herpes zoster maha.doc

28

Click here to load reader

Transcript of herpes zoster maha.doc

Page 1: herpes zoster maha.doc

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

HERPES ZOSTER

A. KONSEP DASAR TEORI

1. Definisi

Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang

khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada

dermatom yang dipersyarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari

nervus kranialis.

Herpes zoster (shingles, cacar monyet) merupakan kelainan inflamatorik viral dimana

virus penyebabnya menimbulkan erupsi vesikuler yang nyeri disepanjang distribusi saraf

sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior.

Herpes zoster adalah peradangan akut pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus

varicella zoster. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan varicella, yaitu virus

varicella zoster. Herpes ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi

vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion

serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.

Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel

unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).( Mansjoer A,)

2. Epidemiologi

Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan

tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan

perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti

Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di

Indonesia lebih kurang 1% setahun.

Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena

Page 2: herpes zoster maha.doc

varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah

sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif

dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang

dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi

usia 11 bulan.

3. Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus

berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae.

Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat

hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam

subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang

menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa

biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada

saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa

mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta

mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan

virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.

4. Patofisiologi

Infeksi primer dari virus varicella zoster ini pertama kali terjadi didaerah nasofaring. Disini vivus mengadakan replikasi dan dilepas kedarah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatif.keadaan ini diikuti masuknya virus kedalam Reticulo Endothelial Sytem (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sesoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibody yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dan virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivitas dari virus sehingga terjadi herpes. Selama terjadi varicella, virus varicella zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermetom sesuai dengan lokasi ruam

Page 3: herpes zoster maha.doc

varicella yang terpadat. Aktivasi virus varicella zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan factor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.

5. Gejala Klinis

Herpes zoster biasanya mengenai suatu dermatom, dimana yang paling sering biasanya

adalah pada dada dan perut. Timbulnya erupsi mungkin didahului oleh rasa nyeri di daerah

dermatom, dimana hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan diagnosis sebagai kelainan

dibagian dalam. Rasa nyeri bisa bersifat membakar (panas), tajam (seperti tersayat atau robek),

menusuk atau berupa perasaan pegal. Lesi berupa sederetan kelompok vesikel unilateral dengan

dasar kulit yang eritematosa.

Isi vesikel pada mulanya jernih, kemudian menjadi keruh. Bisa berupa vesikel-vesikel

yang menyebar menjauhi bagian tengah tubuh, dan pada usia lanjut cenderung lebih banyak.

Selain itu, vesikel yang menyebar luas (zoster diseminata) juga terdapat pada orang-orang

dengan imunosupresi, 

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom

yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang keluarnya erupsi.

Gejala konstitusi seperti sakit kepala, malaise, dan demam terjadi pada 5% penderita

(terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.

Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi lokalisata dan hampir

selalu unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umunya lesi terbatas pada

daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.

Erupsi duimulai dengan makulopapula eritematus. 12-24 jam kemudian terbentuk

vesikula yang dapat berubah menjadi pustule pada hari ke 3. Seminggu sampai 10 hari

kemudian, lesi mongering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap 2-3 minggu.

Herpes zoster pada orang dewasa yang sehat biasanya terlokalisasi dan bersifat

benigna. Namun pada pasien yang sistem kekebalannya terganggu penyekit tersebut dapat

menjadi berat dan perjalan kliniknya bisa menimbulkan ketidakmampuan yang akut. Keluhan

yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan

Page 4: herpes zoster maha.doc

dan erupsinya cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap,

walaupun krustanya sudah menghilang.

Menurut daerah penyerangannya dikenal :

a. Herpes zoster oftalmika : menyerang dahi dan sekitar mata

b. Herpes zoster servikalis : menyerang pundak dan lengan

c. Herpes zoster torakalis : menyerang dada dan perut

d. Herpes zoster lumbalis : menyerang bokong dan paka

e. Herpes zoster otikum : menyerang telinga.

Gangguan pada nervus fasialis dan otikus dapat menimbulkan sindrom ramsay-hunt

dengan gejala paralisis otot-otot muka (bell’s palsy), tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran,

nistagmus, dan nausea.

Bentuk-bentuk lain herpes zoster :

a. Herpes zoster hemoragika : vesikula-vesikulanya tampak berwarna merah

kehitaman karena berisi darah

b. Herpes zoster abortivum : penyakit berlangsung ringan dalam waktu yang singkat

dan erupsinya hanya berupa eritema dan papula kecil.

c. Herpes zoster generalisata : kelainan kulit yang unilateral dan segmental disertai

kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikula dan umblikasi.

Kasus ini terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah,

misalnya dengan penderita limpoma maligna.

d. Zoster sakralis : keterlibatan segmen-segmen sacral bisa menyebabkan retensi urin

akut di mana hal ini bisa dihubungkan dengan adanya ruam kulit

e. Zoster trigeminalis : herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf

trigeminus, tetapi yang paling sering terkena adalah bagian oftalmika. Gangguan

mata seperti konjungvitis, keratitis dan atau iridosiklitis bisa terjadi bila cabang

nasosilaris dari bagian oftalmika terkena (ditunjukkan oleh adanya vesikel-vesikel di

tepi hidung). Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel-

vesikel unilateral pada pipi dan pada palatum.

f. Zoster motoris : kadang-kadang selain lesi kulit pada dermatom sensoris, serabut

saraf motoris bisa juga terserang yang menyebabkan terjadinya kelemahan otot.

Page 5: herpes zoster maha.doc

6. Komplikasia. Neuralgia paska herpetic

Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas

penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai

beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,

persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur

penderita maka semakin tinggi persentasenya.

b. Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.

Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau

berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan

jaringan nekrotik.

c. Kelainan pada mata

Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis

paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optic

d. Sindrom Ramsay Hunt

Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan

otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan

kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,

nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.

e. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat

perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang

berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi.

Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh,

ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

Page 6: herpes zoster maha.doc

7. Pemeriksaan diagnostik / penunjang

Dalam stadium praerupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa

nyeri lainnya, misalnya pleuritis infark miokard, koleosistisis, apendisitis, kolik renal,

dan sebagainya. Bila erupsi mulai terlihat, diagnosis menjadi mudah ditegakkan.

Secara labolatorik, memeriksaan sediaan apus secara Tzanck membantu

menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak, demikian pula

pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsy dengan muikroskop electron serta

neurologic.

8. Teraphy / tindakan penanganan

Terapi sistemik hanya bersifat simptomatik, misalnay pemberian analgetik untuk

mengurangi neuralgia. Dapat pula ditambahkan neurotropik , B1, B6, dan B12. Antibiotika

diberikan bila ada infeksi sekunder.

a. Obat Antivirus

Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan

famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat

diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi

muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari,

sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang

imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat

digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000

mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga

dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir

diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari.

b. Analgetik

Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster.

Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500

mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.

c. Kortikosteroid

Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus

Page 7: herpes zoster maha.doc

sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison

dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan

dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan

obat antivirus.

Local : diberi bedak. Losio kalamin dapat diberikan untuk mengurangi rasa tidak

enak dan mengheringkan lesi vesikuler.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:

a. Mengatasi infeksi virus akut

b. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster

c. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.

Page 8: herpes zoster maha.doc

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Anamnesis

Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register,

tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.

b. Riwayat penyakit sekarang. Kaji kronologi terjadinya penyakit, yang menyebabkan

terjadinya herpes, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah pernah ke

pengobatan tradisional. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya penyakit, perawat dapat

mengetahui ada atau tidaknya penyakit lain yang menyertai.

c. Riwayat penyakit dahulu. Penyakit-penyakit tertentu seperti pernah menderita cacar air

atau chicken fox. Selain itu, tanyakan pula apakah klien sebelumnya juga pernah menderita

penyakit kulit yang sama atau penyakit kulit yang lain.

d. Riwayat penyakit keluarga. Tanyakan kepada klien atau keluarganya apakah sebelumnya

pernah menderita penyakit herpes atau di dalam keluarga ada anggota keluarga yang lain

yang sedang menderita herpes.

e. Riwayat psikososialspiritual. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,

peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respon atau pengaruhnya dalam

kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun masyarakat.

f. Dalam tahap pengkajian, perawat juga perlu mengetahui pola-pola fungsi kesehatan dalam

proses keperawatan klien herpes.

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Klien herpes akan merasa takut terjadi

kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

Page 9: herpes zoster maha.doc

penyembuhan kulitnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien, seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengonsumsian

alkohol, yang dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan

olahraga atau tidak.

2) Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul pada klien herpes adalah timbul

ketakutan akan kecacatan pada kulit akibat herpes yang dialaminya, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap

dirinya yang salah (gangguan citra diri).

3) Pola sensori dan kognitif. Daya raba klien herpes terutama pada bagian kulit, sedangkan

indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu, timbul nyeri akibat

lesi.

4) Pola penanggulangan stress. Pada klien herpes timbul rasa cemas akan keadaan dirinya,

yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang

ditempuh klien dapat tidak efektif.

5) Pola tata nilai dan keyakinan. Klien herpes tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik,

terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini, dapat disebabkan oleh nyeri

dan keterbatasan gerak klien.

g. Pengkajian Fisik

Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status general) atau

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokal).

Keadaan umum. Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu dicatat adalah

kesadaran klien : (apatis, sopor, koma,gelisah, kompos mentis yang bergantung pada

keadaan klien), kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan

pada kasus herpes biasanya akut), tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan

local, baik fungsi maupun bentuk.

Page 10: herpes zoster maha.doc

B1 (Breathing). Pada pemeriksaan system pernapasan, didapatkan bahwa klien herpes

tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, didapatkan taktil fremitus

seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara napas tambahan.

B2 (Blood). Inspeksi :tidak ada iktus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iktus teraba.

Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.

B3 (Brain).

Tingkat kesadaran, biasanya kompos mentis.

Kepala : tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris, tidak ada penonjolan, ada sakit

kepala.

Leher : tidak ada gangguan, yaitu simetris, ada penonjolan akibat lesi, reflex menelan ada.

Wajah : wajah terlihat menahan sakit, dan bagian wajah lain tidak terlihat mengalami

perubahan fungsi dan bentuk. Wajah simetris, ada lesi dan edema.

Mata : ada gangguan, seperti konjungtiva anemis dan ikterik.

Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri

tekan.

Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.

Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa

mulut pucat.

B4 ( Bladder ). Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine,

termasuk berat jenis urine. Biasanya klien herpes tidak mengalami kelainan pada sistem

ini.

B5 ( Bowel ). Inspeksi abdomen : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi : Turgor

baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidak teraba. Perkusi : suara timpani, ada

pantulan gelombang cairan. Auskultasi : peristaltik usus normal 20 kali /menit. Inguinal-

genitalia-anus : tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, dan tidak ada kesulitan BAB.

Pola nutrisi dan metabolisme. Klien herpes harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari- hari, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu

proses penyembuhan herpes. Evaluasi terhadap pola nutrisi klein dapat membantu

Page 11: herpes zoster maha.doc

menentukan penyebab masalah integumen dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi

yang tidak adekuat, terutama kalsium dan protein.

Pola eliminasi. Untuk kasus herpes, klien tidak mengalami gangguan pola eliminasi.

Meskipun demikian, perawat perlu mengkaji frekwensi, konsistensi, serta warna dan bau

feses pada pola eliminasi alvi. Selain itu, perawat perlu mengkaji frekwensi, kepekatan,

warna, bau, dan jumlah pada pola eliminasi urine. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya

kesulitan atau tidak.

B6 ( Bone ). Tidak ada gangguan, baik fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah.

Pola aktivitas. Karena timbul rasa nyeri , gerak menjadi terbatas. Semua bentuk kegiatan

klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak bantuan dari orang lain. Hal lain

yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien karena beberapa

pekerjaan berisiko terjadinya lesi yang lebih parah.

Pola tidur dan istirahat. Semua klien herpes merasakan nyeri dan geraknya terbatas

sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu, dilakukan

pengkajian lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan

penggunaan obat tidur.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi pada jaringan sekunder

2. Nyeri berhubungan dengan lesi kulit.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.

5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.

6. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

Page 12: herpes zoster maha.doc

7. Potensial terjadi penyebaran penyakit berhubungan dengan infeksi virus

3. Rencana Keperawatan

NO TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL

1 Setelah diberikan askep selama ..x24 jam diharapkan : suhu tubuh kembali normal

Dengan KH :

- TTV dalam batas normal terutama suhu 36,5-37,5oC

- Kulit tidak terasa panas

- Klien tidak mengeluh panas

1. Pantau TTV tiap 6 jam

2. Anjurkan klien untuk banyak minum air putih

3. Beri kompres hangat

4. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik

1. Mengetahui keadaan umum klien

2. Mencegah terjadi dehidrasi

3. Mempercepat penurunan panas

4. Membantu menurunkan panas

2 Setelah diberikan askep selama ..x24jam diharapkan : nyeri berkurang, dengan KH :

1. Mencapai peredaan gangguan rasa nyaman: nyeri/gatal.2. Mengutarakan dengan kata-kata bahwa gatal telah reda.3. Memperllihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan

1. Temukan penyebab nyeri/gatal

2.Catat hasil observasi secara rinci.

.

3.Antisipasi reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).

1. Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan.

2. Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis dan pengobatan

3.Ruangmenyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak

Page 13: herpes zoster maha.doc

4. Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.

5. Pertahankan lingkungan dingin.

6.Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitive

7.Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur

8.Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun.

9.Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih dan pelarut.

10.Kompres hangat/dingin.

.

11.Atasi kekeringan (serosis).

dapatmenunjukkan reaksi alergi obat.

4. Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.

5. Kesejukan mengurangi gatal

6. Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.

7.Meningkatkan lingkungan yang sejuk.

8. Rasional: Sabun yang "keras" dapat menimbulkan iritasi.

9. Setiap subtansi yang menghilangkan air, lipid, protein dari epidermis akan mengubah fungsi barier kulit

10. Rasional: Pengisatan air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan meredakan pruritus

11.Kulit yang kering meimbulkan dermatitis:

Page 14: herpes zoster maha.doc

.

12.Berikan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.

.

13.Pastikan agar kuku selalu terpangkas (pendek).

redish, gatal.lepuh, eksudat

12. Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier kulit

13. Rasional: Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan

3. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x24jam diharapkan : permukaan kulit kembali normal,dengan KH :

1.Mempertahakan integritas kulit.

2. Tidak ada maserasi.3. Tidak ada tanda-tanda cidera termal.

4. Tidak ada infeksi.

1. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg berlebihan) ketika memasang balutan basah.

2. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.

3. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan suhu terlalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas, radiator).

4. Anjurkan klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.

1. Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan perluasan kelainan primer.

2. Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya sebagian penyakit kulit.

3. Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap panas.

4.Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua

Page 15: herpes zoster maha.doc

kelainan malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.

4. Setelah diberikan askep selama ..x24jam diharapkan : pola tidur klien kembali normal,dengan KH :

1. Mencapai tidur yang nyenyak.2. Melaporkan gatal mereda.3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.4. Menghindari konsumsi kafein.5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.

1. Anjurkan klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.

.

2. Jaga agar kulit selalu lembab.

3. Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim setelah mandi.

4. Hindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.

5. Anjurkan klien untuk bergerak badan secara teratur

1. Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi

2. Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.

3. memelihara kelembaban kulit

4. kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi

5. memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.

5. Setelah diberikan askep selama ..x24 jam

1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak

1. Gangguan citra diri akan menyertai setiap

Page 16: herpes zoster maha.doc

dihaprapkan : klien dapat mengutarakan perasaannya

Dengan KH :

1. Mencapai tidur yang nyenyak.2. Melaporkan gatal mereda.3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.4. Menghindari konsumsi kafein.5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.

mata,ucapan merendahkan diri sendiri.

2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.

.

3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.

4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.

5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.

6. Dorong pasien untuk bersosialisasi dengan orang lain.

penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.

2. Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya

3. klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.

4. Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusakadaptasi klien .

5.Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

6.Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi

6. Setelah diberikan askep 1. Kaji apakah klien memahami 1. memberikan data dasar

Page 17: herpes zoster maha.doc

selama ..x24 jam diharapkan : klien dapat mengerti dengan penyakitnya.

Dengan KH :

1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.3 Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.4. Menggunakan obat topikal dengan tepat.5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit

dan salah mengerti tentang penyakitnya.

2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.

3. Peragakan penerapan terapi seperti, kompres basah, obat topikal.

4. Anjurkan klien agar kulit teap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta losion kulit.

5. Dorong klien untuk mendapatkan nutrisi yang sehat.

untuk mengembangkan rencana penyuluhan

2. Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.

3. memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.

4. stratum korneum memerlukan air agar tetap fleksibel. Pengolesan krim/lotion akan melembabkan kulit dan mencegah kulit tidak kering, kasar, retak dan bersisik.

5. Penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang, perubahan pada kulit menandakan status nutrisi yang abnormal.

7. Setelah diberikan askep selama ..x24 jam diharapkan : Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit.

Dengan KH :

1. Penyebaran penyakit tidak terjadi

1. Isolasikan klien

2. Gunakan teknik aseptic dalam perawatan

3. Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung

1. Agar tidak terjadi persebaran penyakit

2. Tidak terjadi infeksi

3. Meminimalkan persebararan virus

Page 18: herpes zoster maha.doc

2. Infeksi tidak terjadi 4. Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya

4 Agar klien/ keluarga mengetahui proses terjadi serta penularan penyakit

4. ImplementasiDisesuaikan dengan intervensi

5. Evaluasi

DX1. Suhu tubuh pasien kembali normal, TTV dalam batas normal 36,5-37,5oC, kulit tidak terasa panas, klien tidak mengeluh panas.

DX2. Nyeri dapat teratasi, pasien mencapai peredaan gangguan rasa nyaman: nyeri/gatal, mengutarakan dengan kata-kata bahwa gatal telah reda, memperllihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.

DX3. Kerusakan integritas kulit dapat teratasi, tidak ada maserasi, tidak ada tanda-tanda cidera termal, tidak ada infeksi.

DX4. Gangguan pola tidur dapat teratasi, pasien mencapai tidur yang nyenyak.

DX5. Gangguan citra tubuh dapat teratasi, pasein dapat mengutarakan perasaannya.

DX6. Kurang pengetahuan dapat teratasi, pasien dapat mengerti tentang penyakitnya, memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.

DX7. Potensi penyebaran penyakit tidak terjadi, infeksi tidak terjadi.

Page 19: herpes zoster maha.doc

DAFTAR PUSTAKA

Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.

Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.

Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9.

Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2, EGC, Jakarta, 1999.

Marilynn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.