Lapsus Tifoid

42
LAPORAN KASUS ANAK PEREMPUAN USIA 13 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID Disusun Oleh : Welki Vernando 611.11.066 Pembimbing : dr. Jamar Hasan, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 31 Agustus – 7 November 2015 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH EMBUNG FATIMAH

description

thipoid

Transcript of Lapsus Tifoid

Page 1: Lapsus Tifoid

LAPORAN KASUS

ANAK PEREMPUAN USIA 13 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID

Disusun Oleh :

Welki Vernando

611.11.066

Pembimbing :

dr. Jamar Hasan, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 31 Agustus – 7 November 2015

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH EMBUNG FATIMAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

BATAM

2015

Page 2: Lapsus Tifoid

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa : Welki Vernando Pembimbing : dr. Jamar H, Sp.A

NPM : 611.11.066 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. NNF Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 13 tahun Suku Bangsa : Melayu

Tempat / tanggal lahir : Batam, 2 April 2002 Agama : Islam

Alamat : Perum Bida Ayu B/i Pendidikan : SMP

Orang tua / Wali

Ayah : Ibu :

Nama : Tn. A Nama : Ny. R

Umur : 35 tahun Umur : 30 tahun

Alamat : Perum Bida Ayu B/i Alamat : Perum Bida Ayu

Batu Aji Batu AJi

Pekerjaan : Pegawai Swasta Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Penghasilan : Rp. 3.000.000,00 Penghasilan : -

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP

Suku bangsa : Melayu Suku bangsa : Melayu

Agama : Islam Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

I. RIWAYAT PENYAKIT

A. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. R (ibu kandung pasien)

Lokasi : Ruang Anyelir, kamar 302

Tanggal / waktu : 18 September 2015 pukul 14.00

Tanggal masuk : 18 September 2015 pukul 11.00

Keluhan utama : Demam Sejak 1 minggu Sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Keluhan tambahan : Mual, Muntah, Tidak nafsu makan, pusing, menggigil

Page 3: Lapsus Tifoid

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

OS datang ke Poli Anak RSUD Embung Fatimah dihantar oleh ibunya dengan

keluhan demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pola demam naik

turun, turun saat sesudah minum obat. suhu lebih tinggi dirasa saat malam hari, namun tidak

pernah turun sampai dengan normal. Demam disertai dengan adanya menggigil, menggigil

pertama dirasa pasien ketika beberapa jam setelah tiba di Rumah Sakit.

Os juga mengeluhkan adanya rasa mual dan tidak nyaman di perut sejak demam

berlangsung disertai dengan muntah, BAB cair disangkal. Pola BAB normal, begitupula

dengan pola BAK juga normal.

Keluhan lain yang juga menyertai demam adalah kepala pusing, pusing. Os mengaku

memang sering jajan diluar (di area sekolah). Saat demam hari ke3 OS sudah dibawa orang

tuanya berobat ke puskesmas dekat rumah, lalu hanya diberi obat penurun panas, namun

tidak memberi perubahan berarti.

Riwayat perdarahan seperti mimisan, bintik perdarahan, gusi berdarah, bab berdarah

disangkal oleh ibunya/keluarga pasien.

B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Rumah Sakit 1 bulan sekali

dan sudah mendapat imunisasi vaksin TT 2

kali

KELAHIRAN Tempat persalinan Rumah sakit

Penolong persalinan Dokter Spesialis Kandungan

Cara persalinanSpontan

Penyulit : -

Masa gestasi Cukup Bulan

Keadaan bayi Berat lahir : 3200 gram

Panjang lahir : 50 cm

Lingkar kepala : (tidak tahu)

Langsung menangis (+)

Kemerahan (+)

Page 4: Lapsus Tifoid

Nilai APGAR : (tidak tahu)

Kelainan bawaan : tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Neonatus Cukup Bulan – Sesuai

Masa Kehamilan

D. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Psikomotor

Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Umur 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)

Bicara : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Perkembangan pubertas

Rambut pubis : -

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia)

E. RIWAYAT MAKANAN

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 ASI - - -

2 – 4 ASI - - -

4 – 6 ASI - - -

6 – 8 PASI + + -

8 – 10 PASI + + +

10 -12 PASI + + +

Page 5: Lapsus Tifoid

Umur diatas 1 tahun

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah

Nasi 3x / hari, 1 piring

Sayur 1x / hari, 1mangkok

Daging Daging, 2x / minggu (1-2potong)

Telur Telur ayam, 3x / minggu (1butir)

Ikan 2x / 1minggu, 1 – 2 ekor

Tahu 1x / hari

Tempe 1x/hari

Susu Dancow (2-3x / minggu)

Lain – lain -

Kesulitan makan : menurut pengakuan ibu, sebelumnya OS tidak sulit makan

Kesimpulan riwayat makanan : pasien tidak sulit, asupan cukup baik. OS sering jajan

sembarangan di pinggir jalan akhir – akhir ini

F. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

BCG 2 bulan - -

DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 5tahun

Campak - - 9 bulan

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal.

G. RIWAYAT KELUARGA

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. A Ny. R

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 25 tahun 23 tahun

Pendidikan terakhir Tamat SMA Tamat SMP

Agama Islam Islam

Suku bangsa Melayu Melayu

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Page 6: Lapsus Tifoid

Kosanguinitas - -

Penyakit, bila ada - -

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami hal seperti yang dialami oleh pasien.

Ibu dan ayah tidak menderita penyakit hipertensi, pembengkakan jantung, maupun

kencing manis.

Kesimpulan Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan

sama dengan pasien.

H. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : OS tidak pernah sakit seperti ini

sebelumnya

Page 7: Lapsus Tifoid

I. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Pasien tinggal bersama ayah dan ibu di sebuah rumah tinggal di perumahan dengan

dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding

tembok. Keadaan rumah cukup, pencahayaan baik, ventilasi baik. Sumber air bersih dari air

PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap

harinya diangkut oleh petugas kebersihan.

Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik

J. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI

Ayah pasien bekerja sebagai Pegawai Swasta dengan penghasilan Rp.3.000.000,-

/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan

tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh oleh

ibunya.

Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 18 Juni 2015 jam 14.30 WIB)

A. Status Generalis

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Kesan Gizi : Baik

Keadaan lain : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)

Data Antropometri

Berat Badan sekarang : 48 kg

Berat Badan sebelum sakit : 50 kg

Tinggi Badan : 156 cm

Status Gizi

- IMT / U = 20,8 / 156 = 1 SD (Normal)

- Kehilangan BB = 2 Kg

Page 8: Lapsus Tifoid

Tanda Vital

Tekanan Darah : 100 / 70 mmHg

Nadi : 100 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Nafas : 36 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2

Suhu : 38,0 °C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup

RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut

WAJAH : wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut

MATA :

Visus : tidak dilakukan Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+

Cekung : -/-

TELINGA :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : sempit Membran timpani : sulit dinilai

Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-

Sekret : -/- Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : +

BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-)

MULUT : trismus (-) , oral hygiene baik, lidah kotor (+), gigi geligi lengkap

LIDAH : Normoglotia, Lidah typhoid kotor dengan tepi hiperemis (+), oral hygine

buruk, Lidah tremor (-)

TENGGOROKAN : hiperemis -

Page 9: Lapsus Tifoid

LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid

maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran

tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah

THORAKS :

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan

yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, tidak ada retraksi sela iga

ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,

vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea

midclavicularis kiri, denyut kuat

Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal

Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung

I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur

(-), gallop (-)

ABDOMEN :

Inspeksi : perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun

benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) hampir menyeluruh di regio abdomen, turgor kulit

baik. Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, Trouble room kosong.

Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 3 x / menit

GENITALIA : tidak dilakukan pemeriksaan

KGB :

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak teraba membesar

Page 10: Lapsus Tifoid

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas

Tangan Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Kekuatan otot 5 5

Kaki Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Kekuatan otot 5 5

STATUS NEUROLOGIS

Refleks Kanan Kiri

Biseps + +

Triseps + +

Patella + +

Achiles + +

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Rangsang meningeal

Kaku kuduk -

Kanan Kiri

Kernig - -

Laseq - -

Bruzinski I - -

Bruzinski II - -

Page 11: Lapsus Tifoid

KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik,

lembab, pengisian kapiler < 2 detik, petechie (-)

TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

(Laboratorium pada tanggal 18 September 2015)

Darah Rutin Kimia Klinik

Leukosit 2.400 Basofil 0 GDS 109 mg/dl

Hemoglobin 12.0 g/dl Eosinofil 0

Hematokrit 38% Neutrofil Segmen 64 Tubex

Trombosit 144.000 Limfosit 26 Skala 4 (Positif Lemah)

Monosit 10

IV. RESUME

Dari hasil anamnesa didapatkan, OS anak perempuan berusia 13 tahun datang dibawa

oleh orang tuanya ke Poli Anak RSUD Embung Fatimah dengan keluhan utama demam

tinggi sejak 1 minggu SMRS, dengan pola demam naik turun. Naik terutama saat malam hari,

demam tidak pernah turun sampai dengan normal. Demam disertai dengan rasa menggigil

(saat beberapa jam setelah tiba di RS), selain itu ada rasa pusing, mual, muntah, serta tidak

nyaman di perut. Pola BAB dan BAK masih dalam batas normal. Riwayat perdarahan

disangkal.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum OS tampak sakit sedang, dengan status gizi

baik, tanda vital suhu 38,0 C, TD 100/70. Nadi 100x/menit, RR 36x/menit. Bibir didapatkan

kering serta lidah kotor. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan rasa nyeri tekan positif di

hampir menyeluruh regio abdomen, khususnya regio kuadran kanan atas, hepar dan lien tidak

teraba membesar.

VI. DIAGNOSIS BANDING

- Demam Berdarah Dengue

- Demam Dengue

Page 12: Lapsus Tifoid

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Demam Tifoid

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Cek ulang darah lengkap

VIII. PENATALAKSANAAN

A. Non medika Mentosa

1. Tirah baring

2. Observasi tanda – tanda vital

3. Periksa darah rutin tiap 24 jam

4. Kompres air hangat bila perlu

5. Perbanyak minum air putih

B. Medika Mentosa

1. IVFD RL 60cc/24 jam

2. Paracetamol 500mg 4X1

3. Ranitidin Injeksi 2 x 1ampul

4. Inj ceftriaxon 2 x 1 gr IV

IV. PROGNOSIS

Ad Vitam : Dubia Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia Ad Bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

FOLLOW UP

Tgl S O A P

19/9/2015

Demam

hari ke 8

Rawat

hari ke 1

- Demam +

- Pusing

- Mual

- Muntah

- Rasa tidak

nyaman di

perut

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

Td : 100/70

Nadi : 88x/m

Demam

tifoid

- IVFD RL 20 tpm

- Rantin Inj 2 x

1(amp)

- Pct 500mg 3x1

- Ceftriaxon Inj

2x1gr

Page 13: Lapsus Tifoid

Suhu : 38,3 0 C

RR : 32 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-

Mulut :

kering + sianosis –

lidah kotor +

Leher : kgb ttm

Tho : sn vesikuler, rh

-/-, wh -/-, BJ I-II reg,

m (-), gallop (-)

Abdomen : supel, nyeri

tekan (+) di Regio

epigastrium bu (+)

3x/menit

- Hepar tidak teraba

membesar

- Lien tidak teraba

membesar

Ekstremitas : akral

hangat

Lab

Leukosit : 5000 /μL

Hb : 12,7 g/dl

Ht : 37%

Trombo : 120.000

20/9/2015 - Demam (+)

- Pusing +

- Mual +

- Muntah -

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

TD : 100/70

Demam

tifoid

- IVFD RL 20 tpm

- Rantin Inj 2 x

1(amp)

- Pct 500mg 3x1

- Ceftriaxon Inj 2x1

Page 14: Lapsus Tifoid

Suhu : 40,7 0 C

RR : 36 x/ m

Nadi 100x

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-

Mulut : kering+

sianosis – lidah kotor+

Leher : kgb ttm

Tho : sn vesikuler, rh

-/-, wh -/-, BJ I-II reg,

m (-), gallop (-)

Abdomen : supel, nyeri

tekan (+) di Regio

epigastrium bu (+)

3x/menit

- Hepar ttm

- Lien ttm

Extremitas : akral

hangat

Lab

Leukosit 5000 /μL

Hb 13,2 g/dl

Ht 40%

Trombosit 146.000 /μL

gr

21/9/2015 - Demam +

- Rasa tidak

enak di

perut +

- Mual –

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

TD 100/70

Nadi : 76x/m

Demam

tifoid

- IVFD RL 60cc/jam

- Rantin Inj 2 x

1(amp)

- Pct 500mg 3x1

- Ceftriaxon Inj

2x1gr

Page 15: Lapsus Tifoid

Suhu : 38,0 0 C

RR : 20 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-

Mulut : kering +

sianosis – lidah kotor +

Leher : kgb ttm

Tho : sn vesikuler, rh

-/-, wh -/-, BJ I-II reg,

m (-), gallop (-)

Abdomen : supel, nyeri

tekan (+) di Regio

epigastrium dan

kuadran kanan atas. bu

(+) 3x/menit

- Hepar ttm

- Lien ttm

Extremitas : akral

hangat

Lab

Leukosit 5300 /μL

Hb 12,7 g/dl

Ht 39%

Trombosit 152.000 /μL

22/9/2015 - Demam +

- Rasa tidak

enak di

perut

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

TD 110/70

Nadi : 80 x/m

Demam

tifoid

- IVFD RL 60cc/jam

- Rantin Inj 2 x

1(amp)

- Pct 500mg 3x1

- Ceftriaxon Inj

2x1gr

Page 16: Lapsus Tifoid

Suhu : 37,8 0 C

RR : 24 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-

Mulut : kering +

sianosis – lidah kotor -

Leher : kgb ttm

Tho : sn vesikuler, rh

-/-, wh -/-, BJ I-II reg,

m (-), gallop (-)

Abdomen : supel, nyeri

tekan (+) di Regio

epigastrium dan

kuadran kanan atas. bu

(+) 3x/menit

- Hepar ttm

- Lien ttm

Extremitas : akral

hangat

23/6/2013 - Demam –

- Rasa tidak

nyaman di

perut

berkurang

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

Nadi : 90 x/m

Suhu : 37 0 C

RR : 24 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-

Mulut : kering -/-

sianosis -/-

Demam

tifoid

- Cairan stop,

Venflon (+)

- Rantin Inj 2 x

1(amp)

- Pct 500mg 3x1

(jika demam >38)

- Ceftriaxon Inj

2x1gr

Page 17: Lapsus Tifoid

Leher : kgb ttm

Tho : sn vesikuler, rh

-/-, wh -/-, BJ I-II reg,

m (-), gallop (-)

Abdomen : supel, nyeri

tekan(-). bu (+)

3x/menit

- Hepar ttm

- Lien ttm

Extremitas : akral

hangat

- -

Page 18: Lapsus Tifoid

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan

oleh Salmonella typhii. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan

bakteremia tanpa keterlibatan struktur edotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus

mutiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan

Peyer’s patch. (1)

II.2 Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh oleh Salmonella enterica serevoar Typhi (S. Typhi),

bakteri gram-negatif. Bakteri ini merupakan famili Enterobacteriaciae. Bakteri ini

mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Bakteri ini

mempunyai antigen somatik (O) yng terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen Hd (H) yang

terdiri dari protein, dan envelope antigen Vi (K) yang terdiri dari polisakarida. Bakteri ini

mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari

dinding sel dan dinamakan endotoksin. (1,2)

Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid yang secara

patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan.

Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella paratyphi A dan jarang disebabkan oleh Salmonella

paratyphi B (Schotmulleri) dan Salmonella paratyphi C (Hirscfeldii). Rasio terjadinya

penyakit yang disebabkan oleh Salmonella thypi dan Salmonella parathypi adalah 10 :1,

meskipun infeksi Salmonella parathypi meningkat di beberapa bagian di dunia yang mana

belum jelas alasannya. (3)

Salah satu dari produk gen yang paling spesifik adalah kapsul polisakarida Vi

(virulensi), yang selalu ada sekitar 90% dari semua S. Thypi yang terisolasi dan memiliki efek

proteksi melawan aksi bakterisidal dalam serum pasien yang terinfeksi. Kapsul ini meupakan

bahan untuk pembuatan vaksin yang telah ada secara komersial.(3,4)

II.3 Epidemiologi

Demam tifoid masih merupakan penyakit endemis di berbagai negara yang sedang

berkembang. Diperkirakan lebih dari 21,7 juta kasus tifoid dan lebih dari 200.000 kematian

terjadi, yang sebagian besar terjadi di Asia. Selain itu, diperkirakan 5,4 juta kasus disebabkan

oleh paratifoid terjadi per tahunnya. Di negara yang berkembang, angka kejadian tifoid

Page 19: Lapsus Tifoid

900/100.000 per tahun. Studi berdasarkan populasi dari Asia Selatan menunjukkan bahwa

insidensi tifoid paling tinggi terjadi pada anak <5 tahun. Sedangkan umur penderita yang

terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91%. (3)

Salmonella typhi dapat hidup dalam tubuh manusia. Penderita demam tifoid akan

didapatkan Salmonella typhi dalam sirkulasi darah dan sistem gastrointestinal yang dapat

dieksresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja. Selain itu, ada sebagian orang

yang disebut karier (penderita tifoid yang telah sembuh namun tetap didapatkan bakteri

dalam tubuhnya) yang juga dapat mengeksresikannya dalam urin dan tinja. S. thypi hanya

dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan

pasteurisasi dan klorinasi (suhu 63oC). (1,5)

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui makanan atau

minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita, biasanya keluar bersama-

sama dengan tinja (melalui rute oral fekal). Di beberapa bagian negara, tiram dan kerang

yang dibudidayakan dalam air yang terkontaminasi oleh limbah juga merupakan salah satu

penyabab penularan.(1,3)

II.4 Patogenesis

Demam tifoid terjadi melalui masuknya Salmonella thypi bersama makanan atau

minuman ke dalam tubuh melalui mulut.(1)

Dosis infeksi pada pecobaan relawan didapatkan sekitar 105- 10 9 bakteri, dengan

periode inkubasi bervariasi dari 4 – 14 hari. Salmonella thypi harus melewati pertahanan

asam lambung untuk mencapai usus halus, suasana asam lambung (pH < 2) merupakan

mekanisme pertahanan yang penting. Keadaan-keadaan sepeti aklorhidiria karena faktor usia,

gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor H2, penghambat pompa proton, antasida

dalam jumlah yang besar, akan mengurangi dosis infeksi. (1,3)

Page 20: Lapsus Tifoid

Bakteri yang masih hdup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bila respon

imunitas humoral mukosa Ig A usus kurang baik, maka bakteri melekat pada mukosa dan

kemudian menginvasi mukosa usus halus. Sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s

patches, merupakan tempat internalisasi dari Salmonella typhi. Kemudian bakteri mencapai

folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar bening mesenterika, dan kemudian

melewati sirkulasi sistemik via limfatik yang mengakibatkan bakteremia pertama yang

biasanya asimtomatik dan hasil kultur darah biasanya negatif pada saat ini. Bakteri yang

terdapat di pembuluh darah menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi di jaringan sistem

retikuloendotelial (RES) terutama di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami

multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear (makrofag) di dalam folikel limfe, kelenjar

limfe mesenterika, hati, dan limpa.(1,3)

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan

oleh banyak dan virulensi kuman, serta respon imun host maka Salmonella typhi akan keluar

dari sel fagosit dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik (bakteremia

kedua) dengan disertai tanda tanda infeksi sistemik, seperti demam, malaise, dan nyeri perut.

Masa inkubasi biasanya 7 sampai 14 hari. Pada saat bakteremia terjadi, Salmonella thypi

dapat menyebar ke seluruh organ. Tempat paling sering untuk infeksi sekunder adalah hari,

limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches dari ileum terminal. Invasi

kandung empedu dapat terjadi secara langsung dari darah atau retrograde dari empedu.

Ekskresi organisme dari empedu dapat mengnvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan

melalui tinja.(1,3)

II.5 Manifestasi Klinis

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata rata antara 10

– 14 hari. Manifestasi klinis bervariasi dari gejala klinis ringan seperti demam yang tidak

terlalu tinggi, malaise, batuk kering sampai gejala klinis yang berat seperti nyeri perut dan

berbagai macam komplikasi. Variasi gejala ini disebabkan oleh lamanya sakit sebelum

mendapatkan terapi yang baik, pilihan antimikroba, pajanan sebelumnya atau riwayat

imunisasi, virulensi bakteri, banyaknya bakteri yang tertelan, dan status imunologi host.(1)

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam

pada demam tifoid biasanya naik perlahan lahan dan banyak orang tua yang melaporkan

bahwa demam lebih tinggi saat sore hari dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya.

Pada minggu kedua biasanya demam tinggi (390 C – 400 C)Pada demam sudah tinggi, pada

Page 21: Lapsus Tifoid

kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau

delirium atau penurunan kesadaran sampai koma. (1)

Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, mialgia,

nyeri perut, hepatosplenomegali, nausea, dan anoreksia. Gejala gastrointestinal pun

bervariasi. Pada anak, diare dapat terjadi pada stadium awal dan kemudian diikuti dengan

konstipasi. Pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan

ujungnya kemerahan (coated tongue). Pada anak Indonesia lebih banyak dijumpai

hepatomegali dibandingkan splenomegali. (1,3)

Pada 25% kasus, terdapat ruam makulopapular yang bewarna merah dengan ukuran 1-

5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstrimitas, dan punggung pada

orang kulit putih, namun tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini

muncul pada hari ke 7 – 10 dan bertahan selama 2 – 3 hari. Bradikardi reatif jarang dijumpai

pada anak. (3)

Jika tidak terjadi komplikasi, gejala klinis akan perlahan lahan menghilang dalam 2 sampai 4 minggu.(3,4)

Common clinical features of thypoid fever in children

Feature Rate (%)

High grade fever 95

Coated tongue 76

Anorexia 70

Muntah 39

Hepatomegali 37

Diare 36

Nyeri abdomen 29

Splenomegali 17

Konstipasi 7

Nyeri kepala 4

Tabel 1. Gejala Klinis Demam Tifoid

II.6 Komplikasi

Page 22: Lapsus Tifoid

Komplikasi dapat terjadi pada pasien sekitar 10% - 15% dan biasaya terjadi pada

pasien yang sudah sakit lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang paling sering biasanya

perdarahan gastrointestinal, perforasi usus halus, dan ensefalopati tifoid. (2)

Perdarahan gastrointestinal adalah yang paling sering, terjadi lebih dari 10%.

Perdarahan ini berasal dari erosi dari Peyer’s patch yang nekrosis yang menembus dinding

pembuluhd arah usus. Pada sebagian kasus, perdarahan minimal dan dapat diatasi tanpa

pemberian transfusi darah. (1,2)

Perforasi usus halus (biasanya ileum) merupakan komplikasi yang sangat serius, yang

terjadi pada 0,5% - 3% pasien. Pada perforasi usus halus ditandai dengan nyeri abdomen

lokal (biasanya pada kuadran kanan bawah). Kemudian diikuti muntah, nyeri pada perabaan

abdomen, defance muscular, dan munculnya gejala peritonitis lain. Komplikasi komplikasi

ini biasanya didahului oleh peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah, dan suhu.

Peningkatan dari hitung jenis leukosit (shift to left) dan adanya udara pada foto abdomen 3

posisi dapat ditemukan pada perforasi usus halus. (1,2)

Komplikasi neuropsikiatri jarang didapatkan pada demam tifoid anak. Sebagian besar

bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientasi, delirium, stupor, bahkan koma. Selain itu,

bisa juga bermanifestasi sebagai ataxia cerebelar ataxia, chorea, tuli, sindrom Guillain-barre.

Meskipun pasien dengan komplikasi neuropsikiatri bisa berakibat fatal, namun jarang yang

dilaporkan adanya sekuele. (1)

Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid ditandai

peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa disertai

kenaikan kadar transaminase, maupun kolesistitis akut dapat dijumpai, sedang kolesistitis

kronik yang terjadi pada penderita setelah mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan

adanya penderita karier. (3)

Relaps dapat terjadi pada 5-10% kasus demam tifoid, biasanya demam timbul kembali

dua sampai tiga minggu setelah masa resolusi. Pada umumnya, relaps lebih ringan

dibandingkan gejala demam tifoid sebelumnya dan lebih singkat.(3)

Sebagian pasien dengan demam tifoid, masih dapat mengeluarkan bakteri Salmonella

thypi melalui urin pada saat sakit maupun sembuh. Bila pasien sudah sembuh, hal ini disebut

pasien karier. Namun pada anak biasanya jarang terjadi. (3)

TABLE 2. IMPORTANT COMPLICATIONS

OF TYPHOID FEVER.

Page 23: Lapsus Tifoid

Abdominal

Gastrointestinal perforation

Gastrointestinal hemorrhage

Hepatitis

Cholecystitis (usually subclinical)

Cardiovascular

Asymptomatic electrocardiographic changes

Myocarditis

Shock

Neuropsychiatric

Encephalopathy

Delirium

Psychotic states

Meningitis

Impairment of coordination

Respiratory

Bronchitis

Pneumonia (Salmonella enterica serotype typhi,

Streptococcus pneumoniae)

Hematologic

Anemia

Disseminated intravascular coagulation

(usually subclinical)

Other

Focal abscess

Pharyngitis

Miscarriage

Relapse

Chronic carriage

Tabel 2. Komplikasi Demam Tifoid

II.7 Diagnosis

Page 24: Lapsus Tifoid

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan

gastrointestinal, dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini

maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid. Diagnosis devinitif

demam tifoid dapat ditegakkan dengan isolasi S. typhi dari darah atau dari lesi anatomi

lainnya. Hasil dari kultur darah positif pada 40-60% kasus demam tifoid pada minggu awal

perjalanan penyakit, dan kultur urin maupun feses positif setelah minggu pertama. Namun

biakan yang dilakukan pada urin dan fese, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan

spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil

positid didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif. (1)

Hasil dari laboratorium biasanya nonspesifik. Jumlah leukosit biasanya rendah,

namun jarang dibawah 3000/uL3. Trombositopeni sering dijumpai, kadang kadang

berlangsung selama beberapa minggu. (1)

Uji serologi Widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi

terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam

tifoid. Pemeriksaan ini memiliki sensitifitas dan spesifitas yang rendah bila di daerah endemis

karena dapat timbul positif palsu pada daerah endemis.. Di Indonesia pengambilan angka titer

O aglutinin > 1/40 dengan memakai uji Widal menunjukkan nilai ramal positif 96%. Banyak

tempat yang mengatakan jika titer O aglutinin sekali periksa > 1/200 atau pada titer sepasang

teradi kenaikan 4 kali maka diaganosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak

dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada

deteksi pembawa kuman S. typhi (karier). (1)

II.8 Diagnosis Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit dapat menjadi diagnosis

bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis akut, bronkitis, bronkopneumonia. Beberapa

penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti tuberkulosis, malaria,

bruselosis, dan infeksi virus seperti demam dengue, hepatitiss akut juga perlu dipikirkan. (1,3)

II.9 Penatalaksanaan

Pada area yang endemis, lebih dari 60-90% kasus demam tifoid dapat dirawat di

rumah dengan tirah baring dan antibiotik. Sedangkan untuk pasien yang dirawat di rumah

sakit, pemberian antibiotik yang baik, pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit, dan nutrisi

yang cukup serta observasi kemungkinan timbulnya kompikasi perlu dilakukan. Pengobatan

antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella

typhi berhubungan dengan keadaan bakteremia. (1)

Page 25: Lapsus Tifoid

Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita demam

tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama

10 – 14 hari atau sampai 5 -7 hari setelah demam turun, sedangkan pada kasus malnutrisi,

pengobatan dapat berlangsung hingga 21 hari. Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah

tingginya angka relaps dan karier. (1)

Akhir akhir ini cefixime oral 10 – 15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dpat diberikan

sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit < 2000/ ul atau dijjumpai resistensi

terhadap S.thypi. (1)

Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium , obtundasi, stupor, koma, pemberian

deksametason intravena (3 mg/kgBB diberikan dalam 30 menit untuk dosis awal,

dilanjutkand engan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping antibiotik yang memadai,

dapat menurunkan angka mortalitias dari 35%- 55% menjadi 10%. (1)

Demam tifoid dengan komplikasi perdarahan usus kadang kadang memerlukan

transfusi darah. Laparatomi harus segera dilakukan pada perforasi usus disertai penambahan

metronidazol dapat memperbaiki prognosis. Transfusi trombosit dianjurkan untuk

pengobatan trombositopenia yang dianggap cukup berat hingga menyebabkan perdarahan

saluran cerna pada pasien pasien yang masih dalam pertimbangan untuk dilakukan intervensi

bedah.(1)

Ampisilin atau amoksisilin dosis 40 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral ditambah

dengan probenecid 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral atau TMP-SMZ selama 4 – 6 minggu

memberikan angka kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit saluran empedu. Bla

terdapat kolelitiasis, pemberian antibiotik saja jarang berhasil, kolesistektomi dianjurkan

setelah pemberian antibiotik (ampisilin 200mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis IV selama 7 – 10

hari), setelah kolesistektomi dilanjutkan dengan amoksisilin 30 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis

peroral selama 30 hari. (1)

II.10 Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan

sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%

biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya kompikasi

mengakibatkan morboditas dan mortalitas yang tinggi. (1,3)

Walaupun mendapat terapi yang sesuai, relaps dapat timbul beberapa kali pad 2-4%

kasus. Individu yang mengeluarkan Salmonella thypi > 3 bulan setelah infeksi umumnya

menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada anak - anak rendah (<2% pada anak - anak

Page 26: Lapsus Tifoid

yang terinfeksi) dan meningkat sesuai usia. Karier urin kronis juga dapat terjadi pada individu

dengan skistosomiasis. (3)

II.11 Pencegahan

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan terinfeksi Salmonella thypi, maka

setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yag dikonsumsi.

Salmonella thypi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 570 C untuk beberapa menit

atau dengan proses iodinasi. (1)

Penurunan endemisitas suatu daerah juga tergantung pada baik buruknya pengadaan

sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap

higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid. (1)

Saat ini dikenal tiga mcam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi

kuman yang dimatikan, kuman hidup, dan komponen Vi dari Salmonella thypi. (1)

a. Kuman Hidup

Kuman whole cell tifoid parenteral pertama kali dikenakan pada tahun 1896.

Vaksin ini memberikan 51% - 88% perlindungan pada anak dan dewasa muda,

sampai lebih dari 12 tahun. (2)

Kekurangan utama dari vaksin ini adalah nyeri lokal dan bengkak. Selain itu

efek sistemik terjadi pada 25% - 50% pasien. (2)

b. Vaksin tifoid oral

Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella thypi gallur non

patogen yang telah dilemahkan. Kuman dalam vaksin akan mengalami siklus

pembelahan dalam usus dan dieliminasi dalam waktu 3 hari setelah pemakaiannya.

Respon imun pada vaksin ini termasuk sekretorik IgA. Secara umum efektifitas

vaksin oral sama degan vaksin parenteral yang diinaktivasi dengan pemanasan,

namun vaksin oral mempunyai reaksi samping lebih rendah. Vaksin tifoid oral dikenal

dengan nama Ty-21a.(6)

Vaksin ini direkomendasikan untuk anak umur 6 tahun atau lebih. Cara

pemberian 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari ke 1,3,dan 5, 1 jam sebelum makan.

Kapsul ke-4 pada hari ke-7 terutama bagi wisatawan. (6)

Page 27: Lapsus Tifoid

Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau

antimalaria yang aktif terhadap salmonella. Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun.

Daya proteksi vaksin ini hanya 50% - 80%. (6)

c. Vaksin polisakarida parenteral

Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman Salmonella

thypi, polisakarida 0,025 mg, fenol, dan larutan bufer yang mengandung natrium

klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan. (6)

Pemberian secara suntikan intramuskular atau subkutan pada daerah deltoid

atau paha, direkomendasikan untuk anak mulai umur 2 tahun atau pada traveler yang

mau berkunjung ke daerah endemis. Imunisasi ulangan tiap 3 tahun. (6)

Reaksi samping lokal berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri

otot, nausea, nyeri perut jarang dijumpai. Sangat jarang bisa terjadi reaksi alergi

berupa pruritus, ruam kulit, dan urtikaria. Daya proteksi 50% - 80%.(6)

DAFTAR PUSTAKA

Page 28: Lapsus Tifoid

1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Infeksi &Pediatri Tropis edisi

kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2012

2. Christopher P,Dougan G, White N,Farrar J.Review Article Thypoid Fever.The New

England Journal of Medicine.2002.p 1770-82

3. Kliegman,Stanton,Schor,Behrman,St Geme. Nelson Textbooxt of Pediatrics. Edisi

19.Philadelpia:Elsevier.2011.p954-58

4. Background Document :The diagnosis, Treatment, and Prevention of Thypoid

Fever.WHO.2003

5. Thypoid fever. 2013. Available at

http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/typhoid_fever/. Accesed in

April 7 2013

6. Gde R, Suyitno H, Rezeki S, Kartasasmita C, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman

Imunisasi di Indonesia. Edisi 4.Jakarta : Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

2011. Hal 364-66.