Osteomielitis
-
Upload
yudisiswantowijaya -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
description
Transcript of Osteomielitis
BAB I
PENDAHULUAN
Osteomielitis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut adalah
proses radang pada tulang akibat infeksi dari organisme terkait. Staphylococcus aureus adalah
bakteri yang paling sering terlibat dalam osteomielitis. Pada rute dasar infeksi, osteomielitis akut
dapat diklasifikasikan sebagai hematogen atau eksogen. Osteomielitis hematogen sering terdapat
pada anak-anak dan melibatkan tulang panjang yang kaya vaskularisasi, terutama tulang-tulang pada
bagian bawah tubuh. Pada dewasa, penyebaran hematogen lebih sering terdapat di korpus vertebra
lumbal daripada di tempat lainnya.(3)
Sebelum pubertas, infeksi dimulai di vena sinusoid metafise. Karena tulang merupakan
struktur yang padat, edema fokal terakumulasi di bawah tekanan dan mengakibatkan nekrosis
jaringan lokal, kerusakan struktur tulang trabekular, dan hilangnya matriks tulang serta kalsium. Jejas
vaskular yang lebih lanjut mengakibakan kematian iskemik dari osteosit, dan mengakibatkan
terbentuknya formasi sekuestrum. Formasi periosteal tulang baru di atas sekuesterum dikenal
dengan nama involukrum. Akut osteomielitis, keluhan utama yang muncul biasanya nyeri lokal,
bengkak, dan rasa hangat pada daerah yang terinfeksi. Hal-ini sering muncul sehubungan dengan
demam dan malaise.(3)
Sedangkan osteomielitis kronis dapat muncul pada presentasi awal sekalipun; tidak harus
seorang pasien melalui tahap akut, sub akut, kemudian baru menjadi kronik. Meskipun jarang, dapat
muncul satu bentuk osteomielitis yang sklerotik nonpurulen; bentuk ini dinamakan Garre sclerosing
osteomielitis. Kelainan lain yang berkaitan diantaranya osteomielitis multifokal yang kronis dan
sering kambuh, TB osteomielitis, sinovitis, akne, pustulosis, hiperostosis, dan osteitis (SAPHO)
sindrom.(6)
Osteomielitis kronik adalah infeksi dari tulang dan sumsum tulang belakang yang parah, ada
terus-menerus, dan kadang sulit untuk ditangani. Kelainan ini mungkin hasil dari (1) terapi
osteomielitis akut yang tidak adekuat; (2) osteomielitis tipe hematogen; (3) trauma; (4) penyebab
iatrogenik seperti penggantian dan internal fiksasi dari sebuah fraktur; (5) fraktur tipe compound; (6)
infeksi mikroorganisme seperti Mycobacterium tuberculosis dan spesies Treponema (sifilis); dan (7)
penyebaran berlanjut dari jaringan lunak, dapat timbul dengan ulkus diabetikum atau ulkus terkait
kelainan vaskuler perifer.(6)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang. Osteomyelitis dapat terjadi pada bayi, anak-
anak, maupun dewasa. Tipe-tipe yang berbeda dari bakteri-bakteri secara khas mempengaruhi
kelompok umur yang berbeda. Pada anak-anak, osteomyelitis paling umum terjadi pada
ujung dari tulang panjang dari lengan dan tungkai, yang akan mempengaruhi pinggul, lutut,
pundak, dan pergelangan tangan. Pada dewasa lebih umum pada tulang vertebrae atau pelvis.
Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi secara :
1. Hematogen dari fokus yang jauh seperti pada kulit, tenggorok, dan gigi.
2. Kontaminasi dari luar : fraktur terbuka, tindakan operasi tulang (infeksi
iatrogenik)
3. Perluasan infeksi jaringan ketulang didekatnya.
Gambar 1. Perbandingan antara tulang sehat dan tulang yang terinfeksi
Mikrobiologi
Organisme penyebab dapat dikelompokkan berdasarkan kelompok pasien, seperti di
bawah ini:
1. Anak-anak <1 tahun: Spesies Grup B Streptococcus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenza (5-50%), dan Escherichia coli.
2. Anak-anak >1 tahun: S.aureus, H.influenza, E.coli, Serratia marcescens, dan
Pseudomonas aeruginosa.
3. Dewasa: S.aureus, E.coli, S. marcescens, dan P. aeruginosa.
4. Orang dengan anemia sel sabit: Spesies Salmonella dan S.aureus.
5. Orang dengan diabetes: cocci Gram positif, seperti Streptococcus,
Staphylococcus, dan spesies Enterobacter.
6. Orang dengan rute infeksi eksogen: Organisme multipel, termasuk anaerob dan
spesies Pseudomonas.
Patogenesis
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa cara.
Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui penyebaran
hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang jauh, atau selama
pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan sekitarnya.
Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang biasanya timbul
antara usia 5 dan 15 tahun.Ujung metafisis tulang panjang merupakan tempat predileksi
untuk osteomielitis hematogen. Diperkirakan bahwa end-artery dari pembuluh darah yang
menutrisinya bermuara pada vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga
menyebabkan terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada tempat ini. Kondisi
ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada endotel dan melekat pada
matriks tulang. Selain itu, rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan
aktivitas fagositik dari sel darah putih. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal
dan ciri aliran darah yang lamban tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis hematogen pada
orang dewasa merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi.
Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh darah lokal
yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian berkembang
menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan lokal akan menyebarkan pus hingga
ke korteks melalui sistem Havers dan kanal Volkmann hingga terkumpul dibawah periosteum
menimbulkan rasa nyeri lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan
menstimulasi pembentukan involukrum periosteal (fase kronis). Apabila pus keluar dari
korteks, pus tersebut akan dapat menembus soft tissues disekitarnya hingga ke permukaan
kulit, membentuk suatu sinus drainase.
Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis osteomielitis
termasuk diabetes mellitus, immunosupresan, penyakit imundefisiensi, malnutrisi, gangguan
fungsi hati dan ginjal, hipoksia kronik, dan usia tua. Sedangkan faktor-faktor lokal adalah
penyakit vaskular perifer, penyakit stasis vena, limfedema kronik, arteritis, neuropati, dan
penggunaan rokok.
Gambar 2. Patogenesis osteomyelitis
Insidens
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi
yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan
fibula.
Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89-
90%),Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan
Eschericia coli(1-2%)
Gambar 3. Etiologi
Klasifikasi Osteomielitis
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis.
Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala : akut,
subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7-
14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun,
pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan
prosthesa dan sebagainya.
Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan
osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3
bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada episentral yang disebut
sekuester yang dibungkus involukrum.
Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan
infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran
kontinyu (dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen
dan kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya
trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus
diabetikum.
Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis yang
diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status fisiologis dari
penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks superfisial, stadium 3 – medular dan
kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 – medular dan kortikal difus.
Osteomielitis hematogenik akut
Diagnosis
Evaluasi ostemyelitis hematogenous akut sebaiknya dimulai dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Gejala dan tanda dapat sangat beragam. Pada bayi, lansia, dan pasien
dengan imunitas buruk, gambaran klinis minimal. Demam dan malaise dapat ditemukan pada
stadium awal penyakit, namun kadangkala gejala ini juga tidak dirasakan. Adanya
pembengkakan menandakan keadaan yang signifikan dimana sindrom kompartmen sering
dilaporkan terjadi pada anak akibat osteomyelitis.
Pada pemeriksaan fisik biasa ditemukan adanya nyeri tekan pada palpasi daerah yang
terinfeksi dan gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan
akan bertambah berat jika terjadi spasme lokal. Gangguan pergerakan sendi juga dapat
disebabkan oleh efusi sendi atau septik sendi.
Jumlah sel darah putih biasanya normal, akan tetapi nilai sedimentasi eritrosit (ESR)
dan C-reactive protein (CRP) biasanya meningkat. CRP merupakan pengukuran respon fase
akut dan berguna dalam mengawasi proses penyembuhan dari osteomyelitis akut karena
nilainya kembali ke normal lebih cepat dibanding dengan ESR. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Orimolade et al pada pasien Osteomyelitis akut di Nigeria, ditemukan bahwa
pasien osteomyelitis lebih cenderung mengalami anemia dibanding kelompok kontrol.
Gambaran radiologi polos biasanya tidak menunjukkan kelainan namun dapat ditemukan
pembengkakan jaringan lunak. Perubahan skelet seperti reaksi periosteal atau destruksi tulang
biasanya tidak ditemukan pada foto polos hingga hari ke 10 dan 12 infeksi. Pemindaian
tulang dengan menggunkan Technetium 99m dapat mengkonfirmasi diagnosis dalam 24
hingga 48 jam setelah terjadinya onset pada 90% hingga 95% pasien. MRI dapat
memperlihatkan adanya perubahan akibat proses radang pada sum-sum tulang dan jaringan
lunak.
Organisme penyebab dapat ditentukan pada sekitar 50% penderita melalui kultur
darah. Aspirasi tulang biasanya memberikan diagnosis bakteriologis yang akurat dan
sebaiknya dilakukan dengan abocath nomor 16 atau 18 pada tempat terjadinya
pembengkakan dan nyeri yang maksimal, biasanya pada metaphyse tulang panjang. Ruang
subperiosteal sebaiknya diaspirasi pertama kali dengan memasukkan jarum pada korteks
bagian luar. Jika tidak didapatkan cairan atau material purulent, jarum diposisikan lebih
dalam lagi untuk mengambil aspirat sum-sum tulang. Sampel yang diambil dikirim untuk
dilakukan pewarnaan gram, kultur, dan tes sensitivitas antibiotik.
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri biasanya
terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya. Sebagai contoh,
apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus dievaluasi akan
adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari menggunakan bagian tubuh yang
terkena infeksi.
Pada pemeriksaan biasanya ditemukan nyeri tekan lokal dan pergerakan sendi yang
terbatas, namun oedem dan kemerahan jarang ditemukan. Dapat pula disertai gejala sistemik
seperti demam, menggigil, letargi, dan nafsu makan menurun pada anak.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan dramatis dari CRP, LED, dan
leukosit. Pada pemeriksaan kultur darah tepi, ditemukan organisme penyebab infeksi. Pada
pemeriksaan foto polos pada awal gejala didapatkan hasil yang negatif. Seminggu setelah itu
dapat ditemukan adanya lesi radiolusen dan elevasi periosteal. Sklerosis reaktif tidak
ditemukan karena hanya terjadi pada infeksi kronis. Presentasi radiologi dari Osteomielitis
hematogen akut mirip dengan gambaran neoplasma seperti Leukimia limfositik akut, Ewing’s
sarkoma, dan histiositosis Langerhans’. Karena itu, dibutuhkan biopsi untuk menentukan
diagnosis pasti.
Gambar 4. Laki-laki 47 tahun diterapi karena septikemia stafilokokal ketika dia merasa nyeri
pada kaki sebelah kiri bawah. Diagnosa fisik tidak ditemukan abnormalitas. Radiografi dari
tibia kiri (tempat nyerinya) tidak menunjukkan abnormalitas.
Gambar 5. Rarefaction terlihat pada tibia bawah terkait dengan reaksi periosteal.
Gambar 6. Radiograf kaki menunjukkan reaksi periosteal di sekitar tulang metatarsal I.
Gambar 7. Radiograf dari bahu pada pasien dengan nyeri bahu menunjukkan tidak ada
kelainan (gambar kiri). Radiograf lain diambil 3 minggu kemudian menunjukkan destruksi
tulang (gambar kanan).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat segera setelah onset osteomyelitis hematogenous akut
dapat memperkecil morbiditas. Operasi dan penanganan antibiotik merupakan
penatalaksanaan terpenting dan pada beberapa pasien, dengan pemberian antibiotik saja dapat
menyembuhkan penyakit tersebut. Pemilihan antibiotik berdasar pada aktivitas bakteriosidal
yang terkuat, toksisitas yang paling rendah, dan pertimbangan sosioekonomi.
Telah lama diketahui bahwa abses yang meluas membutuhkan drainase operatif. Akan
tetapi, daerah peradangan ringan tanpa pembentukan abses dapat ditangani hanya dengan
antibiotik. Pada tahun 1983 Nade menjelaskan mengenai lima prinsip dasar penanganan
osteomyelitis hematogenous akut yang masih dapat diterapkan hingga saat ini: (1) Pemberian
antibiotik yang tepat akan efektif sebelum pembentukan pus; (2) antibiotik tidak dapat
mensterilkan jaringan yang tidak memiliki vaskularisasi atau abses dan daerah tersebut
membutuhkan penanganan operatif; (3) Jika operasi berhasil, maka antibiotik sebaiknya
diberikan untuk mencegah pembentukan ulang dan jahitan luka primer harus terjamin aman;
(4) operasi sebaiknya tidak merusak tulang atau jaringan lunak yang iskemik; (5) antibiotik
sebaiknya tetap diberikan setelah infeksi.
Pasien dengan osteomyelitis hematogenous akut sebaiknya mendapatkan perawatan
supportif standar termasuk pemberian cairan intravena, analgetik yang tepat, dan penempatan
tungkai atau ekstremitas yang terkena yang nyaman. Pemeriksaan berkala yang rutin
sebaiknya dilakukan. Jika abses yang membutuhkan drainase operatif tidak ditemukan
dengan aspirasi sum-sum tulang atau subperiosteal, maka pemberian antibiotik intravena
berdasarkan pewarnaan gram diberikan. Antibiotik dengan spektrum yang sempit khusus
untuk bakteri penyebab sebaiknya diberikan jika pewarnaan gram negatif, dan keadaan pasien
tetap dimonitor. Kadar CRP serum sebaiknya diperiksa 2 – 3 hari setelah pemberian awal
antibiotik. Jika dalam waktu 24 hingga 48 jam, tidak ada respon klinis yang bermakna
terhadap pemberian antibiotik, maka abses yang tak terlihat sebaiknya dicari dan drainase
operatif dipertimbangkan. Terdapat dua indikasi utama untuk operasi pada osteomyelitis
hematogenous akut yaitu (1) keberadaan abses yang membutuhkan drainase dan (2) keadaan
pasien tidak membaik walaupun telah diberikan antibiotik yang tepat.
Tujuan dari operasi adalah untuk drainase rongga abses dan membuang seluruh
jaringan nekrotik. Ketika abses subperiosteal ditemukan pada bayi, beberapa lubang kecil
sebaiknya dibuka melalui korteks hingga mencapai kanal meduller. Jika pus intrameduller
ditemukan, maka sedikit bagian dari tulang diangkat. Kulit kemudian ditutup dengan longgar
dan pada tungkai diberikan splint. Tungkai tersebut dijaga selama beberapa minggu agar
terhindar dari fraktur patologis. Antibiotik intraavena sebaiknya diberikan setelah operasi.
Durasi dari terapi antibiotik kontroversial, akan tetapi, saat ini cenderung mengarah pada
terapi antibiotik yang semakin pendek, diikuti dengan antibiotik oral dan pengawasan kadar
antibiotik serum. Hal ini sebaiknya ditentukan berdasar pada kebutuhan tiap individu dan
dengan konsultasi dari ahli penyakit infeksi.
Setelah operasi dilakukan, splint tungkai posterior panjang diberikan pada tungkai
dalam posisi anatomis, tumit dengan posisi 90 derajat dan jika pada siku dengan fleksi 20
derajat. Setelah luka telah sembuh, splint dilepas dan pasien diminta menggunakan tongkat
bantu. Pasien di follow up selama 1 tahun dengan pemeriksaan radiologik.
Infeksi Osteomielitis Subakut
Diagnosis
Dibandingkan dengan osteomyelitis hematogenous akut, osteomyelitis subakut
memiliki onset yang lebih mendadak dan kurang memiliki gejala yang jelas, sehingga
membuat diagnosis menjadi sulit. Osteomyelitis subakut ini cukup sering ditemukan. Jones et
al melaporkan bahwa 35% pasien mereka dengan infeksi tulang memiliki osteomyelitis
subakut
Karena perjalanan penyakit yang samar dari osteomyelitis, diagnosis biasanya
ditegakkan setelah 2 minggu. Tanda dan gejala sistemik minimal. Suhu tubuh hanya sedikit
naik atau tidak sama sekali. Nyeri dengan derajat ringan sedang merupakan tanda yang
konsisten mengarahkan diagnosis. Sel darah putih biasanya normal. ESR meningkat hanya
pada 50% pasien dan kultur darah biasanya negatif. Bahkan dengan biopsi atau aspirat tulang
yang sudah adekuat, organisme patogen hanya ditemukan pada 60% pemeriksaan.
Pemindaian tulang dan foto radiologi polos pada umumnya positif. Osteomielitis
subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan
kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal.
Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang
sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit
membedakannya dengan Histiositosis Langerhans’ atau Ewing’s Sarcoma
Gambar 8. Rarefaction dan formasi tulang baru periosteal di sekitar fibula kiri atas pada pasien
berumur 12 tahun. Hal ini diakibatkan oleh osteomielitis subakut.
Lambatnya perjalanan penyakit pada osteomyelitis subakut ini kemungkinan
diakibatkan oleh peningkatan resistensi host, penurunan virulensi bakteri, atau pemberian
antibiotik sebelum onset gejala penyakit muncul. Berkembang spekulasi bahwa kombinasi
dari dua organisme dengan virulensi yang rendah disertai dengan daya tahan tubuh yang kuat
mengakibatkan adanya peradangan pada tulang tanpa adanya tanda dan gejala yang
bermakna. Akan tetapi, diagnosis yang akurat sangat bergantung dari kecurigaan klinis dan
penemuan radiologis.
Klasifikasi radiologik dari osteomyelitis hematogenous subakut dideskripsikan oleh
Gledhill dan dimodifikasi oleh Robert et al. Membedakan lesi ini dari tumor tulang primer
kadang sulit dilakukan. Diagnosis seringkali harus ditegakkan dengan biopsi terbuka dan
kultur. Material purulen tidak selalu diambil pada biopsi, jaringan granulasi yang paling
sering ditemukan. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis adalah organisme
yang dominan ditemukan pada osteomyelitis subakut.
Ross dan Cole merekomendasikan biopsi dan kuretase diikuti dengan penanganan
antibiotik untuk semua lesi yang terlihat agresif. Untuk lesi yang terlihat seperti abses ringan
pada epiphysis dan metaphysis, biopsi tidak direkomendasikan. Lesi seperti ini, yang
merupakan karakteristik dari osteomuelitis subakut, sebaiknya ditangani dengan antibiotik
intravena dalam 48 jam pertama dilanjutkan dengan pemberian antibiotik oral selama 6
minggu. Ross dan Cole memiliki angka kesuksesan sebesar 87% dengan regimen penanganan
ini. Pada tahun 1996, Hamdy et al meneliti 44 pasien dengan osteomyelitis subakut dan
menemukan tidak ada perbedaan pada outcome antara penanganan konservatif dan operatif
pada lesi yang tampak jinak. Mereka menyarankan biopsi terbuka dan kuretase hanya pada
lesi yang tampak agressif atau untuk yang tidak berespon terhadap pemberian antibotik.
Abses Brodie
Abses Brodie merupakan bentuk terlokalisir osteomyelitis subakut yang terjadi paling
sering pada ekstremitas bawah dari seorang dewasa muda. Sebelum penutupan epiphyseal,
metaphysis paling sering terkena. Pada orang dewasa, osteomyelitis subakut ini didapatkan
pula pada daerah metaphyse – epiphyse. Pada gambaran radiologi polos, abses Brodie ini
pada umumnya menyerupai lesi litik dengan lapisan tulang sklerotik akan tetapi dapat pula
memiliki beragam jenis bentuk. Pemeriksaan secara saksama pada foto polos sangat penting
dilakukan karena abses Brodie sering menyerupai gambaran tumor pada tulang.
Lesi ini diperkirakan disebabkan akibat organisme dengan virulensi yang rendah.
Staphylococcus aureus ditemukan pada 50% kultur pasien, dan dalam 20% kultur tidak
ditemukan. Keadaan ini sering membutuhkan biopsi terbuka dengan kuretase untuk
menegakkan diagnosis. Luka sebaiknya ditutup dengan longgar dan menggunakan drain.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang dilakukan dapat berupa pemberian antibiotik yang adekuat selama 6
minggu. Apabila diagnosis meragukan maka dapat dilakukan biopsi dan kuretase. Walaupun
gejala pasien dapat berkurang dengan pemberian antibiotik, penyembuhan radiologis
tergolong lama yaitu selama 12 minggu, sehingga pada pasien Osteomyelitis subakut
dibutuhkan follow-up yang cukup lama.
Osteomielitis Kronik
Osteomielitis adalah proses infeksi yang melibatkan semua komponen tulang,
termasuk sumsum tulang. Osteomielitis kronis terjadi akibat proses peradangan yang
berlanjut terus dari waktu ke waktu, sehingga terjadilah sklerosis dan deformitas tulang.
Bagian ujung dari tulang panjang adalah fokus infeksi yang paling sering terkena, dan
S.aureus adalah organisme yang paling sering menjadi penyebabnya. Fraktur traumatik atau
tindakan bedah sebelumnya mungkin juga ikut bertanggung jawab dalam hal menyediakan
akses bagi infeksi; osteomielitis hematogen dapat terjadi dari sepsis.
Infeksi pada lokus tulang menciptakan peningkatan tekanan intramedular sebagai
hasil peradangan eksudat keluar dari periosteum; hali ini mengakibatkan terjadinya trombosis
vaskuler, diikuti dengan nekrosis tulang dan formasi pada sekuestranya. Biasanya nekrosis
segmen besar dari tulang dapat menjadi formasi sekuestrum. Sekuestrum ini dengan material
yang terinfeksi dikelilingi oleh tulang yang sklerotik yang relatif avaskuler. Kanal Havers
tertutup oleh jaringan parut, dan tulang dikelilingi oleh periosteum yang menebal dan otot
yang berupa parut. Antibiotik tidak dapat menembus jaringan yang relatif avaskuler ini dan
tentunya tidak efektif dalam membersihkan infeksinya.
Formasi tulang baru muncul pada saat yang sama (involukrum). Pembukaan multipel
muncul pada involukrum ini dan melalui sinus dari sekuestrum, eksudat dan debris mengalir.
Reaksi periosteal muncul untuk mengelilingi sekuestrum tadi, memproduksi lapisan tebal dari
tulang baru atau involukrum.
Bentuk Spesifik Dari Osteomielitis Kronik.
1. Abses Brodie merupakan bentuk dari osteomielitis kronik yang muncul karena
tidak dilaluinya proses akut dari osteomielitis. Lesi ini menyebabkan terbentuknya
abses yang terlokalisir di dalam tulang, sering dekat dengan metafise.
2. TB osteomielitis merupakan bentuk sekunder dari infeksi primer yang biasanya
terdapat di paru atau GIT. Lokasi yang paling sering mendapat kelainan ini adalah
vertebra dan tulang panjang. Sekali terjadi, kuman membuat reaksi radang kronis
muncul. Infeksi menyebar melewati epifise ke dalam sendi. Jalur infeksinya dapat
berjalan sepanjang jaringan lunak dan tampak sebagai cold abcess pada lokasi yang
jauh (contoh, abses psoas pada kasus TB spinal).
3. Sifilis kongenital. Penyaluran spiroseta secara transplasenta dari ibu menuju janin
mengakibatkan infeksi sifilis kongenital. Tulang panjang seperti tibia sering terkena
infeksi ini. Sifilis kongenital mempunyai 2 bentuk: periosteitis dan metafisitis. Pada
periosteitis, periostem mengangkat diafise tulang panjang dengan formasi
subperiosteal yang baru. Proses ini memberikan karakteristik khas yang dikenal
sebagai sabre tibia. Pada metafisitis, metafise jukstaepifiseal terlibat dalam
meningkatnya resorpsi tulang. Menghilangnya aktivitas osteoblas mengakibatkan
separasi epifise dari metafise.
4. Pada sifilis di dapat, lesi pada tulang merupakan akibat dari sifilis tersier. Lesi
guma muncul sebagai lesi radiolusen di medula atau lesi destruktif di dalam korteks.
Tulang yang mengelilinginya sklerotik; tidak ada sekret yang dihasilkan.
Diagnosis
Tidak seperti osteomielitis akut, osteomielitis kronik tidak menampakkan gejala
konstitusional akut. Fitur yang nampak mungkin dapat bertahan lama, sekret dari sinus atau
nyeri tulang kronis dapat muncul terus meskipun telah mendapat terapi. Pada pasien mungkin
juga didapatkan eksaserbasi akut dan biasanya mempunyai riwayat osteomielitis akut, kadang
pada saat masa kanak-kanaknya. Gejala lainnya meliputi nyeri dalam seperti di bor terutama
pada kasus dengan abses Brodie. Pada osteomielitis yang muncul setelah penggantian sendi,
gejala utamanya adalah munculnya nyeri berulang.
Tanda dan Gejala Berdasarkan Klasifikasi Penyebab.
Penemuan gejala dan tanda pada osteomielitis kronik TB antara lain:
- Riwayat TB sebelumnya.
- Serangan demam dan rasa malas.
- Menangis waktu malam hari.
- Episode nyeri yang intens pada tulang terkait.
- Wasting otot, penebalan sinovial, dan keterbatasan gerak sendi pada seluruh arah.
- Kifosis, nyeri punggung dan gejala serta tanda kompersi korda spinalis pada TB
spinal.
Penemuan gejala dan tanda pada osteomielitis kronik dengan sifilis antara lain:
- Nyeri, penolakan untuk bergerak pada bagian tubuh yang terkena.
- Pembatasan gerakan dari sendi yang terlibat.
- Nyeri pada tulang.
- Pembengkakan lokal, kemerahan dan rasa hangat pada lokasi yang terkena.
- Demam.
- Nausea.
- Rasa tidak nyaman secara umum, rasa tidak enak, atau merasa sakit (malaise).
- Drainase nanah melalui kulit (pada osteomielitis kronik).
Gejala dan tanda tambahan yang mungkin muncul antara lain:
- Berkeringat secara berlebih.
- Menggigil.
- Low Back Pain (LBP).
- Pembengkakan pada pergelangan kaki dan kaki.
Pada diagnosa fisik dapat ditemukan rasa sakit pada tulang dan mungkin pembengkakan dan
warna kemerahan pada lokasi yang terkena.
Gambar 9. Osteomyelitis pada pria berusia 84 tahun, foto CT Scantampak sagital (a) dan axial
(b) memperlihatkan fraktur pada tulang metatarsal dan sesamoid. Selain itu terdapat reaksi
periosteal dan erosi pada caput metatarsal yang mengindikasikan adanya osteomyelitis.
Penatalaksanaan
Osteomyelitis kronik pada umumnya tidak dapat dieradikasi tanpa operasi. Operasi
untuk osteomyeritis termasuk sequestrektomi dan reseksi tulang dan jaringan lunak yang
terinfeksi. Tujuan dari operasi adalah menyingkirkan infeksi dengan membentuk lingkungan
tulang yang viable dan bervaskuler. Debridement radikal dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan ini. Debridement yang kurang cukup dapat menjadi alasan tingginya angka rekurensi
pada osteomyelitis kronik dan kejadian abses otak pada osteomyelitis tulang tengkorak.
Debridement adekuat seringkali meninggalkan ruang kosong besar yang harus ditangani
untuk mencegah rekurensi dan kerusakan tulang bermakna yang dapat mengakibatkan
instabilitas tulang. Rekonstruksi yang tepat baik untuk defek jaringan lunak maupun tulang
perlu dilakukan,begitu pula identifikasi menyeluruh dari bakteri penginfeksi dan terapi
antibiotik yang tepat. Rekonstruksi sebaiknya dilakukan setelah perencanaan yang baik dan
identifikasi sequestra dan abses intraosseus dengan radiography polos, sinography, CT dan
MRI. Prosedur ini sebaiknya dilakukan dengan konsultasi ahli infeksi dan untuk fase
rekonstruksi, diperlukan konsultasi ahli bedah plastik mengenai skin graft, flap muskuler dan
myocutaneus. Durasi pemberian antibiotik post-operasi masih kontroversi. Pada umumnya,
pemberian antibiotik intravena selama 6 minggu dilakukan setelah debridement osteomyelitis
kronik. Swiontkowski et al melaporkan angka kesuksesan sebesar 91% dengan hanya 1
minggu pemberian antibiotik intravena dilanjutkan dengan terapi antibiotik oral selama 6
minggu.
Semua jaringan nekrotik harus dibuang untuk mencegah residu bakteri yang dapat
menginfeksi ulang. Pengangkatan semua jaringan parut yang melekat dan skin graft
sebaiknya dilakukan. Sebagai tambahan dapat digunakan bur kecepatan tinggi untuk
membersihkan untuk mendebridemen tepi kortikal tulang sampai titik titik perdarahan
didapatkan. Irrigasi berkelanjutan perlu dilakukan untuk mencegah nekrosis tulang karena
bur. Kultur dari materi yang didebridement sebaiknya dilakukan sebelum memulai terapi
antibiotik. Pasien membutuhkan beberapa kali debridement, hingga luka cukup bersih untuk
penutupan jaringan lunak. Soft tissue dibentuk kembali dengan simpel skin graft, tetapi sering
kali membutuhkan transposisi lokal jaringan muskuler atau transfer jaringan bebas yang
tervaskularisasi untuk menutup segment tulang yang didebridemen secara efektif Muscle
flaps ini memberikan vascularisasi jaringan yang baru untuk membantu penyembuhan tulang
dan distribusi antibiotik. Pada akhirnya stabilitas tulang harus di capai dengan bone graft
untuk menutup gaps osseus. Autograft kortikal dan cancellous dengan transfer tulang yang
bervaskularisasi biasanya perlu dilakukan. Walaupun secara tehnis dibutuhkan bone graft
tervaskularisasi memberikan sumber aliran darah baru pada daerah tulang yang sebelumnya
tidak memiliki vaskularisasi .
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak
diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma
tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang
digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan
hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan
bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini,
pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih
jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase
pus atau fistel, malaise, dan fatigue.
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos
Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiograf.
Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali destruksi
cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan
area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik diidentifikasi
dengan adanya detruksi tulang yang masif dan adanya involukrum, yang membungkus fokus
sklerotik dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum.
Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali apabila
terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang menghasilkan
udara yang menyebabkan terjadinya ‘gas gangrene’. Udara pada jaringan lumak ini dapat
dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus pada foto abdomen.
b. Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk mengevaluasi
pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.
c. Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat sensitif
namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi tidak bisa
dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi jaringan lunak, dan
artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi adanya proses infeksi
sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.
d. CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk menidentifikasi
sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih radiodense dibanding
involukrum disekelilingnya.
Komplikasi
Komplikasi osteomyelitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak
terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri penyebab.
Komplikasi osteomyelitis dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah
tulang yang terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar
bahkan ke aliran darah sistemik. Secara umum komplikasi osteomyelitis adalah sebagai
berikut:
a. Abses Tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur Patologis
d. Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat implan prosthetic)
e. Sellulitis pada jaringan lunak sekitar.
f. Abses otak pada osteomyelitis di daerah kranium.
Prognosis
Prognosis dari osteomyelitis beragam tergantung dari berbagai macam faktor seperti
virulensi bakteri, imunitas host, dan penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien.
Diagnosis yang dini dan penatalaksanaan yang agressif akan dapat memberikan prognosis
yang memuaskan dan sesuai dengan apa yang diharapkan meskipun pada infeksi yang berat
sekalipun. Sebaliknya, osteomyelitis yang ringan pun dapat berkembang menjadi infeksi yang
berat dan meluas jika telat dideteksi dan antibiotik yang diberikan tidak dapat membunuh
bakteri dan menjaga imunitas host. Pada keadaan tersebut maka prognosis osteomyelitis
menjadi buruk.
Pencegahan
Osteomyelitis hematogenous akut dapat dihindari dengan mencegah pembibitan
bakteri pada tulang dari jaringan yang jauh. Hal ini dapat dilakukan dengan penentuan
diagnosis yang tepat dan dini serta penatalaksanaan dari fokus infeksi bakteri primer.
Osteomyelitis inokulasi langsung dapat dicegah dengan perawatan luka yang baik,
pembersihan daerah yang mengekspos tulang dengan lingkungan luar yang sempurna, dan
pemberian antibiotik profilaksis yang agresif dan tepat pada saat terjadinya cedera.
BAB III
KESIMPULAN
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan
struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi dalam suatu
sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui peredaran darah
maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh.
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa cara.
Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui penyebaran
hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang jauh, atau selama
pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan sekitarnya.
Untuk menegakkan diagnosa dapat menggunakan foto radiologi yang terdiri dari foto
polos, ultrasound, radionuklir, CT scan. Untuk hasil yang lebih pasti juga dapat dilakukan
biopsi.
Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika,
pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga harus dilakukan
rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.netterimages.com/image/10375.htm
2. Kumpulan Kuliah Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 1992
3. King, RW. Osteomyelitis. December 9, 2009 (cited February 1, 2010). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview
4. Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1994
5. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics. New Hampshire :
Appleton & Lange ; 2003