lapsus osteomielitis

50
BAB I PENDAHULUAN Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Pada skenario kali ini kita akan membahas tentang salah satu bagian dari muskutoskeletal yaitu tentang tulang. Topik yang akan kita bahas yaitu tentang trauma dan osteomielitis. Selain itu kita juga kita juga akan membahas tentang struktur normal dan fungsional tulang. Pembahasan pada skenario ini sangat penting bagi mahasiswa kedokteran sebagai wawasan dasar tentang muskuloskeletas. Oleh karena itu, penulis berharap dengan penulisan laporan ini penulis bisa mencapai standart kompetensi pada blok muskuloskeletal. Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011). Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman

description

Lapsus osteomielitis kronis

Transcript of lapsus osteomielitis

Page 1: lapsus osteomielitis

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu jaringan

pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi

utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu,

jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu.

Pada skenario kali ini kita akan membahas tentang salah satu bagian dari muskutoskeletal yaitu

tentang tulang. Topik yang akan kita bahas yaitu tentang trauma dan osteomielitis. Selain itu kita

juga kita juga akan membahas tentang struktur normal dan fungsional tulang. Pembahasan pada

skenario ini sangat penting bagi mahasiswa kedokteran sebagai wawasan dasar tentang

muskuloskeletas. Oleh karena itu, penulis berharap dengan penulisan laporan ini penulis bisa

mencapai standart kompetensi pada blok muskuloskeletal.

Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011).

Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut. (anonym, 2011).

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011)-Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in

Emergency Medicine. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall

Page 2: lapsus osteomielitis

- Anonym, “Osteomyelitis”.2011. Available from:

http://www.mayoclinic.com/health/ osteomyelitis/DS00759

Berikut akan dibahas sebuah kasus tentang osteomielitis kronis, yang

disebabkan oleh fraktur tibia fibula kiri yang terjadi pada seorang pasien laki-laki

berusia 50 tahun yang dirawat di Ruang Kenanga RSUD Ulin Banjarmasin selama

14 hari.

Page 3: lapsus osteomielitis

BAB II

LAPORAN KASUS

1. DATA PRIBADI

Nama : Tn. N MRS tanggal : 2 Januari 2013

No.RMK : 92 65 89 Ruangan : Kenanga

Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 50 tahun

Bangsa : Indonesia Suku : Banjar

Agama : Islam Status : Sudah menikah

Pekerjaan : PNS (Guru) Alamat : Jl. Gubernur Suparjo

THR Banjarmasin

2. KELUHAN UTAMA : Nyeri Kaki kiri

3. ANAMNESA TANGGAL : 17 Januari 2013

Anamnesa Khusus (Riwayat Penyakit Sekarang)

Os datang dengan keluhan nyeri di kaki kiri, sejak 2 bulan sebelum

masuk rumah sakit. Nyeri dirasa pada saat Os berjalan menjajak tanah. Pada

saat kaki tidak digunakan menjajak tanah kaki tidak terasa sakit. sesak terus

menerus dan tidak berkurang dengan perubahan posisi. Os mengalami patah

tulang setelah jatuh dari atap bangunan lantai satu pada tanggal 8 januari

2011.setelah jatuh OS sadarkan diri,tidak ada mual muntah, sesak dan cedera

lainya selain di kakinya.Setelah jatuh OS langsung dibawa ke RSUD Ulin

untuk dilakukan penaganan.Setelah pemasangan Pen ,OS rajin kontrol . m

hari. Sejak 4 bulan SMRS penglihatan pada mata kanan os mulai berkurang

3

Page 4: lapsus osteomielitis

namun tidak pernah diperiksakan kemana-mana, sekarang mata kanan os

sudah tidak melihat sama-sekali, sehingga os hanya mengandalkan mata

kirinya.

Anamnesa Medik dan Penyakit Terdahulu

Os pernah dirawat dengan riwayat sesak nafas dan didiagnosis TB.

DM (+), HT (-).

Anamnesa Penyakit Keluarga

HT (-), DM (-)

Faktor Resiko

Perokok dan DM

4. PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan Umum

Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis, GCS 4-5-6

Pernapasan : Thorakoabdominal

Gizi : kurang

Kulit : Sawo matang, kelembapan cukup

Tanda vital

TD : 90/60 mmHg

Nadi : 70 x/menit

Suhu : 35,8 oC

RR : 32 x/menit

Pemeriksaan Kepala dan Leher

4

Page 5: lapsus osteomielitis

Kepala : Bentuk mesosefali, simetris, tidak ada deformitas,

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), tidak ada edema

pada kedua palpebra, pupil isokor diameter 3mm/3mm, refleks

cahaya (</+)

Telinga : Bentuk normal dan simetris, tidak ada deformitas, sekret tidak

ada, serumen minimal

Hidung : Bentuk normal dan simetris, pernafasan cuping hidung (+),

epistaksis kanan dan kiri tidak ada

Mulut : Bentuk normal, mukosa tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak

tremor, perdarahan gusi tidak ada, trismus (-), tidak hiperemis

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tekanan vena

jugularis meningkat, kaku kuduk tidak ada, tidak ada deviasi

trakea.

Pemeriksaan Umum Thorax

Bentuk : Simetris datar

Payudara : Tidak tampak kelainan kongenital, tidak tampak pembesaran

abnormal

Kulit : Tidak tampak kelainan

Aksila : Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : Gerak napas simetris

Palpasi : Fremitus fokal sebelah kiri

Perkusi : Sonor kanan dan kiri

5

Page 6: lapsus osteomielitis

Auskultasi : Suara napas vesikular, Rhonki (-/+), Wheezing (-/-)

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis

Palpasi : Iktus kordis teraba ICS V Linea Midclavicula Sin., thrill tidak

ada

Perkusi : Pinggang jantung : ICS III Linea Midclavicula Sin

Auskultasi : S1S2 Tunggal, S3 (-) Bising jantung (+)

Pemeriksaan Umum Abdomen

Inspeksi : Tampak cekung dan supel

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Hepar, Lien, Massa tidak teraba, asites (+)

Perkusi : Timpani

Pemeriksaan Extremitas

Atas : Akral hangat, Edema (-/-), parese (-/-), refleks patologis (-/-),

refleks fisiologis (+/+), tanda-tanda perdarahan (-/-)

Bawah : Akral hangat, Edema (-/-), parese (-/-), refleks patologis (-/-),

refleks fisiologis (+/+), tanda-tanda perdarahan (-/-)

Pemeriksaan Tulang Belakang

Tidak dilakukan

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan 19.07.11 26.07.11 02.08.11 09.08.11 13.08.11 19.08.11 20.08.11Nilai Rujukan

Satuan

6

Page 7: lapsus osteomielitis

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13,9 12,7 11,9 11,4 11,5 14,0-18,0 g/dlLeukosit 7,000 8,5 9,6 20,3 9,9 4,0-10,5 ribu/ulEritrosit 5,2 4,5 4,11 3,74 3,97 4,50-6,00 Juta/ulHematokrit 40 39 36 34 37 40-50 Vol%Trombosit 324 347 346 174 321 150-450 Ribu/ulRDW-CV 14,7 17,8 19,8 21,9 20,9 11,5-14,7 %MCV-MCH-MCHCMCV 77,0 85,9 87,0 90,4 92,7 80,0-97,0 FlMCH 26,7 28,2 28,9 30,6 29,0 27,0-32,0 PgMCHC 34,8 32,8 33,3 33,8 31,3 32,0-38,0 %ESR 46ESR-2 70 4 – 26 mm/jam

KIMIA

GULA DARAH

Gula Darah Sewaktu 106 133 125 214 123 - <200 Mg/dL

Gula Darah Puasa 137 70 - 120 Mg/dl

FAAL LEMAK DAN JANTUNG

LDH 241 383 - 80 - 285 U/l

CK-MB 26 - 10 0 – 24 U/l

Cholesterol Total - - 115 131 - 250 mg/dL

HDL.Cholesterol

- - 40 30 - 90 mg/dL

LDL Cholesterol - - 64 <150 mg/dL

Trigliserida - - 56 0 - 220 mg/dl

HATI

SGOT 33 54 27 38 16 - 40 U/I

SGPT 27 38 10 35 8 - 45 U/I

Bilirubin Total - 0,9 1,45 3,83 0,20–1,20 mg/dl

Bilirubin Direk - 0,5 0,68 1,38 0,00–0,50 mg/dL

Bilirubin Indirek - 0,4 0,77 2,45 0,2 – 0,60 mg/dl

Total Protein - 5,8 8,1 6,3 – 8,3 g/dl

Albumi n 3,4 4,0 3,9 – 4,4 g/dl

GINJAL

Ureum 23 54 65 172 69 10 – 45 mg/dL

Kreatinin 1,0 1,2 1,4 2,6 0,9 0.4 – 1.4 mg/dL

Asam Urat - 6,5 5,0 3,5 – 8,5 mg/dL

BTA SPUTUM

MAKROSKOPIK

Sputum Sewaktu -Mukoid campur darah

-

Sputum PagiMukoid campur darah

MIKROSKOPIK

Sputum Sewaktu -BTA [-]/Negatif

-

7

Page 8: lapsus osteomielitis

Sputum PagiBTA [-]/Negatif

ELEKTROLIT

Natrium - 130 131 127 130 135 - 146 mmol/l

Kalium - 3,2 4,1 3,7 4,4 3,4 – 5,4 mmol/l

Clorida - 100 100 96 98 95 - 100 mmol/l

b. Gambar 1. Hasil foto roentgen thorax

c. Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Elektro Kardiografi (EKG)

- RBBB inkomplit

- LVH

d. Gambar 3. Hasil Pemeriksaan Echokardiografi

8

Page 9: lapsus osteomielitis

- LV dilatasi (56,3 mm)

- EF menurun

- Fungsi diastolik normal

- Hipokinetik anteroseptal

- Myxoma di anulus mitral (d: 30,5 mm x 46,3 mm)

e. Hasil CT. Scan Kepala Tanpa Kontras

Kesimpulan : Tak tampak kelainan

f. Gambar 4. Hasil USG

9

Page 10: lapsus osteomielitis

Hepatomegali dengan dilatasi V. Hepatica dan V. Cava inferior (Liver

congestive) disertai ascites minimal.

6. DIAGNOSIS KERJA

Heart Failure + Myxoma + TB aktif on treatment

7. PENATALAKSANAAN

- IVFD Tetrashes 12 tpm

- O2 2-3 Lpm (K/P)

- Nebulizer dengan combivent 2x/hari (K/P)

- Inj. Lasix 1 – 0 – 0 amp

10

Page 11: lapsus osteomielitis

- PO:

o Clopidogrel 25 mg 1 x 1 tab

o Etambutol 500 mg 1 x 1 tab

o INH 200 mg 1 x 1 tab

o HepaQ 2 x 1 tab

o Letonal 25 mg 1 x 1 tab

8. FOLLOW UP

Terlampir

11

Page 12: lapsus osteomielitis

BAB III

PEMBAHASAN

A. Osteomielitis

1. Pengertian

a. Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang

dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall,

2011). Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang

tulang yang disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen

infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat

tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan

periosteum. (Dorland, 2002).

2. Patofisiologi

Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan percobaan; pada studi ini  ditemukan bahwa tulang yang normal sangat tahan terhadap infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan oleh inokulum, trauma, atau adanya benda  asing. (Daniel, 1997).

Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara dibawah ini :

Melalui aliran darah.

Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi saluran kemih  dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang panjang pada lengan dan kaki.

Dari infeksi di dekatnya.

Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika luka terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.

 

Kontaminasi langsung

12

Page 13: lapsus osteomielitis

Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung tulang yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi untuk mengganti sendi atau memperbaiki fraktur.  (anonym, 2011).

Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada tulang dengan mengekspresikan reseptor  (adhesins) untuk komponen tulang matriks (fibronektin, laminin, kolagen, dan sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagen- binding  adhesin memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan. Fibronektin-binding  adhesin dari S. Aureus berperan dalam penempelan bakteri untuk perangkat operasi yang akan dimasukan dalam tulang, baru-baru ini telah dijelaskan (Gambar 1). (Daniel, 1997).

S. Aureus   yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan hidup secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler (kadang-kadang merubah diri dalam hal metabolisme, di mana mereka  muncul sebagai apa yang disebut varian koloni kecil) dapat  menunjukan adanya infeksi tulang persisten. Ketika mikroorganisme  melekat pada tulang pertama kali, mereka  akan mengekspresikan fenotip yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat menjelaskan tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek. (Daniel, 1997).

Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang baik antara osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL 11dan TNF) yang dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel tulang merupakan factor osteolitik yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan tulang pada  remodeling tulang normal dan fungsinya sebagai terapi masih belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba menyerang sel yang mengandung mikroorganisme  dan, dalam proses pembentukan radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim proteolitik yang melisiskan jaringan sekitarnya. Beberapa komponen bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan sebagai factor-faktor yang memodulasi tulang (bone modulating factors).           (Daniel,1997).

Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang merupakan agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap  patah tulang, menurunkan jumlah          dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk menghasilkan infeksi. (Daniel,1997).Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseus dan mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang pada hasil pemisahan fragmen yang mengalami devaskularisasi, disebut sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan congesti atau thrombosis pembuluh darah merupakan temuan histologis utama dalam osteomielitis akut. Salah satu penampakan yang membedakan dari osteomielitis kronis adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak adanya osteosit yang hidup. (Daniel, 1997).

Daniel, Lew, et al. 2012. “Review Article Current Concepts OSTEOMYELITIS”

available from : “http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/nejm199704033361406”

3. Manifestasi Klinis

Berdasarkan presentasinya Gagal Jantung dibagi atas: 2

13

Page 14: lapsus osteomielitis

a. Gagal Jantung Akut

Gagal Jantung Akut didefinisikan sebagai : timbul gejala sesak nafas secara

cepat ( < 24 jam ) akibat kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik

atau diastolik atau irama jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban

akhir ( afterload ) atau kontraktilitas dan keadaan ini dapat mengancam jiwa

bila tidak ditangani dengan tepat (ESC 2005 ).

b. Gagal Jantung Menahun

Gagal Jantung Menahun didefinisikan sebagai : sindrom ( kumpulan gejala )

klinis kompleks akibat kelainan struktural atau fungsional yang mengganggu

kemampuan pompa jantung atau mengganggu pengisian jantung (ACC/AHA

2005).

c. Acute on Chronic Heart Failure

Pasien Gagal Jantung Akut dapat datang dengan berbagai kondisi klinis: 2

1. Acute Decompensated Heart Failure :

a. Baru pertama kali ( de novo )

b. Dekompensasi dari Gagal Jantung Menahun ( acute on chronic )

Kedua keadaan ini masih lebih ringan dan tidak termasuk syok

kardiogenik, edema paru, atau krisis hipertensi.

2. Hypertensive Acute Heart Failure :

Gejala dan tanda gagal jantung disertai tekanan darah tinggi dan fungsi

ventrikel yang masih baik; gambaran roentgen dada sesuai dengan edema paru

akut.

3. Edema paru ( diverifikasi dengan foto roentgen dada ) :

14

Page 15: lapsus osteomielitis

Sesak nafas hebat, dengan ronki basah kasar di hampir semua lapangan

paru, ortopnu, desaturasi O2 < 90 % sebelum dapat terapi O2.

4. Renjatan Kardiogenik :

Bukti adanya hipoperfusi jaringan walaupun sudah dikoreksi preload.

Tekanan darah sistolik < 90 mmHg, produksi urin 0,5 ml/kg bb/ jam, dengan laju

nadi > 60 x/ menit (tak ada blok jantung ) dengan atau tanpa kongesti organ /

paru. Low output syndrome merupakan keadaan pre shock.

5. High output failure :

Dicirikan dengan curah jantung tinggi dengan laju nadi cepat (dapat

disebabkan aritmia, tirotoksikosis, anemia, iatrogenik dsb). Akral hangat, kongesti

paru, kadang kadang tekanan darah rendah seperti pada syok septik.

6. Gagal jantung kanan :

Dengan gejala curah jantung rendah, peningkatan tekanan vena jugularis,

pembesaran hati dan hipotensi. Karena tidak semua pasien terlihat volume

overload pada saat awal datang atau pada pemeriksaan selanjutnya, maka istilah

Heart Failure lebih cocok dipakai daripada istilah lama CHF (congestive heart

failure). Pada Gagal jantung ada keluhan sesak; disfungsi ventrikel mungkin

terjadi tanpa keluhan sesak. Tak selalu ada hubungan antara beratnya sesak

dengan beratnya disfungsi jantung. Selain itu gagal jantung adalah penyakit

kronik progresif karena mekanisme apoptosis yang dipengaruhi oleh

hiperreaktifitas neurohormon, lalu menyebabkan remodeling.

15

Page 16: lapsus osteomielitis

Gambar 5. Algoritma diagnosis GJA (Fonarow et al.Clin Cardiol 2004;27) 2

Pasien pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan keluhan sesak sejak

kurang lebih 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh sesak nafas

disertai nyeri dada seperti diremas, namun tidak ada menjalar ke anggota tubuh

lain. Nyeri terjadi tanpa didahului aktifitas fisik, nyeri tidak hilang walaupun

pasien beristirahat. Nyeri dan sesak menyebabkan pasien susah tidur. Pasien juga

mengeluh perut kembung, ada batuk bercampur darah seperti bercak kehitaman di

dahak. Pasien juga mengeluh buang air kecilnya sangat kurang sekali. Selama

perawatan di RS, os masih merasakan sesak, nyeri dada, badan lemas serta nafsu

makan yang turun.

16

Page 17: lapsus osteomielitis

4. Pemeriksaan Penunjang3

Pada gagal jantug juga dilakukan pemeriksaan penunjang:

a. Laboratorium3

Pemeriksaan darah lengkap: hal ini diperlukan untuk mengetahui ada

tidaknya anemia pada pasien, karena keadaan anemia dapat menyebabkan

dan memperparah sesak pada pasien dengan gagal jantung.

Profil lemak darah: hal ini berguna untuk menentukan faktor resiko

penyakit jantung jantung koroner

Serum Elektrolit : untuk memantau penggunaan diuretik, karena

pemakaian yang terus menerus dapat menyebabkan hiponatremia,

hipokalemia dan hiperkalemia. Ketidakseimbangan elelktrolit dapat

menyebabkan aritmia. Hiponatremia dapat menjadi pertanda gagal jantung

berat.

Kadar gula darah : sirosis hati dapat menimbulkan keadaan hipoglikemia.

Tes fungsi hati : kerusakan jantung meningkatkan enzim hati dan

hipoalbumin

Tes fungsi ginjal : tingginya kadar ureum kretinin dapat menjadi pertanda

pemakaian obat ACEi, diuretik dosis tinggi, azotemia pre renal dan

stenosis arteri ginjal.

Pada pasien ini, dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan adanya anemia,

hiponatremia, serta peningkatan kadar LDH, bilirubin dan ureum. Namun

komponen lainnya masih dalam batas normal.

b. Pemeriksaan Elektrokardiogram

17

Page 18: lapsus osteomielitis

Pada hasil EKG ditemukan adanya RBBB yang inkomplit dan LVH.

c. Pemeriksaan Roentgen

Pada hasil rontgen pasien ini didapatkan kardiomegali dengan CTR 66%,

serta corakan paru yang meningkat.

d. Pemeriksaan Ekhokardiografi

Hasil Echocardiografi dari pasien ini didapatkan :

LV dilatasi (56,3 mm)

EF menurun

Fungsi diastolik normal

Hipokinetik anteroseptal

Myxoma di anulus mitral (d: 30,5 mm x 46,3 mm)

5. Penatalaksanaan

Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah  baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. (Skinner,2003)

Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED. (Hidiyaningsih, 2012)

Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan

18

Page 19: lapsus osteomielitis

kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. (Hidiyaningsih, 2012).

Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:

Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan penting

untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah inflamasi) Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi perbaikan

sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara lambat sesuai dengan waktu paruhnya.

Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai efikasi terapi antibiotika.

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. (Hidiyaningsih, 2012)

 

Indikasi dilakukannya pembedahan ialah  :

1.      Adanaya sequester.

2.      Adanya abses.

3.      Rasa sakit yang hebat.

4.      Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. (Canale, 2007)

Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah;

19

Page 20: lapsus osteomielitis

perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. (Canale, 2007)

Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh (Hidiyaningsih, 2012):

1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya2. Dosis yang tidak adekuat3. Lama pemberian tidak cukup4. Timbulnya resistensi5. Kesalahan hasil biakan6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk7. Kesalahan diagnostik8. Pada pasien yang imunokempremaise

Pada pasien ini diberikan infus Tetrahes untuk jalan masuk obat injeksi

dan juga cairan. Tetrahes mengandung Hydroxyethyl starch yang merupakan

nutrisi untuk pasien dengan penyakit jantung dengan rencana operasi serta dapat

digunakan sebagai pengganti komponen protein plasma. O2 diberikan 2-3 lpm dan

Combivent Nebulizer jika pasien merasa sesak. Terapi farmakologis pasien ini

mendapatkan : Lasix 1 – 0 – 0 amp sebagai diuretik, dan Letonal 25 mg 1 x 1 tab

sebagai diuretik hemat kalium. Clopidogrel 25 mg 1 x 1 tab yang merupakan

derivat thienopyridine, mempunyai potensi antiagregasi trombosit melalui efek

matabolit aktifnya yang secara spesifik dan ireversibel akan berikatan dengan

reseptor ADP √ P2Yac atau P2Y12 melalui penghambatan aktivasi kompleks

glikoprotein IIb/IIIa sehingga mencegah terjadinya agregasi trombosit. 4

Pada pasien ini juga diberikan antibiotik ceftriaxone yang kemudian

diganti dengan Ciprofloxacin dan kemudian diganti lagi dengan cefotaxim. Hal ini

bertujuan untuk mengatasi infeksi yang kemugkinan terjadi pada pasien akibat

luka di pantatnya, serta mencegah terjadinya infeksi sistemik.

20

Page 21: lapsus osteomielitis

Sementara, obat-obat lain seperti : Cillo – della, HepaQ, Hepatin,

Entrasol, Laxadin, Codein, Dulcolax supp dan Esilgan(Estazolam) hanya bersifat

simtomatis dan sebagai suplemen.

Alat monitoring jarak jauh untuk pasien gagal jantung dengan

Cardiothoracic Impedance yang dipasang di bawah kulit dada, akan memberi

tanda ke klinik gagal jantung bila pasien mengalami kongesti paru, sehingga dapat

cepat ditingkatkan dosis obatnya atau dirawat ulang, diusahakan One Day Care

( ODC ).

Berdasarkan pemeriksaan penunjang ekhokardiografi didapatkan bahwa

penyebab gagal jantung pasien ini adalah karena adanya suatu massa (myxoma)

yang terletak pada anulus mitral yang menyebabkan bendungan obstuksi aliran

darah dari atrium kiri ke ventrikel kanan.

B. Myxoma

1. Pengertian

Pada pasien ini didapatkan adanya Tumor pada jantungnya. Tumor adalah

suatu pertumbuhan abnormal, bisa berupa kanker (maligna, ganas) ataupun

nonkanker (benigna, jinak).

Tumor pada jantung dibagi menjadi 2 kelompok:

- Tumor primer : berasal dari dalam jantung dan bisa terjadi pada bagian

manapun dari jaringan jantung. Tumor ini bisa berupa kanker atau nonkanker

dan biasanya jarang terjadi.

21

Page 22: lapsus osteomielitis

- Tumor sekunder : berasal dari bagian tubuh yang lain (biasanya paru-paru,

payudara, darah dan kulit), yang menyebar ke jantung dan selalu berupa

keganasan. Tumor sekunder 30-40 kali lebih sering ditemukan.

Miksoma adalah tumor jinak dari jantung, dimana bentuk jantung biasanya

tidak teratur dan kepadatannya seperti jeli (agar-agar). Di dunia, 50% dari tumor

primer adalah miksoma. Selain itu, 75% dari miksoma ditemukan di atrium kiri

(bilik jantung yang menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru-paru).

Pasien sering datang dengan keluhan trias klasik miksoma yaitu :gagal jantung

akibat obtruksi, stroke akibat emboli dan gejala rematik akibat sekresi sitokin oleh

tumor. 5,6

Pada pasien ini datang hanya dengan keluhan gagal jantungnya saja,

sehingga kemudian dilakukan pemeriksaan CT scan untuk melihat kemungkinan

ada/tidaknya stroke. Berdasarkan hasil CT scan tidak di dapatkan adanya

kelainan.

2. Patofisiologi

Miksoma di katup mitral biasanya muncul bersamaan dengan miksoma di

katup atrial. Saat katup mitral terkena, maka umumnya miksoma terletak di sisi

atrial dengan kondisi serupa antara sisi anterior dan posterior. Miksoma di atrium

kiri sering tumbuh bertangkai dan dapat berayun dengan bebas mengikuti aliran

darah seperti bola yang terikat oleh tali. Pada saat berayun, tumor bergerak keluar

masuk pada katup mitral di dekatnya. Ayunan ini bisa menyumbat dan membuka

katup secara berulang, sehingga darah berhenti dan mengalir secara bergantian.

Sumbatan ini dapat menimbulkan stenosis mitral. 7,8

22

Page 23: lapsus osteomielitis

Serangan kongesti paru atau pingsan dan sesak nafas dapat terjadi jika

penderita berdiri karena gaya gravitasi menarik tumor ke bawah dan menyumbat

katup; gejala ini bisa dikurangi dengan berbaring.

Tumor dapat merusak katup mitral, sehingga aliran darah yang

melewatinya bocor, menimbulkan bunyi murmur yang dapat didengar melalui

stetoskop. 9

Bagian dari miksoma atau bekuan darah yang berasal dari permukaan

miksoma bisa pecah, lalu mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah.

Gejalanya tergantung kepada pembuluh darah mana yang tersumbat. Bila

menyumbat pembuluh darah yang menuju ke otak akan menyebabkan stroke,

sedangkan penyumbatan pembuluh darah di paru-paru bisa menyebabkan nyeri

dan batuk darah. 9,10

Keluhan batuk darah pada pasien ini bisa disebabkan karena adanya

penyumbatan pembuluh darah di paru-paru oleh bekuan darah yang berasal dari

permukaan miksoma yang pecah.

3. Manifestasi Klinis

Gejala lain dari miksoma adalah: 9,11,12

- demam

- anemia

- penurunan berat badan

- nyeri pada jari-jari tangan dan kaki karena cuaca dingin (fenomena Raynaud)

- jumlah trombosit darah yang rendah.

- Gangguan pigmentasi kulit 5

23

Page 24: lapsus osteomielitis

Gambar 6. Histologi sel miksoma 6

Gambar 7. Miksoma atrium kiri 13

24

Page 25: lapsus osteomielitis

Gambar 8. Miksoma atrium kanan 13

Tumor jantung bisa tidak menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan

kelainan fungsi jantung seperti pada penyakit jantung lainnya, yang dapat

berakibat fatal. 6

Kelainan fungsi jantung yang bisa terjadi adalah:

- gagal jantung yang terjadi secara tiba-tiba

- ketidakteraturan irama jantung yang terjadi secara tiba-tiba

- penurunan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba akibat perdarahan ke

dalam perikardium (kantung jantung).

4. Diagnosis

Tumor jantung sulit didiagnosis karena kejadiannya sangat jarang dan

karena gejala-gejalanya mirip dengan penyakit lainnya. Biasanya dokter memiliki

alasan tertentu untuk menduga adanya tumor jantung. Misalnya jika seseorang

25

Page 26: lapsus osteomielitis

menderita kanker di tempat lain, tetapi mengeluhkan gejala-gejala kelainan fungsi

jantung, maka diduga suatu tumor jantung. 6

Beberapa pemeriksaan yang juga digunakan untuk mendiagnosis tumor

jantung:

1. Ekokardiografi (pemeriksaan jantung dengan menggunakan gelombang suara

yang dipantulkan melalui dinding dada)

Gambar 9. Ekokardiografi pada Miksoma

2. Ekokardiografi transesofageal (pemeriksaan jantung dengan menggunakan

gelombang suara yang dipantulkan melalui kerongkongan)

3. Foto rontgen yang dilakukan setelah penyuntikkan bahan radioaktif

4. CT scan dan MRI scan.

Jika tumor telah ditemukan, diambil contoh jaringan dengan menggunakan

selang khusus, untuk menentukan jenis tumor dan jenis pengobatan yang akan

dilakukan.

Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan USG hepar, untuk melihat

sejauh mana bendungan akibat bekuan darah dari permukaan miksoma yang

26

Page 27: lapsus osteomielitis

pecah tersebut. Dari hasil USG didapatkan dilatasi pada vena cava inferior dan

vena hepatica, ini bisa menunjukan bahwa bendungan telah sampai pada hepar.

5. Penatalaksanaan

Tumor jantung primer nonkanker tunggal biasanya dapat diangkat melalui

pembedahan dan bisa menyembuhkan penderita. Pembedahan tidak dilakukan

pada tumor yang lebih dari satu atau pada tumor yang sangat besar. Tumor primer

dan sekunder yang ganas tidak dapat disembuhkan, hanya gejalanya saja yang

dapat diatasi. 6

Semua miksoma katup mitral memerlukan tindakan operasi karena

memiliki potensi untuk terjadinya sumbatan pada bagian orificium katup, dilatasi

anulus, embolisasi, atau aritmia. Teknik operasinya adalah dengan mengeksisi

tumor tanpa reseksi katup jika memungkinkan. Keungkinan rekurensi mencapai 2

– 3 % sehingga perlu adanya kontrol dengan ekhokardiografi. 7

C. Tuberkulosis

1. Pengertian

Tuberkulosis merupakan penyakit yang terjadi akibat infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex yaitu kuman M. tuberkulosis, M. bovis, atau

M. africanum. Penyakit ini diketahui mengenai hampir semua organ tubuh dalam

bentuk TB Paru dan TB Ekstraparu. 14

2. Manifestasi Klinis

a. TB Paru

27

Page 28: lapsus osteomielitis

Evaluasi keadaan klinik didasarkan keluhan dan gejala utama TB Paru

dapat berupa: batuk +1- sputum, pnemonia yang lambat sembuh, demam dan

berkeringat, hemoptisis, penurunan berat badan, nyeri dada, ronkhi di puncak

paru, sesak nafas, wheezing lokal, lemah badan, anoreksia. 14

Pada TB Paru milier akut gejala tersebut sangat menonjol dan pada 10-

30% disertai manifestasi TB Ekstraparu berupa TB choroid, TB meningen,

hepatosplenomegalia, dan kadang kadang Adult Respiratory Distress Syndrome.

TB Paru milier kriptik yang terdapat pada orang tua jarang disertai dengan gejala

TB Ekstraparu. 14

Pada pasien ini diketahui bahwa dia mengalami batuk berdahak campur

darah yang berlangsung selama + 3 bulan. Selain itu pasien juga mengalami

demam dan berkeringat saat malam, penurunan berat badan, nyeri dada, sesak

nafas, badan lemah badan, dan penuruanan nafsu makan.

b. TB Ekstraparu.

Gambaran klinik Ekstraparu harus dicari pada penderita TB Paru, terutama

penderita TBP yang diduga disertai penyebaran diseminata (TB diseminata).

Gambaran klinik yang mencurigakan ke arah TB Ekstraparu antara lain: 14

• nyeri pleuri dengan sesak nafas (efusi pleura)

• limpadenopati cervicales berbentuk paket dengan/tanpa fistel (TB kelenjar,

scrofluloderma).

• gejala obstruksi usus subakut yang berulang kali: keluhan nyeri perut/mulas,

palpasi adonan roti, perkusi ‘papan catur” (TB rongga perut).

28

Page 29: lapsus osteomielitis

• infeksi saluran kemih yang berulang-ulang dan makin berat hingga dapat

disertai antara lain kerusakan ginjal, hipertensi atau gagal ginjal (TB saluran

kemih).

• abses paravertebral, hiposcoliosis, coxitis (TB tulang/ sendi).

• perikarditis dengan tamponade jantung (TB perikardial).

• tanda-tanda perangsangan meningen dengan penurunan kesadaran (TB

meningen).

3. Pemeriksaan Penunjuang 14

a. Laboratorium

• Hb : Anemi bila ada disebabkan oleh peradangan kronik, perdarahan, atau

defisiensi.

• Laju Endap Darah (LED) : Mungkin meninggi, tetapi tidak dapat merupakan

indikator untuk aktivitas penyakit.

• Tes Faal Hati : TB di hati dapat menimbulkan gangguan faal yang ringan

berupa retensi BSP (pada 50% kasus), peninggian alkali fosfatase (pada 33%

kasus), peninggian SGOT ringan (pada 90%).

• Hipokalemi/hiponatremi : Kadang-kadang keadaan ini bisa dijumpai pada TBP

milier.

• Serologik/kimiawi : Cairan radang tuberkulosis bersifat eksudat, dan hal ini

terbukti bila memenuhi satu atau lebih kriteria di bawah ini:

1) Kadar LDH (Lactic Dehydrogenase) > 200 SI

2) Ratio (LDH CairanfLDH serum) > 0,6

29

Page 30: lapsus osteomielitis

3) Ratio (protein cairan/protein serum) > 0,5. Didapatkannya Rivalta test (+)

dan hitungan sel pada cairan yang menunjukkan mayoritas limposit menyokong

adanya eksudat dengan peradangan yang kronik.

• Pemeriksaan lain : PPD 5 TU. Hasil (+) tidak menunjukkan tingkat aktifitas.

Bisa (-) pada TB yang berat.

• Bakteriologik :Dapat dilakukan berbagai cara pemeriksaan bakteriologik

kuman TB yaitu secara mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresen atau biakan.

Bahan pemeriksaan dapat berupa: sputum, lesi kulit, sumsum tulang, urine,

cairan serebrospinal, cairan pleural, rongga perut, perikardial, cairan sendi,

cairan dan pus/fistel.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dari pemeriksaan

darah lengkap diketahui bahwa pasien mengalami anemia dan hiponatremia, serta

peningkatan LED, LDH dan SGOT ringan. Sedangkan dari pemeriksaan sputum

BTA, secara mikroskopik hasilnya negatif, dimana tidak ditemukan biakan

kuman. Namun dari keadaan makroskopik didapatkan sputumnya berupa mukoid

yang bercampur darah.

b. Radiologik 14

Jenis pemeriksaan radiologik yang bisa dilakukan adalah:

• Foto toraks PA, lateral, lateral decubitus, top lordotic, atau tomogram. Bila

terdapat secara bersamaan ambaran infiltrat seperti awan dengan batas tak

tegas pada TBP dini, kita mungkin bisa menyangka adanya proses TBP yang

secara radiologis aktif. Yang penting adalah pemeriksaan lanjutan dengan foto

30

Page 31: lapsus osteomielitis

seri untuk mengevaluasi adanya kemajuan terapi atau perburukan gambaran

radiologik yang dianggap sebagai gambaran TB Paru.

Pada pasien ini didapatkan gambaran corakan paru yang meningkat, sehingga

mendukung diagnosis TB.

4. Diagnosis

Tabel 2. Klasifikasi Diagnosis tuberkulosis Paru 14

Ditegakkan berdasarkan klasifikasi TB Paru dengan kritena sebagai tercantum

pada Tabel 1, yaitu terdiri dari TB Paru Bekas, TB Paru Tersangka Aktif atau

Tersangka Tak Aktif, dan TB Paru Aktif.

Pada pasien ini diperoleh bahwa gambaran klinis dan radiologisnya

mendukung ke arah TB paru tersangka aktif, sehingga dapat dilakukan pemberian

pengobatan TBP.

5. Penatalaksanaan 14

Berdasarkan pedoman WHO dan Depkes RI, penatalaksanaan TB pada

waktu ini adalah seperti terlihat pada Bagan 1. Bila pada terapi intensif Kategori II

selama 3 bulan BTA masih positif maka terapi diteruskan 1 bulan lagi. 14

31

Page 32: lapsus osteomielitis

Bagan 1. Penatalaksanaan Tuberkulosis 14

Bila pada 4 bulan BTA masih positif, maka perlu ditelusuri hasil kultur

dan tes resistensi untuk penentuan fase terapi lanjutan. Bila hasilnya: 14

a. sensitif terhadap semua obat berikan paduan obat OAT Kategori I.

b. resistensi terhadap R atau H berikan paduan OAT Kategori II, dengan

observasi yang ketat.

c. resistensi terhadap R dan H : keberhasilan OAT Kategori II terbatas. Pilihan

OAT individual.

Tabel 3. Paduan Obat Anti TB 14

32

Page 33: lapsus osteomielitis

Tabel 4. Dosis obat anti TB 14

Untuk pasien ini diberikan terapi TBP kategori I yaitu INH dan Etambutol

sebagai fase lanjutan, karena pasien pada saat ini sedang menjalani terapi TB

paru.

33

Page 34: lapsus osteomielitis

BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus gagal jantung pada seorang pria (50 tahun)

yang dirawat di bagian Jantung dengan keluhan utama sesak selama 2 bulan,

disertai nyeri dada seperti diremas tanpa penjalaran, tanpa didahului aktifitas fisik,

nyeri tidak hilang walaupun pasien beristirahat. Pasien juga mengeluh batuk

bercampur darah, berat badan menurun dan nafsu makannya berkurang.

Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan suara bising jantung yang diduga

sebagai regurgitasi mitral.

Pada hasil rontgen didapatkan kardiomegali dengan CTR 66% dan

corakan paru yang meningkat. Dari hasil EKG ditemukan adanya RBBB

inkomplit dan LVH. Hasil Echocardiografi didapatkan : LV dilatasi (56,3 mm),

EF menurun, Fungsi diastolik normal, Hipokinetik anteroseptal, dan Myxoma di

anulus mitral.

Pada pasien ini diberikan infus Tetrahes, O2 dan Combivent Nebulizer jika

pasien merasa sesak. Terapi farmakologis pasien ini mendapatkan : Lasix, Letonal

25 mg dan Clopidogrel 25 mg. Pada pasien ini juga diberikan antibiotik

ceftriaxone yang kemudian diganti dengan Ciprofloxacin. Untuk terapi TBP

diberikan kategori I yaitu INH dan Etambutol sebagai fase lanjutan, karena pasien

pada saat ini sedang menjalani terapi TB paru. Selain itu diberikan obat-obat

simtomatis dan suplemen seperti : Cillo – della, HepaQ, Hepatin, Entrasol,

Laxadin, Codein, Dulcolax supp dan Esilgan(Estazolam).

34

Page 35: lapsus osteomielitis

Pasien di rawat selama 38 hari di RS dan meninggal dunia pada hari

perawatan ke 38.

DAFTAR PUSTAKA

1. Laksono S. Patofisiologi Payah Jantung Kronik. Cermin Dunia

Kedokteran Vol.36 No.3, 2009, Hal 172-5.

2. Siswanto BB. Perkembangan Terbaru Tatalaksana Gagal Jantung. Cermin

Dunia Kedokteran Vol.36 No.3, 2009, Hal 206-7.

3. Sani A. Heart Failure: Current paradigm. Medya Crea: Jakarta, 2007, hal

49-51.

4. Li JS, Yow E, Berezny K et al. Dosing of Clopidogrel for Platelet Inhibitin

in Infants and Young Children. Primary Result of the Platelet Inhibition in

Children on cLopidogrel (PCOLO) Trial. Circulation 2008;117; p.553-59.

5. Basson CT. Clinical and genetic aspects of cardiac myxomas.

Cardiologyrounds 6 (3); 2002; p.1-6.

6. Wyne A. A Look at Cardiac Myxoma. UWOMJ 77(2); 2008; p.63-7.

7. Yavuz S, Celkan A, Ata Y, Mavi M, Türk T, et al. Mitral Valve Myxoma.

Asian Cardiovasc Thorac Ann 2000;8:64–6.

8. Sandrasagra FA, Oliver WA, and English TAH. Myxoma of the mitral

valve. British Heart Journal, 1979, 42, 221-223.

9. MacGregor GA, Cullen, RA. The Syndrome Of Fever, Anaemia, And

High Sedimentation Rate With An Atrial Myxoma. Britsh Medical Journal

14; 1959; p.991-5.

35

Page 36: lapsus osteomielitis

10. Japardi I. Patogenesis Stroke Infark Kardioemboli. USU digital library,

2002; Hal 1-6.

11. Hartanto AD. Atrium Myxoma. detikHealth [serial online] Aug 23th, 2011

[cited 2011 Aug 7th]. Available from: URL:

http://www.detikhealth.com/kanal/765/obat-penyakit.

12. Sharma GK, Willis PW. Atrial Myxoma Clinical Presentation. emedicine

[serial online] Jul 28, 2009 [cited 2009 Aug 26th]. Available from: URL:

http://emedicine.medscape.com/article/151362-clinical#a0216.

13. Anonymous. Tumor Pada Jantung. Darahsehat [serial online] Aug 23th,

2011 [cited 2009 Aug 26th]. Available from: URL:

http://darahsehat.blogspot.com/2009/08/tumor-pada-jantung.html

14. Dahlan Z. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis. Cermin Dunia

Kedokteran No. 115, 1997, Hal 8-12.

36