Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

14
A. Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan 1. Persiapan Alat : a. Snelen cart b. Bahan untuk penciuman seperti kopi, gula dan teh c. Tong spatel d. Reflek hamer e. Garpu tala dan penlight f. Lidi dan kapas 2. Langkah-langkah : a. Pemeriksaan Tanda-tanda Perangsangan Selaput Meningen 1) Tanda kaku kuduk Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada kemungkinan kaku kuduk positif (+) 2) Tanda kernig Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan. 3) Tanda laseque Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang M. ischiadicus 4) Tanda Brudzinski I : Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+)

description

Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

Transcript of Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

Page 1: Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

A. Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

1. Persiapan Alat :

a. Snelen cart

b. Bahan untuk penciuman seperti kopi, gula dan teh

c. Tong spatel

d. Reflek hamer

e. Garpu tala dan penlight

f. Lidi dan kapas

2. Langkah-langkah :

a. Pemeriksaan Tanda-tanda Perangsangan Selaput Meningen

1) Tanda kaku kuduk

Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat

menempel pada dada kemungkinan kaku kuduk positif (+)

2) Tanda kernig

Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada

sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap

tungkai atas. Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit

terhadap hambatan.

3) Tanda laseque

Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri

sepanjang M. ischiadicus

4) Tanda Brudzinski I : Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien

dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.

Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif

(+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

5) Tanda Brudzinski II : Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien

pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada

sendi panggul dan lutut.

b. Pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale)

1) Menilai mata (E)

Respon membuka mata (E = Eye) :

4 : Spontan

Page 2: Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

3 : Dengan perintah

2 : Dengan nyeri

1 : Tidak berespon

2) Menilai verbal (V)

Respon Verbal (V= Verbal)

5 : Berorientasi

4 : Bicara membingungkan

3: Kata-kata tidak tepat

2 : Suara tidak dapat dimengerti

1 : Tidak ada respons

3) Menilai motorik (M)

Respon Motorik (M= Motorik)

6 : Dengan perintah

5 : Melokalisasi nyeri

4 : Menarik area yang nyeri

3 : Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)

2 : Ekstensi abnormal/postur deserebrasi

1 : Tidak berespon

c. Tingkat Kesadaran

1) Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun

terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa

dengan baik.

2) Apatis, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuk tak acuh

terhadap lingkungannya.

3) Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus

tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau,

disorientasi dan meronta-ronta.

Page 3: Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

4) Somnolen (letergia, obtundasi, hipersomnia), yaitu keadaan mengantuk yang

masih dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan

tertidur kembali.

5) Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam, pasien masih dapat

dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi

pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban

verbal yang baik.

6) Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak

memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat

dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik. Respons

terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.

7) Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan

spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.

d. Pemeriksaan Syaraf Cranial

1. Test nervus I (Olfactory) : Fungsi penciuman

a. Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang

baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.

b. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.

2. Test nervus II (Optikus) : Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang

a. Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris

di koran, ulangi untuk satunya.

b. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien

memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,

gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung

memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.

3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens) : Fungsi

koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).

a. Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan

senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien

Page 4: Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena

sinar.

b. Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60

cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi

adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.

c. Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa

menengok.

4. Test nervus V (Trigeminus) : Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap

pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah.

a. Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.

b. Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.

Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan

mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya

sentuhan.

c. Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa

melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.

5. Test nervus VII (Facialis)

a. Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam,

manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan

kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan

merangsang pula sisi yang sehat.

b. Otonom, lakrimasi dan salvias

c. Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk :

tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa

berusaha membukanya

6. Test nervus VIII (Acustikus) : Fungsi sensoris

a. Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa

berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-

kiri.

b. Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus,

apakah dapat melakukan atau tidak.

7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)

Page 5: Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

a. N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi

bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian

parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.

b. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum

lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak. Test : inspeksi gerakan

ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik keatas.

Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx

dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.

8. Test nervus XI (Accessorius)

a. Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah

Sternocledomastoideus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi

kekuatannya.

b. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —- test

otot trapezius.

9. Nervus XII (Hypoglosus)

a. Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan

b. Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)

c. Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan

minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

e. Pemeriksaan kekuatan otot

Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan

kekuatan.

1) Massa otot

Hypertropi, normal dan atropi

2) Tonus otot

Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai

persendian secara pasif.

Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat

dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan

pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot. Bila tenaga itu terasa

jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku.

Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada

tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana

Page 6: Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan

ekstensi extremitas klien. Sementara penderita dalam keadaan rileks,

lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi

lutut dan sendi pergelangan tangan. Normal, terhadap tahanan pasif yang

ringan / minimal dan halus.

3) Kekuatan otot

Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif

menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya

dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan

skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)

0 = tidak ada kontraksi sama sekali.

1 = gerakan kontraksi.

2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat melawan tahanan atau

gravitasi.

3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.

4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

f. Aktifitas Refleks

Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks

hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :

0 = tidak ada respon

1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )

2 = normal ( ++ )

3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )

4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :

1. Refleks Patella

Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih

300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul

dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris

yaitu ekstensi dari lutut.

Page 7: Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

2. Refleks Biceps

Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan

bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa

ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul

dengan refleks hammer.

Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi

sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran

gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.

3. Refleks Triceps

Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900°, tendon triceps diketuk

dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas

olekranon).

Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila

ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas

sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

4. Refleks Achilles

Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini

kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah

kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal

berupa gerakan plantar fleksi kaki.

5. Refleks Abdominal

Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau

digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang

digores.

6. Refleks Babinski

Merupakan refleks yang paling penting. Ia hanya dijumpai pada penyakit

traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian

lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi

bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan

dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi

plantar semua jari kaki.

Page 8: Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

g. Fungsi Sensorik

Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara

pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh

sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan

yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan

pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan

baik). Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai

perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning),

rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan

tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia,

cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik.

Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:

1) Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada

perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.

2) Kapas untuk rasa raba.

3) Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.

4) Garpu tala, untuk rasa getar.

5) Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :Jangka,

untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.

6) Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk

pemeriksaan stereognosis

7) Pen / pensil, untuk graphesthesia.

h. Tanda-tanda Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

Peningkatan tekanan intrakranial (intracranial pressure,ICP) didefinisikan

sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Kranium dan kanalis

vertebralis yang utuh, bersama-sama dengan durameter membentuk suatu

wadah atau yang biasa disebut ruang intrakranial yang ditempati oleh jaringan

otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume

tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial sebesar 50 sampai 200

mm H2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, ICP dipengaruhi oleh

aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang

jauh lebih tinggi dari normal. Beberapa aktivitas tersebut adalah pernapasan

abdominal dalam, batuk, dan mengedan. Kenaikan sementara ICP tidak

Page 9: Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

menimbulkan kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang menetap mengakibatkan

rusaknya kehidupan jaringan otak.

Jika diukur tekanan intrakranial yang normal adalah 5-15 mm Hg. Penulis lain

mencatat tekanan intrakranial adalah 5-20 mm.

Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan

cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Sebab volume yang meninggi ini

dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinalis dari ronga

tengkorak ke kanalis spinalis dan disamping itu volume darah intrakranial akan

menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara

tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jika otak, darah dan cairan

serebrospinalis volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme

penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah tekanan tinggi intrakranial.

1) Tanda - tanda TIK meningkat

a) Hipertensi

Tekanan darah sistemik akan terus meningkat sebanding dengan

peningkatan TIK

b) Bradicardi

Peningkatan TIK hingga 33 mmHg (450 mm H2O) menurunkan secara

bermakna aliran darah ke otak (cerebral blood flow, CBF). Iskemia yang

terjadi merangsang pusat vasomotor, dan tekanan darah sistemik

meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan

bradikardia

c) Papil Edema

Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi

intrakranial. Udem papilla nervus optikus merupakan tanda yang paling

menyakinkan. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan

oklusi vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil. Barley dan

kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem ditemukan pada 80%

anak dengan tumor otak.

d) Muntah Proyektil

Page 10: Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan

Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan

biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat

tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau

tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang

untuk sementara waktu.

e) Nyeri Kepala

Nyeri kepala akibat peregangan dura dan pembuluh darah; papiledema

akibat tekanan dan pembengkakan diskus optikus. Nyeri kepala pada

tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering

pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur,

karena selama tidur PCO2 arteri serebral meningkat sehingga

mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan dengan

demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga lonjakan tekanan

intrakranium sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis akan

memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri

kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa

didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor.

Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian

belakang dan leher.