PBL Blok 7

24
Struktur Organ dan Mekanisme Respirasi Manusia Anthony Frederick Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Ciri utama dari makhluk hidup adalah bernapas (respirasi). Dalam proses respirasi terjadi pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida. Gas oksigen dibutuhkan untuk proses metabolisme di dalam tiap sel tubuh, sedangkan gas karbondioksida merupakan hasil sampingan proses metabolisme yang harus dikeluarkan dari tubuh. Oleh karena itu, proses respirasi selalu berjalan setiap saat dan merupakan hal yang penting. Skenario untuk makalah ini adalah seorang anak perempuan berumur 9 tahun dibawa orangtuanya ke dokter karena sesak napas. Sesak dirasakan sejak semalam akibat batuk pilek yang terus menerus. Dalam makalah, akan dibahas struktur organ yang terlibat dalam proses respirasi hingga tingkat jaringan dan sel. Selain itu, juga akan dibahas mengenai mekanisme respirasi yang meliputi proses difusi gas, perubahan tekanan, otot-otot yang terlibat dalam inspirasi dan ekspirasi serta volume dan kapasitas paru. Pembahasan Sistim Respirasi Secara Makroskopis Secara makroskopis, sistem pernapasan manusia terdiri dari rongga hidung dan nasal, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. Bagian paling luar dari sistem ini adalah nasal. 1 Nasal di bagian eksternal berbentuk piramid dan tersusun dari rangka hidung serta cuping hidung. Cuping hidung tersusun dari jaringan ikat sedangkan rangka hidung terbagi lagi menjadi bagian yang terdiri dari tulang keras dan bagian yang terdiri dari tulang rawan. Untuk bagian yang terdiri dari tulang keras, terdapat os nasale, processus frontalis os maxillaris, dan bagian nasal os frontalis. Sedangkan untuk 1

description

makalah pbl blok 7 fk ukrida

Transcript of PBL Blok 7

Struktur Organ dan Mekanisme Respirasi ManusiaAnthony FrederickFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510Email: [email protected]

PendahuluanCiri utama dari makhluk hidup adalah bernapas (respirasi). Dalam proses respirasi terjadi pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida. Gas oksigen dibutuhkan untuk proses metabolisme di dalam tiap sel tubuh, sedangkan gas karbondioksida merupakan hasil sampingan proses metabolisme yang harus dikeluarkan dari tubuh. Oleh karena itu, proses respirasi selalu berjalan setiap saat dan merupakan hal yang penting. Skenario untuk makalah ini adalah seorang anak perempuan berumur 9 tahun dibawa orangtuanya ke dokter karena sesak napas. Sesak dirasakan sejak semalam akibat batuk pilek yang terus menerus. Dalam makalah, akan dibahas struktur organ yang terlibat dalam proses respirasi hingga tingkat jaringan dan sel. Selain itu, juga akan dibahas mengenai mekanisme respirasi yang meliputi proses difusi gas, perubahan tekanan, otot-otot yang terlibat dalam inspirasi dan ekspirasi serta volume dan kapasitas paru.

PembahasanSistim Respirasi Secara MakroskopisSecara makroskopis, sistem pernapasan manusia terdiri dari rongga hidung dan nasal, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. Bagian paling luar dari sistem ini adalah nasal.1 Nasal di bagian eksternal berbentuk piramid dan tersusun dari rangka hidung serta cuping hidung. Cuping hidung tersusun dari jaringan ikat sedangkan rangka hidung terbagi lagi menjadi bagian yang terdiri dari tulang keras dan bagian yang terdiri dari tulang rawan. Untuk bagian yang terdiri dari tulang keras, terdapat os nasale, processus frontalis os maxillaris, dan bagian nasal os frontalis. Sedangkan untuk bagian yang terdiri dari tulang rawan terdapat cartilago septal nasi yang memisahkan nares nasi dextra dan sinistra, cartilago nasi lateralis, dan cartilago ala nasi mayor dan minor (lihat gambar 1). Selain tulang, hidung eksternal juga dibungkus oleh dua otot yaitu m. nasalis dan m. depressor septi nasi. Untuk bagian septum nasi, selain dibentuk oleh cartilago septal nasi, juga dibentuk oleh os vomer dan lamina perpendicular ossis ethmoidalis. Bagian nasal diperdarahi oleh a. lateral nasi cabang dari a. facialis, a. dorsalis nasi cabang dari a. opthalmica, dan a. Infraorbitalis cabang dari a. Maxillaris interna. Untuk pembuluh balik pada nasal terdapat v. facialis dan v. opthalmica. Persarafan pada nasal dibagi menjadi persarafan motorik yang mengatur otot-otot hidung yaitu nervus VII (nervus facialis) dan persarafan sensorik yang mengantarkan rangsangan dari sisi medial dan lateral hidung. Untuk bagian medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh n. infratrochlearis dan n. nasalis externus cabang dari n. opthalmicus. Kemudian, untuk sisi lateral hidung dipersarafi oleh n. infraorbitalis cabang dari n. maxillaris.2,3

Gambar 1. Rangka Tulang dan Tulang Rawan Hidung3

Masuk ke bagian struktur yang lebih dalam, terdapat rongga hidung. Atap rongga hidung dibagi menjadi 3 regio yaitu regio sphenoidalis yang membatasi rongga hidung dengan fossa pterygoplaatina melalui foramen pterygopalatum, regio ethmoidalis yang membatasi rongga hidung dengan fossa cranialis anterior melalui lamina cribosa, dan regio fronto nasale yang membatasi rongga hidung dengan orbita melalui foramen ethmoidalis anterior dan posterior serta ductus nasolacrimalis. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh processus palatinus ossis maxilla dan lamina horizontalis ossis palatum. Rongga hidung diperdarahi oleh aa. ethmoidalis anterior dan posterior dan cabang dari a. sphenopalatina, yaitu a. maxillaris interna, a. palatinus mayor, dan a. labialis superior. Untuk pembuluh baliknya, berawal dari plexus cavernosis lalu ke v. sphenopalatina, v. facialis, dan v. ethmoidalis anterior yang kemudian berujung pada v. opthalmica. Rongga hidung dipersarafi oleh n. olfaktorius, n. trigeminus, n. ethmoidalis anterior, n. infraorbitalis, dan n. canalis pterygoideus (n. vidianus). Pada dinding lateral rongga hidung terdapat 3 elevasi yaitu konka nasalis superior, medius, dan inferior. Selain itu, juga terdapat tiga lekukan yaitu meatus nasi superior, medius, dan inferior. Pada masing-masing konka terdapat suatu struktur bangunan yang merupakan muara dari sinus-sinus paranasalis.2Sinus paranasalis terdiri dari sinus frontalis, maxillaris, ethmoidalis, dan sphenotidalis (lihat gambar 2). Fungsi dari sinus paranasalis adalah untuk meringkankan tulang tengkorak, menambah resonansi suara, dan mengubah ukuran serta bentuk wajah setelah pubertas. Sinus frontalis bermuara pada anterior meatus nasi medius. Sinus frontalis ini diperdarahi oleh a. supra orbitalis dan a. ethmoidalis anterior serta dipersarafi oleh n. supra orbitalis. Selanjutnya, sinus ethmoidalis, dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok anterior bermuara di duktus frontonasalis, kelompok medius bermuara di meatus nasi medius, dan kelompok posterior bermuara di meatus nasi superior. Sinus ethmoidalis diperdarahi oleh aa. Ethmoidalis anterior dan posterior dan a. sphenopalatina serta dipersarafi oleh nn. ethmoidalis anterior dan posterior dan cabang orbital ganglion pterygopalatinum. Kemudian, sinus sphenoidalis, bermuara ke dalam recessus spheno-ethmoidalis. Sinus ini diperdarahi oleh a. ethmoidalis posterior dan cabang faringeal a. maxillaris interna serta dipersarafi oleh n. ethmoidalis posterior dan cabang orbital ganglion pterygopalatinum. Terakhir adalah sinus maxillaris yang bermuara di bagian terendah hiatus semilunaris. Daerah ini diperdarahi oleh a. facialis, a. palatina mayor, a. infraorbitalis, dan aa. alveolaris superior anterior dan posterior serta dipersarafi oleh n. infraorbitalis dan nn. alveolaris superior anterior, medius, dan posterior.2

Gambar 2. Sinus Paranasalis dan Struktur Lateral Rongga Hidung3

Bagian selanjutnya dari sistem pernapasan adalah faring. Faring merupakan tabung muskular berukuran kurang lebih 12,5 cm yang merentang dari basis cranii hingga vertebrae torakal 6 atau hingga sisi bawah cartilago cricoidea. Di bagian dorsal dan lateral faring terdapat jaringan longgar yang mengisi spatium perifaringeale. Spatium perifaringeale dibagi menjadi spatium parafaringeale yaitu daerah di bagian lateral dan spatium retrofraingeale yaitu daerah di bagian dorsal. Spatium parafaringeale memiliki batas di ventrolateral berupa ramus mandibula dan m. pterygoideus internus, batas di posterolateral berupa glandula parotis, batas medial berupa dinding lateral faring yaitu m. constrictor pharyngis superior dan m. styloglossus, batas caudal sampai setinggi os hyoideus dibatasi oleh glandula submandibularis dan pembungkusnya serta m. stylohyoideus, dan batas dorsal berupa fascia bersama a. carotis interna, v. jugularis internra, dan n. vagus yang disebut sebagai carotid sheath (sarung pembungkus buluh dan saraf).2Kemudian di bagian ventral, faring berhubungan dengan rongga hidung, rongga mulut, dan laring. Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Batas antara nasofaring dengan rongga hidung adalah khoana, batas antara orofaring dan rongga mulut adalah isthmus orofaringeum atau isthmus faucium dan batas antara laringofaring dengan laring adalah aditus laringis.2Pada nasofaring terdapat beberapa struktur diantaranya adalah torus tubarius, ostium tuba auditiva, recessus faringeus, tonsila faringeus, plika salpingofaringeus, dan torus levatorius. Torus tubarius terdapat di dorsal tuba auditiva dan merupakan tonjolan karena kartilago tuba auditiva dibungkus oleh mukosa. Ostium tuba auditiva adalah lubang di dinding lateral yang menghubungkan nasofaring dengan kavum timpani. Pada keadaan normal, lubang ini tertutup, namun saat mengunyah, menelan, dan menguap, lubang ini akan terbuka. Fungsinya adalah untuk menjaga keseimbangan tekanan antara telinga tengah dengan tekanan udara luar. Tonsila faringeus adalah jaringan limfoid di recessus faringeus yang dapat meluas ke depan dan menjadi tonsila tubarius. Jika tonsila faringeus ini membesar pada anak-anak, maka akan menimbulkan facies adenoid. Plika salpingofaringea berisi m. salpingofaringeus. Terakhir, torus levatorius adalah tonjolon akibat dari m. levator veli palatini yang letaknya di anterior torus tubarius.2Pada orofaring terdapat struktur yang disebut sebagai tonsila palatina. Tonsila palatina ini merupakan jaringan limfoid dan terletak pada sinus tonsilaris di dinding lateral orofaring. Sinus ini terbentuk akibat adanya arcus palatoglossus dan arcus palatofaringeus (lihat gambar 3).2

Gambar 3. Arcus Palatoglossus, Arcus Palatofaringeus, dan Tonsila Palatina3

Pada faring terdapat dua kelompok otot, yaitu kelompok otot-otot lingkar faring dan kelompok otot-otot membujur faring. Kelompok otot-otot lingkar faring terdiri dari 3 otot. Pertama adalah m. constrictor pharyngis superior yang terbagi lagi menjadi m. pterygopharyngeus, m. buccopharyngeus, m. mylopharyngeus, dan m. glossopharyngeus. Kedua adalah m. constrictor pharyngis medius yang terbagi lagi menjadi m. chondropharyngeus dan m. certopharyngeus. Ketiga adalah m. constrictor pharyngis inferior yang terbagi lagi menjadi m. thyreopharyngeus yang berfungsi mendorong masuk makanan dan m. cricopharyngeus yang berfungsi sebagai sfingter. Bila dibandingkan, m. constrictor pharyngis inferior adalah otot tertebal di antara kedua otot lainnya, dan m. constrictor pharyngis superior adalah otot tertipis di antara kedua otot lainnya. Untuk kelompok otot membujur faring, juga terdapat 3 otot. Otot yang pertama adalah m. stylofaringeus yang berpangkal pada sisi medial basis processus styloideus dan berfungsi untuk elevasi faring saat menelan dan berbicara. Otot yang kedua adalah m. salpingofaringeus yang berpangkal pada inferior torus tubarius cartilaginis tuba auditiva dan berfungsi sebagai elevator bagian lateral atas dinding faring. Otot yang terakhir dalam kelompok ini adalah m. palatofaringeus yang berhubungan dengan palatum molle dan berfungsi untuk memperpendek faring saat menelan. Saat menelan, palatum molle terangkat oleh m. levator velli palatini dan terbentuk lipatan Passavant oleh m. sphingter palatofaringeal, m. salpingofaringeus, dan m. constrictor pharyngeus superior.2 Pendarahan untuk faring terutama dilakukan oleh a. facialis r. tonsillar. Selain itu juga terdapat a. pharyngea ascendens, a. palatina mayor, a. palatina ascendens, dan a. lingualis r. dorsalis linguae. Untuk aliran baliknya, di bagian atas terdapat plexus pterygoideus, sednagkan untuk daerah bawah faring terdapat v. jugularis interna dan v. facialis.2Faring dipersarafi oleh plexus faringeus dan khususnya untuk tonsil palatina dipersarafi oleh n. palatina minor dan n. glossofaringeus.2Struktur sistem respirasi selanjutnya adalah laring. Laring menghubungkan faring dengan trakea. Laring terbentuk dari sembilan kartilago dengan tiga kartilago berpasangan dan tiga kartilago tidak berpasangan. Kartilago yang berpasangan adalah kartilago aritenoid yang terletak di atas dan di kedua sisi kartilago cricoid, dimana pada kartilago ini melekat pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium squamosa bertingkat. Yang kedua adalah kartilago corniculatum yang melekat pada ujung kartilago aritenoid dan kartilago cuneiforme, yang berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak. Pada laring, terdapat dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring tersebut yaitu pasangan bagian atas yang disebut lipatan ventrikular (pita suara palsu), tidak berfungsi pada produksi suara, dan lipatan vokalis yang merupakan pita suara sejati. Pita suara sejati melekat pada tulang rawan thyroid dan kartilago cricoid, serta aritenoid. Pembuka diantara pita ini adalah glotis. Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring, dan glotis membentuk triangular. Saat menelan, pita suara teradduksi (tertarik menutup) dan glotis membentuk celah sempit. Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara. Sedangkan kartilago yang tidak berpasangan adalah kartilago thyroid (jakun) yang terletak dibagian proksimal kelenjar thyroid. Biasanya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresi saat pubertas. Kemudian kartilago cricoid, yang merupakan cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak dibawah kartilago thyroid. Yang terakhir adalah epiglotis, merupakan katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago thyroid.2 Laring memiliki jaringan-jaringan ikat dan selaput-selaput intrinsik. Pertama adalah membrana quadrangularis yaitu membran yang membentang antara cartilago arytaenoidea dan epiglotis. Lalu, ada ligamentum ventriculare yang membentang antara fovea triangulare cartilago arytaenoidea dan sudut antara kedua lamina cartilago thyroidea. Selanjutnya, ada membrana cricothyroidea atau disebut juga sebagai conus elasticus yang menghubungkan cartilago thyroidea, cartilago cricoidea, dan cartilago arytaenoidea. Pada bagian anterior dari membran ini terdapat bagian yang menebal dan disebut sebagai ligamentum cricothyroideum. Kemudian, ada ligamentum vocale yang menuju ke proccessus vokalis cartilago arytaenoidea dan juga terdapat ligamentum thyreo-epigloticum.2Cavum laring dibagi menjadi 3 daerah, yaitu vestibulum laringis/daerah supraglotis (antara aditus laringis dengan plika vestibularis), bagian tengah/daerah glotis (dari rima vestibuli hingga rima glotidis), dan bagian bawah/infraglotis (dari plika vokalis hingga tepi bawah cartilago cricoidea). Lanjutan dari laring adalah trakea.2Pada bagian laring terdapat dua kelompok otot. Pertama adalah kelompok otot ekstrinsik yaitu otot-otot yang menghubungkan laring dengan struktur sekitar. Otot-otot tersebut adalah m. sternothyroideus berfungsi menarik laring ke bawah, m. thyreohyoideus berfungsi menarik laring ke atas, dan m. constrictor pharyngis inferior. Kelompok yang kedua adalah kelompok otot-otot intrinsik (lihat gambar 4). Otot-otot ini menghubungkan struktur-struktur dalam laring. Otot-otot intrinsik memiliki fungsi dalam megubah glotis, mengatur ketegangan ligamentum vocale, dan mengubah keadaan aditus laringis. Fungsi otot-otot ini dapat di lihat dalam tabel 1.2

Tabel 1 Otot-otot Intrinsik Beserta Fungsinya2

Otot intrinsicGlotisLig. vocaleAditus laringis

m. cricothyroideusTutupMenegangkan

m. cricoarytaenoideus posteriorBukaMenegangkan

m. cricoarytaenoideus lateralisTutupMengendurkan

m. arytaenoideus transversusTutup

m. arytaenoideus obliquusTutupMenutup

m. aryepiglotticusMenutup

m. thyreoarytaenoideusTutupMengendurkanMenutup

Persarafan untuk laring dilakukan oleh n. laringeus superior dan inferior. N. laringeus superior ramus internus mempersarafi kedua permukaan epiglotis, plika aryepiglottica dan bagian dalam laring sampai sejauh plika vokalis. Ramus externus n. laringeus superior mempersarafi m. cricothyroideus. Terakhir, n. laringeus inferior mempersarafi semua otot intrinsik laring kecuali m. cricothyroideus dan juga mempersarafi mukosa di sebelah kaudal plika vokalis.2 Gambar 4. Laring Tampak Posterior3

Bagian selanjutnya dari sistim pernapasan adalah trakea. Trakea adalah tuba yang terletak di atas permukaan anterior esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vetebra servikalis ke enam sampai area vetebrae torakal ke lima, tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esofagus. Pada vetebrae torakal ke lima, trakea akan bercabang menjadi dua bronkus utama. Bronkus primer kanan dan bronkus primer kiri. Bronkus primer kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta membelokkan trakea bawah kanan. Objek asing yang masuk kemungkinan akan masuk ke bronkus kanan. Setiap bronkus primer nantinya akan bercabang menjadi bronkus sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago. Suatu bronkus disebut ekstrapulmonar, sampai memasuki paru-paru. Setelah itu baru disebut bronkus intrapulmonar. Nantinya, percabangan bronkus akan menjadi struktur dasar paru-paru yaitu bronkus, bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli.1Bagian terakhir dari sistim pernapasan, yang merupakan organ respiratorik adalah paru-paru. Paru-paru adalah sebuah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam rongga toraks. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus sedangkan paru-paru kiri memiliki dua lobus. Setiap paru memiliki apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, permukaan diafragmatik yang terletak di atas diafragma, permukaan mediastinal yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum, dan permukaan kostal yang terletak di atas kerangka iga. Permukaan mediastinalnya sendiri memiliki hilus yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh darah bronkus, pulmonar, dan bronkial dari paru. Paru-paru diselimuti oleh selaput yang disebut pleura. Pleura terbagi menjadi pleura parietal dan pleura viseral. Pleura parietal adalah bagian pleura yang melapisi rongga toraks sedangkan pleura viseral adalah bagian yang melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal dibagian bawah paru.1Bagian sistim pernapasan yang beruhubungan dengan pleura memiliki dua bangun khusus yaitu rongga pleura dan resesus pleura. Rongga pleura adalah ruang potensial antara pleura parietal dengan pleura viseral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel pleural sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa friksi. Tekanan cairan intrapleura ini agak negatif dibandingkan tekanan atmosfer. Bangun kedua adalah resesus pleura. Resesus ini adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Area ini muncul saat pleura parietal bersilangan dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat bernapas, paru-paru bergerak keluar masuk area ini. Resesus pleura sendiri dibagi dua yaitu resesus pleura kostomedial yang terletak di tepi anterior kedua sisi pleura, tempat pleura parietal berbelok dari kerangka iga ke permukaan lateral mediastinum, dan resesus pleura kostodiafragmatik, yang terletak di tepi posterior kedua sisi pleura diantara diafragma dan permukaan kostal internal toraks.1

Sistim Pernapasan Secara MikroskopisSistem pernapasan dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian konduksi dan bagian respirasi. Bagian konduksi adalah bagian yang menyalurkan udara. Bagian ini terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus ekstrapulmonal, bronkus intrapulmonal, dan bronkiolus terminalis. Sedangkan bagian respirasi adalah bagian paru yang berhubungan dengan proses pertukaran gas. Bagian ini terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus.4Secara mikroskopis, kulit luar hidung terdiri dari epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk dengan kelenjar sebasea dan kelenjar keringat serta rambut-rambut halus. Di sebalah dalam, rongga hidung dipisahkan oleh septum nasi. Rongga hidung terdiri dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan berangsur-angsur berubah menjadi epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Pada bagian ini juga terdapat rambut-rambut kasar yang berfungsi untuk menyaring udara pernapasan. Selain epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet, terdapat juga sel basal yang merupakan sel induk yang dapat berkembang menjadi sel jenis lain. Lapisan epitel terdapat di atas lamina basal dan lamina basal ditopang oleh lamina propria. Pada lamina propria terdapat kelenjar campur/kelenjar tubuloalveolar bercabang yang menghasilkan mukosa dan serosa. Sekret kelenjar ini menjaga kelembaban rongga hidung dan menangkap partikel debu halus dalam udara inspirasi. Pada lamina propria juga terdapat sekelompok kecil jaringan limfatik/nodulus linfatisi dan sel mononuklear yang berfungsi sebagai fagosit.4Pada dinding lateral hidung terdapat 3 konka nasalis, di mana konka nasalis superior dibentuk oleh epitel khusus dan konka nasalis media serta inferior dibentuk oleh epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Di bawah dari epitel yang melapisi konka nasalis inferior banyak terdapat plexus venosus yang disebut swell bodies. Struktur ini berperan dalam menghangatkan udara yang melalui hidung. Bila alergi, maka akan terjadi pembengkakan swell bodies yang abnormal pada rongga hidung sehingga aliran udara yang masuk menjadi terganggu.4Di dalam rongga hidung juga terdapat epitel olfaktorius yaitu epitel bertingkat torak yang terdiri dari 3 jenis sel yaitu sel olfaktorius, sel penyokong/sustentakuler, dan sel basal (lihat gambar 5). Sel olfaktorius terletak di antara sel basal dan sel penyokong. Sel ini merupakan neuron bipolar dengan dendrit di bagian apikal dan akson ke lamina propria. Ujung dendrit menggelembung dan disebut vesikula olfaktorius. Dari permukaan vesikula keluar 6-8 silia olfaktorius. Silia ini tidak dapat bergerak. Fungsinya adalah sebagai penerima rangsang. Bagian proksimal tiap reseptor sensorik berjalan sebagai akson yang tidak bermielin dan bergabung dengan akson lain di lamina propria membentuk nervus olfaktorius. Selanjutnya adalah sel sustentakuler. Sel ini berbentuk silindris tinggi dengan bagian apex yang lebar dan bagian basal yang sempit. Inti sel ini berbentuk lonjong dan terdapat pada tengah sel. Pada bagian apikalnya terdapat mikrovili dengan sitoplasma bergranular kuning kecoklatan. Kemudian sel terakhir pada epitel olfaktorius adalah sel absal. Sel ini berbentuk segitiga dengan inti lonjong. Sel ini merupakan sel cadangan yang akan membentuk sel penyokong dan sel olfaktorius. Selain ketiga jenis sel ini, pada bagian bawah epitel olfaktorius terdapat kelenjar Bowman. Kelenjar ini berfungsi untuk melembabkan epitel olfaktorius dan melarutkan zat kimia di udara sehingga dapat menjadi rangsang bau yang diterima sel olfaktorius.4

Gambar 5. Epitel OlfaktoriusStruktur sistem respirasi yang lebih dalam adalah faring. Dinding lateral faring terdiri dari otot skelet. Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Pada lamina propria nasofaring terdapat kelenjar campur. Di bagian posterior dari nasofaring terdapat jaringan limfoid yang membentuk tonsila faringea. Di bagian nasofaring juga terdapat muara dari saluran yang menghubungkan rongga hidung dan telinga tengah yang disebut sebagai ostium faringeum tuba auditiva. Pada daerah sekitar ostium terdapat kelompok jaringan limfoid yang disebut tonsila tubalis. Setelah nasofaring terdapat orofaring. Orofaring terdiri dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Orofaring ini terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Di sini terdapat tonsila palatina yang sering meradang dan disebut tonsilitis. Pada bagian akhir dari faring terdapat laringofaring yang tersusun dari epitel yang bervariasi namun sebagian besar adalah epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.4Setelah laringofaring, terdapat laring. Laring memiliki bentuk yang tidak beraturan. Dinding laring terdiri dari tulang rawan elastis dan hialain, jaringan ikat, otot skelet, dan kelenjar campur. Epitel pada laring adalah epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali pada ujung plika vokalis yang adalah epitel berlapis gepeng. Fungsi dari laring adalah berperan dalam fonasi dan mencegah benda asing masuk ke jalan napas melalui refleks batuk. Rangka laring yang merupakan tulang rawan hialin adalah tulang rawan tiroid, krikoid, dan arytaenoid (kecuali ujung tulang aritaenoid yang termasuk tulang rawan elastis). Sedangkan rangka laring yang adalah tulang rawan elastis adalah tulang rawan epiglotis, kuneiformis, dan kornikulata. Pada laring, otot skeletnya dibagi menjadi dua kelompok yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Otot intrinsik laring yang berkontraksi menyebabkan perubahan bentuk sehingga menyebabkan perubahan celah pita suara dan berperan untuk fonasi. Sedangkan otot ekstrinsik laring berhubungan dengan otot dan ligamentum di sekitar laring dan berperan dalam proses menelan.4Struktur epiglotis pada laring terdiri dari dua permukaan. Permukaan pertama adalah permukaan lingual yang menghadap ke lidah. Permukaan ini terdiri dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Bagian ini adalah bagian anterior yang paling sering berkontak dengan akar lidah saat menelan. Lamina propria dibawahnya langsung melekat pada perikondrium. Di lamina proprianya juga ada kelenjar campur dan jaringan limfoid. Permukaan kedua adalah permukaan laringeal yang mengahadap ke laring. Bagian ini terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Permukaan ini merupakan bagian posterior yang sering berkontak dengan makanan. Pada lamina proprianya terdapat kelenjar campur yang lebih banyak bila dibandingkan dengan permukaan lingual. Di bawah dari epiglotis, terdapat dua lipatan mukosa yang menonjol ke lumen laring. Lipatan yang berada di sebelah atas disebut sebagai pita suara palsu/plika ventrikularis. Plika ini terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia dan memiliki lamina propria yang tipis. Lipatan yang berada di sebelah bawah disebut sebagai pita suara sejati/plika vokalis. Plika ini terdiri dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Pada lamina proprianuya terdapat serat-serat elastin yang tersusun sejajar membentuk ligamentum vokalis. Sejajar dengan ligamentum vokalis terdapat otot skelet yang disebut m. vokalis. Fungsi dari m. vokalis ini adalah mengatur ketegangan pita suara dan ligamentum sehingga udara yang melalui pita suara dapat menimbulkan suara dengan nada berbeda-beda.4Setelah laring, struktur respirasi selanjutnya adalah trakea. Trakea memiliki rangka berbentuk huruf C yang terdiri dari tulang rawan hialin. Jumlahnya sekitar 16-20 buah. Cincin-cincin ini seling berhubungan melalui jaringan ikat pada fibroelastis dan retikulin yang disebut sebagai ligamentum anulare. Fungsi dari ligamentum ini adalah untuk mencegah agar lumen trakea tidak meregang secara berlebihan. Pada bagian belakang dari tulang rawan, dihubungkan oleh otot polos yang berperan untuk mendekatkan kedua tulang rawan dan membuat agar esofagus tidak aus. Bagian trakea yang mengandung tulang rawan disebut sebagai pars kartilagenia dan bagian trakea yang mengandung otot disebut pars membranasea. Trakea memiliki 3 lapisan yaitu tunika mukosa, submukosa, dan adventisia. Tunika mukosa trakea terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Lamina basalisnya agak tebal dan jelas. Pada lamina proprianya terkandung serat-serat elastin yang berjalan longitudinal membentuk membran elastika interna. Pada tunika submukosanya terdiri dari jaringan ikat jarang, lemak, dan glandula trakealis. Di lapisan ini juga terdapat m. trakealis yang berjalan transversal, longitudinal, dan obliq. Lalu, pada tunika adventisinya terdiri dari jaringan fibroelastis yang berhubungan dengan perikondrium di sebelah luar pars kartilagenia. Untuk epitel pada trakea terdapat 5 jenis sel. Sel yang pertama adalah sel goblet. Sel goblet mensintesis lendir yang kaya akan polisakarida. Lendir dihasilkan karena sel goblet memiliki aparatus golgi dan retikulum endopalsma kasar di basal sel. Sifat sekresi dari lendir ini adalah apokrin. Pada apex sel goblet terdapat mikrovili. Kemudian, sel yang kedua adalah sel silindris bersilia. Sel silindris bersilia merupakan sel terbanyak yang terdiri dari 300 silia di apikalnya. Pada sel ini juga terdapat banyak mitokondria kecil yang berfungsi untuk menyediakan ATP. Sel yang ketiga adalah sel sikat. Sel ini memiliki mikorvili pada apexnya yang berbentuk seperti sikat. Terdapat 2 macam sel sikat yaitu sel sikat 1 yang mempunyai mikrovili sangat panjang dan sel sikat 2 yang merupakan sel yang pendek. Sel yang keempat adalah sel basal. Sel ini merupakan sel induk yang akan bermitosis dan berubah menjadi sel lain. Terakhir adalah sel sekretorik/bergranula. Pada sitoplasma dari sel ini terdapat granula dengan diameter 100-300 milimikron. Granula ini mengandung katekolamin yang akan mengatur aktivitas sel goblet dan gerakan silia. Sel sekretorik ini mengatur sekresi mukosa dan serosa.4Struktur respirasi setelah laring adalah paru-paru. Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu superior, medius, dan inferior, sedangkan paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus yaitu superior dan inferior. Paru-paru dibungkus oleh pleura yang terdiri dari 2 lapis yaitu pleura viseralis yang melekat pada paru-paru dan pleura parietalis yang melekat pada dinding thorax. Di antara kedua pleura terdapat kavum pleura yang dalam keadaan normal berisi cairan serosa. Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa dengan serat elastin dan kolagen serta sel fibroblas. Pada bayi, warna pleura adalah merah muda karena terdapat banyak pembuluh darah. Sedangkan, semakin tua, warnanya menjadi abu-abu karena terdapat banyak penimbunan CO2 dalam sel-sel fagosit di septum interlobularis. Di dalam paru, terdapat 2 bronkus intrapulmonal yang bercabang menjadi 5 bronkus lobaris. Lalu bercabang lagi menjadi bronkus segmentorum yaitu 10 segmen pada paru kanan dan 8 segmen pada paru kiri. Setelah bronkus segmentorum, dilanjutkan dengna percabangan menjadi bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, hingga berakhir di alveolus. Jumlah alveolus kedua paru sekitar 300-500 juta.4Bronkus ekstrapulmonal dan intrapulmonal memiliki epitel yang sama dengan trakea namun diameternya lebih kecil. Di lamina proprianya terdapat jaringan ikat jarang, serat elastis, muskulus polos spiral, nodulus limfatisi dan kelenjar bronkialis (lihat gambar 6). Tulang rawan pada bagian ini tidak beraturan dan susunan muskulusnya seperti spiral. Lalu, seiring dengan berlanjutnya percabangan, maka epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet berubah menjadi epitel selapis torak berbersilia bersel goblet. Selain itu, tulang rawannya juga menjadi semakin kecil. Di bronkiolus, tulang rawan sudah tidak ada dan epitelnya adalah selapis torak bersilia bersel goblet. Diameternya hanya sekitar 1 mm. Lamina propria pada bronkiolus tipis, tidak memiliki kelenjar dan nodulus limfatisi serta memiliki otot polos yang relatif lebih banyak dibanding jaringan ikatnya. Kemudian pada bronkiolus terminalis epitelnya sudah menjadi epitel selapis torak bersilia yang berubah menjadi epitel selapis torak rendah. Di antara sel-sel epitel ini terdapat sel clara yang memiliki mikrovili dan granula kasar. Sel clara berfungsi untuk membentuk cairan bronkiolar yang mengandung protein, glikoprotein, dan kolesterol serta mengeluarkan sejumlah kecil surfaktan. Lamina propria di bagian ini sangat tipis dan tidak memiliki kelenjar serta nodulus limfatisi. Berlanjut ke bagian bronkiolus respiratorius, epitel selapis torak rendah berubah menjadi epitel selapis kubus tanpa sel goblet. Ciri yang membedakan bronkiolus respiratorius dari bronkiolus terminalis adalah otot polosnya terputus-putus. Semakin ke distal, alveoli semakin banyak dan silia semakin sedikit bahkan tidak ada. Setelah dari bronkiolus respiratorius maka dilanjutkan dengan duktus alveolaris. Bagian ini memiliki dinding yang tipis dan sebagian besar terdiri dari alveolus. Duktus alveolaris dikelilingi sakus alveolaris. Sakus alveolaris adalah kantong yang dibentuk beberapa alveolus. Terdapat serat elastin dan retikulin yang melingkari muara sakus alveolus ini. Pada bagian ini sudah tidak ada otot polos. Dan struktur sistem respirasi yang terakhir adalah alveolus. Alveolus adalah kantong kecil terdiri dari selapis sel. Di sini terjadi pertukaran gas antara udara dan darah. Pada alveolus terdapat serat elastin yang akan melebar saat inspirasi dan menciut saat ekspirasi. Selain itu juga terdapat serat kolagen yang mencegah regangan yang berlebihan sehingga kapiler dan septum interalveolaris tidak rusak. Antaralveolus terdapat lubang kecil yang disebut sebagai stigma alveolaris/porus Kohn. Stigma ini penting saat terjadi sumbatan di salah satu cabang bronkus karena memungkinkan ventilasi kolateral. Namun dengan adanya stigma ini, bakteri juga mudah menyebar jika salah satu alveolus terserang. Contohnya adalah bakteri penyebab penyakit pneumonia. Sel dinding alveolus/septum interalveolaris bila diamati dengan mikroskop elektron dapat dilihat adanya 4 jenis sel (lihat gambar 7). Sel yang pertama adalah sel pneumonosit tipe I. Sel ini memiliki inti gepeng dengan sitoplasma yang tipis mengelilingi seluruh dinding alveol. Sel pneumonosit tipe I memiliki membrana basalis yang memisahkan sel ini dengan sel endotel kapiler. Sel yang kedua adalah sel neumonosit tipe II. Sel ini memiliki inti kubus dan menonjol ke lumen. Sel pneumonosit tipe II ini menghasilkan surfaktan yang menjaga agar permukaan alveoli tidak kolaps pada akhir ekspirasi dengan cara menurunkan tegangan permukaan dan juga mengurangi tenaga untuk mengisi udara dalam alveoli waktu inspirasi. Sel yang ketiga adalah sel alveolar fagosit/sel debu yang berinti bulat. Sel ini ditemukan pada dinding dan lumen alveolus. Fungsinya adalah memfagosit debu, mikroorganisme, dan benda asing yang terbawa masuk ke dalam alveoli saat inspirasi. Sel yang terakhir adalah sel endotel kapiler yang melapisi kapiler darah. Inti sel ini adalah gepeng dengan kromatin inti yang halus.4

Gambar 6. Bronkus Intrapulmonal4 Gambar 7. Septum Interalveolaris4

Mekanisme RespirasiUdara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah yaitu menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan keluar paru selama proses respirasi karena berpindah mengikuti gradien tekanan alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan.5Dalam ventilasi terdapat tiga tekanan yang berperan penting (lihat gambar 8). Pertama adalah tekanan atmosfer (barometrik). Tekanan ini ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut, tekanan ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas permukaan laut karena lapisan udara di atas permukaan bumi juga semakin menipis. Pada setiap ketinggian terjadi perubahan minor pada tekanan atmosfer karena perubahan kondisi cuaca.5Tekanan yang kedua adalah tekanan intraalveolus. Tekanan ini juga dikenal sebagai tekanan intrapulmonal. Tekanan ini timbul karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas sehingga udara cepat mengalir menuruni gradien tekanannya setiap tekanan intraalveolus berbeda dari tekanan udara atmosfer. Udara akan terus mengalir hingga tekanan keduanya seimbang.5Tekanan yang ketiga adalah tekanan intrapleura/intrathoraks. Tekanan ini ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer yaitu sekitar 756 mmHg saat istirahat. Tekanan intrapleura tidak menyeimbangkan diri dengan tekanan intraalveolus ataupun tekanan atmosfer karena tidak ada komunikasi langsung antara rongga pleura dengan atmosfer ataupun paru. Kantung pleura adalah suatu kantung tertutup tanpa lubang sehingga udara tidak dapat masuk atau keluar meskipun terdapat gradien tekanan antara kantung pleura dengan daerah sekitar. Tekanan intrapleura yang tidak berhubungan dengan tekanan lainnya ini berperan penting dalam respirasi karena menimbulkan tekanan transmural yang menjaga agar paru tidak kolaps dan dinding rongga dada tidak mengembang berlebihan.5,6

Gambar 8 Tekanan Atmosfer, Tekanan Intraalveolus, dan Tekanan Intrapleura5

Proses Difusi GasDifusi gas terjadi di alveolus dan di jaringan. Di alveolus, proses difusi dibagi ke dalam 3 fase yaitu fase gas, membran, dan cair. Fase gas terjadi selama di alveolus, lalu fase membran terjadi ketika gas oksigen dan karbondioksida bergerak menembus membran alveolus maupun membran kapiler darah, dan terakhir fase cair terjadi di dalam kapiler darah. Pada alveolus, oksigen dari alveolus mengalir masuk ke kapiler darah karena tekanan oksigen dalam alveolus (sekitar 104 mmHg) lebih tinggi daripada di kapiler darah yang hanya sekitar 40 mmHg. Lalu, gas karbondioksida mengalir dari kapiler darah ke alveolus karena adanya beda tekanan karbondioksida sebesar 5 mmHg dengan tekanan karbondioksida dalam kapiler darah lebih besar. Kemudian, di jaringan tubuh terjadi sebaliknya. Oksigen mengalir dari kapiler ke jaringan dan karbondioksida mengalir dari jaringan ke kapiler. Hal ini disebabkan perbedaan tekanan oksigen dan karbondioksida sama seperti yang terjadi di alveolus.5

Perubahan TekananKarena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, maka saat inspirasi, tekanan intraalveolus harus lebih kecil daripada tekanan atmosfer dan berlaku sebaliknya saat ekspirasi. Tekanan atmosfer tidak dapat diubah karena tekanan ini hanya bergantung pada ketinggian tempat manusia berada, oleh karena itu, yang diubah dalam mekanisme pernapasan adalah tekanan intraalveolus yaitu dengan cara mengubah volume paru. Sesuai dengan hukum Boyle yang menyatakan bahwa pada suhu konstan, bila volume diperbesar maka tekanan akan menurun dan sebaliknya maka dengan menggunakan otot-otot yang terlibat dalam proses respirasi, volume rongga dada dapat diatur. Perubahan pada volume rongga dada akan diikuti oelh perubahan volume paru karena dinding thoraks dan dinding paru berhubungan melalui daya rekat cairan intrapleura dan gradien tekanan transmural.5,7

Otot-otot yang Berperan dalam RespirasiSebelum inspirasi, otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak ada udara yang mengalir dan tekanan intraalveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi utama yang berperan dalam melakukan proses inspirasi tenang adalah m. interkostal eksternus dan diafragma. Di antara keduanya, diafragma berperan lebih penting yaitu sekitar 80% kerja inspirasi dilakukan olehnya. Saat nerfus frenikus yang mempersarafi diafragma mengirimkan impuls agar diafragma berkontraksi, maka diafragma akan turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan cara meningkatkan diameter vertikal. Kontraksi otot-otot interkostal eksternus yang serat-seratnya berjalan ke bawah depan antara dua iga yang berdekatan akan memperbesar rongga thoraks dalam diameter anteroposterior dan transversal. Otot-otot interkostal ini dipersarafi oleh saraf interkostal. Saat terjadi inspirasi tenang, terjadi perubahan tekanan intraalveolus menjadi 759 mmHg sehingga udara dari luar yang memiliki tekanan atmosfer (tekanan yang lebih tinggi) akan masuk dan mengisi paru-paru.5Inspirasi dalam dapat dilakukan dengan mengontraksikan diafragma dan otot interkostalis eksternus dengan lebih kuat dan mengaktifkan otot inspirasi tambahan sehingga rongga thoraks semakin besar, paru semakin mengembang, dan gradien perbedaan tekanan juga semakin besar sehingga lebih banyak udara yang diinspirasi. Otot-otot inspirasi tambahan antara lain adalah m. scalenus anterior, m. scalenus medius, m. scalenus posterior, m. sternocleidomastoideus, m. serratus anterior, m. latissimus dorsi, m. pectoralis mayor, m. pectoralis minor, dan m. iliocostalis bagian atas.5Setelah inspirasi, maka otot-otot inspirasi akan mengalami relaksasi dan rongga thoraks kembali ke ukuran semula akibat pengaruh gaya gravitasi. Sehingga dalam proses ini tidak dibutuhkan kontraksi dari otot manapun dan proses ini disebut sebagai proses yang pasif. Seiring dengan volume rongga dada yang mengecil, volume paru juga mengecil dan meningkatkan tekanan intraalveolus. Akibatnya, udara dari dalam paru dikeluarkan ke udara luar.5Namun saat ekspirasi kuat dibutuhkan kontraksi dari beberapa otot, terutama otot-otot perut. Otot-otot yang terlibat dalam ekspirasi kuat diantaranya adalah m. rectus abdominis, m. obliquus abdominis internus, m. obliquus abdominis externus, m. iliocostalis bagian bawah, dan m. longissimus.5

Volume dan Kapasitas ParuVolume pernapasan dapat diukur dengan menggunakan alat yang bernama spirometer dan hasilnya dicatat dalam spirogram. Secara umum, besar volume dan kapasitas paru untuk wanita lebih rendah bila dibandingkan dengan pria. Ada beberapa volume dan kapasitas paru yang dikenal. Pertama adalah volume tidal yaitu volume udara pada respirasi normal. Besarnya sekitar 500 ml. Lalu, ada volume cadangan inspirasi yaitu volume udara yang dapat dihirup secara maksimal setelah melakukan inspirasi normal. Besarnya sekitar 3000 ml. Kemudian volume pernapasan yang lain adalah volume cadangan ekspirasi yaitu volume udara yang dapat dihembuskan keluar setelah melakukan ekspirasi normal. Besarnya sekitar 1000 ml. Terakhir adalah volume residual yaitu volume udara dalam paru yang tidak dapat dikeluarkan sehingga tidak dapat diukur dengan spirometer. Untuk kapasitas pernapasan, ada kapasitas inspirasi yang merupakan penjumlahan dari volume tidal dan volume cadangan inspirasi. Kemudian ada kapasitas ekspirasi yang adalah penjumlahan dari volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Setelah itu ada kapasitas vital yang adalah gabungan dari volume tidal, volume cadangan inspirasi, dan volume cadangan ekspirasi. Dan kapasitas paru yang terakhir adalah kapasitas paru total yang merupakan jumlah dari kapasitas vital ditambah dengan volume residual.5Dengan melihat spirogram yang didapat, dapat diketahui apakah seseorang normal atau menderita penyakit paru obstruktif atau menderita penyakit paru restriktif. Pada penderita penyakit paru obstruktif, pasien akan mengalami kesulitan dalam mengosongkan paru karena tertutupnya jalur pernapasan. Akibatnya, kapasitas residual fungsional dan volume residual akan meningkat yang disebabkan adanya udara yang terperangkap dalam paru (lihat gambar 9). Dengan meningkatnya kapasitas residual fungsional, artinya kapasitas vital paru akan berkurang dan volume ekspirasi paksa dalam satu detik juga akan berkurang. Sedangkan penderita paru restriktif, mengalami penurunan compliance paru yaitu kemudahan paru-paru untuk mengembang sehingga akibatnya kapasitas paru total, kapasitas inspirasi, dan kapasitas vitalnya akan berkurang karena terjadi gangguan dalam proses inspirasi (lihat gambar 10).5

Gambar 9. Spirogram Penderita Paru Obstruktif5

Gambar 10. Spirogram Penderita Paru Restriktif5HipotesisAnak perempuan berumur 9 tahun tersebut sesak disebabkan karena adanya gangguan pada sistim repirasi.

Sasaran Pembelajaran1. Mengetahui struktur makroskopis dan mikroskopis organ terkait.2. Mengetahui mekanisme pernapasan/difusi gas/transpor gas.3. Mengetahui kerja faal paru.

Kesimpulan Sesak napas dapat terjadi karena adanya gangguan dalam sistem respirasi, baik pada bagian konduksi maupun pada bagian respiratorik. Hal ini juga dipengaruhi oleh mekanisme pernapasan yang mencakup proses difusi gas, perubahan tekanan, otot-otot yang terlibat dalam inspirasi dan ekspirasi serta volume dan kapasitas paru. Untuk mengtahui jenis gangguan yang terjadi, dapat dilakukan tes sederhana dengan menggunakan spirometer. Namun untuk hasil yang lebih baik, harus dilakukan pemeriksaan yang lebih lengkap dan memadai.

Daftar Pustaka1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2001.h.154-73.2. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: FKUI; 2007.h.2-98.3. Netter FH. Atlas of human anatomy. London: Saunders; 2010.h.55-136.4. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar, teks dan atlas. Ed. 10. Jakarta: EGC; 2007.h.153-78.5. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Ed. 6. Jakarta: EGC; 2011.h.502-20.6. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed. 20. Jakarta: EGC; 2002. h.621-55.7. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi kedokteran. Ed 11. Jakarta: EGC; 2008.h.495-549.

15