Lapsus Tifoid
-
Upload
sari-rezeki -
Category
Documents
-
view
48 -
download
0
description
Transcript of Lapsus Tifoid
LAPORAN KASUS
ANAK PEREMPUAN USIA 13 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID
Disusun Oleh :
Welki Vernando
611.11.066
Pembimbing :
dr. Jamar Hasan, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 31 Agustus – 7 November 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH EMBUNG FATIMAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
BATAM
2015
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Welki Vernando Pembimbing : dr. Jamar H, Sp.A
NPM : 611.11.066 Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NNF Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 13 tahun Suku Bangsa : Melayu
Tempat / tanggal lahir : Batam, 2 April 2002 Agama : Islam
Alamat : Perum Bida Ayu B/i Pendidikan : SMP
Orang tua / Wali
Ayah : Ibu :
Nama : Tn. A Nama : Ny. R
Umur : 35 tahun Umur : 30 tahun
Alamat : Perum Bida Ayu B/i Alamat : Perum Bida Ayu
Batu Aji Batu AJi
Pekerjaan : Pegawai Swasta Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan : Rp. 3.000.000,00 Penghasilan : -
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Suku bangsa : Melayu Suku bangsa : Melayu
Agama : Islam Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. R (ibu kandung pasien)
Lokasi : Ruang Anyelir, kamar 302
Tanggal / waktu : 18 September 2015 pukul 14.00
Tanggal masuk : 18 September 2015 pukul 11.00
Keluhan utama : Demam Sejak 1 minggu Sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Keluhan tambahan : Mual, Muntah, Tidak nafsu makan, pusing, menggigil
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
OS datang ke Poli Anak RSUD Embung Fatimah dihantar oleh ibunya dengan
keluhan demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pola demam naik
turun, turun saat sesudah minum obat. suhu lebih tinggi dirasa saat malam hari, namun tidak
pernah turun sampai dengan normal. Demam disertai dengan adanya menggigil, menggigil
pertama dirasa pasien ketika beberapa jam setelah tiba di Rumah Sakit.
Os juga mengeluhkan adanya rasa mual dan tidak nyaman di perut sejak demam
berlangsung disertai dengan muntah, BAB cair disangkal. Pola BAB normal, begitupula
dengan pola BAK juga normal.
Keluhan lain yang juga menyertai demam adalah kepala pusing, pusing. Os mengaku
memang sering jajan diluar (di area sekolah). Saat demam hari ke3 OS sudah dibawa orang
tuanya berobat ke puskesmas dekat rumah, lalu hanya diberi obat penurun panas, namun
tidak memberi perubahan berarti.
Riwayat perdarahan seperti mimisan, bintik perdarahan, gusi berdarah, bab berdarah
disangkal oleh ibunya/keluarga pasien.
B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Rumah Sakit 1 bulan sekali
dan sudah mendapat imunisasi vaksin TT 2
kali
KELAHIRAN Tempat persalinan Rumah sakit
Penolong persalinan Dokter Spesialis Kandungan
Cara persalinanSpontan
Penyulit : -
Masa gestasi Cukup Bulan
Keadaan bayi Berat lahir : 3200 gram
Panjang lahir : 50 cm
Lingkar kepala : (tidak tahu)
Langsung menangis (+)
Kemerahan (+)
Nilai APGAR : (tidak tahu)
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Neonatus Cukup Bulan – Sesuai
Masa Kehamilan
D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : -
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia)
E. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - -
2 – 4 ASI - - -
4 – 6 ASI - - -
6 – 8 PASI + + -
8 – 10 PASI + + +
10 -12 PASI + + +
Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi 3x / hari, 1 piring
Sayur 1x / hari, 1mangkok
Daging Daging, 2x / minggu (1-2potong)
Telur Telur ayam, 3x / minggu (1butir)
Ikan 2x / 1minggu, 1 – 2 ekor
Tahu 1x / hari
Tempe 1x/hari
Susu Dancow (2-3x / minggu)
Lain – lain -
Kesulitan makan : menurut pengakuan ibu, sebelumnya OS tidak sulit makan
Kesimpulan riwayat makanan : pasien tidak sulit, asupan cukup baik. OS sering jajan
sembarangan di pinggir jalan akhir – akhir ini
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 5tahun
Campak - - 9 bulan
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal.
G. RIWAYAT KELUARGA
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. A Ny. R
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 23 tahun
Pendidikan terakhir Tamat SMA Tamat SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Melayu Melayu
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami hal seperti yang dialami oleh pasien.
Ibu dan ayah tidak menderita penyakit hipertensi, pembengkakan jantung, maupun
kencing manis.
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
sama dengan pasien.
H. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : OS tidak pernah sakit seperti ini
sebelumnya
I. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ayah dan ibu di sebuah rumah tinggal di perumahan dengan
dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding
tembok. Keadaan rumah cukup, pencahayaan baik, ventilasi baik. Sumber air bersih dari air
PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap
harinya diangkut oleh petugas kebersihan.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik
J. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai Pegawai Swasta dengan penghasilan Rp.3.000.000,-
/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan
tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh oleh
ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 18 Juni 2015 jam 14.30 WIB)
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan Gizi : Baik
Keadaan lain : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 48 kg
Berat Badan sebelum sakit : 50 kg
Tinggi Badan : 156 cm
Status Gizi
- IMT / U = 20,8 / 156 = 1 SD (Normal)
- Kehilangan BB = 2 Kg
Tanda Vital
Tekanan Darah : 100 / 70 mmHg
Nadi : 100 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas : 36 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2
Suhu : 38,0 °C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
KEPALA : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
WAJAH : wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
MATA :
Visus : tidak dilakukan Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
Cekung : -/-
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : sempit Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : +
BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-)
MULUT : trismus (-) , oral hygiene baik, lidah kotor (+), gigi geligi lengkap
LIDAH : Normoglotia, Lidah typhoid kotor dengan tepi hiperemis (+), oral hygine
buruk, Lidah tremor (-)
TENGGOROKAN : hiperemis -
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid
maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran
tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah
THORAKS :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan
yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, tidak ada retraksi sela iga
ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,
vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea
midclavicularis kiri, denyut kuat
Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung
I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur
(-), gallop (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun
benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) hampir menyeluruh di regio abdomen, turgor kulit
baik. Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, Trouble room kosong.
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 3 x / menit
GENITALIA : tidak dilakukan pemeriksaan
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas
Tangan Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Kekuatan otot 5 5
Kaki Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Kekuatan otot 5 5
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Kanan Kiri
Biseps + +
Triseps + +
Patella + +
Achiles + +
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kernig - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -
KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik,
lembab, pengisian kapiler < 2 detik, petechie (-)
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Laboratorium pada tanggal 18 September 2015)
Darah Rutin Kimia Klinik
Leukosit 2.400 Basofil 0 GDS 109 mg/dl
Hemoglobin 12.0 g/dl Eosinofil 0
Hematokrit 38% Neutrofil Segmen 64 Tubex
Trombosit 144.000 Limfosit 26 Skala 4 (Positif Lemah)
Monosit 10
IV. RESUME
Dari hasil anamnesa didapatkan, OS anak perempuan berusia 13 tahun datang dibawa
oleh orang tuanya ke Poli Anak RSUD Embung Fatimah dengan keluhan utama demam
tinggi sejak 1 minggu SMRS, dengan pola demam naik turun. Naik terutama saat malam hari,
demam tidak pernah turun sampai dengan normal. Demam disertai dengan rasa menggigil
(saat beberapa jam setelah tiba di RS), selain itu ada rasa pusing, mual, muntah, serta tidak
nyaman di perut. Pola BAB dan BAK masih dalam batas normal. Riwayat perdarahan
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum OS tampak sakit sedang, dengan status gizi
baik, tanda vital suhu 38,0 C, TD 100/70. Nadi 100x/menit, RR 36x/menit. Bibir didapatkan
kering serta lidah kotor. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan rasa nyeri tekan positif di
hampir menyeluruh regio abdomen, khususnya regio kuadran kanan atas, hepar dan lien tidak
teraba membesar.
VI. DIAGNOSIS BANDING
- Demam Berdarah Dengue
- Demam Dengue
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Demam Tifoid
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Cek ulang darah lengkap
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non medika Mentosa
1. Tirah baring
2. Observasi tanda – tanda vital
3. Periksa darah rutin tiap 24 jam
4. Kompres air hangat bila perlu
5. Perbanyak minum air putih
B. Medika Mentosa
1. IVFD RL 60cc/24 jam
2. Paracetamol 500mg 4X1
3. Ranitidin Injeksi 2 x 1ampul
4. Inj ceftriaxon 2 x 1 gr IV
IV. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
FOLLOW UP
Tgl S O A P
19/9/2015
Demam
hari ke 8
Rawat
hari ke 1
- Demam +
- Pusing
- Mual
- Muntah
- Rasa tidak
nyaman di
perut
KU : tampak sakit
sedang
Kesadaran: CM
TTV :
Td : 100/70
Nadi : 88x/m
Demam
tifoid
- IVFD RL 20 tpm
- Rantin Inj 2 x
1(amp)
- Pct 500mg 3x1
- Ceftriaxon Inj
2x1gr
Suhu : 38,3 0 C
RR : 32 x/ m
Kepala : normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
Hidung : nch -/-
Mulut :
kering + sianosis –
lidah kotor +
Leher : kgb ttm
Tho : sn vesikuler, rh
-/-, wh -/-, BJ I-II reg,
m (-), gallop (-)
Abdomen : supel, nyeri
tekan (+) di Regio
epigastrium bu (+)
3x/menit
- Hepar tidak teraba
membesar
- Lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : akral
hangat
Lab
Leukosit : 5000 /μL
Hb : 12,7 g/dl
Ht : 37%
Trombo : 120.000
20/9/2015 - Demam (+)
- Pusing +
- Mual +
- Muntah -
KU : tampak sakit
sedang
Kesadaran: CM
TTV :
TD : 100/70
Demam
tifoid
- IVFD RL 20 tpm
- Rantin Inj 2 x
1(amp)
- Pct 500mg 3x1
- Ceftriaxon Inj 2x1
Suhu : 40,7 0 C
RR : 36 x/ m
Nadi 100x
Kepala : normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
Hidung : nch -/-
Mulut : kering+
sianosis – lidah kotor+
Leher : kgb ttm
Tho : sn vesikuler, rh
-/-, wh -/-, BJ I-II reg,
m (-), gallop (-)
Abdomen : supel, nyeri
tekan (+) di Regio
epigastrium bu (+)
3x/menit
- Hepar ttm
- Lien ttm
Extremitas : akral
hangat
Lab
Leukosit 5000 /μL
Hb 13,2 g/dl
Ht 40%
Trombosit 146.000 /μL
gr
21/9/2015 - Demam +
- Rasa tidak
enak di
perut +
- Mual –
KU : tampak sakit
sedang
Kesadaran: CM
TTV :
TD 100/70
Nadi : 76x/m
Demam
tifoid
- IVFD RL 60cc/jam
- Rantin Inj 2 x
1(amp)
- Pct 500mg 3x1
- Ceftriaxon Inj
2x1gr
Suhu : 38,0 0 C
RR : 20 x/ m
Kepala : normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
Hidung : nch -/-
Mulut : kering +
sianosis – lidah kotor +
Leher : kgb ttm
Tho : sn vesikuler, rh
-/-, wh -/-, BJ I-II reg,
m (-), gallop (-)
Abdomen : supel, nyeri
tekan (+) di Regio
epigastrium dan
kuadran kanan atas. bu
(+) 3x/menit
- Hepar ttm
- Lien ttm
Extremitas : akral
hangat
Lab
Leukosit 5300 /μL
Hb 12,7 g/dl
Ht 39%
Trombosit 152.000 /μL
22/9/2015 - Demam +
- Rasa tidak
enak di
perut
KU : tampak sakit
sedang
Kesadaran: CM
TTV :
TD 110/70
Nadi : 80 x/m
Demam
tifoid
- IVFD RL 60cc/jam
- Rantin Inj 2 x
1(amp)
- Pct 500mg 3x1
- Ceftriaxon Inj
2x1gr
Suhu : 37,8 0 C
RR : 24 x/ m
Kepala : normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
Hidung : nch -/-
Mulut : kering +
sianosis – lidah kotor -
Leher : kgb ttm
Tho : sn vesikuler, rh
-/-, wh -/-, BJ I-II reg,
m (-), gallop (-)
Abdomen : supel, nyeri
tekan (+) di Regio
epigastrium dan
kuadran kanan atas. bu
(+) 3x/menit
- Hepar ttm
- Lien ttm
Extremitas : akral
hangat
23/6/2013 - Demam –
- Rasa tidak
nyaman di
perut
berkurang
KU : tampak sakit
sedang
Kesadaran: CM
TTV :
Nadi : 90 x/m
Suhu : 37 0 C
RR : 24 x/ m
Kepala : normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
Hidung : nch -/-
Mulut : kering -/-
sianosis -/-
Demam
tifoid
- Cairan stop,
Venflon (+)
- Rantin Inj 2 x
1(amp)
- Pct 500mg 3x1
(jika demam >38)
- Ceftriaxon Inj
2x1gr
Leher : kgb ttm
Tho : sn vesikuler, rh
-/-, wh -/-, BJ I-II reg,
m (-), gallop (-)
Abdomen : supel, nyeri
tekan(-). bu (+)
3x/menit
- Hepar ttm
- Lien ttm
Extremitas : akral
hangat
- -
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhii. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur edotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus
mutiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan
Peyer’s patch. (1)
II.2 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh oleh Salmonella enterica serevoar Typhi (S. Typhi),
bakteri gram-negatif. Bakteri ini merupakan famili Enterobacteriaciae. Bakteri ini
mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Bakteri ini
mempunyai antigen somatik (O) yng terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen Hd (H) yang
terdiri dari protein, dan envelope antigen Vi (K) yang terdiri dari polisakarida. Bakteri ini
mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari
dinding sel dan dinamakan endotoksin. (1,2)
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid yang secara
patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan.
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella paratyphi A dan jarang disebabkan oleh Salmonella
paratyphi B (Schotmulleri) dan Salmonella paratyphi C (Hirscfeldii). Rasio terjadinya
penyakit yang disebabkan oleh Salmonella thypi dan Salmonella parathypi adalah 10 :1,
meskipun infeksi Salmonella parathypi meningkat di beberapa bagian di dunia yang mana
belum jelas alasannya. (3)
Salah satu dari produk gen yang paling spesifik adalah kapsul polisakarida Vi
(virulensi), yang selalu ada sekitar 90% dari semua S. Thypi yang terisolasi dan memiliki efek
proteksi melawan aksi bakterisidal dalam serum pasien yang terinfeksi. Kapsul ini meupakan
bahan untuk pembuatan vaksin yang telah ada secara komersial.(3,4)
II.3 Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemis di berbagai negara yang sedang
berkembang. Diperkirakan lebih dari 21,7 juta kasus tifoid dan lebih dari 200.000 kematian
terjadi, yang sebagian besar terjadi di Asia. Selain itu, diperkirakan 5,4 juta kasus disebabkan
oleh paratifoid terjadi per tahunnya. Di negara yang berkembang, angka kejadian tifoid
900/100.000 per tahun. Studi berdasarkan populasi dari Asia Selatan menunjukkan bahwa
insidensi tifoid paling tinggi terjadi pada anak <5 tahun. Sedangkan umur penderita yang
terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91%. (3)
Salmonella typhi dapat hidup dalam tubuh manusia. Penderita demam tifoid akan
didapatkan Salmonella typhi dalam sirkulasi darah dan sistem gastrointestinal yang dapat
dieksresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja. Selain itu, ada sebagian orang
yang disebut karier (penderita tifoid yang telah sembuh namun tetap didapatkan bakteri
dalam tubuhnya) yang juga dapat mengeksresikannya dalam urin dan tinja. S. thypi hanya
dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan
pasteurisasi dan klorinasi (suhu 63oC). (1,5)
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita, biasanya keluar bersama-
sama dengan tinja (melalui rute oral fekal). Di beberapa bagian negara, tiram dan kerang
yang dibudidayakan dalam air yang terkontaminasi oleh limbah juga merupakan salah satu
penyabab penularan.(1,3)
II.4 Patogenesis
Demam tifoid terjadi melalui masuknya Salmonella thypi bersama makanan atau
minuman ke dalam tubuh melalui mulut.(1)
Dosis infeksi pada pecobaan relawan didapatkan sekitar 105- 10 9 bakteri, dengan
periode inkubasi bervariasi dari 4 – 14 hari. Salmonella thypi harus melewati pertahanan
asam lambung untuk mencapai usus halus, suasana asam lambung (pH < 2) merupakan
mekanisme pertahanan yang penting. Keadaan-keadaan sepeti aklorhidiria karena faktor usia,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor H2, penghambat pompa proton, antasida
dalam jumlah yang besar, akan mengurangi dosis infeksi. (1,3)
Bakteri yang masih hdup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bila respon
imunitas humoral mukosa Ig A usus kurang baik, maka bakteri melekat pada mukosa dan
kemudian menginvasi mukosa usus halus. Sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s
patches, merupakan tempat internalisasi dari Salmonella typhi. Kemudian bakteri mencapai
folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar bening mesenterika, dan kemudian
melewati sirkulasi sistemik via limfatik yang mengakibatkan bakteremia pertama yang
biasanya asimtomatik dan hasil kultur darah biasanya negatif pada saat ini. Bakteri yang
terdapat di pembuluh darah menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi di jaringan sistem
retikuloendotelial (RES) terutama di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear (makrofag) di dalam folikel limfe, kelenjar
limfe mesenterika, hati, dan limpa.(1,3)
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan
oleh banyak dan virulensi kuman, serta respon imun host maka Salmonella typhi akan keluar
dari sel fagosit dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik (bakteremia
kedua) dengan disertai tanda tanda infeksi sistemik, seperti demam, malaise, dan nyeri perut.
Masa inkubasi biasanya 7 sampai 14 hari. Pada saat bakteremia terjadi, Salmonella thypi
dapat menyebar ke seluruh organ. Tempat paling sering untuk infeksi sekunder adalah hari,
limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches dari ileum terminal. Invasi
kandung empedu dapat terjadi secara langsung dari darah atau retrograde dari empedu.
Ekskresi organisme dari empedu dapat mengnvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan
melalui tinja.(1,3)
II.5 Manifestasi Klinis
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata rata antara 10
– 14 hari. Manifestasi klinis bervariasi dari gejala klinis ringan seperti demam yang tidak
terlalu tinggi, malaise, batuk kering sampai gejala klinis yang berat seperti nyeri perut dan
berbagai macam komplikasi. Variasi gejala ini disebabkan oleh lamanya sakit sebelum
mendapatkan terapi yang baik, pilihan antimikroba, pajanan sebelumnya atau riwayat
imunisasi, virulensi bakteri, banyaknya bakteri yang tertelan, dan status imunologi host.(1)
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam
pada demam tifoid biasanya naik perlahan lahan dan banyak orang tua yang melaporkan
bahwa demam lebih tinggi saat sore hari dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya.
Pada minggu kedua biasanya demam tinggi (390 C – 400 C)Pada demam sudah tinggi, pada
kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau
delirium atau penurunan kesadaran sampai koma. (1)
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, mialgia,
nyeri perut, hepatosplenomegali, nausea, dan anoreksia. Gejala gastrointestinal pun
bervariasi. Pada anak, diare dapat terjadi pada stadium awal dan kemudian diikuti dengan
konstipasi. Pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan
ujungnya kemerahan (coated tongue). Pada anak Indonesia lebih banyak dijumpai
hepatomegali dibandingkan splenomegali. (1,3)
Pada 25% kasus, terdapat ruam makulopapular yang bewarna merah dengan ukuran 1-
5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstrimitas, dan punggung pada
orang kulit putih, namun tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini
muncul pada hari ke 7 – 10 dan bertahan selama 2 – 3 hari. Bradikardi reatif jarang dijumpai
pada anak. (3)
Jika tidak terjadi komplikasi, gejala klinis akan perlahan lahan menghilang dalam 2 sampai 4 minggu.(3,4)
Common clinical features of thypoid fever in children
Feature Rate (%)
High grade fever 95
Coated tongue 76
Anorexia 70
Muntah 39
Hepatomegali 37
Diare 36
Nyeri abdomen 29
Splenomegali 17
Konstipasi 7
Nyeri kepala 4
Tabel 1. Gejala Klinis Demam Tifoid
II.6 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada pasien sekitar 10% - 15% dan biasaya terjadi pada
pasien yang sudah sakit lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang paling sering biasanya
perdarahan gastrointestinal, perforasi usus halus, dan ensefalopati tifoid. (2)
Perdarahan gastrointestinal adalah yang paling sering, terjadi lebih dari 10%.
Perdarahan ini berasal dari erosi dari Peyer’s patch yang nekrosis yang menembus dinding
pembuluhd arah usus. Pada sebagian kasus, perdarahan minimal dan dapat diatasi tanpa
pemberian transfusi darah. (1,2)
Perforasi usus halus (biasanya ileum) merupakan komplikasi yang sangat serius, yang
terjadi pada 0,5% - 3% pasien. Pada perforasi usus halus ditandai dengan nyeri abdomen
lokal (biasanya pada kuadran kanan bawah). Kemudian diikuti muntah, nyeri pada perabaan
abdomen, defance muscular, dan munculnya gejala peritonitis lain. Komplikasi komplikasi
ini biasanya didahului oleh peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah, dan suhu.
Peningkatan dari hitung jenis leukosit (shift to left) dan adanya udara pada foto abdomen 3
posisi dapat ditemukan pada perforasi usus halus. (1,2)
Komplikasi neuropsikiatri jarang didapatkan pada demam tifoid anak. Sebagian besar
bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientasi, delirium, stupor, bahkan koma. Selain itu,
bisa juga bermanifestasi sebagai ataxia cerebelar ataxia, chorea, tuli, sindrom Guillain-barre.
Meskipun pasien dengan komplikasi neuropsikiatri bisa berakibat fatal, namun jarang yang
dilaporkan adanya sekuele. (1)
Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid ditandai
peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa disertai
kenaikan kadar transaminase, maupun kolesistitis akut dapat dijumpai, sedang kolesistitis
kronik yang terjadi pada penderita setelah mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan
adanya penderita karier. (3)
Relaps dapat terjadi pada 5-10% kasus demam tifoid, biasanya demam timbul kembali
dua sampai tiga minggu setelah masa resolusi. Pada umumnya, relaps lebih ringan
dibandingkan gejala demam tifoid sebelumnya dan lebih singkat.(3)
Sebagian pasien dengan demam tifoid, masih dapat mengeluarkan bakteri Salmonella
thypi melalui urin pada saat sakit maupun sembuh. Bila pasien sudah sembuh, hal ini disebut
pasien karier. Namun pada anak biasanya jarang terjadi. (3)
TABLE 2. IMPORTANT COMPLICATIONS
OF TYPHOID FEVER.
Abdominal
Gastrointestinal perforation
Gastrointestinal hemorrhage
Hepatitis
Cholecystitis (usually subclinical)
Cardiovascular
Asymptomatic electrocardiographic changes
Myocarditis
Shock
Neuropsychiatric
Encephalopathy
Delirium
Psychotic states
Meningitis
Impairment of coordination
Respiratory
Bronchitis
Pneumonia (Salmonella enterica serotype typhi,
Streptococcus pneumoniae)
Hematologic
Anemia
Disseminated intravascular coagulation
(usually subclinical)
Other
Focal abscess
Pharyngitis
Miscarriage
Relapse
Chronic carriage
Tabel 2. Komplikasi Demam Tifoid
II.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal, dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini
maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid. Diagnosis devinitif
demam tifoid dapat ditegakkan dengan isolasi S. typhi dari darah atau dari lesi anatomi
lainnya. Hasil dari kultur darah positif pada 40-60% kasus demam tifoid pada minggu awal
perjalanan penyakit, dan kultur urin maupun feses positif setelah minggu pertama. Namun
biakan yang dilakukan pada urin dan fese, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan
spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil
positid didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif. (1)
Hasil dari laboratorium biasanya nonspesifik. Jumlah leukosit biasanya rendah,
namun jarang dibawah 3000/uL3. Trombositopeni sering dijumpai, kadang kadang
berlangsung selama beberapa minggu. (1)
Uji serologi Widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi
terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam
tifoid. Pemeriksaan ini memiliki sensitifitas dan spesifitas yang rendah bila di daerah endemis
karena dapat timbul positif palsu pada daerah endemis.. Di Indonesia pengambilan angka titer
O aglutinin > 1/40 dengan memakai uji Widal menunjukkan nilai ramal positif 96%. Banyak
tempat yang mengatakan jika titer O aglutinin sekali periksa > 1/200 atau pada titer sepasang
teradi kenaikan 4 kali maka diaganosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak
dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada
deteksi pembawa kuman S. typhi (karier). (1)
II.8 Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit dapat menjadi diagnosis
bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis akut, bronkitis, bronkopneumonia. Beberapa
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti tuberkulosis, malaria,
bruselosis, dan infeksi virus seperti demam dengue, hepatitiss akut juga perlu dipikirkan. (1,3)
II.9 Penatalaksanaan
Pada area yang endemis, lebih dari 60-90% kasus demam tifoid dapat dirawat di
rumah dengan tirah baring dan antibiotik. Sedangkan untuk pasien yang dirawat di rumah
sakit, pemberian antibiotik yang baik, pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit, dan nutrisi
yang cukup serta observasi kemungkinan timbulnya kompikasi perlu dilakukan. Pengobatan
antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella
typhi berhubungan dengan keadaan bakteremia. (1)
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita demam
tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama
10 – 14 hari atau sampai 5 -7 hari setelah demam turun, sedangkan pada kasus malnutrisi,
pengobatan dapat berlangsung hingga 21 hari. Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah
tingginya angka relaps dan karier. (1)
Akhir akhir ini cefixime oral 10 – 15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dpat diberikan
sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit < 2000/ ul atau dijjumpai resistensi
terhadap S.thypi. (1)
Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium , obtundasi, stupor, koma, pemberian
deksametason intravena (3 mg/kgBB diberikan dalam 30 menit untuk dosis awal,
dilanjutkand engan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping antibiotik yang memadai,
dapat menurunkan angka mortalitias dari 35%- 55% menjadi 10%. (1)
Demam tifoid dengan komplikasi perdarahan usus kadang kadang memerlukan
transfusi darah. Laparatomi harus segera dilakukan pada perforasi usus disertai penambahan
metronidazol dapat memperbaiki prognosis. Transfusi trombosit dianjurkan untuk
pengobatan trombositopenia yang dianggap cukup berat hingga menyebabkan perdarahan
saluran cerna pada pasien pasien yang masih dalam pertimbangan untuk dilakukan intervensi
bedah.(1)
Ampisilin atau amoksisilin dosis 40 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral ditambah
dengan probenecid 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral atau TMP-SMZ selama 4 – 6 minggu
memberikan angka kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit saluran empedu. Bla
terdapat kolelitiasis, pemberian antibiotik saja jarang berhasil, kolesistektomi dianjurkan
setelah pemberian antibiotik (ampisilin 200mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis IV selama 7 – 10
hari), setelah kolesistektomi dilanjutkan dengan amoksisilin 30 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
peroral selama 30 hari. (1)
II.10 Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%
biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya kompikasi
mengakibatkan morboditas dan mortalitas yang tinggi. (1,3)
Walaupun mendapat terapi yang sesuai, relaps dapat timbul beberapa kali pad 2-4%
kasus. Individu yang mengeluarkan Salmonella thypi > 3 bulan setelah infeksi umumnya
menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada anak - anak rendah (<2% pada anak - anak
yang terinfeksi) dan meningkat sesuai usia. Karier urin kronis juga dapat terjadi pada individu
dengan skistosomiasis. (3)
II.11 Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan terinfeksi Salmonella thypi, maka
setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yag dikonsumsi.
Salmonella thypi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 570 C untuk beberapa menit
atau dengan proses iodinasi. (1)
Penurunan endemisitas suatu daerah juga tergantung pada baik buruknya pengadaan
sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap
higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid. (1)
Saat ini dikenal tiga mcam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi
kuman yang dimatikan, kuman hidup, dan komponen Vi dari Salmonella thypi. (1)
a. Kuman Hidup
Kuman whole cell tifoid parenteral pertama kali dikenakan pada tahun 1896.
Vaksin ini memberikan 51% - 88% perlindungan pada anak dan dewasa muda,
sampai lebih dari 12 tahun. (2)
Kekurangan utama dari vaksin ini adalah nyeri lokal dan bengkak. Selain itu
efek sistemik terjadi pada 25% - 50% pasien. (2)
b. Vaksin tifoid oral
Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella thypi gallur non
patogen yang telah dilemahkan. Kuman dalam vaksin akan mengalami siklus
pembelahan dalam usus dan dieliminasi dalam waktu 3 hari setelah pemakaiannya.
Respon imun pada vaksin ini termasuk sekretorik IgA. Secara umum efektifitas
vaksin oral sama degan vaksin parenteral yang diinaktivasi dengan pemanasan,
namun vaksin oral mempunyai reaksi samping lebih rendah. Vaksin tifoid oral dikenal
dengan nama Ty-21a.(6)
Vaksin ini direkomendasikan untuk anak umur 6 tahun atau lebih. Cara
pemberian 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari ke 1,3,dan 5, 1 jam sebelum makan.
Kapsul ke-4 pada hari ke-7 terutama bagi wisatawan. (6)
Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau
antimalaria yang aktif terhadap salmonella. Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun.
Daya proteksi vaksin ini hanya 50% - 80%. (6)
c. Vaksin polisakarida parenteral
Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman Salmonella
thypi, polisakarida 0,025 mg, fenol, dan larutan bufer yang mengandung natrium
klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan. (6)
Pemberian secara suntikan intramuskular atau subkutan pada daerah deltoid
atau paha, direkomendasikan untuk anak mulai umur 2 tahun atau pada traveler yang
mau berkunjung ke daerah endemis. Imunisasi ulangan tiap 3 tahun. (6)
Reaksi samping lokal berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri
otot, nausea, nyeri perut jarang dijumpai. Sangat jarang bisa terjadi reaksi alergi
berupa pruritus, ruam kulit, dan urtikaria. Daya proteksi 50% - 80%.(6)
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Infeksi &Pediatri Tropis edisi
kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2012
2. Christopher P,Dougan G, White N,Farrar J.Review Article Thypoid Fever.The New
England Journal of Medicine.2002.p 1770-82
3. Kliegman,Stanton,Schor,Behrman,St Geme. Nelson Textbooxt of Pediatrics. Edisi
19.Philadelpia:Elsevier.2011.p954-58
4. Background Document :The diagnosis, Treatment, and Prevention of Thypoid
Fever.WHO.2003
5. Thypoid fever. 2013. Available at
http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/typhoid_fever/. Accesed in
April 7 2013
6. Gde R, Suyitno H, Rezeki S, Kartasasmita C, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman
Imunisasi di Indonesia. Edisi 4.Jakarta : Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2011. Hal 364-66.