osteomielitis pasca fraktur

28
LAPORAN KELOMPOK BLOK XI MUSKULOSKELETAL SKENARIO 1 Osteomyelitis yang Terjadi Pasca-Fraktur Tulang

description

osteomielitis

Transcript of osteomielitis pasca fraktur

Page 1: osteomielitis pasca fraktur

LAPORAN KELOMPOKBLOK XI MUSKULOSKELETAL

SKENARIO 1

Osteomyelitis yang Terjadi Pasca-Fraktur Tulang

Page 2: osteomielitis pasca fraktur

Agatha D. G0008002Ancilla C. G0008004Damarjati G0008006Denny A. G0008008Dika A G0008010Galih R G0008012

Margareta G0008124Maulia P G0008126Maytia G0008128Merida L G0008130M. Muamar G0008134

Page 3: osteomielitis pasca fraktur

Tutor : M. Arief Tq, dr, MS

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET

2009

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Sistem Muskuloskeletal atau sistem lokomotor merupakan penentu bentuk tubuh

dan bertanggung jawab dalam gerakan tubuh manusia. Komposisi utama sistem ini

adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon,

ligamen, bursa, dan jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.

Infeksi yang terjadi pada tulang dan persendian menimbulkan rasa sakit dan

frustasi pada penderita. Tingkat kesuksesan dari terapi antimikrobial pada sebagian

besar penyakit infeksi belum bisa diperoleh untuk infeksi pada tulang dan persendian.

Hal ini dikarenakan karakteristik fisiologis dan anatomi tulang yang tertutup dan sulit

dijangkau darah yang membawa obat. Kunci sukses dari penatalaksanaan terhadap

pasien yang mengalami infeksi tulang adalah diagnosis dini termasuk pemeriksaan

histopatologis dari jaringan tulang untuk menentukan diagnosis yang tepat dan terapi

antimikrobial jangka panjang. Osteomielitis memiliki beberapa tipe yang

membutuhkan strategi terapi medis dan bedah yang berbeda-beda.

Pada skenario 1 blok muskuloskeletal ini, kita dihadapkan pada kasus dimana

wanita,18 tahun nyeri tungkai bawah kiri, pyrexia, kemerahan, sinus di kulit hilang

timbul. 2,5 tahun yang lalu mengalami kecelakaan sehingga terjadi patah tulang di

Page 4: osteomielitis pasca fraktur

tungkai bawah dimana tulang tampak dari luar lalu dibawa ke dukun tulang. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan deformitas, scarr tissue diameter 10 cm regio anterior

tibia kiri. Sinus dengan discharge seropurulen melekat pada tulang dibawahnya,

ekskoriasi kulit sekitar sinus. Pada plain photo didapatkan penebalan periosteum,

bone resorpsion, sclerosis sekitar tulang, involucrum, squester, dan angulasi tibia-

fibula (varus). Pasien dinyatakan menderita osteomyelitis. Pasien merupakan pemilik

kartu asuransi, tapi kartu itu tidak dapat digunakan sehingga harus menanggung

seluruh biaya sendiri.

Hipotesis

Berdasarkan gejala yang dialami pasien, maka dapat disimpulkan pasien mengalami

osteomielitis yang merupakan radang yang disebabkan oleh karena infeksi pasca

fraktura tulang.

Rumusan Masalah

Bagaimana struktur dan pembentukan tulang, meliputi anatomi, histologi, dan

fisiologi ?

Apakah hubungan antara riwayat fraktur terbuka dengan keluhan yang dialami

pasien ?

Bagaimana patofisiologi dan patogenesis dari gejala, pemeriksaan fisik, dan

hasil plain foto pada keluhan yang dialami pasien ?

Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien dan prognosis penyakitnya ?

Tujuan

Mengetahui struktur dan pembentukan tulang, meliputi anatomi, histologi,

dan fisiologi

Mengetahui hubungan antara riwayat fraktur terbuka dengan keluhan pasien

Mengetahui patofisiologi dan patogenesis dari gejala, pemeriksaan fisik, dan

hasil plain foto pada keluhan yang dialami pasien

Mengetahui penatalaksanaan pada pasien dan prognosis penyakitnya

Page 5: osteomielitis pasca fraktur

Manfaat

Dapat menjelaskan prinsip ilmu dasar yang berhubungan dengan sistem

muskuloskeletal

Dapat menjelaskan penegakan diagnosis yang tepat dan hasil pemeriksaan

penunjang

Dapat menjelaskan penatalaksanaan pada kelainan muskuloskeletal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI TULANG

Tulang merupakan rangka penunjang tubuh dan pelindung bagi tubuh dan tempat

melekatnya otot yang menggerakkan tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu

berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk sel darah. Tulang juga merupakan

tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Carter, 2006).

Tulang juga merupakan jaringan ikat yang yang dinamis yang selalu diperbarui

melalui proses remodelling yang terdiri dari proses resorpsi dan formasi. Dalam

keadaan normal, massa tulang yang diresorpsi akan sama dengan massa tulang yang

diformasi, sehingga terjadi keseimbangan (Setiyohadi, 1998).

Komponen-komponen nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-

mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kasium dan fosfat

membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen

dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan tulang. Matriks

organik ini disebut juga osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang

kaku dan memberikan daya rentang tinggi kepada tulang. Materi organik lainnya

yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat (Guyton, 1997).

Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Struktur demikian

memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif ringan.

Page 6: osteomielitis pasca fraktur

Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam jaringan

tulang (Carter, 2006).

Setiap serat kolagen dari tulang padar terdiri atas segmen periodik yang berulang.

Di mana di dekat setiap segmen serat ini ada kristal hidroksiapatit, yang terikat

dengan kuat pada segmen tersebut. Ikatan ini mencegah “terkupasnya” tulang; jadi,

ikatan tersebut mencegah kristal dan serat kolagen tergelincir dari tempatnya, yang

diperlukan untuk menjaga kekuatan tulang. Selain itu segmen serat-serat kolagen

yang berdekatan itu saling tumpang tindih satu sama lain, sehingga juga

menyebabkan kristal hidroksiapatit saling tumpang tindih seperti susunan dinding

pada dinding batu bata (Guyton, 1997).

Serat kolagen tulang, seperti tendo mempunyai kekuatan regang yang besar,

sedangkan garam kalsium, yang mirip dengan sifat fisik marmer, mempunyai

kekuatan kompresi yang besar. Gabungan sifat ikatan ini, ditambah dengan besarnya

kekuatan ikatan antara serat kolagen dan kristal, menyebakan tibulnya susunan tulang

yang mempunyai kekuatan regang dan kekuatan kompresi yang besar (Guyton,

1997).

Tulang panjang dibagi menjadi beberapa bagian-bagian yang khas, yaitu diafisis,

metafisis, dan epifisis. Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang

berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan

yang besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir diafisis.

Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang

mengandung sel-sel hematopoietik. Sumsum merah juga didapatkan pada bagian

epifisis dan diafisis tulang. Pada orang dewasa, aktivitas hematopoietik menjadi

terbatas hanya pada sternum dan krista iliaka (Carter, 2006).

B. FISIOLOGI TULANG

Secara fisiologis, metabolisme dan pertumbuhan tulang dapat dipengaruhi oleh

berbagai hal dari mulai hormon estrogen (dapat menstimulasi osteoblast), hormon

Page 7: osteomielitis pasca fraktur

parathormon/ PTH (mempengaruhi aktivitas osteoklas) dan vitamin D (bekerja sama

dengan hormon PTH dalam mengabsorbsi tulang).

Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorbsi pada tingkat

konstan kecuali pada masa pertumbuhan. Pada masa pertumbuhan, pertumbuhan

tulang melebihi proses resorbsi tulang.

Tulang dapat dibentuk dalam dua cara yaitu melalui mineralisasi langsung pada

matriks yang disekresi oleh osteoblas (osifikasi intramembranossa) atau melalui

penimbunan matriks tulang pada matriks tualng rawan sebelumnya (ossifikasi

endikondral)

a. Osteogenesis

Pada osifikasi intramembranosa, titik awal osifikasi disebut pusat osifikasi

primer. Proses simulai bila kelompok sel-sel berdiferensiasi menjadi osteoblas.

Matriks tulang yang baru terbentuk dan diikuti kalsifikasi, mengakibatkan

terkurungnya beberapa osteoblas, yang kemudian menjadi osteosit. Pulau-pulau

tulang yang berkembang ini dikenal sebagai spikul karena penampakan mereka pada

sediaan histologis; mereka adalah bagian dinding yang melukiskan kavitas panjang

yang mengandung kapiler, sel-sel sumsum tulang, dan sel-sel pra kembang.

Kelompok spikul ini timbul serentak pada pusat osifikasi, sehingga peleburan

spikul-spikul ini memberi tulang perangai spons. Jaringan ikat yang tertinggal di

antara spikul tulang dimasuki oleh pembuluh-pembuluh darah serta sel-sel mesenkim

pra-kembang tambahan, menghasilkan sel-sel sumsum tulang.

Osifikasi endokondral terjadi dalam sepotong tulang rawan hialin dan terutama

bertugas membentuk tulang panjang dan pendek. Osifikasi endokondral terbagi dalam

2 tahap. Tahap pertama mencakup hipertrofi dan destruksi kondrosit dari model

tulang, berakibat terjadinya lakuna melebar yang dipisahkan oleh septa matriks tulang

rawan yang mengapur. Pada tahap kedua, sebuah kuncup osteogenik terdiri atas sel-

sel osteoprogenitor dan kapiler-kapiler darah menerobos ke celah-celah yang

ditinggalkan oleh kondrosit yang berdegenerasi. Sel osteoprogenitor menghasilkan

osteoblas, yang menutupi septa tulang rawan dengan matriks tulang. Septa jaringan

tulang rawan yang mengapur berfungsi sebagai penunjang bagi awal osifikasi.

Page 8: osteomielitis pasca fraktur

Jaringan pertama yang dibentuk terjadi melalui cara osifikasi intramembranosa di

dalam perikondrium yang mengelilingi diafisis. Silinder tulang berongga, kerah

tulang, dibentuk pada bagian dalam perikondrium yang mengelilingi tulang rawan.

Perikondrium ini kemudian disebut sebagai periosteum. Di bagian kerah tulang,

kondrosit mulai berdegenerasi dan kehilangan kemampuan untuk mempertahankan

matriks. Kemudian terbentuk timbunan kalsium, dan tulang rawannya menjadi

terkalsifikasi. Selanjutnya pembuluh darah di periosteum masuk menerobos matriks

tulang rawan yang mengapur. Bersama dengan pembuluh darah, sel-sel

osteoprogenitor masuk ke daerah ini; mereka berproliferasi dan menghasilkan

osteoblas. Osteoblas ini membentuk lapisan utuh di atas matriks tulang. Pusat

osifikasi ini terdapat di diafisis, disebut pusat osifikasi primer. Bila seluruh diafisis

telah dihuni, pertumbuhan memanjang berhenti. Perluasan kerah tulang kemudian

mengarah ke epifisis. Di epifisis pertumbuhan tulang arahnya ke radial, bukan

memanjang. Pusat osifikasinya disebut pusat osifikasi sekunder.

Setelah terbentuk jaringan tulang, masih ada tempat dimana tulang rawan

dipertahankan yaitu pada kartilago artikularis yang menetap seumur hidup dan

lemepeng epifisis yang akan menghilang pada usia dewasa. Pada lempeng epifisis

dibagi dalam 5 zona yaitu: (1) daerah istirahat terdiri dari tulang rawan hialin tanpa

perubahan morfologis, (2) daerah proliferasi terlihat kondrosit dengan cepat

membelah dan membentuk kolom-kolom sel sejajar dengan sumbu panjang tulang,

(3) daerah tulang rawan hipertrofik mengandung kondrosit–kondrosit besar yang

sitoplasmanya berisi glikogen, (4) zona kalsifikasi ditandai dengan kematian

kondrosit timbul septu tipis dari matriks yang mengalami kalsifikasi melalui

pengendapan garam-garam anorganis terutama kalsium, dan (5) zona osifikasi yang

akan muncul jaringan tulang muda terbentul secara endokondral.

b. Bone Resorpsion

Fase awal dari proses resorbsi adalah aktivasi yang melibatkan rekruitment

prekursor osteoklast pada tulang dan diferensiasi dan fusi dalam osteoklas fungsional.

Penempelan osteoklast pada matriks tulang melibatkan beberapa glikoprotein surface

sebagai adhesi molekul intercelluler, yaitu immunoglobulin, integrin, dan cadherin.

Page 9: osteomielitis pasca fraktur

Pada tahap awal, osteoklast akan menyamakan gradient pH antara sel dengan

permukaan tulang. Keadaan pH asam mampu mencerna mineral hidroksiapatit tulang

dan menyediakan kondisi optimal untuk aksi enzim proteinase yang dihasilkan

osteoklast. Resorbsi dilakukan oleh osteoklast yang menghasilkan enzim β-

glukoronidase untuk mencerna mukopolisakarida dan enzim proteinase untuk

mencerna glikoprotein. Carbonat Anhidrase II (CA II) adalah enzim sitoplasma yang

menghidrolisis karbon dioksida menjadi bicarbonat dan protons. CA II menjadi

sumber utama asidifikasi dalam resorbsi tulang. V-ATPase berperan dalam

mentranspor proton yang dihasilkan CA II dari sitoplasma ke dalam lakuna.

Hidroksiapatit dan derivat kolagen dicerna dalam keadaan asam oleh enzim

proteolitik dan beta glukoronidase.

Setelah osteoklas berhenti resorbsi, fagosit akan membersihkan sisa dan membuat

ruang bagi osteoblast untuk memeulai pembentukan tulang. Regulasi aktivitas

osteoklast dipengaruhi parathyroid hormone, IL-1, TNF, TGF-α yang berperan

menginhibisi aktivitas dan diferensiasi osteoklast. Hormon Calcitonin menginhibisi

aktivitsa resorbsi tulang dan mendukung ekskresi kalsium melalui ginjal. 1,25

dihidroxyvitamin D3 yang menstimulasi resorbsi tulang dengan peningkatan aktivitas

osteoklast dan mendukung diferensiasi prekursor osteoklast menajdi osteoklast

mature.

C. OSTEOMYELITIS

Page 10: osteomielitis pasca fraktur

Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur

sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik. Infeksi pada osteomyelitis dapat

terjadi secara lokal atau dapat menyebar melalui periosteum, korteks, sumsum tulang,

dan jaringan retikular. Jenis bakteri bervariasi berdasarkan pada umur pasien dan

mekanisme dari infeksi itu sendiri. Rasio terjadinya Osteomyelitis pada pria dan

wanita adalah 2:1.

Etiologi pada Osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus, Enterobacter Sp, dan

Streptococcus Sp group A dan B, serta Haemophillus Influenza. Gejala Osteomyelitis

yang sudah kronik adalah timbul tanda-tanda inflamasi (rubor, kalor, tumor, dolor,

dan fungsiolesa), ulkus yang tidak kunjung sembuh, drainase saluran sinus sebagai

tempat keluarnya pus, dan nyeri pada penekanan dan palpasi.

Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosis terdiri dari pemeriksaan radiologis, aspirasi, kultur jaringan, dan uji

sensitifikasi. Kultur jaringan dan uji sensitifikasi dari cairan yang berasal dari edema

untuk menentukan jenis etiologi yang tepat sekaligus jenis antibiotik yang tepat untuk

penatalaksanaan

Bentuk penatalaksanaan yang sampai sekarang masih digunakan adalah

pemberian antibiotik yang tepat dan squestrektomi atau operasi pengangkatan

squester. Jika pada masa Golden parriot ( 6-8 jam setelah fraktur) tidak segera

ditangani dengan tepat, maka prognosis Osteomyelitis tidak dapat sempurna karena

biasanya fokus infeksi telah menyebar, untuk itu pasien harus terus menerus

mengonsumsi antibiotik untuk menghambat perkembangan kuman penyebab infeksi.

(Sjamsuhidajat, R dan De Jong, W, 2003).

Page 11: osteomielitis pasca fraktur

BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario 1 blok muskuloskeletal ini, disebutkan bahwa wanita, 18 tahun,

keluhan utama: nyeri tungkai bawah kiri, pyrexia, kemerahan, sinus kulit hilang

timbul. Riwayat penyakit dahulu pasien pernah mengalami fraktur terbuka pada

tulang tungkai bawah akibat kecelakaan. Kemudian pasien berobat ke dukun. Pada

pemeriksaan fisik sekarang didapatkan deformitas, scarrtissue 10 cm regio tibia

kanan. Sinus discharge seropurulen melekat di tulang bawahnya, eksoriasi kulit.

Pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Plain foto penebalan periosteum, bone

resorpsion, sclerosis, Involucrum, Squester, Angulasi fibia dan tibula (varus).

Dua setengah tahun lalu, pasien pernah mengalami fraktur terbuka pada tulang

tungkai bawah. Fraktur terbuka dapat diartikan sebagai fraktur dengan kulit

ekstremitas yang terlibat telah ditembus. Fragmen fraktur ini dapat menembus kulit

pada saat terjadinya cedera, terkontaminasi, kemudian kembali hampir pada posisinya

semula. Untuk mengurangi infeksi terjadinya osteomielitis, harus dilakukan operasi

irigasi dan debridement dalam waktu 6 jam dan pemberian antibiotika. Akan tetapi,

pasien tidak mengobati lukanya di rumah sakit ataupun puskesmas, melainkan

Page 12: osteomielitis pasca fraktur

pengobatan ke dukun tulang. Pengobatan pada dukun tulang tidak mungkin

melakukan tindakan debridement dan pemberian antibiotika dan juga tidak

memperhatikan kesterilitas proses pengobatan sehingga meningkatkan risiko infeksi.

Jika tulang patah, maka jaringan lunak di sekitarnya juga rusak, periosteum

terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk

pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi di dalamnya

dengan sel-sel osteogenik berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblast.

Kondroblast akan mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk

lapisan tebal (kalus) di sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas

bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu. Penyatuan dari

kedua fragmen ini terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblast yang

melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur. Penyatuan tulang

povisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan

terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami remodelling untuk mengambil bentuk

tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast tulang baru dan osteoklast akan

menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang sementara.

Sifat fragmen tulang yang sangat mudah menyambung dijadikan prinsip

pengobatan pada dukun. Biasanya pengobatan yang dilakukan adalah meraba dan

mereposisikan tulang yang patah secara manual dengan tangan kemudian difiksasi

dengan balutan kertas karton atau kardus selama beberapa hari. Reposisi tulang patah

yang dilakukan berdasarkan perkiraan dari dukun tulang saja tanpa petunjuk hasil

plain foto. Akibatya, reposisi ini meningkatkan risiko penyambungan pada tulang

yang salah sehingga terjadi malunion yang dapat menimbulkan deformitas.

Dua setengah tahun kemudian pasien baru datang ke dokter untuk memeriksakan

keluhan utama nyeri tungkai bawah kiri. Dokter melakukaan anamnesa pada tahap

awal pendiagnosaan yang didapatkan riwayat fraktur terbuka tulang tungkai bawah

kanan dan pengobatan ke dukun tulang. Anamnesa ini menunjukkan kemungkinan

terjadinya infeksi pada tulang karena proses penyembuhan yang tidak steril.

Page 13: osteomielitis pasca fraktur

Pemeriksaan fisik didapatkan adanya deformitas pada tulang tungkai bawah kiri.

Deformitas adalah abnormalitas bentuk dari extremitas ataupun trunk yang terkena.

Deformitas muskuloskeletal dapat timbul pada tulang, persendian, dan jaringan lunak

yang melibatkan satu atau dua struktur tersebut. Tipe dari deformitas ada 3 macam

yakni kehilangan alignment, panjang abnormal (misal limb length discrepancy), dan

Pertumbuhan berlebih dari tulang (seperti pada osteochondroma). Pada tipe

kehilangan alignment dapat disebabkan terbelit pada axis panjangnya yang disebut

torsional deformity, dan karena patah yang membentuk angulatory deformity.

Proses peradangan memiliki dua proses pemulihan yakni regenerasi jaringan yang

mempunyai jejas oleh sel parenkim yang sama dan penggantian oleh jaringan ikat

(fibrosis) yang membentuk jaringan parut atau scarrtissue. Pada pasien ini, ditemukan

scarr tissue sebesar 10 cm pada regio tibia kiri. Fibrosis dapat terjadi jika kehilangan

sel atau jaringan terjadi lebih luas seperti pada infark, ulserasi radang, pembentukan

abses, dan luka besar sehingga proses pemulihannya menjadi lebih kompleks. Pada

keadaan ini, regenerasi sel parenkim tidak bisa mengembalikan arsitektur asal.

Akibatnya, terjadi pertumbuhan jaringan granulasi yang luas ke arah dalam dari tepi

luka, diikuti dengan penumpukan ECM serta pembentukan jaringan parut.

Proses penyembuhan luka dapat diringkas sebagai berikut induksi respon

peradangan akut oleh jejas awal termasuk terjadinya angiogenesis, regenerasi sel

parenkim, migrasi dan proliferasi sel parenkim dan jaringan ikat, sintesis protein

ECM, remodelling unsur parenkim untuk mengembalikan, dan remodelling jaringan

ikat untuk memperoleh kekuatan luka. Pada dasarnya, ada dua proses penyembuhan

luka yakni penyembuhan primer jika terjadi robekan fokal pada kesinambungan

membran basalis epitel hingga timbul kematian sel epitel dan jaringan ikat sedikit

hingga membutuhkan banyak regenerasi epitel dan penyembuhan sekunder jika

terjadi kehilangan sel lebih luas.

Prinsip penyembuhan primer dan sekunder sama yakni:

1. Pada 24 jam pertama muncul neutrofil pada tepi insisi dan bermigrasi ke bekuan

fibrin, sel basal pada tepi irisan epidermis terjadi peningkatan aktivitas mitosis, sel

Page 14: osteomielitis pasca fraktur

epitel dari kedua tepi irisan telah mulai bermigrasi dan berproliferasi di sepanjang

dermis kemudian terjadi deposit komponen membran basalis hingga bertemu di

garis tengah bawah keropeng.

2. Pada hari ke-3 muncul neutrofil digantikan oleh makrofag dan jaringan granulasi,

timbul serat kolagen pada tepi insisi mengarah vertikal, dan proliferasi sel epitel

berlanjut membentuk lapisan epidermis penutup

3. Pada hari ke-5 terjadi puncak neovaskularisasi sehingga jaringan granulasi

mengisi ruang insisi, terjadi limpahan serabut kolagen menjembatani insisi, serta

epidermis kembali ke ketebalan normal.

4. Pada minggu ke-2 terjadi penumpukan kolagen dan proliferasi fibroblast, infiltrasi

leukosit dan edema serta terjadi pemutihan dengan peningkatan deposisi kolagen

dalam jaringan parut dan regresi pembuluh darah.

5. Pada akhir bulan pertama, jaringan parut yang terdiri dari jaringan ikat tanpa sel

radang dan ditutupi epidermis normal.

Letak perbedaan antara proses penyembuhan primer dan sekunder antara lain

pada penyembuhan sekunder terjadi kerusakan jaringan yang luas hingga jumlah

debris nekrotik, eksudat dan fibrin lebih besar, terbentuk jaringan granulasi lebih

besar, serta timbul kontraksi luka yang dilakukan oleh sel miofibroblast.

Pada tahap infeksi akut, diawali dengan proses inflamasi. Invasi bakteri piogenik

sebagai penyebab tersering osteomielitis merangsang terjadinya peradangan

polimorfonukleus supuratif yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas vaskular

dan eksudasi neutrofil. Neutrofil tertarik ke tempat infeksi akibat pelepasan

kemoatraktan residu N-formil. Berkumpulnya neutrofil menyebabkan terbentuknya

pus. Vasodilatasi arteriol dan peningkatan aliran darah meningkatkan tekanan

hidrostatik intravaskular dan pergerakan cairan kapiler atau transudat. Pelebaran

pembuluh darah merupakan penyebab timbulnya warna merah (eritema) dan hangat

yang khas pada inflamasi. Peningkatan permeabilitas vaskular memungkinkan

pergerakan cairan kaya protein atau eksudat ke dalam interstitium yang akan

Page 15: osteomielitis pasca fraktur

meningkatkan tekanan osmotik cairan interstitial. Akumulasi cairan ini dinamakan

edema.

Tulang dapat dianggap sebagai ruang yang rigid dan tertutup sehingga proses

edema ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraosseus yang tajam.

Peningkatan intraosseus ini menimbulkan gejala rasa nyeri lokal dan konstan. Pus

yang terbentuk dapat meningkatkan tekanan intraosseus. Peningkatan masuknya

cairan eksudat atau stasis dan pembentukan pus menyebabkan terjadinya

intravascular thrombosis sehingga aliran darah terhambat. Iskemi dari tulang

mendorong terjadinya nekrosis tulang.

Infeksi yang tidak dirawat akan menyebar melalui beberapa rute. Melalui

pembuluh darah yang rusak pada lesi lokal, sejumlah besar bakteri mereinvasi aliran

darah sehingga secara klinis dari tahapan bakteremia yang belum terdeteksi menjadi

septikemia, yang ditandai dengan malasia, anoreksia, dan pireksia.

Pireksia dapat diartikan sebagai kenaikan suhu tubuh hingga suhu central di atas

38º. Pireksia merupakan tanda terjadinya SIRS. Endotoxin (lipopolysaccharides)

yang dikeluarkan bakteri piogenik, circulating immune complexes, tissue breakdown

products, inflammatory mediators dan pirogen lain seperti IL1, IL6, dan TNF yang

bekerja pada pre-optic nucleus dari hypothalamus. Akibatnya terjadi synthesis dan

pelepasan prostaglandin E2 yang mengatur ulang hypothalamic temperature set

point.

Pada keadaan kronis seperti pada skenario, bila infeksi berlanjut maka

pembentukan pus akan terus terjadi hingga menembus involucrum menuju ke bawah

kulit melalui cloaka membentuk Sinus discharge seropurulen yang tampak pada

pemeriksaan fisik pasien.

Setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik, pasien dapat didiagnosa

sementara menderita osteomyelitis. Tahap selanjutya adalah dilakukan pemeriksaan

penunjang seperti aspirasi untuk memperoleh pus dari subkutis, subperiost, atau lokus

radang dimetafisis, pemeriksaan sintigrafi, biakan darah dan pemeriksaa pencitraan.

Page 16: osteomielitis pasca fraktur

Sclerosis merupakan gambaran response healing yang dikarakteristikan sebagai

peningkatan radiodensitas dan irregualritas dari kontur tulang kadang dengan

perubahan kistik. Pada subacute and chronic osteomyelitis, pembentukan periosteum

meningkat sehingga terjadi gambaran penebalan periosteum. Selain Osteomielitis,

Diagnosis banding yang dapat menunjukkan gambaran sklerosis antara lain Osteoid

osteoma, fibrous dysplasia, and Ewing's sarcoma.

Squester dapat merupakan gambaran khas dari Osteomyelitis kronik hematogen

yang lebih sering terjadi pada tulang pipa daripada tulang pendek. Squester

merupakan fragmen sisa tulang nekrotik yang akan meningkatkan densitas dari

radiograf konvensional akibat kekurangan suplai darah. Squester dapat terdiri dari

tulang cortical ataupun cancellous bone dan biasanya dikelilingi jaringan granulasi

atau eksudat. Kadang sequestra dapat keluar melalui traktus sinus dan muncul pada

permukaan kulit. Involucrum merupakan cincin tulang reaktif yang mengelilingi

squester yang akan tampak hypodens.

Reaksi pemulihan pada osteomyelitis kronis dapat memberikan gambaran

peningkatan aktivitas osteoklast untuk mereabsorbsi tulang-tulang yang nekrotik

sehingga timbullah gambaran Bone resorpsion.

Deformitas yang tampak pada pemeriksaan fisik semakin diperjelas bentuknya

pada hasil plain foto berupa Angulasi fibia dan tibula membentuk varus. Deformitas

angulasi tibia dan fibula disebabkan fraktur oleh fraktur pada regio cruris dexter yang

pernah dialaminya dua tahun lalu. Deformitas angulasi dapat menimbulkan bentuk

varus dan valgus.

Penatalaksanaan tehadap pasien antara lain mengistirahatkan ekstremitas yang

terkena dan segera memberikan antibiotik yang efektif terhadap gram negatif maupun

postif secara parenteral selama 3-6 minggu bila terdapat perbaikan sambil menunggu

hasil pemeriksaan pembiakan darah dan uji sensitivitas mikroba. Selanjutnya dapat

diberikan antibiotika oral selama 4-6 minggu. Jika terapi intensif selama 24 jam tidak

didapati perbaikan, dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena di beberapa

tampat untuk mengurang tekanan intraostal. Cairan tersebut perlu dibiakkan untuk

Page 17: osteomielitis pasca fraktur

menentukan jenis kuman dan resistensinya.  Pembedahan dilakukan dengan indikasi

Adanya sequester, abses, rasa sakit yang hebat, bila mencurigakan adanya perubahan

kearah keganasan (karsinoma epidermoid).

Prognosis pasien tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosa dan melakukan

penanganan. Ada empat faktor penentu prognosis yakni interval waktu onset infeksi

dengan waktu memulai pengobatan, efektivitas obat antibacterial terhadap bakteri

spesifik penyebab kausa, dosis obat antibakterial, dan durasi terapi antibakterial.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan:

Secara histologis, tulang tersusun atas sel tulang (osteoblast, osteosit, dan

osteoklast) dan matriks tulang

Pertumbuhan tulang biasanya berhubungan dengan resorbsi parsial (dilakukan

osteoklast) dari jaringan yang telah dibentuk sebelumnya dan sekaligus peletakan

tulang baru

Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur

sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik.

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan plain foto, pasien dapat

didiagnosis menderita infeksi tulang yang disebut osteomielitis.

Saran:

Pemeriksaan penunjang penting lain yang perlu dilakukan adalah pembiakan pus

dan pembiakan darah untuk mengetahui jenis kuman yang menginfeksi serta

dilakukan uji sensitivitas mikroba untuk mendapatkan antimikroba yang tepat.

Page 18: osteomielitis pasca fraktur

Keluarga pasien sebaiknya segera mengurus asuransi kesehatan yang tidak bisa

digunakan dengan memperbaruinya sehingga dapat digunakan membantu

pembayaran pengobatan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Carter, Michael A., 2006. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi. Dalam : Price, Sylvia A. Patofisiologi, 6th ed vol.2. Jakarta, EGC

Carter, Michael A., 2006. Fraktur dan Dislokasi. Dalam : Price, Sylvia A. Patofisiologi, 6th ed vol.2. Jakarta, EGC

Dorland, W.A. Newman. 2000. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Guyton, dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Mansjoer, Arief, et. al., 2001. Kapita Selekta Kedokteran 3thed vol.2. Jakarta, Media Aesculapius

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

Syamsuhidajat R., Jong, Wim de., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta, EGC