Paper Tifoid.

60
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Penyakit ini pertama kali muncul dalam wabah yang terjadi di Athena sampai Sparta Yunani pada tahun 430- 424 SM. Sejarah yang tidak kalah menarik adalah tentang “Tifoid Marry” yang pada tahun 1907 menjadi seorang carier/ pembawa penyakit tifoid di Amerika, dimana setiap restoran tempat dia bekerja selalu terjadi epidemi tifoid. 1

description

tifoid pada anak

Transcript of Paper Tifoid.

Page 1: Paper Tifoid.

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga

disebut typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu

Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid

adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di

Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa.

Penyakit ini pertama kali muncul dalam wabah yang terjadi di Athena

sampai Sparta Yunani pada tahun 430-424 SM. Sejarah yang tidak kalah menarik

adalah tentang “Tifoid Marry” yang pada tahun 1907 menjadi seorang carier/

pembawa penyakit tifoid di Amerika, dimana setiap restoran tempat dia bekerja

selalu terjadi epidemi tifoid.

Di Indonesia, diperkirakan antara 800 - 100.000 orang terkena penyakit

tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim

kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang, peningkatan kasus

saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun.

Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan

sanitasi lingkungan. Di daerah rural (Jawa Barat) didapatkan 157 kasus per

100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 kasus per

100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan

penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan salah

1

Page 2: Paper Tifoid.

satunya tempat pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan

lingkungan.

Prevalensi kasus 91% demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun, kejadian

meningkat setelah usia 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat

sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya sehingga untuk memastikan

diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi. Demam yang

terjadi biasanya bertipe berkepanjangan (prolonged fever), yaitu demam yang

berlangsung minimal lebih dari 5 hari dengan pola yang biasanya khas/klasik

yaitu demam yang rendah dan perlahan lahan lalu meningkat dari hari ke hari

hingga cenderung konstan tinggi. Namun pola demam yang seperti itu sudah

jarang ditemui karena pengaruh pemakaian antibiotik dalam pengobatan pribadi.

Bakteri penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhii bersama turunan

lainnya Salmonella paratyphii A dan parathypii B kedua kuman ini dapat

mencemari makanan dan minuman penderita karena paling sering ditemukan di

tinja atau air kemih penderita. Sanitasi yang kurang adalah penyebab utama

seperti pencucian tangan yang kurang bersih, makanan atau minuman yang

tercemar vektor pembawa penyakit seperti lalat sehingga memudahkan penularan

penyakit melalui media fecal-oral.

Pada anak- anak demam tifoid cukup sering ditemui, salah satu

penyebabnya selain sanitasi adalah system kekebalan atau imunitas yang belum

berkembang dengan baik. Komplikasi atau penyulit pun tidak jarang terjadi

seperti gangguan SSP (delirium sampai gangguan kesadaran) dan perforasi usus

yang menyebabkan peritonitis. Sedangkan pada bayi relative jarang ditemukan

2

Page 3: Paper Tifoid.

karena masih mendapatkan perlindungan dari ASI yang mengandung IgA

sekretorik yang memberikan proteksi local khususnya pada saluran cerna.

Seringkali keterlambatan diagnosis dan ketidakpahaman orang tua

terhadap apa yang dialami oleh anak menjadikan demam tifoid cukup serius untuk

ditangani. Penularan yang cukup mungkin terjadi adalah pada orang tua atau

orang- orang serumah yang kontak dengan penderita. Sangatlah mungkin dari

penderita yang sifatnya tidak memperlihatkan gejala tapi sesungguhnya membawa

penyakit dalam tubuhnya (carier).

Pada tahun 1897, Almorth Edward Wright mengembangkan vaksin untuk

penyakit ini disusul pada tahun 1909 Frederik F. Russell, seorang dokter

Angkatan Darat AS yang mengembangkan vaksin ini untuk kemudian

divaksinasikan guna mengeliminasi epidemi tifus kala itu.

Saat ini telah berkembang imunisasi untuk demam tifoid ini yaitu Ty21a

dan ViCPS, namun masih dicari tingkat efektivitas dan keamanannya terutama

bagi anak anak.

3

Page 4: Paper Tifoid.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram

negatif Salmonella typhii. Disebut Tifoid karena pada awalnya penyakit ini

memiliki mnanifestasi yang hampir sama dengan Demam Tifus yang disebabkan

oleh bakteri Rickettsia oleh karena itu penyakit ini diberi akhiran “id” yang berarti

mirip.

Di Indonesia sendiri penyakit ini lebih akrab dengan sebutan Tifus atau

Tipes karena kemiripannya dengan demam Tifus tersebut. Demam tifoid

merupakan suatu infeksi Fecal-Oral yang pada nantinya akan menyerang saluran

Cerna khususnya usus halus (jejunum dan ileum) dilanjutkan dengan masuknya ke

dalam aliran darah (bakteremia) yang akan menyebabkan gejala atau tanda yang

khas tempat dimana kuman melewati organ selama bakteremia tersebut.

2.2 Etiologi

Salmonella sp. adalah salah satu strain dari bakteri gram negative bentuk

bacil atau batang, tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak dengan flagella

peritrik, memiliki ukuran 2-4 µm x 0,5 -0,8 µm. Kuman ini tumbuh dalam suasana

aerob dan fakultatif anaerob, mati dalam suhu 56oC dan pada keadaan kering. Di

dalam air dapat bertahan selama 4 minggu dan hidup subur dalam media yang

4

Page 5: Paper Tifoid.

mengandung garam empedu. Memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik

berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel) dan antigen Vi

Berdasarkan serotipenya kuman Salmonella dibedakan menjadi 4:

Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Serotipe

group D.

Salmonella typhi, Paratyphi A, dan Paratyphi B merupakan penyebab

infeksi utama pada manusia, bakteri ini selalu masuk melalui jalan oral, biasanya

dengan mengkontaminasi makanan dan minuman. Faktor- faktor lain yang

mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap infeksi Salmonella sp. adalah keasaman

lambung, flora normal usus, dan ketahanan usus lokal.

2.3 Epidemologi

Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi

endemic di Asia, Afrika, Amerika Latin, kep. Karibia, dan Oceania, termasuk

Indonesia. Penyakit ini tergolong menular yang dapat menyerang banyak orang

melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

5

Page 6: Paper Tifoid.

Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002

sekitar 16 juta per tahun, 600.000 diantaranya berakhir dengan kematian. Di

Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun

dengan kejadian yang meningkat setelah usia 5 tahun.

Ada dua sumber penularan penyakit ini yaitu pasien yang menderita

demam tifoid dan yang lebih sering adalah dari carier yaitu orang yang sudah

sembuh dari demam tifoid tapi masih mengekskresikan S. typhii dalam tinja

selama lebih dari setahun.

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai

natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat

mengekskresikannya melalui secret saluran nafas, urin, tinja dalam jangka waktu

yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat

hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu, atau kotoran

yang kering maupun pada pakaian. Mudah mati pada klorisasi dan pasteurinisasi

(temp 63oC).

6

Page 7: Paper Tifoid.

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui

makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau

pembawa kuman (carier), biasanya keluar bersama- sama dengan tinja (rute fecal-

oral).

Dapat juga terjadi transmisi transprasental dari seorang ibu hamil yang

berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-

fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada

bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.

2.4 Patofisiologi

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti

ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2)

bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus

limfatikus mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial

3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang

meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas

membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam

lumen intestinal

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam

tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian

kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2)

banyak yang mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang

biak dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk

7

Page 8: Paper Tifoid.

dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 105 dan jumlah bisa saja

meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria,

post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan

Proton Pump Inhibitor.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum

dan ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka

kuman akan menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang

yang melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan

selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan

difagosit oleh sel- sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan

berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di

ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama

yang sifatnya asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial

tubuh terutama hati dan Limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan

sel- sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan

selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia

kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.

Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang

biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam

lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi

ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,

8

Page 9: Paper Tifoid.

berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis

kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang

selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam,

malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai

gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental

ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari

berturut- turut.

Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi

jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi

akibat erosi pembuluh darah sekitar peyer patch yang sedang mengalami nekrosis

dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan

otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel

di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti

gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.

Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut

terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui

pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi

makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika

untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari makrofag inilah yang

dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang

9

Page 10: Paper Tifoid.

tidak stabiil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga

menstimulasi sistem imunologis.

Bagan patomekanisme Infeksi Salmonella typhi :

10

Page 11: Paper Tifoid.

2.5 Gejala Klinis

Keluhan dan gejala Demam Tifoid umumnya tidak khas, dan bervariasi

dari gejala yang menyerupai flu ringan sampai sakit berat dan fatal yang mengenai

banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa

demam berkepanjangan, gangguan gastrointestinal dan keluhan susunan saraf

pusat.

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Demam lebih dari

7 hari, biasanya mulai dengan subfebris yang makin hari makin meninggi,

sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari.

Demam yang terjadi biasanya khas tinggi pada sore hingga malam hari dapat

mencapai 39-40oC dan cenderung turun menjelang pagi. Dalam minggu kedua,

penderita terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan

berangsur- angsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga. Perlu diperhatikan

bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang khas seperti di atas pada demam

tifoid. Tipe deman menjadi tidak beraturan, mungkin karena intervensi

pengobatan (penggunaan antipiretik atau antibiotic lebih awal) atau komplikasi

yang terjadi lebih awal. Pada khususnya anak balita, demam tinggi dapat

menyebabkan kejang.

Mekanisme demam sendiri tidak jauh berbeda dengan mekanisme demam

akibat infeksi pada umumnya. Dimana Bakteri Salmonella typhi yang

memproduksi endotoksin merupakan pirogen eksogen selain mediator- mediator

radang yang disekresi oleh sel- sel mukosa usus yang mengalami infeksi (IL-1,

IL-6, TNF-alfa, & IFN-6) yang merupakan pirogen endogen. Kedua pirogen ini

11

Page 12: Paper Tifoid.

akan mengaktivasi pelepasan Fosfolipase A2 pada membran sel yang mana akan

mengaktivasi asam arakidonat yang melalui jalur siklooksigenase memproduksi

Prostaglandin E2 (PGE2). Prostaglandin E2 bersama dengan AMP siklik yang

diaktivasinya akan mengubah seting termostat yang terdapat di hipothalamus

sehingga terjadilah demam.

Gejala sistem gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,

perut kembung, lidah kotor, sampai hepato-splenomegali. Gastrointestinal

problem biasanya dipengaruhi oleh peredaran bakteri atau endotoksinnya pada

sirkulasi. Dari cavum oris didapatkan lidah kotor yaitu ditutupi selaput putih

dengan tepi yang kemerehan kadangkala waktu lidah dijulurkan lidah akan

tremor kesemua tanda pada lidah ini disebut dengan Tifoid Tongue. Meskipun

jarang ditemukan pada anak- anak tapi cukup berarti diagnostik. Gejala- gejala

lain yang tidak spesifik seperti mual, anoreksia. Karena bakteri menempel pada

mukosa usus dan berkembang biak dalam Peyer patch di dalamnya maka tidak

jarang akan muncul gejala- gejala seperti diare atau kadang diselingi konstipasi.

Diare merupakan respon terhadap adanya bakteri dalam lumen usus yang perlu

untuk secepatnya dikeluarkan, namun diare pada demam tifoid tidak sampai

menyebabkan dehidrasi, pun begitu dengan konstipasi yang mungkin baru dialami

setelah mengalami diare beberapa kali. Penderita anak- anak lebih sering

mengalami diare daripada konstipasi dewasa sebaliknya, hal itulah yang kadang-

kadang membuat sering miss diagnosis ketika penderita datang berobat.

Kuman yang mengalami perjalanan dalam sirkulasi (bekteremia) juga

menimbulkan gejala pada organ Retikulo Endotelial System salah satunya Hepar

12

Page 13: Paper Tifoid.

dan Lien. Hepato- splenomegali terjadi akibat dari replikasi kuman dalam sel- sel

fagosit atau sinusoid. Replikasi dalam hepar dan lien ini tentunya akan

menyebabkan respon inflamasi lokal yang melibatkan mediator radang seperti

InterLeukin (IL-1, IL-6), Prostaglandin (PGE-2) dimana menyebabkan

permeabilitas kapiler akan meningkat sehingga terjadi oedema. Pembesaran pada

hepar-lien ini umumnya tidak selalu nyeri tekan dan hanya berlangsung singkat

(terutama terjadi waktu bakteremia sekunder). Penanda ini cukup spesifik dalam

membantu diagnostik.

Gangguan Sistem Saraf terjadi bila ada toksin yang menembus Blood

Brain Barier, pada anak gangguan sistem saraf akibat tifoid ini lebih sering

bersifat Sindrom Otak Organik yang berarti kelainan extra cranial mengakibatkan

gangguan kesadaran seperti Delirium, gelisah, somnolen, supor hingga koma.

Pada anak- anak tanda- tanda ini sering muncul waktu mereka tidur dengan

manifestasi khas “mengigau atau nglindur” yang terjadi selama periode demam

tifoid tersebut. Gangguan otak organik ini biasanya lebih berat ditemukan pada

demam tifoid pada keadaan lanjut yang sudah mengalami komplikasi. Pada

keadaan ini biasanya gangguan kesadaran tidak lagi ditemukan hanya sewaktu

tidur saja melainkan bisa timbul sewaktu- waktu.

Pada ekstremitas, punggung, atau perut mungkin didapatkan floresensi

kulit berupa ruam makulo papular kemerahan dengan ukuran 1-5 mm yang mirip

dengan ptechiae disebut dengan Roseola/ Rose Spot. Penyebab roseola ini karena

emboli basil dalam kapiler kulit terkumpul di bawah permukaan kulit sehingga

menyerupai bentuk bunga roseola. Ruam ini muncul paa hari ke 7-10 dan

13

Page 14: Paper Tifoid.

beratahn selama 2-3 hari. Namun menurut IDAI penyakit tropik infeksi ruam/rose

spot ini hampir tidak pernah dilaporkan pada kasus anak di Indonesia.

Bradikardi Relatif, adalah tanda lain yang mungkin ditemukan pada infeksi

tifoid. Pada umumnya tiap kenaikan suhu 1oC akan diikuti oleh peningkatan

denyut nadi sampai 10x tiap menitnya. Namun pada demam tifoid peningkatan

suhu tubuh tidak diikuti oleh peningkatan denyut nadi sehingga dikatakan

Bradikardi yang relatif pada demam. Bradikardi relatif ini juga cenderung jarang

terjadi pada anak.

14

Page 15: Paper Tifoid.

15

Mukosa Usus yang terinfeksi akan

menstimulasi datangnya sel- sel

fagosit (Netrofil dan makrofag)

Sel-sel yang mengalami cedera, netrofil,

dan makrofag sekresi mediator

peradangan: IL-1, IL-6, TNF-alfa, & IFN-6

(Pirogen Endogen)

Bakteri memproduksi

Endotoksin (Pirogen

Eksogen)

Aktivasi Fosfolipase A2 pada

membran fosfolipid

Aktivasi Asam

Arakidonat

Asam Arakidonat melalui jalur

siklooksigenase membuat

Prostaglandin E2 (PGE2)

Masuk Pembuluh darah

(Bakteremia Primer)

Mencapai organ Retikulo Endothelial

System (Hepar, Splen) = Bakteremia

Sekunder

Bakteri, toksin atau faktor virulensi lainnya

menyebabkan proliferasi sel-sel organ

Pembesaran organ

HepatomegaliSplenomegali

Makanan yang

terkontaminasi

Salmonell typhii

Masuk Saluran Cerna dalam

jumlah minimal 105-109 untuk

menimbulkan infeksi

Masuk ke dalam usus

halus melalui

mikrovilliMencapai “Plak Peyer”

Aktivasi AMP siklik

DEMA

M

Mengubah setting termostat

di hipothalamus

Suhu tubuh diatur

agar lebih tinggi

Page 16: Paper Tifoid.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Diagnosis cukup ditegakkan dengan gejala klinis yaitu anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Karena pemeriksaan kuman melalui metode kultur

memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan hasil pasti

Salmonella typhi.

Anamnesis yang perlu dievaluasi untuk mengarahkan kecurigaan

terhadap demam tifoid:

- Demam, onset (hitung lama demam dari awal sakit sampai dibawa ke

pusat pengobatan), tipe demam (demam terutama pada malam hari

dan turun menjelang pagi hari), menggigil atau tidak, keringat dingin,

sejak kapan mulai demam tinggi terus tanpa suhu turun, disertai

kejang atau tidak

- Gejala gastrointestinal, Diare (sejak kapan, frekuensi, ampas +/-,

konsistensi, volume tiap diare, warna, darah, lender), konstipasi

(sejak kapan mulai tidak BAB), mual atau muntah, anoreksia,

malaise, perut kembung

- Gejala SSP, apakah anak sempat mengalami tidak sadar? Atau hanya

sebatas ngelindur atau mengigau saja waktu tidur.

- Riwayat Penyakit dahulu ditanyakan untuk mencari tahu apakah

pernah sakit seperti ini, karena demam tifoid adalah infeksi yang

sangat mungkin menjadikan penderitanya sebagai carier atau

pembawa meskipun tidak menunjukkan gejala

16

Page 17: Paper Tifoid.

- Riwayat Terapi, bila sudah mendapatkan terapi baik hanya antipiretik

dan atau antibiotika klinis penyakit kemungkinan sangat mungkin

sudah mengalami perubahan

- Riwayat kehidupan sosial adalah yang tidak boleh dilupakan

mengingat salah satu faktor resiko terjadinya penyakit adalah

lingkungan yang padat dan sanitasi perorangan yang kurang baik.

- Riwayat makanan penderita perlu dicari kebiasaan makan atau

minum sembarangan atau di tempat yang kurang sehat dan mudah

dihinggapi lalat dan vektor penyakit yang lain. Riwayat pemberian

ASI juga perlu diketahui karena pentingnya ASI dalam pembentukan

IgA yang berperan dalam imunologi lokal dalam saluran cerna. Anak

yang minum susu formula sejak kecil tentunya memiliki saluran

cerna yang kurang diproteksi dengan baik oleh Imunoglobulin.

- Riwayat Imunisasi. Selain imunisasi wajib pemerintah juga telah

ditemukan vaksin untuk penyakit ini. Bila setelah diimunisasi pasien

tetap terinfeksi Tifoid sangat mungkin titer antibodi yang dibentuk

oleh vaksinasi sebelumnya tidak cukup kuat untuk mengantisipasi

infeksi berikutnya. Atau terdapat kegagalan dalam vaksinasi yang

dipengaruhi banyak faktor.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik penderita sangat tergantung pada keadaan pasien

yang bervariasi menurut sudah sampai dimana perjalanan penyakitnya.

17

Page 18: Paper Tifoid.

Keadaan Umum anak biasanya tampak lemah atau lebih rewel dari

biasanya. Pada keadaan yang sudah terjadi komplikasi sangat mungkin

keadaan menjadi toksik, salah satunya adalah penurunan kesadaran mulai

dari delirium, stupor hingga koma.

Pada pemeriksaan kepala dan leher observasi tanda- tanda dehidrasi

yang mungkin terjadi akibat diare sebagai suatu symptom yang dapat

terjadi pada infeksi demam tifoid. Tanda- tanda dehidrasi dapat dinilai

dari mata cowong dan bibir kering dengan rasa haus yang meningkat.

Pemeriksaan intra oral evaluasi lidah apakah didapatkan Tifoid Tongue

dengan pinggir yang hiperemi sampai tremor.

Pemeriksaan Thorax pada umumnya jarang didapatkan kelainan,

kecuali pada demam tifoid yang sangat berat dengan komplikasi

extraintestinal pada cavum pleura yang menyebabkan pleuritis, namun

sangat jaarang terjadi pada anak- anak.

Pemeriksaan Abdomen adalah yang paling penting dari

pemeriksaan fisik pada demam tifoid. Meteorismus dapat terjadi karena

pengaruh kuman Salmonella typhi pada intestinal atau akibat pengaruh

diare yang diselingi konstipasi. Bising usus biasanya meningkat baik

pada saat diare maupun saat konstipasi. Palpasi organ kemungkinan

didapatkan hepato-splenomegali ringan permukaan rata dengan nyeri

tekan minimal.

18

Page 19: Paper Tifoid.

Pada extremitas, thorax, abdomen, atau punggung biasanya

didapatkan rose spot atau Roseola, yaitu ruam makulopapular kemerahan

dengan diameter 1-5 mm. Namun sangat jarang terjadi pada anak- anak

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap, pada darah lengkap infeksi bakteri akan menunjukkan

leukositosis dengan hitung jenis yang cenderung ke kiri (Diff. count

shift to the Left). Namun untuk tifoid leukosit cenderung normal atau

bahkan sampai leukopenia. Penyebab dari leukopenia ini belum

diketahui secara jelas, tetapi diyakini akibat replikasi kuman di dalam

Peyer Patch yang merupakan makrofag jaringan usus sehingga tidak

mampu dideteksi oleh polimorfonuklear leukosit granul seperti Netrofil

stab ataupun segmen. Makrofag jaringan merupakan Limfosit sehingga

tidak jarang terjadi Limfositosis relatif, karena makrofag meningkat

sedangkan lekosit PMN normal sampai menurun, hitung jenis bisa jadi

Shift to Right. Namun tidak jarang ditemukan leukosit yang meningkat

(leukositosis) bisa primer ataupun sekunder. Primer dari penyakit

demam tifoid itu sendiri, sedangkan sekunder bisa terjadi akibat infeksi

tumpangan. Pada keadaan Demam Tifoid yang sudah terjadi komplikasi

berupa perdarahan usus sangat mungkin didapatkan anemia dengan tipe

Hipokromik Mikrositik.

Uji Widal, uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman

Salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara

antigen kuman Salmonella typhi dengan antibody penderita yang

19

Page 20: Paper Tifoid.

disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah

suspense bakteri Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya

agglutinin/antibodi dalam serum penderita tersangka demam tifoid

yaitu: antigen O (dari tubuh kuman itu sendiri), antigen H (dari flagella

kuman), antigen Vi (simpai kuman) dan antigen Paratyphi A dan B

(antigen dari Salmonella Paratyphi A dan B)

oUji Widal menggunakan cara klasik dengan menggunakan tabung

(Tube Aglutination Test), dengan rincian sebagai berikut:

Tabung I II III IV V

Larutan

garam

fisiologis

(ml)

0,9 0,5 0,5 0,5 0,5

Serum

pasien (ml)

0,1 0,5 0,5 0,5 0,5

Suspensi

antigen (ml)

0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Titer

antibodi

1/10 1/20 1/40 1/80 1/160

oDengan keterangan sebagai berikut: Tabung I = solut : 0,1 ml

serum pasien, solven: 0,9 larutan garam fisiologis -> 0,1 dibagi 0,9

20

Page 21: Paper Tifoid.

+ 0,1 = 0,1/0,1 = 1/10. Tabung II = 0,5 ml campuran larutan garam

fisiologis dan serum pasien tabung I (1/10) + 0,5 ml larutan garam

fisiologis tabung II = 1/20

Titer 1/10 mengandung arti dalam 1 ml serum terdapat 10 unit antibodi

Cara menentukan titer antibodi sebagai berikut:

Tabung I II III IV V

Titer 1/10 1/20 1/40 1/80 1/160

Deretan

Tabung

+ + - - -

+ + + - -

+ + + + +

oKeterangan: tanda (+) berarti terjadi aglutinat yaitu terjadi reaksi

antigen antibodi dan yang digunakan adalah tabung aglutinat

terakhir (titer 1/160)

oUji widal dianggap positif apabila didapatkan titer 1/200 atau

terjadi peningkatan sebanyak 4x

Dari keempat agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang

digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya

semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pembentukan antibodi mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam

atau awal minggu kedua, kemudian meningkat secara cepat dan

mencapai puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi selama

beberapa minggu. Pada fase akut mula- mula timbul agglutinin O,

21

Page 22: Paper Tifoid.

kemudian diikuti oleh agglutinin H. pada penderita yang sudah sembuh

agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan

agglutinin H dapat menetap 9-12 bulan. Oleh karena itu uji Widal

bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu: 1)

pengobatan dini dengan antibiotik, 2) gangguan pembentukan antibody/

immunocompromissed, 3) pemberian kortikosteroid, 4) waktu

pengambilan darah, 5) riwayat vaksinasi, 6) Reaksi amnestik, yaitu

peningkatan titer antibodi pada non infeksi tifoid atau infeksi tifoid

pada masa lalu, 7) faktor teknik pemeriksaan antara laboratorium,akibat

aglutinasi silang dan strain salmonella yang digunakan untuk suspense

antigen. Tromnositopeni juga sangat mungkin terjadi bila terjadi

penekanan sumsum tulang akibat bakteremia kuman.

Kultur, hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan

tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin

disebabkan beberapa hal sebagai berikut: 1) telah mendapat terapi

antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat

antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan

hasil mungkin negatif, 2) volume darah yang kurang (< 5cc darah). Bila

volume darah yang dibiakkan terlalu sedikit hasil biakan kuman bisa

negative. Darah yang diambil sebaiknya secara bedsaide langsung

dimasukkan ke media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman.

3) riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lalu dapat menimbulkan

22

Page 23: Paper Tifoid.

antibodi dalam darah pasien. Antibodi in dapat menekan bakteremia

hingga biakan darah dapat negatif, 4) saat pengambilan darah yang

kurang tepat pada waktu antibodi meningkat (minggu pertama).

Oleh karena itu untuk pengambilan spesimen yang akan dikultur

sebaiknya diambil waktu awal minggu kedua setelah sakit karena

sensitifitasnya cukup tinggi, dikarenakan kuman hampir pasti

didapatkan diseluruh organ dan jaringan tubuh.

Kultur kuman dapat diambil dari darah, urin, atau feses. Arti diagnostik

yang penting didapat dari gall kultur (kultur di media biakan garam

empedu) karena kemampuan hidup bakteri salmonella sangat tinggi di

media ini. Spesimen lain yang mengandung arti diagnostik penting

adalah biopsi sumsum tulang yang memiliki hasil positif hampir 90%

kasus. Pada biakan feses yang perlu dicari adalah Fecal Monocyte

sebagai respon dari usus yang mengalami reaksi dengan skuman

salmonella yang bereplikasi di dalamnya. Biakan dari feses ini

khususnya bermanfaat bagi carier tifoid

Pemeriksaan Serologi (IgM dan IgG anti Salmonella), IgM anti

salmonella atau yang dikenal dengan TUBEXR tes adalah pemeriksaan

diagnostic in vitro semikuantitatif yang cepat dan mudah untuk

mendeteksi infeksi Tifoid akut. Pemeriksaan ini mendeteksi antibody

IgM terhadap antigen Lipo Polisakarida bakteri Salmonella typhi

dengan sensitivitas dan spesifitas mencapai > 95% dan > 91%.

23

Page 24: Paper Tifoid.

Prinsip pemeriksaan dengan metode Inhibition Magnetic Binding

Immunoassay (IMBI). Antibodi IgM terhadap Lipopolisakarida bakteri

dideteksi melalui kemampuannya untuk menghambat reaksi antara

kedua tipe partikel reagen yaitu indikator mikrosfer latex yang

disensitisasi dengan antibodi monoclonal anti 09 (reagen warna biru)

dan mikrosfer magnetic yang disensitisasi dengan LPS Salmonella

typhi (reagen warna coklat). Setelah sedimentasi partikel dengan

kekuatan magnetik, konsentrasi partikel indikator yang tersisa dalam

cairan menunjukkan daya inhibisi. Tingkat inhibisi yang dihasilkan

adalah setara dengan konsentrasi IgM Salmonella typhi dalam sampel.

Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi

terhadap skala warna.

Ada 4 interpretasi hasil :

Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan

infeksi demam tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang

3-5 hari kemudian.

Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid

Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid

Penggunaan antigen 09 LPS memiliki sifat- sifat sebagai berikut:

Immunodominan yang kuat

Bersifat thymus independent tipe 1, imunogenik pada bayi

(antigen Vi dan H kurang imunogenik) dan merupakan mitogen

yang sangat kuat terhadap sel B.

24

Page 25: Paper Tifoid.

Dapat menstimulasi sel limfosit B tanpa bantuan limfosit T

sehingga respon antibodi dapat terdeteksi lebih cepat.

Lipopolisakarida dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat

dan cepat melalui aktivasi sel B via reseptor sel B dan reseptor

yang lain.

Spesifitas yang tinggi (90%) dikarenakan antigen 09 yang jarang

ditemukan baik di alam maupun diantara mikroorganisme

Kelebihan pemeriksaan menggunakan IgM anti Salmonella:

Mendeteksi infeksi akut Salmonella

Muncul pada hari ke 3 demam

Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella

Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit

Hasil dapat diperoleh lebih cepat

Pemeriksaan radiologi, bukan merupakan pemeriksaan wajib untuk

menegakkan diagnosa, tapi untuk evaluasi sudah terjadi komplikasi atau

belum:

Foto thorax, apabila saat perawatan didapatkan sesak, sangat

mungkin terjadi infeksi sekunder berupa pneumonia

Foto Polos abdomen (BOF), bila diduga sudah terjadi

komplikasi intestinal seperti perforasi usus. Gambaran yang

tampak bisa distribusi udara yang tidak merata, air fluid level,

bayangan radiolusen di daerah hepar, tanda- tanda udara bebas

dalam cavum abdomen.

25

Page 26: Paper Tifoid.

2.7 Diagnosa Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang- kadang secara

klinis dapat menjadi diagnosis banding dari demam tifoid diantaranya

influenza/common cold, gastroenteritis akut, bronchitis atau bronkopneumonia

bila didapatkan tanda- tanda sesak, batuk dan demam. Pada demam tifoid yang

berat sepsis, leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat sebagai diagnosis

banding.

2.8 Penatalaksanaan

Prinsip utama dalam pengobatan demam tifoid adalah Istirahat dan

perawatan, diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), serta pemberian

antibiotika. Pada kasus tifoid yang berat hasus dirawat di rumah sakit agar

pemenuhan cairan, eletrolit, serta nutrisi disamping observasi kemungkinan

penyulit.

a) Istirahat dan perawatan bertujuan untuk menghentikan dan mencegah

penyebaran kuman. Anak yang menderita demam tifoid sebaiknya tirah

baring/ Bed rest total dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti

makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang besar akan membantu

dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga

kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi

anak juga perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia

ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

26

Page 27: Paper Tifoid.

b) Diet dan Terapi Penunjang (simtomatik dan suportif), bertujuan untuk

mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet

merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit

demam tifoid terutama sekali pada anak- anak, karena makanan yang kurang

akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun

serta proses penyembuhan yang akan menjadi lama.

Pemberian diet penderita demam tifoid awalnya diberi bubur saring,

kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan

nasi,yang mana perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat

kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal

ini disebabkan karena usus harus diistirahatkan. Pemberian makanan padat

dini terutama tinggi serat seperti sayur dan daging dapat meningkatkan kerja

dan peristaltic usus sedangkan keadaan usus sedang kurang baik karena

infeksi mukosa dan epitel oleh kuman Salmonella typhi. Pemberian

makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah yang

paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak

memperburuk kondisi usus.

Terapi penunjang/suportif lain yang dapat diberikan tergantung gejala yang

muncul pada anak yang sakit tersebut. Pemberian infus pada anak- anak

penting tapi tidak mutlak, mengingat resiko untuk terjadinya phlebitis cukup

tinggi. Oleh karena itu pemberian infuse sebaiknya diberikan bagi anak

yang sakit dengan intake perOral yang kurang. Jenis infus yang diberikan

27

Page 28: Paper Tifoid.

tergantung usia: 3 bln-3 tahun D5 ¼ Normal saline, > 3 tahun D5 ½ Normal

saline. Jumlah pemberian infus disesuaikan dengan kebutuhan kalori pada

anak. Kebutuhan kalori anak pada infus setara dengan kebutuhan cairan

rumatannya.

Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila

mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah

Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk

menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi

saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan

kemungkinan untuk diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak

mampu intake peroral dapat diberikan via parenteral, obat yang masih

dianjurkan adalah yang mengandung Methamizole Na yaitu antrain atau

Novalgin.

c) Antibiotika

Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi

tifoid fever terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak

50-100 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian intravena

biasanya cukup 50 mg/kg/hari. Diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7

hari setelah demam turun. Pemberian Intra Muskuler tidak dianjurkan oleh

karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan

terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi atau didapatkan infeksi sekunder

pengobatan diperpanjang sampai 21 hari. Kelemahan dari antibiotik jenis

ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan carier.

28

Page 29: Paper Tifoid.

Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim

dan sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis Trimetoprim 10

mg/kg/hari dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis.

Untuk pemberian secara syrup dosis yang diberikan untuk anak 4-5

mg/kg/kali minum sehari diberi 2 kali selama 2 minggu. Efek samping dari

pemberian antibiotika golongan ini adalah terjadinya gangguan sistem

hematologi seperti Anemia megaloblastik, Leukopenia, dan

granulositopenia. Dan pada beberapa Negara antibiotika golongan ini

sudah dilaporkan resisten.

Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah

dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk

anak- anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif.

Dosis yang diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4

dosis selama 2 minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama

dibandingkan dengan terapi chloramphenicol.

Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime),

merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih

dari Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap

Salmonella typhi. Ceftriaxone merupakan prototipnya dengan dosis 100

mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7

hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4

dosis. Bila mampu untuk sediaan Per Oral dapat diberikan Cefixime 10-15

mg/kg/hari selama 10 hari.

29

Page 30: Paper Tifoid.

d) Terapi penyulit

Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai

syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30

menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.

Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang

diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus

segera dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika metronidazol.

2.9 Pencegahan

Pencegahan demam tifoid sangatlah penting, selain utntuk meningkatkan

kualitas kesehatan masyarakat pencegahan juga berperan dalam mengurangi

penderita carier sehingga resiko penularannya akan berkurang. Yang terpenting

adalah hygiene pribadi dengan menjaga kebersihan dan kualitas makanan yang

dikonsumsi. Macam- macam pencegahan untuk demam tifoid antara lain:

Preventif dan control penularan, merupakan tindakan pencegahan

penularan dan peledakan Kasus Luar Biasa (KLB) demam tifoid.

Mencakup kuman Salmonella typhi, faktor pejamu, serta faktor

lingkungan. Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan

tranmisi tifoid:

o Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi pada pasien Tifoid

Asimtomatik, carier, dan akut. Cara pelaksanaannya dapat secara

aktif yaitu mendatangi sasaran maupun pasif menunggu. Sasaran

30

Page 31: Paper Tifoid.

aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu terutama anak- anak

yang tinggal di lingkungan padat dengan sanitasi yang kurang.

o Pencegahan transmisi langsung dari penderita terifeksi Salmonella

typhi akut maupun carier.

o Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi

Vaksinasi. Vaksin tifoid pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah

tahun 1960 efektifitas vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi

sebesar 51-88% (WHO). Jenis vaksin ada yang berisi kuman Salmonella

typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) telah

puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian Sub Kutan, namun daya

kekebalannya terbatas, disamping efek samping lokal pada tempat

suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi

hidup yang dilemahkan disebut : Ty21a (vivotif Berna) pemberiannya

secara Oral belum beredar di Indonesia, parenteral: ViCPS (Typhim

Vi/Pasteur Merineux) yang merupakan vaksin kapsul polisakarida.

Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a diberikan 3x secara bermakna

dengan selang 1 hari (hari 1,3,5) dapat memberi daya perlindungan selama

6 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya, untuk anak usia >

10 tahun insiden yang turun dapat sebesar 53% sedangkan anak usia 5-9

tahun insiden turun sebesar 17%. Imunisasi ulangan dilakukan tiap 3-5

tahun. Vaksin jenis ini diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun.

Vaksin oral ini pada umumnya diperlukan untuk turis yang akan

berkunjung ke daerah endemis tifoid.

31

Page 32: Paper Tifoid.

Vaksin parenteral non aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek

samping serta tidak seefektif dibandingkan dengan pemberian peroral.

Diberikan pada usia > 2 tahun dan di booster tiap 3 tahun. Kemasannya di

dalam prefilled syringe 0,5 cc dan diberikan secara Intra Muskuler.

Kelompok orang yang menjadi sasaran vaksinasi tergantung pada faktor

resiko yang berkaitan diantaranya: anak usia sekolah terutama yang berada

di daerah endemik, pengunjung yang akan berwisata ke daerah endemic,

dan anak- anak yang kontak erta dengan pengidap tifoid (carier)

Efektivitas vaksin secara serokonversi dapat membuat peningkatan

antibodi sampai 4x setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat

yaitu sekitar 15 hari- 3 minggu dan 90% bertahan selama 3 tahun.

Perlu diperhatikan tentang efek samping vaksin yang dapat berupa demam,

sakit kepala akibat pemberian vaksin Ty21a, sedangkan pada ViCPS efek

samping yang timbul lebih ringan. Efek samping yang paling sering terjadi

bila diberikan secara Intravena karena dapat terjadi reaksi lokal berat,

edema, hipotensi dan nyeri dada.

2.10 Komplikasi dan Penatalaksanaannya

Secara garis besar terdapat 2 macam komplikasi yaitu komplikasi

intestinal dan komplikasi ekstra intestinal.

Komplikasi intestinal mencakup perdarahan intestinal dan perforasi usus.

Pada perdarahan intestinal diawali dari Peyer Patch yang mengalami

infeksi terutama pada ileum terminal dapat terbentuk tukak/luka yang

32

Page 33: Paper Tifoid.

berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka

menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi

perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi

dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi

gangguan koagulasi darah atau gabungan keduanya. Sekitar 25% penderita

demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor dan tidak memerlukan

tranfusi darah. Perdarahan yang hebat dapat terjadi hingga penderita dapat

mengalami syok hipovilemik. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah

ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kg/jam dengan factor

hemostasis yang masih dalam batas normal.

Perforasi Usus terjadi sekitar 3% penderita yang dirawat. Biasanya timbul

pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain

gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi, penderita demam tifoid

dengan perforasi usus akan mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di

daerah kuadran kanan bawah lalu menyebar ke seluruh lapang perut dan

disertai tanda- tanda ileus. Bising usus melemah, pekak hapar juga

menghilang yang menandakan adanya udara bebas dalam cavum abdomen.

Untuk lebih menguatkan kea rah perforasi usus dapat dilakukan

pemeriksaan foto polos abdomen AP dan lateral dimana akan didapatka

gambaran air fluid level dan bayangan radiolusen pada hepar.

Bila sudah terjadi perforasi maka harus segera diberikan antibiotik

spectrum luas untuk infeksi kuman Salmonella typhi dengan kombinasi

Chloramphenicol dan Ampisilin IV serta untuk mengatasi kuman yang

33

Page 34: Paper Tifoid.

fakultatif anaerob pada flora usus digunakan Gentamisin atau

Metronidazole. Walaupun jarang terjadi pada anak- anak namun

mortalitasnya cukup tinggi bila sampai terjadi perforasi usus.

Komplikasi extraintestinal yang paling sering terjadi pada anak- anak

adalah manifestasi neuropsikiatrik yang mana sering terjadi delirium dan

atau Sindroma Otak Organik yang lain. Hal ini sering juga disebut sebagai

tifoid toxic atau tofoid ensefalopati. Pengobatannya ditambah dengan

Kortikosteroid (dexamethasone) 3x5 mg.

2.11 Prognosis

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan

kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di Negara maju, dengan

terapi antibiotic yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di Negara berkembang,

angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan

dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau

perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia dapat mengakibatkan

morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Relaps atau kambuh dapat timbuh beberapa kali. Individu yang

mengeluarkan Salmonella typhi lebih dari 3 bulan setelah infeksi umumnya

menjadi carier yang kronis. Resiko menjadi carier pada anak- anak rendah dan

meningkat sesuai usia. Carier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam

tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada carier kronis

dibandingkan populasi umum. Walaupun carier urin kronis juga dapat terjadi,

34

Page 35: Paper Tifoid.

namun hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan

schistosomiasis.

35

Page 36: Paper Tifoid.

BAB III

KESIMPULAN

Demam tifoid pada anak disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella

typhi yang ditularkan melalui jalur fecal-oral yang mana pada nantinya akan

masuk ke saluran cerna dan melakukan replikasi dapal ileum terminal.

Jumlah minimal kuman yang masuk saluran cerna minimal berjumlah 105

dimana kuman ini akan masuk ke lamina propria usus kemudian difagosit oleh

makrofag jaringan yang mana kuman akan melakukan replikasi di dalam

makrofag itu sendiri dan dibawa ke Peyer Patch lalu mengalami bakteremia

primer dan sekunder melewati organ- organ Retikulo Endotelial Sistem

diantaranya Hepar dan Lien. Baketermia ini sendiri akan memberikan gejala

seperti hepatosplenomegali karena proses inflamasi lokal organ. Lalu akan

kembali lagi ke dalam usus tempat masuknya kuman pertama kali.

Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa

demam, gangguan gastro intestinal, dan gangguan saraf pusat. Demam yang

terjadi lebih dari 7 hari terutama pada sore menjelang malam dan turun pada pagi

hari. Gejala gastro intestinal bisa terjadi diare yang diselingi konstipasi. Pada

cavum oris bisa didapatkan Tifoid Tongue yaitu lidah kotor dengan tepi hiperemi

yang mungkin disertai tremor. Gangguan Susunan Saraf Pusat berupa Sindroma

Otak Organik, biasanya anak sering ngelindur waktu tidur. Dalam keadaan yang

berat dapat terjadi penurunan kesadaran seperti delirium, supor sampai koma.

36

Page 37: Paper Tifoid.

Diagnosis cukup ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan penunjang yang

dapat menunjang infeksi Demam Tifoid ini adalah Darah Lengkap, Uji Widal,

atau pemeriksaan serologi khusus yaitu IgM dan IgG antiSalmonella.

Penatalaksanaan penyakit ini meliputi 3 pokok utama yaitu: istirahat

dengan tirah baring yang cukup, Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Rendah Serat,

dan Antibiotika yang memiliki efektivitas yang cukup tinggi terhadap kuman

Salmonella typhi.

Komplikasi terdiri dari Intraintestinal dan ekstraintestinal. Komplikasi

intraintestinal berupa perdarahan sampai perforasi usus. Sedangkan komplikasi

ekstraintestinal yang tersering didapatkan gangguan neuropsikiatrik selain

gangguan hematologi.

Pencegahan demam tifoid terutama menjaga sanitasi atau hygiene pribadi

atau lingkungan, mengurangi makanan yang memiliki resiko tertular penyakit ini,

serta dengan vaksinasi (Ty21a dan ViCPS).

Prognosis dipengaruhi masa inkubasi, periode of onset, berobat, imunisasi,

lokasi, focus infeksi, penyakit lain yang menyertai dan beratnya penyakit timbul.

37

Page 38: Paper Tifoid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegma dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15

volume Z. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.

2. Burnside, Mc Glynn. 1995. Adam’s Diagnosis Fisik. Penerbit Buku

Kedokteran EGC : Jakarta.

3. Hegar, Badriul dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak

Indonesia Jilid 1. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

4. Ilmu Kesehatan Anak.1985. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK UI

5. Masjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2.

Jakarta: Media Aesculapius.

6. Panitia Medik Farmasi dan Terapi RSU Dr. Soetomo. 2008. Pedoman

Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi III. Surabaya:

RSU Dr. Soetomo Surabaya.

7. Soedarmo, Poorwo Sumarmo S. dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri

Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Badan Peberbit IDAI.

8. Sudoyo, Aru W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid III Edisi

IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

9. Wilson, dan Price. 2002. Patofisiologi Volume 1 Edisi Keenam. Penerbit

Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

10. www.medicastore.com

11. www.pediatric.com

12. www. emedicine/tifoidfever/patofisiogy.com

38