Nyeri
-
Upload
yuniwahyuningsih -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
description
Transcript of Nyeri
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sekarang ini bayak sekali orang-orang yang mengalami nyeri dan
membiarkannya begitu saja. Padahal rasa nyeri yang dialami seseorang itu tidak dapat
diremehkan begitu saja. Perasaan nyeri yang dialami seseorang itu harus segera
mendapat penangganan. Penanganan segera pada pasien nyeri sangat penting
dilakukan sebab dalam beberapa kasus nyeri itu merupakan tanda-tanda adanya suatu
enyakit yang serius dan tidak dapat diremehkan begitu saja.
Pada beberapa kasus dilingkungan sekitar kita sebuah perasaan nyeri yang
terdapat pada suatu titik bagian tubuh dapat menjalar dan meluas pada bagian-bagian
tubuh mapun organ-organ di sekitar titik nyeri tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan nyeri?
2. Apa ciri-ciri dari nyeri?
3. Bagaimana nyeri dapat terjadi?
4. Apa saja hal-hal yang dapat mempengaruhi rasa nyeri?
5. Bagaimana dampak dari nyeri?
6. Bagaimana penanganan dan asuhan pada pasien nyeri?
C. TUJUAN
1. Dapat menjelaskan pengertian dan hal-hal yang berhubungan dnegan nyeri
2. Dapat menjelaskan proses terjadinya nyeri
3. Dapat menjelaskan ciri-ciri dan dampak nyeri
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosinal yang tidak menyenangkan yang
berhubungan yang berhungan dengan kerusakan jaringan atau potensial menyebabkan
kelurasakan jaringan (perry and potter, 2005)
Muenurut LONG,1996 ,Nyeri adalah perasaan yang tidk nyaman,sngt subjektif ,dan
hanya orng yang mengalami yang dapt mengungkapkan dan menjelaskanya perasaan
tersebut
Menurut PRIHARJO,1992,perasaan tidak nyaman baik ringan maupun berat
B. Fisiologi atau Mekanisme Nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri
(nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf
perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada
daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga
memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan
kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab
nyeri dihilangkan
b. Serabut C
2
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat
pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena
struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan
sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang
timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi
sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan
bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal
berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori
gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa
impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang
sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya
menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol
desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan
substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme
pertahanan. Selain itu, terdapatmekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang
lebih cepat yang melepaskanneurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.
Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok
punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan
menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut
delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien
mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat
pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden
melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami
3
yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo
merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)
Fase Nyeri
a. Transduksi : Pada fase ini, stimulus yang membahayakan memicu pelepasan mediator
biokimia yang mensensitifikasi nosireseptor (reseptor yang bertugas
merambatkan sensasi nyeri.
b. Transmisi : Pada fase Transmisi, nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medulla
spinalis ditransmisikan melalui serabut C (akson tidak bermielin) dan
serabut A delta menuju ke batang otak dan thalamus melalui jaras
spinotalamikus (sistem yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi
stimulus ke thalamus). Sinyal tersebut diteruskan ke korteks sensorik somatic
tempat yang dipersepsikan. Impuls yang ditransmisikan melalui jaras
spinotalamikus mengaktifkan respons otonomi dan limbic.
c. Persepsi : Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya nyeri. Persepsi nyeri
tersebut terjadi di struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya
berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan
afektif nyeri.
d. Modulasi : Pada fase ini biasa disebut juga dengan sistem asenden. Neuron dibatang
otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut
desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid (obat penghilang
nyeri) yang akan menghambat impuls asenden yang membahayakan dibagian
dorsal medulla spinalis.
4
C. Klasifikasi Nyeri
1 Menurut tempat
a. Periferal pain
Superfesial pain (nyeri permukaan)
Deep pain (nyeri dalam)
Reffered pain (nyeri alihan)
b. Central pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang
otak, dll.
c Psyhogeni pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.
d Phantom pain
Perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi contohnya pada amputasi.
Nyeri ini timbul akibat dari stimulasi dedrit yang berat dibandingkan dengan
stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu orang merasa nyeri pada area yang
telah diangkat
e Raditing pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar
2 Menurut sifat
a Insidentil
Timbul sewaktu-waktu dan kemudian hilang
b Steady
Nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c Paroxysmal
Nyeri dirasakan berintesitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya menetap 10-
15 menit. Lalu menghilang dan kemudian timbul kembali
d Intractable pain
Nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangicontoh pada arthritis.
Pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya
penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan
3 Menurut berat ringannya
a Nyeri ringan dalam intesitas rendah
b Nyeri sedang menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c Nyeri berat dalam intesitas tinggi
5
4. Menurut intensitas waktu
a Nyeri akut
Nyeri akut biasanya berlangsung singkat misalnya nyeri pada fraktur. Klien
yang mengalami nyeri akut pada umumnya akan menunjukan gejala-gejala
antara lain : respirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat,
dan pollar.
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadidalam waktu lebih lama dan
pada umumnya penderita sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai
dirasakan
Jenis nyeri
Nyeri perifer,nyeri ini ada tiga jenis
Nyeri supersial,rasa nyeri yang muncul akibat ranagsangan pada kulit dan mukosa
Nyeri viseral,yakni nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri pad
abdomen ,kranium,dan toraks
Nyeri alih,yakni nyeri yang dirasakan pada daerah yang jauh dari jaringan penyebab
nyeri
Nyeri sentral ,yakni nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula spinalis ,batang
otak,dan talamus
Nyeri psikogenik,nyeri yang tidak di ketahui penyebab fisiknya ,nyeri ini timbul
akibat pikiran si penderita sendiri
Bentuk nyeri
Ø Nyeri akut
Berlangsung tdk lebih dari 6 bulan
Gejalanya mendadak
Penyebab dan lokasi nyeri sudah di ketahui
Ditandai dengan penegangan otot dan kecemasan
Ø Nyeri kronis
Berlangsung lebih dari 6 bulan
Sumber nyeri bisa di ketahui/tidak
Hilng tmbul
Tidak dapat di sembuh
6
Pengindraan nyeri lebih mendalam
Sulit menunjukan lokasi
Dampaknya:
Mudah tersinggung
Kurang perhatian.
Sering putus asa
D. Stimulus Nyeri
a. Trauma pada jaringan tubuh
b. Gangguan pada jaringan tubuh
c. Tumor
d. Iskemia pada jaringan
e. Spasme Oral
E. Teori Nyeri
Ada 4 teori yang berusaha menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan terasa, yaitu :
1. Teori spesifik ( Teori Pemisahan)
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu
stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta dan
serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat
nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan komponen psikologis.. Menurut
teori ini rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal cord) melalui kornu
dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke tractus lissur dan
menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat
rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2. Teori pola (pattern)
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi
sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada
tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial tertentu.
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan
merangsang aktivitas sel. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke
bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi
dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi olch
7
modalitas respons dari reaksi sel.tu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan
pola untuk rasa sentuhan.
3. Teori kontrol gerbang (gate control)
Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut
kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C
melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui
mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih
tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat.Apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme
pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat
menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan
menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut
delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien
mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat
pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden
melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami
yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo
merupakan upaya untuk melepaskan endorfin
Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965, Teori ini mengusulkan
bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan
di sepanjang sistem saraf pusat.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian
ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating
Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi
nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri.
Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika
pintu gerbang tertutup, Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi
nyeri
8
Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri
pasien Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat
pembentukan substansi P. Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa
menutup gerbang nyeri
4. Teori Transmisi dan Inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf,
sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik.
Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada scrabut-
serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogcn opiate
sistem supresif.
F. Penyebab Nyeri
1. Trauma
a. Trauma mekanik
Menimbulkan nyeri karena ujung” saraf bebas mengalami kerusakan akibat
benturan gesekan ataupun luka
b. Trauma termis
Menimbulkan neri karena ujung sayaraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas, dingin.
c. Trauma elektrik
Menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri
d. Trauma kimiawi
Terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat
2. Neoplasma
Menyebabkan nyeri karen terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan yang
mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan, atau metastase.
3. Trauma psikologis
Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik
9
G. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Saat seseorang mengalami nyeri, banyak faktor yang dapat mempengaruhi
nyeri yang dirasakan dan cara mereka bereaksi terhadapnya. Faktor-faktor ini dapat
meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, toleransi terhadap nyeri dan
mempengaruhi reaksi terhadap nyeri (Le Mone & Burke).
1. Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik
dan sering dapat diperkirakan. Kenyataannya, setiap orang mempunyai jaras nyeri
yang sama, atau dengan kata lain setiap orang menerima stimulus nyeri pada
intensitas yang sama. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor
yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional,
pengalaman nyeri masa lalu, sumber dan anti dari nyeri dan dasar pengetahuan
pasien.
2. Ketika sesuatu menjelaskan seseorang sangat sensitif terhadap nyeri, sesuatu ini
merujuk kepada toleransi nyeri seseorang dimana seseorang dapat menahan nyeri
sebelum memperlihatkan reaksinya.
3. Kemampuan untuk mentoleransi nyeri dapat rnenurun dengan pengulangan episode
nyeri, kelemahan, marah, cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat
ditingkatkan dengan obat-obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan
praktek spiritual (Le Mone & Burke).
H. Tingkat Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik
tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak
dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Intensitas nyeri sifatnya subjektif dipengaruhi oleh:
tingkat kesadaran
Konsentrasi
Jumlah distrasi
Tingkat aktivitas
Harapan keluarga
10
Skala nyeri Hayward
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri,msh bisa di kontrol
10 Sngt nyeri tidak bisa di kontrol
McGill(Mcgill’scale)
Mengukur nyeri dengan menggunakan 5 angka
0ètidak nyeri
1ènyeri ringan
2ènyeri sedang
3ènyeri berat
4ènyeri sngt berat
5ènyeri hebat
11
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri s angat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
12
I. Respon Fisiologis Trehadap Nyeri
1. Stimulasi Simpatik (nyeri ringan, moderat, super fiscial)
a. Dilatasi saluran bronkial dan peningkatan respirasi rate.
b. Peningkatan gula darah
c. Peningkatan kekuatan otot
2. Stimulasi parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a. Muka pucat
b. Otot mengeras
c. Nafas cepat dan ireguler
d. Kelelahan dan keletihan
J. Asuhan Keperawatan Nyeri
A. PENGKAJIAN.
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan
perawat di dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnose keperawatan yang
tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam
mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang di berikan.
Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut
adalah:
1. Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).
2. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.
3. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien
dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha
untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji
kuantitas persepsi klien terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis
maka pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada
dimensi perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1986; McGuire, 1992).
Donovan dan Girton (1984) mengidentifikasikan komponen-komponen
tersebut, diantaranya:
1. Penentuan ada tidaknya nyeri.
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika
pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak
menemukan adanya cedera atau luka.
13
A. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T).
1) Faktor Pencetus (P: Provocate),
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien,
dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh
yang mengalami cedera.
2) Kualitas (Q: Quality),
Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh
klien. Misal kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah,
seperti tertindih, perih, dan tertusuk.
3) Lokasi (R: Region),
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh
klien.
4) Keparahan (S: Severe),
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling
subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri
yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat
a. Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini psien menilai nyeri dngan
skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri,
angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien. Skala
ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah
intervensi terapeutik.
b. Skala Analogg Visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis
lurus, yangmewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala analog visual merupakan
pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih
satu kata atau satu angka (McGuire, 1984)
c. Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan salah
satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala ini
merupakan sebuah garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi
yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat
pendeskripsi ini diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri yang paling
14
hebat. Perawat menunjukkan skala tersebut pada klien dan meminta untuk
menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan
Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat
yang dinamakan “Oucher”, yang terdiri dari dua skala yang terpisah dengan nilai
0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan skala
fotografik enam gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak-anak
yang lebih kecil.
5) Durasi (T: Time).
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan
rangkaian nyeri
B. Faktor yang memperberat/memperingan nyeri.
Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat memperberat nyeri pasien,
misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres, dan lain-lain.
1. Respon Fisiologis.
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan
thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stres. Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan
respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, dalam dan
melibatkan organ-organ visceral (misal: infark, miokard, kolik akibat kandung
empedu, atau batu ginjal) maka sistem saraf simpatis menghasilkan suatu aksi.
Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri yaitu:
a) Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial).
· Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate.
· Peningkatan heart rate.
· Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP.
· Peningkatan nilai gula darah.
· Diaphoresis.
· Peningkatan kekuatan otot.
· Dilatasi pupil.
· Penurunan motilitas GI.
15
b) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
· Muka pucat.
· Otot mengeras.
· Penurunan HR dan BP.
· Nafas cepat dan irregular.
· Nausea dan vomitus.
· Kelelahan dan keletihan.
2. Respon Perilaku.
Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien antara lain:
merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri yang
sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan
alis, ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.
3. Respon Afektif.
Respon ini diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian
terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri.
4. Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien.
Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari,
sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana dia dapat membantu dalam
program aktivitas pasien. Perubahan-perubahan yang dikaji: perubaha pola tidur,
pengaruh nyeri pada aktivitas, serta perubahan pola interaksi pada orang lain.
5. Persepsi Klien Tentang Nyeri.
Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia alami dengan proses
penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan.
6. Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri.
Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien gunakan untuk menurunkan
nyeri yang ia alami.
B. DIAGNOSIS.
Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan lainnya.
Penegakkan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan
analisa pengkajian yang dilakukan cermat dan akurat.
16
C. INTERVENSI.
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi
untuk memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.
3. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat
dirumah.
D. IMPLEMENTASI.
Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengurangi rasa nyeri ada dua:
1. Tindakan Farmakologis.
Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO mengombinasikan penggunaan
obat-obatan analgesik dan obat-obatan adjuvan yang efektif untuk mengontrol nyeri
klien.
2. Tindakan Non Invasif.
Tindakan pengontrolan nyeri non invasive digunakan untuk mendukung terapi
farmakologis yang sudah diberikan. Jenis tindakan non invasive antara lain:
a) Membangun hubungan terapeutik rawat-klien.
b) Bimbingan antisipasi.
c) Relaksasi.
d) Imajinasi terbimbing.
e) Distraksi.
f) Akupunkur.
g) Biofeedback.
h) Stimulasi kutaneus.
i) Akupresur.
j) Psikoterapi.
17
3. Tindakan Invasif/Pembedahan.
Merupakan komplemen dari tindakan-tindakan lainnya dalam upaya membebaskan
nyeri, seperti tindakan perilaku-kognitif, fisik maupun terapi farmakologis. Tindakan
ini dilakukan apabila dengan tindakan-tindakan non invasif tidak dapat membebaskan
nyeri. Klien perlu diberikan pengetahua tentang implikasi setelah tindakan
pembedahan untuk mengontrol nyeri. Beberapa kasus pembedahan antara lain:
a) Cordotomy.
b) Neurectomy.
c) Sympatectomy.
d) Rhizotomy.
E. EVALUASI.
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan
menilai kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantaranya: klien melaporkan
adanya penurunan rasa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang
dimiliki, mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.
18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi.
2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak
pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka
tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan
tehnik untuk mengatasi nyeri.
19
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
B. SARAN
Sekarang ini bayak sekali orang-orang yang mengalami nyeri dan membiarkannya
begitu saja. Padahal rasa nyeri yang dialami seseorang itu tidak dapat diremehkan begitu
saja. Perasaan nyeri yang dialami seseorang itu harus segera mendapat penangganan.
Penanganan segera pada pasien nyeri sangat penting dilakukan sebab dalam beberapa
kasus nyeri itu merupakan tanda-tanda adanya suatu enyakit yang serius dan tidak dapat
diremehkan begitu saja.
Pada beberapa kasus dilingkungan sekitar kita sebuah perasaan nyeri yang terdapat
pada suatu titik bagian tubuh dapat menjalar dan meluas pada bagian-bagian tubuh mapun
organ-organ di sekitar titik nyeri tersebut.
20
DAFTAR PUSTAKA
Felinokta.blogspot.com/2013/01i/leukimia.html?.m=1
Askep-net.blogspot.com/2012/06/konsep-nyeri.html?m=1
KETERAMPILAN DASAR KEPERAWATAN 1
forbetterhealth.wordpress.com , 2009
MEDISTRA HOSPITAL, 28 NOVEMBER 2013
SUMBER : BLOG HETTI, 2009
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Medika: Jakarta
Potter. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533.
21