PENGARUH CRYOTHERAPY ORAL TERHADAP PENCEGAHAN …
Transcript of PENGARUH CRYOTHERAPY ORAL TERHADAP PENCEGAHAN …
PENGARUH CRYOTHERAPY ORAL TERHADAP PENCEGAHAN
MUKOSITIS PADA PASIEN KANKER DENGAN KEMOTERAPI
DI RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Oleh
NATARIA YANTI SILABAN
157046022 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
THE INFLUENCE OF ORAL CRYOTHERAPY ON PREVENTION
FROM MUCOSITIS IN CANCER PATIENT UNDER CHEMOTHERAPY
IN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
THESIS
By:
NATARIA YANTI SILABAN
157046022/ MEDICAL SURGICAL NURSING
MASTER NURSING PROGRAM
FACULTY OF NURSING
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH CRYOTHERAPY ORAL TERHADAP PENCEGAHAN
MUKOSITIS PADA PASIEN KANKER DENGAN KEMOTERAPI
DI RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memeperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NATARIA YANTI SILABAN
157046022 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Pengaruh Cryotherapy Oral Terhadap Pencegahan Mukostis
Pada Pasien Kanker Dengan Kemoterapi Di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Nama Mahasiswa : Nataria Yanti Silaban
Nomor Induk Mahasiswa : 157046022
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2019
Pengaruh Cryotherapy Oral Terhadap Pencegahan Mukostis Pada Pasien Kanker Dengan
Kemoterapi Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
ABSTRAK
Mukositis merupakan masalah yang paling umum dalam pengobatan kemoterapi dan menjadi
masalah yang sangat serius bagi pasien yang menerima beberapa siklus pengobatan
kemoterapi. Efek penanganan mukositis oral yang tidak segera ditangani atau kurang efektf
akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Rasa sakit yang dialami pasien menyebabkan
ketidaknyamanan pada mulut, ketidakmampuan untuk mentoleransi makanan dan cairan
(disfagia) dan sampai akhirnya mengalami penurunan status gizi. Penelitian ini merupakan
penelitian quasi-experiment dengan desain pre- post test with control group dengan
pemmilihan sampel menggunakan consecutive sampling dan jumlah sampel yang digunakan
sebanyak 32 orang untuk masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Penilaian mukositis diukur menggunakan kuesioner Oral Assessment Guide (OAG),
Sedangkan Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara analisis univariat, dan analisis
bivariat dengan menggunakan uji Wilcoxon Test dan Mann Withney Test.. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat 24 responden nilai responden yang tidak mengalami mukositis
dengan kemaknaan 0.008(p<0.05) setelah dilakukan tindakan pada keompok intervensi dan
terdapat perbedaan nilai mukositis yang diukur dengan OAG dengan kemaknaan
0.003(p<0.05) setelah dilakukannya tindakan pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Cryotherapy Oral yang
dilakukan dapat mencegah mukositis pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi di
RSUP.H.Adam Malik Medan.
Kata Kunci: Cryotherapy Oral, Mukositis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan proposal tesis ini.
Proposal ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari
beberapa pihak, oleh karena itu saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kep., Ns., M.Kep,Sp.Maternitas selaku dosen
pembimbing I dan Cholina Trisa Siregar, S.Kep., Ns., M.Kep, Sp.KMB selaku
dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengetahuan, bimbingan
dan motivasi kepada saya dalam mengerjakan proposal ini.
Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada Setiawan, S.Kp., MNS.,
Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan Dewi
Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah
banyak memberikan pengetahuan dan bimbingan selama saya menempuh
perkuliahan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Saya juga berterima kasih kepada Direktur RSUP H. Adam Malik Medan
beserta jajarannya dan juga kepada rekan-rekan perawat di Instalansi kemoterapi
yang memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada almarhum suami
tercinta, Andreas Siregar dan anak-anak saya Tessalonika, Thaddeus, dan
Timoteus yang selalu menjadi penyemangat selama menempuh perkuliahan
(terima kasih untuk pengertian kalian sayang). Tak lupa rasa terima kasih saya
untuk kedua orang tua tercinta (mama & papa) dan mama dan papa mertua yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
setia menunggu dari tahun ke tahun agar saya melanjutkan studi ini. Semoga
kalian tetap sehat dan selalu dalam lindunganNya.
Akhirnya, rasa terima kasih saya juga untuk teman-teman seperjuangan di
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara Angkatan V 2015/2016 dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dorongan
untuk menyelesaikan thesis ini. Demi kesempurnaan thesis ini, maka saya
memohon saran dan masukan, sehingga thes ini dapat diterima dan berlanjut ke
tahap penelitian yang merupakan salah satu syarat untuk mengantarkan saya
memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan di Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Hormat saya,
Nataria Yanti Silaban
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PROPOSAL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Permasalahan 9
Tujuan Penelitian 11
Hipotesis 12
Manfaat Penelitian 12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 13
Konsep Penyakit Kanker ........... 13
Konsep Kemoterapi 18
Konsep Mukositis ..................................... 24
Konsep Perawatan Mulut dengan Menggunakan
Cairan Mormal Saline 36
Konsep Cryotherapy Oral 37
Landasan Teori 39
Kerangka Konsep 41
BAB 3 METODE PENELITIAN 42
Jenis Penelitian 42
Lokasi dan Waktu Penelitian 43
Populasi dan Sampel 43
Metode Pengumpulan Data 45
Variabel dan Defenisi Operasional 50
Metode Pengukuran 51
Validitas dan Reabilitas 51
Metode Analisa Data 52
Pertimbangan Etik 54
BAB 4 HASIL PENELITIAN........................................................... 62 Karakteristik Responden Pasien Kanker Yang
Menjalani Kemoterapi d RSUP.H.Adam Malik Medan........... 62
Mukositis Pasien Kanker yang Menjalani
Kemoterapi RSUP Haji Adam Malik Medan........................... 65
Perbedaan Nilai Mukositis Sebelum dan Sesudah Intervensi
Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Pasien Kanker
Dengan Kemoterapi................................................................ 66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
Perbedaan Nilai Mukositis Sebelum dan Sesudah Intervensi
Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Pasien Kanker
Dengan Kemoterapi................................................................ 67
BAB 5 PEMBAHASAN...................................................................... 68
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4.1. Karakteristik responden penelitian 64
Tabel 4.2. Distribusi Derajat Mukositis pada Pasien
Kanker Dengan Kemoterapi 66
Tabel 4.4. Perbedaan Nilai Mukositis Sebelum dan Sesudah
Perlakuan Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol.................... 66
Tabel 4.5. Perbedaan Nilai Mukositis antara Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol Berdasarkan Mann-Whitney U Test ............ 67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Kerangka Konsep Penelitian 41
2 Rancangan Penelitian 48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Instrumen Penelitian Halaman
Penjelasan Tentang Penelitian
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Kuesioner Karakteristik Responden
Lembar Observasi Stadium Mukositis
Surat Kode Etik Penelitian
Uji Validitas Instrumen
Uji Rehability
Izin Penelitian
Surat Selesai Penelitian
Master Data
UJI SPSS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kanker merupakan suatu kondisi terjadinya pertumbuhan sel–sel abnormal
yang tidak terkendali dan dapat menyebabkan kematian. Penyebab kanker sampai
saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi dapat dicetuskan oleh faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kanker adalah terjadinya
mutasi gen (baik yang diturunkan maupun akibat metabolisme), sedangkan faktor
eksternal adalah terjadinya infeksi, terpapar radiasi, hormon, genetik dan
mengkomsumsi zat kimia tertentu yang bersifat karsinogen (American Cancer
Society, 2017).
Penyakit kanker merupakan penyebab kematian urutan kedua setelah penyakit
kardiovaskuler diseluruh dunia. Menurut laporan International Agency for Research
on Cancer ( IARC) pada tahun 2012, diperkirakan angka kejadian kanker diseluruh
dunia adalah 14,1 juta pada kasus baru dan 8,2 juta pada kasus kematian. Kanker
paru-paru masih memimpin daftar angka kejadian tertinggi yaitu 1,82 juta dan diikuti
kanker payudara (1,67 juta), dan korektal (1,36 juta). Peringkat tertinggi penyebab
kematian adalah kanker paru (1,6 juta) dan disusul kanker hati (745.000), dan kanker
stoma (723.000). Data RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar)Tahun 2013,
menyatakan prevalensi kanker di Indonesia sebesar 14% atau diperkirakan sekitar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
347.792 orang. Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi tertinggi untuk penyakit
kanker, yaitu sebesar 41%.
Kanker telah menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan nasional yang
terbukti dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK
02.02/MENKES/389/2014 pada 17 Oktober 2014 tentang pembentukan Komite
Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN) yang bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian akibat kanker di Indonesia dengan mewujudkan
penanggulangan kanker yang terintegrasi, melibatkan semua unsur pemerintah,
swasta, dan masyarakat (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Berdasarkan KPKN terdapat berbagai jenis terapi pengobatan kanker antara
lain pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, terapi hormonal, dan terapi imun.
Pemberian terapi tersebut dapat diberikan satu jenis saja atau dalam kombinasi
tergantung kepada stadium kanker, karakteristik tumor, usia, kesehatan, dan
preferensi pasien tersebut (American Cancer Society, 2017). Lebih dari setengah
penderita kanker diobati dengan kemoterapi, dimana kemoterapi merupakan jenis
terapi yang dilakukan untuk membunuh sek sel kanker dan terapi yang paling efektif
untuk penderita kanker. Terapi yang diberikan pada pasien kanker bertujuan untuk
menyembuhkan penyakit dan memperpanjang umur, serta meningkatkan kualitas
hidupnya (American Cancer Society, 2016; NCI, 2014, Aslam et al., 2014). Menurut
NCI Tahun 2014, prinsip kerja dari kemoterapi adalah membunuh sel-sel kanker yang
berkembang dengan cepat, tetapi kemoterapi juga menimbulkan efek negatif yaitu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
selain membunuh sel-sel kanker juga membunuh sel-sel yang sehat sehingga
membuat kualitas hidup menjadi menurun (American Cancer Society, 2016).
Aslam et al (2014) dalam studinya menjelaskan bahwa kemoterapi juga dapat
menyebabkan efek samping seperti kelelahan, mual muntah, anoreksia, mielosupresi
(menekan produksi darah), rambut rontok, mukositis, dan bahkan mengakibatkan
kematian pada kasus yang sudah parah. Namun efek samping yang sering terjadi pada
pasien yang menjalani kemoterapi adalah mukositis (Schubert & Bensinger, 2008).
Hasil penelitian Aslam et al. tahun 2014 menunjukkan bahwa efek samping yang
paling umum terjadi pada pasien yang menjalani kemoterapi adalah sakit kepala
(43%), kelelahan (90%), rambut rontok (70%), mual (77%), muntah (75%), diare
(31%), kram perut (40%), mulut kering (74%), luka pada mulut (47%), gangguan
memori (14%), dan mati rasa (49%).
Mukositis merupakan masalah yang paling umum dalam pengobatan
kemoterapi (Askarifar et al., 2016; Abbas et al., 2012). Mukositis merupakan respon
peradangan sel epitel mukosa yang meliputi peradangan mulut (stomatitis),
esophagus, dan saluran pencernaan (Eilers & Million, 2011). Stomatitis merupakan
manifestasi mukositis yang paling sering terjadi pada 40% pasien yang menjalani
kemoterapi (O’Brien, 2009). Hasil studi Sadasivan (2010) menunjukkan bahwa
pasien yang menjalani kemoterapi 100% berisiko mengalami mukositis, sedangkan
menurut Chaveli-Lopez dan Bagan-Sebastian (2016) insidensi mukositis sekitar 40-
70% pada pasien yang menjalani kemoterapi dengan dosis standar dan dosis tinggi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
Hasil penelitian Galuh (2017) di RSUP. H. Adam Malik Medan
menunjukkan dari 37 orang pasien kanker payudara yang sedang menjalani
perawatan kemoterapi, 8 orang (21,6%) mengalami mukositis oral dimana 7 orang
(87,5%) mengalami mukositis oral derajat 1, dan 1 orang (12,5%) mengalami
mukositis oral derajat 2. Jenis obat yang banyak digunakan menimbulkan mukositis
oral yaitu menggunakan Alkylating + Antimetabolit sebanyak 4 orang (50%).
Penelitian Kamaruddin (2009) di RSUP. H. Adam Malik Medan
menunjukkan bahwa dari 67 pasien yang mendapat kemoterapi sebesar 63%
mengalami mukositis pada mulut, xerostomia sebesar 93%, kandidiasis 24%,
perdarahan sebesar 12% dan gangguan pengecapan sebesar 19%.
Sifat dan derajat mukositis bervariasi sesuai dengan pengobatan yang
diberikan, baik radioterapi atau kemoterapi sebagai terapi modalitas independen atau
dalam kombinasi (Scardina, Pisano & Messina, 2010). Insiden mukositis dipengaruhi
oleh jenis dan dosis terapi antineoplastik yang diberikan, dan juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang berhubungan seperti umur, status gizi, kesehatan mulut, jenis
kanker dan penyakit penyerta (Tierney, 2006). Derajat keparahan mukositis pada
pasien yang menjalani kemoterapi bergantung dari jenis protokol kemoterapi yang
digunakan, yaitu kemoterapi resiko standar atau kemoterapi resiko tinggi (Santoso,
2011). Pada kemoterapi yang menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) memiliki resiko
tinggi terhadap kejadian mukositis (20%-50%), domethotrexate (MTX) dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
antimetabolites lain yang memiliki 20%-60% tingkat kejadian mukositis saluran
pencernaan (Abbas et al., 2012).
Prevalensi mukositis setelah pemberian kemoterapi merupakan masalah yang
sangat serius bagi pasien yang menerima beberapa siklus pengobatan kemoterapi.
Pada beberapa rumah sakit melakukan perawatan mukositis dengan pemberian obat
kumur untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien. Perawat dapat melakukan obat
kumur setelah persetujuan atau resep dokter dan perawatan ini dapat dilakukan
setelah mukositis oral terjadi. Hasil penelitian Hashemi (2015) mengatakan
Penggunaan obat kumur seperti chlorhexidine, benzydamine, sodium bicarbonate,
Granulocyte macrophage colony-stumulating factor (GM-CSF) menunjukkan
ketidakefektifan dalam menurunkan derajat mukositis. Penggunaan chlorhexidine
dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan warna gigi dan kerusakan
membran mukosa.
Pengobatan atau intervensi dini untuk mukositis oral sangat penting. Dalam
hal ini peran perawat sangat dibutuhkan karena waktu perawat lebih banyak dalam
memberikan pelayanan di rumah sakit, perawat dapat memberikan perawatan segera
sesuai dengan kondisi pasien. Selain itu, perawat bertanggung jawab untuk mengatur
jadwal kemoterapi. Jika intervensi pencegahan mukositis diberikan sesuai jadwal
kemoterapi, perawat adalah personil yang paling tepat untuk melakukan perawatan
tersebut. Mukositis oral terjadi sekitar 7 sampai 14 hari setelah kemoterapi (Gori et
al., 2007; Karagozoglu & Ulusoy, 2005). Mayoritas pasien memerlukan perawatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
kemoterapi setiap dua minggu sekali. Pasien yang sudah mengalami mukositis pada
saat siklus kemoterapi sebelumnya tidak segera dilakukan perawatan akan mengalami
peningkatan derajat mukositis pada siklus kemoterapi selanjutnya.
Efek penanganan mukositis oral yang tidak segera ditangani atau kurang
efektf akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Rasa sakit yang dialami pasien
menyebabkan ketidaknyamanan pada mulut, ketidakmampuan untuk mentoleransi
makanan dan cairan (disfagia) dan sampai akhirnya mengalami penurunan status gizi
(Sierarcki et al., 2009; Askarifar et al., 2016) dan pada akhirnya pasien membutuhkan
obat analgesia sebagai penghilang rasa sakit. Efek pemberian Obat analgesia dapat
meningkatkan risiko konstipasi, mual dan muntah (Svanberg, Gunner & Ohrn, 2007).
Kehilangan asupan lemak, energi dan perubahan metabolisme akan mengakibatkan
malnutrisi. Malnutrisi kemudian dapat menurunkan respons dan toleransi terhadap
kemoterapi. Satu dari sepuluh pasien yang mengalami mukositis oral dan penurunan
berat badan memerlukan pengurangan dosis kemoterapi. Hal tersebut akan
mengakibatkan ketidakefektifan pengobatan kanker terhadap pertumbuhan tumor dan
metastasis. Mukositis juga dapat meningkatkan risiko pendarahan dan infeksi. Hal
ini dapat menyebabkan infeksi sistemik (Svanberg, Gunner & Ohrn, 2010, Harris et
al.,2008; Sierarcki et al.,2009; Royse & Martens, 2010).
Revisi Multinational Association of Supportive Care in Cancer/MASCC tahun
2007 merekomendasikan berbagai metode untuk mencegah mukositis. Adapun
metode yang direkomendasikan adalah penggunaan palifermin dengan kasus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
transplantasi sel, amifostin dengan radioterapi, dan cryotherapy dengan pemberian
melphalan dalam dosis tinggi dan 5-FU (Heydari Abbas, 2012; Bensadoun, Peterson,
2010). Martin & Perez (2014) mengatakan bahwa perawatan mukositis oral juga
dilakukan dengan oral hygiene protokol, chlorhexidene digluconate, agen
cytoprotektif (amifostin, Sucralfate, Glutamin, Allopurinol, Cryotherapy, Growth
factors, dan Low Level Laser Therapy/LLLT).
Cryotherapy Oral adalah terapi pencegahan yang efektif untuk mukositis pada
pasien kanker dengan pengobatan kemoterapi. Berbagai penelitian telah mendukung
bahwa cryotherapy memiliki efek positif dalam pencegahan mukositis. Cryotherapy
Oral adalah terapi dingin atau kepingan es pada daerah oral. Prosedurnya pasien
mengisap kepingan es sebelum, selama, dan setelah diberikan obat kemoterapi
dengan tujuan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi lokal di area mulut dan juga
mengurangi aliran darah ke rongga mulut. Jumlah obat sitotoksik yang diberikan akan
berkurang ke mukosa mulut sehingga mengurangi iritasi lokal (Papadeas, Naxakis,
Riga & Kalofonos, 2007; Svanberg et al., 2010). Wan (2012) dalam studinya
menunjukkan bahwa cryotherapy oral dapat meningkatkan pH oral, sehingga air liur
menjadi lebih basa (yaitu pH 7.0 - 7.5) hal tersebut dapat mencegah kekeringan pada
mulut dan bisa mengurangi risiko mukositis oral.
Cryotherapy Oral merupakan metode preventif yang paling konvensional dan
mudah dilakukan. Terapi ini paling efektif dalam mengurangi derajat mukositis oral
sebagai efek dari pemberian infus intravena 5-fluorouracil (5-FU), Edatrexate, dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Melphalan dalam dosis tinggi. Menurut laporan dari pedoman ESMO working group,
cryotherapy oral dilakukan selama 30 menit dalam pencegahan mukositis oral pada
pasien yang menerima 5-FU dan 20-30 menit yang menerima dosis edatrexate.
(Haydari et al, 2012; Shehata, Soliman, 2015; Martin, Perez, 2014)
Cryotherapy Oral ditoleransi dengan baik oleh pasien. Meskipun beberapa
pasien mengalami beberapa efek samping (misalnya sakit kepala, mulut mati rasa,
sakit tenggorokan, dan nyeri gusi), tetapi gejala tersebut akan hilang setelah
selesainya cryotherapy (Papadeas et al., 2007). Selain itu, cryotherapy juga
merupakan intervensi yang murah, mudah didapat, dan non-farmakologis. Perawat
dapat menerapkan cryotherapy sebagai intervensi keperawatan sesuai dengan jadwal
pemberian kemoterapi. Cryotherapy oral tidak mengganggu dosis kemoterapi atau
menurunkan efektifitas kemoterapi (Papadeas et al., 2007). Kesimpulan bahwa
cryotherapy tidak mempengaruhi efektifitas kemoterapi. Oleh karena itu, cryotherapy
merupakan intervensi keperawatan yang efektif untuk mencegah dan menurunkan
derajat mukositis oral pada pasien yang menjalani pengobatan kemoterapi.
Cryotherapy oral merupakan bagian dari tindakan mandiri perawat yang
berhubungan dengan intervensi untuk mengatasi mukositis pada pasien kanker
dengan kemoterapi. Intervensi ini terkait dengan teori keperawatan yaitu Teori
Konservasi “Levine’s Conservation Model” yang dikembangkan oleh Levine (Tomey
& Alligood, 2010). Teori konservasi yang dikembangkan oleh Myra Levine
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
(1967)mengidentifikasi konsep penting dalam penggunaan konsep modelnya yaitu
adaptasi (adaptasion), keutuhan (wholeness), dan konservasi (concervation).
Hasil penelitian yang dilakukan Svanberg et al. (2010) menyatakan bahwa
cryotherapy oral secara signifikan mengurangi kejadian dan tingkat keparahan
mukositis oral pada pasien kanker dengan kemoterapi. Penelitian Heydari, Sharifi dan
Salek (2012) mengatakan cryotherapy oral dapat menurunkan derajat mukositis 50%
lebih banyak pada kelompok eksperimen daripada kelompok kontrol pada pasien
yang menerima regimen kemoterapi gabungan (5-Fluorouracil dengan Leucovolin, 5-
FU dengan Adriamycin, Siklofusfamil dan Metotreksat dengan 5-FU). Cryotherapy
efektif dalam mengurangi stomatitis atau mukositis oral sebagai efek dari
pemberian 5-fluorouracil (5-FU) yang mana menurut laporan terdapat 50 – 79 %
pasien dengan 5-fluorouracil (5-FU) mengalami mukositis (Abbas et al., 2012).
Sedangkan Hasil penelitian yang dilakukan Gori et. al. (2007) menyatakan bahwa
cryotherapy oral tidak dapat mengurangi derajat mucositis oral. Cryotherapy tidak
efektif pada pencegahan mukositis oral dengan kemoterapi.
Permasalahan
Kemoterapi merupakan salah satu terapi yang memperlihatkan efektifitas
tinggi untuk menghambat pertumbuhan kanker jenis lainnya, misalnya kanker
nasopharing, rabdomyosarkoma, lymphoma dan jenis kanker lainnya. Selain
memiliki efek terapeutik yang menghambat sel kanker, kemoterapi juga memiliki
efek samping yang berbahaya dan memerlukan penanganan. Efek samping pemberian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
kemoterapi diantaranya mual muntah, anoreksia, mielosupresi (menekan produksi
darah), kelelahan, rambut rontok, dan sariawan atau mukositis. Mukositis juga dapat
menimbulkan dampak fisik, psikologis dan ekonomi. Mukositis harus ditangani
dengan baik dan berkualitas. Intervensi untuk menangani mukositis sangat bervariasi.
Salah satu intervensi yang dapat dilakukan adalah cryotherapy oral.
Cryotherapy Oral adalah terapi modalitas dengan menggunakan es batu atau
air es ke dalam mulut. Prosedurnya pasien mengisap es batu sebelum, selama, dan
setelah diberikan obat kemoterapi. Tujuan cryotherapy oral atau terapi es batu dapat
mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah pada selaput rongga mulut, sehingga
mengurangi paparan agen kemoterapi terhadap mukosa mulut. (Heydari et al, 2012;
Svanberg et al, 2010, Askarifar et al, 2016). Cryotherapy merupakan metode
preventif yang paling konvensional dan mudah dilakukan. Terapi ini paling efektif
dalam mengurangi mukositis oral sebagai efek dari pemberian infus intravena 5-
fluorouracil (5-FU), Edatrexate, dan Melphalan dalam dosis tinggi. Menurut laporan
dari pedoman ESMO working group, cryotherapy oral dilakukan selama 30 menit
dalam pencegahan mukositis oral pada pasien yang menerima 5-FU dan 20-30 menit
yang menerima dosis edatrexate. (Haydari et al, 2012; Shehata, Soliman, 2015).
Berdasarkan penelitian –penelitian sebelumnya yang dijelaskan di atas, maka
peneliti ingin mengetahui apakah benar ada pengaruh cryotherapy oral terhadap
penurunan derajat mukositis pada pasien kanker yang sedang menjalani pengobatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
kemoterapi. Oleh karena itu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tersebut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh cryotherapy oral terhadap
pencegahan mukositis pada pasien kanker dengan kemoterapi yang dirawat di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Tujuan Khusus
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :1)menilai
mukositis sebelum dilakukan intervensi cryotherapy oral, 2) menilai mukositis
setelah dilakukan intervensi cryotherapy oral, 3) menguji perbedaan nilai mukositis
sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol,4) menguji
perbedaan nilai mukositis setelah tindakan pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
Hipotesis
Hipotesis penelitian yang diharapkan pada penelitian ini adalah hipotesis
alternatif (Ha), yaitu ada pengaruh cryotherapy oral terhadap pencegahan mukositis
pada pasien kanker dengan kemoterapi di RSUP H.Adam Malik Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
Manfaat penelitian
Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dan dapat diaplikasi dalam
memberikan asuhan keparawatan pada pasien kanker yang mendapat terapi
kemoterapi terutama dalam perawatan mulut khususnya pada pasien yang mengalami
mukositis. Memberikan masukan dalam membuat standar pencegahan mukositis pada
pasien kanker yang mendapatkan terapi kemoterapi.
Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terutama
tentang cryotherapy oral sebagai terapi pencegahan mukositus pada pasien kanker
yang menjalani kemoterapi.
Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dasar bagi
penelitian-penelitian selanjutnya dalam menemukan standar intervensi pencegahan
mukositis yang disepakati.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Penyakit Kanker
Pengertian Kanker
Kanker merupakan kumpulan sel-sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel
yang tumbuh secara terus menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan
jaringan sekitarnya, tidak berfungsi secara fisiologis dan dapat membentuk
pertumbuhan yang disebut tumor yang bersifat solid dan non solid (National
Cancer Institute, 2015). Definisi lain dari kanker adalah suatu penyakit dari sel
dimana kemampuan sel untuk mengontrol pertumbuhan dan proliferasi secara
normal terganggu, bersifat invasif dan dapat menyebar secara langsung kebagian
tubuh yang lain ( Black & Hawks,2009).
Etiologi Kanker
Penyebab kanker sampai saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi dapat
dicetuskan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang
mempengaruhi kanker adalah terjadinya mutasi gen (baik yang diturunkan
maupun akibat metabolisme), sedangkan faktor eksternal adalah terjadinya
infeksi, terpapar radiasi, maupun mengkonsumsi zat kimia tertentu yang bersifat
karsinogen dan juga mengkonsumsi tembakau (American Cancer Society, 2015).
Berdasarkan penyebabnya, Putri (2012) mengklasifikasikan kanker menjadi 1)
karsinogenesis kimiawi, 2) karsinogenesis fisik, 3) karsinogenesis viral, 4)
peranan hormon, 5) faktor gaya hidup, 6) parasit, 7) sunat dan fimosis, dimana
sunat terbukti menurunkan angka kejadian kanker penis, 8) faktor genetik dan 9)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
penurunan imunitas. Kebanyakan faktor penyebab dari kanker merupakan faktor
lingkungan yang dapat dihilangkan dengan mengubah gaya hidup masing-masing
pribadi.
Patofisiologi
Ignatavicius dan Workman (2013), menjelaskan bahwa proses
perkembangan sel kanker disebut dnegan karsinogenesis dan onkogenesis,
sedangkan proses perubahan sel normal menjadi sel kanker disebut transformasi
maligna yaitu transformasi sel yang berlangsung melalui banyak tahapan dan
berasal dari satu sel yang berkembang biak. Berikut adalah tahap karsinogenesis
menurut Ignatavicius & Workman (2013), yaitu :a) tahap inisiasi merupakan
perubahan dalam bahan genetik sel yang mengaktivasi sel menjadi maligna yang
disebabkan oleh karsinogen (bahan kimia, virus, radiasi atau sinar matahari) yang
berperan sebagai inisiator dan bereaksi dengan DNA yang menyebabkan
kerusakan DNA dan mengalami hambatan perbaikan DNA; b) tahap promosi
yaitu tahapan dimana terjadi interaksi antara faktor kedua (yang berperan sebagai
agen penyebab disebut karsinogen komplit karena melengkapi tahap inisiasi
dengan tahap promosi) dengan sel yang terinisiasi pada tahap sebelumnya; c)
tahap progresi yaitu tahapan dimana sel tumor telah mencapai ukuran 1 cm dan
penyerapan nutrisi kedalam sel tidak efisien lagi sehingga tumor membentuk
Tumor Angiogenesis Factor (TAF) yang mendorong pembentukan kapiler dan
pembuluh darah yang membentuk cabang baru kedalam tumor, sehingga tumor
mengalami perubahan morfologi dan fenotif dalam sel yang menunjukkan
peningkatan perilaku keganasan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
Metastasis merupakan kemampuan sel tumor untuk menyebar ke organ
lain yang terjadi melalui perluasan sel ke jaringan sekitarnya, melakukan penetrasi
kedalam pembuluh darah, melepaskan sel neoplasma, dan melakukan invasi ke
jaringan sekitar. Proses metastasis terjadi melalui tiga tahap berikut yaitu: a) tahap
pertama, dimana sel neoplasma melakukan invasi terhadap jaringan disekitarnya
dan menembus pembuluh darah dan limfe yang terjadi karena bertambahnya
ukuran sel neoplasma sehingga menekan secara mekanis; b) tahap kedua yaitu
penyebaran sel neoplasma melalui sirkulasi darah dan limfe atau ekspansi
langsung. Sistem limfe merupakan awal jalan penyebaran dari sel kanker,
metastasis dapat mencapai organ yang sangat jauh melalui aliran darah, dan
ekspansi langsung terjadi dengan pertumbuhan sel baru diatas permukaan serosa
sel lain; c) tahap ketiga yaitu terjadi ketika timbul pertumbuhan sel kanker yang
baru di tempat sekunder dan sel kanker terus tumbuh dengan kemampuannya
sendiri dalam vaskularisasinya.
Penentuan Derajat Keganasan Kanker
Derajat keganasan kanker ditentukan oleh staging yaitu penentuan luas
penyebaran kanker. Staging bertujuan untuk menentukan tahap perkembangan,
memilih intervensi yang paling baik serta untuk memperkirakan prognosis
penyakit. Selain itu, staging juga diperlukan untuk melihat hasil pengobatan dan
membandingkan efektifitas berbagai macam pengobatan yang diterima oleh
pasien (Sjamsuhidayat & De Jong, 1997). Penentuan staging menggunakan sistem
TNM (Tumor, Nodus dan Metastasis ) dapat dilihat pada tabel 2.3yaitu sebagai
berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
Tabel 2.3 Sistem Tumor, Nodus dan Metastasis ( TNM)
Tumor
T Tumor Primer
Tx Tumor primer tidak dapat ditaksir
T0 Tidak terdapat bukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1,T2,T3 Dari T1 sampai T3 tumor primer makin besar dan makin jauh
infiltrasi di jaringan dan saat berdampingan
Nodus
N
NX Kelenjar limf tak dapat ditaksir/ diperiksa
N0 Tidak adanya bukti penyebaran ke kelenjar limf regional
N1,N2,N3,N4 Menunjukkan banyaknya kelenjar regional yang dihinggapi dan
ada/tidaknya infiltrasi di alat dan struktur berdampingan.
Metastasis
M Anak sebar jauh (distance metastasis)
MX Tidak dapat diperkirakan adanya anak sebar
M0 Tidak ada bukti metastatis jauh
M1 Ada metastasis jauh
Sumber : Otto,E.S.,2001.Oncology Nursing. 4th Ed.Mosby.Inc.St.Louis Missouri
Tanda dan Gejala
Berdasarkan tanda dan gejalanya, kanker dibagi dalam enam kategori
(Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2008), yaitu: 1) gangguan hematologis, imunologi,
dan vaskular, misal masalah : anemia, trombositopenia, infeksi dan perdarahan; 2)
gangguan hormon dan endokrinologis (misal masalah : hipertiroidisme, sindrom
cushing, kaheksia akibat meningkatnya glukoneogenesis); 3) neuropati, misal
masalah : kelemahan, gangguan serebral, neuritis perifer; 4) gangguan kulit dan
jaringan penyambung, misal masalah : dermatomiositosis, 5) gangguan
gastrointestinal, misalnya masalah : kelelahan, dan berat badan menurun; 6)
gangguan umum dan metabolik, misal masalah : asites dan efusi pleura.
Diananda (2008) menjelaskan bahwa gejala umum kanker adalah sebagai
berikut: 1) pembengkakan pada organ tubuh yang terkena (misal ada benjolan di
payudara, di perut, dan lain-lain); 2) terjadi perubahan warna (misal perubahan
warna tahi lalat): 3) demam kronis; 4) batuk kronis (terutama kanker paru) atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
perubahan suara (kanker di leher); 5) perubahan pada sistem pencernaan/kandung
kemih (misal perubahan pola buang air besar, buang air besar berdarah, dan lain-
lain); 6) penurunan nafsu makan dan berat badan; 7) keluarnya cairan atau darah
tidak normal (misal keluar cairan abnormal dari putting payudara).
Jenis Kanker
Kanker dikelompokkan sesuai dengan jenis sel mereka mulai yang terdiri
dari empat kategori utama yaitu: 1) karsinoma, merupakan kanker yang terjadi
pada jaringan epitel, seperti kulit atau jaringan yang menyelubungi organ tubuh,
misalnya organ pada sistem pencernaan atau kelenjar; 2) sarkoma, merupakan
kanker yang terjadi ada tulang seperti osteosarkoma, tulang rawan seperti
kondrosarkoma, jaringan otot seperti rabdomiosarcoma; 3) leukemia, merupakan
kanker yang terjadi akibat tidak matangnya sel darah yang berkembang di
dalam sumsum tulang dan memiliki kecenderungan untuk berakumulasi di dalam
sirkulasi darah; 4) limfoma, merupakan kanker yang timbul dari nodus limfa dan
jaringan dalam sistem kekebalan tubuh.
Penatalaksanaan Kanker
Charalambous et al. (2013) menjelaskan dalam studinya bahwa metode
pengobatan kanker yang digunakan secara umum adalah pembedahan, terapi
radiasi, dan kemoterapi; biotherapy/ immunotherapy, terapi photodynamic, terapi
hormon, terapi yang ditargetkan, dan transplantasi sumsum tulang juga digunakan.
White dan Duncan (2012) juga menjelaskan bahwa metode pengobatan dapat
digunakan secara kombinasi maupun mandiri dari beberapa pengobatan umum
tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
Komplikasi Kanker
Diananda (2008) menjelaskan dalam studinya bahwa komplikasi akibat
kanker adalah: 1) akibat langsung, misal : sumbatan saluran cerna pada kanker
usus, patah tulang pada kanker tulang, dan lain-lain; 2) akibat tidak langsung,
misal : demam, penurunan berat badan, anemia, penurunana kekebalan tubuh, dan
lain-lain; 3) akibat pengobatan , misal : pembengkakan akibat sumbatan kelenjar
getah bening pada radiasi kanker payudara, gangguan saraf tepi, penurunan kadar
sel darah, kebotakan pada kemoterapi.
Konsep Kemoterapi
Pengertian Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian segolongan obat-obatan sitostatika yang
dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan membunuh sel kanker (NHS, 2007).
Sedangkan Smeltzer et al. (2008) menjelaskan bahwa kemoterapi dapat
membunuh sel-sel kanker pada tumor dan juga dapat membunuh sel-sel kanker
yang telah lepas dari sel-sel kanker dari sel induk atau telah bermetastase melalui
darah dan limpa kebagian tubuh yang lainnya.
Tujuan Kemoterapi
Tujuan kemoterapi adalah menghambat pertumbuhan atau membunuh sel-
sel kanker. Kemoterapi juga dapat menjadi bentuk penanganan primer atau
tambahan dari terapi radiasi atau pembedahan sehingga pertumbuhan sel kanker
terhambat, proses metastasis dapat dikurangi dan gejala gangguan metabolisme
akibat sel kanker dapat diminimalkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Jenis Kemoterapi
Desen (2008) menjelaskan dalam studinya bahwa ada beberapa jenis
kemoterapi antara lain alkilator, antibiotik, antimetabolit, inhibitor metabolit
mikrotubuli, inhibitor topoisomerase, golongan hormon dan golongan target
molecular. Pemberian jenis kemoterapi disesuaikan dengan jenis kanker yang
diderita pasien.
Siklus Kemoterapi
Kemoterapi diberikan dalam siklus tertentu. Menurut Bowden, Dickey dan
Greenberg (1998) dalam Nurhidayah (2011) siklus kemoterapi terdiri beberapa
fase yaitu fase induksi, fase konsolidasi, dan fase pemeliharaan dan fase
observasi. Fase induksi merupakan fase awal dimana terapi diberikan secara
intensif, tujuannya untuk membunuh sel-sel kanker sehingga terdapat remisi.
Remisi terjadi ketika sel memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi baik
respon sementara atau permanen. Remisi ditandai dengan terjadinya penurunan
tingkat keganasan dan bahkan berhentinya proses keganasan. Fase kedua adalah
fase konsolidasi. Pada fase ini diberikan secara intensif untuk membunuh sisa-sisa
sel kanker yang masih ada. Selanjutnya fase pemeliharaan yaitu fase dimana fase
lanjutan untuk membunuh sel-sel kanker yang masih ada. Fase ini dapat
berlangsung selama beberapa tahun. Fase terakhir adalah terapi akan diakhiri dan
dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan kekambuhan (relaps) serta efek
samping kemoterapi.
Selama siklus kemoterapi, perawat perlu memantau beberapa hal. Hal
yang harus diperhatikan diantaranya adalah terjadinya kekambuhan. Kekambuhan
dapat terjadi pada setiap fase. Ketika terjadi kekambuhan, regimen terapi harus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
diganti dan memulai ke fase awal. Hal lain yang harus diperhatikan adalah dosis
kemoterapi. Kemoterapi harus diberikan dalam dosis yang tepat dapat berdasarkan
berat badan, tinggi badan atau luas permukaan tubuh. Hal tersebut untuk
meminimalkan efek toksik pada jaringan dan organ. Prosedur keamanan dan cara
pemberian agen kemoterapi juga harus dipantau dan diperhatikan oleh perawat
dan dokter.
Efek Samping Kemoterapi
Obat sitotoksik menyerang sel-sel kanker yang sifatnya cepat membelah,
namun terkadang obat ini memiliki efek pada sel-sel tubuh normal yang juga
mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa, sum-sum tulang dan
sperma. Obat ini juga dapat bersifat toksik pada beberapa organ jantung, hati,
ginjal dan system syaraf (Abdulmuthalib, 2006). Perry & Yarbo (1994) dalam
Burke, et al, (1995) membagi efek samping kemoterapi berdasarkan waktu
terjadinya gejala, yaitu Immediate onset early, onset ealy, delayed onset dan late
onset.
Immediate onset adalah efek yang terjadi dalam waktu kurang 24 jam
setelah pemberian kemoterapi. Beberapa diantaranya adalah mual muntah,
phlebitis, hiperurisemia, gagal ginjal, anafilaksis dan bercak kemerahan pada
kulit. Early onset adalah efek yang terjadi pada satu hari sampai seminggu
pemeberian kemoterapi. Beberapa diantaranya adalah leokopenia,
trombositopenia, alopesia, stomatitis (mikositis), diare dan megaloblastosis.
Delayed onset adalah efek yang terjadi dalam satu minggu sampai satu bulan
pemberian kemoterapi. Beberapa diantaranya adalah anemia, aspermia, kerusakan
hepatosellular, hiperpigmentasi dan fibrosis pulmonal. Sedangkan late onset
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
adalah efek yang terjadi dalam satu bulan sampai satu tahun. Beberapa
diantaranya adalah sterilitas, hipogonadisme, menopause premature dan
keganasan sekunder (Burke, et al, 1996 ).
Sementara Desen (2008) membagi efek samping toksik dari kemoterapi
kedalam dua kategori, efek toksik jangka pendek dan efek toksik jangka panjang.
Efek toksik jangka pendek diantaranya depresi sum-sum tulang (seperti
leokopenia, trombositopenia, dan anemia), reaksi gastrointestinal (seperti
mukositis, diare serius serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit),
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal (kardiotoksisitas, neuro-toksisitas,
reaksi alergi dan lain-lain. Sementara efek toksik jangka panjang adalah
karsinogenesitas dan infertilitas.
Asuhan Keperawatan Pasien Kanker dengan Kemoterapi
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan professional
yang berlandaskan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk layanan bio, psiko,
sosial, dan spiritual yang komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga
dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit (Asmadi, 2008). Asuhan
keperawatan merupakan sebuah proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu
pengkajian, menentukan masalah keperawatan, membuat perencanaan,
implementasi, dan evaluasi. Proses tersebut berlangsung secara berkesinambungan
dan tidak dapat berdiri sendiri (Asmadi, 2008)
Pengkajian
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) pemeriksaan fisik untuk mendapatkan
data akibat kemoterapi yang dijalani pasien kanker adalah : pada sistem
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
pencernaan kaji adanya mual, muntah, kehilangan rasa/ penurunan pengecapan,
stomatitis. Pada sistem integumen kaji adanya perubahan pigmen, kerusakan
kuku, kerusakan folikel rambut yang dapt menyebabkan kerontokan, stomatitis
pada mukosa, dermatitis pada kulit, serta perianal dan vagina ulserasi. Pada
Hematopoiectic sistem kaji pola pertahanan tubuh terhadap infeksi, kaji
penurunan transportasi oksigen, serta koagulasi apakah ternganggu, pada sistem
saraf kaji adanya penurunan refleks tendon. Ataxia akibat gangguan fungsi
cerebral (temporer). Kaji pola pernapasan adanya batuk dan pneumonitis.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan terbentuk atas masalah keperawatan dan etiologi
yang bergabung didukung data pada pengkajian. Masalah keperawatan yang
muncul pada pasien dengan kanker yang mendapat kemoterapi adalah gangguan
nutrisi, defisit volume cairan, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kerusakan integritas kulit, nyeri, aktual/potensial gangguan konsep diri, atau
bahkan berduka.
Intervensi Keperawatan
Kerusakan integritas kulit
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi integritas kulit adalah tangani
kulit dengan lembut, jangan menggosok daerah yang terluka, gunakan lotion
untuk melembakan kulit dan cuci kulit dengan sabun dan air.
Manajemen stomatitis
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi stomatitis adalah gunakan sikat
gigi yang lembut, perawatan mulut dengan menggunkan air garam/normal saline
atau air keran, hindari obat kumur yang mengandung alkohol
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
Manajemen alopecia
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi alopecia adalah dorong klien
agar memakai rambut palsu sebelum rambut rontok, mendorong klien
menggunakan selendang atau topi yang menarik, berikan informasi kepada klien
bahwa kerontakan rambut adalah efek pengobatan sementara.
Promosi nutrisi
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah nutrisi adalah sajikan
makanan dengan cara membuatnya menarik, pertimbangkan preferensi pasien,
memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering, menyediakan makanan
sesuai jadwal makan dan dalam keadaan hangat dan menganjurkan kepada klien
untuk mengkomsumsi vitamin/suplemen
Kelelahan
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah kelelahan adalah
membantu melakukan kegiatan sehari – hari klien untuk memungkinkan klien
dapat istirahat, anjurkan klien untuk melakukan latihan ringan
Gambaran diri
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gambaran diri adalah
komunikasi terapeutik sangat penting, mendorong kemandirian dalam perawatan
diri dan pengambilan keputusan dan mengenakan bahan kosmetik seperti make-up
dan wig
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Konsep Mukositis
Pengertian Mukositis
Mukositis adalah proses inflamasi yang dapat melibatkan sel-sel epitel
mukosa dari mulut ke rektum (Eilers, Harris, Henry & Johnson, 2014). Mukositis
oral akibat kemoterapi adalah suatu keadaan yang diakibatkan efek samping
kemoterapi pada jaringan mukosa oral. Mukosa oral dapat juga disebut stomatitis
(Cancer Care Stovia, 2008). Peradangan mukosa pada selaput lendir rongga
mulut, terjadi pada satu-setengah dari klien kanker yang menerima pengobatan
kemoterapi. Mukositis terjadi 7 sampai 14 hari setelah kemoterapi berlangsung
selama 2 sampai 3 minggu. Tingkat keparahan mukositis dinilai dengan tanda dan
gejala yang ditemui seperti edema, ulserasi, eritema, saliva berlebihan, dan infeksi
(White & Duncan, 2012). Sedangkan Sonis (2010) menjelaskan dalam studinya
bahwa mukositis adalah peradangan dan ulserasi mukosa mulut atau sub mukosa,
yang biasanya terjadi sebagai efek samping dari kemoterapi dan pengobatan
radioterapi untuk kanker. Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa
mukositis merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa atau sub mukosa
mulut akibat dari pengobatan kanker kemoterapi atau radioterapi.
Penyebab Mukositis
Menurut Tomlinson dan Kline (2005) dalam Nurhidayatun (2012) bahwa
mukositis disebabkan oleh iatrogenic, bakteri, virus, dan jamur. Penyebab
iatrogrenik adalah mukositis yang disebabkan karena pemberian kemoterapi, yang
mengakibatkan komplikasi pada mulut berupa langsung berupa langsung karena
efek stomatotoksik dai obat-obat antineoplasma yang menyebabkan mukositis,
dan juga efek tidak langsung yang berupa mielopspresi yang mengakibatkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
perdarahan dan infeksi pada mulut. Selain iatogenik, mukositis juga disebabkan
oleh mikroorganisme yaitu bakteri, visus, dan jamur. Bakteri yang sering
menyebabkan mukositis adalah bakteri anaerob gram negative, Klebsiella,
Enterobacter, Serratia, Proteus dan Escherichia coli. Sedangkan virus yang
menyebabkan mukositis diantaranya Herpes simplex, Cytomegalovirus, Varicella
zoster, dan Eipstein Barr Virus.
Patofisiologi Mukositis
Patofisiologi mukositis akibat terapi kanker berdasarkan mekanisme
terjadinya mukositis dapat dibagi menjadi dua yaitu : mukositis langsung dan
mukositis tidak langsung. Mukositis langsung terjadi pada sel-sel epitel mukosa
mulut yang mengalami perubahan, dan melalui mekanisme toksisitas langsung
pada sel-sel mukosa. Kemoterapi dan radioterapi dipengaruhi kematangan dan
pertumbuhan sel-sel epitel mukosa mulut sehingga menyebabkan perubahan pada
mukosa normal dan kematian sel. Mukositis ini biasanya terjadi pada hari ke 7
sampai 14 hari (Cancer Care Stovia, 2008). Mukositis tidak langsung disebabkan
oleh invasi langsung dari bakteri gram negatif dan jamur. Mukositis ini terjadi
melalui mekanisme tidak langsung pada mukosa dan yang menyebabkan
granulositopenia sehingga mempermudah terjadinya infeksi dan perdarahan pada
mukosa. Lapisan mukosa rongga mulut diyakini sebelumnya akan sangat rentan
terhadap kerusakan selama menjalani terapi kanker, dikarenakan sebagian besar
perawatan untuk kanker tidak dapat membedakan antara sel-sel sehat dan sel
kanker. Kemoterapi juga biasanya menyebabkan pembelahan sel seperti sel
mukosa mulut dan tenggorokan, sehingga sel menjadi rusak selama pengobatan
(Cancer Care Stovia, 2008 & Sonis, 2004).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
Patofisologi mukositis akibat kemoterapi dapat diperjelas dengan
mekanisme patobiologi. Menurut Sonis (2004) & Cancer care Stovia (2008)
secara patobiologi mukositis terjadi dalam lima fase yaitu fase awal (Initial phase,
fase regulasi dan pembentukan sinyal (up regulating and generation of messenger
signals), fase amplikfikasi dan penjalaran sinyal (signal and amplification), fase
ulserasi dengan inflamasi dan fase penyembuhan.
Fase awal (Initial phase) ditandai dengan pembentukan reactive oxygen
species (ROS) oleh agen kemoterapi. ROS akan menyebabkan kerusakan sel,
jaringan dan pembuluh darah secara langsung. Aktivasi ROS akan menstimulasi
faktor transkripsi dan memulai serangkaian biologi terjadinya mukositis. Fase ini
biasanya terjadi setelah pemberian kemoterapi atau pada hari pertama pasca
kemoterapi. Pada fase ini sel mukosa masih terlihat normal.
Fase kedua adalah fase regulasi dan pembentukan messenger signals. Pada
fase ini terjadi kematian kologenik sel lapisan epitel karena kerusakan DNA oleh
ROS. Selanjutnya nuclear factot kB (NK-kB) akan teraktivasi dan mengaktivasi
sejumlah gen (death colonologic gen) yang menyebabkan toksisitas mukosa.
Selain itu NK-kB juga akan mengaktivasi sitokin yang merupakan substansi pro-
inflamasi. Fase ini akan terjadi pada hari pertama atau kedua paska kemoterapi.
Fase ketiga yaitu signaling dan amplifikasi. Pada fase ini sitokin pro
infalamasi akan mengaktivasi zat aktivator inflamasi yaitu TNK-alfa, IL-1Beta
dan IL-6. TNK-alfa akan mengaktivasi agen yang menyebabkan cedera jaringan
seperti ceramide dan caspase. Signal ini selanjutnya akan semakin meningkatkan
produksi sitokin. Aktivasi ceramide dapat menjadi mekanisme sekunder terjadinya
kerusakan jaringan. Seluruh agen yang telah aktif akan menyebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
opotosis.poptosis atau kematian sel terjadi pada sel epitel maupun jaringan
submukosa. Inflamasi akan terus terjadi dan menyebabkan sel epitel dan
submukosa menjadi kemerahan, bengkak dan nyeri. Terjadi kerusakan atau
kematian sel epitel dan jaringan mukosa. Jaringan yang rusak akan memberikan
tanda eritema dan oedema. Fase ini akan berlangsungpada hari keempat dan
kelima paska kemoterapi
Fase ulserasi dan inflamasi yang ditandai dengan pembentukan lesi. Lesi
yang terbentuk menjadi tempat masuk mikroorganisme. Oleh karena itu, bakteri-
bakteri patogen seperti bakteri gram positif, negative dan bakteri anaerob dapat
masuk kedalam lesi. Dinding sel bakteri memproduksi suatu zat yang
mengaktivasi makrofag dan meningkatkan sitokin pro-infalamasi. Selanjutnya sel
yang mengalami inflamasi akan memproduksi enzim perusak jaringan. Sitokin
akan mengaktivasi mengaktivasi mediator kimia yang mengaktivasi simpul syaraf
bebas pembawa respon nyeri. Akan terjadi perubahan saliva yang memperberat
mukositis. Ulserasi yang terjadi mengakibatkan amplifikasi, infalamasi dan nyeri.
Pada fase ini sangat rentan mengalami bakterimia dan sepsis. Biasanya terjadi hari
keenam sampai hari kesebelas.
Fase penyembuhan dimulai setelah ada sinyal dari matrik ekstraseluler
yang menstimulasi proliferasi sel epitel baru. Fase ini biasanya terjadi saat
leokosit pasien mulai normal, yaitu pada hari ke-12 sampai hari ke-14 paska
kemoterapi. Setelah fase penyembuhan, mukosa oral akan kembali normal tetapi
lingkungan mukosa secara signifikan telah berubah. Angiogenesis terus berlanjut
setelah fase penyembuhan. pasien akan memiliki resiko untuk mengalami
mukositis berulang saat pasien mendapatkan kemoterapi berikutnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Gambar 2.3 Mukositis
Faktor –faktor yang Mempengaruhi Mukositis
Berat ringannya mukositis tiap sangat tergantung dengan kondisi pasien
masing-masing. Secara umum resiko terjadinya mukositis pada pasien
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah jenis keganasan,
umur, riwayat mukositis sebelumnya, dan jenis terapi yang diberikan, adanya
penyakit lain yang menyertai (AIDS, DM), status nutrisi, serta penggunaan
alkohol dan kebiasaan merokok (Cancer Care Stovia, 2008; Dodd, 2004 dalam
Nurhidayah, 2011). Pasien anak dan lansia lebih beresiko terjadi mukositis dari
pada orang dewasa. Pada anak sel-sel epitel pada membran mukosa lebih sensitif
mengalami toksisitas dan keganasan hematologi mengakibatkan mielosupresi
yang mempengaruhi terjadinya mukositis. Sedangkan pada lansia diketahui
mengalami penurunan pertumbuhan sel yang berkaitan dengan fungsi ginjal.
Jenis kanker yang mempengaruhi terjadinya mukositis, terutama jenis kanker
yang mengalami immune disfungsi dan netropenia, misalnya pada ALL, AML,
atau kanker yang sudah metastase kesum-sum tulang. (Eiler, 2004 ; Tomlinson &
Kline, 2010, dalam Nurhidayatun 2012).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
Riwayat mukositis sebelumnya juga mempengaruhi resiko mukositis
berikutnya. Lesi yang ada sebelum kemoterapi akan diperburuk oleh kemoterapi.
Selain itu kebiasaan dalam menjaga kebersihan mulut dapat menyebabkan
terjadinya mukositis. Faktor lain meningkatkan resiko terjadinya mukositis yaitu :
status nutrisi. Pada asupan tinggi glukosa atau protein dan malnutrisi kekurangan
protein menyebabkan terjadinya peningkatan sakit gigi, dan mempunyai
kontribusi terjadinya dehidrasi yang menyebabkan iritasi dan penurunan
pertumbuhan sel-sel epitel mukosa. Selain itu pemberian kemoterapi juga dapat
menyebabkan mukositis. Terutama jenis kemoterapi yang bersifat toksik terhadap
mukosa mulut sehingga mengakibatkan mukositis, nyeri, xerostomia, infeksi pada
mukosa dan gigi, penurunan asupan makanan dan minuman, serta penurunan rasa.
Faktor yang mempengaruhi mukositis termasuk pasien dan terkait
pengobatan pasien yaitu gizi buruk, usia (anak-anak dan orang dewasa yang lebih
tua), neutropenia, kebersihan mulut yang buruk, faktor genetik, fungsi saliva
terganggu, penggunaan alkohol dan tembakau. faktor risiko pengobatan termasuk
agen kemoterapi tertentu, dosis kemoterapi dan jadwal kemoterapi (dosis tinggi
dan transplantasi sel induk), radiasi kombinasi dan kemoterapi, radiasi dan obat-
obatan secara bersamaan (Eilers, Harris, Henry, & Johnson, 2014)
Stadium Mukositis
Stadium mukositis merupakan panilaian tingkat keparahan dari mukositis.
Penilaian tingkatan keparahan di klasifikasikan menurut WHO (World Health
Organization), RTOG (Radiation Therapy Oncology Group), WCCNR (Western
Consortium For Cancer Nursing Research), dan NCI (National Cancer Institute).
Stadium mukositis terdiri dari stadium 0 sampai stadium 4 ( Sonis et al., 2014).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
Menurut WHO (2004) stadium mukositis di nilai dari stadium 0 sampai
stadium 4 yaitu : stadium 0 tidak ada mukositis, stadium 1 terjadi ulser tetapi tidak
ada rasa sakit, stadium 2 terdapat ulser, eritema, dan rasa nyeri, tidak terjadi
kesulitan makan, stadium 3 ulserasi, mengalami kesulitan memakan makanan
padat; dan stadium 4 mengalami mukositis dan timbul gejala yang berat sehingga
perlu nutrisi enteral atau parenteral ( Scardina, Pisano, Messino, et al., 2010).
Penilaian stadium mukositis menurut RTOG yaitu dinilai dari stadium 1
sampai 4, dengan karakteristik stadium 1 terdapat ulserasi pada mukosa, stadium 2
luas lesi <1,5 cm dan tidak berdekatan. Stadium 3 luas lesi> 1,5 cm dengan jarak
berdekatan, dan stadium 4 telah terjadi nekrosis jaringan, ulserasi yang dalam, dan
terjadi perdarahan ( Troti et al., 2000) sedangkan stadium mukositis menurut
WCCNR dinilai dari stadium 1 sampai 3, stadium 1 terdapat lesi 1-4 buah warna
agak merah dapat disertai perdarahan atau tidak, stadium 2 jumlah lesi >4 warna
merah disertai perdarahan spontan, stadium 3 lesi melebar dan warna sangat
merah dan disertai perdarahan spontan ( Sonis et al. 2004)
Derajat mukositis berdasarkan National Institude Cancer stadium
mukositis dinilai dari stadium 1 sampai 4. Stadium 1 terdapat ulkus, eritema, dan
ada nyeri ringan. Stadium 2 terdapat eritema, edema, terdapat ulkus yang
menimbulkan rasa nyeri, dan masih mampu untuk makan. Stadium 3 tanda gejala
stadium 2 ditambah dengan ketidakmampuan untuk makan, dan stadium 4 gejala
stadium 3 dan memerlukan nutrisi enteral atau parenteral ( Scardina, et al.,2010)
Dampak Mukositis
Mukositis dapat menimbulkan berbagai dampak seperti rasa nyeri disekitar
mulut, perdarahan, ulserasi, rasa ketidaknyamanan, dan penurunan saliva. Selain
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
itu mukositis juga menyebabkan sulit makan, memperberat anoreksia. Keadaan
sulit makan akan mempengaruhi asupan nutrisi yang berakibat penurnan berat
badan, mempengaruhi kebutuhan energi. Mukositis ini juga dapat mengakibatkan
kesulitan berbiacara (Eiler, 2011). Ketika peradangan berlangsung untuk
gangguan dalam membran mukosa pelindung, mikro-organisme biasanya masuk
dalam rongga mulut dan seluruh saluran pencernaan dapat memasuki aliran darah
dan menyebabkan infeksi berpotensi mengancam nyawa yang membutuhkan
intervensi strategis. Selain risiko infeksi, mukositis menyebabkan rasa sakit,
membatasi asupan oral, dan memberikan kontribusi untuk malnutrisi, gangguan
pengobatan, dan peningkatan rawat inap. Kenaikan biaya mukositis karena lama
rawatan, tetapi biaya lebih dari dua kali lipat ketika mukositis parah (Carlotto,
Hogsett, Maiorini, Razulis, & Sonis, 2013 dalam Eiler, et al, 2014). Terjadi
ulserasi menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme yang mengakibatkan infeksi,
pada keadaan infeksi terapi kanker dapat menunda terapi yang harus diberikan
pada pasien kanker sehingga akan memperlama masa perawatan yang akhirnya
meningkatkan biaya perawatan, mempengaruhi kualitas hidup dan meningkatkan
mortalitas pasien kanker.
Pasien dengan perubahan membran mengalami rasa sakit dan perubahan
fungsi termasuk kesulitan berbicara dan menelan. Akibatnya, pasien fokus pada
gejala-gejala yang mempengaruhi kualitas hidup daripada risiko infeksi yang
mengancam jiwa. Perlu diperhatikan oleh profesional kesehatan dengan
mempersingkat masa rawat inap dan mengurangi biaya terutama terkait dengan
manajemen farmakologis dan meningkatkan kemampuan dan mempertahankan
nutrisi oral sehingga tercapai hasil yang diharapkan dengan meningkatkan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
mencegah kerusakan membran, menjaga kemampuan untuk makan, dan
mengobati atau mencegah rasa sakit (Eilers, Harris, Henry, & Johnson, 2014)
Penatalaksanaan Mukositis
Mukositis harus ditangani sesegera mungkin menghindari terjadinya
komplikasi lebih lanjut. Intervensi yang diberikan untuk mencegah dan
menurunkan mukositis dengan cara meningkatkan kesadaran pasien kanker
menjaga kebersihan mulut dengan melakukan perawatan mulut atau oral care
(Eiler, 2011). Berdasarkan evidence based Intervensi efektif yang
direkomendasikan hanya melaksanakan protokol perawatan mulut. Namun, terapi
tambahan adalah cryotherapy, terapi laser tingkat rendah, protokol perawatan
mulut, Pelifermin, dan sodium bicarbonate mouth rinses (Eilers, Harris, Henry, &
Johnson, 2014). Beberapa intervensi yang dapat dilakukan untuk menangani
mukositis akibat kemoterapi atau radioterapi adalah oral care, mouth rinses,
cryotherapy, pelindung mukosa, agen anti septic, agen anti inflamasi, agen
topical, cytokine-likeagents dan growth factors.
1. Oral Care Protokol, perawatan mulut untuk menjaga kebersihan mulut untuk
mengurangi mikroflora, nyeri dan perdarahan sehingga meminimalkan efek
kemoterapi mukositis.
2. Agen Kumur (mouth rinses), agen yang digunakan mencegah mukositis. Agen
kumur memiliki sifat membersihkan mulut yang tidak menyebabkan iritasi,
dan tidak membuat mulut kering. Agen kumur yang tidak menyebabkan iritasi
mekanik adalah normal saline dan sodium bikarbonat (Tomlinson & Kline,
2005).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
3. Cryotherapy, dengan memberikan kepingan es batu pada saat sebelum,
selama, dan setelah dilakukan kemoterapi yang dapat menyebabkan
vasokontriksi pada sel epitel sehingga meminimalkan masuknya obat kedalam
sel. Tindakan ini masih diperdebatkan karena dapat mengakibatkan
vasokontriksi pembuluh darah yang berlebihan.
4. Pelindung mukosa, memiliki efek proteksi yang diharapkan dapat
meningkatkan proses penyembuhan dan regenerasi sel. Agen pelindung
mukosa hanya memiliki efek minimal dalam mengurangi mukositis.
5. Agen anti septik, memiliki sifat membunuh mikroorganisme seperti
clorhexidine, hydrogen perokside dan iodine povidone. Chlorhexidine tidak
efektif jika dibandingkan normal salin dan sebaiknya tidak digunakan dalam
jangka waktu lama. Hydrogen perokside harus diberikan hati-hati karena jika
konsentrasinya berlebihan akan dapat merusak granulasi dan mengganggu
flora normal mulut. Sedangkan povidone iodine yang penggunaannya terbatas
karena akan merusak granulasi jaringan baru, menyebabkan iritasi dan tidak
boleh tertelan.
6. Agen anti inflamasi, seperti kamilosan liquid, chamomile dan kortikosteroid
oral.
7. Agen topical diberikan untuk melindungi mukosa secara topical seperti
lidocaine, capsaine dengan tujuan mengurangi nyeri, meningkatkan ambang
batas nyeri dan mereepitelisasi mukosa.
8. Agen cytokne-line dan Growth factor (GF), berfungsi sebagai anti toksisitas
yang dapat menghambat respon mukosa, meningkatkan keratinosit dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
pertumbuhan fibroblast. GF juga memfasilitasi proliferasi dan differensiasi
neutofil dan magrofag, membantu regenerasi serta proses penyembuhan.
Instrumen untuk Mengkaji Mukositis
Dalam menemukan terjadinya mukositis dan stadium perlu dilakukan
penilaian mulut untuk mengkaji mukositis. Penilaian kondisi mulut yang efektif
sebaiknya dilakukan setiap hari atau dua kali sehari ( Garcia & Caple, 2011).
Oral Exam Guide (OEG)
Pengkajian mulut menggunakan OEG ini yang dinilai meliputi
inspeksi/observasi, persepsi pasien, dan kondisi fisik , inspeksi/ obseravasi
dilakukan oleh klinisi meliputi : bibir ( tekstur, warna, kelembapan), membran
mukodsa palatum, uvula dan tonsil (warna dan kelembapan), gusi ( warna dan
kelembapan), gigi ( kebersihan, keutuhan), saliva, suara, kemampuan menelan.
Setriap aspek dinilai dengan skala nominal 1 sampai 4, 1 apabila normal/tidak ada
masalah, dengan peningkatan perubahan atau masalah, skala yang paling tinggi
adalah 3 (Tomlinson & Kline, 2010, dalam Nurhidayatun 2012).
Oral Assessment Guide (OAG)
Pengkajian mulut menggunakan OAG dilakukan melalui pengkajian klinis
meliputi suara, menelan, boibir, lidah, saliva, membran mukosa, gusi, dan gigi.
Setiap aspek dinilai dengan skor 1 sampai 3, skor 1 apabila normal, skor 2 bila
terjadi perubahan fungsi tetapi tidak semua, atau kerusakan ringan, dan skor 3
apabila terjadi kerusakan dan hilangnya fungsi dari aspek tersebut. Skor tersebut
kemudian ditambahkan untuk menghasilkan skor mukositis antara 8-24. OAG
merupakan pengkajian yang sederhana karena membutuhkan waktu 3-4 menit
untuk melakukannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Oral Mucosa Rating Scale ( OMRS)
Pada pengkajian menggunakan OMRS hal yang dikaji adalah tipe dan
perubahan mukosa mulut meliputi: atropi, eritema, ulserasi, pseudomembran,
hiperkeratin, lichenoid, dan edema, termasuk skala nyeri dan keringnya mukosa
mulut. Beberapa aspek dinilai dengan skor 0 sampai 3 dari yang normal sampai
yang berat. Sedangkan skala visual analog meliputi tidak terjadi kekeringan dan
kekeringan yang sangat berat, serta tidak ada nyeri dan rasa nyeri yang sangat
hebat (Tomlinson & Kline, 2010)
Oral Mucositis Index (OMI)
Pengkajian keadaan mulut pada OMI terdapat jenis yaitu yang pertama
terdiri dari 34 item, dan yang kedua terdiri dari 20 item. Pada 34 item yang
biasanya dilakukan oleh ahli gigi yang profesional meliputi : 11 item yang
menunjukkan atrofi ( bibir, mukosa bibir, mukosa pipi, dasar mulut, palatum, dan
lidah); 11 item ulser (bibir, mukosa bibir, mukosa pipi, dasar mulut, lidah); 10
item eritema ( bibir, mukosa bibir, mukosa pipi, dasar mulut, lidah).
Pengkajian menggunakan OMI juga meliputi 20 item dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang lainnya, yang terdiri dari rata-rata empat tipe perubahan
mukosa dalam sembilan area yaitu : atrofi (ujung lidah), edema (samping lidah),
eritema atas dan bawah mukosa bibir, eritema mukosa pipi kanan dan kiri, dasar
mulut, palatum, lidah,; ulserasi atau pseudomembran (atas dan bawah mukosa
bibir, kanan dan kiri mukosa pipi, dasar mulut, palatum, dan lidah). Atropi,
ulserasi, eritema, dan edema diberikan skor antara 0(tidak ada gejala) sampai 3
(gejala yang berat), dan kemudian skor dijumlahkan menjadi skor total (Eilers
&Eipten, 2004)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Oral Mucositis Assessment Scale (OMAS)
Pengkajian menggunakan OMAS meliputi dua komponen yaitu
pengkajian klinis untuk menilai mukositis eritema, ulserasi/pseudomembran pada
bagian-bagian mulut) dan laporan pasien mengenai rasa nyeri dan kesulitan
menelan serta kemampuan makan. Pada eritema diberi skor 0 (tidak ada gejala)
sampai 2 (gejala berat), ulserasi diberikan skor 0 (tidak ada) sampai 3 (ulserasi>3
cm). Keluhan pasien diberikan dalam 100 mm skala visual analog, dengan skor
anatara 0 (tida ada masalah) sampai 100 (masalah yang berat). Kemampuan untuk
makan menggunakan skala kategori jenis makanan (Eilers &Eipten,2004).
Perawatan Mulut dengan Menggunakan Cairan Nacl 0,9%(Normal Saline)
Pengertian
Natrium Klorida 0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh,
karena alasan ini, tidak ada reaksi hipersensitivitas dari natrium klorida. Normal
saline aman digunakan untuk kondisi apapu (Kristianingrum, 2013). Natrium
klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Sel ini tidak akan
mempengaruhi sel darah merah. Natrium klorida tersedia dalam beberapa
konsentrasi, yang paling sering digunakan Natrium Klorida 0,9%.
Manfaat
Normal saline atau NaCl 0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk
tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan.
Perawat menggunakan cairan normal salin untuk mempertahankan permukaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
luka agar tetap lembab sehingga dapat meningkatkan perkembangan dan migrasi
jaringan epitel.
Konsep Cryotherapy Oral
Pengertian
Cryotherapy oral adalah terapi modalitas dengan menggunakan kepingan
es atau air es ke dalam mulut (Svanberg et al, 2010, Askarifar et al,2016).
Cryotherapy Oral merupakan terapi preventif yang paling efektif dalam
mengurangi mukositis yang merupakan efek dari pemberian infus intravena 5-
fluorouracil (5-FU), Edatrexate, dan Melphalan dengan dosis tinggi. Menurut
laporan dari pedoman ESMO working group, cryotherapy oral dilakukan selama
30 menit dalam pencegahan mukositis pada pasien yang menerima 5-FU dan 20-
30 menit yang menerima dosis edatrexate, dan dan pemberian melphalan dengan
dosis tinggi. Prosedurnya pasien mengisap kepingan es sebelum, selama, dan
setelah diberikan obat kemoterapi. (Haydari et al, 2012; Shehata, Soliman, 2015;
Perez et al, 2014)
Efek fisiologi cryotherapy oral
Cryoterapy oral mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah pada
selaput rongga mulut, sehingga mengurangi paparan agen kemoterapi terhadap
mukosa mulut. (Heydari et al, 2012; Svanberg et al, 2010, Askarifar et al,2016).
Cryotherapy oral efektif dalam pencegahan mukositis oral pada pasien
yang mendapat jenis kemoterapi obat yang memiliki waktu paruh pendek, seperti
bolus 5-FU, bolus edatrexate, dan melphalan dosis tinggi (Lalla 2008; Peterson
2013; Scully 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Manfaat Cryotherapy Oral
Penggunaan kepingan es di mulut bertujuan untuk mendinginkan jaringan
dan vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga mengurangi aliran darah ke daerah
mukosa mulut dan oleh karena itu juga membatasi jumlah obat kemoterapi
dikirim ke jaringan (Lalla, 2008; Peterson, 2013; Scully 2006).
Cryotherapy oral efektif dalam pencegahan mukositis pada pasien yang
mendapat kemoterapi dengan waktu paruh pendek, seperti bolus 5-FU, bolus
edatrexate, dan melphalan dosis tinggi (Lalla, 2008; Peterson, 2013; Scully,
2006). Bentuk es biasanya bulat untuk menghindari ujung atau sudut tajam yang
dapat menyebabkan iritasi pada pasien, dan juga agar mudah berpindah-pindah
didalam mulut (Karagözo lu, 2005). Keuntungan menggunakan cryotherapy oral
adalah ketersediaannya, efektivitas biaya, kemudahan administrasi, dan keamanan
(dalam hal kurangnya efek samping), dan dapat ditolerir dengan baik
oleh pasien (Peterson, 2013).
Indikasi Pemberian Cryotherapy Oral
Es adalah modalitas pilihan yang paling efektif pada pasien kanker yang
mengalami mukositis yang dikarenakan oleh efek dari pemberian kemoterapi.
Penggunaan es batu tersebut bertujuan untuk mendinginkan jaringan dan
mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah di daerah mukosa mulut, sehingga
membatasi jumlah obat kemoterapi sampai ke daerah mukosa mulut.
Kontraindikasi pemberian cryotherapy oral
Terapi es dikontraindikasikan pada pasien yang alergi terhadap flu (dapat
menyebabkan gatal-gatal dan nyeri sendi), fenomena Raynaud (menyebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
kejang arteri yang dapat mengakibatkan nekrosis iskemik), gangguan sirkulasi,
penyakit vaskular perifer, luka terbuka, dan infeksi lokal.
Beberapa kondisi yang tidak dapat diberikan terapi dingin menurut Arovah
(2010) yaitu raynaud`s syndrom, vasculiti, gangguan sensasi saraf misal
neuropathy akibat diabetes mellitus maupun leprosy, cryoglobulinemia,
paroxysmal cold hemoglobinuria.
Aplikasi Teori Konservasi Energi Pada Pasien Kanker yang Mengalami
Mukositis.
Cryotherapy Oral merupakan bagian dari tindakan mandiri perawat yang
berhubungan dengan intervensi untuk mengatasi mukositis pada pasien kanker
dengan kemoterapi. Intervensi ini terkait dengan teori keperwatan yaitu Teori
Konservasi “Levine’s Conservation Model” yang dikembangkan oleh Levine
(Tomey & Alligood, 2010).
Teori konservasi yang dikembangkan oleh Myra Levine (1967)
mengidentifikasi konsep penting dalam penggunaan konsep modelnya yaitu
adaptasi (adaptation), keutuhan (wholeness), dan konservasi (concervation).
Menurut Levine adaptasi adalah proses perubahan, proses dimana pasien
mempertahankan integritas dalam realitas lingkungan, dan kemampuan adaptasi
individu berbeda-beda menurut waktu (history), karakter individu (specifity), dan
tingkat kemampuan adaptasi (redundancy).
Konsep yang kedua menurut Levine adalah wholeness atau keutuhan yang
diartikan bahwa interaksi akan terjadi secara terus-menerus antara organisme
dengan lingkungannya, keutuhan menjadi ada ketika interaksi atau adaptasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
konstan. Wholeness dalam penelitian ini memandang manusia sebagai makhluk
yang utuh, pada keadaan mukositis terjadi ketidakutuhan anatomi mukosa mulut,
sehingga memerlukan intervensi untuk membuat mukosa mulut utuh kembali.
Sedangkan konservasi merupkan gambaran cara sistem individu secara kompleks
dalam melanjutkan fungsi pada saat berada dalam tantangan yang berat. Prinsip
konservasi tersebut yaitu konservasi energi, konservasi integhritas struktural,
konservasi integitas personal, dan konservasi integritas sosial. Konservasi
integritas struktural adalah memelihara dan memulihkan struktural tubuh yang
mengalami kerusakan, dan mencegah kerusakan fisik dan mempromosikan
penyembuhan.
Mukositis merupakan peradangan dan ulserasi dari mukosa mulut, yang
memerlukan perawatan mulut untuk memulihkan struktur mukosa mulut yang
mengalami peradangan, dan mempercepat proses penyembuhan. Implikasi praktek
keperawatan menurut model Levine meliputi tiga langkah untuk menuju
konservasi, yaitu Trophicognosis, intervensi dan evaluasi (Tomey & Alligood,
2010).
Trophicognosis merupakan metode dalam asuhan keperawatan yang
dilakukan menurut ilmu pengetahuan, dimana perawat melakukan observasi dan
mengumpulkan data yang akan mempengaruhi praktek keperwawatan. Aplikasi
trophicognosis dalam penelitian ini adalah melakukan pengkajian mulut dengan
menggunakan instrumen penilaian stadium mukositis menurut WHO.
Intervensi menurut model konservasi Levine yaitu perawatan
mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan, intervensi keperawatan
meliputi terapeutik, suportif, dan intervensi. Aplikasi pada penelitian ini adalah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
dengan menerapkan intervensi pada konservasi integritas struktural yang berupa
tindakan cryotherapy oral selama satu siklus (lima hari). Sedangkan evaluasi
menurut teori ini adalah perawat melakukan evaluasi tindakan yang sudah
dilakukan, dan aplikasi pada penelitian ini yaitu setelah dilakukan tindakan
cryotherapy oral dengan menggunakan es batu selama tindakan kemoterapi
berlangsung untuk satu siklus dilakukan evalusi kembali dengan menggunakan
instrumen penilaian derajat mukositis WHO.
Kerangka Teori Penelitian
Skema 2.1 Kerangka Penelitian
Sumber : Tomey & Allligood (2010), (Bagdanov, 2011), Cancer Care Nova
Stovia (2008), Evan & Flavin (2008).
Intervensi
Keperawatan
konservasi
integritas
Trophicognosis
melakukan
pengkajian
derajat
mukositis
Evaluasi :
Penilaian
stadium
mukositis
Pasien kanker
yang mendapatkan
kemoterapi
Efek samping
kemoterapi :
Mukositis
Cryotherapy oral
- Mengurangi paparan
obat kemoterapi ke
daerah mukosa mulut
Pencegahan mukositis
Faktor yang
mempengaruhi :
- Usia
- Status gizi
- Jenis kanker
- Jenis obat
Kemoterapi
Implikasi praktek
keperawatan menurut
model konservasi Levin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep atau variabel
yang akan diteliti. Variabel adalah karakteristik yang melekat pada populasi,
bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya dan diteliti dalam suatu
penelitian (Dharma, 2015).
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel dependen yaitu
pencegahan Mukositis pada pasien kanker dengan kemoterapi dan variabel
independen adalah cryotherapy oral.
Kerangka konsep dalam penelitian ini mendeskripsikan bahwa pasien
kanker yang menjalani kemoterapi akan dilakukan intervensi cryotherapy oral.
Setelah dilakukan intervensi, diharapkan kejadian mukositis pada pasien kanker
yang mengikuti kemoterapi berkurang presentase kejadiannya atau tidak terjadi.
Berdasarkan uraian konsep diatas, maka dapat dibuat kerangka penelitian
sebagai berikut:
Cryotherapy oral Pencegahan Mukositis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
BAB 3
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian
quasi-experiment dengan desain pre- post test with control group yaitu melibatkan
dua kelompok partisipan sebagai kelompok intervensi dan kelompok kontrol
(Polit & Beck, 2010). Kelompok intervensi dilakukan tindakan cryotherapy oral
dan kelompok kontrol dilakukan tindakan perawatan mulut dengan normal saline.
Kedua kelompok sama-sama dilakukan penilaian sebelum (pretest) dan sesudah
(posttest) dilakukan tindakan yaitu penilaian derajat mukositis.
Desain penelitian dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut
Pre-test Intervensi Post-test
Skema 3.1 Desain Penelitian
Keterangan:
O1 : Pengukuran derajat mukositis sebelum diberikan intervensi cryotherapy
oral ( terapi es batu) pada kelompok intervensi dan perawatan mulut dengan
menggunakan normal saline pada kelompok kontrol
X1 : diberikan intervensi cryotherapy oral pada kelompok Intervensi.
X2 : diberikan intervensi perawatan mulut dengan menggunakan normal saline
pada kelompok kontrol
O2 : Pengukuran derajat mukositis setelah diberikan intervensi cryotherapy oral
( terapi es batu) pada kelompok intervensi dan perawatan mulut dengan
normal saline pada kelompok kontrol
O1 X1
O1
O2
X2 O2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di ruangan kemoterapi Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan dengan alasan untuk memungkinkan untuk
mencapai jumlah responden yang dapat mewakili populasi.
Waktu penelitian
Waktu penelitian dimulai pada tanggal 15 Januari-26 Maret 2019 dan
analisa data dilakukan bulan April 2019
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah seluruh subjek berdasarkan kriteria penelitian yang akan
diteliti (Polit & Beck, 2012). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien
kanker yang baru mengikuti pengobatan kemoterapi dan tidak mengalami
mukositis di ruangan Kemoterapi RSUP H. Adam Malik Medan. Rata –rata
pasien kanker yang baru mengikuti pengobatan kanker adalah 40 orang setiap
bulannya.
Sampel
Sampel adalah bagian atau elemen dari populasi yang diharapkan dapat
mewakili karakteristik populasi tersebut (Polit & Beck, 2010).Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability
sampling atau sering disebut non random sample atau sampel bukan secara acak
(Dharma, 2015).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
Metode dalam pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive
sampling. Metode ini adalah suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan
dengan memilih semua individu yang ditemui dan emenuhi kriteria sampel sampai
jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi (Dharma, 2015). Dalam pengambilan
sampel diperlukan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi untuk mengurangi risiko
terjadinya bias.
Sampel penelitian yang diambil adalah responden yang menjalani
kemoterapi rutin dan memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: 1) pasien berusia
dewasa dengan rentang usia 18-65 tahun, 2) pasien yang pertama mengikuti
pengobatan kemoterapi, 3) belum terjadi mukositis, 4) Tidak mengalami
sensitifitas terhadap es, 5) responden mau berpartisipasi dalam penelitian, 6)
responden sepenuhnya sadar dan mampu menjawab pertanyaan, 7) Dapat
berkomunikasi dengan baik, Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah: 1) pasien dengan keadaan tidak sadar atau lemah, 2) Meninggal sebelum
dilakukan tindakan cryotherapy oral atau tidak ikut dalam pertemuan berikutnya.
Jumlah sampel pada penelitian ini di tentukan berdasarkan rumus uji
hipotesis beda dua mean kelompok independen ( Lemeshow,et al, 1990).
Keterangan Rumus :
n = besar sampel minimum
Z1-α/2 = Standar normal deviasi untuk α (dapat dilihat pada tabel distribusi Z)
Z1- β = Standar normal deviasi untuk β (dapat dilihat pada tabel distribusi Z)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
σ2 = Estimasi varians kedua kelompok berdasarkan literatur yang dihitung
dengan rumus : ½ (µ1 + µ2 )
µ1 = Nilai mean kelompok kontrol yang didapat dari literatur atau
berdasarkan pengalaman peneliti
µ2 = Nilai mean kelompok intervensi yang didapat dari literatur atau
berdasarkan pengalaman peneliti
µ1-µ2 = Beda mean yang dianggap bermakna secara klinik antara kedua
kelompok
Perhitungan besar sampel digunakan untuk menilai ketepatan penelitan.
Untuk perhitungan besar sampel, peneliti menggunakan penelitian yang dilakukan
oleh Askarifar, Lakdizaji, Ramzi, Rahmani, dan Jabbarzadeh (2016) tentang The
Effects of Oral Cryotherapy on Chemotherapy-Induced Oral Mucositis in Patients
Undergoing Autologous Transplantation of Blood Stem Cells: A Clinical Trial,
didapatkan nilai mean pada kelompok kontrol 2,54 dengan standar deviasi 0,87
dan nilai mean pada kelompok intevensi 1,81 dengan standar deviasi 0,8. Sebelum
menentukan besar sampel (n), harus ditentukan terlebih dahulu nilai varian kedua
kelompok (σ2) dari penelitian ini dengan menggunakan rumus :
σ2 = ½ ( µ1
2 +µ2
2)
= ½ ( 0,872
+0,832)
= ½ (0,7569 + 0,6889)
= 0,7229
Dari hasil diatas didapat bahwa nilai varian kedua kelompok (2) dari
penelitian ini adalah 0,7229 . Berdasarkan nilai varian kedua kelompok (2)
diatas maka dapat ditentukan besar sampel pada penelitian ini yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
n = 2 (0,7229)(1,96 + 0,842)2
( 2,54-1,81)2
n = 2 (0,7229)(1,96 + 0,842)2
( 2,54-1,81)2
n = 16,752
0,532
n = 31,58
n = 32
Besarnya jumlah sampel dalam penelitian adalah sebanyak 32 responden
dalam setiap group.
Metode Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap
persiapan dan tahap pelaksanaan.
Tahap persiapan
Tahapan persiapan pertama dimulai dari mempersiapkan instrumen untuk
pengumpulan data yaitu karakteristik responden, kuisioner penilaian mukositis
dengan instrumen Oral Assessment Guide (OAG). kuesioner data demografi dan
data medis yang mencakup inisial, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, suku bangsa, penghasilan, diagnosa kanker, siklus kemoterapi,
jadwal kemoterapi.
Tahapan persiapan kedua yaitu prosedur administratif dengan mengajukan
surat lulus uji etik (ethical clearance) kepada lembaga etik penelitian yaitu komisi
etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Selanjutnya, peneliti mengajukan surat permohonan kepada Dekan Fakultas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
Keperawatan untuk mengeluarkan surat permohonan ijin pengambilan data ke
Rumah Sakit tempat penelitian dilakukan. Apabila surat permohonan lulus uji etik
dan ijin pengambilan data dikeluarkan, peneliti akan mengajukan permohonan ijin
untuk melaksanakan penelitian kepada Direktur RSUP H. Adam Malik Medan
melalui bagian pendidikan dan penelitian. Setelah surat ijin penelitian
dikeluarkan, selanjutnya peneliti meminta ijin kepada kepala ruangan kemoterapi
RSUP H. Adam Malik Medan serta menjelaskan tujuan dan membuat kontrak
kerja terhadap lamanya penelitian dilakukan.
Tahap selanjutnya peneliti mengidentifikasi sampel dalam rentang waktu 1
minggu. Sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria inklusi yang telah
ditetapkan peneliti sebelumnya. Dalam tahap ini, peneliti akan memperkenalkan
diri dan menjelaskan tujuan penelitian serta prosedur intervensi juga meminta
kesediaan responden untuk berpartisipasi aktif mengikuti penelitian dengan cara
meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuan (informed concent)
yang telah disediakan. Pada lembar informed concent responden diminta untuk
mencantumkan alamat lengkap nomor telepon yang bisa dihubungi sebagai media
komunikasi dan kunjungan rumah.
Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan meliputi tiga tahapan
yaitu :
Pertemuan pre-test
Pada pertemuan pertama, peneliti mengidentifikasi responden berdasarkan
kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Kemudian, peneliti membagi sampel
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol, selanjutnya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
menjelaskan tata cara proses penelitian yaitu untuk kelompok intervensi dilakukan
tindakan cryotherapy oral sedangkan untuk kelompok kontrol diberikan tindakan
berkumur dengan normal saline.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi
penilaian mukositis pada kelompok tindakan dan kelompok kontrol (pre test)
dengan menggunakan instrumen Oral Assessment Guide (OAG). Pengukuran
dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan.
Tahap intervensi
Pada tahap pelaksanaan sampel dibagi atas dua kelompok yaitu pasien
untuk kelompok intervensi dan pasien untuk kelompok kontrol. Pada kelompok
intervensi dilakukan cryotherapy oral dimana pelaksanaannya, pasien
diinstruksikan untuk mengisap es batu dan sering memindahkan es batu didalam
mulut. Tindakan ini dilakukan lima menit sebelum kemoterapi dan lima menit
setelah pelaksanaan kemoterapi. Pemberian cryotherapy oral adalah 20-30 menit
(MASCC, 2007). Prosedur pelaksanaan cryotherapy oral dilakukan 5 menit
sebelum pemberian obat kemoterapi dimana waktu pemberian cryotherapy oral
selama 30 menit) dan diberikan istirahat 20 menit dilanjutkan kembali 30 menit
sampai lima menit setelah selesai kemoterapi (Askafiar, Lakdizaji, Ramzi,
Rahmani, & Jabbarzadeh, 2015). Pada kasus kelompok kontrol dilakukan
tindakan berkumur dengan menggunakan cairan normal saline sebanyak 30 - 50
cc. Prosedurnya pasien melakukan tindakan berkumur 30 menit sebelum
kemoterapi 60 detik/1 menit dan dilanjutkan setiap 4 jam selama tindakan
kemoterapi sampai selesainya kemoterapi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
Tahap post -test
Setelah intervensi cryotherapy oral dilakukan selama satu silkus , maka
dilanjutkan dengan penilaian mukositis setelah hari ke-7 setelah selesai
kemoterapi dengan mengisi instrumen penilaian Oral Assessment Guide (OAG)
untuk menilai mukositis setelah tindakan. Tujuan diadakannya post-test ini adalah
untuk melihat hasil intervensi yang telah dilakukan sebelumnya (evaluasi) dan
dilanjutkan dengan mendokumentasikannya ke dalam bentuk tabulasi data.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
Tabel 3.1 Tahapan pelaksanaan penelitian
Tahapan Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Pre
(Persiapan)
Menilai mukositis Menilai mukositis
Menjelaskan protokol cryotherapy
oral (es batu)
Menjelaskan protokol
perawatan mulut
menggunakan normal saline
Menyiapkan es batu Menyiapkan cairan normal
saline
Memasukkan es batu dalam termos
es
Memasukkan cairan normal
saline ke dalam botol
Intervensi
Membagikan es batu lima menit
sebelum dilakukan kemoterapi
Membagikan cairan normal
saline tiga puluh menit
sebelum dilakukan kemoterapi
Menjelaskan protokol cryotherapy
oral (es batu).
Menjelaskan protokol
perawatan mulut dengan
normal saline
Sebelum tindakan dilakukan,
responden membersihkan mulut
terlebih dahulu
Sebelum perawatan mulut,
responden membersihkan
mulut terlebih dahulu
Tindakan cryotherapy oral dilakukan
5 menit sebelum pemberian obat
kemoterapi dimana waktu
pemberian cryotherapy oral
selama 30 menit) dan diberikan
istirahat 20 menit dilanjutkan
kembali 30 menit sampai lima
menit setelah selesai kemoterapi
Berkumur normal saline
minimal tiga puluh menit
sebelum dilakukan
kemoterapi, dan selanjutnya
dilakukan setiap 4 jam selama
kemoterapi sampai selesai
kemoterapi.
Mengobservasi tindakan
cryotherapy oral (es batu)
menggunakan lembar observasi. bila
pasien melakukan tindakan sesuai
dengan protokol di beri tanda
cheklist (√) pada lembar observasi,
tetapi bila pasien tidak melakukan
sesuai dengan protokol di beri tanda
strip (-) pada lembar observasi.
Mengobservasi perawatan
mulut menggunakan cairan
normal saline menggunakan
lembar observasi. bila pasien
melakukan tindakan sesuai
dengan protokol di beri tanda
cheklist (√) pada lembar
observasi, tetapi bila pasien
tidak melakukan sesuai
dengan protokol di beri tanda
strip (-) pada lembar
observasi.
Post
(Evaluasi )
Menilai mukositis pada hari ke-7
setelah kemoterapi.
Menilai mukositis pada hari
ke-7 setelah kemoterapi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Operasional Cara &
alat Ukur
Hasil Ukur Skala
Variabel
Independen
Cryotherapy
oral
Cryotherapy oral adalah
tindakan mengisap es batu
pada saat, selama dan
setelah kemoterapi.
Prosedur pelaksanaan
dilakukan 5 menit
sebelum pemberian
obat kemoterapi dimana
waktu pemberian
cryotherapy oral
selama 30 menit) dan
diberikan istirahat 20
menit dilanjutkan
kembali 30 menit
sampai 5 menit setelah
selesai kemoterapi
Observasi
protokol
cheklist
tindakan
cryothera
py oral
selama
satu
siklus
Variabel
Dependen
Mukositis
Mukositis adalah
peradangan yang terjadi
pada mukosa mulut yang
diakibatkan tindakan
kemoterapi. Penilaian
mukostis meliputi suara,
menelan, bibir, lidah,
saliva, membran mukosa,
gusi, dan gigi. Setiap
aspek dinilai dengan skor
1 sampai 3, skor 1 apabila
normal, skor 2 bila terjadi
perubahan fungsi tetapi
tidak semua atau
kerusakan ringan, dan
skor 3 apabia terjadi
kerusakan dan hilangnya
fungsi dari aspek tersebut.
Skor tersebut dijumlahkan
untuk menghasilkan skor
mukositis antara 8-24.
Penilaian mukositis
dilakukan sebelum
intervensi (P1) dan hari
ke-7 (P2) setelah
mendapatkan tindakan
cryotherapy oral.
Oral
Assessme
nt Guide
(OAG)
Tidak mukositis
pada skor
OAG<10, dan
mukositis pada
skor OAG ≥10
Rasio
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
Metode Pengukuran
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Oral Assessment
Guide (OAG) untuk menilai mukositis dan lembar observasi dokumentasi
pelaksanaan cryotherapy oral. Oral Assessment Guide (OAG) adalah alat yang
digunakan untuk mengukur penilaian mukositis akibat kemoterapi. Pengkajian mulut
menggunakan OAG dilakukan melalui pengkajian klinis meliputi suara, menelan,
boibir, lidah, saliva, membran mukosa, gusi, dan gigi. Setiap aspek dinilai dengan
skor 1 sampai 3, skor 1 apabila normal, skor 2 bila terjadi perubahan fungsi tetapi
tidak semua, atau kerusakan ringan, dan skor 3 apabila terjadi kerusakan dan
hilangnya fungsi dari aspek tersebut. Skor tersebut kemudian ditambahkan untuk
menghasilkan skor mukositis antara 8-24. The Royal Children’s Hospital
Australia (2009) mengkategorikan penilaian OAG menjadi tiga kategori, yaitu
kategori 1 dengan skor OAG 8 dikategorikan normal, mukositis ringan-sedang
bila skor OAG 9-16 tergolong kategori 2, dan kategori 3 (mukositis berat) dengan
skor OAG berada pada rentang 17-24. Jumlah dikategorikan menjadi dua
kategori, yaitu tidak mukositis pada skor OAG<10, dan mukositis pada skor OAG
≥10 (Dodd et al.2000). Alasan penggunaan Oral Assessment Guide (OAG) pada
penelitian ini karena instrumen ini merupakan skala pengukuran derajat mukositis
yang umum digunakan untuk mengukur derajat mukositis serta mudah untuk
dilakukan atau dinilai.
Lembar observasi pelaksanaan tindakan cryotherapy oral adalah alat yang
digunakan untuk mengobservasi pelaksanaan tindakan cryotherapy oral sesuai
dengan protokol yang sudah dibuat. Apabila melakukan tindakan sesuai dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
protokol di beri tanda cheklist (√) pada lembar observasi, tetapi apabila tidak
melakukan sesuai dengan protokol di beri tanda strip (-) pada lembar observasi.
Validitas Dan Reabilitas
Instrumen penelitian yang baik harus memenuhi dua persyaratan yang
penting yaitu pengujian validitas dan reliabilitas.
Uji validitas
Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan
instrumen atau sejauh mana sebuah instrumen mampu mengukur apa yang
seharusnya diukur (Polit & Beck, 2012). Kuesioner yang digunakan untuk
mengukur derajat mukositis adalah kuesioner Oral Assessment Guide (OAG)
untuk menilai stadium mukositis. Pada penelitian ininvaliditas instrumen akan
diuji dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment dengan
tingkat signifikansi 0.05. Pengukuran tiap item pernyataan dilakukan dengan
membandingkan r hitung dengan r tabel. Jika r hitung lebih besar dari r tabel,
maka pernyataan di tersebut valid, tetapi bila r hitung lebih kecil dari r tabel,
maka pernyataan tersebut tidak valid.
Uji validitas instrumen OAG direview oleh 3 orang expert yang terdiri dari
1 orang perawat senior di kepala bagian keperawatan rumah sakit Pirngadi
Medan, 1 orang perawat senior di unit kemoterapi rumah sakit Adam Malik, dan 1
orang dosen fakultas keperawatan universitas sumatera utara.
Penilaian masing-masing item pertanyaan dinyatakan dalam 4 poin skala,
yaitu = tidak relevan, 2= item perlu revisi banyak, 3 = item relevan tetapi perlu
sedikit revisi, dan 4 = item sudah relevan. Dari ke -8 pernyataan, tidak ada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
pertanyaan yang dibuang, namun ada perubahan di beberapa item pernyataan,
seperti a) pernyataan pada parameter Suara asli item pernyataan “ mendengarkan
suara responden dengan mengajak berbicara, ada/ tidaknya perubahan suara “
diubah menjadi “mendengarkan suara responden dengan cara mengajak
responden berbicara untuk mendengar ada/ tidaknya perubahan suara”. b)
pernyataan pada parameter kemampuan menelan, asli item pernyataan “minta
responden untuk menelan atau membeikan sedikit makanan/minuman dan
menganjurkan untuk menelan” diubah menjadi “ meminta responden untuk
menelan makanan/minuman. c) pernyataan pada parameter Bibir, asli pernyataan
“ Mengobservasi dan palpasi mukosa bibir. Diubah menjadi “ Mengobservasi
mukosa bibir, d) pernyataan pada parameter Saliva, asli item penyataan “
observasi konsistensi dan kuantitas saliva. Masukkan spatula diatas lidah dan
bagian bawah lidah responden” diubah menjadi “ Mengobservasi konsistensi dan
kuantitas saliva. Dengan cara meletakkan spatula diatas lidah dan bagian bawah
lidah responden”, dan d) pernyataan pada parameter Gigi, asli item pernyataan “
mengobservasi keadaan gigi responden” diubah menjadi “ mengobservasi
keadaan gigi responden”. Kuisioner OAG ini memiliki nilai CVI sebesar 0.89,
oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan dalam instrument
penelitian ini valid.
Uji reabilitas
Pelaksanaan pilot study uji reabilitas instrumen Oral Assasment Guide
(OAG) dilakukan di Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan. Pilot Study ini melibatkan
30 orang pasien kanker dengan kemoterapi yang mengalami mukositis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
Uji realibilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan
indikator dari variabel/konstruk. Suatu kuisioner dinyatakan reliabel atau handal
jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten dan stabil dari waktu ke
waktu. Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi hasil sebuah
jawaban tentang tanggapan responden.
Pengukuran reabilitas instrument pada penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan nilai cronbach alpha dengan r tabel. Apabila cronbach alpha
lebih besar atau sama dengan 0.80, maka dapat dikatakan bahwa pernyataan
instrumen tersebut reliable untuk digunakan dalam penelitian.
Metode Analisa Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup :
Pengolahan data
Data yang telah terkumpul melalui lembar isian penelitian dan lembar
observasi diolah melalui lima tahapan pengolahan data yaitu:
Editing
Proses editing dilakukan setelah pengumpulan data dilakukan dengan
memeriksa kembali kelengkapan, kejelasan dan relevansi format pengkajian
karakteristik responden dan lembar observasi sesuai dengan kebutuhan peneliti.
Proses ini dilakukan selama berada dengan konsumen atau dilapangan sehingga
apabila ada data yang meragukan, salah atau tidak diisi dapat dikonfirmasi
langsung kepada responden.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
Coding
Mengkode data merupakan kegiatan mengklasifikasi data, memberikan
kode untuk masing-masing kelas terhadap data yang diperoleh dari sumber data
yang telah diperiksa kelengkapannya.
Entry Data
Setelah data di tabulating maka langkah selanjutnya melakukan entry data
ke dalam komputer melalui program statistik. Adapun program statistik yang
digunakan pada penelitian ini adalah program SPSS.
Cleaning
Kegiatan selanjutnya adalah peneliti melakukan pemeriksaan kembali
terhadap data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.
Analisis Data
Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan bertujuan untuk mendeskriptifkan
karakteristik responden dan karakteristik masing-masing variabel yang akan
diteliti. Variabel yang berbentuk kategorik jenis kelamin, pendidikan, status, suku,
pekerjaan, penghasilan, diagnosa kanker ditampilkan dalam bentuk proporsi.
Sementara pada variabel yang berbentuk numerik (seperti umur, siklus
kemoterapi, OAG) disajikan berupa nilai dalam bentuk frekuensi dan persentase.
Data usia dikategorikan menurut Hurlock (2001) yaitu 18-34 tahun (dewasa awal),
35-54 tahun (dewasa menengah), 55-64 tahun (dewasa akhir), dan >65 tahun
(lansia).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
Analisis bivariat
Analisis statistik bivariat digunakan dalam menggambarkan hubungan
diantara dua variabel (Polit & Beck, 2012). Sebelum dilakukan analisis bivariat
terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yaitu uji normalitas dan homogenitas varians
tiap kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil olah uji normalitas didapatkan data
variabel penelitian tidak berdistribusi normal, maka dapat disimpulkan bahwa
data yang dihasilkan adalah termasuk non parametrik. Oleh karena itu, analisa
bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji Wilcoxon
signed ranks test yang digunakan untuk mengukur nilai mukositis sebelum dan
sesudah perlakuan cryotherapy oral pada kelompok intervensi (within group).
Sedangkan untuk mengukur nilai mukositis antara kelompok intervensi dan
kontrol (between group) menggunakan uji non parametrik Mann Withney test
dengan kemaknaan p <0,05 dengan pengambilan keputusan sebagai berikut yaitu
apabila hasil analisa diperoleh nilai p> 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho
diterima. Ini berarti ada pengaruh cryotherapy oral terhadap pencegahan
mukositis pada pasien kanker dengan kemoterapi.
Tabel 3.2. Hasil distribusi normalitas penelitian
Parameter
Kriteria Kelompok
Intervensi
Kelompok
Kontrol
Distribusi OAG OAG
Normal
Koefesien
varians <30%
3.6 3.6
Rasio
Skewness -2 s/d +2
7.06 7.06
Rasio
Kurtosis -2 s/d +2
8.65 8.65
Analisa
Shapiro-
Wilk
>0.05
0.000 0.000
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
Pertimbangan Etik
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memperhatikan prinsip-prinsip
dasar etik penelitian yang meliputi beneficience, respect for human dignity dan
justice (Polit & Beck, 2012). Pertimbangan etik terkait penelitian ini dilakukan
melalui perizinan dari Komite Etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.
Asas manfaat (beneficience)
Salah satu prinsip etik yang paling mendasar adalah asas manfaat, dalam hal
ini peneliti harus meminimalkan kerugian dan memaksimalkan manfaat untuk
responden penelitian (Polit & Beck, 2012). Asas manfaat disini meliputi:
Bebas dari kerugian dan ketidaknyamanan
Peneliti memiliki kewajiban untuk mencegah atau tidak menimbulkan
kerugian dan ketidaknyamanan baik fisik maupun psikis pasien (Polit & Beck,
2012). Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti terlebih dahulu meminta
persetujuan (informed concent) pasien sebagai salah satu langkah peneliti untuk
mencegah terjadinya kerugian dan ketidaknyamanan pada pasien.
Bebas dari eksploitasi
Keterlibatan responden dalam penelitian ini harus mendapat jaminan bahwa
data atau informasi yang diberikan tidak akan menimbulkan kerugian bagi
responden di masa yang akan datang (Polit & Beck, 2012). Peneliti disini
menjelaskan tujuan penelitian, manfaat dan prosedur penelitian serta hak dan
kewajiban responden, sehingga responden merasa dirinya tidak dieksploitasi.
Selain itu, peneliti juga menjelaskan hak dan kewajiban peneliti untuk melindungi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
responden dan menggunakan data atau informasi yang diberikan responden hanya
untuk penelitian, sehingga responden merasa aman selama dilakukan penelitian.
Asas menghargai hak asasi manusia (respect for human dignity)
Hak untuk membuat keputusan (the right to self determination)
Responden merupakan individu yang memiliki otonomi untuk menentukan
aktivitas yang akan dilakukannya, dalam hal ini responden memiliki hak untuk
menentukan apakah dirinya akan berpartisipasi dalam penelitian atau tidak tanpa
khawatir akan mendapatkan sanksi atau tuntutan hukum (Polit & Beck, 2012).
Selama penelitian berlangsung, peneliti menghargai dan menerima semua
keputusan responden yang diberikan sehingga responden terlibat dalam penelitian
secara sukarela dan tanpa paksaan.
Hak untuk memperoleh informasi (the right to full disclosure)
Hak untuk membuat keputusan dan hak untuk mendapatkan informasi
merupakan dua faktor utama yang menjadi landasan dalam membuat informed
concent (Polit & Beck, 2012). Sebelum dilakukan penelitian, peneliti menjelaskan
segala hal yang berkaitan dengan penelitian, setelah mendapatkan penjelasan,
responden diberikan kesempatan untuk bertanya dan memutuskan apakah bersedia
atau tidak bersedia untuk terlibat dalam penelitian.
Asas keadilan (justice)
Hak untuk mendapatkan tindakan yang adil (the right to fair treatment)
Prinsip memperlakukan secara adil berkaitan dalam memilih responden
berdasarkan kriteria sampel bukan berdasarkan maksud atau posisi tertentu (Polit
& Beck, 2012). Selain itu peneliti harus memperlakukan semua responden tanpa
adanya diskriminasi sehingga peneliti harus menghargai perbedaan baik dalam hal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
keyakinan, budaya, dan sosial ekonomi responden (Polit & Beck, 2012). Saat
penelitian berlangsung, peneliti berupaya memahami perbedaan latar belakang
setiap responden, sehingga peneliti dapat menghargai perbedaan tersebut, namun
tetap berlaku adil dalam memperlakukan setiap responden sesuai dengan tujuan
dan prosedur penelitian.
Hak untuk mendapatkan privasi (The right to privacy)
Responden memiliki hak untuk mengajukan permintaan mengenai data atau
informasi yang berkaitan dengan dirinya untuk dijaga kerahasiaannya (Polit &
Beck, 2012). Oleh karena itu untuk menjaga kerahasiaan responden maka
responden tidak perlu mencantumkan namanya dalam lembar pengumpulan data
(anomimity). Semua data dan informasi yang diberikan disimpan dan dijaga
kerahasiaannya serta hanya untuk kepentingan penelitian saja.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 15 Januari 2019 sampai dengan 26
Maret 2019 di ruangan kemoterapi RSUP Haji Medan. Penelitian ini memaparkan
tentang pengaruh cryotherapy oral terhadap pencegahan mukositis pada pasien
kanker dengan kemoterapi. Analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah
analisa univariat dan analisa bivariat.
Analisa univariat menggunakan satatistik deskriftif untuk mengidentifikasi
kriteria responden melalui distribusi frekuensi dan persentase data yang meliputi
data demografi ( umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan,
suku, penghasilan, riwayat mukositis, diagnosa kanker, dan siklus kemoterapi),
data derajat mukositis sebelum dilakukan intervensi pada kelompok intervensi dan
kontrol dan data derajat mukositis setelah dilakuakan intervensi.
Analisis bivariat menggunakan 2 uji yaitu uji statistik Wilcoxon dan Mann
Witney. Uji statistik Wilcoxon dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan derajat
mukositis sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada kelompok intervensi
dan konrol. Uji statistik Mann Witney untuk mengidentifikasi perbedaan derajat
mukositis antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Karakteristik Responden Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi di
RSUP Haji Adam Malik Medan.
Rata-rata usia responden pada penelitian ini adalah 44.00 ± 5.067 pada
kelompok intervensi dan 44.13 ± 4.784 pada kelompok kontrol. Berdasarkan
pengelompokan umur, responden berada pada rentang usia 35- 54 tahun yaitu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
71.9% pada kelompok intervensi dan 96.9 % kelompok kontrol. Berdasarkan jenis
kelamin, responden penelitian ini didominasi o leh laki-laki, yaitu sebanyak
68.8% pada kelompok intervensi dan 68.2% pada kelompok kontrol. Berdasarkan
latar belakang pendidikan, responden tamatan SMA sebanyak 71.9% pada
kelompok intervensi dan 7% % pada kelompok kontrol. Terdapat 81.3%
responden bekerja sebagai wiraswasta pada kelompok intervensi dan 81,5% pada
kelompok kontrol.
Berdasarkan status pernikahan, sebanyak 90.6% berstatus menikah pada
kelompok intervensi dan 87.5% pada kelompok kontrol. Suku terbanyak dalam
penelitian ini berasal dari suku batak yaitu sebanyak 75.0% pada kelompok
intervensi dan 71.9% pada kelompok kontrol. Untuk siklus kemoterapi mayoritas
siklus pertama sebanyak 71.9% pada kelompok intervensi dan 58.3 % pada
kelompok kontrol.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
Tabel 4.1. Karakteristik responden penelitian
No
. Data
Kelompok
Intervensi
(n = 32)
Kelompok
Kontrol
(n = 32)
f % f %
1 Usia
Mean:
44.00
SD :
5.607
Mean:
44.13
SD:
.784
18-34 Tahun 4 12.5 1 3.1
35-54 Tahun 23 71.9 31 96.9
55-64 Tahun 5 15.6 0 0
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 22 68.8 24 75.0
Perempuan 10 31.3 8 25.0
3 Pendidikan
SMP 1 3.1 5 15.6
SMA 23 71.9 24 75.0
PT (Diploma/Sarjana) 1 25.0 3 9.4
4 Pekerjaan
PNS 1 3.1 0 0
Wiraswasta 26 81.3 26 81.5
IRT 2 6.3 5 15.6
Tidak Bekerja 3 9.4 1 3.1
5 Status Pernikahan
Menikah 29 90.6 28 87.5
Janda/Duda 3 9.4 4 12.5
6 Suku
Batak 24 75.0 23 71.9
Jawa 4 12.5 6 18.8
Aceh 1 3.1 0 0
Melayu 3 9.4 3 9.4
7 Penghasilan
<1 juta /bulan 29 90.6 29 90.6
>1-2 juta/bulan 1 3.1 ` 1 3.1
>2 juta/bulan 2 6.3 2 6.3
8 Diagnosa Kanker
Kanker Rekti 7 21.9 4 12.5
Kanker Tonsil 1 3.1 1 3.1
Kanker Cerviks 5 15.6 5 15.6
NPC 12 37.5 15 46.9
Kanker Laring 2 6.3 1 3.1
Kanker Penis 2 6.3 1 3.1
Kanker Colon 2 6.3 1 3.1
Kanker PARU 1 3.1 4 12.5
9 Siklus Kemoterapi
Siklus 1 23 78.1 18 56.3
Siklus 2 4 6.3 7 21.9
Siklus 3 5 15.6 7 21.9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
Perbedaan Nilai Mukositis Sebelum dan Sesudah Kelompok Intervensi dan
Kontrol Pada Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi RSUP Haji Adam
Malik Medan.
Mukositis adalah efek samping yang dilaporkan pasien sebagai salah
ketidaknyamanan yang dialami oleh pasien kanker yang menjalani kemoterapi
dan pasien melaporkan mukositis terjadi setelah pemberian obat kemoterapi dan
berkembang dalam 3 sampai tujuh hari setelah kemoterapi. Pengukuran nilai
mukositis yang digunakan pada penelitian ini OAG (Oral Asssessment Guide)
(Eilers, Berger, & Petersen, 1988), World Health Organization’s Mucositis Oral,
dan National Cancer Institute Common Toxicity Criteria (NCI-CTC, 1998).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai mukositis pada kelompok intervensi
sebelum perlakuan memiliki nilai OAG <10 32 responden dan setelah intervensi
29 responden dengan nilai OAG <10 dan 3 responden dengan nilai OAG ≥10.
Nilai OAG semua responden pada kelompok kontrol sebelum perlakuan <10 dan
pada setelah perlakuan 12 responden dengan nilai OAG <12 dan 18 responden
dengan nilai OAG ≥10.
Tabel 4.2. Nilai Mukositis Sebelum dan Sesudah Pada Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol pada Pasien Kanker Dengan Kemoterapi
Variabel Pre Post
Tidak
Mukositis
Mukositis Tidak
Mukositis
Mukositis
f % f % f % f %
Kelompok
Intervensi
32 100 0 0 29 88.6 3 9.3
Kelompok
Kontrol
32 100 0 0 12 37.3 18 63,9
,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
Perbedaan Nilai Mukositis Sebelum dan Sesudah Tindakan pada Kelompok
Intervensi dan kelompok Kontrol Pada Pasien Kanker yang Menjalani
Kemoterapi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai mukositis
antara sebelum dan sesudah dilakukannya tindakan Cryotherapy oral yang diukur
dengan OAG setelah diuji secara statistik menggunakan Wilcoxon Signed Rank
Test dengan nilai mean rank 4.50 dan p-value = 0.008 (p<0.05). dan pada
kelompok kontrol nilai mean rank 12.06 dengan nilai p-value= 0.003 (p<0.05).
Tabel 4.4. Perbedaan Nilai Mukositis Setelah Tindakan Pada Kelompok Intervensi
dan Kontrol
Variabel Kelompok Intervensi
(N=32)
Kelompok Kontrol
(N=32)
Nilai
(OAG)
Mean Rank Z p-value Mean Rank Z p-value
4.50 -2.640 0.008 12.06 -4.238 0.000
Perbedaan Nilai Mukositis Setelah Tindakan Pada Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol Pasien Kanker Dengan Kemoterapi di RSUP Haji Adam
Malik Medan.
Penelitian ini menggunakan analisa bivariat yaitu uji statistik Mann Witney
untuk mengidentifikasi ada tidaknya perbedaan nilai mukositis antara kelompok
intervensi setelah dilakukan intervensi cryotherapy oral dengan kelompok
kontrol.
Pada tabel 4.5 hasil uji statistik menggunakan Mann-Whitney U-Test,
diperoleh nilai p = 0.003 (p < 0,05), dengan demikian disimpulkan terdapat
perbedaan nilai mukositis antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
Tabel 4.5. Perbedaan Nilai Mukositis Setelah Tindakan pada Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol Berdasarkan uji Mann-Whitney U Test
Variabel Median
(Minimal-Maksimal)
Nilai Z p value
Nilai mukositis(OAG)
9.00
(8-14)
-3,007 0.003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
BAB 5
PEMBAHASAN
Derajat Mukositis Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi.
Penilaian mukositis dilakukan sebelum melakukan tindakan pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan menggunakan instrumen Oral
Assessment Guide (OAG). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa 100%
responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak mengalami
mukositis (Tabel 4.2).
Mengacu kepada usia responden, hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata usia kelompok intervensi dan kontrol 36 – 45 tahun sebanyak 15
responden dari 32 responden. Berat ringannya mukositis tiap pasien sangat
tergantung pada kondisi pasien masing-masing. Secara umum resiko terjadinya
mukositis pada pasien pasca kemoterapi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-
faktor tersebut adalah jenis keganasan, umur, riwayat mukositis sebelumnya, jenis
terapi yang diberikan, adanya penyakit lain yang menyertai AIDS, DM), status
nutrisi serta penggunaan alkohol dan kebiasaan merokok (Cancer Care Nova
Stovia [CCNS], 2004).
Penelitan ini sesuai dengan Galuh (2017) yang menunjukkan kelompok
usia pasien kanker payudara dengan frekuensi tertinggi berusia 41-50 tahun yaitu
14 orang (37,9%). Pasien kanker payudara yang mengalami mukositis oral yaitu 8
orang (21,6%) dimana 7 orang (87,5%) mengalami mukositis oral derajat 1, dan 1
orang (12,5%) mengalami mukositis oral derajat 2. Berdasarkan peneitian Trotti et
al (2012) menyatakan bahwa mukositis adalah toksisitas berat yang sering terjadi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
pada pasien kanker kepala dan leher yang menjalani kemoterapi sehingga dapat
menyebabkan pasien membutuhkan rawat inap untuk dilakukan perawatan.
Naidu et al (2004) menunjukan bahwa insidensi dan keparahan mukositis
oral berkaitan dengan berbagai faktor risiko yaitu yang berhubungan dengan
pasien (usia, jenis kelamin, kesehatan dan kebersihan mulut, faktor genetik,
penurunan produksi saliva, status nutrisi yang buruk, fungsi ginjal dan fungsi
hepatik, penyakit diabetes, infeksi Human Imunnodeficiency Virus, konsumsi
alkohol, merokok, kelainan patologi oral atau vaskular sebelumnya, tipe kanker,
disfungsi imun dan jumlah neutrofil, defek enzim metabolisme tertentu, kelainan
pernafasan, gigi yang tajam); dan faktor risiko yang berhubungan dengan terapi
kanker itu sendiri (agen kemoterapi atau bioterapi, transplantasi sel stem sumsum
tulang dan darah, daerah radiasi dan fraksionasi, frekuensi dan dosis radiasi,
volume jaringan yang diradiasi, medikasi lain (opioid, antidepresan, antihistamin,
diuretik, sedatif, dan terapi oksigen)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Barasch dan Peterson (2003) dalam
Gupta (2013), didapatkan kesimpulan bahwa usia mempengaruhi terjadinya
mukositis oral, terutama pada usia lanjut akibat ketidakefektifan perbaikan DNA,
sehingga perbaikan jaringan menjadi lebih lama. Pasien yang lebih muda
cenderung mengembangkan mukositis oral lebih sering daripada pasien yang lebih
tua. Hal ini tampaknya disebabkan oleh laju pergantian sel basal yang lebih cepat
pada anak-anak. Namun, penyembuhan mukositis oral juga lebih cepat pada
kelompok usia yang lebih muda (Eilers,2004).
Hasil karaktristik responden (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa responden
laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan responden perempuan baik dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
kelompok intervensi maupun kontrol. Berdasarkan hasil ini didapat di
interpretasikan bahwa penderita kanker terbanyak adalah laki-laki dan yang sering
mengalami mukositis juga adalah pasien laki-laki.
Wanita mempunyai risiko lebih besar terjadinya mukositis oral yang parah
dibanding pria,(Trotti et al,2003), tetapi literatur lain menyatakan bahwa gender
bukan merupakan faktor risiko karena tidak ada perbedaan antara pria dan wanita
terhadap terjadinya mukositis oral yang parah.(Lalla et al, 2013). Peneliti lain
melaporkan bahwa pada wanita terjadi mukositis oral yang lebih parah dan lebih
sering daripada pria, terutama jika menjalani kemoterapi dengan 5-FU, oleh
karena itu diduga jenis kelamin perempuan dapat dimasukkan ke dalam salah satu
faktor risiko mukositis oral (Cawley & Benson, 2005; Panghal,Kausal,Kadayan,
& Yadav, 2012).
Penelitian Avritscher, Cooksley & Elting (2004) menyebutkan bahwa
wanita mempunyai risiko lebih besar terjadinya mukositis oral yang parah
dibanding pria, sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Vokurka, 2005
menunjukkan Angka kejadian mukositis pada perempuan 60%, sedangkan pada
laki-laki 40%. Menurut Mayo Clinic and Mayo Foundation melaporkan bahwa
pada wanita terjadi mukositis oral yang lebih parah dan lebih sering daripada pria,
terutama jika menjalani kemoterapi dengan 5-FU, oleh karena itu diduga jenis
kelamin perempuan dapat dimasukkan ke dalam salah satu faktor risiko mukositis
oral.
Samuel et al. (2005) dalam penelitiannya menunjukkan mukositis
merupakan permasalahan yang sering dialami pada pasien perempuan. Keefe,
Dorothy (2016) jenis kelamin (perempuan tampaknya lebih mungkin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
mengembangkan mucositis daripada laki-laki). berbeda dengan literatur lain
menyatakan bahwa gender bukan merupakan faktor risiko karena tidak ada
perbedaan antara pria dan wanita terhadap terjadinya mukositis oral yang parah
(Oncology Nursing Society. 2006 & Luo, Hong, Guo, Deng & Mo., 2005).
Berdasarkan data siklus kemoterapi pada pasien yang menjalani
pengobatan kemoterapi menunjukkan siklus pertama pada kelompok intervensi
78.1% dan 56.3% pada kelompok kontrol. Pada pasien yang sudah mengikuti
pengobatan kemoterapi sebelumnya semuanya mengalami mukositis. Terkait
dengan faktor risiko yang berhubungan dengan terapi yang diperoleh, mukositis
oral dipengaruhi oleh agen kemoterapi, dosis kemoterapi, intensitas pengulangan
terapi. Agen kemoterapi yang paling sering terkait dengan mukositis adalah
antimetabolit yang meliputi etoposide, 5FU, dan methotrexate (Cawley & Benson,
2005). Obat ini sangat sering diberikan pada pasien kanker darah dan nasofaring
Penyebab terjadinya mukositis oral adalah terdapatnya bakteri, virus, atau
jamur di dalam mulut. Pasien yang mempunyai riwayat pernah mengalami
mukositis oral sebelumnya juga akan lebih rentan untuk mengalami mukositis oral
lagi, karena meskipun secara klinis mukosa mulutnya telah terbentuk kembali,
mukosa ini telah berubah secara permanen dengan adanya sisa angiogenesis,
kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya mukositis ulang pada pasien (Napenas
dkk, 2007).
Penelitian ini sejalan dengan literatur sebelumnya yang menyatakan bahwa
mukositis dapat terjadi pada sebagian besar pasien yang menjalani kemoterapi
dapat terjadi pada 45-80% (Cancer Care Nova Stovia . 2008). Riwayat mukositis
sebelumnya juga mempengaruhi resiko mukositis berikutnya. Lesi yang ada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
sebelum kemoterapi akan diperburuk oleh kemoterapi. Selain itu kebiasaan dalam
menjaga kebersihan mulut berkontibusi terhadap terjadinya mukositis.(Cancer
Care Nova Stovia, 2008).
Pasien yang menerima kemoterapi maka lapisan mukosa dalam tubuhnya
akan terganggu, demikian pula dengan mukosa oral (Gipsland Oncology Nurses
Group, 2007). Semakin sering pasien menerima kemoterapi, semakin mukosa oral
akan mengalami pengikisan, sehingga semakin tipis. Mukosa mulut sendiri
merupakan salah satu sistem pertahanan mulut (Keshav, 2004). Apabila mukosa
terganggu maka akan sangat rentan terkena infeksi, sehingga jika terdapat bakteri,
virus, atau jamur meskipun dalam jumlah yang sedikit maka kemungkinan untuk
terjadinya infeksi sangatlah besar (Pavlatos et al., 2008).
Menurut Eilers (2004), mukositis menyebabkan berbagai gangguan,
diantaranya adalah gangguan fisiologis dan gangguan fungsional. Gangguan
fisiologis antara lain terjadinya lesi, ulserasi, inflamasi berlebihan, nyeri dan
infeksi. Lesi dan ulserasi akibat mukositis dapat menjadi predisposisi terjadinya
infeksi bakteri, jamur dan virus. Hal ini mengancam kehidupan anak karena dapat
menjadi infeksi yang sistemik. Sementara gangguan fungsional akibat mukositis
adalah kesulitan menguyah, menelan dan berbicara.
Hasil penelitian Karel, dkk (2013) di Manado tentang gambaran
komplikasi oral pada pasien yang menjalani kemoterapi di badan layanan umum
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dimana angka kejadian mukositis oral
yang terjadi pada pasien kanker payudara yang sedang menjalani kemoterapi yaitu
sebanyak 20 orang (61%) dari 33 orang pasien.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
Perbedaan Derajat Mukositis Sebelum dan Sesudah Intervensi Cryotherapy
Oral Pada Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi.
Pengukuran nilai mukositis Setelah dilakukannya tindakan cryotherapy
oral pada kelompok intervensi. Hasil pengukuran nilai mukositis dengan OAG
setelah melakukan tindakan cryotherapy oral pada kelompok intervensi
menunjukkan sebelum perlakuan memiliki nilai OAG <10 32 responden dan
setelah intervensi 29 responden dengan nilai OAG <10 dan 3 responden dengan
nilai OAG ≥10. Nilai OAG semua responden pada kelompok kontrol sebelum
perlakuan <10 dan pada setelah perlakuan 12 responden dengan nilai OAG <12
dan 18 responden dengan nilai OAG ≥10.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa jumlah responden yang tidak
mengalami mukositis lebih banyak pada kelompok intervensi dibandingkan
kelompok kontrol. Ini disebabkan karena responden pada kelompok intervensi
menjalankan perlakuan cryoterapy oral yang telah dirancang peneliti dalam
kehidupan mereka selama tindakan kemoterapi.Dari hasil penelitian dapat terlihat
bahwa tindakan cryotherapy oral pada kelompok intervensi lebih efektif untuk
mencegah mukositis.. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tindakan Cryotherapy
Oral dapat mencegah mukositis pada pasien kanker dengan kemoterapi.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Katrancı, Ovayolu, Ovayolu & Sevinc
(2011) bahwa cryotherapy oral mempengaruhi dalam perlindungan terhadap
kesehatan mulut dengan mengurangi skor mukositis sesuai dengan skala
mukositis WHO, terutama pada hari ke 7 dan 14. Mukositis oral adalah efek
samping umum yang disebabkan oleh perawatan kanker dan dapat menyebabkan
toksisitas mukosa. Pasien dengan mukositis oral mengalami rasa sakit yang hebat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
dan tidak dapat makan, minum dan berbicara dan, akibatnya, kualitas hidup
mereka terganggu. Tiga puluh hingga delapan puluh lima persen pasien yang
menjalani kemoterapi akan mengalami mukositis oral. Mencegah atau mengurangi
kejadian mukositis oral dan tingkat keparahannya dapat membantu mengurangi
rasa sakit yang dialami pasien. cryotherapy oral, merupakan intervensi
profilaksis. untuk mengurangi kejadian dan keparahan mucositis oral yang
diinduksi dengan kemoterapi (Pokfulam, 2012).
Mukositis biasanya berkembang dalam tiga sampai tujuh hari setelah
kemoterapi dan membaik sekitar dua samapi tiga minggu (Barrett 1987, Epstein &
Schubert 1999, Mc.Graw & Belch 1985, Galbraith et al., 1991, Pico et al., 1998,
Wojtaszek 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Papadeas, Naxakis,Riga, &
Kalofos, 2006 menunjukkan tindakan cryotherapy oral pada 36 responden yang
diinstruksikan untuk mengisap es sebelum, selama dan setelah infus 5-FU. Hasil
yang didapat cryotherapy oral secara signifikan dengan p= 0,001 bebas dari
mukositis pada ketiga siklus ketiga kemoterapi dan tidak menimbulkan efek
samping, mudah dilakukan dan murah.
Penelitian yang dilakukan Svanberg et al. (2014) dengan membagi
responden menjadi 2 kelompok secara acak yaitu intervensi dan kontrol yang
menyatakan penilaian mukositis diukur pada hari ke 22 setelah kemoterapi dan
hasilnya bahwa cryotherapy oral dapat secara signifikan mengurangi kejadian
dan tingkat keparahan Mukositis dan menegaskan bahwa cryotherapy oral dapat
mencegah mukositis yang diinduksi kemoterapi dengan tujuan pembuluh darah
mukosa mengalami vasokontraksi sehingga obat kemoterapi tidak mencapai
mukosa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan ada perbedaan penilaian mukositis pre-
post tindakan tindakan berkumur dengan normal saline dengan nilai p= 0.000
.hasil penelitian sama halnya denga penelitian yang dilakukan Nursalam,
Ertawati, & Kristyaningsih, 2009 menyatakan pada kelompok normal saline
didapatkan nilai p=0,012, hasil ini menujukkan bahwa normal salin efektif
mencegah mukositis oral. Normal saline adalah cairan fisiologis (sesuai dengan
cairan tubuh) yang dapat membersihkan debris, tidak mengiritasi, juga tidak
mengubah pH saliva. Karena tidak mengubah pH saliva, buffer alami mulut tidak
akan terganggu. Fisiologis mulut akan terjaga karena tidak terjadi iritasi.
Berkurangnya jumlah debris akan mengakibatkan berkurangnya bakteri yang ada
dalam mulut. Bila pasien berkumur dengan normal salin maka diharapkan
ketahanan (oral) pasien akan meningkat (Kramer, 2004).
Perbedaan Nilai Mukositis Sesudah Tindakan Pada Kelompok
Intervensi dan Kelompok Kontrol Pasien Kanker Dengan Kemoterapi di
RSUP Haji Adam Malik Medan.
Nilai mukositis sebelum dan sesudah dilakukan tindakan cryotherapy oral
pada penelitian ini diidentifikasikan dengan membandingkan nilai post-test derajat
mukositis antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dengan
menggunakan analisa statistik mann whitney test. Berdasarkan hasil analisa dapat
di interpretasikan bahwa terdapat perbedaan pada kelompok intervensi dan
kontrol dengan nilai OAG, p = 0.003, diberikan p <0.05. (Tabel 4.5)
Hasil penelitian ini sesuai dengan Penelitian Askarifar, Lakdizaji, Ramzi,
Rahmani & Jabbarzadeh (2016), yang membagi dua kelompok yaitu : kelompok
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
intervensi dengan tindakan cryotherapy oral dan kelompok kontrol menggunakan
obat kumur dengan normal saline. Hasil penelitian menunjukkan pada hari ketujuh
tingkat keparahan mukositis pada kelompok intervensi lebih sedikit (p= 0.031)
dari pada kelompok kontrol. Pada hari ke empat belas keparahan mukositis pada
kelompok intervensi lebih sedikit (p= 0.004) dari pada kelompok kontrol.
Kesimpulan dari penelitian bahwa cryotherapy lebih efektif daripada obat kumur
menggunakan normal saline dalam mencegah mukositis.
Karagozoglu & Ulusoy, (2005), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
kejadian mukositis pada kelompok intervensi adalah 10 % dan pada kelompok
kontrol 50% dengan menggunakan instrumen pengukuran derajat mukositis
Physician-Judged Mucositis Grading. Hasil penelitian menegaskan bahwa
cryotherapy oral efektif untuk pencegahan mukositis dan mengurangi tingkat
keparahan.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya yaitu: 1) keterbatasan
dalam pengumpulan data, karena belum melibatkan pemeriksaan laboratorium, 2)
rentang waktu penelitian yang singkat, oleh karena itu diharapkan penelitian ini
dapat dilakukan ditempat yang berbeda dengan sampel yang lebih besar.
Implikasi Hasil Penelitian Bagi Keperawatan
Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat untuk meningkatkan
asuhan keperawatan. Berdasarkan penelitian ini, diharapkan perawat mampu
meningkatkan asuhan keperawatan pada tindakan preventif pada pasien kanker
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
yang mengalami mukositis kiranya dilakukan secara berkesinambungan sampai
dengan pasien menunjukkan telah mampu mengimplementasikan intervensi
tersebut menjadi suatu kebiasaan dalam hidupnya. Oleh karena itu diperlukan
kerjasama yang baik antara perawat onkologi dalam melaksanakan intervensi ini.
Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini sebagai dasar untuk mengembangkan intervensi
keperawatan yang lebih aplikatif dengan berfokus pada diri pasien khususnya
tentang tindakan preventif mukositis pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi dengan menggunakan cryotherapy oral (kepingan es batu). Institusi
pendidikan juga diharapkan mampu mengembangkan metode asuhan keperawatan
pada pasien kanker dengan pengobatan kemoterapi yang bersifat komprehensif
meliputi bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual. Penelitian ini sebagai dasar
penelitian selanjutnya yang berfokus pada tindakan preventif mukositis pada
pasien kemoterapi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
BAB 6
KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan
Adapun simpulan dari hasil penelitian ini dipaparkan dalam beberapa
bagian tentang: (1) Terdapat perbedaan Nilai Mukositis sesudah diberikan
perlakuan (post) cryotherapy Oral menggunakan es batu pada kelompok
intervensi, dimana 29 responden tidak mengalami mukositis dan 3 responden
mengalami mukositis. Sedangkan pada kelompok kontrol yang mengalami
mukositis 18 responden dan tidak mengalami mukositis 12 responden.(2)
Terdapat Nilai Mukositis sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
intervensi dengan tindakan Cryotherapy Oral, hasil penelitian ini menunjukkan
ada perbedaan signifikan nilai mukositis. Sedangkan pada kelompok kontrol juga
terdapat perbedaan signifikan antara nilai mukositis.
Kesimpulan akhir dari hasil penelitian ini adalah ada keefektifan
Cryotherapy oral terhadap pencegahan Mukositis pada pasien Kanker yang
menjalani kemoterapi.
Saran
Pelayanan Keperawatan
Peneliti telah mengeksplorasi pencegahan mukositis pada pasien kanker
dengan kemoterapi menggunakan cryotherapy oral (kepingan es batu). Tindakan
ini signifikan sebagai pencegahan mukostis dengan mempertimbangkan nilai
ekonomis, mudah didapat dan murah, sehingga perawat terutama perawata
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
onkologi dapat melakukan tindakan cryotherapy oral ini. Selain itu keluarga
sebaiknya dilibatkan dalam melakuan perawatan mulut ini sehingga frekuensi
perawatan mulut dapat sesuai dengan jadwal.
Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi panduan dan referensi preventif
mukositis pada pasien kanker yang menjalani pengobatan kemoterapi. Sehingga
peserta didik keperawatann dapat mempelajari dan mempraktekkannya di Rumah
Sakit maupun di akademik saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien
kanker dengan kemoterapi.
Penelitian Keperawatan
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan rujukan penelitian selanjutnya terkait dengan cryotherapy oral sebagai
tindakan preventif mukositis pada pasien kanker yang menjalani pengobatan
kemoterapi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2017). https://www.cancer.org/research/cancer-facts-
statistics/all-cancer-facts-figures/cancer-facts-figures-2017.html. diunduh 10
Oktober 2017.
Askarifar et al., (2016). The Effects of Oral Cryotherapy on Chemotherapy-
Induced Oral Mucositis in Patients Undergoing Autologous Transplantation
of Blood Stem Cells: A Clinical Trial. Iran Red Crescent Med J. 2016 Apr;
18(4): e24775. Published online 2016 Feb 7. doi: 10.5812/ircmj.24775
Black, M. J. & Hawks, H .J., 2009. Medical surgical nursing : clinical
management for continuity of care, 8th ed. Philadephia : W.B. Saunders
Company Ignatavicius dan Workman (2013).
Baydar M, Dikilitas M, Sevinc A, Aydogdu I. Prevention of oral mucositis due to
5-fluorouracil treatment with oral cryotherapy. J Natl Med Assoc
2005;97(8):1161–4. [PubMed: 16173332]
Cawley MM, Benson LM.2005.Current trends in managing oral mucositis. Clin J
Oncol Nurs.
Chaveli-Lopez, B. & Bagan-Sebastian, J.V. (2016). Treatment of oral mucositis
due to chemotherapy, Journal of Clinical and Experimental Dentistry,
8(2):e201-9. http://dx.doi.org/10.4317/jced.52917
Chen.J.,Seabrook.J., Fulford.A & Rajakumar.I. (2015). Icing oral mucositis: Oral
cryotherapy in multiple myeloma patients undergoing autologous
hematopoietic stem cell transplant. J Oncol Pharm Practice 2017, Vol.
23(2) 116–120. The Author(s) 2015. Reprints and permissions:.
sagepub.co.uk/journalsPermissions.nav. DOI: 10.1177/1078155215620920.
opp.sagepub.com.
Dharma, K.K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Media.
Dodd,M.J.(2004).The pathogenesis and characteristic oral mucositis associated
with cancer therapy.oncology Nursing Forum.
Dodd,M.J.,Miaskowski,C.,Dibble,A.L.,Paul,S.M.,MacPhail,L.Greespan,D.,et al.,
(2000). Faktor influencing oral mucositis in patient receiving
chemotherapy.Cancer Practise Journal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dodd,M.W.(2012). The oral health benefit of chewing gum. Journal of the Irish
Dental Association. Mdbnm,nbvuyhgbnmS.
Eilers,J.,& Million, R. (2011). Prevention and management of oral mucositis in
patients with cancer. PMID:17693347 DOI: 10.1016/j.soncn.2007.05.005
Eilers, J. (2004). Nursing interventions and care for the prevention and treatment
of oral mucosoitis associated with cancer treatment. Oncology Nursing
Forum.31(4),13.
Farah.CS & Savage.NW.( 2006). Cryotherapy for treatment of oral lesions.
Australian Dental Journal ;51:(1):2-5
Galuh, (2017). Prevalensi Mukositis Oral Akibat Kemoterapi Pada Pasien Kanker
payudara di RSUP.H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara.
Gori et al. (2007). Cryotherapy in the prevention of oral mucositis in patients
receiving low-dose methotrexate following myeloablative allogeneic stem
celltransplantation: a prospective randomized study of the Gruppo Italiano
Trapianto di Midollo Osseo nurses group. Bone Marrow Transplantation
39, 347–352. doi:10.1038/sj.bmt.1705590; published online 5 February
2007.
Harris,D.J.,Eilers, J.,Harriman,A., Cashavelly,B.J., & Maxwell,C. (2008). Putting
Evidence Into Practise:Evidence-based interventions for the management of
oral mucositis.clinical journal of Oncology Nursing.12 (1).141-152
Heydari, A., Sharifi, H., & Salek, R. (2012). Effect of Oral Cryotherapy on
Combination Chemotherapy-induced Oral Mucositis: A Randomized
Clinical Trial. Middle East Journal of Cancer ; 3 (2 & 3): 55-
64.http://search.ebscohost.com/
IARC. (2012). http://globocan.iarc.fr/Default.aspx. diunduh 10 Oktober 2017.
Karagözo lu, S., & Ulusoy,m.f.(2005). Chemotherapy : The Effect of Oral
Cryotherapy on the devolopment of mucositis. Journal of Clinical Nursing,
14(6),754-765.
Katranci N, Ovayolu N, Ovayolu O, & Sevinc A. (2012). Evaluation of the effect
ofcryotherapy in preventing oral mucositis associated with chemotherapy - a
randomizedcontrolled trial. European Journal of Oncology Nursing
;16(4):339–44. doi: 10.1016/j.ejon.2011.07.008. [PubMed: 21911313]
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lalla et al. (2008). Management of oral mucositis in patients who have cancer.
Dent Clin North Am. 2008;52(1):61–77. doi: 10.1016/j.cden.2007.10.002.
[PubMed: 18154865]
Lalla et al.(2013). MASCC=ISOO Clinical Practice Guidelines for the
Managementof Mucositis Secondary to Cancer Therapy. Multinational
Association of Supportive Care in Cancer and International Society of Oral
Oncology (MASCC=ISOO).DOI: 10.1002/cncr.28592, Wiley Online
Library (wileyonlinelibrary.com).
Lopez, C & Sebastian, J.V. (2016).Treatment of oral mucositis due to
chemotherapy. Journal section: Oral Medicine and Pathology Publication
Types:Review.doi:10.4317/jced.52917 http://dx.doi.org/10.4317/jced.52917
Martin,C.A & Perez,M.G. Prevention and treatment of oral mucositis in patients
receiving chemotherapy. Journal section: Oral Medicine and Pathology.
doi:10.4317/jced.51313. http://dx.doi.org/10.4317/jced.51313
Naidu, Venkat, Usha, Krishna. 2004. Chemotherapy-Induced and/or Radiation
Therapy–Induced Oral Mucositis Complicating the Treatment of Cancer.
Department of Clinical Pharmacology and Therapeutics, Nizam’s Institute
of Medical Sciences, Panjagutta, Hyderabad, Andhra Pradesh, India.
NCI.(2015).https://www.nih.gov/about-nih/what-we-do/nih-almanac/national-
cancer institute-nci. diunduh tanggal 11 Oktober 2017
O’Brien, C.P. (2009). Management of Stomatitis. Canadian Family Physician,55
(9), 891-A892.
Otto,E.S.,2001.Oncology Nursing. 4th Ed.Mosby.Inc.St.Louis Missouri. Panghal
M, Kaushal V, Kadayan S, Yadav JP.2012. Incidence and risk factors for
infection in oral cancer patients undergoing different treatments protocols.
BMC Oral Health
Peterson DE, Ohrn K, Bowen J, Fliedner M, Lees J, Loprinzi C, et al. Systematic
review of oral cryotherapy for management of oral mucositis caused by
cancer therapy. Support Care Cancer. 2013;21(1):327–32. doi:
10.1007/s00520-012-1562-0. [PubMed: 22993025]
Peterson, Douglas E. & Kerstin Öhrn. (2013). Systematic review of oral
cryotherapy for management of oral mucositis caused by cancer therapy.
Support Care Cancer 21:327–332 Springer-Verlag DOI 10.1007/s00520-
012-1562-0. http://sciencedirect.com/
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pico. J.L., Garavito.A.A., & Naccahe.P. Mucositis: Its Occurrence, Consequences,
and Treatment in the Oncology Setting. Bone Marrow Transplantation Unit,
Institut Gustave Roussy.. The offecial journal of the society for translational
oncology. [email protected]
Peterson, D.E., Bensadoun, R.J., Roila, F., & ESMO Guidelines Working Group.
(2010). Management of oral and gastrointestinal mucositis: ESMO Clinical
Practice Guidelines. Annals of Oncology, 21(Suppl. 5), v261–v265.
Papadeas, E., Naxakis, S., Riga, M., & Kalofonos. C. (2007). Prevention of 5-
fluorouracil-related stomatitis by oral cryotherapy: A randomized controlled
study. European Journal of Oncology Nursing, 11, 60–65.
Polit, D. F. & Beck, C. T. (2010). Nursing research: appraising evidence for
nursing practice, 7th
edition. Philadelphia: William & Wilkins.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6 Vol.2. Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC
Plichta, S.B & Garzon,L.S. (2009).Statistic for Nursing AND Allied Health. the
United States of America : Lippincott Williams & Wilkins.
RISKESDAS.(2013).http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/lpb/
catalog/book/158. diunduh 10 Oktober 2017.
Royse, M, & Martens, J. (2010). Implementation of an oral care protocol to
promote early detection and management of stomatitis. Clinical Journal of
Oncology Nursing, 14, 799–802.
Sadasivan, Raj. (2010). Chemotherapy-induced oral mucositis. Oncological
Review, 6:13–6. DOI: 10.17925/OHR.2010.06.0
Svanberg A, Birgegard G, Ohrn K. Oral cryotherapy reduces mucositis and opioid
use after myeloablative therapy--a randomized controlled trial. Support
Care Cancer. 2007;15(10):1155–61. doi: 10.1007/s00520-007-0245-8.
[PubMed: 17393189]
Sierarcki,R.L.,Voels,L.M., Kopaczewski,D.M, & Hubert,K. (2009). Devolopment
and Implementation of an Oral Care Protocol for Patients With
Cancer.Clinikal Journal of Oncology Nursing.
Svanberg A, Ohrn K, Birgegard G. (2010). Oral cryotherapy reduces mucositis
and improves nutrition – a randomised controlled trial. Journal of Clinical
Nursing 2010;19:2146-51. http://search.ebscohost.com/
Soliman.G.H & Shehata.O.S.Efficacy of Cryotherapy on Oral Mucositis
Prevention among Patients with Head and Neck Cancers Who Undergoing
Radiotherapy Gehan. IOSR Journal of Nursing and Health Science (IOSR-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JNHS) e-ISSN: 2320–1959.p- ISSN: 2320–1940 Volume 4, Issue 4 Ver. I
(Jul. - Aug. 2015), PP 53-61 www.iosrjournals.org
Sigh et al. (2017). To assess the efficacy of cryotherapy on mucositis in patients
of Head and Neck cancer undergoing radiotherapy: A clinical study.
International Journal of Medical and Health Research. ISSN: 2454-9142,
Impact Factor: RJIF 5.54. www.medicalsciencejournal.com Volume 3; Issue
3; March 2017; Page No. 49-51
Sorensen.J.B Skovsgaard.T., Bork. E., Damstrup.L., Ingeberg.S. (2008). Double-
Blind, Placebo-Controlled, Randomized Study of Chlorhexidine
Prophylaxis for 5-Fluorouracil-based Chemotherapy-induced Oral Mucositis
With Nonblinded Randomized Comparison to Oral Cooling(Cryotherapy) in
Gastrointestinal Malignancies. American Cancer Society. DOI
10.1002/cncr.23328. Published online 25 February 2008 in Wiley
InterScience (www.interscience.wiley.com).
Svanberg, A., Ohrn, K., & Birgegard, G. (2010). Oral cryotherapy reduces
mucositis and improves nutrition- a randomized controlled trial. Journal of
Clinical Nursing, 19, 2146-2151. [2a].
Scardina,G.A., Pisano,T., & Messina, P.(2010).Oral Mucositis Review of
literature.New York State Dental Journal, 76(1),34-38.
Svanberg, A., Gunner., & Öhrn, K. (2010). A new preventive strategy using a
bioadhesiveoromucosal lipid solution and oral cryotherapy to protect the
oral cavity and reduce the need for total parenteral nutrition (TPN) for
patients undergoing autologous stemcell transplantation. Supportive Care in
Cancer, 18, (Suppl. 3) S114.
Scully. (2006). Oral mucositis.https://onlinelibrary.wiley.com. diunduh tanggal 11
oktober 2017
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle J. L., & Cheever K.H. (2010). Textbook of
medical surgical nursing. Philadelphia : Wolter Kluwer Lippincott William
& Wilkins.
Tierney.J,F.,Vale, C, & Symonds, P (2008). Concomitant and Neoadjuvant
Chemotherapy for Cervical Cancer. Clinical Oncology (2008) 20: 401e416.
doi:10.1016/j.clon.2008.04.003.
Tomey,A.M., &Alligood,M.R.(2010). Nursing Theorist and Their Work (7 th
ed).St Louis : Mosby Elsevier Inc.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Trotti A, Bellm LA, Epstein JB, Frame D, Fuchs HJ, Gwede CK.(2003).Mucositis
incidence, severity and associated outcomes in patients with head and neck
cancer receiving radiotherapy with or without chemotherapy: a systematic
literature review. Radiother Oncol [Internet]. 2003; 66(3): 253 - 262.
Available from: http://www.ncbi.nlm. nih.gov/pubmed/12742264
Wan, Poon Sze (2012). An Evidence based Guideline on using Cryotherapy for
Chemotherapy induced Oral Mucositis in Adult Cancer Patients.
www.pdfsecret.com
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nataria Yanti Silaban
Tempat/Tanggal Lahir : Parmonangan, 16 Desember 1987
Alamat : Jl. Kapren Muslim Gang Sepakat LK. IV\
No. Telp/HP : 081375710571
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD
SLTP
SLTA
S-1
Profesi Ners
SD Negeri Parmonangan 173366
SLTP Negeri 3 Parmonangan
SMU St. Maria Tarutung
S-1 Keperawatan Mutiara Indonesia Medan
Profesi Ners Mutiara Indonesia Medan
1997
2000
2003
2005
2009
Riwayat Pekerjaan :
Pernah bekerja sebagai staf pengajar di Universitas Imelda Medan Tahun 2011
sampai sekarang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENELITIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. Adam Malik- FK USU
FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
(FORMULIR INFORMED CONSENT)
Peneliti Utama : NATARIA YANTI SILABAN
Pemberi Informasi : NATARIA YANTI SILABAN
Penerima Informasi : PASIEN KANKER DENGAN PENGOBATAN
KEMOTERAPI
Nama Subyek
Tanggal Lahir (umur)
Jenis Kelamin
Alamat
No. Telp (Hp)
:
:
:
:
:
JENIS INFORMASI ISI INFORMASI
(diisi dengan bahasa yang dimengerti oleh
masyarakat awam)
TANDAI
1 Judul Penelitian
Pengaruh Cryothetapy Oral Terhadap Pencegahan
Mukositis Pada Pasien Kanker Dengan Kemoterapi
di RSUP HAM Medan
2 Tujuan penelitian
Menganalisa Pengaruh Cryothetapy Oral Terhadap
Pencegahan Mukositis Pada Pasien Kanker Dengan
Kemoterapi di RSUP HAM Medan
3 Cara & Prosedur
Penelitian
1. PERSIAPAN
- Mengisi tanda-tanda umum responden mencakup Nama, umur, jenis kelamin,
diagnosa kanker, jenis kemoterapi, tinggi
badan, berat badan, riwayat merokok dan
penyakit penyerta dan lembar penilaian
derajat mukositis dengan Oral Assessment
Guide (OAG).
- Es batu di siapkan untuk pemakaian setiap
hari
2. PELAKSANAAN
a. CARA MEMBAGIKAN
- Peneliti membagi kan es batu sesuai jadwal yang ditentukan.
- Pasien akan menerima wadah yang berisi
kepingan es batu Selama kemoterapi
berlangsung.
-
NRM :
Nama :
Jenis Kelamian :
Tgl. Lahir :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. CARA MELAKUKAN
- Siapkan pengatur waktu (stopwash) ,
kepingan es batu dalam wadah, dan
lembar kontrol
- Cuci tangan
- Nyalakan pengatur waktu/stopwash
- Anjurkan pasien untuk mengisap es batu
dan sering memindahka-
mindahkan/menggerakkan es batu
keseluruh permukaan rongga mulut
- Pasien mengisap kepingan es batu 5 menit
sebelum kemoterapi dilanjutkan 30 menit
dan diberikan istirahat 20 menit dan
dilanjutkan kembali 30 menit dan
seterusnya sampai 5 menit setelah selesai
kemoterapi.
- Peneliti mengisi lembar kontrol sesuai
jadwal saat itu
- Peneliti mengingatkan untuk mengisap
kepingan es batu pada jadwal selanjutnya
EVALUASI
- Peneliti melakukan penilaian stadium
pada hari ke-7 dan ke-14 setelah
dilakukan tindakan terapi es batu
- Penilaian stadium mukositis menggunkan
lembar penilaian skala stadium mukositis
dengan Oral Assessment Guide (OAG)
4
Jumlah Subyek
33 responden
5 Waktu Penelitian
5 minggu
6 Manfaat penelitian
termasuk manfaat
bagi subyek
Untuk mencegah peradangan rongga mulut pada
pasien kanker dengan pengobatan kemoterapi.
7 Risiko & efek
samping dalam
penelitian
Efek samping ang terjadi seperti sakit kepala, mulut
mati rasa, sakit tenggorokan, dan nyeri gusi, tetapi
gejala tersebut akan hilang setelah setelah selesainya
tindakan terapi es batu.
8 Ketidak nyamanan
subyek penelitian
sakit kepala, mulut mati rasa, sakit tenggorokan, dan
nyeri gusi
9 Kompensasi bila
terjadi efek samping
efek samping yang ditimbulkan pada tindakan terapi
es batu pada pasien tidak berat sehingga peneliti
tidak memberikan kompensasi
10 Alternatif
Penangaan bila ada
efek samping yang ditimbulkan pada tindakan terapi
es batu pada pasien tidak berat sehingga peneliti
tidak memberikan alternatif penanganan
11 Penjagaan
kerahasiaan Data
Peneliti akan menjaga kerahasiaan dari responden.
12 Biaya Yang Biaya penelitian sepenuhnya ditanggung oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ditanggung oleh subyek
peneliti
13 Insentif bagi subyek
pemberian cendramata kepada responden berupa
handuk
14 Nama & alamat
penelitiserta nomor
telepon yang bisa
dihubungi
Nataria Yanti Silaban
Jl. Kapten Muslim Gang Sepakat No 11 I.
HP :081375710571`
Inisial Subyek : …………
(bila diperlukan dapat ditambahkan gambar prosedur dan alur prosedur)
Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman I dan 2 mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh : Nataria Yanti Silaban, dengan judul : Pengaruh Cryothetapy Oral Terhadap
Pencegahan Mukositis Pada Pasien Kanker Dengan Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan, informasi tersebut sudah saya pahami dengan baik.
Dengan menandatangani formulir ini saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian
di atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila suatu waktu saya merasa
dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan persetujuan ini.
---------------------------------------------- -------------------------------
------------
Nama dan Tanda Tangan Subyek Tanggal
----------------------------------------------
Nama dan Tanda Tangan saksi/wali
----------------------------------------------
Nama dan Tanda Tangan Peneliti
Ket : Tanda Tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan kesadaran,
mengalami gangguan jiwa dan berusia dibawah 18 tahun.
Inisial subyek ……
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENJELASAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Nataria Yanti Silaban
NIM : 157046022
Mahasiswa : S2 Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Judul Penelitian : Pengaruh Cryotherapy Oral Terhadap Pencegahan
Mukositis di Rumah Sakit Kota Medan
Dengan ini memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk dapat
berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela. Berikut saya jelaskan terkait
dengan penelitian ini :
1. Peneliti akan melengkapi data-data Bapak/Ibu/Saudara/i sesuai dengan
pedoman yang telah dibuat peneliti sebelumnya;
2. Peneliti akan memberikan tindakan cryotherapy oral, sesuai dengan waktu
kesepakatan antara Bapak/Ibu/Saudara/i dengan peneliti;
3. Peneliti akan memberikan tindakan cryotherapy oral dengan
menggunakan es batu dan membuat kesepakatan dengan
Bapak/Ibu/Saudara/i untuk melakukan pertemuan kembali untuk menilai
derajat mukositis dihari ke-7 dan hari ke-14 setelah kemoterapi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Melalui lembar penjelasan penelitian ini peneliti juga ingin memberitahukan
bahwa peneliti berjanji akan menjunjung tinggi hak-hak Bapak/Ibu/Saudara/i
sebagai responden dengan cara menjaga kerahasiaan data yang diperoleh dan
menghargai keputusan Bapak/Ibu/Saudara/i tetap berpartisipasi dalam penelitian
ini atau mengundurkan diri karena alasan tertentu.
Semoga dengan penjelasan singkat yang peneliti paparkan,
Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Atas
kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i, peneliti mengucapkan terima kasih.
Medan, Mei 2018
Peneliti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Judul Penelitian : Pengaruh Cryotherapy Oral Terhadap Pencegahan Mukositis
di
RSUP H. Adam Malik Medan
Nama : Nataria Yanti Silaban
NIM : 157046022
Setelah membaca penjelasan tentang penelitian ini, maka saya memahami
bahwa tujuan penelitian ini akan bermanfaat bagi saya. Saya mengerti bahwa
penelitian ini menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai responden. Saya
mempunyai hak untuk berhenti berpartisipasi dalam penelitian ini, jika suatu saat
saya merasa keberatan atau dikarenakan sesuatu hal yang membuat saya merasa
tidak dapat melanjutkan sebagai responden.
Dengan menandatangani lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan
bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Medan, ………………….. 2018
Responden,
………………………………
No. Telp/Hp :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Kode : ………………..
Tanggal : ………………..
Petunjuk Pengisian :
Dibawah ini adalah data demografi yang dibutuhkan sebagai identitas responden
penelitian. Isilah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan
Bapak/Ibu/Saudara/i yang sebenarnya dengan memberi tanda check list () pada
tempat yang disediakan.
No. Partisipan :
1. Umur : tahun
2. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
3. Pendidikan : ( ) Tidak Sekolah
( ) SD
( ) SMP
( ) SMA
( ) Perguruan Tinggi
4. Status Pernikahan : ( ) Menikah
( ) Duda/janda
( ) Belum menikah
5. Suku Bangsa : ( ) Batak
( ) Jawa
( ) Minang
( ) Melayu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
( ) Lainnya, sebutkan ……….
6. Status Pekerjaan : ( ) Bekerja ( ) Tidak bekerja
7. Penghasilan : ( ) < 1 juta/bulan
( ) 1 – 2 juta/ bulan
( ) 2,1 – 3 juta/bulan
( ) 3,1 – 4 juta/bulan
( ) > 4 juta/bulan
8. Diagnosa Kanker :.......................................
9. Siklus kemoterapi :
10. Jadwal kemoterapi : ……………………………….
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Petunjuk Pengisian : Isilah kode yang tersedia di sebelah kanan sesuai
kriteria!
No Data Kriteria Kode
1 Riwayat Mukositis
Sebelumnya
1 = Tidak ada riwayat
mukositis
2 = Ada riwayat
mukositis
2 Jenis kemoterapi 1 = Potensi mukosa
toksik sedang
2 = Potensi mukosa
toksik tinggi
3 Status gizi
Berat badan : ……….kg
Tinggi Badan : ……….cm
(BMI) : ………….
1= Normal menurut
standar WHO
2 = Kurus /sangat kurus/
obesitas menurut
standar WHO
4 Jenis Kanker 1= Karsinoma
2= Sarkoma
3= Leukemia
4= Lymphoma
5= dan lain-lain
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR OBSERVASI
DOKUMENTASI PELAKSANAAN CRYOTHERAPY ORAL
(KELOMPOK INTERVENSI)
Kode : ……………………………….
Inisial :……………………………….
Ruang Rawat : ……………………….
Petunjuk Pengisian : Dokumentasikan pelaksanaan Cryotherapy Oral harian
dengan memberi tanda chek list (√ ) pada kolom tindakan.
Hari : ...............................
No Jadwal
Pemberian
Waktu
Tindakan
Lama
Waktu
Pelaksanaan
Tindakan
Tindakan Cryotherapy
Oral
Dilakukan Tidak
dilakukan
1. Sebelum
tindakan
kemoterapi
5 menit pre
kemoterapi
30 menit
2. Selama
tindakan
kemoterapi
4 jam I 20 menit
4 jam II 20 menit
4 jam III 20 menit
4 jam IV 20 menit
4 jam III 20 menit
4 jam IV 20 menit
3. Setelah
tindakan
kemoterapi
5 menit post
kemoterapi
20 menit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR OBSERVASI
DOKUMENTASI PELAKSANAAN CRYOTHERAPY ORAL
(KELOMPOK INTERVENSI)
Kode : ………………………..................................................................................
Inisial :…………………….................................................................................
Ruang Rawat : ……………………….....................................................................
Petunjuk Pengisian : Dokumentasikan pelaksanaan Cryotherapy Oral harian
dengan memberi tanda chek list (√ ) pada kolom tindakan.
Hari : ...............................
No Jadwal
Pemberian
Waktu Pemberian
Tindakan
Tindakan Cryotherapy
Oral
Dilakukan Tidak
dilakukan
1. 5 Menit pre
kemoterapi
30 menit (cryotherapy
oral)
2. Selama tindakan
kemoterapi
20 menit (istirahat)
30 menit (cryotherapy
oral)
20 menit (istirahat)
30 menit (cryotherapy
oral)
20 menit (istirahat)
30 menit (cryotherapy
oral)
20 menit (istirahat)
30 menit (cryotherapy
oral)
20 menit (istirahat)
30 menit (cryotherapy
oral)
20 menit (istirahat)
30 menit (cryotherapy
oral)
20 menit (istirahat)
30 menit (cryotherapy
oral)
20 menit (istirahat)
30 menit (cryotherapy
oral)
20 menit (istirahat)
30 menit (cryotherapy
oral)
20 menit (istirahat)
3. 5 menit post
kemoterapi
30 menit (cryotherapy
oral)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROTOKOL A
CRYOTHERAPY ORAL ( KEPINGAN ES BATU)
PENGKAJIAN
Peneliti melakukan inspeksi mukosa bibir, membran mukosa, lidah, alatum dan
gusi terhadap adanya ulserasi, inflamasi dengan bantuan penlight dan tongue
spatel
PERSIAPAN
1. Siapkan air yang sudah dimasak/ steril
2. Masukkan dalam cetakan dan masukkan kedalam kulkas
3. Es batu di siapkan untuk pemakaian setiap hari
PELAKSANAAN
1. CARA MEMBAGIKAN
- Peneliti membagi kan es batu sesuai jadwal yang ditentukan.
- Pasien akan menerima wadah yang berisi kepingan es batu selama 5
hari berturut turut
2. CARA MELAKUKAN
- Siapkan stopwash, kepingan es batu dalam wadah, dan lembar
checklist
- Cuci tangan
- Nyalakan stopwash
- Instruksikan pasien untuk mengisap es batu dan anjurkan pasien agar
sering memindahka- mindahkan/menggerakkan es batu keseluruh
mukosa mulut
- Pasien mengisap kepingan es batu 5 menit sebelum kemoterapi
dilanjutkan 30 menit dan diberikan istirahat 20 menit dan dilanjutkan
kembali 30 menit dan seterusnya sampai 5 menit setelah selesai
kemoterapi.
- Peneliti mengisi lembar observasi sesuai jadwal saat itu
- Peneliti mengingatkan untuk mengisap kepingan es batu pada jadwal
selanjutnya
EVALUASI
- Peneliti melakukan penilaian stadium pada hari ke-7 dan ke-14 setelah
dilakukan tindakan cryotherapy oral
- Penilaian stadium mukositis menggunkan lembar penilaian skala
stadium mukositis dengan Oral Assessment Guide (OAG)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROTOKOL B
PERAWATAN MULUT DENGAN NORMAL SALINE
PENGKAJIAN
Peneliti melakukan inspeksi mukosa bibir, membran mukosa, lidah, alatum dan
gusi terhadap adanya ulserasi, inflamasi dengan bantuan penlight dan tongue
spatel
PERSIAPAN
1. Siapkan cairan normal saline ( satu kemasan berisi 30 cc)
2. Cairan normal saline disiapkan untuk pemakaian satu hari
3. Cairan normal saline dalam keadaan dingin
PELAKSANAAN
1. CARA MEMBAGIKAN
- Peneliti membagi kan cairan normal saline sesuai jadwal kumur.
- Pasien akan menerima botol berisi cairan normal saline selama 5 hari
berturut turut dengan jumlah 30 cc setiap kemasan
2. CARA MELAKUKAN
- Siapkan stopwash, cairan normal saline dalam kemasan botol,
bengkok, dan lembar checklist
- Cuci tangan
- Bersihkan mulut responden
- Nyalakan stopwash
- Kumur cairan normal saline selama 1 menit/60 detik ( menggerak-
gerakkan cairan normal saline dalam mulut agar menjangkau semua
lapisan mukosa mulut)
- Tekan tombol stop pada stopwash saat angka sudah menunjukkan 60
detik
- Buang cairan normal saline kedalam wadah yang sudah disiapkan
- Peneliti mengisi lembar observasi sesuai jadwal saat itu
- Peneliti mengingatkan untuk berkumur pada jadwal selanjutnya
EVALUASI
- Peneliti melakukan penilaian stadium pada hari ke-7 dan ke 14 setelah
dilakukan tindakan perawatan mulut dengan normal saline
- Penilaian stadium mukositis menggunkan lembar penilaian skala
stadium mukositis dengan Oral Assessment Guide (OAG).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR AGEN KEMOTERAPI DENGAN POTENSI MUKOSA TOKSIK
Golongan
Kemoterapi
Tingkat Mukosatoksik
Sedang Tinggi
Alkilating Agents Procarbazin
Melphalane
Carboplatine
Chlorambucil
Busulfan
Cyclophosphamide
Mechlorethamine
Thiothepha
Cytarabine
Antracycline Daunorubicine
Doxorubicine/(Chlorhidrate
Doxorubicine)
Adryamicine
Epirubicine
Idarubicine
Doxin
Fludarabine (ARA-C)
Antimetabolite Cytosine
Arabinoside
6-thioguanine
Floxuridine
5-Fluorouracil
Methotrexate Mitoxantroat
Capecitabine
6-Mercaptopurine
Antitumor/antibiotic Actinomycine
Bleomycine
Daunomycine
Mitomycine
Mitramycine
Dactinomycine
Etoposide
Ifosfamide
Cisplatine
Taxanes Paclitaxel
Docetaxel
Vinca Alkaloid Vinoralbine
Vincristine
Vinblastine
Miscellaneous Agent Hidroxiuria
Sumber : CCNS, 2008
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
DISTRIBUSI FREKUENSI KELOMPOK INTERVENSI
Frequencies Statistics
jenis
kelamin
pendidikan status suku pekerjaan penghasilan diagnosa kanker siklus
kemoterapi
N
Valid 32 32 32 32 32 32 32 32
Missin
g 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 1,31 4,22 1,09 1,41 2,78 1,16 3,63 1,38
Std. Error of Mean ,083 ,087 ,052 ,141 ,117 ,091 ,335 ,133
Median 1,00 4,00 1,00 1,00 3,00 1,00 4,00 1,00
Std. Deviation ,471 ,491 ,296 ,798 ,659 ,515 1,897 ,751
Skewness ,849 ,513 2,926 1,955 -1,901 3,283 ,308 1,673
Std. Error of
Skewness ,414 ,414 ,414 ,414 ,414 ,414 ,414 ,414
Minimum 1 3 1 1 1 1 1 1
Maximum 2 5 2 4 4 3 8 3
jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
laki-laki 22 68,8 68,8 68,8
perempuan 10 31,3 31,3 100,0
Total 32 100,0 100,0
status
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
belum menikah 29 90,6 90,6 90,6
menikah 3 9,4 9,4 100,0
Total 32 100,0 100,0
suku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
batak 24 75,0 75,0 75,0
jawa 4 12,5 12,5 87,5
aceh 3 9,4 9,4 96,9
melayu 1 3,1 3,1 100,0
Total 32 100,0 100,0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
pengawai 3 9,4 9,4 9,4
Wiraswasta 2 6,3 6,3 15,6
IRT 26 81,3 81,3 96,9
Tidak Bekerja 1 3,1 3,1 100,0
Total 32 100,0 100,0
penghasilan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
<1 juta/bulan 29 90,6 90,6 90,6
>1-2 juta/bulan 1 3,1 3,1 93,8
>2 juta/bulan 2 6,3 6,3 100,0
Total 32 100,0 100,0
diagnosa kanker
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Ca. Recti 7 21,9 21,9 21,9
Ca. Tonsil 1 3,1 3,1 25,0
Ca.cervik 5 15,6 15,6 40,6
NPC 12 37,5 37,5 78,1
Ca. Laring 2 6,3 6,3 84,4
Ca.Penis 2 6,3 6,3 90,6
Ca. Kolon 2 6,3 6,3 96,9
Ca.Paru 1 3,1 3,1 100,0
Total 32 100,0 100,0
siklus kemoterapi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
siklus 1 25 78,1 78,1 78,1
siklus 2 2 6,3 6,3 84,4
sikus 3 5 15,6 15,6 100,0
Total 32 100,0 100,0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
DISTRIBUSI FREKUENSI KELOMPOK KONTROL
Frequencies
Statistics
umur JK Pendidikan Status Suku Pekerjaan Penghasilan Diagnosakanker Sikluskemoterapi
N Valid 32 32 32 32 32 32 32 32 32
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 1,97 1,25 3,94 1,00 1,38 2,78 1,16 4,09 1,66
Std. Error of Mean ,031 ,078 ,089 ,000 ,117 ,087 ,091 ,352 ,146
Median 2,00 1,00 4,00 1,00 1,00 3,00 1,00 4,00 1,00
Std. Deviation ,177 ,440 ,504 ,000 ,660 ,491 ,515 1,990 ,827
Skewness -5,657 1,21
2 -,139 1,571 -2,259 3,283 ,596 ,740
Std. Error of
Skewness ,414 ,414 ,414 ,414 ,414 ,414 ,414 ,414 ,414
Kurtosis 32,000 -,570 1,350 1,288 4,773 9,853 ,208 -1,119
Std. Error of
Kurtosis ,809 ,809 ,809 ,809 ,809 ,809 ,809 ,809 ,809
Minimum 1 1 3 1 1 1 1 1 1
Maximum 2 2 5 1 3 3 3 8 3
Frequency Table Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
SMP 5 15,6 15,6 15,6
SMA 24 75,0 75,0 90,6
PT 3 9,4 9,4 100,0
Total 32 100,0 100,0
Status
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Menikah 32 100,0 100,0 100,0
Suku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Batak 23 71,9 71,9 71,9
Jawa 6 18,8 18,8 90,6
Melayu 3 9,4 9,4 100,0
Total 32 100,0 100,0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak bekerja 1 3,1 3,1 3,1
IRT 5 15,6 15,6 18,8
Wiraswasta 26 81,3 81,3 100,0
Total 32 100,0 100,0
Penghasilan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
<1 Juta/bulan 29 90,6 90,6 90,6
<1-2 juta/bulan 1 3,1 3,1 93,8
> 2 juta/bulan 2 6,3 6,3 100,0
Total 32 100,0 100,0
Diagnosakanker
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Ca. Recti 4 12,5 12,5 12,5
Ca.Tonsil 1 3,1 3,1 15,6
Ca. Cervik 5 15,6 15,6 31,3
NPC 15 46,9 46,9 78,1
Ca.Laring 1 3,1 3,1 81,3
Ca. Penis 1 3,1 3,1 84,4
Ca.kolon 1 3,1 3,1 87,5
Ca.Paru 4 12,5 12,5 100,0
Total 32 100,0 100,0
Sikluskemoterapi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
1 18 56,3 56,3 56,3
2 7 21,9 21,9 78,1
3 7 21,9 21,9 100,0
Total 32 100,0 100,0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Oneway
Descriptives
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximu
m
Lower
Bound
Upper
Bound
NILAI OAG PRE
INTERVENSI DAN
KONTROL
KELOMPOK
INTERVENSI 32 8,56 ,504 ,089 8,38 8,74 8 9
KELOMPOK KONTROL 32 8,31 ,471 ,083 8,14 8,48 8 9
Total 64 8,44 ,500 ,063 8,31 8,56 8 9
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
NILAI OAG PRE
INTERVENSI DAN
KONTROL
3,556 1 62 ,064
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
NILAI OAG PRE
INTERVENSI DAN
KONTROL
Between Groups 1,000 1 1,000 4,203 ,045
Within Groups 14,750 62 ,238
Total 15,750 63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Explore KELOMPOK INTERVENSI
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
nilai oag pre intervensi 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
nilai oag post intervensi 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
Descriptives
Statistic Std. Error
nilai oag pre intervensi
Mean 8,56 ,089
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 8,38
Upper Bound 8,74
5% Trimmed Mean 8,57
Median 9,00
Variance ,254
Std. Deviation ,504
Minimum 8
Maximum 9
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -,265 ,414
Kurtosis -2,063 ,809
nilai oag post intervensi
Mean 8,63 ,307
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 8,00
Upper Bound 9,25
5% Trimmed Mean 8,81
Median 9,00
Variance 3,016
Std. Deviation 1,737
Minimum 8
Maximum 11
Range 11
Interquartile Range 1
Skewness -4,028 ,414
Kurtosis 20,801 ,809
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
nilai oag pre intervensi ,370 32 ,000 ,632 32 ,000
nilai oag post intervensi ,328 32 ,000 ,499 32 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Explore KELOMPOK KONTROL
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
nilai oag pre kontrol 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
nilai OAG post kontrol 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
Descriptives
Statistic Std. Error
nilai oag pre kontrol
Mean 8,31 ,083
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 8,14
Upper Bound 8,48
5% Trimmed Mean 8,29
Median 8,00
Variance ,222
Std. Deviation ,471
Minimum 8
Maximum 9
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness ,849 ,414
Kurtosis -1,368 ,809
nilai OAG post kontrol
Mean 10,13 ,317
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 9,48
Upper Bound 10,77
5% Trimmed Mean 10,03
Median 10,00
Variance 3,210
Std. Deviation 1,792
Minimum 8
Maximum 14
Range 6
Interquartile Range 4
Skewness ,518 ,414
Kurtosis -,580 ,809
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
nilai oag pre kontrol ,434 32 ,000 ,585 32 ,000
nilai OAG post kontrol ,215 32 ,001 ,882 32 ,002
a. Lilliefors Significance Correction
Wilcoxon Signed Ranks Test
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
nilai oag pre intervensi 32 8,56 ,504 8 9
nilai oag pre kontrol 32 8,31 ,471 8 9
nilai oag post intervensi 32 8,88 ,751 8 11
nilai OAG post kontrol 32 10,13 1,792 8 14
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
nilai oag post intervensi -
nilai oag pre intervensi
Negative Ranks 0a ,00 ,00
Positive Ranks 8b 4,50 36,00
Ties 24c
Total 32
nilai OAG post kontrol - nilai
oag pre kontrol
Negative Ranks 0d ,00 ,00
Positive Ranks 23e 12,00 276,00
Ties 9f
Total 32
a. nilai oag post intervensi < nilai oag pre intervensi b. nilai oag post intervensi > nilai oag pre intervensi c. nilai oag post intervensi = nilai oag pre intervensi d. nilai OAG post kontrol < nilai oag pre kontrol e. nilai OAG post kontrol > nilai oag pre kontrol f. nilai OAG post kontrol = nilai oag pre kontrol
Test Statisticsa
nilai oag post
intervensi - nilai
oag pre
intervensi
nilai OAG post
kontrol - nilai
oag pre kontrol
Z -2,640b -4,238
b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,008 ,000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Mann-Whitney Test
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
NILAI OAG POST
INTERVENSI DAN
KONTROL
64 9,50 1,501 8 14
KELOMPOK 64 1,50 ,504 1 2
Ranks
KELOMPOK N Mean Rank Sum of Ranks
NILAI OAG POST
INTERVENSI DAN
KONTROL
KELOMPOK INTERVENSI 32 25,78 825,00
KELOMPOK KONTROL 32 39,22 1255,00
Total 64
Test Statisticsa
NILAI OAG
POST
INTERVENSI
DAN
KONTROL
Mann-Whitney U 297,000
Wilcoxon W 825,000
Z -3,007
Asymp. Sig. (2-tailed) ,003
a. Grouping Variable: KELOMPOK
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
NILAI OAG POST
INTERVENSI DAN
KONTROL
64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Descriptives
Statistic Std. Error
NILAI OAG POST
INTERVENSI DAN
KONTROL
Mean 9,50 ,188
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 9,12
Upper Bound 9,88
5% Trimmed Mean 9,38
Median 9,00
Variance 2,254
Std. Deviation 1,501
Minimum 8
Maximum 14
Range 6
Interquartile Range 2
Skewness 1,235 ,299
Kurtosis 1,082 ,590
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UJI HOMOGENITAS VARIANS
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
pre derajat mukositis 1,054 1 62 ,308
post derajat mukositis ,835 1 62 ,364
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
pre derajat mukositis
Between Groups 1,563 1 1,563 6,739 ,012
Within Groups 14,375 62 ,232
Total 15,938 63
post derajat mukositis
Between Groups 18,063 1 18,063 4,157 ,046
Within Groups 269,375 62 4,345
Total 287,438 63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
WILCOXON SIGNED RANKS TEST KELOMPOK INTERVENSI
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
OAG post intervensi - OAG
pre intervensi
Negative Ranks 0a ,00 ,00
Positive Ranks 10b 5,50 55,00
Ties 22c
Total 32
a. OAG post intervensi < OAG pre intervensi
b. OAG post intervensi > OAG pre intervensi
c. OAG post intervensi = OAG pre intervensi
Test Statisticsa
OAG post
intervensi -
OAG pre
intervensi
Z -2,911b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,004
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
KELOMPOK KONTROL
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
oag post kontrol - oag
prekontrol
Negative Ranks 0a ,00 ,00
Positive Ranks 26b 13,50 351,00
Ties 6c
Total 32
a. oag post kontrol < oag prekontrol
b. oag post kontrol > oag prekontrol
c. oag post kontrol = oag prekontrol
Test Statisticsa
oag post kontrol
- oag prekontrol
Z -4,504b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
Descriptives
Statistic Std. Error
OAG Pre Kontrol
Mean 8,31 ,083
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 8,14
Upper Bound 8,48
5% Trimmed Mean 8,29
Median 8,00
Variance ,222
Std. Deviation ,471
Minimum 8
Maximum 9
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness ,849 ,414
Kurtosis -1,368 ,809
OAG Post Kontrol Mean 10,44 ,386
95% Confidence Interval for Lower Bound 9,65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Mean Upper Bound 11,22
5% Trimmed Mean 10,19
Median 10,00
Variance 4,770
Std. Deviation 2,184
Minimum 8
Maximum 18
Range 10
Interquartile Range 2
Skewness 1,933 ,414
Kurtosis 4,558 ,809
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
OAG Pre Kontrol ,434 32 ,000 ,585 32 ,000
OAG Post Kontrol ,267 32 ,000 ,794 32 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
pre derajat mukositis
intervensi 32 37,50 1200,00
kontrol 32 27,50 880,00
Total 64
post derajat mukositis
intervensi 32 25,20 806,50
kontrol 32 39,80 1273,50
Total 64
Test Statisticsa
pre derajat
mukositis
post derajat
mukositis
Mann-Whitney U 352,000 278,500
Wilcoxon W 880,000 806,500
Z -2,485 -3,256
Asymp. Sig. (2-tailed) ,013 ,001
a. Grouping Variable: kelompok
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pre derajat mukositis 64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%
post derajat mukositis 64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
Descriptives
Statistic Std. Error
pre derajat mukositis
Mean 8,47 ,063
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 8,34
Upper Bound 8,59
5% Trimmed Mean 8,47
Median 8,00
Variance ,253
Std. Deviation ,503
Minimum 8
Maximum 9
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness ,128 ,299
Kurtosis -2,049 ,590
post derajat mukositis
Mean 9,91 ,267
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 9,37
Upper Bound 10,44
5% Trimmed Mean 9,61
Median 9,00
Variance 4,563
Std. Deviation 2,136
Minimum 8
Maximum 18
Range 10
Interquartile Range 1
Skewness 2,295 ,299
Kurtosis 5,894 ,590
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pre derajat mukositis ,356 64 ,000 ,635 64 ,000
post derajat mukositis ,279 64 ,000 ,723 64 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA