Lapkas Herpes Zoster Denny New 19 April

download Lapkas Herpes Zoster Denny New 19 April

of 24

description

Lapkas Herpes Zoster Denny

Transcript of Lapkas Herpes Zoster Denny New 19 April

BAB IPENDAHULUAN

I. DEFINISIHerpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster (VZV)1,2,3,4,5,6,7, yang menyerang kulit1,2,3,4,5,6,7 dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus1,2,3,4,5,6,7, yang terjadi setelah infeksi primer.1

II. SINONIMDampa1, Cacar Ular1,7, Shingles4,7

III. EPIDEMIOLOGIPenyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.1Lebih dari 66% berusia 50 tahun; 5% kasus terjadi pada anak muda kurang dari usia 15 tahun.1,4Herpes zoster atau disebut juga dengan shingles4,7 atau cacar ular1,4,7 memiliki insiden tertinggi dari semua penyakit neurologi, dengan sekitar 500.000 kasus baru setiap tahun di Amerika Serikat. Herpes zoster merupakan penyakit yang jarang terjadi, diperkirakan 10-12 % populasi akan mengalami serangan Herpes zoster selama hidupnya7. Di Indonesia menurut Lumintang, prevalensi Herpes zoster kurang dari 1%.1,4,7

IV. PATOGENESISVirus berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi1,3,6,7 dan ganglion kranialis1,3,6,7. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik1,6. Masa aktif penyakitnya berlangsungselama 2-3 minggu pada orang muda, dan dapat mencapai 6 minggu pada orang tua atau pasien dengan penurunan sistem imun.1,3,6,7

Gambar 1. Patogenesis Herpes Zoster(Sumber: Fitzpatricks DERMATOLOGY IN GENERAL MEDICINE : 2008. p1890).

V. GEJALA KLINISHerpes Zoster bermanifestasi dalam tiga tingkatan klinik: prodromal, aktif dan kronik.4 Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal1,3,4 (50-55%)3,4 kemudian kranial (20%)3, dengan salah satu cabang nervus trigeminus yang terlibat (10-20%)4, daerah lumbal (10-15%)3,4, daerah sakral (5-10%)3,4, walaupun daerah-daerah lain tidak jarang1. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama, sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa1,2,3,4.Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala prodromal baik sistemik (demam1,5,7, pusing1,4,5,7, malaise1,4,5,7, fotofobia5), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang1,4, gatal1,4, rasa terbakar4,7, pegal1, parestesia4,7, nyeri neuritik4,7 dan sebagainya) sekitar 1-3 minggu4,7. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa1,3 dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (warna abu-abu), dapat menjadi pustule dan krusta1,3. Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan disebut herpes zoster hemoragik1,3,4, nekrosis3 dan bula3. Dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.1,3,4,7Ruam kulit berupa Papul (berlangsung 24 jam) berubah menjadi vesikel atau bula (berlangsung 48 jam) dapat menjadi pustul (berlangsung 96 jam) dan pecah menjadi krusta (berlangsung 7-10 hari).4 Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Total durasi erupsi tergantung pada tiga faktor: umur pasien, beratnya erupsi, keadaan status imunosupresi.3 Di samping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral1,3,4, dan bersifat dermatomal,1,3,4 sesuai dengan tempat persarafan. Lokasi yang sering dijumpai yaitu pada dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan ke VII7. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (pada ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan optikus (dari ganglion genikulatum).1Herpes zoster oftalmikum1,3 disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata1 (76%)3, di samping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt1,3 diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan optikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell)1,3, kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus1,3, vertigo, gangguan pendengaran1,3, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.1

Gambar 2. Lokasi Dermatom Anterior dan Posterior 4(Sumber: COLOR ATLAS & SYNOPSIS OF CLINICAL DERMATOLOGY Commons & Serious Diseases. Fourth Edition)

Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Pada herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel vesikel yang solitary dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua1,3 (pasien yang berusia >75 tahun memiliki risiko 4 kali lebih besar)3, atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma malignum.1

Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh1,6. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan (3 bulan)1,6, bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Dari data yang ada, disimpulkan bahwa 10-25% pasien herpes zoster akan mengalami neuralgia pascaherpetika dan kebanyakan pada pasien berusia lanjut6. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun1 atau 84% di atas 50 tahun3 merasa nyeri ketika erupsi terjadi3. Neuralgia pascaherpetika dapat berlangsung terus-menerus selama bertahun-tahun dan dapat sangat mengganggu kualitas hidup, antara lain mengganggu tidur dan kegiatan seharihari sehingga mengganggu produktivitas pasien. Banyak penelitian menyimpulkan bahwa neuralgia pascaherpetika dapat diprediksi6, sehingga dapat dicegah agar nyeri dapat diminimalkan atau tidak terjadi.1

VI. KOMPLIKASINeuralgia pascaherpetik dapat timbul pada umur di atas 40 tahun, persentasenya 10-15%1,6. Makin tua penderita, makin tinggi persentasenya.6Neuralgia pascaherpetika adalah komplikasi tersering herpes zoster yang disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster1,4,6, paling sering pada pasien usia lanjut. Neuralgia pascaherpetika termasuk nyeri neuropatik, yakni nyeri yang disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi primer sistem saraf. Mekanisme terjadinya kerusakan saraf ini dapat melalui proses sensitisasi saraf perifer, saraf sentral ataupun proses deaferenisasi serabut saraf. Kerusakan saraf yang terjadi akan menyebabkan pasien mengalami hiperalgesia, alodinia4,6, atau nyeri spontan yang konstan. Neuralgia pascaherpetika mungkin dapat dicegah dengan terapi optimal fase akut herpes zoster dengan antiviral dan analgetik dari berbagai golongan obat, atau dengan mencegah terjadinya herpes zoster melalui vaksinasi. Jika neuralgia pascaherpetika telah terjadi, terapi dapat berupa obat oral dari golongan antikonvulsan, antidepresan trisiklik, sampai golongan opioid. Dapat juga diberi terapi topikal, atau bahkan terapi invasif.6Pada penderita tanpa defisiensi imunitas, infeksi HIV1,3, keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik1,3. Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, diantaranya ptosis paralitik1,3, keratitis1,3,7 (50%)3, skleritis, uveitis1,3 (92%)3, koriorenitis, dan neuritis optik1,3. Beberapa kasus mengalami komplikasi yang lebih berat seperti glaukoma, neuritis optikus, ensefalitis, hemiplegia dan nekrosis retina akut.3

Gambar 3. Komplikasi Herpes Zoster2(Sumber: Fitzpatricks DERMATOLOGY IN GENERAL MEDICINE : 2008. p1890).Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara perkontinutatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembuh spontan. Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar dan otak1,7.VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUMDiagnosa Herpes zoster biasanya ditegakkan berdasarkan riwayat kasus dan gambaran klinisnya yang khas, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium direkomendasikan jika gambaran klinis tidak khas atau untuk menentukan status imun terhadap virus Varisela zoster pada orang yang beresiko tinggi.7 Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi :1. Tzanck Smear 1,2,3,4,5,6,7 Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa's, Wright's, toluidine blue ataupun Papanicolaou's. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%. Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus. 2. Direct Fluorescent Assay (DFA)7 Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Hasil pemeriksaan cepat. Membutuhkan mikroskop fluorescence. Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus. 3. Polymerase chain reaction (PCR)7 Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif. Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat, dan CSF. Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%. Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.

4. Biopsi kulit7 Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.

Gambar 2.Diagnosis Mikroskopis Herpes Zoster5Penampang Tzank Smear positif (perbesaran 400x)5,7Imunofloresensi Assay direk positif.5,7

VIII. DIAGNOSIS BANDING1. Herpes simpleks1,3,42. Dermatitis Kontak4, Erysipelas4, Impetigo bulosa4, 3. Pada nyeri yang merupakan gejala prodromal lokal sering salah diagnosis dengan penyakit reumatik maupun dengan angina pektoris, jika terdapat di daerah setinggi jantung1.

IX. PENGOBATANTerapi umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik1,4,5 baik dengan AINS 4,7 (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak) atau analgetik non opioid (asetaminofen, tramadol, asam mefenamik)7. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik. Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir1,4,5 (Zovirax)5 dan modifikasinya, misalnya valasiklovir1,5 (Valtrex)5. Obat yang lebih baru ialah famsiklovir1,4,5 (Famvir)5 dan pensiklovir1,5 yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama sehingga cukup diberikan 3x250 mg sehari. Obat-obat tersebut diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.1Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5x800 mg sehari1,4,5,7 dan biasanya diberikan 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3x1000 mg sehari1,4,7 karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat-obat tersebut masih dapat diteruskan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.1 Isoprinosin sebagai imunostimulator tidak berguna karena awitan kerjanya baru setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira hanya seminggu.1Untuk neuralgia pascaherpetik belum ada obat pilihan, dapat dicoba dengan akupungtur.1Menurut FDA, obat pertama yang dapat digunakan untuk nyeri neuropatik dan neuropati perifer diabetik dan neuralgia pasca herpetik ialah pregabalin. Obat tersebut lebih baik daripada obat GABA yang analog ialah gabapentin1,4, karena efek sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2-4 kali), kerjanya lebih cepat, serta pengaturan dosisnya lebih sederhana. Dosis awalnya ialah 2x75 mg sehari, setelah 3-7 hari bila responsnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2x150 mg sehari. Dosis maksimumnya 600 mg sehari.1Efek sampingnya ringan berupa dizziness dan somnolen yang akan menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.1Obat lain yang dapat digunakan ialah antidepresi trisiklik (misalnya nortriptilin dan amitriptilin yang akan menghilangkan rasa nyeri pada 44-67% kasus.1Efek sampingnya antara lain gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi. Dosis awal amitriptilin ialah 75 mg sehari, kemudian ditinggikan sampai timbul efek terapeutik, biasanya antara 150-300 mg sehari. Dosis nortriptilin ialah 50-150 mg sehari.1

Nyeri pascaherpetik (derajat nyeri dan lamanya) bersifat individual. Nyeri tersebut dapat hilang spontan, meskipun ada yang sampai bertahun-tahun.1 Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa kami berikan ialah prednison dosis 3x20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednisone setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.1Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.1

X. PENCEGAHANImunisasi dengan vaksin Virus Varicela Zoster dapat meningkatkan kekebalan humoral dan mediasi sel imun dan menurunkan insidensi Herpes Zoster4.XI. PROGNOSISUmumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis tergantung pada tindakan perawatan secara dini.1

BAB IILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIENa. Nama:Tn. FPb. Umur:29 tahunc. Jenis Kelamin:Laki-lakid. Agama:Kristen Protestane. Suku:Tobati Jayapuraf. Pendidikan:Sarjana (S1)g. Alamat:Base - G Jayapurah. Pekerjaan:Pegawai Negeri Sipil (PNS)i. Status marital:Menikah

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)I. Keluhan UtamaMuncul lepuh-lepuh dengan dasar kemerahan berisi cairan yang terasa gatal dan perih di dada kanan.II. Riwayat Penyakit SekarangSejak 3 hari yang lalu, Pasien mengeluh muncul lepuh-lepuh dengan dasar kemerahan berisi cairan, yang bertambah banyak terasa gatal dan panas di dada kanan. Sekitar 1 minggu yang lalu, Pasien mengeluh di daerah dada kanan (di bawah puting susu) terasa gatal seperti panas terbakar, kemudian pasien menggaruk-garuk daerah tersebut. Setelah 3-4 hari kemudian, daerah yang digaruk tersebut, muncul seperti lepuh-lepuh dengan dasar kemerahan berisi cairan bening, terasa gatal dan perih seukuran biji jagung yang berkelompok. Kemudian, Pasien menceritakan keluhannya kepada salah seorang teman, dan atas saran temannya, pasien mengoleskan salap Hidrokortison. Setelah pasien mengoleskan salap tersebut, pasien merasa gatal mulai berkurang. Namun, sehari kemudian lepuhan-lepuhan itu pecah dan meninggalkan bekas keropeng-keropeng hitam seperti hangus terbakar. Lalu, 2 hari kemudian lepuhan-lepuhan berisi cairan yang baru, muncul kembali di daerah yang sama di atas bekas lepuhan-lepuhan hitam tersebut, bahkan memanjang sekitar 3 jari di bawah puting susu kanan pasien. Hingga 1 hari sebelum pasien datang memeriksakan diri ke Poli Kulit Kelamin RSU Jayapura, muncul lagi bintil-bintil berisi cairan yang gatal dan kemerahan di punggung kanan belakang. Menyadari lepuh-lepuh berisi cairan yang sama muncul kembali, namun pasien tidak menggunakan salap hidrokortison lagi. Pasien juga mengaku ia mengalami demam, nyeri otot, sakit kepala dan merasa tidak enak badan yang berlangsung 2 malam, namun pasien tidak meminum obat apapun, karena ia mengira akan terserang malaria. Beberapa hari kemudian demam, nyeri otot dan sakit kepala menghilang. Kemudian pasien memeriksakan diri ke poliklinik Kulit Kelamin RSU Jayapura, karena lepuh-lepuh tersebut bertambah banyak dan sangat mengganggu, apalagi ketika pasien menggunakan pakaian dalam, pasien akan merasa gatal disertai panas bila berkeringat sewaktu bekerja. Ketika tidur malam pun hal yang sama mengganggunya, membuat pasien tidak dapat tidur nyenyak. Pasien mengaku tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Menurut pengakuan pasien, baik di lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerja pasien, tidak ada yang mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Pasien mengaku, saat berumur 12 tahun, pasien pernah terkena penyakit Cacar Air. Pasien mengaku sekitar 3 tahun lalu pernah memiliki riwayat penyakit malaria dan penyakit kencing manis, serta sakit batu ginjal di tahun 2005.

III. Pemeriksaan Fisis1) Tanda Vital Kesadaran:Compos Mentis Tekanan Darah:130/90 mmHg Nadi:90 x/menit Respirasi:18 x/menit Suhu:36,5 oC2) Status Generalis Kepala Mata:Conjungtiva Anemis (-/-) ; Sklera Ikterik (-/-)Sekret (-/-) Mulut:Oral Candidiasis (-) ; Tonsil (T1 = T1) ; Gigi Geligi: Caries dentis (-) Leher:Pembesaran KGB (-/-)

Toraks ParuInspeksi:Datar, simetris, ikut gerak napas, Rektraksi interkostalis (-)Palpasi:Vocal fremitus (Dextra = Sinistra)Perkusi:Sonor di kedua lapang paruAuskultasi:Sn. Vesikuler (+/+)Rhonki (-/-) ; Wheezing (-/-)Pleural friction rub (-/-) JantungInspeksi:Iktus Cordis tidak terlihat; Thrill (-)Palpasi:Iktus Cordis teraba pada ICS V Midline Clavicula sinistraPerkusi:Pekak (Batas jantung dalam batas normal)Auskultasi:BJ I=II reguler, murmur (-), S3 gallop (-) AbdomenInspeksi:Cembung, SupelPalpasi:Nyeri tekan regio abdomen (-)Hepar/Lien : (tidak teraba membesar)Perkusi:TympaniAuskultasi:Bising usus (+) Normal 3x/15 detik Ekstremitas:Akral hangat, capillary refill time