Modul Sesak Napas Traumatologi (13)

52
MODUL SESAK NAPAS Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengenalan dan prinsip penanganan penderita sesak napas akibat trauma maupun sesak napas bukan karena trauma. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Menjelaskan penilaian dan prioritas tindakan pertama pada penderita sesak napas. 2. Menjelaskan prinsip penilaian primer dan penilaian sekunder pada penderita sesak napas. 3. Menjelaskan cara dan teknik tindakan pertama pada penderita dengan sesak napas.

description

trauma

Transcript of Modul Sesak Napas Traumatologi (13)

MODUL SESAK NAPASTujuan Instruksional Umum (TIU)Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengenalan dan prinsip penanganan penderita sesak napas akibat trauma maupun sesak napas bukan karena trauma.Tujuan Instruksional Khusus (TIK)Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :1. Menjelaskan penilaian dan prioritas tindakan pertama pada penderita sesak napas.2. Menjelaskan prinsip penilaian primer dan penilaian sekunder pada penderita sesak napas.3. Menjelaskan cara dan teknik tindakan pertama pada penderita dengan sesak napas.4. Menjelaskan komplikasi yang bisa terjadi pada saat tindakan pertama, dan menjelaskan cara penanggulangan hal tersebut.5. Menjelaskan pembagian keadaan yang bisa menyebabkan sesak napas.6. Menjelaskan bagaimana cara memberikan tindakan lanjut apabila terjadi kegagalan pada tindakan awal.7. Menjelaskan bagaimana cara memberikan resusitasi apabila terjadi kegagalan sirkulasi.8. Menjelaskan bagaimana cara pemakaian obat-obat darurat.9. Menjelaskan bagaimana cara menstabilisasi penderita sesak napas yang disebabkan oleh trauma.10. Menjelaskan syarat-syarat melakukan transportasi dan rujukan pada penderita.

CASE 1Male 60 yo brought to Puskesmas with chief complain hard to breath. Patient looks pale and cyanotic. BP 90/50 mmHg with pulse 135x/minute and weak. No history of trauma.Skenario

Kata Sulit : -Kata Kunci :1. Laki-laki 60 tahun2. Keluhan sulit bernapas3. Pasien nampak pucat dan sianosis4. Tekanan darah : 90/50 mmHg5. Nadi : 135 x/menit dan lemah6. Tidak ada riwayat trauma

Pertanyaan-Pertanyaan :1. Bagaimana penanganan awal pada skenario ?2. Jelaskan tentang secondary survey pada skenario !3. Jelaskan patomekanisme gejala pada skenario dan hubungan antara gejala tersebut !4. Jelaskan tentang penggunaan obat-obat darurat pada skenario !5. Bagaimana syarat-syarat melakukan transportasi dan rujukan pada skenario tersebut ?Jawaban : 1. Penanganan awal pada skenario :Primary SurveyPenilaian keadaan penderita dan prioritas tetapi dilakukan bedasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma.Pada penderita yang terluka parah tetapi diberikan berdasarkan prioritas.Tanda vital penderita harus dinilai secara cepat dan efisien. Proses ini berusaha mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu dengan berpatokan pada Airway, Breathing, Circulation (ABC). Bila ditemukan keadaan yang mengancam jiwa, maka harus diresusitasi saat itu juga.Airwaya. Pemeriksaan Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas. Ini meliputi pemeriksaan adanya sumbatan jalan napas yang dapat disebabkan benda asing, adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea/larings. Harus diperhatikan pula secara cermat mengenai kelainan yang mungkin terdapat pada vertebra servikalis dan apabila ditemukan kelainan, harus dicegah gerakan yang berlebihan pada tempat ini dan diberikan alat bantu. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.Look, listen, and feel diawali dengan mendekatkan telinga ke mulut dan hidung penderita sambil menjaga jalan napas tetap terbuka. Kemudian pada saat yang sama mengamati dada penderita.1. Lihat (Look). Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kekurangan oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.2. Dengar (listen). Adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi (napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur (snoring), berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing sound, stridor) mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring. Penderita yang melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh dianggap karena keracunan/mabuk.3. Rasakan (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea ada ditengah. Juga merasakan adanya atau tidaknya hembusan nafas penderita.14

Gambar 1 Look, Listen and Feelb. Permasalahan Adanya suara nafas tambahan (noisy breathing) menunjukkan suatu sumbatan airway parsial yang mendadak dapat berubah menjadi total. Tidak adannya pernafasan menunjukkan bahwa sumbatan total telah terjadi. Apabila tingkat kesadaran menurun, deteksi sumbatan airway menjadi lebih sulit. Adanya dispnea mungkin hanya satu-satunya bukti adanya sumbatan airway atau cedera trakheobronkhial.Obstruksi jalan nafas merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan gangguan breathing dan circulation.Lagipula perbaikan breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak ada airway yang paten. Obstruksi jalan nafas dapat berupa obstruksi total atau parsial.Pada obstruksi total mungkin ditemukan penderita masih sadar atau dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal laring. Bila obstruksi total timbul perlahan maka akan berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi total.1. Bila Penderita masih SadarPenderita akan memegang leher dalam keadaan sangat gelisah. Sianosis mungkin ditemukan dan mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun tidak ada ventilasi). Penanganannya adalah chest thrust atau abdominal thrust menggunakan Heimlich Manouvere. Tindakan Heimlich dapat dilakukan dengan merangkul korban dari belakang dan meletakkan kepalan tinju pada ulu hati korban (abdominal thrust) atau pada dada (chest thrust), kemudian dengan tangan lainnya menekan tinju tersebut kearah superior dan posterior. Kontraindikasi abdominal thrust adalah kehamilan tua dan bayi serta dewasa gemuk.jika penderita adalah bayi /dewasa gemuk maka untuk mengeluarkan benda asing tersebut dilakukan chest thrust, back slaps, atau back blow. Pada ibu hamil sebaiknya menggunakan back blow atau back slap yaitu dengan menepuk atau memukul punggung pada pertengahan daerah diantara kedua scapula.2. Bila Penderita ditemukan Tidak SadarTidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja.Pada saat melakukan pernapasan buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan) terhadap ventilasi. Dalam keadaan ini harus ditentukan dengan cepat adanya obstruksi total dengan sapuan jari ke dalam faring sampai di belakang epiglottis. Apabila tidak berhasil mengeluarkan dengan Finger Sweep dan tidak ada perlengkapan sesuai maka terpaksa dilakukan Abdominal Thrust atau chest thrust dalam keadaan penderita berbaring. Tindakannya berupa menekan diafragma atau dada kearah superior dan posterior secara berulang-ulang sehingga menghasilkan batuk buatan/sumbatan keluar.Pada obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya penderitanya masih bisa bernafas sehingga timbul berbagai macam suara, tergantung penyebabnya:1. Cairan (Darah, secret, aspirasi lambung dsb.)Timbul suara gurgling, suara bernafas bercampur suara cairan.Dalam keadaan ini harus dilakukan penghisapan. Atau bisa melakukan finger sweep yaitu menyapu cairan dalam rongga mulut menggunakan jari tangan yang dilapisi dengan bahan yang dapat menyerap (contoh: kain, kasa), tapi tidak boleh menggunakan bahan yang mudah hancur bila basah dan dapat mnyebabkan sumbatan baru (contoh: tissue, kapas)2. Lidah yang jatuh ke belakang Keadaan ini bisa terjadi karena keadaan tidak sadar atau patahnya rahang bilateral. Timbul suara mengorok (Snoring) yang harus diatasi dengan perbaikan Airway, secara manual bisa dengan head tilt dan chin lift, atau bisa dengan menggunakan alat seperti orofaringeal tube (guedel)3. Penyempitan di Laring atau TracheaDapat disebabkan udema karena berbagai hal (luka bakar, radang, dsb.) ataupun desakan neoplasma.Timbul suara crowing atau stridor respiratori.Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan Airway distal dari sumbatan, misalnya dengan Trakheostomi.

c. Penanganan 1. Penanganan tanpa AlatBila tidak sadar, pasien dibaringkan dengan dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing.Keluarkan semua benda asing yang terlihat atau muntahan dari mulut, keluarkan cairan dari mulut dengan memakai jari-jari yang dibungkus dengan sarung tangan atau dibungkus selembar kain.

Gambar 2 Finger sweepAda 3 manuver yang dianjurkan untuk dilakukan jika didapatkan benda asing pada jalan napas tersebut, yaitu:a. Tepuk pada punggung (back blows)Untuk mengeluarkan benda asing pada bayi/dewasa gemuk maka dilakukan chest thrust, back slaps, atau back blow. Pada ibu hamil sebaiknya menggunakan back blow atau back slap yaitu dengan menepuk atau memukul punggung pada pertengahan daerah diantara kedua scapula.

Gambar 3 Back blowsb. Tekanan pada dada (chest thrust) untuk mengeluarkan benda asing pada bayi/dewasa gemuk maka dilakukan chest thrust, back slaps, atau back blow. Tindakan Heimlich dapat dilakukan dengan merangkul korban dari belakang dan meletakkan kepalan tinju pada dada (chest thrust), kemudian dengan tangan lainnya menekan tinju tersebut kearah superior dan posterior.

Gambar 4 Chest thurstc. Tekanan pada abdomen (abdominal thrust)Tindakan Heimlich dapat dilakukan dengan merangkul korban dari belakang dan meletakkan kepalan tinju pada dada (chest thrust), kemudian dengan tangan lainnya menekan tinju tersebut kearah superior dan posterior. Kontraindikasi abdominal thrust adalah kehamilan tua dan bayi serta dewasa gemuk.

Gambar 5 Abdominal thurst

Ada dua cara untuk membebaskan obstruksi jalan napas:1. Head Tilt-Chin LiftTeknik ini hanya dapat digunakan pada korban tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan tehnik ini adalah :a. Letakkan tangan pada dahi korban (gunakan tangan yang paling dekat dengan dahi korban).b. Pelan-pelan tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi kearah belakang.c. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu korban. Jika korban anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan diletakkan dibawah dagu.d. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan sampai mulut korban tertutup. Jika korban anak-anak, jangan terlalu menengadahkan kepala.e. Pertahankan posisi ini.

Gambar 6 Head tilt- Chin lift2. Jaw ThrustJaw thrust dilakukan dengan cara memagang sudut rahang bawah (angulus mandibula) kiri dan kanan dan mendorong rahang bawah ke depan. Bila cara ini dilakukan sambil menggunakan masker dari alat bag-valve dapat dicapai kerapatan yang baik dan ventilasi yang adequat. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah ekstensi kepala.

Gambar 7 Jaw ThrustIndikasi jaw thrust: pasien trauma responsif dengan cedera tulang belakang dicurigai tidak mampu mempertahankan jalan napas paten. Sedangkan kontraindikasinya: trauma pasien responsif yang mulutnya tidak dapat dibuka.

2. Penanganan dengan Menggunakan Alata. Pipa nasofaringealAlat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari sumbatan. Alat ini lebih baik daripada oropharingeal airway pada penderita sadar karena tidak akan menyebabkan muntah dan lebih ditolerir penderita. Bila pada pemasangan ditemui hambatan, berhenti dan pindah ke lubang hidung yang lain.

Gambar 8 Pipa Nasofaringeal

Tahap tahap menggunakan alat ini:a. Lumasi pipa nasofaringeal sebelum disisipkanb. Nasofaringeal disisipkan pada salah satu lubang hidung yang tampak tidak tertutupc. Lewatkan dengan hati-hati di orofaring posterior.d. Bila hambatan dirasakn sebelum pemasangan airway hentikan dan coba melalui lubang hidung satunya.e. Bila ujung pipa nasofaring tampak di orofaring posterior alat ini dapat menjadi saran yang nyaman untuk memasang pipa nasogastric tube pada penderita dengan fraktur tulang wajah.f. Pada penderita yang masih memberi respon nasofaringeal lebih baik karena tidak merangsang muntah dibanding bila menggunakan pipa orofaringeal.

b. Pipa orofaringealAlat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari sumbatan. Alat ini tidak boleh mendorong lidah ke belakang karena akanmenyumbat faring. Alat ini juga tidak boleh dipakai pada penderita sadar karena akan menyebabkan muntah dan kemudian aspirasi.

Gambar 9 Pipa OrofaringealTahap tahap menggunakan alat ini:a. Pipa orofaringeal disisipkan ke dalam mulut dibalik lidahb. Gunakan spatula lidah untuk menekan lidah dan sisipkan airway tersebut ke belakang. Alat ini tidak boleh mendorong lidah ke belakang karena akan menyumbat airway.c. Teknik dengan menyisipkan orofaringeal secara terbalik sehingga bagian cekung menghadap ke arah cranial sampai di daerah palatum molle.d. Pada titik ini alat di putar 180 derajat, bagian cekung menghadap ke arah kaudal, alat diselipkan ke tempatnya di atas lidah.e. Cara ini tidak boleh dilakukan pada anak-anak karena rotasi alat ini dapat merusak mulut dan faring.

Gambar 10 Pipa Endotrachealc. CricothyroidotomyJika seluruh cara pembebasan jalan napas sudah dilakukan tetapi tidak menunjukkan keberhasilan (masih ada obstruksi airway), maka dilakukan Cricothyroidotomi, yaitu dengan melakukan insisi pada membran cricothyroid yang terletak di antara cartilago thyroid dan cricoids lalu memasukkan benda yang berongga.Breathinga. Pemeriksaan Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas.Ini meliputi pemeriksaan adanya sumbatan jalan napas yang dapat disebabkan benda asing, adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea/larings. Harus diperhatikan pula secara cermat mengenai kelainan yang mungkin terdapat pada vertebra servikalis dan apabila ditemukan kelainan, harus dicegah gerakan yang berlebihan pada tempat ini dan diberikan alat bantu. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.Look, listen, and feel diawali dengan mendekatkan telinga ke mulut dan hidung penderita sambil menjaga jalan napas tetap terbuka. Kemudian pada saat yang sama mengamati dada penderita.1. Lihat (Look). Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kekurangan oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.2. Dengar (listen). Adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi (napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur (snoring), berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing sound, stridor) mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring. Penderita yang melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh dianggap karena keracunan/mabuk.3. Rasakan (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea ada ditengah.Juga merasakan adanya atau tidaknya hembusan nafas penderita.

Gambar 11 look, listen, and feel

b. PermasalahanTanda distres nafas:1. Nafas dangkal dan cepat.2. Gerak cuping hidung (flaring nostril)3. Tarikan sela iga (retraksi).4. Tarikan otot leher (tracheal tug).5. Nadi cepat.6. Hipotensi.7. Vena leher distensi.8. Sianosis (tanda lambat).c. Penanganan1. Tanpa alatTeknik mulut ke mulut (mouth to mouth) ini adalah teknik yang cepat dan efektif untuk memberikan oksigen pada seorang korban.a. Ventilasi mouth to mouthPelaksanaan pernapasan buatan dari mulut ke mulut melalui tahapan sebagai berikut :1. Korban ditelentangkan.2. Bersihkan mulut, hidung dan tenggorokkan korban.3. Kepala korban ditengadahkan ke atas, satu tangan penolong diletakkan di bawah leher dan satu tangan di dahi.4. Leher korban kemudian diangkat ke atas dan dahinya ditekan ke bawa, untuk membuka jalan napas.5. Isap udara sebanyak-banyaknya ke dalam paru-paru sendiri (penolong), kemudian hembuskan ke dalam mulut korban yang sudah terbuka dengan cukup kuat.6. Usahakan jangan sampai ada udara yang bocor ke luar, dengan menutup hidung korban dengan jari.7. Perhatikan dada korban, apabila berkembang berarti udara masuk paru-paru. Pada saat itu mulut penolong dilepaskan dari korban.8. Hembuskan sebanyak 12-15 kali permenit, sambil selalu memperhatikan apakah rongga dada bergerak.9. Bila perut korban mengembung, tekanlah sekali-kali bagian sebelah kiri dari perutnya untuk mengeluarkan udara dari lambung.

Gambar 12 mouth to mouthb. Ventilasi Mouth to NoseMetode ventilasi dari mulut ke hidung dapat digunakan di mana penyelamat memilih ketika rahang korban erat terkatup, atau ketika resusitasi bayi dan anak kecil.Teknik untuk mulut ke hidung sama dengan mulut ke mulut kecuali untuk menyegel jalan napas. Tutup mulut korban dengan tangan mendukung rahang dan mendorong bibir bersama-sama dengan ibu jari.Ambil napas dan menempatkan mulut Anda terbuka lebar melalui hidung korban (atau mulut dan hidung pada bayi) dan meniup untuk menggelembungkan paru-paru korban. Angkat mulut Anda dari hidung korban dan mencari jatuhnya dada, dengarkan dan rasakan untuk melarikan diri dari udara dari hidung dan mulut.Jika dada tidak bergerak, ada obstruksi, segel tidak efektif, atau udara cukup ditiup ke paru-paru.Dalam resusitasi mulut ke hidung kebocoran dapat terjadi jika mulut penyelamat itu tidak terbuka cukup, atau jika mulut korban tidak disegel memadai. Jika masalah ini terus berlanjut, gunakan mulut ke mulut resusitasi. Ini mungkin akan menemukan bahwa penyumbatan hidung mencegah inflasi yang memadai. Jika hal ini terjadi, mulut ke mulut resusitasi harus digunakan.

Gambar 13 mouth to nose

2. Dengan Menggunakan AlatMemberikan pernafasan buatan dengan alat ambu bag (self inflating bag). Pada alat tersebut dapat pula ditambahkan oksigen.Pernapasan buatan dapat pula di berikan dengan menggunakan ventilator mekanik( ventilator/ respirator).a. Mulut ke sungkup :Hembuskan udara ekshalasi penolong melalui sungkupyang cocok menutup lubang hidung dan mulut pasienmemberikan konsentrasi O2,16%.

Gambar 14 mouth to mask

b. Bag Valve Mask Ventilation (Ambu Bag)Merupakan cara pemberian napas buatan dengan menggunakan alat. Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup. Konsentrasi oksigen tergantung dari adanya suplementasi oksigen. Untuk mendapatkan penutupan masker yang baik maka sebaiknya masker di pegang satu petugas sedangkan petugas lain memompa.

Gambar 15 Bag Valve Mask Ventilationc. Oxygen Tabung (Oxycan)Merupakan oxygen dalam tabung kecil yang berisi O2. Cara menggunakannya: penutup tabung dibuka lalu dihubungkan dengan penyemprotan. Penutup tabung ini berfungsi sebagai mask. Sambil menyemprotkan oxygen, penderita disuruh menarik napas panjang.21

Gambar 16 Oxycan

d. Kanul hidung (Nasale canule)Kanal hidung lebih dapat ditolerir oleh anak anak, face mask akan ditolak karena merasa dicekik. Orang dewasa juga kadang kadang menolak face mask karena dianggap mencekik.Kekurangan kanul hidung adalah dalam konsentrasi oksigen yang dihasilkannya. Pemberian oksigen melalui kanul hidung tidak bisa lebih dari 6 liter/menit karena tidak berguna untuk meningkat konsentrasi oksigen dan iritatif untuk penderita.

Gambar 17 Nasale canule)e. Face mask (Breathing Mask)Masker dengan lubang pada sisinya. Pemakaian dengan face mask dalam pemberian oksigen lebih baik dibandingkan kanul hidung karena konsentrasi oksigen yangdihasilkannya lebih tinggi.f. Non Breathing MaskPada face mask dipasang reservoir oksigen yang mempunyai katup. Bila diinginkan konsentrasi oksigen yang tinggi maka non breathing mask paling baik.Indikasi Terapi Oksigen:1. Gagal napas 2. Infark miokard akut (IMA)3. Gagal jantung 4. Syok 5. Kesadaran menurun 6. Kasus-kasus dgn kebutuhan O2 meningkat 7. Pasca operasi besar 8. Keracunan CO Cara pemberian oksigen1. Kanula hidung

Dengan kanula hidung fraksi oksigen (FiO2) yang dapat dicapai 30-40 %. Flow rate yang diberikan cukup 2-4 liter, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2 lebih dari 40 %, bahkan hanya pemborosan okasigen, akan menyebabkan iritasi mukosa hidung dan kurang nyaman bagi pasien. Dengan kanula hidung pasien masih dapat berbicara, makan dan minum. Cara kerja Selain oksigen yang diberikan melalui kanula hidung, udara masih dapat masuk melalui kedua lubang hidung. Bila pasien bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung. 2. Sungkup sederhana

Sungkup ini dirancang untuk menambah kadar oksigen pada udara pernapasan pasien, umumnya untuk meningkatkan kadar oksigen dengan konsentrasi sedang. Fraksi oksigen yang dapat dicapai yaitu 40 60 %. Flow rate yang diberikan 4- 12 L/menit. Komponen : Bagian badan sungkup yang dilengkapi dengan lubang hidung di kedua sisinya. Bagian lain dihubungkan dengan pipa ke sumber oksigen Pipa elastik untuk mengikat sungkup pada wajah pasien. Mekanisme kerja : Udara luar masuk dan udara ekshalasi keluar melalui lubang-lubang pada kedua sisi badan sungkup Oksigen masuk melalui sisi lubang yang lain Konsentrasi akhir dari oksigen yang dihirup tergantung dari pola pernapasan pasien dan tingginya liter oksigen yang diberikan serta besarnya kebocoran dari sisi sungkup yang tidak melekat erat di wajah pasien. 3. Sungkup dengan reservoir rebreathing

Seperti halnya sungkup sederhana namun dengan sungkup yang memakai reservoir rebreathing diharapkan tekanan partial oksigen pada inspirasi dapat lebih tinggi. Fraksi oksigen yang dapat dicapai yaitu 40-80 %. Flow rate yang diberikan untuk mencapai FiO2 yang tinggi yaitu 10-12 L/menit.

Komponen : Sungkup sederhana ditambah reservoir bag. Mekanisme kerja: Oksigen aliran tinggi yang diberikan akan mengisi sungkup yang berlubang-lubang pada kedua sisi dinding. Sungkup menerima okigen yang masuk pada saat ekspirasi hawa ekshalasi mengisi sungkup campur dengan oksigen yang ada, sedang hawa ekshalasi sebagian yang lain. Selanjutnya pada inspirasi berikutnya terhisaplah udara luar yang masuk bercampur dengan udara sisa ekshalasi sebelumnya dan oksigen dari reservoir bag maupun dari sumber oksigen (tabung). 4. Sungkup dengan resrvoir non rebreathing Fungsi: Tidak berbeda dengan sungkup yang lain, hanya saja pada pemakaian sungkup dengan reservoir non rebreathing ini dapat dicapai tekanan partial oksigen pada inspirasi lebih tinggi yaitu 90 %. Digunakan aliran oksigen 10-12 L/menit. Komponen: Sungkup sederhana dengan lubang berkatup searah pada kedua sisinya. Selama dihubungkan dengan sumber oksigen juga terpasang reservoir bag. Mekanisme kerja: Seperti sungkup dengan reservoir bag, namun disini tidak terhirup ulang hawa ekshalasi sebelumnya. 5. Sungkup venturi Fungsi: Umumnya diberikan untuk memberikan kadar oksigen tinggi dengan konsentrasi yang tetap. Biasansa hanya diberikan pada penderita tertentu misalnya penderita penyakit paru obstruktif menahun. Fraksi oksigen yang dicapai sesuai dengan ukuran dan warna yaitu 24 %, 28 %, 31 %, 35 %, 40 % dan 60 %. Komponen: Badan sungkup berlubang-lubang pada kedua sisi sungkup Ujung atas sungkup dihubungkan dengan alat venturi. Alat ini dibuat dalam berbagai ukuran warna, sebagai tanda berapa konsentrasi oksigen yang dapat dicapai. Adapula alat venturi ini yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diatur seberapa lubang yang dikehendaki dibentuk sehingga dapat dicapai konsentrasi oksigen yang sesuai. Mekanisme kerja: Oksigen flow yang diberikan tinggi Oksigen tersebut mengalir melalui bagian yang sempit sehingga menyebabkan efek venturi yaitu tekanan negatif ditempat tersebut sehingga hal ini menyebabkan udara luar tersedot masuk melalui celah-celah alat venturi da bercampur dengan oksigen, sehingga mencapai konsentrasi yang sesuai. Oleh karena flow dari oksigen yang diberikan cukup tinggi maka hawa ekshalasi pasien segera akan didorong keluar dari dalam sungkup melalui lubang, pada kedua sisi sungkup, maka dari itu tidak ada udara ekshalasi yang terhirup kembali dan ini tidak akan meningkatkan ruang mati. Penilaian Penilaian dari memadai dan berhasilnya terapi oksigen adalah dengan evaluasi fisik dari fungsi kardiorespirasi dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan analisis gas darah. Tanda ventilasi diukur dari tidal volume, jumlah pernapasan dan bantuan otot-otot pernapasan. Tanda vital kardiovaskuler termasuk denyut nadi, tekanan darah, kondisi perfusi jaringan, tingkat kesadaran termasuk produksi urine.

Circulationa. PemeriksaanPerdarahan merupakan sebab utama kematian pasca-trauma yang mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit.Suatu keadaan hipotensi pada pasien trauma harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya. Dengan demikian diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik.14Pemeriksaan pada circulationadalah :1. Dapat mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatalPerdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka.2. Mengetahui sumber perdarahan internalSumber perdarahan internal (tidak terlihat) adalah perdarahan rongga toraks, abdomen, sekitar fraktur tulang, retro-peritoneal atau fraktur pelvis.3. Tingkat kesadaranBila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik; pasien yang sadar belum tentu normo-volemik)4. Nadi Pemeriksaan sistem sirkulasi darah (Circulation) dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri femoralis atau arteri karotis (kiri-kanan).pemeriksaan ini maksimal dilakukan selama 5 detik. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda dipelukannya resusitasi segera untuk memperbaiki volume dan cardiac output.5. Warna kulitWarna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia.Pasien trauma yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam keadaan hipovolemia.Sebaliknya wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia.

b. PermasalahanHarus berhati-hati pada kelompok umur muda, tua, atlit dan pemakaian obat-obatan tertentu, karena penderita tidak bereaksi secara normal.1. Orang tua walaupun dalam keadaan sehat, sulit untuk meningkatkan denyut jantung dalam keadaan hipovolemia. Akibatnya adalah bahwa takikardia mungkin tidak terlihat pada orang tua walaupun sudah hipovolemia. Pada oran tua sering tidak ada hubungan antara tekanan darah dengan curah jantung.2. Anak kecil mempunyai cadangan fisiologis yang besar. Bila jatuh dalam keadaan syok, akan berlangsung tiba-tiba dan katastrofik.3. Atlit juga mempunyai cadangan fisiologis yang besar, lagipula biasanya dalam keadaan bradikardia dan mungkin tidak ditemukan takikardia walaupun sudah hipovolemia.4. Kerapkali anamnesis yang meliputi AMPLE (dibicarakan dalam survay sekunder) tidak dilakukan sehingga tim trauma tidak sadar akan pemakaian obat-obatan tertentu.Harus selalu diwaspadai penderita dengan hemodinamik normal yang belum tentu normal.c. PenangananSupaya RJP yang dilakukan efektif dan mencegah cedera yang serius pada korban maka kompresi dada eksternal harusdilakukan pada titik kompresi RJP. Yang harus diperhatikan adalah :1. Menentukan Titik Kompresi.2.Posisikan diri Anda berlutut disamping korban. 3.Gunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan Anda untuk menentukan batas bawah dari sangkar costa.4.Jika sudah Anda dapatkan , gerakkan jari Anda menelusuri lengkung costa sampai ke takik pada ujung sternum (proc. Xiphoideus).5.Letakkan jari tengah Anda di atas atau pada takik dan jari telunjuk di sebelah atasnya.6. Letakkan tumit tangan Anda yang lain (tangan yang dekat dengan kepala korban) di atas sternum, di sebelah atas jari telunjuk. 7.Angkat jari-jari Anda dari takik dan letakkan tangan tersebut di atas tangan yang lain pada dada

Gambar 18 Posisi tangan saat RJP1) RJP pada orang dewasaLangkah melakukan RJP :1. Lakukan 30 kali pijat jantung dengan diselingi 2 kali nafas buatan ini berulang selama 2 menit.2. Setelah 2 menit (7-8 siklus) raba nadi leher 30 : 2.3. Bila masih belum teraba denyut nadi leher, lanjutkan 30 x pijat jantung dan 2 x nafas buatan. Ini merupakan satu siklus.4. Setelah lima siklus, dapat diperiksa kembali apakah sudah ada denyut jantung. Bila belum ada, ulangi kembali siklus sampai datang bantuan atau ambulans.

Gambar 19. RJP pada orang dewasa dengan 1 penolong

Cara memberi nafas buatan:1. Pertahankan posisi kepala tetap tengadah.2. Jepit hidung dengan tangan yang mempertahankan kepala tetap tengadah.3. Buka mulut penolong lebar-lebar sambil menarik nafas panjang.4. Tempelkan mulut penolong diatas mulut korban dengan rapat. Hembuskan udara kemulut korban sampai terlihat dada terangkat/ bergerak naik5. Lepaskan mulut penolong, biarkan udara keluar dari mulut korban, dada korban tampak bergerak turun.6. Berikan hembusan nafas kedua dengan cara yang sama.(1,2,3)2. Secondary SurveiSecondary survey diilakukan setelah primary survey selesai.Prinsipnya adalah melakukan pemeriksaan ulang dari kepala sampai kaki (head to toe examination) dan tanda vital. Peluang untuk membuat kesalahan yang cukup besar sehingga diperlukan pemeriksaan teliti yang menyeluruh.1. Pada survey sekunder dilakukan pemeriksaan neurologi lengkap, termasuk mencatat GCS bila belum dilakukan pada survey primer. Pada survey sekunder ini dilakukan anamnesa singkat dengan metode di bawah ini:A: AlergiM: Medical (obat yang diminum saat ini)P: Past illness (penyakit penyerta) atau pregnancyL: Last MealE: Event atau Environment (lingkungan) yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.Mekanisme perlukaan sangat menentukan keadaan penderita.Petugas harus melaporkan mekanisme perlukaan. Jenis perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme perlukaan tersebut.Posisi pemulihan digunakan pada penatalaksanaan penderita yang tidak berespon tapi dapat bernapas. Saat penderita tidak berespon/ tidak sadar berbaring terlentang dan bernapas spontan, jalan napas dapat tersumbat oleh lidah atau mucus dan muntahan. Masalah ini dapat dicegah saat penderita dimiringkan, karena cairandapat mengalir keluar dengan mudah dari mulut.Beberapa penyesuaian diperlukan antara posisi yang ideal agar jalan napas tetap terbuka dan bantuan yang diperlukan dan tetap dilakukan. Terdapat beberpa pendapat tentang recovery position, setiap pendapat tersebut mempunyai keuntungan tersendiri. Tidak ada posisi yang terbaik untuk semua penderita, namun yang harus dipertimbangkan adalah:a. Penderita ditempatkan dengan posisi yang hampir mendekati lateral penuh dengan mempertahankan kepala agar cairan dapat mengalir dengan bebas.b. Posisi penderita dalam keadaan stabil.c. Mencegah terjadinya penekanan pada dada yang dapat menganggu pernapasan.d. Harus sedapat mungkin mengembalikan posisi penderita dengan mudah dan aman dengan mempertimbangkan kemungkinan trauma servikal.e. Observasi dan penilaian jalan napas harus dapat dilakukan dengan sebaik mungkin.f. Posisi itu sendiri tidak menyebabkan trauma pada penderita.g. Jika penderita tetap berada pada recovery position selama lebih dari 30 menit, penderita dibalik ke sisi yang berlawanan.(1)

Gambar 1 Position Recovery

3. Patomekanisme gejala pada skenario dan hubungan antar gejala tersebut :Sesak napas :Peningkatan tekanan pengisian bilik kiri (left ventricular filling pressure) menyebabkan transudasi cairan ke jaringan paru. Penurunan compliance (regangan) paru menambah kerja napas. Sensasi sesak napas juga disebabkan penurunan aliran darah ke otot-otot pernapasan.Takikardia :Peningkatan denyut jantung akibat peningkatan tonus simpatik. Penurunan curah jantung dan tekanan darah meningkatkan denyut jantung melalui baroreseptor di aorta dan arteri karotis.Sianosis :Penurunan tekanan oksigen di jaringan perifer dan peningkatan ekstraksi oksigen yang terjadi pada gagal jantung akut akan mengakibatkan peningkatan methemoglobin (reduced Hb) kira-kira 5 g/100 ml, sehingga timbul sianosis.Pucat : Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah.Hipotensi :Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa terjadinya penurunan tekanan darah, hal ini dapat dikategorikan sebagai berikut :1. Kurangnya pemompaan darah dari jantung. Semakin banyak darah yang dipompa dari jantung setiap menitnya (cardiac output), semakin tinggi tekanan darah.2. Volume (jumlah) darah berkurang. Hal ini dapat disebabkan oleh perdarahan yng hebat, diare yang tidak cepat teratasi, keringat berlebihan, buang air kecil atau berkemih berlebihan.3. Kapasitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah (dilatasi) menyebabkan menurunnya tekanan darah.Hubungan antar gejala :Sesak napas terjadi karena adanya peningkatan cairan dalam pembuluh darah di paru yang menyebabkan terganggunya fungsi paru-paru, sehingga jumlah oksigen yang dihasilkan berkurang, sehingga ikatan Hb dan 02 berkurang yang akan menyebabkan terjadinya sianosis dan pucat.Jika terjadi gangguan kontraksi ventrikel kiri, maka akan terjadi penurunan curah jantung, sehingga menyebabkan hipotensi. Kompensasi tubuh dari penurunan curah jantung dan tekanan darah ini akan merangsang aktivitas baroreseptor di aorta dan arteri karotis untuk meningkatkan tonus simpatis sehingga terjadi nadi yang meningkat, tetapi karena jantung tidak sanggup untuk berkontraksi kuat, sehingga nadi bisa menjadi lemah.(4)4. Penggunaan obat-obat darurat pada skenario :\Obat-obat Bronkodilator :1. AdrenergikYang digunakan adalah B2-simpatometika yang berikut : salbutamol, terbutalin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol, dan klenbuterol. Lagi pula, obat long acting yang agak baru yaitu salmoterol dan formoterol.

Obat-obat adrenergic yang sering digunakan sebagai bronkodilator :a. Adrenalin epinefrin Lidonest 2%Zat adrenergic ini dengan efek alfa + beta adalah bronkodilator terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat. Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, sakit kepala) dan terhadap jantung palpitasi dan aritmia. Dosis : 0,3 ml dari larutan 1:1000 yang dapat diulang dua kali setiap 20 meter (tartrat)b. EfedrinDerivat adrenalin ini memiliki efek sentral lebih kuat dengan efek bronkodilatasi lebih ringan dan bertahan lama (4 jam). Efedrin dapat diberikan secara oral. c. IsoprenalinDerivat ini mempunyai efek b1 + b2 adrenergis dan memiliki daya bronkodilatasi baik tetapi resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur.d. SalbutamolDosis 3-4 dd 2-4 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg, pada serangan akut 2 puff yang dapat diulang sesudah 15 menit. Pada serangan hebat i.m. atau s.c. 250-500 mcg, yang dapat diulang sesudah 4 jam.e. TerbutalinDosis 2-3 dd 2,5-5 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg, maksimum 16 puff sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari.2. AntikolinergikContoh obat antikolinergik yang digunakan sebagai bronkodilator :Ipratropium : atrovent :Ipratropium berdaya mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni efek mengeringkan dari obat antikolinergik, makan amat efektif pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak. Dosis inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (bromide)3. Derivat Xanthin :teofilin, aminofilinObat-obat golongan xanthin yang sering digunakan sebagai bonkodilator :a. Teofilin : Teofilin menstimulasi SSP dan pernapasan, serta bekerja diuretic lemah dan singkat. Dosis 3-4 dd 125-250 mcg microfine (retard). I mg teofilin 0 aq =1,1 g teofilin 1 aq = 1,7 g aminofilin 0 aq=1,23 g aminofilin 1 aq.b. AminofilinGaram yang dalam darah membebaskan teofilin kembali. Garam ini bersifat basa dan sangat merangsang selaput lendir, sehingga secara oral sering mengakibatkan gangguan lambung, juga pada penggunaan dalam suppositoria dan injeksi intramuskuler. Pada serangan asma, obat ini digunakan sebagai injeksi i.v

Pada keadaan syok kardiogenik dan gagal jantung :Ada tiga jenis obat yang digunakan :1. Intropik a. Dopamin dan DobutaminDopamin dan dobutamin merupakan obat inotropik secara parenteral. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja yang singkat sehingga lebih disukai disbanding digoxin untuk menangani gagal jantung yang akut dan berat. Dopamin maupun dobutamin bersifat simpatomimetik sehingga meningkatkan curah jantung, tekanan darah dan denyut jantung.Dosis dopamine (IV drip) biasanya 5-10 g/kgBB/menit. Pada dosis (g/kgBB/menit) :2-5 menimbulkan vasodilatasi ginjal, 5-8 : inotropik,>8 : takikardi, >10 : vasokontriksi ringan, 15-20 :vasokontriksi. Dosis dobutamin (IV drip) : 5-8 g/kgBB/menit.2. DiuretikFurosemid biasanya dipakai pada anak dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari. Dapat diberikan secara oral atau intravena dengan dosis yang sama. Furosemid menghambat reabsorpsi air dan natrium di ginjal sehingga mengurangi volume sirkulasi sehingga mengurangi preload jantung. Efek samping furosemid adalah hipokalemia.(5)5. Syarat-syarat melakukan transportasi dan rujukan pada skenario :Syarat rujukan :a. Pasien dirujuk apabila masih sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan sumber daya manusia maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.b. Keadaan yang mengancam jiwa harus tertangani terlebih dahulu (A,B,C,D,E)c. Dokter yang merujuk menyertakan dokumen mengenai identitas pasien, hasil anamnesis dan kondisi pasiend. Tersedia layanan rujukan seperti transportasi dan perawat yang berpengalaman untuk ikut sertae. Dokter dan rumah sakit yang menerima pasien bersedia dan dapat memberikan penanganan kepada pasienTransportasi :1. Syarat Transportasi PenderitaMemenuhi syarat :a. Gangguan pernapasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi, resusitasi bila perlub. Kesadaranc. Pernapasand. Tekanan darah dan denyut nadi2. Syarat alat transportasiKendaraan :a. Darat (Ambulance, pick up, truck, gerobak, dll)b. Laut (perahu, rakit, kapal, perahu motor)c. Udara (pesawat terbang, helicopter)Yang terpenting adalah :a. Penderita dapat terlentang b. Cukup luas minimal untuk 2 penderita dan petugas dapat bergerak leluasac. Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infuse dapat jalan.(1)

DAFTAR PUSTAKA1. American College of Surgeons Committee On Trauma. Editor. Advanced Trauma Life Support for Doctors. Uniter States of America: American College of Surgeons Committee On Trauma;2008.2. Uyainah A, editor Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM, Jilid 1, edisi V.cetakan pertama 2011.Jakarta: InternaPublishing Halaman 162, 1643.Satyanegara. Editor. IlmuBedahSarafEdisi IV. Jakarta: PT GramediaPustakaUtama; 2010.4. Bakta, Made. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC5. Diktat Kuliah Sistem Gawat Darurat dan Traumatologi, 2011