Osteomielitis

32
BAB I PENDAHULUAN Osteomielitis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut adalah proses radang pada tulang akibat infeksi dari organisme terkait. Staphylococcus aureus adalah bakteri yang paling sering terlibat dalam osteomielitis. Pada rute dasar infeksi, osteomielitis akut dapat diklasifikasikan sebagai hematogen atau eksogen. Osteomielitis hematogen sering terdapat pada anak-anak dan melibatkan tulang panjang yang kaya vaskularisasi, terutama tulang-tulang pada bagian bawah tubuh. Pada dewasa, penyebaran hematogen lebih sering terdapat di korpus vertebra lumbal daripada di tempat lainnya.(3) Sebelum pubertas, infeksi dimulai di vena sinusoid metafise. Karena tulang merupakan struktur yang padat, edema fokal terakumulasi di bawah tekanan dan mengakibatkan nekrosis jaringan lokal, kerusakan struktur tulang trabekular, dan hilangnya matriks tulang serta kalsium. Jejas vaskular yang lebih lanjut mengakibakan kematian iskemik dari osteosit, dan mengakibatkan terbentuknya formasi sekuestrum. Formasi periosteal tulang baru di atas sekuesterum dikenal dengan nama involukrum. Akut osteomielitis, keluhan utama yang muncul biasanya nyeri lokal, bengkak, dan rasa hangat pada daerah yang terinfeksi. Hal-ini sering muncul sehubungan dengan demam dan malaise.(3) Sedangkan osteomielitis kronis dapat muncul pada presentasi awal sekalipun; tidak harus seorang pasien melalui tahap akut, sub

description

a

Transcript of Osteomielitis

Page 1: Osteomielitis

BAB I

PENDAHULUAN

Osteomielitis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut adalah

proses radang pada tulang akibat infeksi dari organisme terkait. Staphylococcus aureus adalah

bakteri yang paling sering terlibat dalam osteomielitis. Pada rute dasar infeksi, osteomielitis akut

dapat diklasifikasikan sebagai hematogen atau eksogen. Osteomielitis hematogen sering terdapat

pada anak-anak dan melibatkan tulang panjang yang kaya vaskularisasi, terutama tulang-tulang pada

bagian bawah tubuh. Pada dewasa, penyebaran hematogen lebih sering terdapat di korpus vertebra

lumbal daripada di tempat lainnya.(3)

Sebelum pubertas, infeksi dimulai di vena sinusoid metafise. Karena tulang merupakan

struktur yang padat, edema fokal terakumulasi di bawah tekanan dan mengakibatkan nekrosis

jaringan lokal, kerusakan struktur tulang trabekular, dan hilangnya matriks tulang serta kalsium. Jejas

vaskular yang lebih lanjut mengakibakan kematian iskemik dari osteosit, dan mengakibatkan

terbentuknya formasi sekuestrum. Formasi periosteal tulang baru di atas sekuesterum dikenal

dengan nama involukrum. Akut osteomielitis, keluhan utama yang muncul biasanya nyeri lokal,

bengkak, dan rasa hangat pada daerah yang terinfeksi. Hal-ini sering muncul sehubungan dengan

demam dan malaise.(3)

Sedangkan osteomielitis kronis dapat muncul pada presentasi awal sekalipun; tidak harus

seorang pasien melalui tahap akut, sub akut, kemudian baru menjadi kronik. Meskipun jarang, dapat

muncul satu bentuk osteomielitis yang sklerotik nonpurulen; bentuk ini dinamakan Garre sclerosing

osteomielitis. Kelainan lain yang berkaitan diantaranya osteomielitis multifokal yang kronis dan

sering kambuh, TB osteomielitis, sinovitis, akne, pustulosis, hiperostosis, dan osteitis (SAPHO)

sindrom.(6)

Osteomielitis kronik adalah infeksi dari tulang dan sumsum tulang belakang yang parah, ada

terus-menerus, dan kadang sulit untuk ditangani. Kelainan ini mungkin hasil dari (1) terapi

osteomielitis akut yang tidak adekuat; (2) osteomielitis tipe hematogen; (3) trauma; (4) penyebab

iatrogenik seperti penggantian dan internal fiksasi dari sebuah fraktur; (5) fraktur tipe compound; (6)

infeksi mikroorganisme seperti Mycobacterium tuberculosis dan spesies Treponema (sifilis); dan (7)

Page 2: Osteomielitis

penyebaran berlanjut dari jaringan lunak, dapat timbul dengan ulkus diabetikum atau ulkus terkait

kelainan vaskuler perifer.(6)

Page 3: Osteomielitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang. Osteomyelitis dapat terjadi pada bayi, anak-

anak, maupun dewasa. Tipe-tipe yang berbeda dari bakteri-bakteri secara khas mempengaruhi

kelompok umur yang berbeda. Pada anak-anak, osteomyelitis paling umum terjadi pada

ujung dari tulang panjang dari lengan dan tungkai, yang akan mempengaruhi pinggul, lutut,

pundak, dan pergelangan tangan. Pada dewasa lebih umum pada tulang vertebrae atau pelvis.

Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi secara :

1. Hematogen dari fokus yang jauh seperti pada kulit, tenggorok, dan gigi.

2. Kontaminasi dari luar : fraktur terbuka, tindakan operasi tulang (infeksi

iatrogenik)

3. Perluasan infeksi jaringan ketulang didekatnya.

Gambar 1. Perbandingan antara tulang sehat dan tulang yang terinfeksi

Mikrobiologi

Organisme penyebab dapat dikelompokkan berdasarkan kelompok pasien, seperti di

bawah ini:

Page 4: Osteomielitis

1. Anak-anak <1 tahun: Spesies Grup B Streptococcus, Staphylococcus aureus,

Haemophilus influenza (5-50%), dan Escherichia coli.

2. Anak-anak >1 tahun: S.aureus, H.influenza, E.coli, Serratia marcescens, dan

Pseudomonas aeruginosa.

3. Dewasa: S.aureus, E.coli, S. marcescens, dan P. aeruginosa.

4. Orang dengan anemia sel sabit: Spesies Salmonella dan S.aureus.

5. Orang dengan diabetes: cocci Gram positif, seperti Streptococcus,

Staphylococcus, dan spesies Enterobacter.

6. Orang dengan rute infeksi eksogen: Organisme multipel, termasuk anaerob dan

spesies Pseudomonas.

Patogenesis

Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa cara.

Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui penyebaran

hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang jauh, atau selama

pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan sekitarnya.

Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang biasanya timbul

antara usia 5 dan 15 tahun.Ujung metafisis tulang panjang merupakan tempat predileksi

untuk osteomielitis hematogen. Diperkirakan bahwa end-artery dari pembuluh darah yang

menutrisinya bermuara pada vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga

menyebabkan terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada tempat ini. Kondisi

ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada endotel dan melekat pada

matriks tulang. Selain itu, rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan

aktivitas fagositik dari sel darah putih. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal

dan ciri aliran darah yang lamban tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis hematogen pada

orang dewasa merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi.

Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh darah lokal

yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian berkembang

menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan lokal akan menyebarkan pus hingga

ke korteks melalui sistem Havers dan kanal Volkmann hingga terkumpul dibawah periosteum

menimbulkan rasa nyeri lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan

menstimulasi pembentukan involukrum periosteal (fase kronis). Apabila pus keluar dari

Page 5: Osteomielitis

korteks, pus tersebut akan dapat menembus soft tissues disekitarnya hingga ke permukaan

kulit, membentuk suatu sinus drainase.

Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis osteomielitis

termasuk diabetes mellitus, immunosupresan, penyakit imundefisiensi, malnutrisi, gangguan

fungsi hati dan ginjal, hipoksia kronik, dan usia tua. Sedangkan faktor-faktor lokal adalah

penyakit vaskular perifer, penyakit stasis vena, limfedema kronik, arteritis, neuropati, dan

penggunaan rokok.

Gambar 2. Patogenesis osteomyelitis

Page 6: Osteomielitis

Insidens

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan

pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi

yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan

fibula.

Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89-

90%),Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan

Eschericia coli(1-2%)

Gambar 3. Etiologi

Page 7: Osteomielitis

Klasifikasi Osteomielitis

Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis.

Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala : akut,

subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7-

14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun,

pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan

prosthesa dan sebagainya.

Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan

osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3

bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada episentral yang disebut

sekuester yang dibungkus involukrum.

Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan

infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran

kontinyu (dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen

dan kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya

trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus

diabetikum.

Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis yang

diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status fisiologis dari

penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks superfisial, stadium 3 – medular dan

kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 – medular dan kortikal difus.

Osteomielitis hematogenik akut

Diagnosis

Evaluasi ostemyelitis hematogenous akut sebaiknya dimulai dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisis. Gejala dan tanda dapat sangat beragam. Pada bayi, lansia, dan pasien

dengan imunitas buruk, gambaran klinis minimal. Demam dan malaise dapat ditemukan pada

stadium awal penyakit, namun kadangkala gejala ini juga tidak dirasakan. Adanya

pembengkakan menandakan keadaan yang signifikan dimana sindrom kompartmen sering

dilaporkan terjadi pada anak akibat osteomyelitis.

Page 8: Osteomielitis

Pada pemeriksaan fisik biasa ditemukan adanya nyeri tekan pada palpasi daerah yang

terinfeksi dan gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan

akan bertambah berat jika terjadi spasme lokal. Gangguan pergerakan sendi juga dapat

disebabkan oleh efusi sendi atau septik sendi.

Jumlah sel darah putih biasanya normal, akan tetapi nilai sedimentasi eritrosit (ESR)

dan C-reactive protein (CRP) biasanya meningkat. CRP merupakan pengukuran respon fase

akut dan berguna dalam mengawasi proses penyembuhan dari osteomyelitis akut karena

nilainya kembali ke normal lebih cepat dibanding dengan ESR. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Orimolade et al pada pasien Osteomyelitis akut di Nigeria, ditemukan bahwa

pasien osteomyelitis lebih cenderung mengalami anemia dibanding kelompok kontrol.

Gambaran radiologi polos biasanya tidak menunjukkan kelainan namun dapat ditemukan

pembengkakan jaringan lunak. Perubahan skelet seperti reaksi periosteal atau destruksi tulang

biasanya tidak ditemukan pada foto polos hingga hari ke 10 dan 12 infeksi. Pemindaian

tulang dengan menggunkan Technetium 99m dapat mengkonfirmasi diagnosis dalam 24

hingga 48 jam setelah terjadinya onset pada 90% hingga 95% pasien. MRI dapat

memperlihatkan adanya perubahan akibat proses radang pada sum-sum tulang dan jaringan

lunak.

Organisme penyebab dapat ditentukan pada sekitar 50% penderita melalui kultur

darah. Aspirasi tulang biasanya memberikan diagnosis bakteriologis yang akurat dan

sebaiknya dilakukan dengan abocath nomor 16 atau 18 pada tempat terjadinya

pembengkakan dan nyeri yang maksimal, biasanya pada metaphyse tulang panjang. Ruang

subperiosteal sebaiknya diaspirasi pertama kali dengan memasukkan jarum pada korteks

bagian luar. Jika tidak didapatkan cairan atau material purulent, jarum diposisikan lebih

dalam lagi untuk mengambil aspirat sum-sum tulang. Sampel yang diambil dikirim untuk

dilakukan pewarnaan gram, kultur, dan tes sensitivitas antibiotik.

Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri biasanya

terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya. Sebagai contoh,

apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus dievaluasi akan

adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari menggunakan bagian tubuh yang

terkena infeksi.

Pada pemeriksaan biasanya ditemukan nyeri tekan lokal dan pergerakan sendi yang

terbatas, namun oedem dan kemerahan jarang ditemukan. Dapat pula disertai gejala sistemik

seperti demam, menggigil, letargi, dan nafsu makan menurun pada anak.

Page 9: Osteomielitis

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan dramatis dari CRP, LED, dan

leukosit. Pada pemeriksaan kultur darah tepi, ditemukan organisme penyebab infeksi. Pada

pemeriksaan foto polos pada awal gejala didapatkan hasil yang negatif. Seminggu setelah itu

dapat ditemukan adanya lesi radiolusen dan elevasi periosteal. Sklerosis reaktif tidak

ditemukan karena hanya terjadi pada infeksi kronis. Presentasi radiologi dari Osteomielitis

hematogen akut mirip dengan gambaran neoplasma seperti Leukimia limfositik akut, Ewing’s

sarkoma, dan histiositosis Langerhans’. Karena itu, dibutuhkan biopsi untuk menentukan

diagnosis pasti.

Gambar 4. Laki-laki 47 tahun diterapi karena septikemia stafilokokal ketika dia merasa nyeri

pada kaki sebelah kiri bawah. Diagnosa fisik tidak ditemukan abnormalitas. Radiografi dari

tibia kiri (tempat nyerinya) tidak menunjukkan abnormalitas.

Page 10: Osteomielitis

Gambar 5. Rarefaction terlihat pada tibia bawah terkait dengan reaksi periosteal.

Gambar 6. Radiograf kaki menunjukkan reaksi periosteal di sekitar tulang metatarsal I.

Page 11: Osteomielitis

Gambar 7. Radiograf dari bahu pada pasien dengan nyeri bahu menunjukkan tidak ada

kelainan (gambar kiri). Radiograf lain diambil 3 minggu kemudian menunjukkan destruksi

tulang (gambar kanan).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang tepat segera setelah onset osteomyelitis hematogenous akut

dapat memperkecil morbiditas. Operasi dan penanganan antibiotik merupakan

penatalaksanaan terpenting dan pada beberapa pasien, dengan pemberian antibiotik saja dapat

menyembuhkan penyakit tersebut. Pemilihan antibiotik berdasar pada aktivitas bakteriosidal

yang terkuat, toksisitas yang paling rendah, dan pertimbangan sosioekonomi.

Telah lama diketahui bahwa abses yang meluas membutuhkan drainase operatif. Akan

tetapi, daerah peradangan ringan tanpa pembentukan abses dapat ditangani hanya dengan

antibiotik. Pada tahun 1983 Nade menjelaskan mengenai lima prinsip dasar penanganan

osteomyelitis hematogenous akut yang masih dapat diterapkan hingga saat ini: (1) Pemberian

antibiotik yang tepat akan efektif sebelum pembentukan pus; (2) antibiotik tidak dapat

mensterilkan jaringan yang tidak memiliki vaskularisasi atau abses dan daerah tersebut

membutuhkan penanganan operatif; (3) Jika operasi berhasil, maka antibiotik sebaiknya

diberikan untuk mencegah pembentukan ulang dan jahitan luka primer harus terjamin aman;

(4) operasi sebaiknya tidak merusak tulang atau jaringan lunak yang iskemik; (5) antibiotik

sebaiknya tetap diberikan setelah infeksi.

Page 12: Osteomielitis

Pasien dengan osteomyelitis hematogenous akut sebaiknya mendapatkan perawatan

supportif standar termasuk pemberian cairan intravena, analgetik yang tepat, dan penempatan

tungkai atau ekstremitas yang terkena yang nyaman. Pemeriksaan berkala yang rutin

sebaiknya dilakukan. Jika abses yang membutuhkan drainase operatif tidak ditemukan

dengan aspirasi sum-sum tulang atau subperiosteal, maka pemberian antibiotik intravena

berdasarkan pewarnaan gram diberikan. Antibiotik dengan spektrum yang sempit khusus

untuk bakteri penyebab sebaiknya diberikan jika pewarnaan gram negatif, dan keadaan pasien

tetap dimonitor. Kadar CRP serum sebaiknya diperiksa 2 – 3 hari setelah pemberian awal

antibiotik. Jika dalam waktu 24 hingga 48 jam, tidak ada respon klinis yang bermakna

terhadap pemberian antibiotik, maka abses yang tak terlihat sebaiknya dicari dan drainase

operatif dipertimbangkan. Terdapat dua indikasi utama untuk operasi pada osteomyelitis

hematogenous akut yaitu (1) keberadaan abses yang membutuhkan drainase dan (2) keadaan

pasien tidak membaik walaupun telah diberikan antibiotik yang tepat.

Tujuan dari operasi adalah untuk drainase rongga abses dan membuang seluruh

jaringan nekrotik. Ketika abses subperiosteal ditemukan pada bayi, beberapa lubang kecil

sebaiknya dibuka melalui korteks hingga mencapai kanal meduller. Jika pus intrameduller

ditemukan, maka sedikit bagian dari tulang diangkat. Kulit kemudian ditutup dengan longgar

dan pada tungkai diberikan splint. Tungkai tersebut dijaga selama beberapa minggu agar

terhindar dari fraktur patologis. Antibiotik intraavena sebaiknya diberikan setelah operasi.

Durasi dari terapi antibiotik kontroversial, akan tetapi, saat ini cenderung mengarah pada

terapi antibiotik yang semakin pendek, diikuti dengan antibiotik oral dan pengawasan kadar

antibiotik serum. Hal ini sebaiknya ditentukan berdasar pada kebutuhan tiap individu dan

dengan konsultasi dari ahli penyakit infeksi.

Setelah operasi dilakukan, splint tungkai posterior panjang diberikan pada tungkai

dalam posisi anatomis, tumit dengan posisi 90 derajat dan jika pada siku dengan fleksi 20

derajat. Setelah luka telah sembuh, splint dilepas dan pasien diminta menggunakan tongkat

bantu. Pasien di follow up selama 1 tahun dengan pemeriksaan radiologik.

Infeksi Osteomielitis Subakut

Diagnosis

Dibandingkan dengan osteomyelitis hematogenous akut, osteomyelitis subakut

memiliki onset yang lebih mendadak dan kurang memiliki gejala yang jelas, sehingga

Page 13: Osteomielitis

membuat diagnosis menjadi sulit. Osteomyelitis subakut ini cukup sering ditemukan. Jones et

al melaporkan bahwa 35% pasien mereka dengan infeksi tulang memiliki osteomyelitis

subakut

Karena perjalanan penyakit yang samar dari osteomyelitis, diagnosis biasanya

ditegakkan setelah 2 minggu. Tanda dan gejala sistemik minimal. Suhu tubuh hanya sedikit

naik atau tidak sama sekali. Nyeri dengan derajat ringan sedang merupakan tanda yang

konsisten mengarahkan diagnosis. Sel darah putih biasanya normal. ESR meningkat hanya

pada 50% pasien dan kultur darah biasanya negatif. Bahkan dengan biopsi atau aspirat tulang

yang sudah adekuat, organisme patogen hanya ditemukan pada 60% pemeriksaan.

Pemindaian tulang dan foto radiologi polos pada umumnya positif. Osteomielitis

subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan

kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal.

Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang

sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit

membedakannya dengan Histiositosis Langerhans’ atau Ewing’s Sarcoma

Gambar 8. Rarefaction dan formasi tulang baru periosteal di sekitar fibula kiri atas pada pasien

berumur 12 tahun. Hal ini diakibatkan oleh osteomielitis subakut.

Lambatnya perjalanan penyakit pada osteomyelitis subakut ini kemungkinan

diakibatkan oleh peningkatan resistensi host, penurunan virulensi bakteri, atau pemberian

antibiotik sebelum onset gejala penyakit muncul. Berkembang spekulasi bahwa kombinasi

dari dua organisme dengan virulensi yang rendah disertai dengan daya tahan tubuh yang kuat

mengakibatkan adanya peradangan pada tulang tanpa adanya tanda dan gejala yang

bermakna. Akan tetapi, diagnosis yang akurat sangat bergantung dari kecurigaan klinis dan

penemuan radiologis.

Page 14: Osteomielitis

Klasifikasi radiologik dari osteomyelitis hematogenous subakut dideskripsikan oleh

Gledhill dan dimodifikasi oleh Robert et al. Membedakan lesi ini dari tumor tulang primer

kadang sulit dilakukan. Diagnosis seringkali harus ditegakkan dengan biopsi terbuka dan

kultur. Material purulen tidak selalu diambil pada biopsi, jaringan granulasi yang paling

sering ditemukan. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis adalah organisme

yang dominan ditemukan pada osteomyelitis subakut.

Ross dan Cole merekomendasikan biopsi dan kuretase diikuti dengan penanganan

antibiotik untuk semua lesi yang terlihat agresif. Untuk lesi yang terlihat seperti abses ringan

pada epiphysis dan metaphysis, biopsi tidak direkomendasikan. Lesi seperti ini, yang

merupakan karakteristik dari osteomuelitis subakut, sebaiknya ditangani dengan antibiotik

intravena dalam 48 jam pertama dilanjutkan dengan pemberian antibiotik oral selama 6

minggu. Ross dan Cole memiliki angka kesuksesan sebesar 87% dengan regimen penanganan

ini. Pada tahun 1996, Hamdy et al meneliti 44 pasien dengan osteomyelitis subakut dan

menemukan tidak ada perbedaan pada outcome antara penanganan konservatif dan operatif

pada lesi yang tampak jinak. Mereka menyarankan biopsi terbuka dan kuretase hanya pada

lesi yang tampak agressif atau untuk yang tidak berespon terhadap pemberian antibotik.

Abses Brodie 

Abses Brodie merupakan bentuk terlokalisir osteomyelitis subakut yang terjadi paling

sering pada ekstremitas bawah dari seorang dewasa muda. Sebelum penutupan epiphyseal,

metaphysis paling sering terkena. Pada orang dewasa, osteomyelitis subakut ini didapatkan

pula pada daerah metaphyse – epiphyse. Pada gambaran radiologi polos, abses Brodie ini

pada umumnya menyerupai lesi litik dengan lapisan tulang sklerotik akan tetapi dapat pula

memiliki beragam jenis bentuk. Pemeriksaan secara saksama pada foto polos sangat penting

dilakukan karena abses Brodie sering menyerupai gambaran tumor pada tulang.

Lesi ini diperkirakan disebabkan akibat organisme dengan virulensi yang rendah.

Staphylococcus aureus ditemukan pada 50% kultur pasien, dan dalam 20% kultur tidak

ditemukan. Keadaan ini sering membutuhkan biopsi terbuka dengan kuretase untuk

menegakkan diagnosis. Luka sebaiknya ditutup dengan longgar dan menggunakan drain.

Penatalaksanaan

Pengobatan yang dilakukan dapat berupa pemberian antibiotik yang adekuat selama 6

minggu. Apabila diagnosis meragukan maka dapat dilakukan biopsi dan kuretase. Walaupun

Page 15: Osteomielitis

gejala pasien dapat berkurang dengan pemberian antibiotik, penyembuhan radiologis

tergolong lama yaitu selama 12 minggu, sehingga pada pasien Osteomyelitis subakut

dibutuhkan follow-up yang cukup lama.

Osteomielitis Kronik

Osteomielitis adalah proses infeksi yang melibatkan semua komponen tulang,

termasuk sumsum tulang. Osteomielitis kronis terjadi akibat proses peradangan yang

berlanjut terus dari waktu ke waktu, sehingga terjadilah sklerosis dan deformitas tulang.

Bagian ujung dari tulang panjang adalah fokus infeksi yang paling sering terkena, dan

S.aureus adalah organisme yang paling sering menjadi penyebabnya. Fraktur traumatik atau

tindakan bedah sebelumnya mungkin juga ikut bertanggung jawab dalam hal menyediakan

akses bagi infeksi; osteomielitis hematogen dapat terjadi dari sepsis.

Infeksi pada lokus tulang menciptakan peningkatan tekanan intramedular sebagai

hasil peradangan eksudat keluar dari periosteum; hali ini mengakibatkan terjadinya trombosis

vaskuler, diikuti dengan nekrosis tulang dan formasi pada sekuestranya. Biasanya nekrosis

segmen besar dari tulang dapat menjadi formasi sekuestrum. Sekuestrum ini dengan material

yang terinfeksi dikelilingi oleh tulang yang sklerotik yang relatif avaskuler. Kanal Havers

tertutup oleh jaringan parut, dan tulang dikelilingi oleh periosteum yang menebal dan otot

yang berupa parut. Antibiotik tidak dapat menembus jaringan yang relatif avaskuler ini dan

tentunya tidak efektif dalam membersihkan infeksinya.

Formasi tulang baru muncul pada saat yang sama (involukrum). Pembukaan multipel

muncul pada involukrum ini dan melalui sinus dari sekuestrum, eksudat dan debris mengalir.

Reaksi periosteal muncul untuk mengelilingi sekuestrum tadi, memproduksi lapisan tebal dari

tulang baru atau involukrum.

Bentuk Spesifik Dari Osteomielitis Kronik.

1. Abses Brodie merupakan bentuk dari osteomielitis kronik yang muncul karena

tidak dilaluinya proses akut dari osteomielitis. Lesi ini menyebabkan terbentuknya

abses yang terlokalisir di dalam tulang, sering dekat dengan metafise.

2. TB osteomielitis merupakan bentuk sekunder dari infeksi primer yang biasanya

terdapat di paru atau GIT. Lokasi yang paling sering mendapat kelainan ini adalah

vertebra dan tulang panjang. Sekali terjadi, kuman membuat reaksi radang kronis

muncul. Infeksi menyebar melewati epifise ke dalam sendi. Jalur infeksinya dapat

Page 16: Osteomielitis

berjalan sepanjang jaringan lunak dan tampak sebagai cold abcess pada lokasi yang

jauh (contoh, abses psoas pada kasus TB spinal).

3. Sifilis kongenital. Penyaluran spiroseta secara transplasenta dari ibu menuju janin

mengakibatkan infeksi sifilis kongenital. Tulang panjang seperti tibia sering terkena

infeksi ini. Sifilis kongenital mempunyai 2 bentuk: periosteitis dan metafisitis. Pada

periosteitis, periostem mengangkat diafise tulang panjang dengan formasi

subperiosteal yang baru. Proses ini memberikan karakteristik khas yang dikenal

sebagai sabre tibia. Pada metafisitis, metafise jukstaepifiseal terlibat dalam

meningkatnya resorpsi tulang. Menghilangnya aktivitas osteoblas mengakibatkan

separasi epifise dari metafise.

4. Pada sifilis di dapat, lesi pada tulang merupakan akibat dari sifilis tersier. Lesi

guma muncul sebagai lesi radiolusen di medula atau lesi destruktif di dalam korteks.

Tulang yang mengelilinginya sklerotik; tidak ada sekret yang dihasilkan.

Diagnosis

Tidak seperti osteomielitis akut, osteomielitis kronik tidak menampakkan gejala

konstitusional akut. Fitur yang nampak mungkin dapat bertahan lama, sekret dari sinus atau

nyeri tulang kronis dapat muncul terus meskipun telah mendapat terapi. Pada pasien mungkin

juga didapatkan eksaserbasi akut dan biasanya mempunyai riwayat osteomielitis akut, kadang

pada saat masa kanak-kanaknya. Gejala lainnya meliputi nyeri dalam seperti di bor terutama

pada kasus dengan abses Brodie. Pada osteomielitis yang muncul setelah penggantian sendi,

gejala utamanya adalah munculnya nyeri berulang.

Tanda dan Gejala Berdasarkan Klasifikasi Penyebab.

Penemuan gejala dan tanda pada osteomielitis kronik TB antara lain:

- Riwayat TB sebelumnya.

- Serangan demam dan rasa malas.

- Menangis waktu malam hari.

- Episode nyeri yang intens pada tulang terkait.

- Wasting otot, penebalan sinovial, dan keterbatasan gerak sendi pada seluruh arah.

- Kifosis, nyeri punggung dan gejala serta tanda kompersi korda spinalis pada TB

spinal.

Penemuan gejala dan tanda pada osteomielitis kronik dengan sifilis antara lain:

- Nyeri, penolakan untuk bergerak pada bagian tubuh yang terkena.

Page 17: Osteomielitis

- Pembatasan gerakan dari sendi yang terlibat.

- Nyeri pada tulang.

- Pembengkakan lokal, kemerahan dan rasa hangat pada lokasi yang terkena.

- Demam.

- Nausea.

- Rasa tidak nyaman secara umum, rasa tidak enak, atau merasa sakit (malaise).

- Drainase nanah melalui kulit (pada osteomielitis kronik).

Gejala dan tanda tambahan yang mungkin muncul antara lain:

- Berkeringat secara berlebih.

- Menggigil.

- Low Back Pain (LBP).

- Pembengkakan pada pergelangan kaki dan kaki.

Pada diagnosa fisik dapat ditemukan rasa sakit pada tulang dan mungkin pembengkakan dan

warna kemerahan pada lokasi yang terkena.

Gambar 9. Osteomyelitis pada pria berusia 84 tahun, foto CT Scantampak sagital (a) dan axial

(b) memperlihatkan fraktur pada tulang metatarsal dan sesamoid. Selain itu terdapat reaksi

periosteal dan erosi pada caput metatarsal yang mengindikasikan adanya osteomyelitis.

Penatalaksanaan

Osteomyelitis kronik pada umumnya tidak dapat dieradikasi tanpa operasi. Operasi

untuk osteomyeritis termasuk sequestrektomi dan reseksi tulang dan jaringan lunak yang

terinfeksi. Tujuan dari operasi adalah menyingkirkan infeksi dengan membentuk lingkungan

tulang yang viable dan bervaskuler. Debridement radikal dapat dilakukan untuk mencapai

Page 18: Osteomielitis

tujuan ini. Debridement yang kurang cukup dapat menjadi alasan tingginya angka rekurensi

pada osteomyelitis kronik dan kejadian abses otak pada osteomyelitis tulang tengkorak.

Debridement adekuat seringkali meninggalkan ruang kosong besar yang harus ditangani

untuk mencegah rekurensi dan kerusakan tulang bermakna yang dapat mengakibatkan

instabilitas tulang. Rekonstruksi yang tepat baik untuk defek jaringan lunak maupun tulang

perlu dilakukan,begitu pula identifikasi menyeluruh dari bakteri penginfeksi dan terapi

antibiotik yang tepat. Rekonstruksi sebaiknya dilakukan setelah perencanaan yang baik dan

identifikasi sequestra dan abses intraosseus dengan radiography polos, sinography, CT dan

MRI. Prosedur ini sebaiknya dilakukan dengan konsultasi ahli infeksi dan untuk fase

rekonstruksi, diperlukan konsultasi ahli bedah plastik mengenai skin graft, flap muskuler dan

myocutaneus. Durasi pemberian antibiotik post-operasi masih kontroversi. Pada umumnya,

pemberian antibiotik intravena selama 6 minggu dilakukan setelah debridement osteomyelitis

kronik. Swiontkowski et al melaporkan angka kesuksesan sebesar 91% dengan hanya 1

minggu pemberian antibiotik intravena dilanjutkan dengan terapi antibiotik oral selama 6

minggu.

Semua jaringan nekrotik harus dibuang untuk mencegah residu bakteri yang dapat

menginfeksi ulang. Pengangkatan semua jaringan parut yang melekat dan skin graft

sebaiknya dilakukan. Sebagai tambahan dapat digunakan bur kecepatan tinggi untuk

membersihkan untuk mendebridemen tepi kortikal tulang sampai titik titik perdarahan

didapatkan. Irrigasi berkelanjutan perlu dilakukan untuk mencegah nekrosis tulang karena

bur. Kultur dari materi yang didebridement sebaiknya dilakukan sebelum memulai terapi

antibiotik. Pasien membutuhkan beberapa kali debridement, hingga luka cukup bersih untuk

penutupan jaringan lunak. Soft tissue dibentuk kembali dengan simpel skin graft, tetapi sering

kali membutuhkan transposisi lokal jaringan muskuler atau transfer jaringan bebas yang

tervaskularisasi untuk menutup segment tulang yang didebridemen secara efektif Muscle

flaps ini memberikan vascularisasi jaringan yang baru untuk membantu penyembuhan tulang

dan distribusi antibiotik. Pada akhirnya stabilitas tulang harus di capai dengan bone graft

untuk menutup gaps osseus. Autograft kortikal dan cancellous dengan transfer tulang yang

bervaskularisasi biasanya perlu dilakukan. Walaupun secara tehnis dibutuhkan bone graft

tervaskularisasi memberikan sumber aliran darah baru pada daerah tulang yang sebelumnya

tidak memiliki vaskularisasi .

Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak

diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma

tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang

Page 19: Osteomielitis

digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan

hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan

bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini,

pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih

jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase

pus atau fistel, malaise, dan fatigue.

Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos

Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiograf.

Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali destruksi

cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan

area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik diidentifikasi

dengan adanya detruksi tulang yang masif dan adanya involukrum, yang membungkus fokus

sklerotik dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum.

Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali apabila

terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang menghasilkan

udara yang menyebabkan terjadinya ‘gas gangrene’. Udara pada jaringan lumak ini dapat

dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus pada foto abdomen.

b. Ultrasound

Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk mengevaluasi

pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.

c. Radionuklir

Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat sensitif

namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi tidak bisa

dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi jaringan lunak, dan

artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi adanya proses infeksi

sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.

d. CT Scan

CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk menidentifikasi

sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih radiodense dibanding

involukrum disekelilingnya.

Page 20: Osteomielitis

Komplikasi 

Komplikasi osteomyelitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak

terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri penyebab.

Komplikasi osteomyelitis dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah

tulang yang terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar

bahkan ke aliran darah sistemik. Secara umum komplikasi osteomyelitis adalah sebagai

berikut:

a. Abses Tulang

b. Bakteremia

c. Fraktur Patologis

d. Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat implan prosthetic)

e. Sellulitis pada jaringan lunak sekitar.

f. Abses otak pada osteomyelitis di daerah kranium.

Prognosis

Prognosis dari osteomyelitis beragam tergantung dari berbagai macam faktor seperti

virulensi bakteri, imunitas host, dan penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien.

Diagnosis yang dini dan penatalaksanaan yang agressif akan dapat memberikan prognosis

yang memuaskan dan sesuai dengan apa yang diharapkan meskipun pada infeksi yang berat

sekalipun. Sebaliknya, osteomyelitis yang ringan pun dapat berkembang menjadi infeksi yang

berat dan meluas jika telat dideteksi dan antibiotik yang diberikan tidak dapat membunuh

bakteri dan menjaga imunitas host. Pada keadaan tersebut maka prognosis osteomyelitis

menjadi buruk.

Pencegahan

Osteomyelitis hematogenous akut dapat dihindari dengan mencegah pembibitan

bakteri pada tulang dari jaringan yang jauh. Hal ini dapat dilakukan dengan penentuan

diagnosis yang tepat dan dini serta penatalaksanaan dari fokus infeksi bakteri primer.

Osteomyelitis inokulasi langsung dapat dicegah dengan perawatan luka yang baik,

pembersihan daerah yang mengekspos tulang dengan lingkungan luar yang sempurna, dan

pemberian antibiotik profilaksis yang agresif dan tepat pada saat terjadinya cedera.

Page 21: Osteomielitis

BAB III

KESIMPULAN

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan

struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi dalam suatu

sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui peredaran darah

maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh.

Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa cara.

Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui penyebaran

hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang jauh, atau selama

pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan sekitarnya.

Untuk menegakkan diagnosa dapat menggunakan foto radiologi yang terdiri dari foto

polos, ultrasound, radionuklir, CT scan. Untuk hasil yang lebih pasti juga dapat dilakukan

biopsi.

Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika,

pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga harus dilakukan

rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.

Page 22: Osteomielitis

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.netterimages.com/image/10375.htm

2. Kumpulan Kuliah Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia ; 1992

3. King, RW. Osteomyelitis. December 9, 2009 (cited February 1, 2010). Available at

http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview

4. Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 1994

5. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics. New Hampshire :

Appleton & Lange ; 2003