Penyakit Trofoblas Gestasional
-
Upload
preston-mitchell -
Category
Documents
-
view
53 -
download
6
description
Transcript of Penyakit Trofoblas Gestasional
PENDAHULUAN
Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trotoblas. Di dalam
tubuh wanita sel trotoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan
sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit
trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic
Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational
Throphoblastic Disease 1.
Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas
dan menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi 2.
Penyakit trofoblas termasuk sebuah spektrum dengan tumor-tumor terkait; mola
hidatidosa, mola invasif, placental-site trophoblastic tumor dan koriokarsinoma, yang
memiliki berbagai variasi lokal invasi dan metastasis 3,4.
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:200
atau 2000 kehamilan. Di negara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan.
Soejoenoes dkk. (1967) melaporkan 1:85 kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusurno
Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A. Siregar (Medan) tahun 1982: II-16
per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya): 1:80 persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata
(Bandung): 9-21 per 1000 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur
reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas
kemungkinan menderita mola akan lebih besar 5.
Sistem staging anatomik untuk penyakit trofoblas telah diadopsi oleh Federasi
Internasional Ginekologi dan Obstetrik (FIGO) 3.
Tabel 1.1. Sistem staging anatomik untuk penyakit trofoblas menurut FIGO
Stadium Deskripsi
Stadium I termasuk semua pasien dengan peningkatan kadar bhCG persisten dan tumor
terbatas pada korpus uterus.
Stadium II termasuk semua pasien dengan metastasis pada vagina dan/atau pelvik.
Stadium III termasuk semua pasien dengan metastasis paru dengan atau tanpa keterlibatan
uterus, vaginal atau pelvik. Diagnosis berdasarkan peningkatan kadar hCG
dengan adanya lesi-lesi pulmoner pada foto radiologik dada.
Stadium IV pasien yang mengalami penyakit lanjut dengan keterlibatan otak, hati, ginjal,
atau saluran gastrointestinal.
1
DEFINISI
Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan
hidropik. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human
chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan
biasa 1,6.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah
anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran
gelembung-gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara
mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari
stroma villi dan kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel
Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik
(syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein
ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur
mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh 1,5.
ETIOLOGI
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik: sebuah
spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma
memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen
dari ayah dan 10 persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya
terdiri dari kromosom triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab.
Perkembangan tumor trofoblastik gestasional diperkirakan disebabkan oleh kesalahan
respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya
nutrien. Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga
embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada
keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu. Peningkatan aktivitas
sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan
progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena sintesis hormone ini memerlukan enzim
dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi perkembangan
kista teka-lutein di dalam ovarium 7.
2
SITOGENETIKA4
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola
memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola
hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus
menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Sumber androgen ini
mungkin akibat pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom)
oleh sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan
komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY.
Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,
sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY.
Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering
disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat.
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola
lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hackwer).
PATOGENESIS
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas 1:
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu
(missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga
terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya
terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu
disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan
hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
3
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini
menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga
menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan
kematian mudigah.
KLASIFIKASI
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin
maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau
bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole . 1,2,8.
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Gambaran Mola Komplit Mola Inkomplit
Sinonim Sejati; klasik Partial
Villi korialis Semua edema Beberapa normal
Hiperplasia Tropoblastik Nyata Minimal-sedang
Embrio Tidak ada tali pusat Janin abnormal
Usia Kehamilan 8-16 minggu 10-26 minggu
Kadar HCG Tinggi Rendah-tinggi
Kariotipe Terutama 46, XX Tripoid
Potensi Keganasan 15-20% Sedikit
GEJALA1
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak berbeda dengan kehamilan
biasa, yaitu enek, muntah, pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering
lebih hebat. Besar uterus lebih dari umur kehamilan. Perdarahan merupakan gejala
utama mola. Biasanya keluhan perdaran inilah yang menyebabkan mereka datang
kerumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai
ketujuh dengan rat-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bias intermitten, sedikit-sedikit
atau sekaligus banyak sehingga dapat menyebabkan syok. Seperti pada kehamilan biasa,
mola hidatidosa bias disertai dengan preeclampsia, hanya perbedaannya ialah pada mola
terjadinya lebih mudah daripada kehamilan biasa.
4
DIAGNOSIS8
Untuk mendiagnosis mola hidatidosa dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
2. Pemeriksaan fisik
Pada mola klasik, uterus membesar melebihi ukuran usia kehamilan yang sesuai,
tidak teraba bagian janin, tidak ada bunyi jantung janin. Uji batang sonde (Acosta-
Sison/Hanifa) tidak ada tahanan massa konsepsi. Pada mola parsial, gejala seperti
missed abortion, uterus lebih kecil dari kehamilan.
3. Pemeriksaan penunjang
USG : gambaran seperti badai salju (snowflake/snowstorm-like
appearance)
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Pemeriksaan kadar T3 T4 dianjurkan.
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala
hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,
emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma.
TATALAKSANA6
Terapi yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah
mempunyai jumlah anak yang diinginkan, ialah histerektomi. Akan tetapi pada wanita
yang masih menginginkan anak, maka setelah diagnosis mola dipastikan, dilakukan
pengeluaran mola dengan kerokan isapan (sunction curettage) disertai dengan
5
pemberian infus oksitosin intravena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan kuret
tumpul untuk mengeluarkan sisa-sisa konseptus.
Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya itu dilakukan kerokan ulangan dengan
kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong, dan untuk memeriksa
tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblast yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu,
makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.
Sebelum mola dikeluarkan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan Roentgen paru-paru
untuk menentukan ada tidaknya metastasis di tempat tersebut. Setelah mola dilahirkan,
dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista teka-lutein. Kista-kista
ini yang tumbuh karena pengaruh hormonal, kemudian mengecil sendiri.
Pengamatan lanjutan6
Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya
dikosongkan, sangat penting berhubung dengan kemungkinan timbulnya tumor ganas
(dalam ± 20%). Anjuran untuk pada semua penderita pascamola dilakukan kemoterapi
untuk mencegah timbulnya keganasan, belum dapat diterima oleh semua pihak. Pada
pengamatan lanjutan, selain memeriksa terhadap kemungkinan timbulnya metastasis,
sangat penting untuk memeriksa kadar hormon koriogonadotropin (hCG) secara
berulang.
Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG lekas turun menjadi
negatif, dan tetap tinggal negatif. Pada awal masa pascamola dapat dilakukan tes hamil
biasa, akan tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negatif, perlu dilakukan pemeriksaan
radio-immunoassay hCG dalam serum. Pemeriksaan yang peka ini dapat menentukan
hormon dalam kuantitas yang rendah.
Pemeriksaan kadar hCG diselenggarakan tiap minggu sampai kadar menjadi
negatif selama 3 minggu, dan selanjutnya tiap bulan selama 6 bulan. Sampai kadar hCG
menjadi negatif, pemeriksaan Roentgen paru-paru dilakukan tiap bulan. Selama
dilakukan pemeriksaan kadar hCG, penderita diberitahukan supaya tidak hamil.
Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal: 1) mencegah kehamilan baru, dan 2)
menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar
hCG. Apabila tingkat kadar hCG tidak turun dalam 3 minggu berturut-turut atau malah
naik, dapat diberi kemoterapi, kecuali jika penderita tidak menghendaki bahwa uterus
dipertahankan; dalam hal ini dilakukan histerektomi.
6
Kemoterapi dapat dilakukan dengan pemberian Methotrexate atau
Dactinomycin, atau kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup
hanya memberi satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus
dilakukan, sampai kadar hCG menjadi negatif selama 6 bulan.
Gambar 1.2. Skema tatalaksana mola hidatidosa
Evaluasi Hasil Terapi Mola Hidatidosa2
Tolak ukur keberhasilan pengobatan adalah turunnya titer beta hCG ke batas
normal dalam waktu sekitar 12 minggu karena beta hCG menunjukan bahwa sel
7
trofoblas masih aktif mengeluarkan hormon. Beta hCG merupakan tumor marker untuk
penyakit trofoblas sehingga hasil pengobatannya dapat diikuti dan dievaluasi.
Perubahan pola hasil evaluasi beta hCG, yaitu mendatar pada dua kali
pemeriksaan atau meningkat, memberikan petunjuk akan adanya aktivitas sel trofoblas
yang memerlukan tambahan pengobatan dengan kemoterapi tunggal atau kombinasi.
Sebagai gambaran, mola hidatidosa akan mengalami penyakit berkelanjutan/persisten
jika disertai komplikasi berikut.
1. Eklamsia
2. Teka (selubung) kista lebih dari 5 cm
3. Bersamaan dengan hamil ganda
4. Uterus lebih besar dari usia kehamilan
5. Serum hCG lebih dari 100.000 mlU/ml
6. Umur ibu lebih dari 40 tahun
Jika mola hidatidosa disertai komplikasi, diperkirakan sekitar 20% kondisi ini
akan diikuti oleh penyakit yang persisten. Dengan demikian, diberikan tambahan
pengobatan kemoterapi, baik tunggal maupun kombinasi. Diduga sekitar 5-7% mola
hidatidosa parsial akan menjadi degenerasi ganas, sedangkan mola hidatidosa komplet
sebesar 15-20%. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya degenerasi ganas menjadi
koriokarsinoma dan berdasarkan hasil evaluasi hCG, perlu diberikan kemoterapi.
PROGNOSIS
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas
akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan
terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup
tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya
disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis 1,9.
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan
trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan
lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi
tumor trofoblastik gestasional 1,10.
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan
masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan
komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada
8
2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan
yang cepat menyebar dan membesar 10.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumapraja, S & Martaadisoebrata, D. 2005. Pernyakit Serta Kelainan Plasenta dan
Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo. Jakarta. Hal: 342-348.
2. Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.B.G.F., dan Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit
Trofoblas, dalam: Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta. Hal: 725-726.
3. Suhaemi, I. (update terakhir – 6 Juli 2008). GTN. Diakses di:
http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/vbac.html. (diakses tanggal 28 Januari 2009).
4. Hacker, N.F., & Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial
Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates. Jakarta. Hal: 679-680.
5. Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua.
EGC. Jakarta. Hal : 138-143.
6. Prawirohardjo, S. & Wiknjosastro, H. 2007. Gangguan Bersangkutan dengan
konsepsi, dalam: Ilmu Kandungan, Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. Hal 262-263.
7. Llewellyn, D., & Jones. 2001. Penyakit Plasenta dan Membran, dalam : Dasar-
Dasar Obstetri & Onkologi, Edisi 6. Hipokrates. Jakarta. Hal: 135.
8. Kampono, N. (1999). Penyakit Trofoblastik Gestasiona. diakses di:
http://www.geocities.com.html. (diakses tanggal 28 Januari 2009).
9. Cunningham, G.F., et al. 2005. Kehamilan multijanin, dalam: Obstetri Williams
Edisi 21. EGC. Jakarta. Hal: 883.
10. Lisa, E.M. (2006). Hydatiform Mole. Available at: http://www.emedicine.com.
(Accessed: 2009, January 28).
10