osteoporosis-130717152019-phpapp02.docx

63
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi perhatian dunia hal ini dilator belakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan ini menyebabkan peningkatan penyakit menua yang menyertainya diantaranya osteoporosis. Masalah osteoporosis di Indonesia dihubungkan dengan masalah hormonal pada menopause. Menopause lebih cepat dicapai wanita Indonesia pada usia 48 tahun dibandingkan wanita barat usia 60 tahun. Mulai berkurangnya paparan terhadap sinar matahari, kurangnya asupan kalsium, perubahan gaya hidup seperti merokok, alcohol dan berkurangnya latihan fisik,penggunaan obat steroid jangka panjang serta risiko osteoporosis tanpa gejala klinis. Menurut WHO (1994), angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis di seluruh dunia mencapai angka 1,7 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun 2050 dan 71% kejadian ini akan terdapat di negara –negara berkembang. Di Indonesia 19,7 % dari jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita osteoporosis (klinik medis, 2008). Lima provisi dengan risiko osteoporosis lebih tinggia adalah Sumatra selatan (27,7%), jawa tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatra utara (22,82%), jawa timur (21,42%), Kalimantan timur (10,5%) (depkes,2005). Patah tulang osteoporosis telah hampir 1 | Keperawatan Muskuloskeletal/Osteoporosis

Transcript of osteoporosis-130717152019-phpapp02.docx

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMasalah usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi perhatian dunia hal ini dilator belakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan ini menyebabkan peningkatan penyakit menua yang menyertainya diantaranya osteoporosis. Masalah osteoporosis di Indonesia dihubungkan dengan masalah hormonal pada menopause. Menopause lebih cepat dicapai wanita Indonesia pada usia 48 tahun dibandingkan wanita barat usia 60 tahun. Mulai berkurangnya paparan terhadap sinar matahari, kurangnya asupan kalsium, perubahan gaya hidup seperti merokok, alcohol dan berkurangnya latihan fisik,penggunaan obat steroid jangka panjang serta risiko osteoporosis tanpa gejala klinis. Menurut WHO (1994), angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis di seluruh dunia mencapai angka 1,7 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun 2050 dan 71% kejadian ini akan terdapat di negara negara berkembang. Di Indonesia 19,7 % dari jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita osteoporosis (klinik medis, 2008). Lima provisi dengan risiko osteoporosis lebih tinggia adalah Sumatra selatan (27,7%), jawa tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatra utara (22,82%), jawa timur (21,42%), Kalimantan timur (10,5%) (depkes,2005). Patah tulang osteoporosis telah hampir 24% dari ansia yang mengalami patah tulang pinggul meninggal dunia pada tahun pertama sedangkan 50% mempunyai risiko tidak bias melakukan aktivitas seumur hidup dan 25% memerlukan perawatan jangka panjang dan butuh dana yang besar serta tidak akan bias hidup tanpa bantuan orang lain (Lane, 2001 dan Yatim 2000).Osteoporosis sebenarnya dapat dicegah sejak dini atau paling sedikit ditunda kejadiannya dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsure kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari), berolahraga secara teratur, tidak merokok,dan tidak mengkonsumsi alkohol karena rokok dan alcohol meningkatkan risiko osteoporosis dua kali lipat, namun kurangnya pengetahuan masyarakat yang memadai tentang osteoporosis dan pencegahannya sejak dini cenderung meningkat angka kejadian osteoporosis (Depkes, 2004).Meilani (2007) dan Ashar (2008) dalam penelitiannya mengenai pengaruh pengetahuan dan upaya lansia terhadap osteoporosis menyatakan bahwa terdapat hubungan substansial antara pengetahuan dan upaya pencegahan dini osteoporosis. Lansia yang kurang pengetahuannya mengenai osteoporosis dan upaya yang kurang tepat mempunyai resiko lebih tinggi untuk meningkatnya derajat osteoporosis, dengan meningkatkan pengetahuan lansia tentang osteoporosis dapat mencegah meningkatnya osteoporosis (Ashar, 2008).

1.2 Rumusan Masalah1. Apa definisi dari Osteoporosis?2. Bagaimana proses pembentukan tulang?3. Bagaimana klasifikasi dari Osteoporosis?4. Bagaimana etiologi dari Osteoporosis?5. Bagaimana manifestasi klinis dari Osteoporosis?6. Bagaimana patofisiologi dari Osteoporosis?7. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien dengan Osteoporosis?8. Bagaimana penatalaksanaan dari Osteoporosis?9. Apa saja komplikasi dari Osteoporosis?10. Bagaimana prognosis dari Osteoporosis?11. Bagaimana woc (web of caution) dari Osteoporosis?12. Bagaimana pelaksanaan senam Osteoporosis?13. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Osteoporosis?

1.3 Tujuan1.3.1 Tujuan UmumMenjelaskan pengertian dari Osteoporosis, senam osteoporosis dan asuhan keperawatan pada klien dengan Osteoporosis. 1.3.2 Tujuan Khusus1. Menjelaskan definisi dari Osteoporosis.2. Menjelaskan proses pembentukan tulang.3. Menjelaskan klasifikasi dari Osteoporosis.4. Menjelaskan etiologi dari Osteoporosis.5. Menjelaskan manifestasi klinis dari Osteoporosis.6. Menjelaskan patofisiologi dari Osteoporosis.7. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien dengan Osteoporosis.8. Menjelaskan penatalaksanaan dari Osteoporosis.9. Menjelaskan komplikasi dari Osteoporosis.10. Menjelaskan prognosis dari Osteoporosis.11. Menjelaskan WOC (web of caution) dari Osteoporosis.12. Menjelaskan pelaksanaan senam Osteoporosis.13. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Osteoporosis.

1.4 ManfaatDengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang osteoporosis, asuhan keperawatan pada klien dengan osteoporosis dan senam osteoporosis serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Definisi OsteoporosisOsteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total (Lukman dan Nurna Ningsih, 2012).Osteoporosis adalah suatu keadaan penyakit yang ditandai dngan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur. Pada osteoporosis, terjadi penurunan kualitas tulang dan kuantitas kepadatan tulang, padahal keduanya sangat menentukan kekuatan tulang sehingga penderita Osteoporosis mudah mengalami patah tulang atau fraktur (Helmi, 2012).Osteoporosis (pengeroposan tulang) merupakan gangguan metabolic tulang dengan meningkatkan kecepatan resorpsi tulang tetapi kecepatan pembentukannya berjalan lambat sehingga terjadi kehilangan massa tulang. Tulang yang terkena gangguan ini akan kehilangan garam-garan kalsium serta fosfat dan menjadi porous, rapuh serta secara abnormal rentan terhadap fraktur (Kowalak, 2011).Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal (Brunner & Suddarth, 2000).

Proses Pembentukan TulangModeling tulang adalah suatu kondisi saat proses resorpsi dan pembentukan tulang terjadi pada permukaan tulang yang berlainan (pembentukan dan resorpsi tidak berpasangan). Contohnya pada pertambahan panjang dan diameter tulang panjang. Modeling tulang terjadi sejak kelahiran hingga dewasa dan proses ini berperan dalam penambahan massa dan perubahan bentuk kerangka. Pada kondisi ini proses pembentukan tulang lebih dominan terjadi daripada proses resorpsi tulang.Remodeling tulang adalah pergantian jaringan tulang tua dengan jaringan tulang muda. Kondisi ini sebagian besar terjadi pada kerangka hewan dewasa untuk mempertahankan massa tulang. Proses ini mencakup pembentukan dan resorpsi tulang secara bersamaan (berpasangan). Remodeling merupakan sebuah proses yang dinamis termasuk penggantian dan pengisian kembali baik tulang kompak maupun trabekular. Proses ini terus-menerus terjadi untuk mempertahankan massa tulang serta integritas dan fungsi kerangka. Proses ini kompleks dan dikendalikan oleh susunan syaraf pusat melalui hormon dan oleh tekanan mekanis. Proses ini bergantung pada keterpaduan aksi dari osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Secara bersamaan, ketiga sel ini membentuk BMU (Basic Multicellular Unit) atau unit remodeling tulang yang berperan dalam proses remodeling pada hewan dewasa (Mills 2007). Proses remodeling tulang terjadi dalam beberapa fase (Gambar 1), yaitu: 1. 5 | Keperawatan Muskuloskeletal/Osteoporosis

2. Aktivasipre-osteoklas terstimulasi menjadi osteoklas dewasa yang aktif. 3. Resorpsiosteoklas mencerna matriks tulang tua. 4. Pembalikanakhir dari proses resorpsi, saat osteoklas digantikan oleh osteoblas. 5. Pembentukanosteoblas menghasilkan matriks tulang yang baru. 6. Fase pasifosteoblas selesai menghasilkan matriks dan terbenam di dalamnya. Beberapa osteoblas membentuk sederet sel yang berjejer di permukaan tulang yang baru (IPB, tt).

Gambar 1: Proses remodeling tulang (IOF 2009)

Klasifikasi OsteoporosisMenurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis diklasifikasikan sebagai berikut:1. Osteoporosis PostmenopausalTerjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. 2. Osteoporosis SenilisMerupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. 3. Osteoporosis SekunderDialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis. 4. Osteoporosis Juvenil IdiopatikMerupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Mulyaningsih, 2008).

Etiologi OsteoporosisOsteoporosis postmenopause terjadi karena kekurangan estrogen (hormone utama pada wanita), yang membantu mengatur pengankutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia dintara 53 73 tahun, tetapi bisa muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopause, pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada kulit hitam.Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan massa tulang yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasnya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis postmenopause dan senilis.Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga menngalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa diakibatkan oleh gagal ginjal kronik dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan hormone tiroid yang berlebihan). Pemakaian alcohol yang berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk keadaan ini.Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormone yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Lukman dan Nurna Ningsih, 2012).Faktor resiko terjadinya osteoporosis:1.WanitaOsteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun. 2.UsiaSeiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat. 3.Ras/SukuRas juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah. 4. Keturunan Penderita OsteoporosisJika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama. 5.Gaya Hidup Kurang Baika. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah. b. Minuman berkafein dan beralkohol. Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas). c. Malas OlahragaMereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.

d. MerokokTernyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti. e. Kurang Kalsium Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akanmengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.6.Mengkonsumsi ObatObat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang. Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan aktivitas fisik. Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya fokus pada masalah hormon dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal, Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa olahraga sangatlah penting. Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari pengobatan. Olahraga teratur dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot, melainkan juga memelihara dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian, latihan olahraga dapat mengurangi risiko jatuh yang dapat memicu fraktur (patah tulang) (Mulyaningsih, 2008).

Manifestasi Klinis Osteoporosis1. Patah tulang2. Punggung yang semakin membungkuk3. Penurunan tinggi badan4. Postur tubuh kelihatan memendek akibat dari Deformitas vertebra thorakalis5. Nyeri punggung6. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak7. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur8. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas9. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis10. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuhKepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang memnyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan tibul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama terpengaruh pada osteoporosis adalah radius distal, kaput vertebra terutama mengenai T8-L4, dan kollum femoris.Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasaklan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit.Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain itu yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungan dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan secara perlahan (Lukman dan Nurna Ningsih, 2012).Osteoporosis mengakibatkan patah tulang yang paling sering adalah pada punggung, paha, dan lengan bawah. Menurut Susan J. G dialihbahasakan oleh Anton C. W (2001: 205-206), tulang yang pertama kali terkena osteoporosis biasanya pada vertebra spinalis dan tipikalnya mengenai vertebra torakalis bawah dan vertebra lumbalis atas. Vertebra torakalis menyokong terjadinya fraktur berbentuk baji, sedangkan fraktur yang remuk sering mengenai vertebra lumbalis. Fraktur baji vertebra torakalis membentuk punuk wanita tua (dowagers hump). Proporsi lengan dan tungkai terhadap kerangka aksial tubuh tidak normal dan tampak lebih panjang. Penurunan tinggi badan karena osteoporosis bisa mencapai 5 sampai 8 inchi. Keadaan ini dapat berlangsung terus, sehingga rongga rusuk bagian bawah menyentuh crista iliaca anterior.

Gambar 2: Bagian osteoporosis pada punggungKeterangan: Perubahan kerangka pada osteoporosis pasca-menopause.Pada bagian paha, yang biasanya patah adalah bagian leher femur dan trochanterica, dimana usia penderita pada leher femur rata-rata adalah 75 tahun. Penderita patah tulang trochanterica umumnya berusia lima tahun lebih tua dari penderita pada leher femur. Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Patah tulang pangkal paha pada penderita osteoporosis merupakan salah satu komplikasi yang serius. Penderita penyakit ini mempunyai risiko 50% tidak bisa melakukan aktivitas seumur hidup, 25% memerlukan perawatan jangka panjang, dan kematian dalam tahun pertama setelah patah tulang sebesar 20% (Faisal Yatim, 2000: 3). Patah tulang lengan bawah terjadi pada bagian distal radius (ujung tulang, tepat sebelum sendi pergelangan tangan) yang biasanya disebut Colles fractures. Resiko wanita mengalami Colles fractures adalah kira-kira 15%, biasanya terjadi setelah menopause tetapi ada juga yang terjadi pada pra-menopause (Prasetyo, tt).

Gambar 3: Bagian osteoporosis pada paha dan lengan bawahKeterangan: Pada paha yaitu di leher femur dan trochanterica, sedangkan bagian lengan bawah adalah di distal radius. (Prasetyo, tt)

Patofisiologi OsteoporosisDidalam kehidupan, tulang akan selalu mengalami proses perbaharuan. Tulang memiliki2 sel, yaitu osteoklas (bekerja untukmenyerap danmenghancurkan/merusak tulang) dan osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang). (Compston, 2002). Tulang yang sudah tua dan pernah mengalami keretakan, akan dibentuk kembali. Tulang yang sudah rusak tersebut akan diidentifikasi oleh sel osteosit (sel osteoblas menyatu dengan matriks tulang). (Cosman, 2009) Kemudian terjadi penyerapan kembali yang dilakukan oleh sel osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam. (Tandra, 2009) Dengan demikian, tulang yang sudah diserap osteoklas akan dibentuk bagian tulang yang baru yang dilakukan oleh osteoblas yang berasal dari sel prekursor di sumsum tulang belakang setelah sel osteoklas hilang. (Cosman, 2009) Proses remodelling tulang tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4: Siklus remodelling tulang, Cosman, 2009Menurut Ganong, ternyata endokrin mengendalikan proses remodeling tersebut. Dan hormon yang mempengaruhi yaitu hormon paratiroid (resorpsi tulang menjadi lebih cepat) dan estrogen (resorpsi tulang akan menjadi lama). Sedangkan pada osteoporosis, terjadi gangguan pada osteoklas, sehingga timbul ketidakseimbangan antara kerja osteoklas dengan osteoblas. Aktivitas sel osteoclas lebih besar daripada osteoblas. Dan secara menyeluruh massa tulang pun akan menurun, yang akhirnya terjadilah pengeroposan tulang pada penderita osteoporosis. (Ganong, 2008) Gambar 2.2 menunjukan perbedaan tulang yang normal dan tulang yang sudah mengalami pengeroposan.

Gambar 5: Tulang Normal dan KeroposTulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada pembentukan tulang yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Matrik inorganik yang terpenting adalah kolagen tipe 1 ( 90%), sedangakan komponen anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfat, disampinh magnesium, sitrat, khlorid dan karbonat. Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase konsolodasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat epifisi tertutup. Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass ) pada pertengahan umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkrang ( bone Loss ) sebanyak 35-50 tahun Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari Adanya massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetic, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan Densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.

Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan. Satu dari dua wanita akan mengalami osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1 kasus osteoporsis dari lebih 50 orang laki-laki. Dengan demikian insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini di duga berhubungan dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada wanita jauh lebih banyak.

Gambar 6: Percepatan Pertumbuhan TulangGambar diatas menunjukan bahwa terjadi percepatan pertumbuhan tulang, yang mencapai massa puncak tulang pada usia berkisar 20 - 30 tahun, kemudian terjadi perlambatan formasi tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan. Keadan ini bertahan sampai seorang wanita apabila mengalami menopause akan terjadi percepatan resorpsi tulang, sehingga keadaan ini tulang menjadi sangat rapuh dan mudah terjadi fraktur. Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai akhirnya akan lebih dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilanga massa tulang menjadi cepat pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa tahun kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya secara perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepat osteoporosis tergantung dari hsil pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak. Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa muda. Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjdai solid. Pada usia rata-rata 25 tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang puncak. Walaupun demikian massa puncak tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada wanita. Massa puncak tulang ini sangatlah penting, yang akan menjadi ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur kan saja, tetapi apabila tinggi makan akan terlindung dari ancaman fraktur. Faktor faktor yang menentukan tidak tercapainya massa tulang puncak sampai saai ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat beberapa faktor yang berperan, yaitu genetik, asupan kalsium, aktifitas fisik, dan hormon seks. Untuk memelihara dan mempertahan massa puncak tulang adalah dengan diet, aktifitas fisik, status reproduktif, rokok, kelebiham konsumsi alkohol, dan beberapa obat (Permana, 2009).

Pemeriksaan Diagnostic Pada Pasien dengan OsteoporosisSeseorang yang ingin menentukan terjadinya osteoporosis atau tidak, biasanya diagnosis yang digunakan yaitu dengan pemeriksaan densitas mineral tulang (DMT) agar mengetahui kepadatan tulang pada orang tersebut. (Hartono, 2004). Untuk menentukan kepadatan tulang tersebut, ada 3 teknik yang biasa digunakan di Indonesia, antara lain : 1. Densitometri DXA (dual-energy x-ray absorptiometry) Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. Orang yang melakukan pemeriksaan ini tidak akan merasakan nyeri dan hanya dilakukan sekitar 5 - 15 menit. Menurut Putri, DXA dapat digunakan pada wanita yang mempunyai peluang untuk mengalami osteoporosis, seseorang yang memiliki ketidakpastian dalam diagnosa, dan penderita yang memerlukan keakuratan dalam hasil pengobatan osteoporosis. (Putri, 2009).Keuntungan yang didapatkan jika melakukan pemeriksaan ini yaitu dapat menentukan kepadatan tulang dengan baik (memprediksi resiko patah tulang pinggul) dan mempunyai paparan radiasi yang sangat rendah. Akan tetapi alat ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan koreksi berdasarkan volume tulang (secara bersamaan hanya menghitung 2 dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan jika pada saat seseorang melakukan pengukuran dalam posisi yang tidak benar, maka akan mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut. (Cosman, 2009) Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan melihat perbedaan BMD dari hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD puncak. (Tandra, 2009) Hasil dari pemeriksaan BMD dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 7: Hasil Pemeriksaan Osteoporosis Berdasarkan BMDMenurut WHO, kriteria T-score dibagi menjadi 3, yaitu T-score > -1 SD yang menunjukkan bahwa seseorang masih dalam kategori normal. T-score