REFERAT arum

55
REFERAT SINDROMA THALASEMIA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mengikuti Ujian OSCE Program Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Kesehatan Anak DISUSUN OLEH : Dyah Arum Kusumaningtyas 06711211 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Transcript of REFERAT arum

Page 1: REFERAT arum

REFERAT

SINDROMA THALASEMIA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mengikuti Ujian OSCE

Program Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Kesehatan Anak

DISUSUN OLEH :

Dyah Arum Kusumaningtyas

06711211

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2011

Page 2: REFERAT arum

Halaman Pengesahan

REFERAT

SINDROM THALASEMIA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mengikuti Ujian OSCE

Program Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Telah di presentasikan pada tanggal

25 Januari 2011

Tempat : RSUD Sragen

Ka. SMF Ilmu Kesehatan Anak Koord. Ilmu Kesehatan AnakRSUD SRAGEN RSUD SRAGEN

dr. Pursito, Sp.A dr. Tunjung Respati Sp.A, M.Kes

Page 3: REFERAT arum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Thalassemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan

secara autosom resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan

pembentukan rantai globin alfa atau beta. Individu homozigot atau compound

heterozygous, double heterozygous bermanifestasi sebagai thalassemia beta

mayor yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan terapi besi untuk

mempertahankan kualitas hidupnya.

Thalassemia juga merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling

sering terjadi didunia, sangat umum di jumpai disepanjang sabuk thalassemi yang

sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Heterogenitas molekular

penyakit tersebut baik carrier thalasemia-α maupun carrier thalassemia-ß sangat

bervariasi dan berkaitan erat dengan pengelompokan populasi sehingga dapat

dijadikan petanda genetik populasi tertentu.

Karena Indonesia termasuk dalam sabuk thalassemik dan sebagian besar

wilayahnya endemis malaria diduga kedua jenis thalassemia tersebut terdapat

pada populasi Indonesia yang cukup tinggi yaitu sebagai mekanisme mikroevolusi

untuk menangkis malaria. Beberapa penelitian, khususnya thalassemia- ß, telah

dilaporkan Lanni (2002) bahwa data terbaru yang cukup representatif yang

mewakili 17 populasi di Indonesia menunjukkan prefalensi carrier yang bervariasi

yaitu 0 - 10 %.

Sementara itu keberadaan carrier thalassemia ß di Indonesia masih kurang

dicermati walaupun telah dilaporkan bahwa prefalensinya cukup tinggi pada

berbagai populasi di daratan Asia atau Pasific. WHO (1987) memperkirakan ada

13.000-16.000 bayi thalassemia-ß lahir setiap tahun di dunia. Jika mereka bisa

mencapai usia dewasa, diperkirakan ada sekitar 680.000 penderita thalassemia-ß

di Asia Tenggara.

Page 4: REFERAT arum

Angka yang paling banyak disitasi di Indonesia adalah estimasi Wong (1983)

yang memperkirakan hanya ada sekitar 0.5% dari total penduduk Indonesia yang

membawa sifat kelainan darah dan angka ini jauh lebih rendah dari prefalensi

carrier thalassemia-ß yang diperkirakan mencapai 3.5%.

Namun, banyak peneliti percaya bahwa prefalensi carrier talasemia-ß di

Indonesia jauh diatas yang diperkirakan Wong tersebut. Dugaan tersebut juga

didukung oleh bukti-bukti bahwa cukup banyak bayi atau janin hydrop fetalis dan

Hb-H yang terjaring di Rumah Sakit-Rumah Sakit terutama pada mereka yang

mempunyai pengaruh kuat unggun gen Mongoloid. Namun seberapa anak besar

prevalensi carrier tersebut pada berbagai populasi di Indonesia belum pernah

dilaporkan secara rinci.7

Salah satu delesi penyebab thalassemia-ß yang paling sering dijumpai pada

populasi di Asia Tenggara adalah mutasi—SEA. Bentuk homozigot mutasi ini

menghasilkan janin atau bayi hydrop fetalis. Mutasi delesi banyak di jumpai pada

populasi Asia Tenggara yang mendapat pengaruh kuat unggun gen Mongoloid

sehingga dianggap sebagai petanda genetik populasi di Asia Tenggara. Distribusi

mutan ini telah dijumpai di Thailand, Malaysia, dan Filipina dalam frekuensi

polimorfik, tetapi tidak dijumpai pada populasi Papua ataupun populasi lainnya di

kepulauan Pasifik.7

Carrier thalassemia-ß di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Lie-Injo

(1959) tentang kasus bayi Hb-Bart’s hydrop fetalis di Jakarta. Wahidayat juga

melaporkan kasus thalassemia-ß baik Hb-H maupun bayi hydrop fetalis yang

cukup banyak terjaring di Jakarta terutama pada suku Cina. Sementara itu

keberadaan thalassemia-ß pada populasi di Medan pertama kali dilaporkan oleh

Hariman bahwa dari 300 sampel darah tali pusar yang ditapis 2,5% di antaranya

diduga carrier thalassemia-ß

Page 5: REFERAT arum

Keberadaan carrier thalassemia-ß perlu diwaspadai karena pasangan carrier

kelainan darah tersebut mempunyai kemungkinan 25% anak-anaknya akan lahir

sebagai bayi Hb-Bart’s hydrop fetalis dan akan segera meninggal setelah lahir

atau semasa janin. Di samping itu, jika carrier thalassemia-ß menikah dengan

carrier thalassemia-ß, 25% keturunannya juga berkemungkinan menderita Hb-H

atau secara klinis disebut dengan thalassemia intermedia dan mayor.

Sampai saat ini belum ada tindakan kuratif yang memadai untuk mengatasi

thalassemia mayor. Cangkok sumsum tulang yang dilakukan selain tidak bersifat

permanen juga mempunyai survival rate yang rendah. Hal ini membutuhkan

biaya yang cukup besar dan harus dilakukan di luar negeri.

Terapi gen pada penderita thalassemia juga hanya dilakukan dalam tingkat

penelitian. Anjuran WHO (1984) terhadap penyakit ini adalah melakukan tranfusi

darah secara rutin dengan pemberian agen pengkelat besi dan pemberian beberapa

ajuvan yang bersifat antioksidan.

Terapi tranfusi reguler dibutuhkan untuk mempertahankan Hb sekitar 10 gr%

memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dan juga

menekan eritropoiesis endogen untuk menghindari eritropoiesis tidak efektif

sehingga mengurangi hepatosplenomegali oleh karena hematopoesis

ekstrameduler, deformitas tulang dan pembesaran jantung, sehingga penderita

thalassemia dapat mengalami kehidupan hampir seperti anak normal, yang

tentunya memperbaiki kualitas hidupnya.7,11,12

Pemberian transfusi yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi

hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu menimbulkan penimbunan zat besi

dalam jaringan tubuh sehingga dapat mengakibatkan kerusakan organ-organ

tubuh seperti hati, limpa, ginjal, jantung, tulang dan pankreas.13

Pasien dengan kadar feritin 3000 ng/ml menunjukkan harapan hidup yang

lebih tinggi dari kadar feritin >3000 ng/ml (p<0,006). Pasien dengan kadar feritin

1500 ng/ml menunjukkan berkurangnya komplikasi dibanding dengan >1500

ng/ml (p<0,024).

Page 6: REFERAT arum

Terapi kelasi besi sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pemberian 10-

20 kali transfusi atau kadar feritin meningkat diatas 1000 µg/l.15,16,17 Bila terapi

simptomatis ini diberikan sesuai dengan kebutuhan, maka perubahan fisik yang

terjadi sebagai akibat dari patofisiologi thalassemia beta mayor dapat dibatasi dan

pasien dapat menjalankan suatu kehidupan yang relatif normal. Sebaliknya bila

terapi yang diberikan tidak adekuat, maka thalassemia beta mayor merupakan

penyakit terminal dengan angka kematian cukup tinggi.18

Tindakan ini harus dilakukan terus menerus seumur hidup dan diperlukan

biaya yang cukup besar. Efek sampingnya juga cukup tinggi jika dilakukan

dengan tidak memadai. Salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah tindakan

preventif dan kontrol baik berupa tindakan konseling genetik pra-nikah sebagai

pencegah terjadinya kasus baru thalassemia. Tindakan preventif ini hanya dapat

dilakukan jika prevalensi dan jenis mutan pada populasi bersangkutan telah

diketahui.

Kondisi kronik thalassemia beta mayor menunjukkan tampilan klinis wajah

khas facies Cooley, hidung menjadi pesek, maloklusi antara rahang atas dan

bawah, ekspansi tulang panjang mengakibatkan tulang panjang menjadi rapuh

dan mudah terjadi fraktur, penutupan prematur dari epifisis femur bagian bawah

sehingga pasien bertubuh pendek, perut anak membuncit, akibat pembesaran hati

dan limpa. Hepatomegali disebabkan proses hematopoiesis ekstra meduler dan

deposit besi yang berlebihan. Splenomegali terjadi karena limpa membersihkan

sejumlah eritrosit rusak sehingga terjadi hiperplasia limpa sebagai kompensasi.

Limpa yang terlalu besar membatasi gerak penderita sehingga menimbulkan

peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Bila terjadi

ruptur sangat berbahaya bagi anak karena dapat terjadi perdarahan yang banyak,

sedangkan anak thalassemia xx sendiri selalu dalam keadaan kadar hemoglobin

yang rendah.19,20

Penderita juga mengalami gangguan pertumbuhan dan malnutrisi, dimana

berat badan dan tinggi badan menurut umur berada dibawah persentil 50 dengan

Page 7: REFERAT arum

mayoritas gizi buruk.21 Wahidiyat I (1996), menemukan 2,7% penderita

thalassemia beta mayor digolongkan dalam gizi baik, sedangkan 64,1% gizi

kurang dan 13,2% gizi buruk.21

Aspek klinis ini berpengaruh besar terhadap kehidupan anak sehari-hari,

timbulnya stress tambahan dan dampak psikologis pada keluarga dan anak.22,23

Penyakit ini juga menimbulkan masalah psikososial yang besar bagi penderita

maupun keluarganya, selain masalah medis di atas. Timbulnya suatu penyakit

pada proses maturasi fisik dan psikososial dapat mengganggu kualitas hidup

seseorang, pada individu tersebut dapat terlihat gejala sisa secara fisik, psikologis

dan sosial.24

Masalah tumbuh kembang anak dengan penyakit kronik tergantung cara anak

memahami dirinya, penyakitnya, pengobatan yang diterimanya dan kematian.25

Perawatan yang lama dan sering di rumah sakit, tindakan pengobatan yang

menimbulkan rasa sakit dan pikiran tentang masa depan yang tidak jelas, kondisi

ini memiliki implikasi serius bagi kesehatannya sehubungan dengan kualitas

hidupnya.26 Faktor penyebab turunnya kualitas hidup pada anak baik secara

sendiri-sendiri maupun bersama-sama belum diketahui secara pasti, sampai saat

ini belum diketahui pasti. Demikian juga faktor-faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup anak thalassemia beta mayor sangat kompleks dan multifaktorial

akibat pengaruh dari penyakitnya sendiri maupun pengobatannya.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih dalam

mengenai sindroma thalasemia, gejala, tanda, diagnosis, terapi dan akibat yang

dapat ditimbulkan pada seorang anak selama dalam proses pertumbuhannya.

BAB II

Page 8: REFERAT arum

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kata thalasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalassa yang berarti laut

(mengarah ke mediterania) dan emia yang berarti berhubungan dengan darah.

Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan berbagai

derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial

gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai

perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai

globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah

penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang

berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia, banyak di antara mutasi

ini adalah unik untuk daerah geografi setempat.

GAMBAR 1. Variasi mutasi pada gen ß yang menghasilkan thalasemia-ß

Page 9: REFERAT arum

Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia

secara struktural adalah normal. Pada bentuk thalassemia-α yang berat, terbentuk

hemoglobin hemotetramer abnormal (β4 atau γ4) tetapi komponen polipeptida globin

mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan

perubahan hemotologi mirip thalassemia.

Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan

penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-

daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua

India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau

Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalassemia-β. Di

beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau

lebih gen thalassemia.

2.2 ETIOLOGI

Produksi Rantai Globin

Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali

dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau

normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb :

bersama-sama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb.

Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur tetramer

dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin α

(atau mirip-α) dan dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk,

tergantung dari tipe rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb

memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan

dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam

kehidupan manusia.

Page 10: REFERAT arum

Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α) berkombinasi

dengan rantai γ membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan dengan rantai ε untuk

membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2). Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi,

dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari

α2γ2 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb fisiologis yang ketiga,

Hb A2, dibentuk dari rantai α2δ2.

GAMBAR 2. Gen Rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan rantai rantai

non α untuk memproduksi bermacam macam Hb normal.

Patofisiologi seluler

Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis

rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang

berlebihan berbeda beda pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β, rantai α yang

berlebihan, tidak mampu membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor

sel darah merah dan, dengan berbagai cara, menimbulkan hampir semua gejala yang

bermanifestasi pada sindroma thalassemia-β; situasi ini tidak terjadi pada

thalassemia-α. Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada

tahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa.

Page 11: REFERAT arum

Rantai-rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu membentuk

homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan (viable) dan

dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4).

Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada

manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini. Rantai α yang terakumulasi

di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak larut (insoluble), terpresipitasi di

dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan kerusakan yang

signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi

intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan

yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai

yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis

maupun eritropoesis inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan

thalassemia-β.

Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari

rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang berlebihan

untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan

sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit

dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki kemampuan untuk membawa

oksigen.

Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia

berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada

penderita dengan thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas

oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan anemia

berat akan menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari

massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan

deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan meningkat,

berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari

penyakit ini.

Page 12: REFERAT arum

Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang

bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak

diterapi, akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan

terjadinya hipersplenisme.

Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara

teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat

dicegah atau dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara

teori hanya akan lebih merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang

sebenarnya, karena penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis

inefektif dan jumlah besi pada penderita yang bersangkutan.

Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi

karena adanya downregulation dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar

yang dinamakan hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi

besi oleh makrofag. Hal ini terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.

Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat

diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan

besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi. Pada pasien

dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun akibat

meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita

thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut

dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung

meskipun penderita dalam keadaan iron overload.

Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain

bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag

menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin

diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga

menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi

yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka

mendapat transfusi darah teratur atau tidak.

Page 13: REFERAT arum

Sebagai contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan

transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan

penderita yang mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya

memiliki jumlah besi yang sama.

Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan

protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada

thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini

cukup berbahaya karena memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan

akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan

hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).

Hipotesa Malaria

Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif

untuk bertahan hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik

malaria. Hardane berpendapat bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada

thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi G6PD terdapat hampir secara eksklusif

pada daerah tropis dan subtropis.

Insidens dari mutasi genetik ini pada populas tertentu merefleksikan adanya

keseimbangan antara kematian dini pada penderita homozigot dengan peningkatan

kesehatan pada penderita heterozigot.

Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia belum

jelas. Sel Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan parasit

malaria, dan, berdasarkan tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan trait

thalassemia-β, malaria serebral fatal yang diketahui dapat menyebabkan kematian

pada bayi tersebut dapat dicegah. Sel darah merah pada penderita Penyakit Hb H juga

memiliki semacam efek supresif terhadap pertumbuhan parasit. Namun efek ini tidak

ditemukan pada penderita dengan trait thalassemia-α.

Page 14: REFERAT arum

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia.

Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang

terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir

seluruh negara di dunia. Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area

tertentu di dunia. Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara

Mediteraniam seperti Yunani, Itali, dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania

seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki insidens thalassemia-β mayor yang

tinggi secara signifikan. Thalassemia-β juga umum ditemukan di Afrika Utara, India,

Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia- α lebih sering ditemukan

di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.

Mortalitas dan Morbiditas

Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang

terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa

laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia-α mayor yang

bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan

perawatan medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan

terapi khelasi, sama dengan penderita thalassemia-β mayor. Terdapat juga laporan

kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan thalassemia-α mayor yang lahir

tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin. Pada kasus ini,

tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik, diperkirakan

sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.

Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan morbiditas

bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia-β mayor

yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat

atau iron overload adalah penyebab tersering kematian pada penderita. Penyakit hati,

infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau

terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk

thalassemia yang berat.

Page 15: REFERAT arum

Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak

diterapi; mereka yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko

mengalami bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload,

infeksi berat yang kronis yang dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi dari terapi

khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan komplikasi yang potensial.

Usia

Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat

timbulnya gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada

pasien dengan kasus-kasus yang parah dan temuan hematologik pada pembawa

(carrier) tampak jelas pada saat lahir. Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis

yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat

mendukung diagnosis.

Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh

kedua tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin γ dan

penggabungannya ke Hb Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara. Bentuk

thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia.

Banyak pasien dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang jelas (yaitu,

hipokromasia,mikrositosis, elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua

orang tua terpengaruh) mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang

signifikan selama beberapa tahun.

Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai

thalassemia-β intermedia. Situasi ini biasanya terjadi jika pasien mengalami mutasi

yang lebih ringan.

Page 16: REFERAT arum

2.4 PATOFISIOLOGI

Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan

produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu

(α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan

dengan terjadinya produksi rantai globin lain yang normal. Karena dua tipe rantai

globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama lain dengan rasio hampir 1:1

untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari rantai

globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan

sel menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel.

Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk

thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut

sebagai hemoglobinopati karena pada tipe tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai

globin normal secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya

produksi dari rantai globin tertentu. Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari

rantai yang tereduksi.

Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama

sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi,

tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-

β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak diproduksi sama sekali.

Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya

deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik).

Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang

mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal

ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya

gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin.

Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb

dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal.

Page 17: REFERAT arum

Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2) biasanya

meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ oleh rantai α

bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai β adekuat

untuk dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α, diketahui memiliki

keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk memproduksi rantai δ yang

stabil; dengan berpasangan dengan rantai α, rantai δ memproduksi Hb A2 (kira-kira

2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang berlebihan digunakan untuk

membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi di dalam sel,

bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak

sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat

toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe

dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih nyata

dibandingkan toksisitas rantai β pada thalassemia-α).

Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley,

berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan.

Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan

menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum tulang

(eritropoesis inefektif).

2.5 KLASIFIKASI THALASEMIA DAN PRESENTASI KLINIS

Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing

melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk

bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling

penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis

rantai α maupun β.

Page 18: REFERAT arum

Thalassemia-α

Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak

ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi

gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α

pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui

sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini.

TABEL 1.Thalasemia α

Genotip Jumlah gen α Presentasi Klinis Hemoglobin Elektoforesis

Saat lahir >6 bulan

αα/αα 4 Normal N N

-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N

--/αα atau–α/-α

2 Trait thal-α 2-10 % Hb

Barts

N

--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb

Barts

Hb H

--/-- 0 Hydrop fetalis >75% Hb Barts -

Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4

Silent carrier thalassemia-α

Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan

secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah

dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16. Pada tipe

silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3

dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya

jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.

Page 19: REFERAT arum

Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan

elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga

dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga ( misalnya orangtua)

untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua

yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas

merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.

Trait thalassemia-α

Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah

yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16

atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di

Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah. Pada bayi baru lahir yang

terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat

umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas

normal.

GAMBAR 3. Thalasemia alpha menurut hukum mendel

Page 20: REFERAT arum

Penyakit Hb H

Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan

thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus,

dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang

diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang

diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam

eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan

sebagai Heinz bodies.

Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan

apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies

Thalassemia-α mayor

Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen

globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A,

dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini

terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4

memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi bayi itu mengalami hipoksia berat.

Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland =

ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.

Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir

hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal

jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen

neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.

Page 21: REFERAT arum

Thalassemia-β

Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara

lain :

a. Silent carrier thalassemia-β

Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang

rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-

β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat

diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan

bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia

intermedia.

Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Page 22: REFERAT arum

Trait thalassemia-β

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan

elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F,

atau keduanya.

Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai

anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat

besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β

mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini

juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus,

yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5%

sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.

a. Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β

Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga

seberat thalassemia-β mayor. Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+)

menghasilkan sindrom mirip anemia Cooley yang tidak terlalu berat

(thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul

pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL

tanpa transfusi.

Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia

ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal

menurut umur. Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis,

ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga

ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia.

Page 23: REFERAT arum

MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg).

Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan,

tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau

meningkat.

b. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)

Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6

bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada

penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung

yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada

5 tahun pertama kehidupan.

Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang

menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan

eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang

menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum

tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

Page 24: REFERAT arum

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat

kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler

dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian

besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan

hipersplenisme sekunder.

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat

atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang

disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi

jantung,termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan

oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.

Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot

yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan

mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel

bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi,

terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan

presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun

secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi.

Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron

binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar

HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

2.6 STADIUM THALASEMIA

Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah

kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat

gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai

terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem

ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

Page 25: REFERAT arum

Stadium I

Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells

(PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya

ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram

(EKG) dalam 24 jam normal.

Stadium II

Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki

keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding

ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG

dalam 24 jam.

Stadium III

Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi

ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan

ventrikular.

2.7 DIAGNOSIS DIFERENSIAL

- Anemia akut

- Anemia kronis

- Hydrop fetalis

- Pyruvate kinase deficiency

- Thalassemia Intermedia

2.8 PEMERIKSAAN

a. Pemeriksaan Klinis

Sehubungan dengan keputusan untuk mulai memberikan tranfusi, sangat

penting untuk memastikan bahwa pasien memang benar menderita thalassemia mayor

dan mengeliminasi penyebab penyebab anemia lainnya. Sebaiknya pemeriksaan

darah dilakukan sebelum tranfusi, karena bila penderita sudah mendapatkan transfusi

maka diagnosis, khususnya thalasemia intermedia menjadi sulit dipastikan.

Page 26: REFERAT arum

Pada thalasemia intermedia, biasanya anemia menjadi parah karena adanya faktor

penyerta seperti defisiensi besi dan asam folat dan mengoreksi defisiensi defisiensi

tersebut penting dilakukan untuk mengurangi atau bhkan menghindari kemungkinan

tranfusi pada thalasemia intermedia.

Dari anamnesis, akan di dapatkan keluhan keluhan akibat anemia. Anak

tampak pucat, terdapat gangguan nafsu makan, infeksi berulang, kelemahan umum,

gangguan tumbuh kembang, dan perut tampak semakin membesar akibat adanya

pembesaran hati dan limpa. Pada umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia

bulan 6 bulan. Pada pemeriksaan fisik selain tampak pucat, wajah tampak khas

gambaran mongoloid (facies cooley) akibat adanya deformitas tulang kepala dengan

zigoma yang menonjol. Disamping itu di dapatkan hepatomegali dan splenomegali.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Melengkapi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan Hb elektroforesis

merupakan pemeriksaan diagnostik yang utama. Hb biasanya rendah, berkisar antara

2-8 gr/dl. Mean corpusceler volume (MCV) dan mean corpusculer hemoglobine

MCH rendah, sementara red blood cell distributing weight (RDW) meningkat.

Biasanya di dapatkan HbF yang meningkat, 20%-90% dari Hb total. Dari preparat

darah apus, akan didapatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, sel target,

anisotisosis berat dengan makroovalositosis, mikroferosit, polikromasi, basophilic

stippling, benda Howell Jolly, poikilositosis dan sel target. Retikulosit juga

meningkat.

Perlu pula diperiksa pedigree kedua orang tuanya dimana thalassemia mayor,

keduanya orangtuanya adalah karier thalasemia yang di tandai dengan kadar HbA2

yang meningkat (>3,5% dari Hb total). Banyak formula yang digunakan untuk

membedakan anemia karena thalassemia (terutama thalasemia karier/intermedia)

dengan anemia kerena defisiensi besi, diantaranya yang paling praktis dan mudah di

ingat adalah indeks mentzer dengan cara yaitu membagi MCV dan jumlah eritrosit.

Bila kurang dari 13 mendukung ke arah thalasemia, bila lebih dari 13

mengindikasikan suatu anemia defisiensi besi.

Page 27: REFERAT arum

c. Pemeriksaan Radiologi

Perubahan pada tulang penderita thalasemia akan memberikan gambaran

radiologis yang khas dimana pada foto tulang kepala tampak gambaran hair on end,

korteks menipis diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks. Sementara

foto tulang pipih dan ujung kepala panjang tampak perluasan sumsum tulang

sehingga trabekula tampak jelas. Foto thorax perlu dilakukan untuk menilai

komplikasi iron overload. Dikatakan MRI secara kuantitatif dapat menilai timbunan

besi pada hati setara dengan biopsi hati.

Gambar 7. Deformitas tulang dengan foto rontgen

Page 28: REFERAT arum

2.9 TERAPI

Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut

setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali

memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai

Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada

semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota

keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.

Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi

darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah

harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode

pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam

batas normal tanpa transfusi.

Transfusi Darah

Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-

9.5 gr/dL sepanjang waktu. Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler,

maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan

tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan

pemeriksaan hepatitis.

Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC

dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang

adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan. Pertimbangkan

pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah

demam dan reaksi alergi.

Page 29: REFERAT arum

Komplikasi Transfusi Darah

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi

bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor

biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa

diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi

terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut

sudah jauh berkurang.

Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja

usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat

menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya

mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang

tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-

Sulfametoksazol.

Terapi Khelasi (Pengikat Besi)

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat

menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat

mencegah kelainan jantung tersebut.

Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks

hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting

untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih

banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka

rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).

Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12

jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.

Page 30: REFERAT arum

Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)

TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat

ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya

hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi

dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah

59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%.

Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan,

individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi

yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah

setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk

fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi

daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus

dipertimbangkan.

Terapi Bedah

Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada

pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi

nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel

darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum

memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk

besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut.

Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya,

splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan

penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan

kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.

Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-

250 mL/ kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena

dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.

Page 31: REFERAT arum

GAMBAR 8. Splenektomi

Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur

sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila

memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan

antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil

kultur. Dosis rendah Aspirin® setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat

menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca splenektomi.

Page 32: REFERAT arum

Diet

Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :

asam folat, asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak

diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh

diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.

Skrining

Dapat dilakukan skrining premarital dengan menggunakan pedigree. Atau

bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui

ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya normal,

pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai α.

Tumbuh Kembang

Keterlambatan tumbuh kembang sering terjadi pada pasien yang menderita

thalasemia berat (sebanyak 30%). Keterlambatan ini di akibatkan oleh kurangnya

sumber kalori untuk proses eritropoesis, sama halnya yang terjadi pada anemia kronis

karena transfusi berulang dalam jangka waktu lama. Walaupun terapi kelasi sangat di

anjurkan pada awal pengobatan, pasien jarang yang dapat tumbuh normal sempurna.

Sisa dari pengobatan kelasi dengan DFO juga dapat menyebabkan keterlambaran

tumbuh kembang.

Beberapa ahli menyarankan menggunakan pengobatan dengan hormon

pertumbuhan pada semua anak yang menderita thalasemia yang tumbuh lebih pendek

karena kekurangan hormon pertumbuhan (growth hormone deficiency) dapat

menerima rekombinan hormon pertumbuhan sebagai pengobatannya. Pengobatan ini

dibuktikan pada sebuah penelitian yang meningkatkan angka pertumbuhan pada

semua pasien.

2.10 PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia.

Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi

dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.

Page 33: REFERAT arum

BAB III

KESIMPULAN

Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan.

Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah,

India sampai Asia Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan

rantai globin yang hilang pada hemoglobin individu yaitu Thalassemia-α dan

thalassemia-β, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi beberapa subtipe

berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala.

Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau kodominan.

Heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan

heterozigot gejalanya lebih berat dari thalassemia α dan β. Terapi thalassemia

antara lain adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi (khelasi), splenektomi, dan

transplantasi sumsum tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria dan efek

samping tertentu sehingga perlu dipertimbangkan secara seksama. Konseling

mengenai thalassemia sangat diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap

penderita. Sampai saat ini, penderita thalassemia yang berat biasanya tidak dapat

bertahan hingga mencapai usia dewasa normal meskipun kemungkinan ini tidak

tertutup sama sekali.

Page 34: REFERAT arum

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi

ke-15. Jakarta : EGC ; 1996

2. Erythropoesis. November 4, 2009 (cited December 6, 2009) Available at

http://en.wikipedia.org/wiki/Erythropoiesis

3. Hemoglobine. December 9, 2009 (cited December 12, 2009). Available at

http://en.wikipedia.org/wiki/Hemoglobin

4. Hay WW, Levin MJ. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th

Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing Division

; 2007

5. Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan

Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006

6. Yaish HM. Thalassemia. July 29, 2009 (cited December 5, 2009). Available at

:http://emedicine.medscape.com/article/958850-followup

7. Joly P, Lacan P, Garcia C, Couprie N, Francina A. Identification and

molecular characterization of four new large deletions in the beta-globin gene

cluster. Blood Cells Mol Dis. Mar 6 2009;[Medline].

8. Nemeth E. Targeting the hepcidine-ferroportin axis in the diagnosis and

treatment of anemias. Adv Hematol. 2010;[Medline].

9. Deborah Chirnomas S, Geukes-Foppen M, Barry K, et al. Practical

implications of liver and heart iron load assessment by T2*-MRI in children

and adults with transfusion-dependent anemias. Am J

Hematol. Oct 2008;83(10):781-3. [Medline].

10. Hankins JS, McCarville MB, Loeffler RB, et al. R2* magnetic resonance

imaging of the liver in patients with iron overload. Blood. Mar 4 2009;

[Medline].

11. Lucarelli G, Galimberti M, Polchi P, et al. Marrow transplantation in patients

with thalassemia responsive to iron chelation therapy. N Engl J Med. Sep

16 1993;329(12):840-4. [Medline].

Page 35: REFERAT arum

12. Gharagozloo M, Bagherpour B, Tahanian M, et al. Premature senescence of T

lymphocytes from patients with beta-thalassemia major. Immunol Lett. Jan

29 2009;122(1):84-8. [Medline].

13. Ghaffari J, Vahidshahi K, Kosaryan M, Parvinnejad N, Mahdavi M, Karami

H. Nitroblue tetrazolium test in patients with beta-thalassemia major. Saudi

Med J. Nov 2008;29(11):1601-5. [Medline].

14. Davison SM, Kelly DA. Management strategies for hepatitis C virus infection

in children. Paediatr Drugs. 2008;10(6):357-65. [Medline].

15. Finkenstedt A, Bianchi P, Theurl I, et al. Regulation of iron metabolism

through GDF15 and hepcidin in pyruvate kinase deficiency. Br J

Haematol. Mar 2009;144(5):789-93. [Medline].

16. Cappellini MD. Long-term efficacy and safety of deferasirox. Blood

Rev. Dec 2008;22 Suppl 2:S35-41. [Medline].

17. Agarwal MB. Deferasirox: oral, once daily iron chelator--an expert

opinion. Indian J Pediatr. Feb 2010;77(2):185-91. [Medline].

18. Bauters T, Mondelaers V, Robays H, Hunninck K, de Moerloose B. Gastric

ulcer in a child treated with deferasirox. Pharm World

Sci. Apr 2010;32(2):112-3. [Medline].

19. Marktel S, Napolitano S, Zino E, et al. Platelet transfusion refractoriness in

highly immunized beta thalassemia children undergoing stem cell

transplantation. Pediatr Transplant. Jan 7 2010;[Medline].

20. Noe A, Cappelli B, Biffi A, et al. High incidence of severe cyclosporine

neurotoxicity in children affected by haemoglobinopaties undergoing

myeloablative haematopoietic stem cell transplantation: early diagnosis and

prompt intervention ameliorates neurological outcome. Ital J Pediatr. Feb

6 2010;36(1):14. [Medline].

21. Italia KY, Jijina FF, Merchant R, et al. Effect of hydroxyurea on the

transfusion requirements in patients with severe HbE-beta-thalassaemia: a

genotypic and phenotypic study. J Clin Pathol. Feb 2010;63(2):147-

50. [Medline].

Page 36: REFERAT arum