Penyebab Sesak Napas Dll Rizka

28
Penyebab sesak napas, yaitu : a. Kardiak dispneu, yakni dispneu yang disebabkan oleh adanya kelainan pada jantung, misalnya : 1) infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi bersama-sama dengan nyeri dada yang hebat. 2) Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah terdapat penyakit katub jantung sebelumnya. 3) Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi, example : edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan mendadak pada malam hari pada waktu penderita sedang tidur; disebut Paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pada keadaan ini biasanya disertai otopneu dimana dispneu akan berkurang bila si pasien mengambil posisi duduk. b. Pulmonal dispneu, misalnya : 1) Pneumotoraks, penderita menjadi sesak dengan tiba-tiba, sesak nafas tidak akan berkurang dengan perubahan posisi. 2) Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan dari ekspirasi dan wheezing ( mengi ). 3) COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan dengan exertional (latihan). 4) Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama dengan dispneu yang terjadi pada penyakit jantung. c. Hematogenous dispneu Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya berhubungan dengan exertional ( latihan ). d. Neurogenik dispneu 1

description

semoga bermanfaat

Transcript of Penyebab Sesak Napas Dll Rizka

Penyebab sesak napas, yaitu :a. Kardiak dispneu, yakni dispneu yang disebabkan oleh adanya kelainan pada jantung, misalnya :

1) infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi bersama-sama dengan nyeri dada yang hebat.

2) Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah terdapat penyakit katub jantung sebelumnya.

3) Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi, example : edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan mendadak pada malam hari pada waktu penderita sedang tidur; disebut Paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pada keadaan ini biasanya disertai otopneu dimana dispneu akan berkurang bila si pasien mengambil posisi duduk.

b. Pulmonal dispneu, misalnya :1) Pneumotoraks, penderita menjadi sesak dengan tiba-tiba, sesak nafas tidak akan berkurang dengan perubahan posisi.2) Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan dari ekspirasi dan wheezing ( mengi ). 3) COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan dengan exertional (latihan).4) Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama dengan dispneu yang terjadi pada penyakit jantung.c. Hematogenous dispneuDisebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya berhubungan dengan exertional ( latihan ).d. Neurogenik dispneuContohnya : psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik dispneu yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis dari otot-otot pernafasan.2. Patomekanisme gejala pada scenarioa. Patomekanisme sesak napas (dispneu)Terdapat beberapa patofisiologi daripada dispneu :1) Kekurangan oksigen ( O2 )a) Gangguan konduksi maupun difusi gas keparu-paru Obstruksi dari jalan nafas, misalnya pada bronchospasme & adanya benda asing Berkurangnya alveoli ventilasi, misalnya pada edema paru, radang paru, emfisema dsb Fungsi restriksi yang berkurang, misalnya pada. pneumotoraks, efusi pleura dan barrel chest. Penekanan pada pusat respirasib) Gangguan pertukaran gas dan hipoventilasi Gangguan neuro muskular- Gangguan pusat respirasi, misal karena pengaruh sedatif- Gangguan medulla spinalis misalnya sindrom guillain-barre- Gangguan saraf prenikus, misalnya pada poliomielitis- Gangguan diafragma, misalnya tetanus- Gangguan rongga dada, misalnya kifiskoliosis Gangguan obstruksi jalan nafas- Obstruksi jalan nafas atas, misal laringitis/udem laring- Obstruksi jalan nafas bawah, misal asma brochiale dalam hal ini status asmatikus sebagai kasus emergency

Gangguan pada parenkim paru, misalnya emfisema dan pneumonia Gangguan yang sirkulasi oksigen dalam darah, misalnya pada keadaan ARDS dan keadaan kurang darah.c) Pertukaran gas di paru-paru normal tapi kadar oksigen di dalam paru-paru berkurang. Kejadian ini oleh karena 3 hal, yaitu : Kadar Hb yang berkurang Kadar Hb yang tinggi, tapi mengikat gas yang afinitasnya lebih tinggi misalnya CO ( pada kasus keracunan ketika inhalasi gas) Perubahan pada inti Hb, misalnya terbentuknya met-Hb yang mempunyai inti Fe 3+.d) Stagnasi dari aliran darah, dapat dibagi atas : Sentral, yang disebabkan oleh karena kelemahan jantung. Gangguan aliran darah perifer yang disebabkan oleh renjatan (shock), contoh syok hipovolemik akibat hemototaks. Lokal, disebabkan oleh karena terdapat vasokontriksi lokal Dapat pula disebabkan oleh karena jaringan tidak dapat mengikat O2 , terdapat contohnya pada intoksikasi sianida.2) Kelebihan carbon dioksida ( CO2 ) Karena terdapatnya shunting pada COPD sehingga menyebabkan terjadinya aliran dari kanan ke kiri ( right to the left ).3) Hiperaktivasi refleks pernafasan

Pada beberapa keadaan refleks Hearing-Breuer dapat menjadi aktif. Hal ini disebabkan olek karena refleks pulmonary stretch.4) Emosi5) Asidosis Banyak hubungannya dengan kadar CO2 dalam darah dan juga karena kompensasi metabolik.6) Penambahan kecepatan metabolisme

Pada umumnya tidak menyebabkan dispneu kecuali bila terdapat penyakit penyerta seperti COPD dan payah jantung (dekomensasi kordis). Penanganan awal pada pasiena. Airway + Cervical Spine Control

Look

: Melihat adanya darah/cairan di sekitar mulut

Melihat adanya obstruksi baik oleh benda asing/cairan.

Listen

: Suara pernapasanFeel

: Merasakan hembusan nafas korban.Gangguan pada Airwaya. Obstruksi Total akibat (benda asing) Bila korban masih sadar:o Korban memegang leher dalam keadaan sangat gelisaho Mungkin ada kesan masih bernapas walaupun tidak ada ventilasiPenatalaksanaan:Hemlich manuever/abdominal thrust (kontra pada ibu hamil dan bayi) Bila tidak sadar.Tentukan dengan cepat adanya obstruksi total dengan sapuan jari (finger sweep) ke dalam faring sampai belakang epiglotis. Jika tidak berhasil, lakukan Abdominal Thrust dalam keadaan penderita berbaring.b. Obstruksi ParsialObstruksi parsial bisa disebabkan berbagai hal. Biasanya korban masih bisa bernapas sehingga timbul berbagai macam suara pada pemeriksaan listen, tergantung penyebabnya: Cairan (Darah/Sekret)Timbul suara gurgling (suara napas + suara cairan) , bisa terjai pada aspirasi akut. Penatalaksanaan : Tanpa alat: Lakukan log roll lalu finger sweepAlat: Suction(Orofaring atau Nasofaring) / ETT Lidah jatuh ke belakang.Bisa terjadi karena tidak sadar. Timbul suara snoring (mendengkur) . Penatalaksanaan : Tanpa alat: Jaw ThrustAlat: Oropharyngeal Tube. Penyempitan di laring / trakea.Oedema dapat terjadi karena berbagai hal : Keracunan, Luka bakar. Timbul suara crowing/stridor. Penatalaksanaan : Trakheostomi.b. Breathing (Ventilasi)Airway (jalan napas) yang baik tidak menjamin breathing (dan ventilasi) yang baik. Breathing artinya pernapasan atau proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik menggambarkan fungsi baik dari paru, dinding thoraks dan diafragma. Pada saat pemeriksaan breathing dada korban harus dibuka untuk melihat pernapasan yang baik. Dalam pemeriksaan breathing berpedoman pada :

1) Inspeksi Inspeksi breathing berupa observasi dada, yang dinilai :- Keadaan umum pasien tampak sesak dengan tangan menopang pada tempat tidur dengan maksud supaya otot-otot bantu pernapasan dapat membantu ekspirasi, pernapasan cuping hidung, tachypneu dan sianosis. Selain itu juga mungkin dapat didengar wheezing (ekspirasi yang memanjang) dan bentuk dada barrel chest (terjadi pemanjangan diameter antero-posterior disertai sela iga yang melebar dan sudut epigastrium yang tumpul). Keadaan ini bisa dijumpai pada keadaan saluran napas yang menyempit seperti asma. Yang dapat dilakukan memposisikan pasien pada posisi senyaman mungkin, biasanya posisi setengah duduk dan diberi oksigen pada asma ringan. Sedangkan pada asma berat diberi bronkhodilator. Pada kasus trauma stabilisasi penderita dilakukan pada posisi stabil dengan menggunakan bantuan oksigen baik itu dengan endotracheal tube ataupun dengan ventilator. Indikasi pemberian oksigen antara lain : Pada saat RJP. Setiap penderiat trauma berat. Setiap nyeri prekardial. Gangguan paru seperti asma, COPD, dan sebagainya. Gangguan jantung.- Pergerakan dada apakah simetris antara dinding thoraks kiri dan kanan pada saat inspirasi dan ekspirasi. Ketidaksimetrisan ini salah satunya disebabkan oleh trauma pada thoraks sehingga terdapat udara dan darah dalam cavum pleura. Terdapatnya udara dalam cavum pleura disebut pneumothorax dan gejalanya disertai dengan nyeri dada, sesak napas dan dugaan diperkuat lagi jika terdapat luka terbuka di daerah dada (dx : Pneumothorax terbuka). Jika terdapat darah pada cavum pleura disebut hemothorax dan gejalanya pun disertai sesak napas dan nyeri dada. Pada kedua kasus tersebut kadang dijumpai deviasi trachea dan pergeseran mediastinum pada stadium yang berat. Untuk pneumothorax terbuka bisa memasang kasa tiga sisi.- Frekwensi napas dan iramanya.2) PalpasiPalpasi dilakukan untuk memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi berupa adanya ekspansi dada dan posisi apex jantung. Apex jantung berubah dapat disebabkan dorongan oleh kelainan mediastinum, efusi pleura dan lain-lain. Yang dinilai pada palpasi :- Nyeri Tekan dan Krepitasi

Hal ini mungkin mengarah pada fraktur kosta. Nyeri timbul akibat penekanan kosta ke pleura parietalis sedang krepitasi adalah bunyi tulang kosta yang patah. - Vocal Fremitus atau Tctil Fremitus

Hal ini dilakukan untuk mengetahui perambatan suara ke dinding dada yang dirasakan oleh kedua tangan yang dirapatkan, tepatnya di sela-sela kosta. Peningkatan fremitus menandakan adanya konsolidasi paru misalnya pada Pneumonia (kelainan infiltrat) Penurunan fremitus hampir selalu disebabkan oleh kelainan non infiltrat. Misalnya Pneumothorax, Hemotrax. - Deviasi Trachea Artinya terjadi penyimpangan trachea akibat pendorongan di dalam mediastinum. Pada pneumothorax misalnya : deviasi trachea akan mengarah ke arah sehat. Hal ini akan membantu dalam melakukan NTS (Needle Thoracocintesis) jika tidak ada foto. NTS dilakukan pada ICS dengan menggunakan ABBOCATH.

- DVS (Desakan Vena Sentralis)

Peningkatan DVS yang menyertai sesak biasanya mengarah pada sesak yang disebabkan oleh kelainan jantung.

3) Perkusi Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Suara perkusi yang normal adalah sonor. Suara perkusi redup, pekak, hipersonor atau timpani menandakan adanya kelainan pleura atau paru. Perkusi yang pekak (dullness percussion, stone dullness) misalnya pada hemothorax. Penanganannya dengan WSD (Water Seal Drainage) pada ICS V atau VI. Perkusi yang hipersonor ditemukan misalnya pada Pneumothorax.Perkusi inilah yang biasanya membantu membedakan Pneumothorax dan Hemotrax selain foto thorax. Dalam melakukan perkusi hendaknya selalu membandingkan tempat yang sehat dan lesi (dari atas ke bawah; dari medial ke lateral).4) AuskultasiAuskulatasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Pada keadaan normal didapatkan napas bronchial pada trachea, napas bronchovesikuler di daerah intraclaviculer, suprasternal dan interscapular. Sedangkan suara napas vesikuler di luar lokasi diatas. Bila didapatkan suara napas bronchial/ bronchovesikuler pada lokasi yang seharusnya vesikuler, menandakan adanya suatu kelainan pada tempat tersebut. Suara napas vesikuler yang melemah menandakan adanya halangan hantaran suara ke dinding dada misalnya efusi pleura, pneumothorax dan hemotrax. Suara wheezing, menciut (highed pitch) misalnya pada asma dan gagal jantung. Ronchi halus dan sedang dapat disebabkan oleh cairan misalnya pada pneumonia dan edema paru. Bunyi berkurang/menghilang menunjukkan adanya cairan/udara dalam rongga pleura/ kolaps paru. Bunyi napas bernada tinggi misalnya pada Tension Pneumothorax. Bunyi rub misalnya pada peluritis, infark paru dan lain-lain. Setelah evaluasi breathing dan hasilnya baik, harus periksa kembali Airway sebelum melanjutkan ke Circulation. Bila tiba-tiba pasien henti napas maka pernapasan buatan bisa dengan :1. Mouth to mouth ventilation/Mouth to nose.

2. Mouth to mask ventilation

Bila dipasang saluran oksigen pada fase mask maka konsentrasi oksigen dapat mencapai 55%.3. Ambu-BagDipakai alat yang ada bag dan mask dengan diantaranya ada katup. 4. Jackson-REES.5. Ventilator.c. CirculationHal yang dinilai pada pemeriksaan sirkulasi adalah status hemodinamik dari pasien. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan melihat ada tidak perdarahan, pemeriksaan tekanan darah dan nadi (tanda vital). Juga perhatikan ada tidak tanda-tanda syok seperti hipotensi, pucat, berkeringat, akral dingin, dan perubahan status mental.Bila ada tanda-tanda syok tersebut maka segera posisikan pasien dengan posisi Trendelenberg untuk menjamin sirukulasi ke otak. Kemudian segera pasang infus untuk memasukkan cairan intravena sesuai dengan indikasi. Bila ada perdarahan eksternal yang nyata maka segera hentikan perdarahan tersebut dengan kompresi atau penekanan langsung di tempat perdarahan atau bebat tekan. Kontrol perdarahan ini diperlukan agar status hemodinamik pasien tidak semakin memburuk. Setelah tindakan tersebut dilakukan maka evaluasi kembali keadaan pasien mulai dari tindakan yang pertama yaitu Airway atau jalan napas, Breathing atau pernapasan dan Circulation atau sirkulasi. Juga evaluasi tindakan yang telah kita lakukan. Pada skenario kasus tampak nadi pasien lemah dan pucat. Keadaan ini menunjukkan bahwa pasien mengalami gejala awal dari syok. Untuk itu tindakan sirkulasi perlu kita lakukan. Tindakan yang dilakukan adalah membaringkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala untuk menjamin sirkulasi ke otak tetap baik. Kemudian masukkan cairan intravena/infus. Cairan yang dapat diberikan adalah kristalloid dimana cairan ini relatif mudah ditemukan di puskesmas dan relatif murah.d. Disability & DrugsSetelah Circulasi & Bleeding Control tertangani, kita beralih ke tahap primary survey Disability & Drugs. Cara pemakaian obat-obatan darurat adalah dengan kanulasi vena perifer, yaitu melakukan penusukan pada vena yang letaknya superfisial di lengan, tungkai, leher atau kepala dengan kateter intra vena (infusse). Selain untuk media masuknya obat-obatan darurat, kanulasi vena perifer juga diindikasikan untuk : pemberian cairan & elektrolit, sebagai bagian dari resusitasi, sebelum dilakukan tindakan operasi dan untuk pemberian nutrisi perenteral perifer. Contoh obat-obatan resusitasi antara lain : Adrenalin/efineprin, naloxon, Na bikarbonat, dsb. Etiologi dypnea antara lain : a. Reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernapasan paru, dan dinding dada; dalam teori tegangan-panjang, elemen-elemen sensoris, gelendong otot pada khususnya, berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot (volume napas tercapai).

b.Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (teori utang-oksigen).

c. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak napas.

d. Ketidakseimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi.

2) Patomekanisme sesak napas pada skenario di atas yaitu : jika tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru meningkat melebihi tekanan onkotik pembuluh darah maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Apabila kecepatannya melebihi kecepatan drainase limfatik maka akan timbul edema interstisial. Bila terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut, cairan akan merembes ke alveoli sehingga menimbulkan edema paru. Cairan yang terakumulasi di dalam alveolus akan menyebabkan traktus respiratorius mengalami obstruksi. Akibatnya pasien mengalami perasaan sulit bernapas, napas menjadi pendek, dan merasa tercekik.

3) Sesak napas y ang dialami pasien seringkali terjadi di malam hari(paroximal nocturnal dyspnea) atau pada saat pasien telentang ketika tidur. Posisi ini meningkatkan volume darah intratorakal dan jantung yang lemah akibat penyakit misalnya gagal jantung, tidak dapat mengatasi peninggian beban ini. Kerja pernapasan meningkat akibat kongesti vaskular paru oleh edema di alveoli yang mengurangi kelenturan paru. Waktu timbulnya lebih lambat dibandingkan dengan ortopnea (kesulitan bernapas ketika berbaring lurus) karena mobilisasi cairan edema perifer dan peninggian volume intravaskuler pusat.

PND juga dapat melalui mekanisme berikut : tidur pada malam hari akan menurunkan adrenergic supportterhadap fungsi ventrikel. Akibatnya, aliran balik darah meningkat sehingga ventrikel kiri kelebihan beban. Akhirnya timbul kongesti pulmonar akut yang menyebabkan penekanan nokturnal di pusat pernapasan sehingga timbullah dispnea.

4) Hubungan posisi tidur dengan terjadinya sesak napas adalah dimana pasien pada skenario membutuhkan 3 bantal kepala untuk bisa tidur dengan cukup nyaman. Posisi kepala pasien harus ditinggikan sehingga tubuhnya tidak berada dalam keadaan telentang. Bila tubuhnya dalam posisi telentang, maka akan memudahkan terjadinya sesak napas atau dispnea melalui patomekanisme seperti yang dijelaskan di atas.

5) Hubungan sesak napas berat dengan riwayat hipertensi dan infark miokard :

Hipertensi mengacu pada peningkatan tekanan darah sistemik yang menaikkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri ke aorta. Akibatnya, beban kerja jantung bertambah. Sebagai mekanisme kompensasinya, terjadilah hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi, lama-kelamaan terjadi dilatasi atau payah jantung atau gagal jantung. Terjadi peningkatan kebutuhan oksigen pada miokard akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung, serta diperparah oleh aterosklerosis koroner yang menyebabkan infark miokard. Gagal jantung menurunkan curah jantung (suplai darah menurun) sehingga terjadi hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, denyut jantung dipercepat. Akan tetapi, terjadi elevasi ventrikel kiri dan tekanan atrium yang menuju ke peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang menyebabkan edema paru. Edema paru dapat berimbas pada terjadinya dispnea.

6) Sesak napas dan nyeri dada substernal tidak berhubungan secara langsung. Keduanya melalui patomekanisme yang berbeda tetapi dapat bersumber dari kelainan yang sama yaitu gagal jantung kiri.

Sesak napas : Gagal jantung menurunkan curah jantung (suplai darah menurun) sehingga terjadi hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, denyut jantung dipercepat. Akan tetapi, terjadi elevasi ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri yang menuju ke peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang menyebabkan edema paru. Edema paru menyebabkan ketidaksesuaian perfusi ventilasi sehingga menurunkan tekanan oksigen. Penurunan tekanan oksigen ini menstimulasi kemoreseptor perifer yang lalu mengirimkan impuls ke pusat pernapasan di medula oblongata. Akhirnya terjadi peningkatan usaha respirasi tapi tetap gagal karena adanya obstruksi cairan di traktus respiratorius akibat edema paru.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :

CARDIAC MARKERPeran cardiac marker pada diagnosis, penentu risiko, serta pengobatan pada pasien dengan sakit dada dan dicurigai mengidap Acute Coronary Syndrome (ACS) terus berkembang. Evaluasi klinik dari pasien dengan kemungkinan ACS biasanya terbatas karena gejala yang tidak spesifik. Guideline konsensus yang terbaru dari American College of Cardiology (ACC) dan the European Society of Cardiology (ESC) menjelaskan kembali tentang Acute Myocardial Infarction (AMI). Cardiac marker dan cardiac troponin, secara khusus, adalah pusat dari definisi terbaru AMI. Guideline ini merupakan perubahan yang signifikan dari klasifikasi original yang dikeluarkan oleh WHO tentang AMI.1

a. Cardiac Troponin Troponin adalah protein pengatur yang ditemukan di otot rangka dan jantung. 3 subunit yang telah diidentifikasi termasuk troponin I (TnI), troponin T (TnT), dan troponin C (TnC). Gen yang mengkode isoform TnC pada otot rangka dan jantung adalah identik. Karena itulah tidak ada perbedaan struktural diantara keduanya. Walaupun demikian, subform TnI dan TnT pada otot rangka dan otot jantung berbeda dengan jelas, dan immunoassay telah didesain untuk membedakan keduanya. Hal ini menjelaskan kardiospesifitas yang unik dari cardiac troponin.1Troponin bukanlah marker awal untuk myocardial necrosis. Uji troponin menunjukkan hasil positif pada 4-8 jam setelah gejala terjadi, mirip dengan waktu pengeluaran CK-MB. Meski demikian, mereka tetap tinggi selama kurang lebih 7-10 hari pasca MI.1Cardiac troponin itu sensitif, kardiospesifik, dan menyediakan informasi prognostik untuk pasien dengan ACS. Terdapat hubungan antara level TnI atau TnT dengan tingkat mortalitas dan adverse cardiac event pada ACS. Mereka telah menjadi cardiac marker pilihan untuk pasien dengan ACS.1

b. Creatine Kinase-MB isoenzymSebelum cardiac troponin dikenal, marker biokimia yang dipilih untuk diagnosis AMI adalah isoenzim CK-MB. Kriterium yang kebanyakan digunakan untuk diagnosis AMI adalah 2 serial elevasi di atas level cutoff diagnostik atau hasil tunggal lebih dari dua kali lipat batas atas normal. Walaupun CK-MB lebih terkonsentrasi di miokardium (kurang lebih 15% dari total CK), enzim ini juga terdapat pada otot rangka. Kardiospesifitas CKMB tidaklah 100%. Elevasi false positive muncul pada beberapa keadaan klinis seperti trauma atau miopati.1CK-MB pertama muncul pada 4-6 jam setelah gejala, puncaknya adalah pada 24 jam, dan kembali normal dalam 48-72 jam. CK-MB level walaupun sensitif dan spesifik untuk diagnosis AMI, tidak prediktif untuk adverse cardiac event dan tidak mempunyai nilai prognostik.1

c. Relative index (Indeks relatif), CK-MB dan total CKIndeks relatif dihitung berdasarkan rasio [CK-MB (mass) / total CK x 100] dapat membantu klinisi untuk membedakan elevasi false positive peningkatan CK-MB otot rangka. Rasio yang kurang dari 3 konsisten dengan sumber dari otot rangka. Rasio >5 mengindikasikan sumber otot jantung. Rasio diantara 3-5 menunjukkan gray area. Indeks relatif CK-MB/CK diperkenalkan untuk meningkatkan spesifitas elevasi CK-MB untuk MI.1Pemakaian indeks relatif CK-MB/CK berhasil jika pasien hanya memiliki MI atau kerusakan otot rangka tapi tidak keduanya. Oleh sebab itu, pada keadaan dimana terdapat kombinasi AMI dan kerusakan otot rangka (rhabdomyolysis, exercise yang berat, polymyositis), sensitifitas akan jatuh secara signifikan. 1Diagnosis AMI tidak boleh didasarkan hanya pada elevasi indeks relatif saja. Elevasi indeks relatif dapat terjadi pada keadaan klinis dimana total CK atau CK-MB pada batas normal. Indeks relatif hanya berfungsi secara klinis bila level CK dan CK-MB dua-duanya mengalami peningkatan. 1

d. MioglobinMioglobin telah menarik perhatian sebagai marker awal pada MI. Mioglobin adalah protein heme yang ditemukan pada otot rangka dan jantung. Berat molekulnya yang rendah menyebabkan pelepasannya yang cepat. Mioglobin biasanya meningkat pada 2-4 jam setelah terjadinya infark, puncaknya adalah pada 6-12 jam, dan kembali ke normal setelah 24-36 jam. 1Uji cepat mioglobin telah tersedia, tetapi kekurangannya adalah kurang kardiospesifik. Uji serial setiap 1-2 jam dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifitas. Peningkatan atau perbedaan 25-40% setelah 1-2 jam adalah penanda kuat dari AMI. Pada kebanyakan penelitian, mioglobin hanya mencapai 90% sensitifitas untuk AMI. Nilai prediktif negatif mioglobin tidak cukup tinggi untuk mengeklusi diagnosis AMI. Penelitian original yang mengevaluasi mioglobin menggunakan definisi origininal WHO tentang AMI yang distandarkan pada CK-MB. Dengan adopsi dari standar troponin untuk definisi AMI dari ESC/ACC, sensitifitas mioglobin untuk AMI menurun. 1

e. Creatine Kinase-MB isoformsIsoenzim CK-MB terdapat dalam 2 isoform, yaitu CK-MB1 dan CK-MB2. CK-MB2 adalah bentuk jaringan dan awalnya dilepaskan oleh miokardium setelah MI. Kemudian berubah di serum menjadi isoform CK-MB1. Hal ini terjadi segera setelah gejala terjadi. Isoform CK-MB dapat dianalisis menggunakan elektroforesis tegangan tinggi. Rasio CK-MB2/CK-MB1 juga dihitung. Normalnya, isoform jaringan CK-MB1 lebih dominan sehingga rasionya kurang dari 1. Hasil pemeriksaan dikatakan positif jika CK-MB2 meningkat dan rasionya lebih dari 1,7. 1Pelepasan isoform CK-MB termasuk cepat. CK-MB2 dapat dideteksi di serum pada 2-4 jam setelah onset dan puncaknya adalah 6-9 jam. Ini adalah marker awal dari AMI. Dua penelitian besar menyebutkan bahwa sensitivitasnya adalah 92% pada 6 jam setelah onset gejala dibandingkan dengan 66% untuk CKMB dan 79% untuk mioglobin. Kekurangan terbesar dari uji ini adalah relatif sulit dilakukan oleh laboratorium. 1

f. C-reactive ProteinCRP, marker inflamasi nonspesifik, diperhitungkan terlibat secara langsung pada coronary plaque atherogenesis. Penelitian yang dimulai pada awal 1990an menunjukkan bahwa level CRP yang meningkat menunjukkan adverse cardiac events, baik pada prevensi primer maupun sekunder. Level CRP berguna untuk mengevaluasi profil risiko jantung pasien. Data baru mengindikasikan bahwa CRP berguna sebagai indikator prognostik pada pasien dengan ACS. Peningkatan level CRP memprediksi kematian jantung dan AMI. 1

g. Referensi NilaiHasil normal bervariasi berdasarkan laboratorium dan metode yang digunakan. Informasi di bawah ini adalah dari ACC dan the American Heart Association (AHA). 21. Total CK = 38174 units/L untuk laki-laki dan 96140 units/L untuk perempuan.2. CKMB = 10-13 units/L. 3. Troponin T = kurang dari 0,1 ng/mL. 4. Troponin I = kurang dari 1,5 ng/mL.5. Isoform CKMB = rasio 1,5 atau lebih.6. Mioglobin = kurang dari 110 ng/mL

UJI FUNGSI GINJAL

1. Urea ClearanceUrea clearance mengukur fungsi glomerulus karena ureum difiltrasi melalui glomerulus tersebut. Tetapi nilai urea clearance tidak boleh dipandang sama dengan nilai glomerular filtration rate, karena sebagian dari ureum itu di dalam tubuli berdifusi kembali ke dalam darah. Banyaknya ureum yang berdifusi kembali ikut ditentukan oleh besarnya diuresis.4Nilai urea clearance disebut dengan ml/menit. Jika diuresis sama dengan atau melebihi 2 ml/menit, rumus yang digunakan akan berbeda dengan jika diuresis kurang dari 2 ml/menit. Selain menyebut urea clearance dengan ml/menit, ada juga cara lain yang lebih lazim dipakai, yaitu menyebutnya dengan %. Apabila didapat diuresis 2 ml/menit atau lebih, maka nilai clearance dibandingkan dengan 72 ml/menit yang dianggap 100%. Jika diuresis kurang dari 2 ml/menit, nilai clearance dibandingkan dengan 54 ml/menit yang dianggap 100% pula. 4Nilai normal berkisar antara 70-110%. Nilai normal tersebut sebenarnya diperhitungkan untuk orang yang memiliki luas badan sekitar 1,73 m2. Jika luas badan seseorang tidak mendekati nilai tersebut, maka harus diadakan koreksi atas berat badan dan panjang badan. 4Percobaan ini sering dilakukan selama 2 jam, tetapi bisa juga dijadikan 4 jam atau lebih. Lamanya ini tidak mempengaruhi hasil, tetapi 2 jam itu dianggap jangka waktu minimal. Clearance yang diperhitungkan dengan diuresis 2 ml/menit atau lebih (maximal clearance) lebih dapat dipercaya dari clearance yang memakai diuresis kurang dari 2 menit (standard clearance). Apabila diuresis rendah sekali (