Pemeriksaan fisik

48
PEMERIKSAAN FISIK SENSORI PERSEPSI I. PEMERIKSAAN FISIK PADA MATA Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata bergantung pada informasi yang diperlukan. Secara umum tujuan pengkajian mata adalah mengetahui bentuk dan fungsi mata. Sebelum melakukan pengkajian, perawat harus meyakinkan tentang tersedianya sumber penerangan/ lampu yang baik dan ruang gelap untuk tujuan tertentu. Pasien harus diberi tahu sebelumnya sehingga ia dapat bekerjasama. Untuk mempermudah pengkajian, perawat dapat berdiri atau duduk dihadapan pasien. Dalam setiap pengkajian, selalu bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri dan selalu ingat bahwa normalnya mata berbentuk bulat/sferik. Dalam pengkajian mata, inspeksi merupakan teknik yang paling penting yang dilakukan sebelum palpasi. Peralatan yang perlu dipersiapkan bergantung pada tujuan pengkajian yang dilakukan. Secara umum dapat dipersiapkan oftalmoskop dan penutup mata.

Transcript of Pemeriksaan fisik

Page 1: Pemeriksaan fisik

PEMERIKSAAN FISIK SENSORI PERSEPSI

I. PEMERIKSAAN FISIK PADA MATA

Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata bergantung pada informasi yang

diperlukan. Secara umum tujuan pengkajian mata adalah mengetahui bentuk dan fungsi

mata. Sebelum melakukan pengkajian, perawat harus meyakinkan tentang tersedianya

sumber penerangan/ lampu yang baik dan ruang gelap untuk tujuan tertentu. Pasien harus

diberi tahu sebelumnya sehingga ia dapat bekerjasama. Untuk mempermudah pengkajian,

perawat dapat berdiri atau duduk dihadapan pasien. Dalam setiap pengkajian, selalu

bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri dan selalu ingat bahwa normalnya mata

berbentuk bulat/sferik. Dalam pengkajian mata, inspeksi merupakan teknik yang paling

penting yang dilakukan sebelum palpasi.

Peralatan yang perlu dipersiapkan bergantung pada tujuan pengkajian yang

dilakukan. Secara umum dapat dipersiapkan oftalmoskop dan penutup mata.

Gambar 1. Anatomi mata

Pemeriksaan fisik pada mata meliputi :

A. Inspeksi

Page 2: Pemeriksaan fisik

1. Struktur mata interna dan eksterna

Pemeriksaan struktur mata eksternal dan internal mata meliputi:

Kelopak mata

Pemeriksaan kelopak mata terhadap kemungkinan kelemahan, infeksi,

tumor, edema, atau kelainan. Minta pasien membuka dan menutup matanya.

Gerakan harus lancer dan simetris. Periksa kelopak mata terhadap adanya

xantelasma (plak kekuningan ). Meskipun tidak spesifik untuk

hiperkolesterolemia, plak kekuningan ini biasanya berhubungan dengan

kelainan lipid. Perhatikan distribusi dari bulu mata. Bila mata terbuka, biasanya

kelopak mata atas hanya menutupi tepian atas iris. Bila mata ditutup, kelopak-

kelopak mata seharusnya saling menutup sempurna, jarak antara kelopak mata

ata dan bawah disebut fisura palpebra.

Konjungtiva

Konjungtiva hendaknya diamati terhadap adanya tanda radang (yaitu

melebarnya pembuluh darah), pigmentasi tidak biasa, nodi, pembengkakan atau

pendarahan. Kedua konjungtiva harus diperiksa. Konjungtiva tarsal dapat dilihat

dengan membalikkan kelopak mata. Minta pasien tetap membuka matanya dan

melihat ke bawah. Anda menahan sejumlah buku mata dari kelopak mata atas.

Kelopak mata ituditarik lepas dari bola mata dan ujung sebuah tangkai aplikator

ditekan pada tepian atas lempeng tarsal. Lempeng tarsal kemudian dengan

cepat meebalikkan tangkai aplikator, menggunakannya sebagai titik tumpu. Ibu

jari sekarang dapat digunapakn untuk memegang kelopak mata yang dibalik,

tangkai aplikator dapat diangkat. Setelah inspeksi konjungtiva tarsalis, mintalah

pasien untuk melihat ke atas untuk mengembalikan kelopak mata ke posisi

normal.

Konjungtiva normal seharusnya berwarna merah muda. Perhatikan jumlah

pembuluh darah. Normalnya hanya terlihat sedikit pembuluh darah. Mintalah

pasien untuk melihat ke atas, dan tariklah kelopak mata bawah ke bawah.

Bandingkan vaskularisasinya.

Sklera

Inspeksi sclera bertujuan untuk melihat adanya nodul, hyperemia, dan

perubahan warna. Sclera normal seharusnya berwarna putih. Pada individu

berkulit galap, sclera mungkin berwarna sedikit agak seperti lumpur.

Kornea

Kornea harus jernih dan tanpa keruhan atau kabut. Cincin keputihan pada

perimeter kornea mungkin adalah arkus senilis. Pada pasien yang berusia di

Page 3: Pemeriksaan fisik

atas 40 tahun, penemuan ini biasanya merupakan fenomena penuaan yang

normal. Apabila ditemukan pada pasien di bawah usia 40 tahun, mungkin

menderita hiperkolesterolemia. Cincin kuning-kehijauan yang abnormal dekat

limbus, kebanyakan ditemukan si superior dan inferior, adalah cincin Kayser-

Fliescher. Cincin ini sangat spesifik dan merupakan tanda yang sangat sensitoif

dari penyakit Wilson, yang merupakan degenerasi hepatolentikular akibat

kelainan yang diturunkan dari metabolisme tembaga. Cincin Kayser- Fleischer

disebabkan oleh penimbunan tembaga pada kornea.

Pupil

Kedua pupil ukurannya harus sama (isokor), dan bereaksi terhadap cahaya

dan akomodasi. Pada sekitar 5% individu normal, ukuran pupil tidak sama

(anisokoria).anisokoria mungkin merupakan indikasi dari penyakit neurulogik.

Pembesaran pupil atau midriasis, berhubungan dengan obat-obatan

simpatomimetik, glaucoma, atau obat tetes mata yag menyebabkan dilatasi.

Konstriksi pupil, atau miosis, terlihat dengan obat-obatan parasimpatomimetik,

peradangan iris, dan terapi obat untuk glaucoma. Banyak pengobatan yang dpat

menyebabkan anisokoria. Oleh karena itu sangat penting untuk memastikan

apakah pasien menggunakan tetes mata atau dalam pengobatan.

Abnormalitas pupil seringkali merupakan tanda dari peyakit neurologic.

Kondisi yang dikenal sebagai Pupil Miotonik Adie adalah dilatasi pupil 3-6 mm,

yang hanya sedikit berkontraksi terhadap cahaya dan akomodasi. Pupil ini

sering berhubungan dengan berkurang sampai tidakadnya reflex tendo pada

ekstremitas. Lebih sering terjadi pada waita usia 25-45 tahun, dan penyebabnya

tidak diketahui. Pupil Argyll Robertson adalah pupil yang mengecil 1-2 mm, yang

bereaksi terhadap akomodasi, tetapi tidak bereaksi terhadap cahaya.

Tampaknya berhubungan dengan neurisifilis. Sindrom Horner adalah paralisis

simpatik dari mata yang disebabkan oleh pemutusan pada rantai simpatik

servikal.

Iris

Iris diperiksa untuk warnanya, apakah ada nodul, dan vaskularitas.

Normalnya, pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan mata telanjang.

Kamera oculi anterior

Dengan memberikan sinar secara oblik menembus mata, perkiraan kasar

kedalaman kamera okuli anterior dapat dibuat. Jika terlihat bayangan berbentuk

bulan sabit pada bagian iris yang jauh, kamera okuli anterior mungkin dangkal.

Pendangkalan kamera okuli anterior mungkin akibat penyempitan ruangan

Page 4: Pemeriksaan fisik

antara iris dan kornea. Adanya kamar yang dangkal membawa seseorang pada

kondisi yang disebut Glaukoma sudut tertutup. Istilah glaucoma merujuk pada

kompleks gejala yang terjadi dalam tingkat penyakit yang berbeda. Penemuan

klinis pada semua jenis glaucoma adalah peningkatan tekanan intraocular.

Tekanan ini dapat diukur dengan tonometer Schiotz.

Aparatus lakrimal

Pada umumnya, hanya sedikit yang dapat terlihat pada apparatus

lakrimalis, kecuali pungtum. Jika ada epifora, mungkin ada obstruksi aliran

keluar melalui pungtum. Jika terdapat kelembaban yang berlebihan, periksalah

apakah ada sumbatan duktus nasolakrimalis dengan menekan sakus lakrimalis

secara lembut, berlawanan dengan cincin orbita interna. Jika ada sumbatan,

dapat dikeluarkan materi-materi melalui pungtum.

(H.Swartz, 1995:101-103)

Cara inspeksi mata

a) Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang,

dan visus.

b) Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan dengan cara

sebagai berikut :

Anjurkan pasien melihat ke depan.

Bandingkan mata kanan dan kiri.

Anjurkan pasien menutup kedua mata.

Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian

piggir kelopak mata, catat setiap ada kelainan, mis: kemerahan.

Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait dengan ada

tidaknya bulu mata, sertaamati posisi bulu mata.

Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat ila ada dropping

kelopak mata atas atau sewaktu mata membuka (ptosis).

c) Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai berikut :

Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan.

Amati konjungtiva untuk mengetahui ada atau tidaknya kemerahan,

keadaan vaskularisasi, serta lokasinya.

Tarik kelopak mata bagian bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari.

Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat

bila didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal, misalnya

anemic.

Page 5: Pemeriksaan fisik

Bila diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu dengan cara

membuka atau membalik kelopak mata atas dengan prawat berdiri di

belakang pasien.

Amati warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang paa keadaan

tertentu warnanya dapat menjadi ikterik.

d) Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan

mengevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalah

sama besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut pinpoint, sedangkan pupil

yang melebar atau dilatasi isebut midriasis.

(Priharjo,Robert, 2006:52-53)

Cara inspeksi gerakan mata

a) Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan

b) Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan

(nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula – mula lambat bergerak ke

satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula.

c) Bila ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk, frekuensi (cepat atau

lambat), amplitudo (luas/sempit), dan durasinya (hari/minggu).

d) Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu

mengalami deviasi.

e) Luruskan jari telunjuk Anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15 – 30 cm.

f) Beri tahu pasien utnuk mengikuti gerakan jari Anda dan pertahankan posisi

kepala pasien. Gerakkan jari Anda ke delapan arah untuk mengetahui fungsi

6 otot mata.

(Priharjo,Robert, 2006:53-55)

Gambar 2. Inspeksi gerakan mata

2. Tajam penglihatan (visus)

Tajam penglihatan diungkapkan dalam suatu rasio, seperti 20/20. Angka

pertama adalah jarak baca pasien terhadap peraga. Angka kedua adalah jarak

Page 6: Pemeriksaan fisik

terbacanya peraga oleh mata normal. Istilah OD (Oculus Dexter) berarti mata

kanan: OS (Oculus Sinister) berarti mata kiri. OU (Oculi Unitas) berarti kedua mata.

Memakai Kartu Snellen Standar

Jika tersedia kartu Snellen standar, pasien harus berdiri sejauh 6 meter

dari kartu tersebut. Jika pasien memakai kaca mata, biarkan dipakai terus

selama pemeriksaan. Pasien diminta untuk menutum mata dengan telapak

tangan dan membaca baris terkecil yang mungkin. Jika yang dapat terbaca ialah

baris 6/60, maka visus mata pasien adalah 6/60. Ini berarti bahwa pada jarak 6

meter pasien dpat membaca apa yag dapat dibaca orang normal pada jarak 60

meter. Jika pada jarak 6 m pasie tidak dapatmembaca baris 6/60, maka ia

didekatkan pada kartu sampai baris itu terbaca. Jika pasien baru dapat

membaca pada jarak 1 m, maka tajam penglihatan pasien adalah 1/60.

Gambar 3. Kartu Snellen untuk pemeriksaan visus.

Memakai Kartu Tajam Penglihatan Saku

Jika kartu Snellen standar tidak tersedia, maka kartu tajam penglihatan

ukuran saku dapat dipakai. Kartu ini dilihat pada jarak 35 cm. pasien diminta

membaca baris terkecil yang masih dapat dibaca. Jika kedua jenis kartu ini tidak

tersedia, maka dapat dipakai materi cetak apa saja. Pemeriksa harus ingat

bahwa kebanyakan pasien berusia di atas 40 tahun memerlukan kaca baca.

Meskipun pemeriksa tidak dapat memastikan tajam penglihatan, ia pasti dapat

menetapkan apakah pasien masih dapat melihat. Dalam hal ini pasien diminta

untuk menutup satu mata dan membaca baris terkecil yang terbaca pada

halaman cetak tertentu.

Menilai Pasien dengan Penglihatan Buruk

Pasien dengan penglihatan buruk sekali dan tidak dapat membaca salah

satu baris cetak, harus diuji dengan kemampuan membaca jari-jari tangan.

Pengukuran tajam penglihatan ini dilakukan dengan menunjukkan jari-jari

Page 7: Pemeriksaan fisik

tangan di depan mata pasien, sedangkan salah satu mata ditutup. Pasien

ditanyakan jumlah jari yang terlihat. Jika pasien tetap belum dapat melihat,

maka penting untuk dinilai apakah memang masih ada persepsi terhadap

cahaya. Hal ini dilakukan dengan menutup satu mata dan menyoroti mata yang

terbuka dengan cahaya. Pemeriksa menanyakan apakah pasien dapat melihat

lampu menyala atau dimatikan. NLP (No Light Perception) adalah istilah yang

dipakai apabila seseorang tidak dapat menangkap cahaya.

Memeriksa Pasien yang Tidak Dapat Membaca

Bagi mereka yang tidak dapat membaca, seperti anak kecil atau buta

huruf, pemakaian huruf “E” dalam macam-macam ukuran dan arah akan sangat

bermanfaat. Pemeriksa meminta pasien menunjukkan arah huruf itu : ke atas,

ke bawah, ke kanan, ke kiri.

(H.Swartz, 1995:96-97)

Gambar 4. Kartu Snellen

Visus 1/300 : Pada jarak 1 m mata masih dapat melihat grakan tangan

pemeriksa yang pada mata normal masih dapat dilihat dari

jarak 300 m.

Visus 1/∞ : Mata hanya dapat membedakan gelap dan terang.

Visus 0 : Mata tidak dapat membedakan gelap dan terang.

(Priharjo,Robert, 2006:55)

3. Lapang pandang

Uji lapang pandang berguna untuk menetapakan ada tau tidaknya lesi pada

jalur penglihatan. Terdapat banyak teknik dalam melakukan pemeriksaan lapang

pandang. Salah satunya adalah uji lapang pandang konfrontasi. Pada teknik ini

pemeriksa membandingkan penglihatan perifernya dengan penglihatan perifer

pasien.

Menilai Lapang Pandang dengan Uji Konfrontasi

Page 8: Pemeriksaan fisik

Pemeriksa brdiri atau duduk1 m di depan dan setinggi tatap mata pasien.

Pasien diminta menutup mata kanannya sedangkan pemeriksa menutup mata

kirinya, masing-masing melihat hidung yang dihadapinya. Pemeriksa

menjulurkan satu atau dua jari pada masing-masing tangan secara serentak dan

menanyakan pasien berapa jari tangan yang dilihatnya. Tangan digerakkan dari

kuadran atas ke kuadran bawah dan pemeriksaan diulang kembali.

Pemeriksaan diulang dengan mata sebelah. Jari-jari harus terlihat oleh pasien

dan pemeriksa secara bersamaan. Agar lebih menguntungkan si pasien dan

pemeriksa, tangan diangkat sedikit lebih dekat pada pemeriksa. Hal ini member

pasien lapangan pandangan yang lebih luas. Jika pemeriksa dapat melihat jari-

jari itu, maka pasien pasti juga melihatnya, kecuali ada gangguan pengliatan

berupa kurang luasnya lapangan pandangan. Karena lesi sepanjang jalur visual

berkembang secara berangsur maka pasien mungkin tidak sadar adanya

perubahan lapangan pandangan sampai penyakitnya telah lanjut.

Lapangan .konfrontasi yang dilakukan oleh ahli penyakit dalam, mungkin

merupakan bukti objektif pertama bahwa si pasien mempunyai lesi yang

mengenai jalur pengliatan. Daerah tampa pengliatan disebut skotoma.

Pengliatan sentral normal meluas lebih kurang 30 ke segala arah pada fiksasi

sentral. Bintik buta (blind spot) adalah skotoma fisiologik yang terletak lebih

kurang 15-20 temporal terhadap fiksasi sentral, yang sesuai dengan papilla

nervus optikus. Tidak terdapat unsure sensorik seperti sel batang dan kerucut

pada papilla nervis optisi

Kelainan Lapang Pandang

Terdapat skotoma patologik yang dapat ditentukan pada uji lapangan.

Skotoma dapat berasal dari penyakit mata primer seperti glaucoma, atau dari

lesi dalam susunan saraf pusat seperti tumor. Hilangnya pengliatan total pada

satu mata di sebut mata buta, akibat penyakit mata, lesi pada nervus

optikusnya, atau akibat lesi dari konteks oksipital yang terkait. Hemianopsia

merujuk pada tiadanya pengliatan pada setengah lapangan. Kerusakan

lapangan yang bilateral ada kedua lapangan temporal disebut hemianopsia

itemporal. Terjadi akibat lesi pada nervus optikus setinggi kiasma optikum.

Tumor hipofisis adalah penyebab umum .

Hemianopsia homonim terjadi akibat kerusakan pada traktus optikus,

radiasi optic, atau korteks oksipital. Istilah “hormonim” menunjukkan hilangnya

pengliatan padsa lapangan sama. Seorang pasien dengan hermianopsia

homonym kiri tidak dapatmelihat belahan kiri lapangan dapa kedua mata.

Keadaan ini terjadi oleh kerusakan pada traktus optikus kanan. Hermianopsia

Page 9: Pemeriksaan fisik

hormonom adalah bentuk hilangnya lapangan pandangan yang paling sering

pada pasien dengan “stoke”.

Kuadrananopsia adalah hilangnya pengliatan pada satu kuadran. Seorang

pasien dengan kuadrantanopsia homonym atas kiri mempunyai kerusakan pada

radiasi optic bawah kanan atau daerah oksipital bawah kanan. Pasien dengan

penglihatan terowongan memiliki pandangan lapangan yang menetap pada

semua jarak suatu fenomen fisiologik yang tidak muginkn. Kelainan lapang

padangan jenis in adalah khas pada histeri

Pemeriksaan Nistagmus Optokinetik

Kadang-kadang seorang pasien dengan masalah psikiatrik merasa dirinya

buta. Suatu cara uji yang ampuh untuk meniadakan kemungkinan ini ialah

nistagmus optokinetik (OKN). Nistagmus optokinetik adalah gerakan mata yang

cepat dank e kiri dan kanan yang terjadi bila mata berusaha berfiksasi pada

sasaran yang bergerak. Adanya nistagmus optokinetik menunjukkan utuhnya

jalur optic fsiologik dari retina ke korteks oksipital. Nistagmus optokinetik dapat

ditimbulkan ke mata pasien dengan meminta pasien berfiksasi pada angka-

angka pita pengukur yang anda tarik dengan cepat. Karena nistagmus

optokinetik bersifat involunte, suatu respon positif merupakan bukti bagus

bahwa pasien pura-pura buta.

(H.Swartz, 1995:97-99)

Cara inspeksi lapang pandang

a. Berdiri di depan pasien.

b. Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak

diperiksa.

c. Beri tahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik

pandang, misalnya hidung anda.

d. Gerakkan jari Anda pada suatu garis vertikal / dari samping dekatan ke mata

pasien secara perlahan – lahan.

e. Anjurkan pasien untuk memberi tahu sewaktu mulai melihat jari anda.

f. Kaji mata sebelahnya

(Priharjo,Robert, 2006:54)

Page 10: Pemeriksaan fisik

Gambar 5. Inspeksi lapang pandang

4. Gerakan mata

Gerak mata dipengaruhi oleh kontraksi dan relaksasi otot-otot ekstraokular.

Hal ini berakibat bergeraknya mata ke atas atau ke bawah, atau dari sisi ke sisi dan

juga konvergensi.

Pemeriksaan Kesesuaian Mata

Kesesuaian mata dengan mudah diketahui dengan mengevaluasi lokasi

cahaya yang dipantulkan oleh kornea. Lampu senter diarahkan tepat dari depan

pasien. Jika pasien memandang lurus jauh ke depan, pantulan cahaya akan

tampak tepat di pusat masing-masing kornea. Jika cahaya jatuh pada pusat satu

kornea dan menyimpang dari pusat pada kornea lain, maka terdapat mata

berdeviasi. Keadaan mata yang berdeviasi atau mata juling, disebut strabismus,

atau tropia. Strabismus adalah ketidakseimbangan mata sehingga objek yang

diamati tidak diproyeksikan secara bersamaan pada fovea masing-masing mata.

Esotropia adalah deviasi mata kearah nasal, eksotropia adalah deviasi mata

kearah temporal, heterotropia adalah deviasi mata ke atas. Tropia alternans

adalah istilah yang dipakai untuk memeriksa keadaan dimana masing-masing

mata berdeviasi.

Melakukan Uji Tutup

Page 11: Pemeriksaan fisik

Uji tutup berguna untuk menetapkan apakah mata lurus (normal) atau ada

mata berdeviasi. Pasien diminta untuk melihat pada sasaran jauh. Satu matanya

ditutup dengan karton 7,5 x 12,5 cm. pemeriksa harus mengqamati mata yang

tidak tertutupi. Jika mata yang tidak ditutupi itu bergerak sewaktu berfiksasi pada

titik dikejauhan itu, maka mata itu tidak lurus sebelum mata sebelahnya ditutupi.

Jika mata itu tidak bergerak, maka ia lurus. Uji ini kemudiandilanjutkan dengan

mata sebelahnya.

Menilai Posisi Utama Pandangan Mata

Penyebab penting timbulnya mata berdeviasi adalah otot ekstraokular

yang paresis (lemah), atau paralisis. Paralisiss otot-otot ini ditentikan dengan

memeriksa enam posisi utama pandangan mata. Pegang dagu pasien dengan

tangan kanan dan memintanya mengikuti tangan kiri anda sewaktu menulis

huruf “H” besar di udara. Jari telunjuk kiri anda diletakkan lebih kurang 25 cm di

depan hidung pasien. Dari garis tengah, gerakkan jari itu 30 cm ke kanan pasien

dan berhenti, kemudian 20 cm ke atas dan berhenti, ke bawah sejauh 40 cm

dan berhenti, dan kemudian secara perlahan kembali ke garistengan. Lintasi

garis tengah dan ulangi gerakan serupa pada sisi yang sebelah. Inilah keenam

posisi utama pandangan mata. Anda perhatikan gerakan kedua mata, yang

harus mengikuti jari itu secara mulus. Perlu pula diperhatikan gerakan paralel

kedua mata ke segala arah.

Kadang-kadang bila menatap kesisi ekstrim, mata akan bergerak ritmik

yang disebut nistagmus titik akhir. Terjadi gerak cepat ke arah tatapan, yang

diikuti gerak baling yang lambat. Uji ini membedakan nistagmus titik akhir dari

nistagmus patologik, yang menghasilkan gerakan cepat selalu kea rah yang

sama, tidak tergantung arah pandangan. Bayangan yang jatuh pada retina akan

diinterpretasikan oleh otak dengan cara fusi, diplopia atau supresi. Pada anak-

anak, strabismus menghasilkan diplopia yang berakibat kekacauan, kemudian

supresi dari bayangan dan akhirnya ambliopia. Ambliopia adalah hilangnya

tajam penglihatan, sekunder terhadap supresi. Ambliopia masih reversible

sampai retina telah berkembang sempurna, pada usia lebih dari 7 tahun.

Ambliopia adalah fenomena yang hanya timbul pada anak-anak. Seorang

dewasa yang mendapat strabismus sekunder terhadap apapun penyebabnya

tidak dapat mensupresi bayangan mata yang berdeviasi dan akan berakibat

diplopia.

Menilai Refleks Cahaya Pupil

Pemeriksa meminta pasien melihat jauh, sementara ia menyinari mata

pasien dengan baerkas cahaya terang. Sumber cahaya harus dating dari sisi,

Page 12: Pemeriksaan fisik

memanfaatkan hidung sebagai penghalang mata mengenai mata sebelah.

Pemriksa harus mengamati respon pupil langsung dan konsensual. Pemeriksa

kemudian melakukan uji pada mata yang sebelah. Uji cahaya berayun

merupakan modifikasi untuk menguji reflex cahaya pupil. Tes ini berfungsi untuk

mengungkapkan perbedaan dalam respon terhadap stimulus aferen di antara

mata. Dalam tes ini pasien berfiksasi pada sasaran jauh sementara pemeriksa

dengan cepat mengayun lampu dari satu mata ke matalain, mengamati adanya

konstriksi dari pupil. Dalam keadaan tertentu terjadi dilatasi parodoksikal dari

pupil yang terkena cahaya. Keadaan ini dikenal sebagai pupil Marcus Gunn,

berhubungan dengan kerusakan cabang aferen pada mata yang disinari.

Contoh paling ekstrim mata dengan fenomena Marcus Gunn adalah mata buta.

Bila berkas cahaya jatuh pada mata buta, tidak terjadi respon langsung maupun

respon konsensual. Bila bahaya dipindahkan pada mata lain yang normal, akan

terjadi respon langsung maupun konsensual karena jalur aferen maupun eferen

adalah normal. Bila cahaya kembali diarahkan pada mata yang buta, tidak ada

impulsyang diterima retina (aferen) dan pupil matabuta tidak akan berkonstriksi,

ia akan berdilatasi. Terdapat berbagai derajat kerusakan pupil Marcus Gunn,

bergantung pada keterlibatan nervus opticus.

Menilai Refleks Dekat

Reflex dekat diuji dengan meminta pasien berturut-turut melihat sasaran

jauh kemudian sasaran yang diletakkan kurang lebih 12,5 cm dari hidung. Bila

memandangi sasara dekat, mata akan berkonvergensi dan pupil akan mengecil.

(H.Swartz, 1995:99-101)

5. Pengenalan Warna

Pemeriksaan menggunakan kartu tes ishihara/ benang wol berwarna. Pasien

membaca angka berwarna dalam kartu ishihara. Atau mengambil benang wol

sesuai perintah. Interpretasi dari pemeriksaan pengenalan warna adalah normal

dan buta warna.

Cara pemeriksaan buta warna :

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan Ishihara Color

Test merupakan test untuk mendeteksi defisiensi warna. Buku ini diciptakan oleh,

Dr. Shinobu Ishihara, professor dari  Universitas Tokyo, dan telah dipublikasikan

sejak 1917 hingga kini menjadi alat test buta warna yang berlaku secara

internasional.

Page 13: Pemeriksaan fisik

Test ini terdiri dari gambar yang membentuk angka, disebut dengan gambar

isihara. Setiap gambar tersusun secara acak yang memuat lingkaran dari kumpulan

titik yang membentuk angka dan ukuran tertentu. Dalam setiap pola titik yang

membentuk angka akan dengan mudah ditebak bila klien tiidak mengidap buta

warna dan akan sulit dibedakan bila seseorang tersebut mengalami buta warna

terutama untuk defisiensi warna merah dan hijau. Tes secara keseluruhan terdiri

atas 38 gambar, namun kita akan segera menyadari seseorang dengan buta warna

hanya dengamemperlihatkan beberapa gambar saja. Pada pengetesan pertama, 24

gambar akan memberi diagnosis yang lebih tepat mengenai derajat cacat buta

warna.

Syarat Pelaksanaan :

1. Pemeriksa tidak mengalami buta warna.

2. pasien yang hendak diperiksa.

3. Pencahayaan yang cukup (hal ini karena sel batang lebih sensitive terhadap

cahaya juka dibandingkan dengan sel kerucut sehingga warna tidak dapat

dibedakan dengan baik pada keadaan gelap).

4. Alat test berupa bukku ishihara.

Kelainan yang paling sering mucul adalah cacat warna merah dan hijau

namun terkadang cacat biru dan kuning juga kerap terjadi.

Page 14: Pemeriksaan fisik

Interpretasi : 12

Interpretasi : 2

Interpretasi : 5

Gambar 6. cuplikan gambar pada buku ishihara

B. Palpasi

Page 15: Pemeriksaan fisik

Palpasi pada mata dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui tekanan bola mata

dan mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara lebih

teliti diperlukan alat Tonometri yang memerlukan keahlian khusus.

Cara palpasi untuk mengetahui tekanan bola mata

Beri tahu pasien untuk duduk.

Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.

Lakukan palpasi pada kedua bola mata. Bila tekanan bola mata meninggi, mata

terasa keras

(Priharjo,Robert, 2006:56)

C. Pengkajian Tingkat Mahir (Pengkajian Funduskopi)

Pengkajian mata tingkat mahir (funduskopi) dilakukan paling akhir. Pengkajian ini

dikerjakan untuk mengetahui susunan retina dengan menggunakan alat oftalmoskop.

Untuk dapat melakukan hal ini, diperlukan pengetahuan anatomi dan fisiologi mata

yang memadai serta keterampilan khusus dalam menggunakan alat oftalmoskop.

(Priharjo,Robert, 2006:56)

Oftalmoskop adalah alat dengan sistem cermin optik untuk melihat anatomi

interna dari mata. Ada dua cakram pada oftalmoskop : satu untuk mengatur lubang

cahaya (dan filter), dan satu lagi untuk merubah lensa untuk mengoreksi kesalahan

refraktif baik dari pemeriksa maupun pasien.

Lubang-lubang dan filter-filter yang paling penting adalah lubang kecil, lubang

besar, dan filter bebas-merah. Lubang kecil adalah untuk pupil yang tidak berdilatasi,

lubang besar untuk pupil yang berdilatasi, dan filter bebas merah menyingkirkan sinar

merah dan dirancang untuk melihat pembuluh darah serta perdarahan.

Gambar 7. Oftalmoskop

Cara kerja pengkajian funduskopi1. Atur posisi pasien duduk di kursi.

2. Beri tahu pasien tentang tindakan yang dikerjakan.

Page 16: Pemeriksaan fisik

3. Teteskan 1-2 tetes obat yang dapat melebarkan pupil dalam jangka pendek,

misalnya tropikamid (bila tidak ada kontraindikasi)

4. Atur cahaya ruangan agak redup.

5. Duduk di kursi di hadapan pasien.

6. Beri tahu pasien untuk melihat secara tetap pada titik tertentu dan anjurkan untuk

tetap mempertahankan sudut pandangnya tanpa berkedip.

7. Bila pasien atau pemeriksa memakai kacamata hendaknya dilepas dulu.

8. Pegang oftalmoskop, atau lensa pada angka nol, nylakan dan arahkan pada pupil

mata pada jarak sekitar 30 cm sampai pemeriksa menemukan red reflex yang

merupakan pancaran dari cahaya retina. Bila letak oftalmoskop tidak tepat, red

reflex tidak akan muncul. Red reflex juga tidak muncul pada berbagai gangguan

misalnya katarak

9. Bila red reflex sudah ditemukan, dekatkan oftalmoskop secara perlahan ke mata

pasien. Bila pasien myopia, atur control kea rah negative (merah). Bila pasien

hiperopia atur control kea rah positif (hitam).

10. Amati fundus secara sistematis yang diawali dengan mengamati pembuluh darah

besar. Catat bila ditemukan kelainan. Lanjutkan pengamatan dengan

membandingkan ukuran arteri dan vena 4:5. Kemudian amati warna macula yang

normalnya tampak lebih terang daripada retina. Berikutnya amati warna, batas,

dan pigmentasi diskus optikus. Normalnya diskus optikus berbentuk melingkar

berwarna merah muda agak kuning, batasan terang dan tetap dengan jumlah

pigmen yang bervariasi. Lalu amati warna retina, kemungkinan ada darah, dan

setiap ada kelainan.

11. Bandingkan mata kanan dan kiri.

12. Catat hasil pengkajian dengan jelas.

13. Setelah pengkajian selesai, teteskan pilokarpin 2% untuk menetralisasi dilatasi

pada mata yang diamati (pada pasien yang ditetesi tropikamid).

14. Tunggu/pastikan pasien dapat melihat seperti semula.

(Priharjo,Robert, 2006:57)

II. PEMERIKSAAN FISIK PADA TELINGA

Getaran suara ditangkap oleh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai

memberan timpani, sehingga memberan timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke

tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes

Page 17: Pemeriksaan fisik

menggerakkan perilimfe dalam skala vestibui kemudian getaran diteruskan melalui

Rissener yang mendorong endolimfe dan memberan basal ke arah bawah, perilimfe

dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen rotundum)

terdorong kearah luar.

Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion Na menjadi

aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian neneruskan ransangan ke

pusat sensori pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis

(Koesora,2009).

Gambar 8. Anatomi telinga

Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kelainan pada telinga/fungsi

pada telinga yaitu terdiri dari 4 tes:

1. Tes Bisik

Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan

1. Atur posisi pasien berdiri membelakangi Anda pada jarak sekitar 4,5-6 meter.

2. Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.

3. Bisikkan suatu bilangan (misalnya., tujuh enam).

4. Beri tahu pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar.

5. Periksa telinga sebelahnya dengan cara yang sama.

6. Bandingkan kemampuan mendengar pada telingan kanan dan kiri pasien.

Page 18: Pemeriksaan fisik

Gambar 9. Pemeriksaan pendengaran dengan bisikan

Pemeriksaan pendengaran dengan bisikan dapat juga dikerjakan dengan

menggunakan arloji.

Cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan arloji

1. Pegang sebuah arloji disamping telinga pasien

2. Minta pasien menyatakan apakah mendengar detak arloji.

3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta pasien menyatakan

bila tidak dapat mendengar lagi detak arloji tersebut. Normalnya detak arloji masih

dapat didengar sampai jarak sekitar 30 cm dari telinga.

4. Bandingkan telinga kanan dan kiri.

2. Tes Bisik Modifikasi

Tes bisik modifikasi merupakan hasil perubahan tertentu dari tes bisik. Tes bisik

modifikasi digunakan sebagai skrining pendengaran dari kelompok orang

berpendengaran normal dengan kelompok orang berpendengaran abnormal dari

sejumlah besar populasi. Misalnya tes kesehatan pada penerimaan CPNS.

Cara melakukan tes bisik modifikasi, yaitu :

1. Lakukan dalam ruangan kedap suara.

2. Bisikkan 10 kata dengan intensitas suara lebih kecil dari tes bisik konvensional

karena jaraknya juga lebih dekat dari jarak pada tes bisik konvensional.

3. Perlebar jarak dengan penderita yaitu dengan menolehkan kepala kita atau

pemeriksa berada di belakang penderita sambil melakukan masking (menutup

telinga penderita yang tidak diperiksa dengan menekan tragus penderita ke arah

meatus akustikus eksternus).

4. Pendengaran penderita normal bilamana penderita masih bisa mendengar 80%

dari semua kata yang kita bisikkan.

Page 19: Pemeriksaan fisik

3. Tes Garputala

Gambar 10. Garputala

Tes garputala yaitu tes fungsi pendengaran dengan menggunakan garputala.

Tes garputala ini terdiri dari tes:

A. Tes Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran

tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.

Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

a. Garputala 512 Hz dibunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya

tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus

eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garputala

dipindahkan ke depan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif

jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika

pasien tidak dapat mendengarnya

b. Garputala 512 Hz di bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya

secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan

garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada

pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih

keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid).

Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus

lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan

meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :

1. Normal : tes rinne positif

2. Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih

lama)

3. Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :

a. Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.

Page 20: Pemeriksaan fisik

b. Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)

c. Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada

posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-

mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa

maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak

lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai

aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia

sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum

mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita

memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

(Koesora,2009)

GgGambar 11. Tes Rinne

B. Tes Weber

Tujuan melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang

antara kedua telinga pasien. Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh

tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala.

Cara melakukan tes weber yaitu membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya

di letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang

mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau

mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika

kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti

tidak ada lateralisasi.

Pada keadaan patologis pada MAE atau cavum timpani misal otitis media

purulenta pada telinga kanan serta adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani,

bila ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.

Interpretasi:

a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut

lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.

Page 21: Pemeriksaan fisik

b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:

1. Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah

kanan.

2. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga

kanan lebih hebat.

3. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu,

maka di dengar sebelah kanan.

4. Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari

pada sebelah kanan.

5. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.

(Koesora,2009)

Gambar 12. Tes Weber

C. Tes Swabach

Tujuan melakukuan tes ini adalah membandingkan daya transport melalui

tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus.

Dasar pemeriksaan :

Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh: getaran

yang datang melalui udara dan getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya

osteo temporale

Cara Kerja :

Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak

kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin

melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat tidak

mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu,

ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya

(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi: akan mendengar

suara, atau tidak mendengar suara.

(Koesora,2009)

Page 22: Pemeriksaan fisik

3. Tes Audiometri

Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan

mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur

ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi

kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.

Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level

pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan

audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes

audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengaran

atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman

pendengaran

Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis

dan pasien yang kooperatif.

Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :

a. Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat

menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi yaitu antara 250-500,

1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi

yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga

orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk mengukur ketajaman

pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas

nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran

udara. Dengan membaca audiogram kita dapat mengetahui jenis dan derajat

kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang

yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai

ambang baku pendengaran untuk nada muri.

Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran

frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk

memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan

dalam Desibel

Klasifikasi

0-15 Pendengaran normal

>15-25 Kehilangan pendengaran kecil

>25-40 Kehilangan pendengaran ringan

>40-55 Kehilangan pendengaran sedang

Page 23: Pemeriksaan fisik

>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai

berat

>70-90 Kehilangan pendengaran berat

>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada

stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya

terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution)

dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka

mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone

conduction menggambarkan SNHL.

b. Audiometri tutur

Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-

kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah

dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip

audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya pada tes ini

alat uji pendengarannya menggunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada

penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui

mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui

telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam

lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar

kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk

menirukan dengan jelas setiap kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang

didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar

diminta untuk menebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang

ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat

digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata

yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag

diturunkan dengan benar.

Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran

yaitu :

a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata

yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya

disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel

(dB).

b. Kemampuan maksimal pendengaran untuk mendiskriminasikan setiap satuan

bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai

Page 24: Pemeriksaan fisik

diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi

maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara

dapat berapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni

pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada

tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Kriteria orang tuli pada tes ini adalah:

Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB

Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB

Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB

Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Tujuan tes audiometric adalah

1. Mediagnostik penyakit telinga

2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakapan sehari-

hari, atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan

pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau pendidikan khusus,

ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehakiman dan asuransi).

3. Skrining anak balita dan SD

4. Memonitor untuk pekerja-pekerja ditempat bising

(Koesora,2009)

Gambar 13. Tes Audiometri

III. PEMERIKSAAN FISIK PADA KULIT

Kulit merupakan system tubuh yang paling besar. Pada dasarnya kulit terdiri dari tiga

bagian, yaitu bagian luar (epidermis), bagian tengah (dermis), dan bagian dalam (lapisan

lemak subkutan) yang juga disebut hypodermis. Secara umum, kulit berfungsi untuk

melindungi jaringan di bawahnya, sebagai persepsi sensori, pengatur suhu tubuh dan

tekanan darah, sintesis vitamin, serta sebagai tempat pengeluaran/sekresi keringat.

(Priharjo,Robert,2006)

Page 25: Pemeriksaan fisik

Gambar 14. Anatomi kulit

a. Inspeksi dan Palpasi

Agar data yang diperoleh dalam pengkajian benar-benar tepat, pengkajian harus

dilakukan dengan pencahayaan yang memadai. Kulit harus dikaji secara menyeluruh

dan tidak terbatas pada lokasi abnormal saja. Dalam pelaksanaannya, kulit dapat dikaji

bersama-sama sewaktu mengkaji bagian tubuh yang lain. Perawat sering kali dapat

mendeteksi adanya gangguan kulit karena adanya kesempatan untuk mengadakan

kontak dengan pasien. Pengkajian kulit juga dapat dilakukan sewaktu perawat

membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri. Bagi pasien yang harus

tirah baring atau yang menglami gangguan mobilitas, perawat secara teratur juga harus

mengkaji kondisi kulit untuk mengamati adanya tanda-tanda luka tekan/dekubitus.

(Priharjo,Robert,2006)

Tampilan umum kulit dikaji dengan mengamati warna, suhu, kelembaban,

kekeringan tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularisasi, mobilitas dan kondisi

rambut serta kuku. Turgor kulit, edema yang mungkin terjadi dan elastisitas kulit harus

dinilai dengan palpasi.

Warna kulit bervariasi antara orang yang satu dengan lainnya, berkisar dari warna

gading hingga coklat gelap. Kulit bagian tubuh yang terbuka, khususnya dikawasan

yang beriklim panas dan banyak cahaya matahari, cenderung lebih berpigmen dari

pada bagian tubuh lainnya. Efek vasodilatasi yang ditimbulkan oleh demam, sengatan

matahari dan inflamasi akan menimbulkan bercak merah muda atau kemerahan pada

kulit. Pucat merupakan keadaan tidak adanya atau berkurangnya tonus serta

vaskularitas kulit yang normal dan paling jelas terlihat pada konjungtiva. Warna

kebiruan pada sianosis menunjukkan hipoksia seluler dan mudah terlihat pada

Page 26: Pemeriksaan fisik

ekstremitas , dasar kuku, bibir serta membrane mukosa. Ikterus , yaitu kulit yang

menguning, berhubungan langsung dengan kenaikan kadar bilirubin serum dan

acapkali terlihat pada sclera serta membrane mukosa.

Selanjutnya yang di inspeksi pada kulit adalah Hygiene kulit, penilaian atas

kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang. Dan kelainan-

kelainan yang bisa nampak pada inspeksi. Pada palpasi, pertama-tama dirasakan

kehangatan kulit, (dingin-hangat-demam), kemudian kelembabannya, pasien dehidrasi

terasa kering dan pasien hipertyroidisme berkeringat terlalu banyak. Texture kulit

dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Turgor dinilai pada kulit perut dengan

cubitan ringan. Bila lambat kembali ke keadaan semula, menunjukkan turgor turun pada

pasien dehidrasi. Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara dibawah kulit

akibat fraktura tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara

paru-paru bisa berada dibawah kulit dada. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh

dijaringan tubuh lebih daripada jumlah semestinya. Misal, Pitting edema, bila menjadi

cekung setelah penekanan pada tempat-tempat pretibial, saklrum, jari-jari, kelopak

mata. Dan untuk non pitting edema tidak menjadi cekung setelah penekanan, pada

mixedema (hipotyroid). (Brunner & Suddarth,2001)

Gambar 15. Pemeriksaan palpasi

b. Pemeriksaan Sensitibilitas

Pemeriksaan fisik pada kulit juga bisa dilakukan dengan pemeriksaan

sensitibilitas, pemeriksaan sensibilitas ini merupakan pemeriksaan yang tidak mudah.

Kita bergantung kepada perasaan penderita, jadi bersifat subjektif. Selain itu, reaksi

seseorang terhadap rangsangan dapat berbeda-beda, malah pada satu orangpun

reaksi tersebut dapat berbeda, tergantung pada keadaannya, apakah ia sedang lelah,

atau pikirannya terpusat pada hal yang lain.

Page 27: Pemeriksaan fisik

Agar didapat hasil pemeriksaan yang baik perlu diperhatikan hal berikut: selama

pemeriksaan diupayakan agar pasien berada dalam keadaan tenang dan perhatiannya

dapat dipusatkan pada pemeriksaan.

Pemeriksaan:

Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluha

mengenai sensabilitas. Bila ada suruh ia menunjukkan lokasinya. Dari bentuk daerah

yang terganggu dapat diduga apakah ganggguan bersifat sentral, perifer, atau

berbentuk dermatom. Dermatom merupakan daerah kulit yang disarafi oleh akar

posterior dan ganglionnya. Pada pasien histeri daerah yang terganggu tidak sesuai

dengan pola anatomic, umumnya batas gangguan amat tegas, serinng berbentuk kaus

dan melibatkan seluruh jenis sensibilitas.

Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada waktu-

waktu tertentu, misalnya nyeri kalau dingin; dan juga factor-faktor yang dapat

mencetuskan kelainan ini. Waktu melakukan pemeriksaan perhatikan daerah-daerah

kulit yang kurang merasa, sama sekali tidak merasa atau daerah yang bertambah

perasaannya. Bertambahnya perasaan dapat disebabkan oleh iritasi pada reseptor atau

serabut saraf atau karena fenomena pelepasan (release). Kata disestesia digunakan

untuk menyatakan adanya perasaan yang berlainan dari rangsangan yang diberikan,

misalnya bila pasien diraba ia merasa seolah-olah dibakar atau semutan. Kata

parestesia merupakan perasaan abnormal yang timbul spontan, biasanya ini berbentuk

rasa-dingin, panas, semutan, ditusuk-tusuk, rasa-berat, rasa ditekan atau rasa gatal.

Pada pemeriksaan sensabilitas eksteroseptif, perlu diperiksa rasa raba, rasa

nyeri, dan rasa suhu.

Rasa raba : sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau

kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau

pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian

yang simetris. Thigmentesia berarti rasa raba halus. Bila rasa raba hilang disebut

thigmanesthrsia.

Rasa nyeri : dapat dibagi menjadi:

a. rasa-nyeri-tusuk (rasa nyeri cepat): rasa nyeri yang mempunyai sifat yang

tajam, seperti bila tertusuk jarum.

b. rasa-nyeri-tumpul (rasa nyeri lamban): rasa nyeri yang timbul bila testis dipijat.

Reseptor rasa-nyeri tidak mempunyai bentuk tertentu dan terdiri dari serabut-

serabut saraf yang tidak berselubung, ia terdapat pada epidermis kulit dan pada

selaput lender. Pada beberapa tempat jumlah serabut-serabut ini berdekatan

misalnya pada lidah, bibir, kemaluan dan ujung jari.

Page 28: Pemeriksaan fisik

Dalam praktek sehari-hari pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum

atau peniti. Tusukan hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan rasa-

nyeri dan bukan rasa-disemtuh atau rasa-raba. Kita periksa seluruh tubuh, dan

bagian-bagian yang simetris dibandingkan. Bila bagian yang simetris

dibandingkan, tusukan harus sama kuat.

Rasa suhu : ada dua macam rasa-suhu, yaitu rasa panas dan rasa dingin.

Rangsangan rasa-suhu yang berlebihan akan mengakibatkan rasa nyeri. Rasa

suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk

rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas. Untuk memeriksa rasa

dingin dapat digunakan air yang bersuhu sekitar 10-200C dan untuk panasyang

bersuhu 40-500C.

Pada pemeriksaan rasa-suhu diperiksa seluruh tubuh dan dibandingkan bagian-

bagian yang simetris. Bagian yang simetris ini harus diusahakan agar berada

dalam kondisi yang sama.

Bila kita memeriksa sensibilitas pada pasien yang gelisah atau yang agak

menurun kesadarannya, maka pemeriksaan rasa-tusuk masih dapat dilakukan, sedang

yang lainnya (rasa raba dan rasa suhu) perlu ditangguhkan. Pada anak, pemeriksaan

ini biasanya dilakukan dan kita nilai dari reaksi atau tangisan si anak (bayi).

(Lumbantobing,2008)

IV. PEMERIKSAAN FISIK PADA HIDUNG

Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung.

Pengkajian hidung dimulai dari bagian luar , bagian dalam, kemudian sinus-sinus. Pasien

dipersiapkan dalam posisi duduk bila memungkinkan. Peralatan yang dipersiapkan antara

lain otoskop, speculum hidung, cermin kecil, dan sumber penerangan/ lampu.

Page 29: Pemeriksaan fisik

Gambar 16. Anatomi Hidung

a. Inspeksi dan Palpasi

Cara inspeksi dan palpasi hidung bagian luar serta palpasi sinus-sinus :

1. Duduk menghadap pasien.

2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan, samping, dan sisi

atas. Perhatikan bentuk atau tulang hidung dari ketiga sisi ini.

3. Amati warna dan pembengkakan pada kulit hidung.

4. Amati kesimetrisan lubang hidung.

5. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat bila ditemukan

ketidaknormalan kulit atau tulang hidung.

6. Kaji mobilitas septum nasi.

7. Palpasi sinus maksilaris , frontalis, dan etmoidalis. Perhatikan adanya nyeri tekan.

Untuk dapat melakukan inspeksi hidung bagian dalam, ada beberapa peralatan

yang diperlukan antara lain otoskop, speculum hidung, cermin kecil dan lampu. Tidak

disarankan bagi peserta didik keperawatan untuk melakukan praktik ini kecuali di

bawah pengawasan instruktur yang berpengalaman.

Cara inspeksi hidung bagian dalam :

1. Duduk menghadap pasien.

2. Pasang lampu kepala.

3. Atur lampu sehingga tepat menerangi lubang hidung.

4. Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan hidung secara lembut

dengan ibu jari anda, kemudian amati bagian anterior lubang hidung.

5. Amati posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi.

Page 30: Pemeriksaan fisik

6. Amati bagian konka nasalis inferior.

7. Pasang ujung speculum hidung pada lubang hidung sehingga rongga hidung

dapat diamati.

8. Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung, atur posisi kepala sedikit

menengadah.

9. Dorong kepala menengadah sehingga bagian atas rongga hidung mudah diamati.

10. Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-dinding rongga hidung

serta selaput lendir pada rongga hidung (warna , sekresi, dan bengkak).

11. Bila sudah selesai, lepas speculum secara perlahan-lahan.

Pengkajian hidung bagian dalam yang dilakukan di bawah bimbingan instruktur

ahli, dapat pula menggunakan otoskop. Dianjurkan menggunakan otoskop yang

dilengkapi dengan speculum hidung dan kaca pembesar. Pengkajian kepatenan jalan

napas dilakukan terutama bila dicurigai adanya sumbatan atau deformitas pada rongga

hidung bagian bawah.

Cara pengkajian kepatenan jalan napas :

1. Duduk di hadapan pasien

2. Gunakan satu tangan untuk menutup satu lubang hidung pasien, minta pasien

menghembuskan udara dari lubang hidung yang tidak ditutup dan rasakan

hembusan udara tersebut. Normalnya udara dapat dihembuskan dengan mudah

dan dapat dirasakan dengan jelas.

3. Kaji lubang hidung sebelahnya.

Kepatenan jalan napas juga dapat dikaji dengan menggunakan sebuah cermin

yang diletakkan di bawah hidung, pasien dianjurkan untuk menghembuskan udara

dengan mulut tertutup, kemudian kondensasi udara pada cermin diamati. Normalnya

sisi kanan dan kiri seimbang.

V. PEMERIKSAAN FISIK PADA LIDAH

Lidah adalah bagian dan tubuh yang terletak di rongga mulut. Lidah ini terdiri atas

otottetapi tidak ada tulang di dalamnya. Dia mampu bergerak sendiri, tidak seperti lengan

atau tungkai yang ada tulangnya. Lidah merupakan salah satu dan panca indera.

Berfungsi sebagai alat untuk mengecap, dan juga untuk berbicara. Menurut Ayurveda,

lidah ini erat sekali kaitannya dengan organ tubuh bagian dalam. Oleh karena organ

bagian dalam sulit dilihat dan diperiksa dan luar, maka dengan memeriksa lidah ataü jihva

dapat juga membantu menegakkan diagnosis yang tepat. Hal ini dimungkinkan karena

energi vital berada serta bergerak pula di seluruh bagian lidah. Gerakan prima ini sesuai

Page 31: Pemeriksaan fisik

dengan keadaan organ di bagian dalam tubuh. Perubahan warna, penebalan atau

penipisan bagian tertentu dan lidah menunjukkan adanya kelainan atau gangguan pada

organ tertentu dalam tubuh. Jika dilihat dan segi bentuk, maka ujung lidah merupakan

cerminan keadaan di tubuh bagian atas. Bagian tengah dan pangkal lidah sebagai

refleksitubuh bagian yang lebih di bawahnya. Oleh sebab itu, perubahan yang terjadi

pada ujung lidah pada umumnya menunjukkan adanya gangguan pada organ tubuh

bagian atas, terutama di daerah dada. Makin ke belakang, pada pangkal lidah

menandakan adanya gangguan pada organ.

Gambar 17. Anatomi lidah

Warna Lidah

Warna lidah yang normal adalah merah muda,namun sering kali warna lidah

seseorang tidah merah muda,warna patologis yang sering diobsevasi adalah pucat,

merah, merah tua, merah keunguan, dan biru.

1. Pucat jika warna lidah pucat, itu menunjukkan adanya sirkulasi atau produksi darah

yang tidak baik. Karena terkait dengan sirkulasi udara, kemungkinan terjadi masalah

dengan hati, pasalnya salah satu fungsi hati adalah sebagai filter darah.

2. Kekuningan jika warna lidah anda kekuningan, berarti ada infeksi bekteri, baik dari

dalam tubuh maupun luar tubuh, jika warna kekuningan menuju kehijauan berarti

infeksi bakterinya semakin parah.

3. Merah jika lidah anda berwarna merah, itu menandakan adanya panas dalam, jika

warna merah hanya ada pada ujung lidah, itu menandakan adanya panas pada

jantung. Jika warna merah hanya ada pada sisi lidah, baik sisi kanan maupun kiri, itu

menunjukkan adanya panas dalam hati atau kandung empedu. Jika warna merahnya

lebih tua maka penyakitnya sudah parah.

4. Ungu jika warna lidah anda ungu, itu menunjukkan adanya statis darah atau darah

tidak lancer, warna ungu disini ada 2 yaitu merah ungu dan biru ungu. Merah ungu

Page 32: Pemeriksaan fisik

adalah kelanjutan lidah merah dan berati adanya panas dan statis darah. Biru ungu

adalah kelanjutan lidah pucat, berati adanya dingin dan statis darah pada penderita.

5. Biru jika lidah berwarna biru, berati terjadi keadaan yang sama dengan jika lidah

berwarna biru keunguan, yakni adanya dingin dan statis darah namun kondisinya lebih

parah.

Bentuk Lidah

Bentuk lidah memberi indikasi keadaan darah dalam tubuh bentuk lidah yang ideal

adalah yang sesuai dengan bentuk rahang,artinya berada dalam lengkung rahang yang

sempurna,dan memiliki bentuk yang tidak terlalu tebal namun juga tidak terlalu tipis

idealnya sekitar 1 cm. Dibawah ini beberapa bentuk lidah yang tidak normal:

1. Tipis : Jika lidah berbentuk tipis, apalagi disertai warna pucat, itu menunjukkan

adanya defiensi (kekurangan) darah. Hal itu berhubungan dengan hati, semakin tipis

bentuk lidah, berarti semakin menahun penyakit yang diderita.

2. Tebal : Jika bentuk lidah tebal, itu menunjukkan sirkulasi dalam tubuh tidak normal,

sirkulasi ini meliputi, sirkulasi air, nutrisi dan darah. Jadi, jika ketika lidah berbentuk

tebal, kemungkinan ada masalah pada ginjal, limpa dan hati.

3. Kaku : Jika lidah kaku, itu menunjukkan adanya angin dalam tubuh. Karena bagian

dalam tubuh kemasukan angin, maka itu menyebabkan lidah menjdi kaku.

4. Panjang : Jika lidah panjang, berarti ada kecenderungan panas dalam tubuh,

terutama didalam jantung, sebaliknya jika lidah berbentuk pendek dan disertai warna

pucat itu menandakan adanya dingin dalam tubuh.

5. Retak : Jika retak-retak transversal menunjukkan defiensi lambung, bila retak-retak

terdapat pada sisi lidah didekat pertengahan, berarti adanya defiensi menahun pada

limpa. Retak memanjang pada garius tengah yang mendekati ujung lidah, berati

adanya gangguan pada jantung.

Pemeriksaan pada lidah :

a. Inspeksi Lidah

Pemeriksaan fisik lidah didahului dengan pemeriksaan mukosa.

Periksa mukosa apakah ada massa?

Apakah lidahnya lembab?

Apakah ada lesi berbentuk massa pada sisi atau permukaan bawah lidah?

Minta pada pasien untuk mengangkat lidahnya ke atap mulut sehingga

permukaan bawah lidah mudah diperiksa. Pada orang-orang yang lebih tua, vena-vena

besar pada aspek ventral lidah dapat menjadi berkelok-kelok. Varikosis ini tidak pernah

berdarah dan tidak mempunyai arti klinis.

Periksa pada lidah pasien apakah ada Candidiasis. Candidiasis yang dikenal pula

sebabagi moniliasis atau thrush, adalah suatu infeksi jamur oportunistik yang lazim

Page 33: Pemeriksaan fisik

berkaitan dengan pemakaian antibiotik berspektrum luas. Infeksi sering menyerang

rongga mulut, saluran cerna, perineum atau vagina. Lesinya terlihat sebagai membran

putih yang melekat secara longgar, dan dibawahnya terdapat mukosa yang merah

menyala. Candidiasis oral tidak lazim ditemukan pada rang yang sehat yang tidak

mendapat terapi antibiotik. Adanya candidiasis pada orang seperti itu mungkin

merupakan manifestasi dini AIDS. Candidiasis merupakan infeksi oral yang paling

sering ditemukan pada pasien AIDS.

Selain memeriksa lidah pasien apakah ada candidiasis, periksa juga apakah pada

lidah pasien terdapat leukoplakia. Leukoplakia bentuk baru yang disebut leukoplakia

berambut oral kelihatannya berkaitan dengan perkembangan AIDS selanjutnya. Lesi

putih yang menonjol ini kelihatannya berombak-ombak atau “berambut” dan ukurannya

berkisar mulai dari beberapa milimeter sampai 2-3 cm. Penyakit ini paling sering

ditemukan pada tepi lateral lidah tetapi dapat dijumpai pula pada mukosa pipi.

b. Pemeriksaan Saraf Kranialis XII

Minta pada pasien untuk menjulurkan lidahnya. Apakah lidah tersebut berdeviasi

ke satu sisi? Kelumpuhan nervus hipoglosus atau saraf kranialis kedua belas membuat

otot-otot lidah pada sisi yang terkena tidak dapat berkontraksi dengan normal. Oleh

karena itu, sisi kontralateral “mendorong” lidah ke sisi lesi.

c. Palpasi Lidah

Setelah melakukan inspeksi lidah dengan cermat, pemeriksaan dilanjutkan

dengan palpasi yang seksama.

Palpapsi lidah dilakukan dengan meminta pasien untuk menjulurkan lidahnya ke

dalam sepotong kasa.

Lidah itu kemudian dipegang oleh tangan kiri pemeriksa ketika sisi-sisi lidah

diinspeksi dan dipalpasi dengan tangan kanan.

Dua pertiga anterior dan tepi lateral lidah dapat diperiksa tanpa menimbulkan

refleks muntah. Sangat penting untuk mempalpasi tepi lateral lidah, karena lebih dari

85% dari semua kanker lidah timbul didaerah ini.

Semua lesi putih harus dipalpasi. Apakah ada tanda-tanda indurasi (pengerasan)?

Indurasi atau ulserasi sangat mengarah kepada karsinoma. Setelah palpasi lidah, lidah

tersebut dikeluarkan dari kasa dan kasanya dibuang.

Sewaktu mempalpasi mulut pasien, pemeriksa harus memegang pipi pasien,

merupakan tindakan pencegahan kalau-kalau pasien berusaha berbicara atau

menggigit jari pemeriksa.

d. Palpasi Dasar Mulut

Page 34: Pemeriksaan fisik

Dasar mulut harus diperiksa denga palpasi bimanual. Ini dilakukan dengan

meletakkan satu jari di bawah lidah dan jari lain di bawah dagu untuk memeriksa

adanya penebalan atau massa.

Kelainan pada Lidah

Kelainan yang terjadi pada lidah manusia adalah sebagai berikut. Diantaranya adalah :

Glositis, atau peradangan lidah. Bisa akut ataupun kronis. Dengan gejala berupa

adanya ulkus dan lender yang menutupi lidah. Peradangan ini biasa timbul pada

pasien yang mengalami gangguan pencernaan ataupun infeksi pada gigi. Lidah

lembek dan pucat, dengan bekas – bekas gigitan pada pinggirnya. Biasanya, glositis

kronis menghilang, apabila kesehatan badan membaik dan memelihara higien mulut

yang baik.

Lekoplakia, ditandai oleh adanya bercak–bercak putih yang tebal pada permukaan

lidah (juga pada selaput lender pipi dan gusi). Hal ini biasanya terlihat pada perokok.

Cara Memelihara Lidah

Cara memelihara agar lidah tetap berfungsi adalah sebagai berikut:

1. Jangan dibiasakan makan dan minim yang masih panas, karena akan berpengaruh

pada lidah.

2. Menggosok gigi secara teratur untuk mengatasi terjadinya infeksi pada gigi.

3. Kurangi merokok bagi perokok berat agar tidak terjadi bercak – bercak putih pada

lidah.

Page 35: Pemeriksaan fisik

DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC

H.Swartz,Mark. 1995. Diagnostik Fisik. EGC:Jakarta

Koesora.2009.Pemeriksaan Tes Pendengaran.

http://pemeriksaantespendengaran.blogspot.com/ (akses 29 november 2010)

Brunner & Suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.Jakarta:EGC

Lumbantobing.2008.Neurologi Klinik.Jakarta: balai penerbit FKUI

http://www.mediacollege.com/lighting/colour/colourblind.html (diakses pada 11 Desember

2010)