Bismillah Lapkas Risa Tifoid
-
Upload
risa-maulida-widjaya -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
description
Transcript of Bismillah Lapkas Risa Tifoid
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus “Demam
Tifoid” ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
yang membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus yang lebih
baik kedepannya.
Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase
Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Jakarta, Agustus 2015
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..2
BAB I : LAPORAN KASUS………………………………………………………….…….3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………..…13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...21
2
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas
Data didapatkan dari Alloanamnesis dari orang tua pasien dan autoanamnesis.
Nama : An. A
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 11-08-2015
Ruangan : Badar
Alamat : jalan serdang baru
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Panas Sejak 4 Hari SMRS
Keluhan Tambahan : Nyeri ulu hati, Pusing dan mual.
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 4 hari SMRS yang lalu os mengeluh demam.
Demam sampai menggigil, demam naik ketika
malam hari dan turun ketika pagi atau siang hari.
Demam tidak turun meskipun sudah diberikan obat
paracetamol. Demam tidak terjadi secara mendadak
tetapi perlahan. Demam disertai pusing sehingga
menggangu aktivitas os tapi pusingnya tidak terasa
berputar.
± 3 hari SMRS os mengeluh Batuk (+) tapi tidak
berdahak, pilek (+) dengan cairan berwarna putih
bening. Nyeri Tenggorokan (-). Os juga mengeluh
nyeru ulu hati rasanya seperti di remas remas dan
mual mual tapi tidak sampai muntah. Os mengaku
nafsu makan menurun, seluruh badan terasa pegal
pegal dan lemas .
3
± 1 hari SMRS os belum BAB. BAK normal. Gusi
berdarah, mimisan dan nyeri pada kedua mata
Disangkal
Os sudah berobat di klinik terdekat tapi keluhan yang
dirasakan tidak membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu :
OS belum pernah menderita sakit seperti ini
sebelumnya, belum pernah sakit tifoid atau DBD, tidak
mempunyai riwayat penyakit atopic.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak terdapat penyakit seperti ini pada keluarga, tidak
ada yang sakit tifoid atau DBD pada keluarga dan tidak
terdapat penyakit atopic.
Riwayat Pengobatan :
Os sudah berobat ke kliniik sebelumnya dan
diberikan obat paracetamol yang diminum dengan
dosis 3x1 dan obat yang berwarna kuning dengan
dosis 3x1, dan kapsul berwarna hijau tapi keluhan
nya tidak membaik.
Os tidak sedang mengkonsumsi OAT
(Kesan : sudah diobati namun gejala tidak kunjung berkurang)
Riwayat Kehamilan :
Selama hamil ibu OS rutin periksa kehamilan
(Antenatal Care) ke bidan, rajin meminum vitamin
atau obat penambah darah, mengkonsumsi sayuran
dan tidak pernah terkena infeksi.
4
Riwayat Kelahiran :
OS lahir normal pervaginam, dengan usia kehamilan
cukup bulan, langsung menangis tanpa harus
dirangsang, tidak kebiruan dengan berat lahir 3000
gr, panjang lahir dan lingkar kepalanya lupa, tidak
terdapat komplikasi apapun.
Riwayat Imunisasi :
• Hepatitis B 3x
• Polio 4x
• BCG 1x
• DPT 3x
• Campak 1x
(Kesan imunisasi dasar lengkap )
Riwayat Tumbuh Kembang :
• Sudah mencapai kemampuan motorik kasar
seluruhnya.
• Sudah mencapai kemampuan motorik halus
seluruhnya.
• Sudah mencapai kemampuan bahasa seluruhnya.
• Sudah mencapai kemampuan personal sosial
seluruhnya.
5
(Kesan tumbuh kembang normal sesuai usia)
Riwayat Pemberian ASI :
Hanya mendapatkan ASI selama satu bulan pertama,
kemudian dilanjutkan susu formula.
(Kesan Pemberian ASI tidak eksklusif)
Riwayat Alergi :
Tidak terdapat riwayat alergi obat, makanan dan
udara/debu.
(Kesan : tidak ada alergi)
Riwayat Psikososial :
Di sekolah tidak ada yang mempunyai keluhan yang
sama, tetapi kondisi di rumah baik, Sering jajan
makanan di sekolahan dan jajan sembarangan dan
jarang mencuci tangan saat makanan.
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
- Suhu : 39,8c
- Nadi : 112x/menit
- RR : 24x/menit
- Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Antropometri
- BB sebelum sakit : 44 kg
- BB : 43 kg
- TB : 158 cm
- LK : tidak diukur
- LILA : tidak diukur
6
Status Gizi
- BB / U : 43/52 x100% = 97,5% Gizi Baik
- TB / U : 158/163x100% = 96% Normal
- BB / TB: 43/48x100% = 89% Gizi Baik
Kesan Gizi : Gizi Baik
Status Generalis
- Wajah : Simetris dextra dan sinistra, tidak terdapat tanda-tanda
peradangan, tidak terdapat tanda trauma, tidak terdapat adanya
petekie, purpura, edema, sianosis dan pucat.
- Rambut : Hitam,distribusi merata,tidah mudah dicabut (tidak rontok).
- Kepala : Normocephal, tidak mikrosefalus maupun hidrosefalus, bentuk
bulat, ubun-ubun sudah tertutup dan tidak cekung, tidak
terdapat nyeri saat ditekan, tidak terdapat tanda-tanda
peradangan.
- Mata : Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik
(-/), refleks cahaya direk dan indirek (+/+), pupil isokor.
- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), darah (-/-), sekret (+/+),
septum deviasi (-), tidak terdapat luka bekas trauma.
- Telinga :Normotia, serumen (-/-), tidak terdapat tanda-tanda peradangan.
- Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor dan
tremor (+), stomatitis (-).
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-/-), tonsil membesar (-/-).
- Leher : Pembesaran KGB (-/-), pembesaran kelenjar tiroid (-/-).
- Thorax
Pulmo :
Inspeksi : Terlihat pengembangan dinding thorax yang simetris dextra
sinistra, tidak terdapat retraksi dinding thorax, tidak terdapat
bagian dinding thorax yang tertinggal saat inspirasi, tidak
terdapat tanda-tanda peradangan.
Palpasi : Teraba pengembangan dinding thorax yang simetris dextra
sinistra, Vocal fremitus simetris.
7
Perkusi : Terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Terdengar suara vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing ( -/- )
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas kiri linea midclavicularis sinistra
Batas kanan linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Terlihat datar (supel), tidak terdapat tanda-tanda peradangan
atau tanda perembesan plasma seperti petekie, purpura dan
ekimosis.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Terdapat adanya nyeri tekan pada ulu hati, tidak teraba
pembesaran hepar dan spleen, turgor kulit elastis.
Perkusi : Terdengar suara timpani pada seluruh lapang abdomen.
- Ekstremitas superior
Akral : Hangat (+/+)
Edema : (-/-)
Sianosis : (-/-)
RCT : <2 detik
- Ekstremitas inferior
Akral : Hangat (+/+)
Edema : (-/-)
Sianosis : (-/-)
RCT : <2 detik
- Kelenjar limfe : Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar.
- Anus dan rectum : Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan tidak terdapat
adanya perdarahan.
- Genitalia : Laki-laki, tidak terdapat tanda-tanda peradangan.
- Kulit : Tidak pucat, tidak sianosis, turgor elastis kembali dengan
8
cepat, tidak terdapat adanya tanda perembesan plasma seperti
petekie, purpura/ekimosis sebelum dilakukan Rumple leed,
Rumple leed test positif.
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.5 Resume :
OS 14 tahun datang ke UGD RSIJ CEMPUT dengan febris 4 hari SMRS, naik turun,
menggigil, meningkat menjelang malam hari , dan turun saat pagi –siang hari. Tidak ada
perbaikkan dengan paracetamol , konstipasi (+), nyeri epigastrium (+), mual (+), batuk (+) ,
anoreksia (+), malaise (+), cephalgia (+), vomitus (-), epistaksis (-), pilek (+), gusi berdarah (-)
Tanda vital yang didapat yaitu S:39,8C N:112x/m, 24x/m
Hasil pemeriksaan fisik didapat lidah kotor dan nyeri tekan epigastrium
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pemeriksaan hematologi yaitu Hb : 15,1 , Ht:
41 %, Leukosit : 4,89 ribu/uL, Trombosit : 176.000/Ul dan pemeriksaan salmonella IgM
tubex +6.0
9
ASESMENT DAN DIAGNOSIS
Assesment
- Febris H4
- Batuk dan pilek
- Konstipasi
- Intake kurang
Diagnosis
- Klinis : Demam Tifoid
- Gizi : Gizi Baik
- Imunisasi : Imunisasi dasar sesuai usia
- Tumbang : Perkembangan sesuai usia
RENCAN TINDAKAN DAN TATALAKSANA
Tatalaksana
Tirah Baring
Diet makanan lunak
IVDF kebutuhan cairan : 1960+423=2383 . 21 tpm
Ceftriaxon 2 gr
Paratusin Tab (parasetamol,Noskapin, CTM, GG,fenilpropanolamin) 3x1
Ranitidine 2-4mg ~ 2x43= 86 mg, 4x43=172 mg. 2x1 tab
Ondansentron
Dosis terapi : 0,1-0,2mg/KgBB/x (waktu paruh 8 jam)
0,1x43 = 4,3 mg - 0,2x 43 = 8,6 mg ( Range Dose: 4,3-8,6mg/ kali (3x/hari))
10
FOLLOW UP
Hari/Tanggal S O A P
12-08-15 Demam naik
turun
Batuk (+)
BAB (-)
Nyeri ulu hati,
lemas, mual,
tidak muntah
S: 39,8
N: 112 x/m
RR: 25x/m
Nyeri tekan ulu
hati.
Demam
Typhoid
Ceftriaxone
Ranitidine
Ondansentron
paratusin
13-08-15 Demam naik
turun
Pusing
Batuk (+)
Nyeri ulu hati
BAB (-),mual,
tidak muntah
S: 36,8
N: 120x/menit
RR: 22x/m
Hb: 14,8
Leukosit : 4,79
Hematokrit : 41
Trombosit :
137 rb
Eritrosit : 5,09
- Demam
Typhoid
-Intake
kurang
Terapi lanjutkan
14-08-15 Demam naik
turun
Pusing
Batuk (+)
Nyeri ulu hati
BAB
(1x),mual,
S: 36,8
N: 120 x/m
RR: 22x/m
Lab :
Hb: 13,7
Leukosit : 4,3
Ht :38
Demam
tifoid
Terapi lanjutkan
fg Troches 3x1tab
11
tidak muntah
Nafsu makan
baik, nyeri
tenggorokan
Trombosit :154
Eritrosit :4,77
MCV/VER : 79
MCH 29
MCHC : 37
15-8-15 Demam (-)
Nyeri ulu hati
(+)
Mual (-)
Nyeri
tenggorokan
(+)
S= 37,4c
Nadi=
110x/menit
RR: 18x /menit
Faring
hiperemis
Demam
tifoid
Terapi lanjut
16-8-15 Demam (-)
Nyeri
tenggorokan
(+)
S: 36,4c
Nadi
118x/menit
RR: 18x/menit
Pulang Sanmol
FG troches
Ondansetron 3x1
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan,
ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokardial
dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari
hati,limpa,kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch. Demam tifoid merupakan penyakit
endemis di Indonesia yang disebabkan oleh infeksis sistemik Salmonella. 96%
disebabkan oleh Salmonella typhi, sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphi. 90%
kasus demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah usia 5
tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan
penyakit demam lainnya. Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan
kuman untuk konfirmasi.
II. Etiologi dan epidemiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri gram
negative, mempunyai flagella,tidak berkapsul,tidak membentuk spora,fakultatif
anaerob
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai
negara sedang berkembang. Diperkirakan angka kejadian dari 900/100.000/tahun di
Asia. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun
mencapai 91% kasus. Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia
sebagai natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat
mengeksresikannya melalui secret saluran nafas,urin dan tinja dalam jangka waktu
yang bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup
untuk beberapa minggu apabila berada di air,es,debu atau kotoran yang kering
maupun pada pakaian. Akan tetapi S.typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu
pada raw sewage dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp
63⁰C). Terjadi penularan sebagian besar melalui makanan atau minuman yang
13
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau biasanya bersam-sama keluar
bersama dengan tinja. (rute oralfekal). Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari
seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya.
III. Patogenesis
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (PH<2) banyak
bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,
bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus tepatnya di ileum dan yeyenum. Sel-sel M sel epitel khusus
yang melapisi Peyer’s Patch,merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri
mencapai folikel limfe usus halus mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika
bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati
dan limpa. Salmonella typhi bermutiplikasi di dalam sel fagosit mononuclear di dalam
folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe. Setelah melewati periode
inkubasi, yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon
imun pejamu maka salmonella typhi akann keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini, maka salmonella typhi
dapat mencapai organ yang disukai seperti hati.limpa,sumsum tulang, kandung
empedu dan Peyer”s Patch dari ileum terminal.
14
IV. Manifestasi Klinis
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata
antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis
ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus smapai berat sehingga harus di rawat.
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Pada
demam tifoid ada istilah khusus yaitu step ladder temperature chart yang ditandai
dengan demam timbul insidus, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan
mencapai titik tertinggi pada minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi
dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus
infeksi seperti kolestitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap. Pada saat
demam tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat,
seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi atau penurunan kesadaran
mulai apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala,
malaise, anoreksia,nausea,mialgia,nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus
yang berat pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan dapat
dijumpai penderita demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai
15
akibat kekurangan cairan dan makanan. Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau
obstipasi yang disusul episode diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan
putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan. Dapat dijumpai gejala
meteorismus. Rose spot suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan
ukuran 1-5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks,ekstremitas dan
punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak
Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
Bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak. Mekanisme gejala klinis di jelaskan
pada gambar di bawah ini.
16
17
V. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran dengan
kriteria ini maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid.
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah tepi; (2) pemeriksaan
bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan
kuman secara molekuler.Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah.
• Darah tepi perifer :
• anemia
• Leukopenia
• Trombositopenia
Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan
jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,
spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan
antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan
limfosito
sis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.
• Pemeriksaan serologi widal (biasanya di lakukan pada minggu ke-2)
Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor
antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti
status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi;
gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non-
endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang digunakan.9,13
Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta
sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam
penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif
akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda
infeksi).3 Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia,
manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada
kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Untuk mencari standar
18
titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di
populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan
peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat.
• Pemeriksaan Tubex-tf (pada minggu pertama demam tifoid)
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif
yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel
yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan
menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada
Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut
karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi
IgG dalam waktu beberapa menit.4
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX®
ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal.4 Penelitian oleh
Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.15
Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar
89%.9 Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk
pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara
berkembang
• Kadar IgM dan IgG (typhi -dot)
IgM anti S-thypi dilakukan pada hari ke 6-8 dan hanya berlaku untuk
demam tifoid
• Pemeriksaan biakan Salmonella
Biasanya di lakukan pada minggu pertama dan awal minggu kedua dari
rose spot, sumsum tulang. Biasanya pemeriksaan sumsum tulang merupakan
tindakan invansif untuk penelitian.
• Pemeriksaan radiologi bila curiga terdapat komplikasi
VI. Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara
klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, DBD.
19
VII. Tatalaksana
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring,
isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian
antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan
cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit.
Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya
patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteremia.
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan demam tifoid.
Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian
selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun.
Antipiretik bila suhu tubuh > 38,5 C. kortikosteroid dianjurkan pada demam
tifoid berat
Antibiotic ( lini pengobatan )
Kloramfenicol (drug of choice ) 50-100 mg/kg/hari, oral atau IV dibagi dalam
4 dosis selama 10-14 hari, tidak dianjurkan pada leukosit <2000/µl, dosis
maksimal 2g/hari atau
Amoksisilin 150-200 mg/kg/hari, oral atau IV selama 14 hari
Seftriakson 20-80 mg/kg/hari selama 5-10 hari
VIII. Komplikasi
Perforasi usus atau perdarahan saluran cerna : suhu menurun, nyeri abdomen,
muntah, nyeri tekan pada palpasi, bising usus menurun sampai menghilang,
defence musculaire positif dan pekak hati hilang
Ekstraintestinal : ensefalopati tifoid, hepatitis tifosa, meningitis pneumonia, syok
septik, pieloneftritis, endokarditis, osteomielitis.
Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi berupa aritmia, perubahan ST pada
EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung.
Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid dengan
ditandai peningkatan kadar transminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau
tanpa disertai kenaikan kadar transminase, maupun kolestitis akut juga dapat
dijumpai.
20
Pneumoniae sebagai penyulit sering dapat dijumpai pada demam tifoid. Keadaan
ini dapat ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi, namun seringkali sebagai
akibat sekunder infeksi lain.
Trombositopenia
IX. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usai, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik
yang adekuat, angka mortalitasnya <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya
>10% biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan.
Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan
hebat,meningitis, endokarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.
X. Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka
konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57C
untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan,
pemanasan sampai suhu 57C untuk beberapa menit atau secara merata juga dapat
mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara/ daerah
tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan
sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif
dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.
Vaksin demam tifoid
Saat sekarang dikenal 3 macam vaksin untuk penyakit demam tifoid yaitu yang
berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi.
Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi B yang
dimatikan (TAB vaccine) dengan cara pemberian suntikan subkutan, namun vaksin ini
hanya memberikan kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal pada
tempat suntikan yang cukup kering. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup
yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian
selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak
21
berumur di atas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi
diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama 3
tahun.
XI. Indikasi Rawat Inap
Demam tifoid berat harus dirawat inap di rumah sakit.
1. Cairan dan kalori
- Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila perlu asupan cairan dan kalori
diberikan melalui sonde lambung.
- Pada ensefalopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi menjadi 4/5 kebutuhan dengan
kadar natrium rendah.
- Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan.
- Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik.
- Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan O2.
- Pelihara keadaan nutrisi.
- Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit.
2. Antipiretik diberikan apabila demam >39C kecuali pada pasien dengan riwayat kejang
demam dapat diberikan lebih awal.
3. Diet
- Makanan tidak berserat dan mudah dicerna.
- Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori
cukup.
4. Transfusi darah
Kadang- kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan perforasi usus.
REFERENSI
22
RSUP. Nasional Dr Cipto Mangunkusumo.2010. Panduan Pelayanan Medis Departemen
Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta.
Soedarmo, Sumarmo.S Poorwo. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Pudjiadi, H Antonius.2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid
I.Jakarta.
Risky Vitria Prasetyo, Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid Pada Anak. Divisi Tropik dan Penyakit Infeksi, Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya
23