Lapsus Demam Tifoid

35
LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama :N Umur :32Tahun Jenis Kelamin :Perempuan Nomor RM :906748 Alamat :Todopulli III Tgl masuk RS :1 Agustus 2013 Ruangan :PerawatanV Kamar 505 RSI Faisal B. ANAMNESIS Anamnesis :Autoanamnesis Keluhan Utama :Demam Anamnesis terpimpin : - Demam dialami sejak ±1 minggu yang lalu SMRS bersifat terus-menerus di mana demam terasa meninggi saat sore atau malam hari. Demam menurun ketika mengonsumsi obat penurun demam dan naik kembali setelah reaksi obat habis.Menggigil (+). - Mual (+), muntah (+) frekuensi dua kali, isi sisa makanan. Air liur terasa kecut dan perut terasa kembung. Nyeri ulu hati (-). - Batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-) BAB :Biasa, warna kuning, Riwayat BAB encer (-) BAK :Kesan lancar, warna kuning 1

Transcript of Lapsus Demam Tifoid

Page 1: Lapsus Demam Tifoid

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

• Nama :N

• Umur :32Tahun

• Jenis Kelamin :Perempuan

• Nomor RM :906748

• Alamat :Todopulli III

• Tgl masuk RS :1 Agustus 2013

• Ruangan :PerawatanV Kamar 505 RSI Faisal

B. ANAMNESIS

Anamnesis :Autoanamnesis

Keluhan Utama :Demam

Anamnesis terpimpin :

- Demam dialami sejak ±1 minggu yang lalu SMRS bersifat terus-menerus

di mana demam terasa meninggi saat sore atau malam hari. Demam

menurun ketika mengonsumsi obat penurun demam dan naik kembali

setelah reaksi obat habis.Menggigil (+).

- Mual (+), muntah (+) frekuensi dua kali, isi sisa makanan. Air liur terasa

kecut dan perut terasa kembung. Nyeri ulu hati (-).

- Batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-)

BAB :Biasa, warna kuning, Riwayat BAB encer (-)

BAK :Kesan lancar, warna kuning

RPS :

– Riwayat konsumsi obat penurun demam (+)

– Riwayat orang sekitar menderita hal yang sama (-)

– Riwayat sering terlambat makan (+) serta napsu makan menurun sejak sakit.

– Riwayat bepergian ke Toraja sebelum sakit dan melakukan aktivitas

melelahkan (+).

– Riwayat hipertensi (-), DM (-), sakit jantung (-).

1

Page 2: Lapsus Demam Tifoid

C. STATUS PRESENT

- Sakit Sedang

- Status Gizi

BB :50Kg

TB : 155 cm

IMT :20,8 Kg/m2(Normal)

- Composmentis

D. TANDA VITAL

– Tekanan darah : 120/80 mmHg

– Nadi (arteri radialis) :74 x/menit, reguler

– Pernapasan :24 x/menit, tipe thorakoabdominal.

– Suhu axilla : 37,80C

E. PEMERIKSAAN FISIS

- Kepala

Ekspresi :biasa

Simetris muka :simetris kiri = kanan

Deformitas : (-)

Rambut :hitam, mudah dicabut

- Mata

Eksoptalmus/Enoptalmus : (-), gerakan : dalam batas normal

Tekanan bola mata :dalam batas normal

Kelopak mata :dalam batas normal

Konjungtiva : Anemis (+)

Sklera : Ikterus (-)

Kornea : Refleks (+)

2

Page 3: Lapsus Demam Tifoid

Pupil :Isokor 2,5 mm, refleks cahaya (+)

- Telinga

Tophi : (-)

Nyeri tekan mastoideus : (-)

Pendengaran :Tinnitus (-), otore (-)

- Hidung

Perdarahan : (-)

Sekret : (-)

- Mulut

Bibir :Kering (+), pecah-pecah (+), sianosis (-)

Gigi geligi : tidak dilakukan pemeriksaan

Gusi : perdarahan (-)

Tonsil : hiperemis (-), pembesaran (-)

Farings : hiperemis (-)

Lidah :kotor (+)

- Leher

Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

DVS : R-2 cmH2O

Pembuluh darah : bruit (-)

Kaku kuduk : (-)

Tumor : (-)

- Thorax

Inspeksi : Simetris kiri = kanan

Palpasi : MT (-), NT (-), VF : kiri = kanan

Perkusi : Sonor kiri = kanan

Auskultasi : BP : vesikuler

BT : Rh : -/- Wh : -/-

3

Page 4: Lapsus Demam Tifoid

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi :Pekak, batas jantung kiri ICS V linea medioclavicularis sinistra, batas jantung kanan linea parasternalis kanan.

Auskultasi :Bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)

Abdomen

Inspeksi :Datar, ikut gerak nafas

Palpasi : nyeri tekan epigastrium(-).

Hatitidak teraba, limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba.

Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

- Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Anus dan Rectum :Tidak dilakukan pemeriksaan

- Ekstremitas :

Edema (-/-)

Eritema palmaris (-/-)

Spider nevi (-)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin (01/08/2013)

o RBC :4,07x106/ul↓

o WBC :8,4x103/ul

o HGB :7,6 g/dl↓

o HCT :27,7 %↓

o MCV :68,1 fL

4

Page 5: Lapsus Demam Tifoid

o MCH :21,4 pg

o MCHC: 31,4 g/dl

o PLT :201x103/ul

o NEU : 72 %

Kimia Klinik (01/08/2013)

o Albumin : 4 g/dl

o Globulin : 1,7 g/dl

o SGOT : 26 U/I

o SGPT :53 U/I

o GDS :93 mg/dl

o Ureum :22 mg/dl

o Kreatinin :1,1 mg/dl

o Protein total :4,9 g/dl ↓

Elektrolit Darah(01/08/2013)

o Natrium : 139

o Kalium : 3,2 ↓

o Klorida : 99

5

Page 6: Lapsus Demam Tifoid

Pemeriksaan penunjang lainnya :

- Urin rutin: (01/08/2013)

Warna : Kuning

pH : 7

Bj :1,010

Protein : negatif

Glukosa : negatif

Bilirubin : negatif

Urobilinogen : negatif

Badan keton : negatif

Lekosit : negatif

- Gambaran darah tepi: (01/08/2013)

Eritrosit : mikrositik hipokorom

Leukosit : jumlah cukup

Trombosit : jumlah cukup, morfologi normal

- Malaria mikroskopik: (01/08/2013)

Malaria mikroskopik (DDR) : negatif

- Tes Widal: (01/08/2013)

Salmonella typhi : H 1/320

Salmonella Part A : negatif

Salmonella Part B : HB 1/320

Salmonella Part C : OC 1/320

- IgM Salmonella (TP Semikuantitatif): (01/08/2013)

IgM Salmonella : +8

6

Page 7: Lapsus Demam Tifoid

DIAGNOSIS SEMENTARA

• Demam Tifoid

G. PENATALAKSANAAN AWAL

IVFD NaCl 0,9% : Dextrose 5% (1:1) = 30 tetes per menit

Ceftriaxone injeksi 2 gram/24 jam/hari

Sistenol 3 x 500 mg jika demam

Ranitidin ampul jika perlu

Ondansetron ampul jika perlu

TANGGAL

JAMPERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

01/08/2013

T: 120/80

N: 74 x/i

P: 24 x/i

S: 37,8 C

S: - Demam (+), menggigil (-) - Nyeri kepala (+), seperti

berputar dan perasaan lemasO:

- Anemia (+), ikterus (-), lidah kotor (+)

- Bp: vesikuler BT : Rh -/- Wh -/-, BJ I/II murni reguller BT:(-)

- peristaltik (+) kesan normal, nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+) frekuensi 2 kali isi sisa makanan, perut kembung

P/

- IVFD NaCl 0,9%: Dextrose 5% = 1:1 = 30 tetes per menit

- Sistenol 3 x 1 jika demam

- Injeksi Ceftriaxone 2 gr/24 jam/IV (1)

- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam/IV

- Injeksi Ondansetron 1 amp/8 jam/IVkalau

7

Page 8: Lapsus Demam Tifoid

(+).

Hepar : tidak teraba

- ekstremitas: edema -/-

- IgM Salmonella : +8

HGB : 7,6g/dL

RBC : 4,07x106/ul ↓

WBC : 8400/uL

Ureum : 22 m/dL

Kreatinin : 1,1 mg/dL

GOT : 26 U/L

GPT : 53 U/L

Natrium : 139 mmol/l

Kalium : 3,2 mmol/l ↓

Klorida : 99 mmol/l

A:- Demam tifoid- Anemia ec suspek penyakit

kronik dd/ suspek defisiensi besi

- Dyspepsia- Hipokalemia

perlu

Koreksi Kalium:

(4 – 3,2) x 40 x 0,3

25

= 0,384 flacon

02/08/2013

T: 120/80

N: 80 x/i

P: 24 x/i

S: 37,8 C

S: - Demam (+), menggigil (-) - Nyeri kepala (+), seperti

berputar dan perasaan lemasO:

- Anemia (+), ikterus (-), lidah kotor (+)

- Bp: vesikuler BT : Rh -/- Wh

P/

- IVFD NaCl 0,9%: Dextrose 5% = 1:1 = 30 tetes per menit

- Injeksi Ceftriaxone 2 gr/24 jam/IV (2)

- Injeksi Ranitidin 1

8

Page 9: Lapsus Demam Tifoid

-/-, BJ I/II murni reguller BT:(-)

- peristaltik (+) kesan normal, nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+) frekuensi 2 kali isi sisa makanan, perut kembung (+).

Hepar : tidak teraba

- ekstremitas: edema -/-

A:- Demam tifoid- Anemia ec suspek penyakit

kronik dd/ suspek defisiensi besi

- Dyspepsia- Hipokalemia

ampul/12 jam/IV

- Injeksi Ondansetron 1 amp/8 jam/IV kalau perlu

- Sistenol tablet 3 x 1 kalau perlu

Koreksi kalium

03/08/2013

T: 120/80

N: 74 x/i

P: 20 x/i

S: 37,7 C

S: - Demam (+), menggigil (-) - Nyeri kepala (+), seperti

berputar dan perasaan lemasO:

- Anemia (+), ikterus (-), lidah kotor (+)

- Bp: vesikuler BT : Rh -/- Wh -/-, BJ I/II murni reguller BT:(-)

- peristaltik (+) kesan normal, nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+) frekuensi 2 kali isi sisa makanan, perut kembung (+).

Hepar : tidak teraba

- ekstremitas: edema -/-

P/

- IVFD NaCl 0,9%: Dextrose 5% = 1:1 = 30 tetes per menit

- Injeksi Ceftriaxone 2 gr/24 jam/IV (3) dalam NaCl 0,9% 100 cc piggy back = 12 tetes per menit

- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam/IV

- Injeksi Ondansetron 1 amp/8 jam/IV kalau perlu

- Sistenol tablet 3 x 1 kalau perlu

9

Page 10: Lapsus Demam Tifoid

A:- Demam tifoid- Anemia ec suspek penyakit

kronik dd/ suspek defisiensi besi

- Dyspepsia- Hipokalemia

Koreksi kalium

04/08/2013

T: 120/80

N: 72 x/i

P: 22 x/i

S: 37C

S:- Demam (-), menggigil (-)- Nyeri ulu hati (+)

O:- Anemia (+), ikterus (-), lidah

kotor (+)

- Bp: vesikuler BT : Rh -/- Wh -/-, BJ I/II murni reguller BT:(-)

- peristaltik (+) kesan normal, mual (+), muntah (-)

Hepar tidak teraba.

- ekstremitas: edema -/-

- Hb = 8,7 g/dL

WBC = 9560/uL

PLT = 401000/uL

Elektrolit darah normal

Ferritine = 56,55

Tes Widal (+)

Salmonella typhi: H 1/320

Salmonella Part A: negatif

Salmonella Part B: HB 1/320

Salmonella Part C: OC 1/320

P/

- IVFD NaCl 0,9%: Dextrose 5% = 1:1 = 30 tetes per menit

- Injeksi Ceftriaxone 2 gr/24 jam/IV (3) dalam NaCl 0,9% 100 cc piggy back = 12 tetes per menit

- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam/IV

- Injeksi Ondansetron 1 amp/8 jam/IV kalau perlu

- Sistenol tablet 3 x 1 kalau perlu

10

Page 11: Lapsus Demam Tifoid

Fe = 33 ↓

TiBC = 394 ↑

PT = 10,8 kontrol 10,4

APTT = 22,8 kontrol 24,9

- Gambaran darah tepi kesan anemia mikrositik hipokrom suspek kausa defisiensi besi

A:- Demam tifoid- Anemia ec suspek penyakit

kronik dd/ suspek defisiensi besi

- Dyspepsia05/08/2013

T: 120/80

N: 72 x/i

P: 20 x/i

S: 36,8C

S: Demam (-), menggigil (-)

O:- Anemia (+), ikterus (-), lidah

kotor (+) ↓

- Bp: vesikuler BT : Rh -/- Wh -/-, BJ I/II murni reguller BT:(-)

- peristaltik (+) kesan normal, nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (-)

Hepar tidak teraba

- ekstremitas: edema -/-

A:- Demam tifoid- Anemia ec suspek penyakit

kronik dd/ suspek defisiensi besi

- Dyspepsia

P/

- IVFD NaCl 0,9%: Dextrose 5% = 1:1 = 30 tetes per menit

- Injeksi Ceftriaxone 2 gr/24 jam/IV (3) dalam NaCl 0,9% 100 cc piggy back = 12 tetes per menit

- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam/IV

- Injeksi Ondansetron 1 amp/8 jam/IV kalau perlu

- Sistenol tablet 3 x 1 kalau perlu

11

Page 12: Lapsus Demam Tifoid

06/08/2013

T: 120/80

N: 74 x/i

P: 20 x/i

S: 36,5C

S:- Demam (-)- Nyeri ulu hati (+)

O:- Anemia (+), ikterus (-)

- Bp: vesikuler BT : Rh -/- Wh -/-, BJ I/II murni reguller BT:(-)

- peristaltik (+) kesan normal, mual (+), muntah (-)

Hepar tidak teraba

- ekstremitas: edema -/-

A:- Demam tifoid- Anemia ec suspek penyakit

kronik dd/ suspek defisiensi besi

- Dyspepsia

P/

- IVFD NaCl 0,9%: Dextrose 5% = 1:1 = 30 tetes per menit

- Levofloxacin tablet 1 – 0 - 0

- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam/IV

- Injeksi Ondansetron 1 amp/8 jam/IV kalau perlu

- Sistenol tablet 3 x 1 kalau perlu

07/08/2013

T: 120/80

N: 74 x/i

P: 20 x/i

S: 36,5C

S:- Demam (-)- Nyeri ulu hati (+)

O:- Anemia (-), ikterus (-)

- Bp: vesikuler BT : Rh -/- Wh -/-, BJ I/II murni reguller BT:(-)

- peristaltik (+) kesan normal, mual (+), muntah (-)

Hepar tidak teraba

- ekstremitas: edema -/-

A:- Demam tifoid

P/

- IVFD NaCl 0,9%: Dextrose 5% = 1:1 = 30 tetes per menit

- Levofloxacin tablet 1 – 0 - 0

- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam/IV

- Injeksi Ondansetron 1 amp/8 jam/IV kalau perlu

- Sistenol tablet 3 x 1 kalau perlu

12

Page 13: Lapsus Demam Tifoid

- Dyspepsia08/08/2013

T: 120/80

N: 82 x/i

P: 20 x/i

S: 36,5C

S:- Demam (-)- Nyeri ulu hati (-)

O:- Anemia (-), ikterus (-), lidah

kotor (-)

- Bp: vesikuler BT : Rh -/- Wh -/-, BJ I/II murni reguller BT:(-)

- peristaltik (+) kesan normal, mual (-), muntah (-)

Hepar tidak teraba

- ekstremitas: edema -/-

A:- Demam tifoid

P/

- IVFD NaCl 0,9%: Dextrose 5% = 1:1 = 30 tetes per menit

- Levofloxacin tablet 1 – 0 - 0

- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam/IV

- Injeksi Ondansetron 1 amp/8 jam/IV kalau perlu

- Sistenol tablet 3 x 1 kalau perlu

RESUME

Seorang perempuan,32 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam

yang dialami sejak ± 1 minggu SMRS,bersifat terus-menerus di mana demam terasa

meninggi saat sore atau malam hari.Demam menurun ketika mengonsumsi obat

penurun demam dan naik kembali setelah reaksi obat habis. Tidak menggigil.

Ada mual dan ada muntah, frekuensi dua kali, isi sisa makanan. Air liur terasa

kecut dan perut terasa kembung. Tidak ada nyeri ulu hati.

Ada riwayat mengonsumsi obat penurun demam. Tidak ada riwayat orang

sekitar menderita hal yang sama. Ada riwayat sering terlambat makan serta napsu

makan menurun sejak sakit. Ada riwayat bepergian ke Toraja sebelum sakit dan

melakukan aktivitas melelahkan.

13

Page 14: Lapsus Demam Tifoid

Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit sedang, gizi cukup, composmentis.

Tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi: 74 x/menit, reguler Pernapasan : 24 x/menit,

tipe thoracoabdominal, suhu axilla: 37,80C. Ada anemia,nyeri ulu hati tidak ada,

hepar tidak teraba.

Hasil pemeriksaan laboratorium:HGB = 8,7 g/dL, WBC = 9560/uL, ureum =

22 mg/dL, kreatinin = 11 mg/dL, GOT = 26 U/L, GPT = 53 U/L, protein total = 4,9

gr/dL, albumin = 4 gr/dL, globulin = 1,7 gr/dL, IgM Salmonella = +8, natrium = 139,

kalium = 3,2, klorida = 99.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang maka

pasien ini kami diagnosis demam tifoid dengan anemia ec suspek penyakit kronik dd

defisiensi besi dan dyspepsia disertai hipokalemia.

DISKUSI

Pasien masuk dengan keluhan utama demam. Banyak penyakit yang dapat

menimbulkan demam, antara lain demam tifoid, demam berdarah, malaria,

tuberkulosis, dan masih banyak lagi. Pada kasus ini, demam disebabkan oleh bakteri

Salmonella typhiberdasarkan: pasien mengalami keluhan demam yang dialami sejak

± 1 minggu SMRS,bersifat terus-menerus di mana demam terasa meninggi saat sore

atau malam hari. Demam menurun ketika mengonsumsi obat penurun demam dan

naik kembali setelah reaksi obat habis. Tidak menggigil. Ada mual dan ada muntah,

frekuensi dua kali, isi sisa makanan. Air liur terasa kecut dan perut terasa kembung.

Tidak ada nyeri ulu hati. Ada riwayat mengonsumsi obat penurun demam. Tidak ada

riwayat orang sekitar menderita hal yang sama. Ada riwayat sering terlambat makan

serta napsu makan menurun sejak sakit. Ada riwayat bepergian ke Toraja sebelum

sakit dan melakukan aktivitas melelahkan. Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit

sedang, gizi cukup, composmentis. Tekanan darah = 120/80 mmHg, nadi = 74

x/menit, regular. Pernapasan = 24 x/menit, tipe thoracoabdominal, suhu axilla =

37,80C. Ada anemia, nyeri ulu hati tidak ada, hepar tidak teraba. Hasil pemeriksaan

14

Page 15: Lapsus Demam Tifoid

laboratorium: HGB = 8,7 g/dL, WBC = 9560/uL, ureum = 22 mg/dL, kreatinin = 11

mg/dL, GOT = 26 U/L, GPT = 53 U/L, protein total = 4,9 gr/dL, albumin = 4 gr/dL,

globulin = 1,7 gr/dL, IgM Salomonella = +8, natrium = 139, kalium = 3,2, klorida =

99.

Diagnosis pasti ditegakkan melalui Tes Widal untuk menemukan bakteri

Salmonella typhi. BerdasarkanKeputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam

Tifoid,demam tifoiddapat ditegakkan pada pasien apabila terdapat gejala klinis yang

lengkap atau hampir lengkap serta didukung oleh hasil laboratorium yang

menunjukkan tifoid: Demam, sakit kepala, kelemahan, nausea, nyeri abdomen,

anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal, insomnia, hepatomegali, splenomegali,

penurunan kesadaran, bradikardi relatif, dan feses berdarah serta pemeriksaan

laboratorium berupa Tes Widal.1

Berdasarkan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien terdapat hasil

positif untuk pemeriksaan Tes Widal yang menunjukkan adanya reaksi antigen

dengan aglutinin yang merupakan antibodi spesifik terhadap komponen basil

Salmonella di dalam darah manusia. 1

Kadar sel darah merah dan hemoglobin menurun karena bakteri Salmonella

menggunakan besi untuk kebutuhan hidupnya sehingga pada penderita bisa terjadi

anemia defisiensi besi.2 Apalagi ditambah dengan penurunan napsu makan penderita

sehingga asupan zat besi ke dalam tubuh berkurang.

Nilai hematokrit sendiri menurun karena perbandingan jumlah sel darah merah

dalam cairan secara keseluruhan menurun.3

Protein total menurun disebabkan oleh stres metabolik yang terjadi di mana

diakibatkan oleh infeksi akut dari Salmonella typhi.4 Stres metabolik ini berupa

peningkatan metabolisme basal hingga 40 – 50 % dari normalnya.5

15

Page 16: Lapsus Demam Tifoid

Hipokalemia disebabkan oleh muntah yang terjadi pada pasien sehingga terjadi

pengeluaran kalium yang berlebihan.6

Pasien diberikan terapi farmakologi berupa IVFD NaCl 0,9% : Dextrose 5%

(1:1) = 30 tetes per menit, Ceftriaxone injeksi 2 gram/24 jam/hari, Sistenol 3 x 500

mg jika demam. Ranitidin ampul bila perlu, dan Ondansetron ampul bila perlu.

Setelahdiberikan terapi ini, demam dan perasaan kembung pada perutyang dialami

pasien berkurang pada hari kedua perawatan.

Pemberian cairan NaCL 0,9% dan Dextrose 5% dimaksud untuk menjaga

asupan cairan dan juga nutrisi pasien yang tampak lemah, muntah, dan juga

kehilangan nafsu makan.

Ceftriaxonemerupakan antibiotik spektrum luas yang memiliki efek antibakteri

terhadap kuman gram positif dan negatif, termasuk Salmonella typhi.7 Efek samping

yang paling sering adalah rasa hangat di sekitar tempat injeksi, sakit kepala,

berkeringat, dan diare.8 Ceftriaxone memiliki waktu paruh berkisar 6 hingga 8 jam di

dalam tubuh dan sangat cocok untuk pemberian dosis dalam sehari. Selain itu,

Ceftriaxone dapat mengurangi waktu terapi hingga 5 hari di rumah sakit sehingga

lebih menghemat biaya perawatan. Penggunaan Kloramfenikol dapat menekan

sumsum tulang belakang. Dengan menggunakan Ceftriaxone, pencegahan relaps

setelah dinyatakan sembuh terhadap pasien lebih baik daripada Kloramfenikol.9

Paracetamol atau Sistenol adalah antipiretik yang digunakan untuk mengurangi

demam atau merupakan terapi simptomatik juga bisa meredakan nyeri kepala yang

diderita oleh pasien.10

Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 yang digunakan untuk terapi

dyspepsia di mana golongan ini bekerja mengurangi asam lambung yang

menyebabkan perut penderita terasa kembung.11

Ondansetron adalah obat yang berasal dari golongan antagonis serotonin 5-

HT3. Reseptor 5-HT3 terletak di nervus vagal, neuron enterik di traktus

16

Page 17: Lapsus Demam Tifoid

gastrointestinal, dan berpusat di otak di daerah yang dinamakan CTZ (Chemoreceptor

Trigger Zone). Ondansentron digunakan sebagai antiemetik.12

PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN

Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh Samonella typhi. Tanda

klinis klasik yang muncul pada penderita berupa demam, malaise, nyeri perut, dan

konstipasi. Demam tifoid yang tidak segera ditangani akan memberat dan

mengakibatkan delirium, perdarahan intestinal, perforasi usus, dan kematian dalam

jangka waktu 1 bulan.13

II. ETIOLOGI

Basil penyebab tifoid adalah Salmonella typhi dan paratyphi dari genus

Salmonella. Basil ini adalah gram negatif, bergerak, tidak berkapsul, tidak

membentuk spora, tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob dan anaerob fakultatif.

Ukuran antara 2 – 4 x 0,6 mikrometer. Suhu optimum untuk tumbuh adalah 37°C

dengan pH antara 6 – 8.1

17

Page 18: Lapsus Demam Tifoid

Tabel 1.Salmonella typhi14

III. PATOFISIOLOGI

Transmisi dari Salmonella typhi tidak ada yang berasal dari nonmanusia.

Adapun cara transmisi dari bakteri ini adalah melalui transmisi oral melewati

makanan dan juga urin yang sudah terkontaminasi serta tanpa sengaja disentuh oleh

tangan yang kemudian masuk ke dalam mulut ketika pemilik tangan makan tanpa

membersihkan tangannya terlebih dahulu.13

Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui mekanisme yang sebenarnya

tidak dapat dikatakan mudah. Sel patogen yang berasal dari bakteri ini akan

dihancurkan atau dimakan oleh sel fagosit tubuh. Yang berhasil lolos akan masuk ke

dalam mukosa saluran cerna di mana pada bagian lamina propria akan berjumpa

dengan makrofag. Salmonella typhi masuk ke sistem tubuh host melalui distal ileum.

Makrofag mendeteksi Salmonella typhi sebagai bagian patogen dengan mengetahui

adanya flagella dan lipopolisakarida. Bakteri yang tadi sudah berada di dalam

makrofag kemudian dibawa ke plak peyeri distal ileum dan berikutnya ke kelenjar

getah bening mesenterika.Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang

terdapatdidalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan

bakterimiapertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ

retikuloendotelial tubuhterutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman

meninggalkan sel-sel fagosit dankemudian berkembang biak diluar sel atau ruang

sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan

18

Page 19: Lapsus Demam Tifoid

bakteremia yang kedua kalinya dengandisertai tanda-tanda dan gejala penyakit

infeksi sistemik.13

IV. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko yang cukup berperan dalam terjadinya demam tifoid adalah

penurunan asam lambung sehingga memungkinkan bakteri tetap hidup dan infeksi

HIV/AIDS yang menurunkan imunitas tubuh.13 Selain itu, higiene perorangan yang

rendah, higiene makanan serta minuman yang rendah, sanitasi lingkungan yang

kumuh, penyediaan air bersih yang tidak memadai, jamban yang tidak memenuhi

syarat, pasien yang tidak diobati dengan sempurna, dan belum membudayanya

imunisasi untuk tifoid.1

V. EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi dari penyakit ini berupa penyebaran yang bersifat global dengan

insiden terbanyak berada di daerah dengan sanitasi buruk di mana 80% kasus berada

di Bangladesh, Cina, India, Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan, dan Vietnam. Sejauh ini

demam tifoid sudah menginfeksi 21,6 juta orang dan membunuh 200.000 orang

setiap tahunnya. Penyakit ini menyerang siapapun tanpa memandang ras. Menurut

penelitian, 54% dari penderita adalah pria di mana usia terbanyak yang menderita

berkisar usia anak-anak hingga dewasa muda.13

VI. GEJALA KLINIS

19

Page 20: Lapsus Demam Tifoid

Dengan pengobatan antibiotik yang tepat, demam tifoid biasanya hanya

membutuhkan perawatan enam hari di rumah sakit. Adapun gejala yang ditimbulkan

dari penyakit ini berupa demam satu hingga dua minggu di mana demam bersifat

terus-menerus dan terutama naik saat sore hingga malam hari dan sedikit menurun

ketika pagi tiba.13

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala

serupa infeksi akut pada umumnya yaitu

1. Demam sekitar interminten/remiten

2. Lidah kotor, mulut kering, mual muntah

3. Gambaran gejala saluran nafas atas

4. Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah

5. Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/

hepatomegali

6. Raseola mungkin ditemukan

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa:13

1. Demam kontinyu

2. Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8

kali permenit)

3. Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung

4. Hepatomegali dan splenomegali,

5. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan

kehilangan nafsu makan

6. Nyeri, distensi perut, meteorismus

Pada minggu ketiga dapat ditemukan gejala antara lain:13

1. Suhu turun jika berhasil diobati tanpa komplikasi

2. Jika keadaan memburuk:

a. Disorientasi, bingung, insomnia,

b. Komplikasi perdarahan dan perforasi.

20

Page 21: Lapsus Demam Tifoid

VII. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Penegakkan diagnosis pada penyakit ini didapatkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Namun, diagnosis pasti dapat

ditegakkan melalui hasil kultur darah. Hasil kultur darah penderita memberikan hasil

positif sekitar 85 – 90% selama minggu pertama. Polymerase Chain Reaction (PCR)

memberikan sensitivitas 82,7% dan spesifitas 100% terhadap penegakkan diagnosis

demam tifoid dengan mengombinasikan tes darah dan urin. Tes identifikasi antibodi

atau antigen Salmonella dapat mendukung diagnosis demam tifoid. Tes Widal juga

dapat digunakan untuk melihat terjadinya aglutinasi antibodi dan antigen Salmonella

typhi. Pemeriksaan tambahan lainnya berupa radiologi digunakan hanya untuk

mendeteksi apakah sudah terjadi perforasi atau abses di hati atau tempat lainnya.13

Pada gambaran darah tepi dapat terjadi leukopenia yang disebabkan oleh depresi

sumsum tulang yang disebabkan oleh endotoksin. Pada biakan darah akan dihasilkan

kuman yang tumbuh tanpa meragikan laktosa, gram negatif, dan menunjukkan gerak

positif. Pada biakkan bekuan darah pada kaldu empedu diperoleh hasil positif

sedangkan pada biakan tinja akan menunjukkan hasil positif selama pasien masih

sakit. 1

VIII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dari demam tifoid adalah sebagai berikut:1

1. Tirah baring untuk mencegah perdarahan dan perforasi.

2. Nutrisi di mana penderita harus memperoleh cairan yang cukup.

3. Diet yang mengandung kalori dan protein yang cukup.

4. Terapi simptomatik berupa pemberian antipiretik, antiemetik, dan vitamin bila

perlu.

5. Pemberian antibiotik

21

Page 22: Lapsus Demam Tifoid

Tabel 2. Pemberian Antibiotik pada Demam Tifoid1

22

Page 23: Lapsus Demam Tifoid

IX. PENCEGAHAN

Pencegahan yang dapat dilakukan perbaikan sanitasi lingkungan, peningkatan

higiene makanan serta minuman, peningkatan higien per individu, dan pencegahan

dengan imunisasi.1

X. KOMPLIKASI

Komplikasi dari demam tifoid berupa terjadinya perforasi atau perdarahan

pada traktus gastrointestinal dan biasanya hal seperti ini ditangani melalui bedah.1,13

XI. PROGNOSIS

Prognosis dari demam tifoid adalah berdasarkan dari cepat atau lambatnya

penanganan serta penggunaan antibiotik yang tepat.13

23

Page 24: Lapsus Demam Tifoid

DAFTAR PUSTAKA

1. Siti FS. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

364/MENKES/SK/V/2006 Tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.

Jakarta: 2006.

2. Prasanna P. Coinfection of typhoid and malaria. Journal of Medical

Laboratory and Diagnosis. Vol. 2(3). Hal 22-26. India: VSS Medical College;

2011.

3. Todd G. Hematocrit. Amerika: US National Library of Medicine; 2012. Dapat

diakses di http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003646.htm.

Diakses 24 Maret 2013.

4. Mohammad K, Yacoob C, Catherine C, Adriaan WS. Risk Factors Predicting

Complication in Blood Culture-proven Thypoid Fever in Adults.

Scandinavian Journal of Infectious Disease. Ed 32. Hal 201-205. Skandinavia:

2011.

5. Michael CP, William RB. Metabolic Effects of Infection on Protein and

Energy Status. American Society for Nutritional Sciences. 2003.

6. Rismawati Y, Ira F. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium

dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas.

2012.

7. Yurita H. Pengobatan Penderita Demam Tifoid Dengan Seftriakson Atau

Kloramfenikol di Rumah Sakit Swasta Tangerang. Bina Widya. Vol. 22. No.

4. Hal 20-204. Jakarta; 2011.

8. 8. The American Society of Health-System Pharmacists. Ceftriaxone

Injection. Maryland. 2013. Dapat diakses di

24

Page 25: Lapsus Demam Tifoid

9. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a685032.html. Diakses

24 Maret 2013.

10. Islam, Butler, Kabir, Alam. Treatment of Typhoid Fever with Ceftriaxone for

5 Days or Chloramphenicol for 14 Days: a Randomized Clinical Trial.

Antimicrobial Agents and Chemotherapy. Vol. 37. No. 8. Hal 1572-1575.

Bangladesh: 1993.

11. Harshal N. Typhoid Fever Treatment – Effective Measures For Recovery.

Nagpur. 2013. Dapat diakses di http://www.zipheal.com/typhoid/typhoid-

fever-treatment/3763. Diakses 24 Maret 2013.

12. Tim K. Non-ulcer Functional Dyspepsia. Egton Medical Information Systems

Limited. United Kingdom. 2011. Dapat diakses di

http://www.patient.co.uk/health/Dyspepsia-Non-ulcer-(Functional).htm.

Diakses 24 Maret 2013.

13. Meshael BW, Dimath AY, Sarah AG, Lina B. Serotonin receptors antagonists

as antiemetics. Department of Pharmacology Collage of Medicine King Saud

University. Arab Saudi.

14. John LB. Typhoid Fever. Medscape. 2012. Dapat diakses di

http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview. Diakses 24 Maret

2013.

15. Kenneth Todar. Todar’s Online Textbook of Bacteriology. Wisconsin. 2012.

25