New Lapkas Tifoid

26
LAPORAN KASUS KEHAMILAN DENGAN TIFOID Oleh : Misrul Dhiafah Utami, S.Ked Pembimbing : dr. Armansyah Harahap, Sp.OG dr. Adyanur Munira, Sp.OG

description

fa

Transcript of New Lapkas Tifoid

Page 1: New Lapkas Tifoid

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN DENGAN TIFOID

Oleh :

Misrul Dhiafah Utami, S.Ked

Pembimbing :

dr. Armansyah Harahap, Sp.OGdr. Adyanur Munira, Sp.OG

SMF OBGYN

RUMAH SAKIT UMUM CUT NYAK DHIEN

Page 2: New Lapkas Tifoid

2015

DEMAM TIFOID

TIFUS ABDOMINALIS / DEMAM TIFOID

     Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Ibu hamil yang menderita tifus memiliki risiko kematian 15 persen atau lebih.  Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Janin yang dikandungnya berpeluang sekitar 60-80 persen gugur atau lahir prematur, lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan. Infeksi ini bisa dicegah dengan vaksinasi. Ibu yang mengalami infeksi setelah melahirkan disarankan untuk tidak menyusui bayinya karena dikhawatirkan bisa menular. Selain itu, ibu dianjurkan untuk banyak istirahat, menjalani pengobatan simptomatik dan minum obat antibakteri. Prinsip Dasar     Ibu hamil merupakan kelompok risiko untuk infeksi tifoid, yang disebabkan Salmonella typhi,. Transmisi tifoid berkembang pesat pada daerah dengan kondisi sanitasi yang buruk, komplikasi tifoid tergolong berat dan fatal. Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang mengakibatkan gejala khas : demam, nyeri kepala, nyeri perut, nyeri otot, mual muntah, anoreksia, obstipasi/ diare,  dan penurunan kesadaran. 

    Dalam hubungan dengan dengan kehamilan, tidak dilaporkan bahwa kehamilan akan memperberat perjalanan penyakit demam tifoid. Demam tifoid dapat mengakibatkan komplikasi peningkatan risiko abortus/partus prematurus. Pada umumnya, risiko berakhirnya kehamilan pada ibu yang terserang demam tifoid semakin tinggi bila infeksi terjadi saat kehamilan berusia muda.

    Transmisi kuman Salmonela typhi terjadi melalui oral, kontaminasi makanan/minuman dengan kuman tersebut. Penyakit ini mengakibatkan gejala demam, yang naik bertahap (tidak mendadak tinggi, seperti kebanyakan infeksi virus). Keluhan perut umumnya selalu ada,

Page 3: New Lapkas Tifoid

dapat berupa diare, nyeri, atau konstipasi. Lidah tampak kotor, tremor, dengan tepi hiperemis. Nadi dapat memperlihatkan bradikardi relatif, dengan nadi per menit yang tidak sesuai (terlalu lambat) dibandingkan suhu badan yang tinggi. Laboratorium didapatkan lekopenia dan trombositopenia (tidak seberat trombositopenia pada DBD).

DEMAM TIFOID

- Definisi Demam TifoidDemam tifoid ( enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, khususnya sore hingga malam hari yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.1

- Epidemiologi Demam TifoidDemam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk  penyakit menular. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5 – 30 tahun, laki – laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. 2,3

Ada dua sumber penularan S. Typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering adalah pasien karier (pasien karier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun). Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Di daerah nonendemik penyebaran terjadi melalui tinja.2,3

Gambar 1. Distribusi Demam Tifoid di Dunia6

Page 4: New Lapkas Tifoid

Gambar 2. Indonesia Termasuk Wilayah Kasus Demam Tifoid Tertinggi

Di dunia, diperkirakan terdapat 22 juta kasus demam tifoid dengan 200.000 kematian pada tahun 2002. Insidensi tertinggi terdapat di Asia selatan-tengah dan tenggara. Strain resisten banyak obat muncul pertama kali tahun 1989 di Cina dan Asia Tenggara dan telah menyebar luas. Obat-obat yang resisten di antaranya adalah kloramfenikol, ampisilin, dan trimetoprim.6

- Etiologi Demam TifoidDemam tifoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Salmonella adalah kuman gram negatif yang berflagela, tidak membentuk spora, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif yang memfermentasikan glukosa dan mereduksi nitrat menjadi nitrit. S.typhi memiliki antigen H yang terletak pada flagela, O yang terletak pada badan, dan K yang terletak pada envelope, serta komponen endotoksin yang membentuk bagian luar dari dinding sel.2

Gambar 3. Bakteri Salmonella Typhi

Page 5: New Lapkas Tifoid

Gambar 4. Infeksi Salmonella Typhi dalam tubuh manusia

- Patogenesis Demam Tifoid

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2) bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus limfatikus mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal. Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman.Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2) banyak yang mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus.Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 105 dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria, post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan Proton Pump Inhibitor.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum danileum.Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman akan menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria.Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.

Page 6: New Lapkas Tifoid

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag inmasuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnyaasimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial tubuh terutama hati danLimpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan kemudianberkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk kesirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai tanda- tanda dangejala infeksi sistemik.

Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari berturut- turut.

Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar peyer patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.

Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak stabiil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologis.

Page 7: New Lapkas Tifoid

Gambar 5. Patogenesis Demam Tifoid

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.3

- Diagnosis Demam TifoidDiagnosis tifoid karier dapat ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman S.typhi pada biakan feses ataupun urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang yang telah satu tahun paska demam tifoid. Saat ini, kultur darah langsung yang diikuti dengan identifikasi mikrobiologi adalah standar emas untuk mendiagnosa demam tifoid. 4,5

Page 8: New Lapkas Tifoid

- Manifestasi klinis Demam TifoidMasa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi hingga kematian. 3,5

Secara umum gejala klinis penyakit ini pada minggu pertama ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu  demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala  menjadi  lebih jelas berupa  demam, bradikardia relatif (bradikardi realtif adalah peningkatan suhu 1◦C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali permenit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) , hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. 3,5,6

Sekitar 10-15% pasien menjadi demam tifoid berat. Faktor yang mempengaruhi keparahan meliputi durasi penyakit sebelum terapi, pilihan terapi antimikroba, tingkat virulensi, ukuran inokulum, paparan sebelumnya atau vaksinasi, dan faktor host lain seperti jenis HLA, AIDS atau penekanan kekebalan lain, atau konsumsi antasida.7

Pada pengidap tifoid (karier) tidak menimbulkan gejala klinis dan 25% kasus menyangkal bahwa pernah ada riwayat sakit demam tifoid. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa tifoid karier disertai dengan infeksi kronik traktus urinarius serta terdapat peningkatan terjadinya karsinoma kandung empedu, karsinoma kolorektal dan lain-lain. Sedangkan patofisiologi tifoid karier belum sepenuhnya diketahui. 3

- Pemeriksaan LabortoriumPemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah perifer; (2) pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan kuman secara molekuler.

(1) Pemeriksaan darah periferWalaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfepenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat. Pemeriksaan SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh.3

(2) Pemeriksaan bakteriologisKULTUR DARAHDiagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.3

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 3

Telah mendapat terapi antibiotik.

Page 9: New Lapkas Tifoid

Volume darah yang kurang ( diperlukan kurang lebih 5 cc darah ). Riwayat vaksinasi.

Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita. 7

(3) Uji serologiUJI WIDALUji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid. Akibat infeksi oleh S.typhi, pasien membuat antibodi( aglutinin ) yaitu: 3

Aglutinin O, yaitu dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman ) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga agglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Makin tinggi titernya makin besar kemungkinan menderita demam tifoid. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada  akhir minggu pertama demam kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal, yaitu: Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid Gangguan pembentukan antibodi. Saat pengambilan darah Daerah endemik atau non-endemik Riwayat vaksinasi Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demamtifoid

akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi. Faktor teknik ,akibat aglutinasi silang,strain salmonella yang digunakan

untuk suspensi antigen

TES TUBEX ® Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.8

Tubex® TF adalah pemeriksaan diagnostik in vitro semikuantitatif yang cepat dan mudah

untuk deteksi demam tifoid akut. Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen

09 LPS Salmonella typhi. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan adalah > 95% dan > 93%.

Page 10: New Lapkas Tifoid

- Prinsip Pemeriksaan

Metode pemeriksaan yang digunakan adalah Inhibition Magnetic Binding Immunoassay

(IMBI). Antibodi IgM terhadap antigen 09 LPS dideteksi melalui kemampuannya untuk

menghambat interaksi antara kedua tipe partikel reagen yaitu indikator mikrosfer lateks yang

disensitisasi dengan antibodi monoklonal anti 09 (reagen berwarna biru) dan mikrosfer

magnetik yang disensitisasi dengan LPS Salmonella typhi (reagen berwarna coklat). Setelah

sedimentasi partikel dengan kekuatan magnetik, konsentrasi partikel indikator yang tersisa

dalam cairan menunjukkan daya inhibisi. Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara

dengan konsentrasi antibodi IgM Salmonella typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual

dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna.

 Interpretasi Hasil :

< 2 3 : Negatif Borderline Tidak menunjukkan infeksi Demam Tifoid Pengukuran tidak dapat

disimpulkan. Lakukan pengambilan darah ulang 3-5 hari kemudian

4-5 : Positif. Indikasi infeksi Demam Tifoid

> 6 : Positif. Indikasi kuat infeksi Demam Tifoid

Pemeriksaan Tubex sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi demam tifoid. Hal ini

disebabkan karena penggunaan antigen 09 LPS yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1.     Immunodominan dan kuat

2.     Antigen 09 (atau LPS secara umum) bersifat thymus independent type 1, imunogenik

pada bayi (antigen Vi dan H kurang imunogenik), dan merupakan mitogen yang sangat kuat

terhadap sel B.

3.     Antigen 09 dapat menstimulasi sel-sel B tanpa bantuan sel T (tidak seperti antigen-

antigen protein) sehingga respon anti-09 dapat terdeteksi lebih cepat.

4.     LPS dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat dan cepat melalui aktivasi sel B via

reseptor sel B dan reseptor lain (Toll like receptor 4)

5.   Spesifisitas yang tinggi (>90%) karena antigen 09 yang sangat jarang ditemukan baik di

alam ataupun di antara mikroorganisme.

Page 11: New Lapkas Tifoid

Gambar 6. Respon Antibodi Salmonella Typhi

METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP (outer membrane protein) S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.7,14

METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.2

PEMERIKSAAN DIPSTIKUji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. Pemeriksaan ini juga sangat dipengaruhi hasilnya oleh penggunaan antibiotik. 7,9

(4) Pemeriksaan kuman secara molekulerMetode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara Polymerase Chain Reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. 7

- Diagnosis Banding Demam TifoidParatifoid A, B, dan C, Infeksi virus Dengue, malaria, influenza. 10,11

- Komplikasi Demam tifoid

Page 12: New Lapkas Tifoid

Komplikasi intestinal Perdarahan Intestinal

Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak / luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selain karena faktor luka perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga pasien mengalami syok.3,10

Perforasi ususBiasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50 % penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karenaadanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiridapat menyokong adanya perforasi. Bila pada gambaran  foto polos abdomen  3 posisi ditemukan udara pada rongga peritoneum, maka hal ini merupakan nilai yang cukup untuk menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid.3

Komplikasi ekstra-intestinal  Kardiovaskular : miokarditis Hepatitis tifosa: dapat terjadi pada pasien dengan system imun yang kuarang dan

malnutrisi. Biasanya pada demam tifoid kenaikanenzim tranaminasse tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membandaingkan dengan hepatitis akibat virus)

Tifoid toksik

- Tatalaksana Demam Tifoid dan Tifoid KarierTatalakasana Demam TifoidSampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu : 3

Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.

Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif) dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.

Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.

Istirahat dan perawatanTirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buangair kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali di jaga kebersihan tempat tidur,pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene  perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

Diet dan terapi penunjangDiet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menyebabkan menurunnya keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.3

Page 13: New Lapkas Tifoid

Pemberian antimikrobaObat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah : 3,12

1. KloramfenikolDosis diberikan 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular tidak di anjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.

2. TiamfenikolDosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol,akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya  anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demamrata-rata menurun pada hari ke 5 sampai hari ke 6.

3. KotrimoksazolEfektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

4. Ampisilin dan amoksisilinKemampuan obat ini untuk menurunkan  demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan antara 50-150 mg/KgBB dan digunakan selama 2 minggu.

5. Sefalosporin generasi ketigaHingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke 3 yang tebukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam per infus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.

6. Golongan fluorokuinolon Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke 3 atau menjelang hari ke 4. Hasil penurunan demam sedikit lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian.

7. Kombinasi obat antimikrobaKombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara laintoksik tifoid, peritonitis atau perforasi, septik syok, dimana pernah terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman salmonella.

8. KortikosteroidPenggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.

Page 14: New Lapkas Tifoid

- Pencegahan Demam Tifoid

Preventif dan kontrol penularanSecara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid : 3

1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi pada pasien asimptomatik, karier ataupun akut.

2. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun karier yang dapat dilakukan di rumah sakit, klinik, maupun rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman S.typhi

3. Proteksi pada orang yang beresiko tinggi terinfeksi dengan cara vaksinasi

VaksinasiIndikasi vaksinasi : 3

Hendak mengunjungi daerah endemik, resiko terserang demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang (Amerika Latin, Asia, Afrika)

Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid Petugas laboratorium / mikrobiologi kesehatan

Jenis vaksin : Vaksin oral Ty21a ( vivotif Berna ), belum beredar di Indonesia Vaksin parenteral VICPS ( Typhim Vi / Pasteur Merieux ), vaksin kapsul polisakarida

Kontraindikasi :Vaksin hidup oral Ty21a secara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran alergi atau reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan (karena sedikitnya data). Bila diberikan bersamaan dengan obat antimalarial dianjurkan minimal setelah 24 jam pemberian obat baru dilakukan vaksinasi. Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat sulfonamide atau antimikroba lainnya. Efek samping :Pada vaksin oral Ty21a : demam dan sakit kepala. Pada vaksin parenteral ViCPS : demam, malaise, sakit kepala, rush , nyeri lokal. Efek samping terbesar pada parenteral adalah heatphenol inactivated, yaitu demam, nyeri kepala, dan reaksi local nyeri dan edema bahkan reaksi berat termasuk hipotensi, nyeri dada, dan syok.

Efektivitas :Serokonversi ( peningkatan titer antibodi 4 kali ) setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari – 3 minggu dan 90 % bertahan selama 3 tahun.Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik ( Nepal ) dan sebesar 60% untuk daerah hiperendemik.

- PrognosisPrognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.

LAPORAN KASUSIdentitas Pasien

Page 15: New Lapkas Tifoid

Nama : Jasrica Umur : 27 tahun Alamat : seunebok Agama : Islam Jenis kelamin : perempuan Pekerjaan : IRT Tanggal masuk : 21 – 09 – 2015

Anamnesa1.Keluhan utama : demam

2.Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 21 September 2015 dengan keluhan demam yang dialami sejak ±3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam timbul ketika sore menjelang malam hari. Pasien juga mengeluh mual (+), muntah (+), dan nafsu makan berkurang, nyeri otot, batuk. Kepala terasa pusing, BAK (+), BAB cair.

3.Riwayat Penyakit Dahulu : tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya.

4.Riwayat penyakit keluarga : Riwayat alergi (-), asma (-), hipertensi (-), DM(-).

5.Riwayat kehamilan: G1P0A0

Status obstetric Inspeksi :perut tampak besar, striae gravidarum (+) Palpasi :

L I : TFU 27 cm, teraba 1 bagian besar, bulat dan melenting dan teraba 1 bagian besar, bulat, lunak dan tidak melenting.

L II : bagian punggung disebelah kanan. L III: dibagian bawah teraba bulat, keras dan melenting. L IV : belum masuk PAP

Pemeriksaan FisikPemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Tekanan Darah : 100 / 70 mmHg Nadi : 78x/ menit Suhu : 380C Pernafasaan : 24 x/ menit.

Kepala : Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata Mata : Pupil isokor Ø 3mm, reflek cahaya (+/+), Konjungtiva pucat (-/-), Sklera

ikterik (-/-), Udem palpebra (-/-) Telinga : Selaput pendengaran utuh, Serumen (-), Perdarahan (-) Hidung : Sekret (-), Deviasi septum (-), Pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-) Mulut : Lidah dalam batas normal, Pursed Lips breathing (-) Leher : Tiroid dan KGB tidak teraba, Deviasi trakea (-), Hipertrofi otot pernapasan

tambahan (-), Retraksi suprasternal

Page 16: New Lapkas Tifoid

Dada (Thorax) Inpeksi Bentuk : Normal, pernafasan abdomino-torakal. Paru : Dalam batas normal Jantung : Dalam batas normal Abdomen : gravida (+),peristaltik meningkat (+) Ekstremitas atas : Dalam batas normal Ekstremitas bawah : Dalam batas normal

Pemeriksaan PenunjangDarah Rutin Normal

- Hb : 9,7 12-17 gt%- PCT/HT : 31,0 35-50 gt%- Eritrosit : 3,55 4-6 x1000/ul- Lekosit : 7,9 5-10 x1000/ul- Trombosit : 255 150-450 x1000/ul

Golongan Darah : O

Jenis Pemeriksaan satuan keterangan O H 1/20 & 1/40 normal

s.Typhi 1/320 1/20S.P.typhi A 1/160 1/20s.p.typhi B 1/80 1/20 1/80 daerah endemic masih normal

s.Typhi C 1/160 1/20

Diagnosa : G1P0A0+gravida 25-27 minggu+demam tifoidTerapi :

Infus RL Ceftriakson 1 g/12 jam

Obat oral: Paracetamol Ambroxol Folamil Genio

Page 17: New Lapkas Tifoid

Pembahasan

Pada kasus ini pasien dengan usia kehamilan 25-27 minggu datang dengan keluham demam (38ºc) ±3 hari yang lalu, mual, muntah,nafsu makan menurun, nyeri otot, diare,batuk. Demam timbul ketika sore menjelang malam hari. Berdasarkan pemeriksaan penunjang (test widal +): O HS.Typhi: 1/320 1/20S.Typhi A: 1/160 1/20S.Typhi C: 1/160 1/20

Page 18: New Lapkas Tifoid

DAFTAR PUSTAKA

1) Darmowandowo W. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 1. 2006. Jakarta : BP FKUI.

2) Parry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2002 ; 347(22): 1770-823) Widodo, Djoko. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid

III. 2006. Jakarta : IPD FKUI4) Baker et al. Searching For The Elusive Typhoid Diagnostic. BMC Infectious Diseases

2010, 10:455) Lifshitz, Edward I. Travel trouble: Typhoid fever--a case presentation and review. 

Journal of American College Health, 07448481, Vol. 45, Issue 36) Antony S.Fauci t al. Harrison’s Manual of Medicine 17th Edition. 2008. McGraw Hill7) Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis, treatment

and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-188) http://www.kesad.mil.id/content/diagnosis-demam-tifoid 9) Gasem MH, Smits HL, Goris MGA, Dolmans WMV. Evaluation of a simple and

rapid dipstick assay for the diagnosis of typhoid fever in Indonesia. J Med Microbiol 2002;51:173-7

10) Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. 2000. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

11) Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM. 2007 . Jakarta : RSUP.Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo

12) Setiabudy, R dkk. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. 2007. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

13) MK Bhan,et al. Typhoid and paratyphoid fever . All India Institute of Medical Sciences, New Delhi 110029, India. Lancet 2005; 366: 749–62

14) Begum Zohra, et al. Evaluation of Typhidot (IgM) for Early Diagnosis of Typhoid Fever. Bangladesh J Med Microbiol 2009; 03 (01): 10-13