Aktivitas antioksidan Lactobacillus spp isolat feses bayi ...
Transcript of Aktivitas antioksidan Lactobacillus spp isolat feses bayi ...
i
Kode/Nama Rumpun Ilmu* :165/ Teknologi Pangan dan Gizi
LAPORAN
PENELITIAN HIBAH BERSAING
Aktivitas antioksidan Lactobacillus spp isolat feses bayi untuk pengembangan probiotik
(Aktivitas Antioksidan Lactobacillus spp Isolat Feses Bayi Secara in vivo Pada Tikus Putih Dengan Pakan Lemak Tinggi)
(Tahun ke Dua dari rencana 3 tahun)
PENGUSUL
Ir. Komang Ayu Nocianitri, M.Agr.Sc. NIDN: 0008036801 Ir. I Nengah Sujaya, M.Agr.Sc., Ph.D. Dr. Drs. Yan Ramona, M.App.Sc.
NIDN: 0031126651 NIDN: 0022106401
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
OKTOBER 2016
ii
iii
RINGKASAN
Aktivitas Antioksidan Lactobacillus spp Isolat Feses Bayi Secara in vivo Pada Tikus Putih
Dengan Pakan Lemak Tinggi
Oleh Komang Ayu Nocianitri 1#, I N Sujaya2, Yan Ramona 3
1)Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan - FTP, 2) PS Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fak. Kedokteran, Universitas Udayana, 3) PS Biologi Fakultas MIPA, Unud
# Email : [email protected]
Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang apabila diberikan pada jumlah yang tepat dapat bermanfaat bagi kesehatan saluran pencernaan (FAO. 2002). Pada awalnya, konsumsi probiotik bertujuan untuk memodulasi dan meningkatkan keseimbangan mikroba usus, akan tetapi saat ini, strain probiotik telah dikembangkan untuk merespon target fisiologis tertentu. Probiotik telah diketahui memberikan dampak menyehatkan pada individu karena dapat meningkatkan keseimbangan mikroba yang menguntungkan dalam saluran pencernaan (Fuller, 1989). Salah satu dampak menyehatkan dari probiotik adalah mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Sekhon, 2010; Kim, 2006ab; Gao, 2011, Basileios et al., 2011, Chu-Chyn et al., 2009).
Pola konsumsi pangan dewasa ini lebih banyak mengkonsumsi pangan siap saji (fast food) yang banyak mengandung lemak dan rendah serat. Makanan berlemak disamping dapat meningkatkan kadar kolesterol darah juga dapat menjadi sumber radikal bebas yang secara endogen dapat membentuk peroksidasi lipid di dalam tubuh. Didalam tubuh terdapat sistem antioksidan untuk melawan radikal bebas secara endogen. Peningkatan radikal bebas melebihi antioksidan endogen dalam tubuh dapat menimbulkan stres oksidatif. Keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu apabila keseimbangan mikroflora usus terganggu. Salah satu cara untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus untuk mencegah terjadinya stress oksidatif adalah dengan konsumsi probiotik. Mikroorganisme memiliki sistem antioksidan untuk menjaga tingkat radikal bebas yang tidak beracun bagi sel (Farr dan Kogoma, 1991). Aktivitas antioksidan dari mikroorganisme merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan terhadap stress oksidatif.
Sifat fungsional dari mikroba probiotik bersifat spesifik strain, dimana setiap strain probiotik mempunyai sifat fungsional yang berbeda. Bakteri asam laktat yang telah diisolasi dari feses bayi mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai probiotik, akan tetapi sifat-sifat fungsional (aktivitas antioksidan) dari probiotik tersebut perlu dieksplorasi lebih jauh.
Hasil penelitian tahun I yaitu pengujian aktivitas antioksidan dari beberapa strain Lactobacillus sp isolat feses bayi secara in vitro menunjukkan bahwa penghambatan peroksidasi lipid berkisar antara 10,12% sampai dengan 83,02%, kemampuan untuk
iv
menangkap radikal hidroksil (OH-) berkisar antara 16,50% sampai dengan 46,73% dan kemampuan untuk mengikat (mengkelat) logam Fe (Fe2+) berkisar antara 3,94% sampai dengan 44 52%. Isolat Lactobacillus sp. FBB 60 dan Lactobacillus sp. FBB 81 mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi secara in vitro yaitu mempunyai kemampuan penghambatan peroksidasi lipid 61,20% dan 57,01%, kemampuan untuk menangkap radikal hidroksil (OH-) 29,71% dan 29,31% dan kemampuan untuk mengikat (mengkelat) logam Fe (Fe2+ yaitu 31,54% dan 44 52%.
Penelitian tahun ke dua bertujuan untuk menguji aktivitas antioksidan dari probiotik terseleksi secara in vivo pada tikus putih dengan pakan lemak tinggi. Penelitian ini menggunakan tikus putih strain Wistar yang diberikan pakan standar dan pakan lemak tinggi dan perlakuan probiotik selama 3 minggu. Variabel yang diamati meliputi: total bakteri asam laktat dan pH pada sekum; sedangkan aktivitas antioksidan pada hati dan serum meliputi: ensim-ensim antioksidan (SOD, Gluthation Peroksidase), dan MDA (malondialdehid).
Hasil sementara diperoleh bahwa uji konfirmasi terhadap isolat Lactobacillus sp. FBB 60 dan Lactobacillus sp. FBB 81menunjukkan kedua isolat termasuk bakteri Gram positif, katalase negatif, tidak membentuk gas dengan bentuk batang berantai. Populasi isolat Lactobacillus sp. FBB 60 pada OD 2,514 sebesar 3,03 x 1010 cfu/ml dan isolat Lactobacillus sp. FBB 81 pada OD 2,629 sebesar 2,74 x 1010 cfu/ml. Perlakuan Lactobacillus sp. FBB60 dengan pakan lemak tinggi dapat menurunkan kadar MDA 2,66% pada hati dan 2,70% pada serum, sedangkan perlakuan Lactobacillus sp. FBB81 menurunkan kadar MDA 8,81% pada hati dan 9,46% pada serum. Aktivitas enzim GPx meningkat 13,17% dengan pemberian Lactobacillus sp. FBB60 dan 24,67% pada Lactobacillus sp. FBB81. Hasil ini menandakan bahwa kedua isolat mempunyai aktivitas sebagai antioksidan in vivo dengan menghambat peroksidasi lipid. Kata kunci : probiotik, antioksidan, lactobacillus
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat
rahmat-Nya laporan penelitian yang berjudul “ Aktivitas antioksidan Lactobacillus spp isolat
feses bayi untuk pengembangan probiotik” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh kandidat probiotik asli Indonesia yang
memiliki potensi sebagai strain probiotik yang dapat dikembangkan sebagai makanan
fungsional (functional food).
Dalam mengerjakan penelitian ini penulis memperoleh banyak bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, yang telah membiayai penelitian
ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., selaku Kepala Lembaga Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Udayana yang telah mendanai penelitian
ini melalui alokasi dana Hibah Bersaing
3. Bapak Dr. Ir. I D.G. Mayun Permana, MS selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Udayana atas segala dukungan yang diberikan
4. Staf UPT. Laboratorium Biosains dan Bioteknologi beserta seluruh pihak yang turut
berperan dalam penelitian dan penyusunan laporan ini yang tidak bisa penulis sebutkan
satu per satu.
Peneliti menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
penyempurnaannya. Penulis berharap semoga laporan penelitian ini dapat memberikan
sumbangan bagi bidang ilmu pengetahuan.
Bukit Jimbaran, 9 Agustus 2016
Tim Peneliti,
vi
DAFTAR ISI
Hal
JUDUL ……………………………………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………... ii
RINGKASAN ………………………………………………………………... iii
PRAKATA …………………………………………………………………… v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... vi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………... 1
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………….. 4
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT …..…………………………………... 11
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………... 12
BAB V. HASIL YANG TELAH DICAPAI …………………………………. 17
BAB VI. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA .............................................. 18
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 18
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 19
1
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pola konsumsi pangan dewasa ini lebih banyak mengkonsumsi pangan siap saji
(fast food) yang banyak mengandung lemak dan rendah serat. Pola makan yang
mengandung lemak tinggi, khususnya yang mengandung kolesterol tinggi dan lemak
jenuh, memberikan peluang meningkatkan kadar kolesterol darah, umumnya
meningkatkan kemungkinan seseorang menderita arterosklerosis. Makanan berlemak
disamping dapat meningkatkan kadar kolesterol darah juga dapat menjadi sumber
radikal bebas yang secara endogen dapat membentuk peroksidasi lipid di dalam tubuh.
Dewasa ini pangan fungsional berkembang dengan pesat, dimana pangan yang
dikonsumsi diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan zat nutrisi, tetapi juga
dapat menstimulasi salah satu fungsi khusus dalam kesehatan individu. Bakteri asam
laktat (BAL) telah banyak dimanfaatkan oleh industri pangan dalam menciptakan
produk pangan fungsional untuk memelihara kesehatan saluran pencernaan manusia,
yang dikenal dengan istilah probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang
apabila diberikan pada jumlah yang tepat dapat bermanfaat bagi kesehatan saluran
pencernaan (FAO. 2002).
Pada awalnya, konsumsi probiotik bertujuan untuk memodulasi dan
meningkatkan keseimbangan mikroba usus, akan tetapi saat ini, strain probiotik telah
dikembangkan untuk merespon target fisiologis tertentu. Probiotik telah diketahui
memberikan dampak menyehatkan pada individu karena dapat meningkatkan
keseimbangan mikroba yang menguntungkan dalam saluran pencernaan (Fuller, 1989).
Beberapa dampak menyehatkan dari probiotik antara lain: penanggulangan diare
(Salazar et al., 2007; Pant et al., 2007 ; Tabbers dan Benninga, 2007; Collado et al.,
2009 ), menstimulasi sistem kekebalan tubuh (Isolauri et al., 2001 ; Isolauri dan
Salminen, 2008), mencegah kanker kolon dan usus (Pato, 2003; Liong, 2008),
penanggulangan dermatitis atopik pada anak-anak (Betsi et al., 2008; Torii et al., 2010),
menurunkan kadar kolesterol darah (Ooi et al., 2010; Kumar et al., 2012; Lee et al.,
2
2009),dan sebagai antioksidan (Sekhon, 2010; Kim, 2006ab; Gao, 2011, Basileios et al.,
2011, Chu-Chyn et al., 2009).
Radikal bebas dapat merusak makromolekul seperti merusak lipid membran sel,
DNA, protein dan menyebabkan stres oksidatif sel (Valko et al, 2006). Didalam tubuh
terdapat sistem antioksidan untuk melawan radikal bebas secara endogen. Antioksidan
endogen adalah antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh yang terdiri atas enzim-enzim
superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx) atau glutation reduktase
(GR) serta enzim katalase (CAT) dan antioksidan non enzimatik seperti glutation
(GSH), transferin, asam urat dan lain lain. Peningkatan radikal bebas melebihi
antioksidan endogen dalam tubuh dapat menimbulkan stres oksidatif. Keseimbangan
antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu apabila keseimbangan mikroflora
usus terganggu. Salah satu cara untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus untuk
mencegah terjadinya stress oksidatif adalah dengan konsumsi probiotik.
Mikroorganisme memiliki sistem antioksidan untuk menjaga tingkat radikal bebas yang
tidak beracun bagi sel (Farr dan Kogoma, 1991). Aktivitas antioksidan dari
mikroorganisme merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan terhadap
spesies oksigen reaktif (ROS).
Bakteri asam laktat (BAL) banyak dipergunakan sebagai probiotik. Disisi lain,
probiotik yang beredar di Indonesia pada saat ini kebanyakan dari strain yang bukan asli
Indonseia (import). Hal ini memacu penelitian untuk menggali potensi BAL dari sumber
alam Indonesia untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia. Serangkaian
penelitian telah dilakukan untuk mengisolasi BAL dari feses bayi sehat (23 strain) yang
mempunyai potensi sebagai probiotik (Koleksi UPT laboratorium terpadu biosain dan
bioteknologi, Unud). Beberapa BAL yang telah diisolasi mempunyai ketahanan yang
baik pada kondisi saluran pencernaan seperti pH rendah (pH 2, 3, dan 4) dan empedu
(deoksi kolat), mampu melewati kondisi usus dengan kandungan 0,4 mM sodium deoksi
kolat dan pankreatin sehingga isolat ini mempunyai potensi sebagai probiotik (Sujaya et
al., 2008 a,b: Febianingsih et al., 2007; Marsia et al., 2007 dan Nocianitri et al., 2011)
Sifat fungsional dari mikroba probiotik bersifat spesifik strain, dimana setiap
strain probiotik mempunyai sifat fungsional yang berbeda. Bakteri asam laktat yang
3
telah diisolasi dari feses bayi mempunyai potensi sebagai probiotik isolat lokal, akan
tetapi sifat-sifat fungsional (aktivitas antioksidan) dari probiotik tersebut perlu
dieksplorasi lebih jauh, sehingga dapat dipergunakan untuk pengembangan pangan
fungsional.
4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
1. Probiotik
Lilley dan Stiwel pada tahun 1965 pertama kali mengemukakan istilah probiotik
sebagai sejenis senyawa yang dihasilkan oleh satu organism yang mampu menstimulasi
pertumbuhan organisme lain (Neha et al., 2012). Probiotik didefinisikan sebagai
mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat
memberikan manfaat kesehatan bagi yang mengkonsumsinya FAO (2002). Menurut
Fuller (1989), probiotik adalah bakteri hidup suplemen bahan makanan yang
memberikan efek menguntungkan bagi manusia dengan menjaga keseimbangan bakteri
menguntungkan di dalam saluran pencernaan. Pengertian-pengertian tentang probiotik
menyatakan bahwa baik strain maupun produk dari bakteri probiotik tersebut telah
terbukti secara ilmiah aman dan dapat memberikan manfaat bagi kesehatan (Salminen et
al., 2004). Probiotik bermanfaat bagi kesehatan karena mikroba tersebut dapat
meningkatkan keseimbangan mikroba yang menguntungkan dalam saluran pencernaan
(Fuller, 1989). Bahan makanan yang mengandung probiotik juga tergolong pangan
fungsional jika secara nyata memiliki pengaruh terhadap satu atau lebih fungsi tubuh
sehingga memberikan efek kesehatan ataupun pengobatan pada manusia diluar nilai
nutrisi yang dimiliki (Salminen et al. 2004).
Probiotik umumnya dari golongan bakteri asam laktat (lactobacilli dan
bifidobacteria) karena bakteri ini telah diterima sebagai food grade bacteria dan telah
dianggap sebagai bakteri yang aman (GRAS, generally recognized as safe) karena
dipergunakan dalam produksi bahan pangan terfermentasi secara alamiah. Penelitian
tentang bakteri asam laktat dalam saluran pencernaan manusia menunjukkan bahwa
lactobacilli dan bifidobacteria merupakan spesies BAL dominan disamping itu Weisella
spp., Pediococcus spp, dan Leuconostoc spp. merupakan populasi yang sangat terbatas
(Vaughan et al., 2002; Sujaya et al., 2003a).
Produk probiotik bakteri yang beredar di pasar secara garis besar tujuan
penggunaannya adalah: (1) probiotik untuk mencegah diarrhea: Lactobacillus
acidophilus dikombinasikan dengan Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus. rhamnosus
5
GG, Enterococcus faecium SF68i dan Bifidobacterium longum, Saccharomyces
boulardi; (2) probiotik untuk gastroenteritis akut: L. rhamnosus GG, Lactobacillus
reuteri, Lactobacillus casei strain Shirota, Enterococcus faecium SF68 dan Sacc.
boulardi; (3) probiotik untuk traveller’s diarrhea: L. acidophilus, L. acidophilus
dikombinasikan dengan L. bulgaricus, Lactobacillus fermentum strain KLD, L.
rhamnosus GG dan Sacc. boulardi (Marteau et al., 2001).
Pada awal perkembangan era probiotik, L.casei strain Shirota (Yakult) serta L.
rhamnosus GG, merupakan dua strain lactobacilli yang mengawali perkembangan
probiotik bakteri. Seiring dengan kemajuan teknologi, beberapa strain baru
dikembangkan sebagai probiotik dengan harapan dapat memberikan berbagai
keunggulan spesifik pada aspek kesehatan (Klaenhammer dan Kullen, 1999). Beberapa
kriteria yang diharapkan dalam pengembangan probiotik baru seperti: (1) kecocokan
(untuk probiotik konsumsi manusia sebaiknya diisolasi dari saluran pencernaan manusia
sehingga mengurangi resiko toksisitasnya); (2) kecocokan dalam teknologi
pengembangan/produksi dimana diharapkan mudah diproduksi secara masal/skala besar,
viabilitas yang tinggi, tidak mengganggu nilai sensoris bahan pangan apabila diikutkan
dalam bahan pangan tertentu, stabil secara genetis dan memungkinkan dilakukan
rekayasa genetika; (3) kemampuan bersaing seperti mampu bertahan dan berkembang
biak di dalam saluran pencernaan, tahan terhadap kondisi saluran pencernaan (asam
empedu, pH rendah), mampu bersaing dengan flora normal di dalam saluran pencernaan,
dan mampu melakukan adhesi pada sel epitel saluran pencernaan; (4) efek fungsional
seperti mampu menimbulkan dampak menyehatkan, antagonis terhadap patogen,
produksi zat antimikrobial, imunstimulator, anti karsinogenik dan anti mutagenik,
produksi bioaktif (enzyme, vaccines, peptida) (Klaemhammer dan Kullen, 1999).
Telah diketahui bahwa probiotik memberikan dampak menyehatkan pada
individu yang mengkonsumsinya. Beberapa aspek menyehatkan probiotik antara lain:
penanggulangan diare (Salazar et al., 2007; Pant et al., 2007 ; Tabbers dan Benninga,
2007; Collado et al., 2009 ), menstimulasi sistem kekebalan (immune) tubuh (Isolauri et
al., 2001 ; Isolauri dan Salminen, 2008), menurunkan kadar kolesterol (Ooi et al., 2010;
Kumar et al., 2012; Lee et al., 2009), pencegahan kanker kolon dan usus (Pato, 2003;
6
Liong, 2008), penanggulangan dermatitis atopik pada anak-anak (Betsi et al., 2008;
Torii et al., 2010), dan sebagai antioksidan (Sekhon, 2010; Kim, 2006; Gao, 2011,
Basileios et al., 2011, Chin-Chyn et al., 2009). Dengan berbagai aspek menyehatkan
(efek fungsional) dari probiotik, maka memberi potensi baru dalam pengembangan
makanan fungsional
2.2 Aktivitas antioksidan dari probiotik
Antioksidan merupakan senyawa yang diperlukan oleh tubuh untuk melindungi
sel-sel tubuh dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Radikal bebas adalah
molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit
terluarnya. Dalam upaya penstabilan diri atau pemulihan keganjilan elektronnya,
elektron pada radikal bebas tersebut secara cepat ditransfer atau menarik elektron
makromolekul biologis sekitarnya seperti asam lemak jenuh, protein, polisakarida, asam
nukleat, dan asam deoksiribonukleat. Radikal bebas sangat diperlukan bagi
kelangsungan beberapa proses fisiologis dalam tubuh terutama untuk transportasi
elektron. Bila jumlah radikal bebas dalam tubuh lebih tinggi dari jumlah sistem
antioksidan maka akan terjadi stress oksidatif. Radikal bebas dapat merusak
makromolekul seperti merusak lipid membran sel, DNA, protein dan menyebabkan stres
oksidatif sel (Valko et al, 2006). Makromolekul yang teroksidasi akan terdegradasi dan
jika makromolekul tersebut merupakan bagian dari sel atau organelnya maka akan
berakibat pada kerusakan sel (Halliwell & Gutteridge, 1999)
Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) maupun luar tubuh
(eksogenus). Secara endogen radikal bebas merupakan hasil sampingan proses
metabolisme. Radikal bebas secara endogen dapat berasal dari makanan sumber lipid
yang dapat membentuk peroksidasi lipid di dalam tubuh, maupun pada keadaan kondisi
stress, sakit dan olah raga yang berlebihan. Menurut Hwang et al. (2005) yang termasuk
kedalam radikal bebas endogenus adalah superoksida (O-), hidroksil (OH-), hidrogen
peroksida (H2O2), dan peroksinitrit. sedangkan radikal bebas eksogenus dapat berasal
dari radiasi, asap rokok, kabut asap, emisi kendaraan, NO2 dan NO. Peningkatan radikal
7
bebas melebihi antioksidan endogen dalam tubuh dapat menimbulkan stres oksidatif,
sehingga menyebabkan terjadinya penurunan antioksidan.
Di dalam tubuh terdapat mekanisme antioksidan atau anti radikal bebas secara
endogenik, tetapi bila jumlah radikal bebas dalam tubuh berlebih maka dibutuhkan
antioksidan yang berasal dari sumber alami atau sintetik dari luar tubuh. Berdasarkan
sumbernya antioksidan dibagi dua yaitu antioksidan endogen dan antioksidan eksogen.
Antioksidan endogen adalah antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh yang terdiri atas
enzim-enzim superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx) atau glutation
reduktase (GR) serta enzim katalase (CAT) dan antioksidan non enzimatik seperti
glutation (GSH), transferin, asam urat dan lain lain. Antioksidan eksogen adalah
antioksidan yang dibutuhkan dari luar seperti senyawa senyawa flavonoid, vitamin C,
vitamin E dan karotenoid yang banyak ditemukan dalam sayur-sayuran dan buah-buahan
(Heinonen and Albanes, 1994). Mekanisme antioksidan dalam menangkal radikal bebas
adalah dengan cara: (1) mengkatalisir pemusnahan radikal bebas dalam sel oleh enzim
superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), gluthathion peroksidase (GPx),
gluthathion reduktase (GR), (2) pengikatan ion logam seperti Fe2+ dan Cu2+ oleh
antioksidan logam transisi terikat protein seperti: transferin, haptoglobin, hemopeksin
dan seruloplasmin, dan (3) pembersihan spesies oksigen reaktif (ROS) oleh antioksidan
dengan senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul kecil yang dapat menerima dan
memberi elektron dari atau ke radikal bebas, sehingga membentuk senyawa baru yang
stabil seperti: glutation tereduksi (GSH), asam askorbat, bilirubin, α-tokoferol dan asam
urat (Halliwell & Gutteridge, 1999).
Konsumsi probiotik atau produk-produk pangan yang mengandung probiotik
merupakan salah satu cara ideal untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus. Apabila
keseimbangan mikroflora usus terganggu, maka keseimbangan antara radikal bebas dan
antioksidan juga terganggu dan dampaknya adalah terjadi stress oksidatif. Bakteri
probiotik menunjukkan aktivitas antioksidan melalui mekanisme: (1) memperkuat
pertahanan seluler dengan mensekresikan enzim antioksidan; (2) melepaskan dan
memacu produksi GSH yaitu antioksidan nonenzimatik utama dan penangkap radikal
8
bebas; (3) meningkatkan produksi biomolekul antioksidan tertentu, seperti EPSS, dan (4)
pengikatan ion logam (Basileios et al., 2011).
Superoksida dismutase (SOD) merupakan enzim antioksidan endogen yang
menjadi lini pertahanan pertama antioksidan tubuh dalam melindungi sel dari radikal
bebas (Fridovich 1995). Superoxide dismutase (SOD) merupakan enzim antioksidan
endogen yang paling efektif dalam mengkatalisis dan mengkonversi radikal bebas anion
superoksida menjadi molekul oksigen dan hidrogen peroksida. SOD bekerja melalui
sistem pertahanan preventif, menghambat atau merusak proses pembentukan radikal
bebas. Spesies probiotik mempunyai kemampuan dalam memproduksi dan melepaskan
SOD. Lactobacillus plantarum dan Lactococcus lactis mampu memproduksi dan
melepaskan SOD dan menunjukkan efek anti inflamasi dalam TNBS kolitis model
(Basileios et al., 2011). Lactobacillus casei Zhang mampu meningkatkan aktivitas SOD
dan GSH-Px pada hati dan serum tikus hyperlipidemik (Zhang et al., 2010). Penelitian
lain menunjukkan bahwa Lactobacillus gasseri mampu menghasilkan Mn-SOD yang
dapat mengurangi radang usus pada tikus (Caroll et al., 2007). Dua strain Lactobacillus
fermentum E-3 dan E-18 dan Streptococcus thermophilus menunjukkan aktivitas
antioksidan yang signifikan karena mampu memproduksi SOD (Kullisaar et al., 2002
dan Chang and Hassan, 1997).
Molekul antioksidan non-enzimatik intraseluler yang paling penting adalah
glutathione (GSH). Glutathione adalah tripeptide yang berisi grup sulfhidril (-SH)
(glutamin, sistein, and glisin) dan sangat efisien dalam mendetoksifikasi spesies reaktif
oksigen dan peroksida. Dalam reaksi berantai oksidatif, GSH dikonversi menjadi bentuk
glutathione disulfida teroksidasi (GSSG). Salah satu fungsi yang paling penting dari
GSH adalah bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil (OH.) apabila radikal
hidroksil tidak dapat dihilangkan dengan reaksi enzimatik (Pompella et al., 2003). Strain
probiotik bifidobacterium dan lactococcus dapat langsung menghasilkan atau memacu
pelepasan glutathione ke usus, sehingga bisa memiliki nilai terapi yang potensial
(Musenga et al., 2007). Strain probiotik Lactobacillus fermentum dapat memproduksi
GSH dan prekursor dipeptida γ-Glu-Sis yang memfasilitasi pemulihan peradangan
jaringan pada model TNBS kolitis tikus secara in vitro (Peran et al., 2006). Penelitian
9
lain menunjukkan bahwa jumlah GSH meningkat pada pankreas setelah pemberian
probiotik Lactobacillus acidophilus W70, L. Casei W56, L. salivarius W24,
Lactococcus lactis W58, Bifidobacterium bifidum W23, dan B. lactis W52 (Lutgendorff
et al., 2008).
Probiotik dapat menunjukkan aktivitas antioksidan dengan memproduksi
senyawa antioksidan tertentu untuk mengurangi stres oksidatif yaitu eksopolisakarida
(EPS). Eksopolisakarida merupakan rantai panjang polisakarida terdiri dari gula atau
turunan gula, seperti galaktosa, glukosa, dan rhamnosa. Bakteri probiotik melepaskan
EPS ke lingkungan sekitarnya untuk melindungi diri mereka dari kondisi yang tidak
menguntungkan seperti pada pH dan suhu yang ekstrim. Kodali dan Sen (2008)
melaporkan bahwa probiotik bakteri Bacillus coagulans RK-02 mensintesis EPS
ekstraselular dan EPS ini menunjukkan aktivitas antioksidan dan menunjukkan
penangkapan radikal bebas secara signifikan bila dibandingkan dengan standar
antioksidan seperti vitamin C dan vitamin E secara in vitro.
Probiotik selain memproduksi zat dengan aktivitas antioksidan dan penangkapan
radikal bebas juga menunjukkan aktivitas pengikatan ion logam. Ion logam berhubungan
dengan patogenesis berbagai penyakit kronis seperti penyakit jantung koroner,
karsinogenesis, dan arthritis, terutama dengan memacu produksi radikal bebas melalui
reaksi Fenton. Ion logam transisi dapat memulai peroksidasi lipid dan memulai reaksi
berantai dengan memecah hidroperoksida (ROOH) menjadi peroxyl (ROO*) dan radikal
Alkyoxyl (RO*). Ion besi dan ion tembaga merupakan ion yang sangat reaktif dan
memainkan peran pada reaksi berantai radikal bebas. Lin dan Yen (1999) melaporkan
bahwa Streptococcus thermophilus 821 dan Bifidobacterium longum memiliki
kemampuan tinggi dalam mengikat logam Cu2+ dan Fe2+. Amanatidou et al. (2001) dan
Lee et al. (2005) melaporkan bahwa Lactobacillus sake dan L. casei KCTC 3260
mempunyai kemampuan dalam mengikat ion logam Fe.
2.3. Penelitian yang telah dilakukan
Penelitian yang telah dilakukan untuk mengisolasi BAL dari feses bayi sehat
mendapatkan 23 isolat yang mempunyai potensi sebagai probiotik (Koleksi UPT
10
laboratorium terpadu biosain dan bioteknologi, Unud). Isolat BAL yang telah diisolasi
mempunyai ketahanan yang baik pada kondisi saluran pencernaan seperti pH rendah (pH
2, 3, dan 4) dan empedu (deoksi kolat), mampu melewati kondisi usus dengan
kandungan 0,4 mM sodium deoksi kolat dan pankreatin sehingga isolat ini mempunyai
potensi sebagai probiotik
Tabel 1. Peta jalan penelitian sifat fungsional probiotik isolat asli Indonesia
• Penelitian yang telah dilakukan: Uji in vitro isolat bakteri asam laktat: - Tahan terhadap pH rendah - Stabil terhadap garam empedu - Menghambat patogen - Mampu menempel pada usus
Luaran: 23 Isolat Bakteri asam laktat yang potensial sebagai probiotik
• Penelitian yang akan dilakukan 1. Penelitian Tahun I Uji aktivitas antioksidan Isolat probiotik secara in vitro Variabel yang diamati: • Penghambatan peroksidasi lipid • aktivitas penangkapan radikal hidroksil • aktivitas pengikatan ion Fe
Luaran: Satu isolat probiotik yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi secara in vitro
2. Penelitian Tahun II Aktivitas antioksidan isolat probiotik terseleksi secara in
vivo pada tikus putih dengan pakan lemak tinggi. Variabel Yang diamati: • Total BAL • pH Sekum • Aktivitas antioksidan (SOD, GPx,) dan MDA pada hati
Probiotik yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi secara in vivo
3. Penelitian Tahun III Pengembangan probiotik dalam bentuk mikroenkapsulasi
serta ketahanan resuksiasinya Variabel Yang diamati: • Viabilitas isolate probiotik • Ketahanan probiotik pada berbagai suhu
Produk mikroenkapsulasi probiotik yang mempunyai aktivitas antioksidan serta cara penyajiannya
11
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT
1.1. Tujuan Penelitian
BAL yang disolasi dari feses bayi merupakan strain BAL yang sangat potensial
untuk dikembangkan menjadi probiotik baru, akan tetapi sifat-sifat fungsional dari
probiotik tersebut perlu dieksplorasi lebih jauh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui aktivitas antioksidan dari probiotik isolat feses bayi secara in vivo pada tikus
putih dengan pakan lemak tinggi.
1.2. Manfaat Penelitian
Potensi bioteknologi dan kesehatan BAL yang diisolasi dari feses bayi, dapat
memberi potensi baru pada probiotik isolat lokal dalam pengembangan pangan
fungsional untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
12
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Subyek penelitian
Subyek yang dipergunakan pada penelitian ini adalah isolat probiotik
Lactobacillus sp. FBB 60 dan Lactobacillus sp. FBB 81 koleksi dari UPT Lab. Terpadu
Biosain dan Bioteknologi Unud.
Pelaksanaan penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 3
perlakuan yaitu:
Pakan standar
PL: Pakan lemak tinggi
PL + P1 : Pakan lemak tinggi dan 0,5 ml probiotik Lactobacillus sp. FBB 60
PL + P2 : Pakan lemak tinggi dan 0,5 ml probiotik Lactobacillus sp. FBB 81
Penelitian ini menggunakan tikus putih strain Wistar dengan berat kurang lebih
80 g. Setiap perlakuan terdiri dari 6 ekor tikus yang masing-masing diberikan pakan
sesuai perlakuan. Komposisi pakan standar dan pakan lemak tinggi dapat dilihat pada
Tabel 2. Pada masa aklimatisasi tikus diberikan pakan standar selama 1 minggu,
dilanjutkan dengan pemberian pakan lemak tinggi dan perlakuan probiotik selama 4
minggu. Skema penelitian dengan hewan coba terdapat pada Gambar 2.
Keterangan: P1: strain probiotik Lactobacillus sp. FBB 60 P2 : strain probiotik Lactobacillus sp. FBB 81
Gambar 1. Skema penelitian dengan hewan coba.
Pakan standar
Pakan standar
Pakan standar
Pakan standar
Perlakuan sampling
Pakan lemak tinggi
Pakan standar
1 minggu 4 minggu
Pakan lemak tinggi + P1
Pakan lemak tinggi + P2
13
Kandidat probiotik diambil sebanyak satu loop ose dan diinokulasikan kedalam 5
ml media MRS broth. Tabung reaksi diinkubasi aerob selama 24 jam pada suhu 370C.
Biakan yang telah tumbuh pada 5ml media MRS Broth divortex (untuk mendapatkan
biakan yang homogen), kemudian diambil sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam
eppendrof dan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit untuk
memisahkan massa sel dan supernatan. Kemudian supernatan dibuang dan massa sel
yang diperoleh dicuci sebanyak 2 kali dengan larutan salin (NaCl 0,85%) untuk
menghilangkan sisa-sisa media. Pencucian dilakukan dengan menambahkan 1ml salin
pada massa sel, divortex hingga homogen, disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm
selama 5 menit. Pada tahap akhir, massa sel disuspensikan dengan salin sehingga
didapatkan konsentrasi suspensi +109sel/ml
Tabel 2. Komposisi Pakan (g/kg) AOAC, 1990
Komponen Pakan standar (1) Pakan tinggi lemak Kasein 100 100 Minyak jagung 80 - Lemak Babi - 100 Campuran Mineral 50 50 Campura vitamin 10 10 Selulosa (CMC) 10 10 Air 50 50 Pati jagung 700 680
Pemberian probiotik pada tikus putih dan pengambilan sampel
Suspensi bakteri probiotik yang diperoleh diberikan pada tikus putih dengan
metode oral gavage yaitu dengan cara memberikan suspensi sebanyak 0,5 ml pada tikus
putih sesuai perlakuan dengan menggunakan sonde. Sebagai kontrol tikus putih lainnya
diberikan salin. Perlakuan ini diberikan sekali dalam sehari selama 4 minggu (pada jam
12.00-13.00 WITA), setelah pemberian makan pada tikus putih. Berat badan tikus
ditimbang setiap hari selama pemberian perlakuan.
Pengambilan sampel dilakukan setelah 3 minggu perlakuan. Tikus dimatikan
dengan dibius menggunakan kloroform 10%, lalu abdomen tikus dibedah, organ hati dan
14
sekum diambil untuk dinalasis selanjutnya. Organ hati terlebih dahulu dicuci dengan
larutan fisiologis salin. Sebanyak 10% jaringan hati dalam larutan fisiologis dihancurkan
pada glass homogenizer dingin, kemudian homogenate disentrifuse pada suhu 4oC
dengan kecepatan 4000 x g selama 15 menit. Supernatan disimpan pada suhu -80oC
sampai siap untuk dianalisis.
Variabel yang diamati
Pada penelitian tahap ini variabel yang diamati pada sekum tikus putih meliputi:
total bakteri asam laktat dan pH ; sedangkan aktivitas antioksidan pada hati dan serum
meliputi: ensim-ensim antioksidan (SOD, Gluthation Peroksidase), dan MDA
(malondialdehid).
1. Total Bakteri asam laktat pada sekum tikus
Isi sekum dikeluarkan dan ditampung dalam tabung steril yang berisi larutan
saline (NaCl 0,85%) 9 ml (pengenceran 10-1) dan dihomogenkan. Selanjutnya 0,1 ml
suspensi isi sekum dimasukkan ke dalam tabung pengencer yang berisi 0,9 ml salin,
sehingga didapat pengenceran 10-2, divortex hingga homogen kemudian diencerkan
lebih lanjut sampai pengenceran 10-6. Penghitungan total populasi BAL dilakukan
dengan mengambil 0,1ml sampel yang telah diencerkan (pengenceran 10-3-10-6) disebar
pada permukaan media MRS Agar yang telah ditambah Bromo Cresol Purple (BCP),
kemudian diinkubasi secara anaerob selama 24 jam pada suhu 37o C dengan
menggunakan Anaerobic gas pouch dalam anerobic chamber. Koloni bakteri yang
tumbuh dihitung menggunakan metode pengenceran dengan asumsi bahwa satu koloni
yang tumbuh berasal dari satu sel. Total populasi bakteri didapatkan dengan mengalikan
jumlah koloni yang tumbuh dengan faktor pengenceran (Fardiaz, 1993).
2. Pengukuran pH pada sekum
Isi sekum diukur pHnya menggunakan pH meter (TOA ion meter IM 40S) yang
sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan pH 7. Isi sekum yang telah
diencerkan sebanyak 1 kali (1:1), kemudian dihomogenkan dengan divortex. Selanjutnya
pH isi sekum diukur dengan mencelupkan elektroda pH meter ke dalam sampel dan
hasilnya dicatat.
15
3. Analisis Kadar MDA pada serum dan Hati Tikus (nmol/mg)
Preparasi sampel dari organ hati dilakukan mengikuti Singh et al. (2002).
Sebanyak 0,5 ml supernatan hati atau serum ditambah 2,0 ml HCl dingin (0,25 N) yang
mengandung 15% TCA, 0,38% TBA dan 0,5% BHT. Campuran dipanaskan 80oC
selama satu jam. Setelah dingin, campuran disentrifus pada 3500 rpm selama 10 menit.
Absorbansi supernatan diukur pada 532 nm. Sebagai larutan standar digunakan
tetraetoksipropana (TEP).
4. Analisis Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase (SOD) Hati Tikus (%)
Aktivitas superoksida dismutase (SOD) diukur dengan menggunakan Superoxide
Dismutase (SOD) activity assay Kit (BioVision K335-100) dan cara kerjanya mengikuti
prosedur yang terdapat pada Kit yang dipergunakan.
Persiapan larutan uji meliputi:
1. Larutan kerja WST: 1 ml WST dilarutkan dengan 19 ml Assay buffer.
2. Larutan kerja enzim: larutan enzim disentrifuse selama 5 detik kemudian
dicampur dengan baik dengan menggunakan pipet. Larutkan 15µL larutan enzim
dengan 2,5 ml dilution buffer.
Pengujian aktivitas enzim dilakukan dengan membuat 4 jenis campuran larutan
yaitu: sampel, blanko 1, blanko 2 dan blanko 3. Larutan sampel terdiri dari 20 µL
sampel, 200 µL larutan kerja WST, dan 20 µL larutan kerja enzim. Blanko 1 terdiri dari
20 µL dionized water (dd H2O), 200 µL larutan kerja WST, dan 20 µL larutan kerja
enzim. Blanko 2 terdiri dari 20 µL sampel, 200 µL larutan kerja WST, dan 20 µL
dilution buffer. Blanko 3 terdiri dari 20 µL dionized water (dd H2O), 200 µL larutan
kerja WST, dan 20 µL dilution buffer. Keempat campuran diinkubasi pada suhu 37oC
selama 20 menit dan absorbansi diukur pada panjang gelombang 450 nm menggunakan
microplate reader. Aktivitas enzim SOD (% tingkat penghambatan) dihitung dengan
rumus:
(A B1 – A B3) – (A S – A B2) Tingkat penghambatan (%) = --------------------------------------- X 100% ……….. (4)
(A B1 – A B3)
16
Keterangan: A = Absorbansi B = Blanko S = Sampel
5. Aktivitas Enzim Glutation Peroksida (GPx) Hati Tikus (U/mg)
Aktivitas enzim Glutation Peroksida (GPx) diukur dengan menggunakan
Glutathione Peroxidase Activity Colorimetric Assay Kit (BioVision) dan cara kerjanya
mengikuti prosedur yang terdapat pada Kit yang dipergunakan.
Pembuatan kurva standar NADPH:
Kurva standar dibuat dengan larutan standar 1 mM NADPH (25 µL larutan
NADPH 40 mM ditambahkan 975 µL d H2O). Larutan standar 1 mM NADPH dipipet
berturut-turut 0 µL, 20 µL, 40 µL, 60 µL, 80 µL dan 100 µL dan ditambahkan assay
buffer berturut –turut 100 µL, 80 µL, 60 µL, 40 µL, 20 µL, dan 0 µL. Absorbansi diukur
pada panjang gelombang 340 nm dan plot dalam bentuk kurva standar dengan
persamaan garis lurus.
Persiapan sampel :
Sampel hati yang telah dihancurkan sebanyak 0,1 g ditambahkan 0,2 ml assay
buffer dingin dicampur sempurna dengan cara divortek. Sampel disentrifuse dengan
kecepatan 10000 g selama 5 menit pada suhu 4oC. Supernatan diambil sebanyak 20 – 50
µL dimasukkan kedalam 96-well plate dan ditambahkan assay buffer sampai volume 50
µL.
Pengujian aktivitas enzim GPx dilakukan dengan membuat 3 jenis campuran yaitu
: sampel, kontrol positif dan kontrol reagent (RC). Kontrol positif dibuat dengan
mencampurkan 5-10 µL GPx kontrol positif dengan assay buffer sampai volume 50 µL,
sedangkan kontrol reagent menggunakan assay buffer sebanyak 50 µL. Sampel, kontrol
positif dan kontrol reagent masing-masing sebanyak 50 µL ditambahkan 40 µL
campuran reaksi yang mengandung 33 µL assay buffer, 3 µL larutan NADPH 40 mM, 2
µL larutan glutathione reduktase (GR) dan 2 µL larutan glutathione (GSH) dicampur
dengan sempurna dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 25oC. Ketiga campuran
reaksi ditambahkan 10 µL cumene hydroperoxide dan divortek, kemudian diukur
17
absorbansinya pada panjang gelombang 340nm (A1). Waktu dihitung mulai dari
penambahan cumene hydroperoxide sampai pengukuran absorbansi yang pertama (T1).
Ketiga campuran reaksi diinkubasi pada suhu suhu 25oC selama 5 menit dan absorbansi
kembali diukur pada panjang gelombang 340nm (A2). Waktuyang diperlukan dari
pengukuran absorbansi yang pertama dan kedua dicatat (T2).
Perhitungan aktivitas enzim GPx adalah sebagai berikut:
Δ A340 nm = [(A1 sampel- A2 sampel) – (A1 RC – A2 RC)]
Plot Δ A340 nm pada kurva standar untuk mendapatkan jumlah NADPH (B)
B Aktivitas GPx (nmol/min/ml) = ----------------------------- x P \ (T2 – T1) X V
Keterangan: B = jumlah NADPH yang ditunkan antara T1 – T2 (n mol) P = Pengenceran sampel T1 = waktu pembacaan absorbansi pertama (A1) dalam menit T2 = waktu pembacaan absorbansi kedua (A2) dalam menit V = jumlah sampel yang dimasukkan ke dalam well (ml)
Analisis data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan análisis ragam, apabila
perlakuan berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan pembedaan uji Duncan Multiple
Range Test (Steel dan Torrie, 1993).
18
BAB V. HASIL YANG TELAH DICAPAI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiokasidan dari probiotik
isolat feses bayi (Lactobacillus sp. FBB 60 dan Lactobacillus sp. FBB 81) secara in vivo
pada tikus putih dengan pakan lemak tinggi. Hasil sementara diperoleh bahwa uji
konfirmasi terhadap isolat Lactobacillus sp. FBB 60 dan Lactobacillus sp. FBB 81 dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Uji konfirmasi terhadap isolat Lactobacillus sp. FBB 60 dan FBB 81 Isolat Cat Gram Katalase Gas Morfologi
Lactobacillus sp. FBB 60 + - - batang
Lactobacillus sp. FBB 81 + - - batang
Populasi isolat Lactobacillus sp. FBB 60 dan Lactobacillus sp. FBB 81 pada
Nilai optical density (OD) tertentu dapat dilihat pada Tabel 5. Tikus percobaan diberikan
perlakuan probiotik sebesar 109 sel/ml per ekor tikus per hari selama 4 minggu.
Tabel 4. Nilai OD dan populasi dari Lactobacillus sp. FBB 60 dan FBB 81
Isolat Nilai optical density (OD) Populasi
Lactobacillus sp. FBB 60 2,514 3,03 x 1010 cfu/ml
Lactobacillus sp. FBB 81 2,629 2,74 x 1010 cfu/ml
Lactobacillus sp. FBB 60 Lactobacillus sp. FBB 81
Gambar 1. Isolat Lactobacillus sp. FBB 60 dan Lactobacillus sp. FBB 81 dalam MRS broth dan MRS agar.
19
Tikus putih yang digunakan pada penelitian ini mempunyai berat awal rata-rata
untuk perlakuan pakan standar 89,4 g, pakan tinggi lemak 88,2 g, pakan tinggi dan
Lactobacillus sp. FBB 60 sebesar 96.9 g dan pakan tinggi dan Lactobacillus sp. FBB 81
sebesar 94,6 g. Setelah pemberian probiotik selama 4 minggu, rata-rata konsumsi pakan
per hari, total konsumsi pakan, dan penambahan berat dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata berat akhir dan penambahan berat tikus dengan perlakuan
Lactobacillus sp. FBB60 dan Lactobacillus sp. FBB 81 dengan pakan lemak tinggi.
Perlakuan Berat akhir tikus (g) Pertambahan berat tikus (g) PS 125,2 31,0 PL 88,7 0,5 PL-FBB60 101,1 4,1 PL-FBB81 93,3 3,6
Total bakteri asam laktat dan pH sekum dengan perlakuan Lactobacillus sp.
FBB60 dan Lactobacillus sp. FBB81 dengan pakan lemak tinggi dapat dilihat pada
Tabel 5. Rata-rata nilai pH untuk keempat perlakuan tidak berbeda yaitu dari 6,65
sampai dengan 6,72. Perlakuan Lactobacillus sp. FBB60 dan Lactobacillus sp. FBB81
tidak dapat menurunkan pH sekum, Total bakteri asam laktat turun dengan perlakuan
pakan lemak tinggi. Perlakuan Lactobacillus sp. FBB60 sedikit meningkatkan total
bakteri asam laktat.
Tabel 5. Total bakteri asam dan pH sekum dengan perlakuan Lactobacillus sp. FBB 60 dan Lactobacillus sp. FBB 81 dengan pakan lemak tinggi
Perlakuan pH Total Bakteri Asam laktat (cfu/g) sekum
PS 6,65 + 0,05 6,16 x 10 7
PL 6,71 + 0,05 5,56 x 10 7
PL-FBB60 6,72 + 0,08 7,68 x 10 7
PL-FBB81 6,72 + 0,03 5,15 x 10
7
20
A B
C D
Gambar 2. Hasil PCR sekum tikus
Keterangan: A; perlakuan pakan standar; B; perlakuan pakan lemak tinggi; C perlakuan PL-FBB60; D; PL-FBB81; M= Marker 100bp
Dari hasil PCR sekum tikus menunjukkan bahwa perlakuan pakan standar
(Gambar 2A) dan pakan lemak tinggi (Gambar 2B) tidak terdapat DNA Lactobacillus
FBB60 dan FBB81 karena pita dari DNA sekum tikus yang diuji tidak ada yang sama
dengan kontrol ( K1 atau K2). Pada perlakuan pakan lemak tinggi dengan Lactobacillus
FBB60 (Gambar 2C) terdapat 5 pita dari DNA sekum tikus yang diuji menunjukkan
kesamaan dengan kontrol Lactobacillus FBB60 (K1), dan perlakuan pakan lemak tinggi
dengan Lactobacillus FBB81 (Gambar 2D) terdapat 5 pita dari DNA sekum tikus yang
diuji menunjukkan kesamaan dengan kontrol Lactobacillus FBB81 (K2). Hal ini
mengindikasikan bahwa Lactobacillus FBB60 dan Lactobacillus FBB81 mampu
21
bertahan dalam kondisi saluran pencernaan tikus dan memberikan efek positif bagi
kesehatan saluran pencernaan.
Malondialdehida merupakan salah satu produk akhir dari peroksidasi lipid
terutama asam lemak tidak jenuh yang dapat dihasilkan melalui oksidasi oleh radikal
bebas dan digunakan sebagai indikator aktivitas radikal bebas dalam tubuh. Peningkatan
konsentrasi MDA membuktikan adanya reaksi peroksidasi lipida pada tubuh. Lipid
peroksida dapat meningkatkan permeabilitas membran dan menganggu distribusi ion-ion
yang mengakibatkan kerusakan fungsi sel dan organela (Devlin, 2002).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian Lactobacillus sp. FBB60 dan
Lactobacillus sp. FBB81 dapat menurunkan kadar MDA pada hati dan serum serta
meningkatkan aktivitas enzim GPx pada hati tikus (Tabel 6). Dibandingkan dengan
pemberian pakan standar (SD), pemberian pakan lemak tinggi (HF) meningkatkan kadar
MDA 14,40% pada hati dan 28,70% pada serum. Perlakuan Lactobacillus sp. FBB60
dengan pakan lemak tinggi dapat menurunkan kadar MDA 2,66% pada hati dan 2,70%
pada serum, sedangkan perlakuan Lactobacillus sp. FBB81 menurunkan kadar MDA
8,81% pada hati dan 9,46% pada serum. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa pemberian yoghurt yang mengandung probiotik L.acidophilus La5 and
Bifidobacterium lactis Bb12 pada pasien diabetes tipe 2 secara nyata dapat menurunkan
MDA pada serum (Ejtahed et al., 2012). Zhang et al., (2010) juga melaporkan bahwa
pemberian L. casei Zhang pada tikus dengan pakan tinggi lemak dapat menurunkan
kadar MDA dan meningkatkan aktivitas enzim SOD dan GPx pada hati dan serum.
Tabel 6. Kadar MDA pada hati dan serum dan aktivitas enzim GPx pada hati tikus
dengan perlakuan Lactobacillus sp. FBB 60 dan Lactobacillus sp. FBB 81 dengan pakan lemak tinggi
Perlakuan MDA hati (nmol/g hati)
MDA serum (nmol/ml)
Aktivitas enzim GPx (U/g hati)
PS 7,09 + 0,75 3,19 + 0,58 2.09 + 0.51 PL 8,11 + 1,20 4,11 + 0,80 1.50 + 1.00 PL-FBB60 7,89 + 2,11 4,00 + 0,93 1.72 + 0.63 PL-FBB81 7,39 + 1,03 3,72 + 1,04 1.98 + 0.71
22
Enzim GPx termasuk enzim antioksidan intrasel yang diproduksi dalam tubuh
yang berperan penting yang berfungsi menangkal radikal bebas sehingga dapat
mencegah peroksidasi lipid. Aktivitas enzim GPx lebih rendah 28,32% pada perlakuan
lemak tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan standar. Pemberian Lactobacillus
sp. FBB60 meningkatkan aktivitas enzim GPx 13,17% dan meningkat 24,67% pada
Lactobacillus sp. FBB81. Peningkatan aktivitas enzim GPx dengan pemberian
Lactobacillus sp. FBB60 dan Lactobacillus sp. FBB81 disebabkan karena penggunaan
enzim GPx untuk menangkal radikal bebas lebih sedikit pada perlakuan PL-FBB60 dan
PL-FBB81 dibandingkan dengan kontrol (PL). Hal ini didukung oleh data kadar MDA
pada hati dan serum yang lebih rendah dengan pemberian Lactobacillus sp. FBB60 dan
Lactobacillus sp. FBB81.
23
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian probiotik dengan pakan tinggi lemak tidak berpengaruh terhadap pH
sekum tikus.
2. Pemberian Lactobacillus sp. FBB60 dapat meningkatkan total BAL sedangkan
Lactobacillus sp. FBB81 tidak dapat meningkatkan total BAL pada sekum.
3. Lactobacillus sp. FBB60 dan Lactobacillus sp. FBB81 dapat menurunkan kadar
MDA pada hati dan serum tikus dengan pakan lemak tinggi.
4. Aktivitas enzim GPx pada hati lebih tinggi dengan pemberian Lactobacillus sp.
FBB60 dan Lactobacillus sp. FBB81
5. Aktivitas antioksidan dari Lactobacillus sp. FBB81 lebih baik dibandingkan
dengan Lactobacillus sp. FBB60.
6.2. Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk mengembangkan kandidat
probiotik Lactobacillus sp. FBB81 dalam bentuk produk mikroenkapsulasi dan menguji
viabilitasnya dalam berbagai suhu sehingga dapat diaplikasikan pada produk pangan
fungsional.
24
DAFTAR PUSTAKA
Amanatidou, A., Bennik, M.H., Gorris, L.G., Smid, E.J. 2001. Superoxide dismutase plays an important role in the survival of Lactobacillus sake upon exposure to elevated oxygen. Arch. Microbiol.: 176: 79-88.
Basileios, G., Spyropoulos, Evangelos, P., Misiakos, Constantine F., Christos, N.,
Stoidis. 2011. Review: Antioxidant Properties of Probiotics and Their Protective Effects in the Pathogenesis of Radiation-Induced Enteritis and Colitis. Dig. Dis. Sci.: 56: 285–294
Betsi, G. I., Papadavid, E., and Falagas, M.E. 2008. Probiotics for the Treatment or
Prevention of Atopic Dermatitis: A Review of the Evidence From Randomized Controlled Trials. Am. J. Clin. Dermatol.: 9 (2) : 93 - 103.
Carroll, I.M., Andrus, J.M., Bruno-Ba´rcena, J.M., Klaenhammer, T.R., Hassan, H.M.,
and Threadgill, D.S. 2007. Anti-inflammatory properties of Lactobacillus gasseri expressing manganese superoxide dismutase using the interleukin 10-deficient mouse model of colitis. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol.:293: G729–G738.
Chang, S.K. and Hassan, H.M. 1997. Characterization of superoxide dismutase in
Streptococcus thermophilus. Appl Environ Microbiol.: 63: 3732–3735. Collado, M. C., Isolauri, E., Salmien ,S., and Sanz , Y. 2009. The impact of probiotic on
gut health. Curr Drug Metab.: 10 (1): 68-78. Chu-Chyn, O., Tsong-Ming, L., Jaw- Ji, T., Jyh-Herng, Y., Haw -Wen, C., dan Meei-
Yn, L. 2009. Antioxidative Effect of Lactic Acid Bacteria: Intact Cells vs. Intracellular Extracts. Journal of Food and Drug Analysis: 17 (3) : 209-216
FAO/WHO. 2002. Joint FAO/WHO Working Group Report on Drafting Guidelines for
the Evaluation of Probiotics in Food. London. Farr, S. B. and Kogoma, T. 1991. Oxidative stress response in Escherichia coli and
Salmonellas typhimurium. Microbiol. Rev.: 55: 561-585. Fuller, R. 1989. A Review, Probiotic in Man and Animals. Journal of Applied
Bacteriology : 66: 365-378. Fridovich, I. 1995. Superoxide radical and superoxide dismutases. Annu. Rev.Biochem. :
64: 97-112
25
Gao,D., Zhu, G., Gao, Z., Liu, Z., Wang, L., and Guo, W., 2011. Antioxidative and hypolipidemic effect of lactic acid bacteria from pickled Chinese cabbage. Journal of Medicinal Plant Research : 5(8) : 1439-1446.
Hardiningsih, R. dan Nurhidayat, N. 2006. Pengaruh Pemberian Pakan
Hiperkolesterolemia Terhadap Bobot Badan Tikus Putih Wistar yang Diberi Bakteri Asam Laktat. Biodiversitas: 7(2) : 127-130
Heinonen, O.P, and Albanes, D., 1994, The effect of vitamin E and β-carotene on the
incidence of lung cancer and other cancer in male smokers. J.Med. :330: 1029-1035.
Halliwell, B. and Gutteridge, J. M. C. 1999. Free radicals in Biology and Medicine.
Clarendon Press. Isolauri, E, Sutas, Y., Kankaanpaa, Arvilommi, P. H., and Salminen, S. 2001. Probiotics:
effects on immunity. Am. J. Clin. Nutr. : 73 (2) : 444 – 450. Isolauri, E. and Salminen .S. 2008. Probiotics: Use in Allergic Disorders: a Nutrition,
Allergy, Mucosal Immunology, and Intestinal Microbiota (NAMI) Research Group Report. J. Clin. Gastroenterol. : 42 (2) : 91 – 96.
Kodali, V.P., Sen, R. 2008. Antioxidant and free radical scavenging activities of an
exopolysaccharide from a probiotic bacterium. J. Biotechnol :3 : 245–251. Klaenhammer, T.R. and Kullen, M.J. 1999. Selection and design of probiotics. Int. J.
Food Microbiol. : 50: 45-57. Kim, H. S. , Chae, H. S., Jeong, S. G., Ham,J. S., Im, S. K., Ahn, C. N. and Lee, J. M.
2005. Antioxidant Activity of Some Yogurt Starter Cultures. Asian-Aust. J. Anim. Sci. : 18 ( 2) : 255-258
Kim, H.S., Jeong, S.G., Ham, J.S., Chae, H.S., Lee, J.M., and Ahn, C.N., 2006a.
Antioxidative and probiotic properties of Lactobacillus gasseri NLRI-312 isolated from Korean infant feces. Asian-Aust. J. Anim. Sci. :19: 1335-1341.
Kim, H.S., Chae, H.S., Jeong, S.G., Ham, J.S., Im, S.K., Ahn, C.N., and Lee, J.M.
2006b. In vitro antioxidative properties of lactobacilli. Asian-Aust. J. Anim. Sci. :19. (2) : 262-265.
Kumar, M., Nagpal, R., Kumar, Hemalatha, R., Verma,V., Kumar, A., Chakraborty, C.,
Singh, B., Marotta, F., Jain, S., and Yadav, H., 2012. Experimental Diabetes Research. Article ID 902917, 14 pages doi:10.1155/2012/902917
26
Kullisaar, T., Zilmer, M,, Mikelsaar ,M., Vihalemm, T., Annuk, H., Kairane, C., Kilk, A. 2002. Two antioxidative Lactobacilli strains as promising probiotics. Int. J. Food Microbiol.:72: 215-224.
Lee, D.K., Jang, S., Baek, E.H., Kim, M.J., Lee, K.S., Shin, H.S., Chung, M.J., Kim,
J.E., Lee, K.O., and Ha, N.J. 2009. Lactic acid bacteria affect serum cholesterol levels, harmful fecal enzyme activity, and fecal water content. Lipids in Health and Disease. :8: 21
Lee, J., Hwang, K., Chung, M.Y., Chao, D.H., and Park, C.S. (2005). Resistance of
Lactobacillus casei KCTC 3260 to reactive oxygen species (ROS): Role for a metal ion chelating effect. J. Food Science: 70: 388-391.
Lin, M.Y., and Yen, C.L. 1999. Antioxidative ability of lactic acid bacteria. J. Agric.
Food Chem. : 47 : 1460–1466. Lutgendorff, F., Trulsson, L.M., van Minnen, L.P. 2008. Probiotics enhance pancreatic
glutathione biosynthesis and reduce oxidative stress in experimental acute pancreatitis. Am. J. Physiol. Gastrointest Liver Physiol.: 295: G1111–G1121.
Musenga, A., Mandrioli, R., Bonifazi, P., Kenndler, E., Pompei, A., and Raggi, M.A.
2007. Sensitive and selective determination of glutathione in probiotic bacteria by capillary electrophoresis-laser induced fluorescence. Anal Bioanal Chem. : 387 : 917–924.
Marteau, P.R., de Vrese, M., Cellier, C.J., and Schrezeenmeier, J. 2001. Protection from
gastrointestinal deseases with the use of probiotics. Am. J. Clin. Nutr.: 73: 430S-436S.
Neha, A., Kamaljit, S., Ajay, B., dan Tarun, G., 2012. Probiotic: as effective treatment
of diseases. www.irjponline : 3 (1): 96 - 101 Ooi, L.G. dan Liong, M. T. 2010. Cholesterol-Lowering Effects of Probiotics and
Prebiotics: A Review of in Vivo and in Vitro. Int. J. Mol. Sci.: 11(6): 2499–2522. Pato, U. 2003. Potensi bakteri asam laktat yang diisolasi dari dadih untuk menurunkan
resiko penyakit kanker. Jurnal Natur Indonesia : 5(2): 162-166. Pompella, A., Visvikis, A., Paolicchi, A., De Tata V., and Casini , A.F. 2003. The
changing faces of glutathione, a cellular protagonist. Biochem Pharmacol. : 66 : 1499–1503.
27
Peran, L., Camuesco, D., and Comalada, M. 2006. Lactobacillus fermentum, a probiotic capable to release glutathione, prevents colonic inflammation in the TNBS model of rat colitis. Int. J. Colorectal Dis. : 21 : 737–746.
Pant. N., Marcotte, H., Brussow, H., Svensson, L., and Hammarstrom, L. 2007.
Effective Prophylaxis Against Rotavirus Diarrhea Using a Combination of Lactobacillus rhamnosus GG and Antibodies. BMC Microbiol. :7 (86): 2180 – 2187.
Sujaya, I N., Utami, D, N.M., Suariani, N.L.P., Widarini, N.P., Nocianitri, K.A.,
Nursini, N.W.. 2008a. Potensi Lactobacillus Spp. Isolat Susu Kuda Sumbawa Sebagai Probiotik. J. Vet. : 9 : 33-40.
Steel, R.G.D. dan Torrie, J.H. 1993. Prinsip dan prosedur statistic. Penerjemah Bambang
Sumantri, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Sulistyowati. 2008. Pemanfaatan Yoghurt Sebagai Bahan Penurun Trigliserida Darah
Manusia. WAHANA :51 (2) : 18-26. Sanders, M. E. 2000. Symposium: Probiotic Bacteria: Implications Sujaya, I N., Minamida, K., Sone, T., Yokota, A., Asano, A. and Tomita, F. 2003.
Effects of Long Term Ingestion of DFAIII on Human Intestinal Microbiota. Ann. Meeting of Japan Society for Lactic Acid Bacteria, Tokyo.
Salminen, S., Wright, A.V., and Ouwehand, A., 2004. Lactic acid bacteria,
microbiological and functional aspects. Marcel Dekker Inc. USA. Salazar-Lindo, E., Figueroa-Quintanilla, D., Caciano, M. I., Reto-Valiente, V.,
Chauviere, G. and Colin, P. 2007. Effectiveness and Safety of Lactobacillus LB in the Treatment of Mild Acute Diarrhea in Children. J. Ped. Gastroenterol. Nutr. : 44 : 571-576.
Torii, S., Torii, A., Itoh, K., Urisu, A., Terada, A., Fujisawa, T., Yamada, K., Suzuki, H.,
Ishida, Y., Nakamura, F., Kanzato, H., Sawada, D., Nonaka, A., Hatanaka, M., and Fujiwara, S. 2010. Effects of Oral Administration of Lactobacillus acidophilus L-92 on the Symptoms and Serum Markers of Atopic Dermatitis in Children. Int. Arch. Allergy Immunol. :154(3): 236-245
Tabbers, M.M. and Benninga, M.A.. 2007. Administration of Probiotic Lactobacilli to
Children With Gastrointestinal Problems : There is Still Little Evidence. Ned. Tijdschr. Geneeskd. : 151 (40) : 2198 – 2202
28
Uni, I. A. S. M. 2012. Isolasi Bakteri Asam Laktat Penghidrolisis Garam Empedu dari Feses Bayi dan Uji Ketahanannya Terhadap pH Rendah untuk Pengembangan Probiotik. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas MIPA. Unud. Denpasar.
Valko, M, et aI, 2006, Free radical, metal and antioxidant in oxidative stress inducced
cancer, J.Chem-BioI, Rusia :160 : 1-40. Vaughan, E.E., de Vries, M.C., Zoetendal, E.G., Ben-Amor, K., Akkermans, A.D.L.,
and de Vos, W. M. 2002. The Intestinal LABs. Antonie Van Leeuwenhoek. : 82(1-4):341-352.
WHO (World Health Organization). 2004. Death From Conorary Heart Disease, Risk
Factor : Lipid, Available : www. WHO.int/06lipids040527 (Accessed : 2011, April 12)
Zhang, Y., Du, R., Wang, L., Zhang, H. 2010. The antioxidative effects of probiotic
Lactobacillus casei Zhang on the hyperlipidemic rats. Eur. Food Res. Technol. : 231:151–158