dalam hewan lainnya, lihat pneumonia (non-manusia).PneumoniaKode ICD-10: J12-J18, P23Kode ICD-9: 480-486, 770.0

    Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    oleh bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol.

    Gejala yang berhubungan dengan pneumonia termasuk batuk, sakit dada, demam, dan kesulitan bernafas. Alat diagnosa termasuk sinar-x dan pemeriksaan sputum. Perawatan tergantung dari penyebab pneumonia; pneumonia disebabkan bakteri dirawat dengan antibiotik.

    oOOo

    Pneumonia adalah penyakit umum, yang terjadi di seluruh kelompok umur, dan merupakan penyebab kematian peringkat atas di antara orang tua dan orang yang sakit secara kronik. Vaksin untuk mencegah beberapa jenis pneumonia tersedia. Prognosis untuk individu tergantung dari jenis pneumonia, perawatan yang cocok, komplikasin lainnya, dan kesehatan orang tersebut.

    Salah satu kasus Pneumonia yang mempunya tingkat kematian tinggi pada saat ini adalah kasus Pneumonia yang disebabkan oleh Flu burung.

    oOOo

    PneumoniaFrom Wikipedia, the free encyclopediaPneumonia is an inflammatory illness of the lung.[1] Frequently, it is described as lung parenchyma/alveolar inflammation and abnormal alveolar filling with fluid. (The alveoli are microscopic air-filled sacs in the lungs responsible for absorbing oxygen from the atmosphere.) Pneumonia can result from a variety of causes, including infection with bacteria, viruses, fungi, or parasites, and chemical or physical injury to the lungs. Its cause may also be officially described as idiopathicthat is, unknownwhen infectious causes have been excluded.

    Typical symptoms associated with pneumonia include cough, chest pain, fever, and difficulty in breathing. Diagnostic tools include x-rays and examination of the

    sputum. Treatment depends on the cause of pneumonia; bacterial pneumonia is treated with antibiotics.

    Pneumonia is a common illness which occurs in all age groups, and is a leading cause of death among the elderly and people who are chronically and terminally ill. Vaccines to prevent certain types of pneumonia are available. The prognosis depends on the type of pneumonia, the appropriate treatment, any complications, and the person's underlying health.Signs and symptoms Pneumonia fills the lung's alveoli with fluid, keeping oxygen from reaching the bloodstream. The alveolus on the left is normal, while the alveolus on the right is full of fluid from pneumonia.

    People with infectious pneumonia often have a cough producing greenish or yellow sputum, or phlegm and a high fever that may be accompanied by shaking chills. Shortness of breath is also common, as is pleuritic chest pain, a sharp or stabbing pain, either experienced during deep breaths or coughs or worsened by it. People with pneumonia may cough up blood, experience headaches, or develop sweaty and clammy skin. Other possible symptoms are loss of appetite, fatigue, blueness of the skin, nausea, vomiting, mood swings, and joint pains or muscle aches. Less common forms of pneumonia can cause other symptoms; for instance, pneumonia caused by Legionella may cause abdominal pain and diarrhea, while pneumonia caused by tuberculosis or Pneumocystis may cause only weight loss and night sweats. In elderly people manifestations of pneumonia may not be typical. They may develop a new or worsening confusion or may experience unsteadiness, leading to falls. Infants with pneumonia may have many of the symptoms above, but in many cases they are simply sleepy or have a decreased appetite.[2]

    Symptoms of pneumonia need immediate medical evaluation. Physical examination by a health care provider may reveal fever or sometimes low body temperature, an increased respiratory rate, low blood pressure, a fast heart rate, or a low oxygen saturation, which is the amount of oxygen in the blood as

    indicated by either pulse oximetry or blood gas analysis. People who are struggling to breathe, who are confused, or who have cyanosis (blue-tinged skin) require immediate attention.

    Physical examination of the lungs may be normal, but often shows decreased expansion of the chest on the affected side, bronchial breathing on auscultation with a stethoscope (harsher sounds from the larger airways transmitted through the inflamed and consolidated lung), and rales heard over the affected area. Percussion may be dulled over the affected lung, but increased rather than decreased vocal resonance (which distinguishes it from a pleural effusion).[2] While these signs are relevant, they are insufficient to diagnose or rule out a pneumonia; moreover, in studies it has been shown that two doctors can arrive at different findings on the same patient.[3] [4]

    [edit] Diagnosis

    If pneumonia is suspected on the basis of a patient's symptoms and findings from physical examination, further investigations are needed to confirm the diagnosis. Information from a chest X-ray and blood tests are helpful, and sputum cultures in some cases. The chest X-ray is typically used for diagnosis in hospitals and some clinics with X-ray facilities. However, in a community setting (general practice), pneumonia is usually diagnosed based on symptoms and physical examination alone. Diagnosing pneumonia can be difficult in some people, especially those who have other illnesses. Occasionally a chest CT scan or other tests may be needed to distinguish pneumonia from other illnesses.

    [edit] Investigations Pneumonia as seen on chest x-ray. A: Normal chest x-ray. B: Abnormal chest x-ray with shadowing from pneumonia in the right lung (white area, left side of image).

    An important test for pneumonia in unclear situations is a chest x-ray. Chest x-rays can reveal areas of opacity (seen as white) which represent consolidation.

    Pneumonia is not always seen on x-rays, either because the disease is only in its initial stages, or because it involves a part of the lung not easily seen by x-ray. In some cases, chest CT (computed tomography) can reveal pneumonia that is not seen on chest x-ray. X-rays can be misleading, because other problems, like lung scarring and congestive heart failure, can mimic pneumonia on x-ray.[5] Chest x-rays are also used to evaluate for complications of pneumonia. (See below.)

    If antibiotics fail to improve the patient's health, or if the health care provider has concerns about the diagnosis, a culture of the person's sputum may be requested. Sputum cultures generally take at least two to three days, so they are mainly used to confirm that the infection is sensitive to an antibiotic that has already been started. A blood sample may similarly be cultured to look for infection in the blood (blood culture). Any bacteria identified are then tested to see which antibiotics will be most effective.

    A complete blood count may show a high white blood cell count, indicating the presence of an infection or inflammation. In some people with immune system problems, the white blood cell count may appear deceptively normal. Blood tests may be used to evaluate kidney function (important when prescribing certain antibiotics) or to look for low blood sodium. Low blood sodium in pneumonia is thought to be due to extra anti-diuretic hormone produced when the lungs are diseased (SIADH). Specific blood serology tests for other bacteria (Mycoplasma, Legionella and Chlamydophila) and a urine test for Legionella antigen are available. Respiratory secretions can also be tested for the presence of viruses such as influenza, respiratory syncytial virus, and adenovirus. Liver function tests should be carried out to test for damage caused by sepsis.[2]

    [edit] Combining findings

    One study created a prediction rule that found the five following signs best predicted infiltrates on the chest

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    radiograph of 1134 patients presenting to an emergency room:[6]Temperature > 100 degrees F (37.8 degrees C)Pulse > 100 beats/minCracklesDecreased breath soundsAbsence of asthma

    The probability of an infiltrate in two separate validations was based on the number of findings:5 findings - 84% to 91% probability4 findings - 58% to 85%3 findings - 35% to 51%2 findings - 14% to 24%1 findings - 5% to 9%0 findings - 2% to 3%

    A subsequent study[7] comparing four prediction rules to physician judgment found that two rules, the one above[6] and also[8] were more accurate than physician judgment because of the increased specificity of the prediction rules.

    [edit] Differential diagnosis

    Several diseases and/or conditions can present with similar clinical features to pneumonia and as such care must be taken in the proper diagnosis of the disease. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) or asthma can present with a polyphonic wheeze, similar to that of pneumonia. Pulmonary edema can be mistaken for pneumonia due to it's ability to show a third heart sound and present with an abnormal ECG. Other diseases to be taken into consideration include bronchiectasis, lung cancer and pulmonary emboli.[2]

    [edit] Pathophysiology Upper panel shows a normal lung under a microscope. The white spaces are alveoli that contain air. Lower panel shows a lung with pneumonia under a microscope. The alveoli are filled with inflammation and debris.Pneumonia can be caused by microorganisms, irritants and unknown causes. When pneumonias are grouped this way, infectious causes are the most common type.

    The symptoms of infectious pneumonia are caused by the invasion of the lungs by microorganisms and by the immune system's response to the infection. Although more than one hundred strains of microorganism can cause pneumonia, only a few are responsible for most cases. The most common causes of pneumonia are viruses and bacteria. Less common causes of infectious pneumonia are fungi and parasites.

    [edit] VirusesMain article: Viral pneumonia

    Viruses invade cells in order to reproduce. Typically, a virus reaches the lungs when airborne droplets are inhaled through the mouth and nose. Once in the lungs, the virus invades the cells lining the airways and alveoli. This invasion often leads to cell death, either when the virus directly kills the cells, or through a type of cell controlled self-destruction called apoptosis. When the immune system responds to the viral infection, even more lung damage occurs. White blood cells, mainly lymphocytes, activate certain chemical cytokines which allow fluid to leak into the alveoli. This combination of cell destruction and fluid-filled alveoli interrupts the normal transportation of oxygen into the bloodstream.

    As well as damaging the lungs, many viruses affect other organs and thus disrupt many body functions. Viruses can also make the body more susceptible to bacterial infections; for which reason bacterial pneumonia often complicates viral pneumonia.

    Viral pneumonia is commonly caused by viruses such as influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, and metapneumovirus. Herpes simplex virus is a rare cause of pneumonia except in newborns. People with immune system problems are also at risk of pneumonia caused by cytomegalovirus (CMV).

    [edit] BacteriaMain article: Bacterial pneumonia

    Bacteria typically enter the lung when airborne droplets are inhaled, but can also reach the lung through the

    bloodstream when there is an infection in another part of the body. Many bacteria live in parts of the upper respiratory tract, such as the nose, mouth and sinuses, and can easily be inhaled into the alveoli. Once inside, bacteria may invade the spaces between cells and between alveoli through connecting pores. This invasion triggers the immune system to send neutrophils, a type of defensive white blood cell, to the lungs. The neutrophils engulf and kill the offending organisms, and also release cytokines, causing a general activation of the immune system. This leads to the fever, chills, and fatigue common in bacterial and fungal pneumonia. The neutrophils, bacteria, and fluid from surrounding blood vessels fill the alveoli and interrupt normal oxygen transportation. The bacterium Streptococcus pneumoniae, a common cause of pneumonia, photographed through an electron microscope.

    Bacteria often travel from an infected lung into the bloodstream, causing serious or even fatal illness such as septic shock, with low blood pressure and damage to multiple parts of the body including the brain, kidneys, and heart. Bacteria can also travel to the area between the lungs and the chest wall (the pleural cavity) causing a complication called an empyema.

    The most common causes of bacterial pneumonia are Streptococcus pneumoniae, Gram-positive bacteria and "atypical" bacteria. The terms "Gram-positive" and "Gram-negative" refer to the bacteria's color (purple or red, respectively) when stained using a process called the Gram stain. The term "atypical" is used because atypical bacteria commonly affect healthier people, cause generally less severe pneumonia, and respond to different antibiotics than other bacteria.

    The types of Gram-positive bacteria that cause pneumonia can be found in the nose or mouth of many healthy people. Streptococcus pneumoniae, often called "pneumococcus", is the most common bacterial cause of pneumonia in all age groups except newborn infants. Another important Gram-positive cause of pneumonia is Staphylococcus aureus, with Streptococcus agalactiae being an important cause of pneumonia in

    newborn babies. Gram-negative bacteria cause pneumonia less frequently than gram-positive bacteria. Some of the gram-negative bacteria that cause pneumonia include Haemophilus influenzae, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa and Moraxella catarrhalis. These bacteria often live in the stomach or intestines and may enter the lungs if vomit is inhaled. "Atypical" bacteria which cause pneumonia include Chlamydophila pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, and Legionella pneumophila.

    [edit] FungiMain article: Fungal pneumonia

    Fungal pneumonia is uncommon, but it may occur in individuals with immune system problems due to AIDS, immunosuppresive drugs, or other medical problems. The pathophysiology of pneumonia caused by fungi is similar to that of bacterial pneumonia. Fungal pneumonia is most often caused by Histoplasma capsulatum, blastomyces, Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jiroveci, and Coccidioides immitis. Histoplasmosis is most common in the Mississippi River basin, and coccidioidomycosis in the southwestern United States.

    [edit] ParasitesMain article: Parasitic pneumonia

    A variety of parasites can affect the lungs. These parasites typically enter the body through the skin or by being swallowed. Once inside, they travel to the lungs, usually through the blood. There, as in other cases of pneumonia, a combination of cellular destruction and immune response causes disruption of oxygen transportation. One type of white blood cell, the eosinophil, responds vigorously to parasite infection. Eosinophils in the lungs can lead to eosinophilic pneumonia, thus complicating the underlying parasitic pneumonia. The most common parasites causing pneumonia are Toxoplasma gondii, Strongyloides stercoralis, and Ascariasis.

    [edit] IdiopathicMain article: Idiopathic interstitial pneumonia

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    Idiopathic interstitial pneumonias (IIP) are a class as diffuse lung diseases. In some types of IIP, e.g. some types of usual interstitial pneumonia, the cause, indeed, is unknown or idiopathic. In some types of IIP the cause of the pneumonia is known, e.g. desquamative interstitial pneumonia is caused by smoking, and the name is a misnomer.

    [edit] Classification

    Pneumonias can be classified in several ways. Pathologists originally classified them according to the anatomic changes that were found in the lungs during autopsies. As more became known about the microorganisms causing pneumonia, a microbiologic classification arose, and with the advent of x-rays, a radiological classification. Another important system of classification is the combined clinical classification, which combines factors such as age, risk factors for certain microorganisms, the presence of underlying lung disease and underlying systemic disease, and whether the person has recently been hospitalized.

    [edit] Early classification schemes

    Initial descriptions of pneumonia focused on the anatomic or pathologic appearance of the lung, either by direct inspection at autopsy or by its appearance under a microscope. A lobar pneumonia is an infection that only involves a single lobe, or section, of a lung. Lobar pneumonia is often due to Streptococcus pneumoniae. Multilobar pneumonia involves more than one lobe, and it often causes a more severe illness. Interstitial pneumonia involves the areas in between the alveoli, and it may be called "interstitial pneumonitis." It is more likely to be caused by viruses or by atypical bacteria.

    The discovery of x-rays made it possible to determine the anatomic type of pneumonia without direct examination of the lungs at autopsy and led to the development of a radiological classification. Early investigators distinguished between typical lobar pneumonia and atypical (e.g. Chlamydophila) or viral pneumonia using the location, distribution, and

    appearance of the opacities they saw on chest x-rays. Certain x-ray findings can be used to help predict the course of illness, although it is not possible to clearly determine the microbiologic cause of a pneumonia with x-rays alone.

    With the advent of modern microbiology, classification based upon the causative microorganism became possible. Determining which microorganism is causing an individual's pneumonia is an important step in deciding treatment type and length. Sputum cultures, blood cultures, tests on respiratory secretions, and specific blood tests are used to determine the microbiologic classification. Because such laboratory testing typically takes several days, microbiologic classification is usually not possible at the time of initial diagnosis.

    [edit] Combined clinical classification

    Traditionally, clinicians have classified pneumonia by clinical characteristics, dividing them into "acute" (less than three weeks duration) and "chronic" pneumonias. This is useful because chronic pneumonias tend to be either non-infectious, or mycobacterial, fungal, or mixed bacterial infections caused by airway obstruction. Acute pneumonias are further divided into the classic bacterial bronchopneumonias (such as Streptococcus pneumoniae), the atypical pneumonias (such as the interstitial pneumonitis of Mycoplasma pneumoniae or Chlamydia pneumoniae), and the aspiration pneumonia syndromes.

    The combined clinical classification, now the most commonly used classification scheme, attempts to identify a person's risk factors when he or she first comes to medical attention. The advantage of this classification scheme over previous systems is that it can help guide the selection of appropriate initial treatments even before the microbiologic cause of the pneumonia is known. There are two broad categories of pneumonia in this scheme: community-acquired pneumonia and hospital-acquired pneumonia. A recently introduced type of healthcare-associated pneumonia (in patients living outside the hospital who

    have recently been in close contact with the health care system) lies between these two categories.

    [edit] Community-acquired pneumoniaMain article: Community-acquired pneumonia

    Community-acquired pneumonia (CAP) is infectious pneumonia in a person who has not recently been hospitalized. CAP is the most common type of pneumonia. The most common causes of CAP vary depending on a person's age, but they include Streptococcus pneumoniae, viruses, the atypical bacteria, and Haemophilus influenzae. Overall, Streptococcus pneumoniae is the most common cause of community-acquired pneumonia worldwide. Gram-negative bacteria cause CAP in certain at-risk populations. CAP is the fourth most common cause of death in the United Kingdom and the sixth in the United States. An outdated term, walking pneumonia, has been used to describe a type of community-acquired pneumonia of less severity (hence the fact that the patient can continue to "walk" rather than require hospitalization). Walking pneumonia is usually caused by a virus or by atypical bacteria.

    [edit] Hospital-acquired pneumoniaMain article: Hospital-acquired pneumonia

    Hospital-acquired pneumonia, also called nosocomial pneumonia, is pneumonia acquired during or after hospitalization for another illness or procedure with onset at least 72 hrs after admission. The causes, microbiology, treatment and prognosis are different from those of community-acquired pneumonia. Up to 5% of patients admitted to a hospital for other causes subsequently develop pneumonia. Hospitalized patients may have many risk factors for pneumonia, including mechanical ventilation, prolonged malnutrition, underlying heart and lung diseases, decreased amounts of stomach acid, and immune disturbances. Additionally, the microorganisms a person is exposed to in a hospital are often different from those at home . Hospital-acquired microorganisms may include resistant bacteria such as MRSA, Pseudomonas, Enterobacter, and Serratia. Because individuals with hospital-acquired pneumonia usually have underlying

    illnesses and are exposed to more dangerous bacteria, it tends to be more deadly than community-acquired pneumonia. Ventilator-associated pneumonia (VAP) is a subset of hospital-acquired pneumonia. VAP is pneumonia which occurs after at least 48 hours of intubation and mechanical ventilation.

    [edit] Other types of pneumoniaSevere acute respiratory syndrome (SARS)SARS is a highly contagious and deadly type of pneumonia which first occurred in 2002 after initial outbreaks in China. SARS is caused by the SARS coronavirus, a previously unknown pathogen. New cases of SARS have not been seen since June 2003.Bronchiolitis obliterans organizing pneumonia (BOOP)BOOP is caused by inflammation of the small airways of the lungs. It is also known as cryptogenic organizing pneumonitis (COP).Eosinophilic pneumoniaEosinophilic pneumonia is invasion of the lung by eosinophils, a particular kind of white blood cell. Eosinophilic pneumonia often occurs in response to infection with a parasite or after exposure to certain types of environmental factors.Chemical pneumoniaChemical pneumonia (usually called chemical pneumonitis) is caused by chemical toxins such as pesticides, which may enter the body by inhalation or by skin contact. When the toxic substance is an oil, the pneumonia may be called lipoid pneumonia.Aspiration pneumoniaAspiration pneumonia (or aspiration pneumonitis) is caused by aspirating foreign objects which are usually oral or gastric contents, either while eating, or after reflux or vomiting which results in bronchopneumonia. The resulting lung inflammation is not an infection but can contribute to one, since the material aspirated may contain anaerobic bacteria or other unusual causes of pneumonia. Aspiration is a leading cause of death among hospital and nursing home patients, since they often cannot adequately protect their airways and may have otherwise impaired defenses.

    [edit] Treatment

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    Most cases of pneumonia can be treated without hospitalization. Typically, oral antibiotics, rest, fluids, and home care are sufficient for complete resolution. However, people with pneumonia who are having trouble breathing, people with other medical problems, and the elderly may need more advanced treatment. If the symptoms get worse, the pneumonia does not improve with home treatment, or complications occur, the person will often have to be hospitalized.

    Antibiotics are used to treat bacterial pneumonia. In contrast, antibiotics are not useful for viral pneumonia, although they sometimes are used to treat or prevent bacterial infections that can occur in lungs damaged by a viral pneumonia. The antibiotic choice depends on the nature of the pneumonia, the most common microorganisms causing pneumonia in the local geographic area, and the immune status and underlying health of the individual. Treatment for pneumonia should ideally be based on the causative microorganism and its known antibiotic sensitivity. However, a specific cause for pneumonia is identified in only 50% of people, even after extensive evaluation. Because treatment should generally not be delayed in any person with a serious pneumonia, empiric treatment is usually started well before laboratory reports are available. In the United Kingdom, amoxicillin is the antibiotic selected for most patients with community-acquired pneumonia, sometimes with added clarithromycin; patients allergic to penicillins are given erythromycin instead of amoxicillin. In North America, where the "atypical" forms of community-acquired pneumonia are becoming more common, azithromycin, clarithromycin, and the fluoroquinolones have displaced amoxicillin as first-line treatment. The duration of treatment has traditionally been seven to ten days, but there is increasing evidence that shorter courses (as short as three days) are sufficient.[9][10][11]

    Antibiotics for hospital-acquired pneumonia include vancomycin, third- and fourth-generation cephalosporins, carbapenems, fluoroquinolones, and aminoglycosides. These antibiotics are usually given intravenously. Multiple antibiotics may be administered in combination in an attempt to treat all of

    the possible causative microorganisms. Antibiotic choices vary from hospital to hospital because of regional differences in the most likely microorganisms, and because of differences in the microorganisms' abilities to resist various antibiotic treatments.

    People who have difficulty breathing due to pneumonia may require extra oxygen. Extremely sick individuals may require intensive care treatment, often including intubation and artificial ventilation.

    Viral pneumonia caused by influenza A may be treated with rimantadine or amantadine, while viral pneumonia caused by influenza A or B may be treated with oseltamivir or zanamivir. These treatments are beneficial only if they are started within 48 hours of the onset of symptoms. Many strains of H5N1 influenza A, also known as avian influenza or "bird flu," have shown resistance to rimantadine and amantadine. There are no known effective treatments for viral pneumonias caused by the SARS coronavirus, adenovirus, hantavirus, or parainfluenza virus.

    [edit] Complications

    Sometimes pneumonia can lead to additional complications. Complications are more frequently associated with bacterial pneumonia than with viral pneumonia. The most important complications include:

    [edit] Respiratory and circulatory failure

    Because pneumonia affects the lungs, often people with pneumonia have difficulty breathing, and it may not be possible for them to breathe well enough to stay alive without support. Non-invasive breathing assistance may be helpful, such as with a bi-level positive airway pressure machine. In other cases, placement of an endotracheal tube (breathing tube) may be necessary, and a ventilator may be used to help the person breathe.

    Pneumonia can also cause respiratory failure by triggering acute respiratory distress syndrome (ARDS), which results from a combination of infection and inflammatory response. The lungs quickly fill with fluid and become very stiff. This stiffness, combined

    with severe difficulties extracting oxygen due to the alveolar fluid, create a need for mechanical ventilation. Pleural effusion. Chest x-ray showing a pleural effusion. The A arrow indicates "fluid layering" in the right chest. The B arrow indicates the width of the right lung. The volume of useful lung is reduced because of the collection of fluid around the lung.

    Sepsis and septic shock are potential complications of pneumonia. Sepsis occurs when microorganisms enter the bloodstream and the immune system responds by secreting cytokines. Sepsis most often occurs with bacterial pneumonia; Streptococcus pneumoniae is the most common cause. Individuals with sepsis or septic shock need hospitalization in an intensive care unit. They often require intravenous fluids and medications to help keep their blood pressure from dropping too low. Sepsis can cause liver, kidney, and heart damage, among other problems, and it often causes death.

    [edit] Pleural effusion, empyema, and abscess

    Occasionally, microorganisms infecting the lung will cause fluid (a pleural effusion) to build up in the space that surrounds the lung (the pleural cavity). If the microorganisms themselves are present in the pleural cavity, the fluid collection is called an empyema. When pleural fluid is present in a person with pneumonia, the fluid can often be collected with a needle (thoracentesis) and examined. Depending on the results of this examination, complete drainage of the fluid may be necessary, often requiring a chest tube. In severe cases of empyema, surgery may be needed. If the fluid is not drained, the infection may persist, because antibiotics do not penetrate well into the pleural cavity.

    Rarely, bacteria in the lung will form a pocket of infected fluid called an abscess. Lung abscesses can usually be seen with a chest x-ray or chest CT scan. Abscesses typically occur in aspiration pneumonia and often contain several types of bacteria. Antibiotics are usually adequate to treat a lung abscess, but sometimes the abscess must be drained by a surgeon or radiologist.

    [edit] Prognosis and mortality

    With treatment, most types of bacterial pneumonia can be cleared within two to four weeks.[12] Viral pneumonia may last longer, and mycoplasmal pneumonia may take four to six weeks to resolve completely.[12] In cases where the pneumonia progresses to blood poisoning (bacteremia), just over 20% of sufferers will die.[13]

    The death rate (or mortality) also depends on the underlying cause of the pneumonia. Pneumonia caused by Mycoplasma, for instance, is associated with little mortality. However, about half of the people who develop methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pneumonia while on a ventilator will die.[14] In regions of the world without advanced health care systems, pneumonia is even deadlier. Limited access to clinics and hospitals, limited access to x-rays, limited antibiotic choices, and inability to treat underlying conditions inevitably leads to higher rates of death from pneumonia.

    [edit] Clinical prediction rules

    Clinical prediction rules have been developed to more objectively prognosticate outcomes in pneumonia. These rules can be helpful in deciding whether or not to hospitalize the person.Pneumonia severity index (or PORT Score)[15] - online calculatorCURB-65 score, which takes into account the severity of symptoms, any underlying diseases, and age[16] - online calculator

    [edit] Prevention

    There are several ways to prevent infectious pneumonia. Appropriately treating underlying illnesses (such as AIDS) can decrease a person's risk of pneumonia. Smoking cessation is important not only because it helps to limit lung damage, but also because cigarette smoke interferes with many of the body's natural defenses against pneumonia.

    Research shows that there are several ways to prevent pneumonia in newborn infants. Testing pregnant

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    women for Group B Streptococcus and Chlamydia trachomatis, and then giving antibiotic treatment if needed, reduces pneumonia in infants. Suctioning the mouth and throat of infants with meconium-stained amniotic fluid decreases the rate of aspiration pneumonia.

    Vaccination is important for preventing pneumonia in both children and adults. Vaccinations against Haemophilus influenzae and Streptococcus pneumoniae in the first year of life have greatly reduced their role in pneumonia in children. Vaccinating children against Streptococcus pneumoniae has also led to a decreased incidence of these infections in adults because many adults acquire infections from children. A vaccine against Streptococcus pneumoniae is also available for adults. In the U.S., it is currently recommended for all healthy individuals older than 65 and any adults with emphysema, congestive heart failure, diabetes mellitus, cirrhosis of the liver, alcoholism, cerebrospinal fluid leaks, or those who do not have a spleen. A repeat vaccination may also be required after five or ten years.[17]

    Influenza vaccines should be given yearly to the same individuals who receive vaccination against Streptococcus pneumoniae. In addition, health care workers, nursing home residents, and pregnant women should receive the vaccine.[18] When an influenza outbreak is occurring, medications such as amantadine, rimantadine, zanamivir, and oseltamivir can help prevent influenza.[19][20]

    [edit] Epidemiology

    Pneumonia is a common illness in all parts of the world. It is a major cause of death among all age groups. In children, the majority of deaths occur in the newborn period, with over two million deaths a year worldwide. The World Health Organization estimates that one in three newborn infant deaths are due to pneumonia[21] and WHO also estimates that up to 1 million of these (vaccine preventable) deaths are caused by the bacteria Streptococcus pneumoniae, and 90% of these deaths take place in developing countries.

    [22] Mortality from pneumonia generally decreases with age until late adulthood. Elderly individuals, however, are at particular risk for pneumonia and associated mortality.

    In the United Kingdom, the annual incidence of pneumonia is approximately 6 cases for every 1000 people for the 18-39 age group. For those over 75 years of age, this rises to 75 cases for every 1000 people. Roughly 20-40% of individuals who contract pneumonia require hospital admission of which between 5-10% are admitted to a critical care unit. Similarly, the mortality rate in the UK is around 5-10%.[2]

    More cases of pneumonia occur during the winter months than during other times of the year. Pneumonia occurs more commonly in males than females, and more often in Blacks than Caucasians. Individuals with underlying illnesses such as Alzheimer's disease, cystic fibrosis, emphysema, tobacco smoking, alcoholism, or immune system problems are at increased risk for pneumonia.[23] These individuals are also more likely to have repeated episodes of pneumonia. People who are hospitalized for any reason are also at high risk for pneumonia.

    [edit] History

    Hippocrates, the ancient Greek physician known as the "father of medicine."

    The symptoms of pneumonia were described by Hippocrates (c. 460 BC370 BC):

    Peripneumonia, and pleuritic affections, are to be thus observed: If the fever be acute, and if there be pains on either side, or in both, and if expiration be if cough be present, and the sputa expectorated be of a blond or livid color, or likewise thin, frothy, and florid, or having any other character different from the common... When pneumonia is at its height, the case is beyond remedy if he is not purged, and it is bad if he has dyspnoea, and urine that is thin and acrid, and if sweats come out about the neck and head, for such sweats are bad, as proceeding from the suffocation,

    rales, and the violence of the disease which is obtaining the upper hand.[24]

    However, Hippocrates referred to pneumonia as a disease "named by the ancients." He also reported the results of surgical drainage of empyemas. Maimonides (11381204 AD) observed "The basic symptoms which occur in pneumonia and which are never lacking are as follows: acute fever, sticking [pleuritic] pain in the side, short rapid breaths, serrated pulse and cough."[25] This clinical description is quite similar to those found in modern textbooks, and it reflected the extent of medical knowledge through the Middle Ages into the 19th century.

    Bacteria were first seen in the airways of individuals who died from pneumonia by Edwin Klebs in 1875.[26] Initial work identifying the two common bacterial causes Streptococcus pneumoniae and Klebsiella pneumoniae was performed by Carl Friedlnder[27] and Albert Frnkel[28] in 1882 and 1884, respectively. Friedlnder's initial work introduced the Gram stain, a fundamental laboratory test still used to identify and categorize bacteria. Christian Gram's paper describing the procedure in 1884 helped differentiate the two different bacteria and showed that pneumonia could be caused by more than one microorganism.[29]

    Sir William Osler, known as "the father of modern medicine," appreciated the morbidity and mortality of pneumonia, describing it as the "captain of the men of death" in 1918. However, several key developments in the 1900s improved the outcome for those with pneumonia. With the advent of penicillin and other antibiotics, modern surgical techniques, and intensive care in the twentieth century, mortality from pneumonia dropped precipitously in the developed world. Vaccination of infants against Haemophilus influenzae type b began in 1988 and led to a dramatic decline in cases shortly thereafter.[30] Vaccination against Streptococcus pneumoniae in adults began in 1977 and in children began in 2000, resulting in a similar decline.Pneumonia yang kerap disebut paru-paru basah termasuk jenis penyakit berbahaya. Perkuat tubuh

    dengan gizi seimbang dan menjaga lingkungan adalah langkah terbaik nmnghindarinya.

    Ketika seorang anak atau orang dewasa berbaring di lantai tanpa alas, kerap muncul seruan, "Eh, jangan tiduran begitu, nanti kena paru-paru basah, lho!"Yang ditegur pun menurut, lalu pindah ke sofa atau tempat tidur.

    Banyak orang menganggap, lembabnya udara dari lantai atau yang kita hirup bisa menyebabkan paru-paru basah. Benarkah? Apa sebenarnya paru-paru basah itu?

    30 Sumber Infeksi

    Dalam dunia kedokteran, tidak dikenal istilah paru-paru basah. Yang ada pneumonia, yaitu infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-kantong udara dalam paru (alveoli) dipenuhi nanah dan cairan, sehingga kemampuan menyerap oksigen berkurang.

    Dr. Prajna Paramita, MD, FCCP, menyebutkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh sekitar 30 macam sumber infeksi. Namun, penyebab utamanya adalah bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia, dan partikel.

    Meski kasus pneumonia akibat bakteri tidak terlalu banyak, jenis ini cenderung menimbulkan infeksi lebih berat daripada yang disebabkan oleh nonbakteri. Virus sinsitial pernapasan (respiratory syncitial virus atau RSV), painfluenzae, influenzae, dan adenovirus merupakan yang paling kerap menyebabkan pneumonia.

    Umumnya infeksi virus saluran pernapasan bawah berlangsung selama musim dingin atau hujan. Dan RSV yang paling umum menjadi penyebab pneumonia, terutama pada bayi.

    Sulit Bernapas

    Pneumonia muncul karena kuman penyakit terhirup hidung dan mulut. Bila lingkungan di sekitar ada orang atau anak yang terinfeksi, risiko tertular sangat besar, apalagi bila daya tahan tubuh sedang tidak baik.

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    "Pneumonia termasuk penyakit yang serius dan berbahaya," ujar spesialis paru dari RSPAD Gatot Subroto yang akrab disapa Dr. Mita ini.Gara-gara nanah dan cairan memenuhi paru-paru, oksigen di selsel tubuh pun berkurang dan tidak bisa bekerja. Akibatnya, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita bisa meninggal.

    Pneumonia ditandai oleh batuk disertai sulit bernapas, napas sesak, atau terjadi penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing). Gejala sulit bernapas bisa juga disertai gejala sianosis (kebiruan di bagian kulit dan mukosa karena hemoglobin berkurang dalam darah kapiler) sentral dan tidak dapat minum.

    Pada anak usia di bawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai kerapnya frekuensi bernapas. Bisa 60 kali permenit atau lebih tarikan napas, dengan penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

    Gejala lain adalah radang tenggorokan (laringitis). Akibatnya suara berubah serak karena di sekitar pita suara banyak terdapat lendir.

    Lewat pemeriksaan rontgen dada, bisa diketahui ada masalah di paru. Tanda klinis yang bisa ditemui biasanya flek pada paru. Namun, tanda klinis ini tidak mencukupi sebab tuberkulosis pun ditandai oleh flek ini.

    Karena itu, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah, dahak, serta gejala sangat penting untuk menentukan flek ini pertanda TBC atau pneumonia.

    Perlu Mengatur Makan

    Pengobatan awal untuk pneumonia biasanya berupa antibiotika. Bila penyebabnya bakteri, mikroplasma, dan rickettsia, biasanya antibiotika ini cukup manjur. Untuk pneumonia akibat virus, sampai saat ini belum ada panduan khusus, meski beberapa obat antivirus telah digunakan.

    Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat terapi tambahan berupa pengaturan makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Istirahat panjang diperlukan untuk mengembalikan kondisi tubuh.

    Langkah untuk Mencegah

    Jenis dan parahnya penyakit ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk usia, jenis kelemin, musim, dan kepadatan penduduk. Pada anak, infeksi lebih sering mengenai laki-laki dibanding anak perempuan. Puncak serangan infeksi antara usia 2 dan 3 tahun dan sesudahnya akan menurun sedikit demi sedikit.

    Beberapa kasus pneumonia tidak disebabkan infeksi mikroorganisme. Bisa juga akibat aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid, reaksi hipersensitivitas dari saluran napas, akibat obat, radiasi, serta kondisi lingkungan.

    Agar terhindar dari pneumonia perlu beberapa langkah strategis seperti:

    * Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal.* Mengusahakan sirkulasi udara yang baik.* Hindari rokok dan penderita batuk.* Makanlah dengan gizi seimbang,* Lakukan imunisasi, terutama untuk anak. Vaksin Hb sudah banyak dipakai untuk menangkal pneumonia, selain meningitis. Vaksin ini untuk menangkal serangan bakteri Haemophyllus influenzae tipe B yang bisa menyebabkan kedua jenis penyakit itu.

    Sudah Ada Vaksinnya

    Pneumonia BakteriJenis ini bisa menyerang bayi sampai usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, penderita penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau kekebalan tubuh menurun, rentan terkena penyakit ini.

    Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae, dan sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Saat kekebalan tubuh menurun, usia tua, atau kurang gizi, bakteri segera

    memperbanyak diri dan merusak tubuh. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi terjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh lewat darah.

    Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut jantung meningkat cepat. Bibir dan kuku bisa membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus berat, pasien akan menggigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hljau.

    Sebelum terlambat, penyakit ini bisa diobati. Vaksin pencegahannya pun sudah tersedia.

    Pneumonia Virussebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus. Kebanyakan virus menyerang saluran pernapasan atas. Untungnya, sebagian besar pneumonia ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.

    Jika infeksi terjadi berbarengan dengan virus influenza, gangguan bisa berat, bahkan menyebabkan kematian. Virus penginfeksi paru akan berkembang biak, meski tak tampak di jaringan paru yang penuh cairan.

    Gejala pneumonia ini mirip influenza. Tandanya, demam, batuk kering, sakit kepala, ngilu di seluruh tubuh. Letih lesu selama 12-136 jam, napas sesak batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir juga bisa dialami. Demam tinggi kadang membuat bibir membiru.

    Sumber: SeniorPneumonia Penyebab Utama Mortalitas Anak Balita di Indonesia; Prof. Dr. H. Mardjanis Said, Sp.A(K)

    Pnumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia paling sering adalah Streptococcus pneumoniae (pneumokokus), Hemophilus influenzae tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus (S aureus). Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus

    dan Hib. Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit. Demikian pidato Prof. Dr. Mardjanis Said SpA(K) dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, pada tanggal 29 April 2006.

    Menujuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut pneumonia sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah raya yang terlupakan" karena begitu banyak korban yang meninggal karena pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran bila melihat kontribusinya yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga sebagai "pembunuh balita nomor satu".

    Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan pneumonia pada anak; tendiri dari pencegahan melalui imunisasi dan upaya pencegahan non-imunisasi. Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertusis dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia atau merupakan penyakit penyerta pada pneumonia balita. Di samping itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat untuk pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan penyakit berat lain seperti meningitis. Namun vaksin ini belum masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah.

    Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-imunisasi yang meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran pajanan asap nokok, asap dapur dIl; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat; yang kesemuanya itu dapat menghindarkan terhadap

  • PNEUMONIATia_Sabrina (06-038)

    risiko terinfeksi penyakit menular termasuk penghindaran terhadap pneumonia.

    Beliau juga memberikan usulan untuk institusi pendidikan yaitu untuk mengatasi kesenjangan antara ilmu yang didapat saat kuliah dan strategi pelaksanaan di lapangan, maka Program Pemberantasan Pneumonia termasuk Pedoman Tatalaksana Baku rekomendasi WHO dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan di FK. Penelitian klinis, mikrobiologis maupun lapangan yang berhubungan dengan pemberantasan pneumonia kiranya dapat dilakukan. Idealnya dilakukan penelitian berbasis