Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

25
PERANAN BAKTERI ASAM LAKTAT (Lactobacillus plantarum) TERHADAP MASA SIMPAN FILET NILA MERAH PADA SUHU RENDAH Oleh : IIS ROSTINI, S.Pi NIP. 132317114 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JATINANGOR 2007

Transcript of Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

Page 1: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

PERANAN BAKTERI ASAM LAKTAT (Lactobacillus plantarum) TERHADAP MASA SIMPAN FILET NILA MERAH

PADA SUHU RENDAH

Oleh :

IIS ROSTINI, S.Pi

NIP. 132317114

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

JATINANGOR

2007

Page 2: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PERANAN BAKTERI ASAM LAKTAT (Lactobacillus plantarum) TERHADAP MASA SIMPAN FILET NILA MERAH PADA SUHU RENDAH

PENULIS : IIS ROSTINI, S.Pi NIP : 132317114

Jatinangor, Agustus 2007

Menyetujui :

Kepala Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan

Evi Liviawaty, Ir., MSi NIP 131760488

Page 3: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya

ilmiah ini berjudul “Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantarum) terhadap

Masa Simpan Filet Nila Merah pada Suhu Rendah”

Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu

pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran yang telah

memberikan dukungan bagi penulis.

2. Ketua Program Studi Perikanan Universitas Padjadjaran yang telah memberikan

dukungan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan ilmiah di bidang perikanan.

3. Evi Liviawaty, Ir., MSi, selaku Kepala Laboratorium Teknologi Industri Hasil

Perikanan atas masukannya dalam penyusunan karya ilmiah ini.

4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata semoga apa yang telah dilaksanakan oleh penulis dapat memberikan

manfaat bagi pengembangan pengetahuan di bidang perikanan.

Jatinangor, Agustus 2007

Penulis

Page 4: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

iv

DAFTAR ISI

Bab Halaman

Lembar Pengesahan .…………………………………………………..... ii

Kata Pengantar ………………………………………………………….. iii

Daftar Isi ………………………………………………………………… iv

I. PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1

II. PERUMUSAN MASALAH …………………………………………… 4

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Bakteri Asam Laktat (BAL) …………………………………….. 8

3.2 Filet Nila Merah ………………………………………………… 10

3.3 Masa Simpan Filet Nila Merah ………………………………….. 11

3.4 Penyimpanan pada Suhu Rendah ………………………………... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………. 15

V. KESIMPULAN …………………………………………………………... 18

Daftar Pustaka ……………………………………………………………. 19

Page 5: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

I. PENDAHULUAN

Nila Merah merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang

mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan karena banyak digemari oleh

masyarakat. Hal ini disebabkan nila merah memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya, yaitu mudah dibudidayakan,

memiliki daging yang tebal dengan rasa dan kandungan duri yang sedikit sehingga

dapat diolah menjadi berbagai produk olahan (Aswar, 1995).

Hasil pengolahan nila merah yang mulai digemari oleh masyarakat adalah

filet. Produk filet memiliki banyak kelebihan, diantaranya adalah dapat diolah lebih

lanjut menjadi berbagai produk olahan lain, dapat dipasarkan dalam bentuk penyajian

yang menarik, serta memudahkan dalam pengangkutan (Liviawaty, Afrianto, dan

Deden, 1998).

Seperti komoditas perikanan lainnya, filet juga mempunyai sifat yang mudah

busuk (Perishable food). Produk filet lebih rentan terhadap kontaminasi dan

penurunan mutu daripada ikan utuh, konsekuensinya adalah penanganan dan

pengolahannya membutuhkan perhatian ekstra yang melebihi komoditas olahan yang

lain (Suparno, 1992).

Proses pembusukan harus dihambat agar sebagian besar produk perikanan

khususnya filet dapat dimanfaatkan secara maksimal, salah satunya dengan

pengembangan beberapa cara pengawetan. Cara pengawetan pada filet antara lain

dengan penyimpanan pada suhu rendah dan penambahan zat aditif sebagai bahan

pengawet. Penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup

jaringan-jaringan di dalam bahan pangan. Hal ini selain dapat menurunkan aktivitas

respirasi juga dapat menghambat perkembangbiakan bakteri pembusuk yang terdapat

Page 6: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

di permukaan daging. Cara pengawetan dengan suhu rendah dibedakan menjadi dua

yaitu pembekuan dan pendinginan. Pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan

untuk beberapa tahun, sedangkan pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan

selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan pangannya

(Winarno, 1993). Suhu yang biasa digunakan untuk penyimpanan bahan pangan pada

pendinginan adalah 5-10oC (Buckle et al., 1987)

Teknik pengawetan terhadap bahan pangan telah dilakukan di berbagai negara

maju dengan berbagai cara. Kemajuan dalam teknik ini disebabkan oleh kemajuan

dalam ilmu alam dan ilmu kimia yang merupakan dasar teknologi makanan

(Poerwosoedarmo dan Sediaoetama, 1977). Salah satu cara pengawetan produk

perikanan yang merupakan hasil dari kemajuan ilmu alam adalah pengawetan ikan

secara biologis (mikrobiologis) dengan menambahkan kelompok bakteri asam laktat

sebagai bahan pengawet (Suriawiria, 1983).

Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk

merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga

dihasilkan asam laktat. Sifat ini penting dalam pembuatan produk fermentasi,

termasuk fermentasi ikan. Produk asam oleh bakteri asam laktat berjalan secara cepat,

hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba lain yang tidak diinginkan dapat

terhambat. Bakteri pathogen seperti Salmonella dan Staphylococcus aureus yang

terdapat pada suatu bahan pangan akan dihambat pertumbuhannya jika di dalam

bahan pangan tersebut terdapat kelompok bakteri lainnya yang tergolong bakteri asam

laktat yaitu golongan Lactobacillaceae (Fardiaz, 1992). Pemberian bakteri asam laktat

dapat menurunkan pH bahan pangan, Penurunan pH tersebut dapat memperlambat

pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (Buckle et al., 1987). Keadaan asam akibat

penurunan pH akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk (Ilyas, 1983).

Page 7: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

Salah satu jenis bakteri asam laktat yang dapat digunakan untuk produk

perikanan adalah Lactobacillus plantarum. Jenis bakteri asam laktat ini digunakan

untuk menghambat penurunan mutu filet nila merah sehinga dapat disimpan dalam

waktu lebih lama. Menurut Jenie dan Rini (1995) Lactobacillus plantarum

mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme pathogen pada bahan

pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam

laktat lainnya.

Page 8: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

II. PERUMUSAN MASALAH

Ikan merupakan bahan pangan yang mudah membusuk Hal ini dikarenakan

daging ikan merupakan substrat yang ideal untuk kehidupan dan pertumbuhan

mikroorganisme pembusuk, terutama bakteri. Kandungan air yang terdapat di dalam

daging ikan cukup tinggi sehingga sangat sesuai untuk pertumbuhan bakteri (Irawan,

1995).

Salah satu produk yang mudah mengalami pembusukan karena adanya

kontaminasi dan penurunan mutu akibat serangan bakteri adalah filet. Untuk

mencegah proses pembusukan tersebut, maka perlu dikembangkan berbagai cara

pengawetan dan pengolahan yang cepat dan cermat agar sebagian besar ikan yang

diproduksi dapat dimanfaatkan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Filet nila merah yang

disimpan pada suhu 5-10oC dapat diterima panelis hingga hari ke-7 berdasarkan batas

penerimaan terhadap bau serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri hinnga hari

ke-7 (Liviawaty, Afrianto, dan Hamdani, 1999). Berdasarkan hasil penelitian Hawa

(2001) jumlah koloni bakteri maksimum pada filet nila merah yang disimpan pada

suhu 5-10oC pada hari ke-7 adalah 6,7x106 colony form unit/gram. Untuk

menghambat penurunan mutu dan meningkatkan daya simpan filet, maka teknologi

penanganannya perlu ditingkatkan, diantaranya adalah dengan penyimpanan pada

suhu rendah dan pemberian zat aditif sebagai bahan pengawet.

Proses pengawetan ikan dapat dilakukan secara biologis (mikrobiologis),

proses ini disebut dengan sistem ensiling. Cara ensiling sudah banyak digunakan

untuk pengawetan bahan-bahan alami secara murah, mudah, sederhana, dan aman

serta akan memperbaiki sifat-sifat organoleptik bahan pangan (Suriawiria, 1995).

Pada awalnya cara tersebut hanya dipergunakan untuk mengawetkan hijauan, tetapi

Page 9: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

kemudian dikembangkan untuk pengawetan semua bahan alami termasuk daging,

ikan, telur, dan sayuran dengan hasil yang baik dan memuaskan (Von Hofsten dan

Wirahadikusumah, 1972).

Ensiling merupakan proses biokimia yang dilakukan oleh kelompok bakteri

laktat yaitu Lactobacillus dengan hasil akhirnya antara lain mendapatkan asam laktat

dan pH yang rendah (Nilsson dan Rydin, 1965). Asam laktat dapat bersifat

mengawetkan bahan pangan (Winarno, 1994). pH yang rendah dapat menghambat

kontaminasi mikroorganisme pembusuk, mokroorganisme pathogen serta

mikroorganisme penghasil racun akan mati (Sperling, 1968 dalam Suriawiria, 1983).

Lactobacillus juga dapat menghasilkan H2O2 akibat adanya oksigen dan berfungsi

sebagai antibakteri yang dapat menyebabkan adanya daya hambat terhadap

pertumbuhan mikroorganisme lain. Lactobacillus mempunyai kemampuan untuk

menghasilkan antibiotik yang disebut bakteriosin (Suriawiria, 1983). Pada pH rendah

tersebut nilai nutrisi dan organoleptik dapat dipertahankan (Lovern 1955, Amano

1962, dan Meseck, 1969).

Menurut Von Hofsten dan Wirahadikusumah (1977) ada tiga jenis bakteri

asam laktat yang berpengaruh selama proses ensiling, yaitu Leuconostoc

mesenteroides, Streptococcus faecalis, dan Lactobacillus plantarum. Bakteri yang

mempunyai peranan penting sebagai penghasil asam laktat adalah L. plantarum.

Berdasarkan hasil penelitian Jenie dan Rini (1995) L. plantarum mempunyai daerah

penghambat terbesar terhadap Listeria monocytogenes dibandingkan dengan bakteri

asam laktat lainnya. Listeria monocytogenes merupakan bakteri pathogen yang

penting terutama pada makanan dingin seperti susu, daging sapi, sosis kering, hasil

laut dan sayur-sayuran, karena bakteri ini bersifat pathogen (Schofield, 1992). L.

plantarum merupakan spesies Lactobacillus yang mampu memproduksi H2O2 dalam

Page 10: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

jumlah yang tinggi (Jenie dan Rini, 1995). Lactobacillus mampu mengakumulasi

H2O2 selama penyimpanan dalam refrigerasi tanpa pertumbuhan kultur dan produksi

asam, hal ini memungkinkan aplikasi kultur laktat untuk pengawetan makanan tanpa

harus melalui proses fermentasi (Gilliland, 1985).

Berbagai cara telah dilakukan agar proses ensiling berjalan sesuai dengan yang

diharapkan, terutama yang menyangkut kehadiran bakteri asam laktat di dalam

substrat. Pengontrolan substrat selama proses ensiling harus benar-benar terjamin,

antara lain dalam bentuk penambahan starter yang kaya akan Lactobacillus,

khususnya L. plantarum (Rydin dan Linggren, 1979 dalam Suriawiria, 1983). Team

peneliti ensiling di lingkungan TPI ( Tropical Product Institute) London, juga telah

melakukan penambahan biakan bakteri asam laktat murni berupa starter dalam bentuk

preparat terhadap campuran ikan dan tepung serealia sehingga proses ensiling dapat

berhasil baik.

Menurut Suriawiria (1983) starter adalah biakan pemula bakteri laktat yang

digunakan untuk pengawetan ikan secara biologis, pada umumnya terdiri dari

L. plantarum yang jumlahnya 109 cfu/gram sustrat. Menurut Raccach et al. (1979)

L. plantarum yang dapat digunakan dalam memperpanjang daya simpan jumlahnya

adalah sebanyak 108 sampai dengan 109 cfu/ml.

Berdasarkan hasil penelitian Rostini (2002), diketahui bahwa jumlah bakteri

L. plantarum 108 cfu/ml, 109 cfu/ml, dan 1010 cfu/ml berada pada fase logaritmik.

Fase logaritmik adalah fase pertambahan populasi secara teratur menjadi dua kali lipat

pada interval waktu tertentu (waktu generasi) selama inkubasi (Pelczar dan Chan,

1986). Jumlah L. plantarum 108 cfu/ml berada di awal fase logaritmik sehingga

pertumbuhannya sangat pesat, L. plantarum 109 cfu/ml berada di tengah-tengah fase

logaritmik, dan L. plantarum sebanyak 1010 cfu/ml berada di akhir fase logaritmik

Page 11: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

menjelang fase stasioner. Karakteristik organoleptik yang meliputi kenampakan

lendir, aroma, dan tekstur pada filet dengan konsentrasi perendaman dalam larutan

biakan bakteri sebanyak 109 cfu/ml mengalami perubahan ke arah pembusukan pada

hari ke-10. Penyimpanan dilakukan di dalam lemari pendingin pada suhu antara

5-10oC.

Page 12: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL)

Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah

karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat

berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga

pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat (Amin dan

Leksono, 2001). Pada umunya mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6-8

(Buckle et al., 1987).

Bakteri asam laktat pada ikan merupakan salah satu bagian dari bakteri awal.

Pertumbuhan bakteri ini dapat menyebabkan gangguan terhadap bakteri pembusuk

dan pathogen (Bromerg, dkk., 2001). Bakteri yang termasuk kelompok BAL adalah

Aerococcus, Allococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus,

Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus (Ali

dan Radu, 1998).

Pemanfaatan BAL oleh manusia telah dilakukan sejak lama, yaitu untuk

proses fermentasi makanan. BAL merupakan kelompok besar bakteri menguntungkan

yang memiliki sifat relatif sama. Saat ini BAL digunakan untuk pengawetan dan

memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Chabela, dkk., 2001). BAL mampu

memproduksi asam laktat sebagai produik akhir perombakan karbohidrat, hidrogen

peroksida, dan bakteriosin (Afrianto, dkk., 2006). Dengan terbentuknya zat antibakteri

dan asam maka pertumbuhan bakteri pathogen seperti Salmonella dan E. coli akan

dihambat (Silalahi, 2000).

Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh

kepadatan BAL, strain BAL, dan komposisi media (Jeppensen dan Huss, 1993).

Page 13: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

Selain itu, produki substansi penghambat dari BAL dipengaruhi oleh media

pertumbuhan, pH, dan temperature lingkungan (Ahn dan Stiles, 1990).

Lactobacillus plantarum

Lactobacillus plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif

dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37oC (Frazier dan Westhoff, 1988).

L. plantarum berbentuk batang (0,5-1,5 s/d 1,0-10 �m) dan tidak bergerak (non

motil). Bakteri ini memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif anaerob,

mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat, toleran

terhadap asam, dan mampu memproduksi asam laktat. Dalam media agar, L.

plantarum membentuk koloni berukuran 2-3 mm, berwarna putih opaque, conveks,

dan dikenal sebagai bakteri pembentuk asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji,

1988).

L. plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang

lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle et al. (1978)

asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan

suasana asam. L. plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0%

pada substrat (sarles et al., 1956). Dalam keadaan asam, L. plantarum memiliki

kemampuan untuk menghambat bakteri pathogen dan bakteri pembusuk (Delgado et

al., 2001)

Pertumbuhan L. plantarum dapat menghambat kontaminasi dari

mikrooganisme pathogen dan penghasil racun karena kemampuannya untuk

menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH substrat, selain itu BAL dapat

menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat berfungsi sebagai antibakteri

Page 14: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

(Suriawiria, 1983). L. plantarum juga mempunyai kemampuan untuk menghasilkan

bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibiotik (Jenie dan Rini, 1995).

3.2 FILET NILA MERAH

Nila merah merupakan salah satu jenis ikan yang berpotensi sebagai bahan

baku filet, karena memiliki daging tebal dengan sedikit duri, warna daging putih

bersih, dengan tekstur mirip ikan kakap merah (Djazuli, 2002). Nila merah juga

mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi.

Tabel 1. Komposisi Kimia Nila Merah dalam 100 gram Daging

Komposisi Berat basah (%)

Air

Protein

Lemak

Abu

Mineral

77,0

17,8

2,8

1,2

1,2

Sumber : Kusumawardhani (1988)

Filet ikan adalah lempengan daging ikan tanpa tulang yang diperoleh dengan

cara memotong daging sejajar dengan tulang belakang (Dore, 1991). Rendemen filet

yang dihasilkan biasanya antara 30% sampai dengan 40% dari bobot ikan (Liviawaty,

2001). Filet ikan dapat dibagi menjadi beberapa tipe yaitu filet berkulit (skin-on fillet),

filet tidak berkulit (skinless fillet), filet tunggal (single fillet) yaitu lempengan daging

ikan yang disayat memanjang tulang belakang dengan bagian kulit perut dipotong

sehingga dari satu ekor ikan diperoleh dua filet tunggal, dan filet kupu-kupu (butterfly

fillet) yaitu dua filet tunggal dari seekor ikan yang dihubungkan semuanya oleh

bagian kulit perut yang tidak dipotong (Ilyas, 1983).

Page 15: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

Penurunan mutu pada filet dapat diketahui dengan menggunakan beberapa

cara yaitu uji kimiawi, uji bakteriologis (mikrobiologis), dan uji organoleptik. Uji

organoleptik dilakukan untuk menilai sejauh mana produk menyimpang dari mutu

ikan yang masih segar dengan menggunakan panca indera dan mengamati perubahan

terhadap karakteristik organoleptik yang terdiri dari kenampakan atau rupa, warna,

aroma, rasa, dan tekstur produk.

3.3 MASA SIMPAN FILET NILA MERAH

Masa simpan atau umur simpan bahan pangan adalah waktu tenggang atau

waktu selang suatu bahan pangan dapat disimpan dalam keadaan masih dapat

dikonsumsi. Masa simpan erat kaitannya dengan proses pembusukan. Salah satu cara

untuk memperpanjang masa simpan adalah dengan penyimpanan pada suhu rendah.

Penyimpanan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat reaksi kimia

aktivitas enzim pada bahan pangan serta dapat menghambat atau menghentikan

pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme (Frazier dan Westhoff, 1978). Masa

simpan bahan pangan segar relatif singkat meskipun pada suhu rendah. Relatif

singkatnya masa simpan bahan pangan disebabkan adanya bakteri psikrofilik gram

negatif dari kelompok Pseudomonas dan Achromobacter dalam jumlah besar yang

mengakibatkan terjadinya proses pembusukan karena degradasi protein, lemak dan

perubahan warna sehingga akan mempersingkat masa simpan (Reddy et al., 1975).

Filet nila memiliki masa simpan yang relatif singkat, hal ini disebabkan karena

daging ikan mengandung air yang tinggi sehingga merupakan media yang baik bagi

pertumbuhan mikroba pembusuk (Reddy dan Chen, 1975). Jumlah bakteri merupakan

suatu indikator pembusukan yang terjadi pada ikan dan ikan dikatakan busuk apabila

jumlah bakteri sudah mencapai 105 – 106 cfu/g daging (Ilyas, 1972). Jumlah bakteri

Page 16: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

maksimum pada ikan dan kerang adalah 106 cfu/g (Elliot dan Michener dalam Jay,

1996). Jumlah bakteri maksimum pada filet adalah 5x105 cfu/g (Dewan Standarisasi

Nasional, 1995) dan 106 cfu/g (Connell, 1990). Masa simpan filet bervariasi

tergantung pada waktu pembuatan setelah ikan mati (Liviawaty, 1999) serta proses

penanganan dan penyimpanannya (Marshall, 2002).

Masa simpan erat kaitannya dengan perubahan yang terjadi pada filet, baik

perubahan fisik, biologis maupun kimiawi. Semua perubahan tersebut merupakan

rangkaian proses yang akan menyebabkan filet membusuk, sehingga tidak layak lagi

untuk dikonsumsi.

Proses pembusukan dapat dihambat secara fisik yaitu dengan pengeringan dan

pendinginan, secara kimiawi yaitu dengan penambahan larutan garam, larutan asam

serta untuk produk-produk tertentu penambahan larutan antibiotika, dan secara

biologis yaitu dengan penggunaan mikroba antagonis untuk menghambat aktivitas

bakteri pembusuk.

Bakteri antagonis adalah bakteri yang memiliki sifat berbeda dengan bakteri

yang tidak diharapkan kehadirannya. Penggunaan bakteri asam laktat sebagai mikroba

antagonis cukup efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada

ikan. Bakteri asam laktat mampu memproduksi senyawa anti mikroba berupa asam-

asam organik, bakteriosin, dan hidrogen peroksida. Perlakuan perendaman dengan

bakteri asam laktat atau produk-produk metabolitnya pada daging unggas giling

disertai penyimpanan suhu rendah 3oC, mampu menekan pertumbuhan bakteri

pembusuk hingga hari ke-7 (Raccach dan Baker (1978).

Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penggunaan mikroba

antagonis untuk memperpanjang masa simpan ikan adalah pH rendah (<4,5),

konsentrasi asam organik, kapasitas buffer dari substrat, kandungan hidrogen

Page 17: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

peroksida, kompetisi nutrient dengan bakteri lain, produksi antibiotik atau bakteriosin,

dan penurunan potensi oksidasi reduksi (Jay, 1996).

3.4 PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH

Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan

pembusukan pada daging ikan (Hadiwiyoto, 1993). Pada suhu rendah proses

penguraian menjadi lambat, oleh karena itu biasanya untuk mempertahankan

kesegaran ikan dan cara menghambat mikroorganisme, ikan ditempatkan dalam

wadah atau ruangan yang bersuhu dingin (Irawan, 1995). Pendinginan ini hanya

bersifat menghambat pertumbuhan bukan untuk membunuh atau menghentikan

mikroorganisme sama sekali (Winarno, 1993).

Hampir semua bakteri pathogen hanya mampu memperbanyak diri dengan

laju yang lambat pada suhu di bawah 10oC, oleh karena itu makanan yang disimpan di

dalam lemari es cukup aman. Beberapa organisme ada juga yang dapat tumbuh

dengan baik pada suhu kira-kira 5oC sehingga kerisakan dapat terjadi walaupun di

dalam lemari es (Gaman dan Sherrington, 1992).

Tabel 2. Kisaran Suhu untuk Pertumbuhan Mikroorganisme

Suhu pertumbuhan (oC) Kelompok

Mikroorganisme Minimum Optimum Maksimum

Psikrofil

Mesofil

Termofil

-5-0

10-20

25-45

5-15

20-40

45-60

15-20

40-45

60-80

Sumber : Fardiaz (1992)

Page 18: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

Mikroorganisme dapat dibedakan atas beberapa kelompok berdasarkan

kemampuannya untuk dapat tumbuh pada kisaran suhu tertentu. Penggolongan

mikroorganisme tesebut yaitu psikrofil, mesofil, dan termofil. Suhu tempat makanan

di simpan, sangat besar pengaruhnya terhadap mikroorganisme yang dapat tumbuh

serta kecepatan pertumbuhannya.

Page 19: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penambahan bakteri asam laktat (L. plantarum) dapat menurunkan nilai pH

filet nila merah (Rostini, 2002). Penurunan nilai pH pada filet dapat memperlambat

pertumbuhan bakteri pembusuk, hal ini menyebabkan aktivitas bakteri pembusuk

yang terdapat di dalam filet dapat diperlambat, sehingga penguraian protein oleh

bakteri pembusuk dapat diperlambat juga. Penurunan nilai pH yang terjadi pada filet

nila merah dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri tidak terlalu cepat karena

dihambat oleh asam laktat yang dihasilkan dari perombakan glikogen oleh L.

plantarum. Dengan terhambatnya pertumbuhan bakteri pembusuk tersebut maka masa

simpan filet nila merah akan menjadi lebih lama. Jumlah bakteri dapat mempengaruhi

karakteristik organoleptik filet nila merah karena metabolisme bakteri dapat

menyebabkan perubahan terhadap kenampakan, lendir, aroma, dan tekstur, sehingga

karakteristik organoleptik akan mudah mengalami kerusakan. Hal ini akan

mempengaruhi terhadap penerimaan filet selama masa penyimpanan.

Nilai pH filet dengan pemberian L. plantarum yang disimpan pada suhu

rendah berkisar antara 5,95-6,90 (Oktaviani, 2004). Nilai pH tersebut dapat

mendukung kemampuan bakteriosin dalam menghambat bakteri pembusuk, karena

bakteriosin sangat aktif pada pH 6,5 (Daeschel, 1990). L. plantarum masih mampu

berkembang dengan baik, dan tetap aktif mengeluarkan senyawa antimikroba

(bakteriosin) pada suhu rendah (Buchanan dan Klawitter, 1991). Karakteristik ini

merupakan keuntungan dalam memanfaatkan bakteriosin untuk memperpanjang masa

simpan filet nila pada suhu rendah.

Berdasarkan hasil penelitian Rostini (2002), dilihat dari jumlah bakteri dan

organoleptik, filet yang diberi L. plantarum 108 cfu/ml dapat diterima sampai hari ke-

Page 20: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

9. Jumlah bakteri, kenampakan, dan aroma filet yang diberi L. plantarum 109 cfu/ml

dapat diterima sampai hari ke-9, sedangkan lendir dan tekstur diterima sampai hari

ke-8, dan pemberian L. plantarum 1010 cfu/ml berdasarkan jumlah bakteri dan

organoleptik dapat diterima sampai hari ke-7. Hal ini berarti bahwa konsentrasi

pemberian L. plantarum dilihat dari jumlah bakteri dan karakteristik organoleptik,

pemberian L. plantarum dengan konsentrasi 108 cfu/ml menghasilkan lama

penyimpanan yang lebih lama. Berdasarkan hasil penelitian Liviawaty et al. (1999)

filet nila merah yang disimpan pada suhu 5-10oC dapat diterima sampai hari ke-7

berdasarkan batas penerimaan terhadap aroma dan serta dapat menghambat

pertumbuhan bakteri sampai hari ke-7. Dengan demikian berarti bahwa filet nila

merah yang diberi bakteri asam laktat (BAL) jenis L. plantarum memiliki masa

simpan dua hari lebih lama bila dibandingkan dengan filet yang tidak diberi L.

plantarum.

Di dukung oleh hasil penelitian Oktaviani (2004), menyatakan bahwa filet nila

merah yang direndam dengan larutan L. plantarum sebanyak 108 cfu/ml selama 5, 10,

dan 15 menit mampu mencapai masa simpan hingga hari ke-9. Hal tersebut

disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk yang menjadi lebih lambat karena L.

plantarum yang diinokulasikan ke dalam filet konsentrasinya cukup padat ssehingga

terjadi persaingan dengan bakter pembusuk dalam memperebutkan nutrient pada

medium filet. Adanya proses persaingan serta terbatasnya jumlah nutrient pada

medium filet menyebabkan pertumbuhan bakteri pembusuk menjadi terhambat (Jenie

et al., 1997).

Filet yang mempunyai masa simpan hingga hari ke-9, pertumbuhan bakteri

pembusuk meningkat pesat pada hari terakhir penyimpanan (hari ke-10). Pada akhir

masa simpan, pertumbuhan L. plantarum mulai terdesak dan senyawa-senyawa

Page 21: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

antimikrobanya sulit beraktivitas. Filet nila sebagai medium tumbuh mikroba,

mengalami penumpukkan senyawa metabolit yang merupakan hasil reaksi

metabolisme L. plantarum itu sendiri, dan pada akhirnya senyawa-senyawa metabolit

tersebut akan bersifat racun serta mengganggu keseimbangan pertumbuhan L.

plantarum. Selain itu, kandungan nutrisi sangat diperlukan oleh L. plantarum dari

medium (filet nila) sudah sangat berkurang (Fardiaz, 1992).

Page 22: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Bakteri

Asam Laktat (BAL) khususnya Lactobacillus plantarum terhadap filet nila merah,

maka dapat disimpulkan bahwa :

� BAL jenis L. plantarum memperlihatkan efektivitasnya dalam menghambat

bakteri pembusuk pada filet nila merah.

� Perendaman filet nila merah dalam larutan L. plantarum dapat menghasilkan

penurunan nilai pH substrat sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri

pembusuk yang tidak tahan terhadap kondisi asam atau pH rendah..

� Efektivitas BAL (L. plantarum) paling tinggi dalam memperpanjang masa

simpan filet nila merah diperoleh melalui perendaman L. plantarum dengan

konsentrasi 108 cfu/ml selama 5, 10, dan 15 menit, yaitu hingga hari ke-9.

� Filet nila merah yang diberi bakteri asam laktat (BAL) jenis L. plantarum

memiliki masa simpan dua hari lebih lama bila dibandingkan dengan filet

yang tidak diberi Lactobacillus plantarum.

Page 23: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

1

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.

Yogyakarta. 125 hlm. Afrianto, E., E. Liviawaty., dan I. Rostini. 2006. Pemanfaatan Limbah Sayuran untuk

Memproduksi Biomasa Lactobacillus plantarum sebagai Bahan Edible Coating dalam Meningkatkan Masa Simpan Ikan Segar dan Olahan. Laporan Akhir. Unpad. 113 hlm.

Ali. G.R.R. and S. Radu. 1998. Isolation and Screening of Bacteriocin Producing

LAB from Tempeh. University of Malaysia. Amano, K. 1962. The Influence of Fermentation on The Nutritive Value of Fish

Special Reference Fish Product of South Asia. Fish in Nutrition (FAO), 7 : 180-200.

Aswar. 1995 Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.).

Skripsi. IPB. Bogor. 605 hlm. Bromberg, R., I. Moreno, C.L. Zaganini, R.R Delboni, V.N. Moreira, J. Oliveira, and

A.L.S. Lerayer. 2001. Characterization of Bacteriocin-Producing Lactic Acid Bacteria Isolated from Meat and Meat Products (abs). IFT Annual Meeting 2001. New Orleans, Lousiana.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.

Universitas Indonesia Press. Jakarta. 365 hlm. Connell, J.J. 1990. Control of Fish Quality. Fishing News Books. London. 222 hlm. Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Filet Nila Merah Beku. Jakarta. 5 hlm. Djazuli, Nazori. 2002. Penanganan dan Pengolahan Produk Perikanan Budidaya

dalam Menghadapi Pasar Global : Peluang dan Tantangan. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Dore, Ian. 1991. The New Fresh Seafood Buyer’s Guide. Van Nostrand Reinhold.

New York. 280 hlm. Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. 320 hlm. Frazier, W.B., and Dennis C. Westhoff. 1998. Food Microbiology. Third Edition.

McGraw-Hill, Inc. New York. 539 hlm. Gaman, P.M., dan K.B. Sherrington. 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan

Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 317 hlm.

Page 24: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

2

Gilliland, S.E. 1985. Role of Starter Culture Bacteria in Food Preservation. Bacterial Starter Culturer for Foods. CRC Press. Boca Raton, Florida. 342 hlm.

Hawa, M.P. 2001. Pengaruh Perendaman filet Nila Merah dalam Larutan Kunyit

terhadap Perubahan Karakteristik dan Lama Penyimpanan Filet pada Suhu Rendah. Skripsi. Unpad. Jatinangor. 60 hlm.

Ilyas. 1972. Peranan Es dalam Industri Perikanan. Lembaga Penelitian Teknologi

Perikanan. Direktorat jenderal Perikanan. Jakarta. 45 hlm. Ilyas. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Teknik Pendinginan Ikan. C.V.

Paripurna. Jakarta. 237 hlm. Irawan, A. 1995. Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri. C.V. Aneka. Solo.

108 hlm. Jay, M. James. 1996. Modern Food Microbiology. Fifth edition. Chapman and Hall.

New York, USA. 661 hlm. Jenie, S.L., dan Shinta E. Rini. 1995. Aktivitas Antimikroba dari Beberapa Spesies

Lactobacillus terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Makanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan, 7(2) : 46-51.

Kuswanto, K.R., dan Slamet Sudarmadji. 1988. Proses-proses Mikrobiologi Pangan.

PAU Pangann dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 160 hlm. Liviawaty, E., E. Afrianto, dan H. Hamdani. 1999. Mempelajari Efek Kondisi Post

Mortem Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) terhadap Perubahan Karakteristik Filet Selama Penyimpanan pada Suhu rendah. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung. 53 hlm.

Liviawaty, E. 2001. Organoleptik Ikan. Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil

Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. 82 hlm. Marshall, D.L., C.R. Kim, dan J.O. Heamsberger. 2002. Extended Shelf-Life of

Catfish Fillets Treated with Sodium Acetate, Monopatassium Phosphate and Bifidobacteria. Department of Food Science and Technology, Mississippi State University. Hlm. 21-26.

Meseck, G. 1969. Importance of Fisheries Production and Utulization in The Food

Economy. Fish in Nutrition (FAO), 7 : 23-37 Oktaviani, Dini. 2004. Efektivitas Bakteriosin dari Lactobacillus plantarum terhadap

Masa Simpan Filet Nila Merah pada Suhu Rendah. Skripsi. Unpad. Jatinangor. 62 hlm.

Pelczar, M.J. 1958. Microbiology. McGraww-Hill Book Company, Inc. New York.

546 hlm.

Page 25: Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plant Arum)

3

Pelczar, M.J., dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 443 hlm.

Poerwosoedarmo dan Sediaoetama, A.D. 1977. Ilmu Gizi. Dian Rakyat. Jakarta. 254

hlm. Raccach, M., R.C. Backer., J.M. Regenstein, E.J. Mulnix. 1979. Potential Application

of Microbial Antagonism to Extended Storage Stability of a Flesh Type Food. Journal Food Science, 44 (1) : 43.

Salle, A. J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. Kogakusha Company, Ltd.

Tokyo. 812 hlm. Suparno. 1992. Pembuatan Filet Ikan. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pasca Panen

Perikanan. Pusat Penelitian Perikanan. Jakarta. Hlm. 15-19. Suriawiria, Unus. 1986. Mikrobiologi Masa Depan Penuh Kecerahan Di Dalam

Pembangunan. Kumpulan Beberapa Tulisan dari Unus Suriawiria. Jurusan Biologi. ITB. Bandung. Hlm. 67-68.

Suriawiria, Unus. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung. 238 hlm. Von Hofsten, B. dan S. Wirahadikusumah. 1972. Preservation Fish and Other

Protein Rich Products by Lactic Acid Fermentation. UNESCO/ICRO dan Pustaka. Kuala Lumpur. 560 hlm.

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta. 416 hlm. Winarno, F.G. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta. 180 hlm.