Lapsus Demam Tifoid

54
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada tahun 1829 Pierre Louis (Prancis) mengeluarkan istilah typhoid yang berarti seperti tifus. Baik kata typhoid maupun tyfus berasal dari kata Yunani tyfos. Terminology ini dipakai pada penderita yang menderita demam disertai kesadaran yang terganggu. Baru pada tahun 1837 William Word Gerhard dari Philadelpia dapat membedakan typhoid dan tyfus. Pada tahun 1880 Eberth menemukan Bacillus Typhosus pada sediaan histologi yang berasal dari kelenjer limfe mesentarial dan limfa. Pada tahun 1884 Gaffky berhasil membiakkan Salmonella Typhi dan memastikan bahwa penularannya melalui air dan bukan udara. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam 1

description

Lapsus Demam Tifoid

Transcript of Lapsus Demam Tifoid

Page 1: Lapsus Demam Tifoid

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada tahun 1829 Pierre Louis (Prancis) mengeluarkan istilah typhoid

yang berarti seperti tifus. Baik kata typhoid maupun tyfus berasal dari kata

Yunani tyfos. Terminology ini dipakai pada penderita yang menderita demam

disertai kesadaran yang terganggu. Baru pada tahun 1837 William Word

Gerhard dari Philadelpia dapat membedakan typhoid dan tyfus. Pada tahun

1880 Eberth menemukan Bacillus Typhosus pada sediaan histologi yang

berasal dari kelenjer limfe mesentarial dan limfa. Pada tahun 1884 Gaffky

berhasil membiakkan Salmonella Typhi dan memastikan bahwa penularannya

melalui air dan bukan udara.

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang

sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003

memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia

dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang,

kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%

merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25

kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini

tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan

358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000

penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur

1

Page 2: Lapsus Demam Tifoid

penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91%

kasus.

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang

disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.

Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting

karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,

kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene

industri pengolahan makanan yang masih rendah. Oleh sebab itu, pada bab

berikutnya kami akan membahas lebih lanjut tentang demam tifoid ini.

2

Page 3: Lapsus Demam Tifoid

BAB II

STATUS PASIEN

2.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Umur : 39 tahun

Alamat : Ampenan

Agama : Islam

Status ` : Menikah

No. Registrasi : R00178

Tgl. Registrasi : 15 Januari 2014

No. Sampel : DL-R00178

Tgl.Pengujian : 15 ajnuari 2014

2.2. Anamnesis (autoanamnesis dan haloanamnesis) 15 Januari 2014

Sejak ± 2 minggu penderita demam tinggi mendadak terus menerus

terutama pada sore/malam hari. Menggigil tidak ada, kejang tidak ada, sakit

kepala ada, sakit perut kadang - kadang. Keluhan batuk pilek tidak ada, mual

dan muntah tidak ada. BAB padat, 1 kali dalam 3 hari, warna kuning, lendir

(-), darah (-), dan BAK lancar. Nafsu makan berkurang. Kemudian penderita

berobat ke dokter dan diberi obat penurun panas, demam turun tapi

kemudian naik lagi. Sejak ± 7 hari penderita mengeluh tidak ada perubahan,

demam masih tinggi, dan sering berkeringat dingin.

3

Page 4: Lapsus Demam Tifoid

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit dengan gejala yang sama disangkal Riwayat

transfusi darah disangkal. Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung, ginjal

juga disangkal.

Riwayat penyakit dalam keluarga :

Sebelumnya pasien mengaku anaknya menderita demam tifoid 3

minggu yang lalu.

2.3. Pemeriksaan Fisik 15 Januari 2014

Pemeriksaan umum :

Keadaan Umum : baik

Keadaan sakit : ringan

Kesadaran : CM/E4V5M6

Tanda vital

TD : 130/80 mmHg

N : 80x/menit, irama teratur

RR : 20x/menit, irama reguler

T : 36, 7 C

Status General :

o Kepala :

1. Ekspresi wajah : normal

2. Bentuk dan ukuran : normal

3. Rambut : normal

4. Udema (-)

4

Page 5: Lapsus Demam Tifoid

5. Malar rash (-)

6. Parese N VII (-)

7. Hiperpigmentasi (-)

8. Nyeri tekan kepala (-)

o Mata :

1. Simetris

2. Alis : normal

3. Exopthalmus (-)

4. Ptosis (-)

5. Nystagmus (-)

6. Strabismus (-)

7. Udema palpebra (-)

8. Konjungtiva : anemia (-), hiperemia (-)

9. Sclera : icterus (-), hyperemia (-), pterygium (-)

10. Pupil : isokor, bulat, miosis (-), midriasis (-)

11. Kornea : normal

12. Lensa : normal, katarak (-)

o Telinga :

1. Bentuk : normal,

2. Lubang telinga : normal, secret (-)

3. Nyeri tekan (-)

4. Pendengaran : normal

o Hidung :

1. Simetris, deviasi septum (-)

5

Page 6: Lapsus Demam Tifoid

2. Napas cuping hidung (-)

3. Perdarahan (-), secret (-)

4. Penciuman normal

o Mulut :

inspeksi

1. Simetris

2. Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), halitosi (+)

3. Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)

4. Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-)

5. Gigi : caries (-), abses (-)

6. Mukosa : normal

7. Faring dan laring : tidak dapat dievaluasi

o Leher :

1. Simetris (-)

2. Kaku kuduk (-)

3. Pemb.KGB -

4. Trakea : ditengah

5. JVP : normal

6. Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-)

7. Pembesaran thyroid (-)

o Thorax :

Pulmo

Inspeksi : Bentuk simetris

Pergerakan simetris

6

Page 7: Lapsus Demam Tifoid

Permukaan : pathecie (-), spider nevi (-), Vena kolateral -,

ginecomasti (-)

Iga dan sela iga : retraksi (-), penggunaan otot bantu

intercostal (-), Pelebaran sela iga (–)

Pernafasan : frekuensi dan dalamnya nafas normal

Palpasi : Pergerakan simetris

Fremitus raba simetris

Provokasi nyeri (–)

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Nyeri ketok (–)

Auskultasi : Suara nafas vesikuler +++/+++

Suara tambahan rhonki - - -/- - -

Suara tambahan wheezing - - -/- - -

Jantung dan kardiovaskular

Peningkatan JVP (-)

Inspeksi : Iktus : tak terlihat

Pulsasi jantung : tak terlihat

Palpasi : Iktus : tak teraba

Pulsasi jantung : denyut prekordial

Thrill : tidak ada

Perkusi : Batas atas : ICS 2

Batas bawah : ICS 5 linea midclavicularis

Batas kanan : linea sternalis dextra

Batas kiri : linea midclavikularis sinistra

7

Page 8: Lapsus Demam Tifoid

Auskultasi punctum maksimum : S1 S2 tunggal reguler,

murmur (-), gallop (–)

o Abdomen :

Inspeksi : Cembung, Hernia : (-)

Auskultasi : Peristaltik usus : normal

Bising aorta : (-)

Bising A. Renalis : (-)

Perkusi : Redup, Shifting dullness : (-)

Palpasi : Turgor : normal

Tonus : normal

Nyeri tekan epigastrium : (-)

Nyeri tekan inguinal dextra : (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Aorta : tidak teraba

Inguinal-genitalia-anus : tidak dikaji

o Ekstremitas atas : Akral hangat : +/+akral basah -/-

Deformitas : (-)

Sendi : dbn

Edema: (-/-)

Clubbing finger : (-)

Sianosis : (-)

8

Page 9: Lapsus Demam Tifoid

o Ekstremitas bawah: Akral hangat : +/+

Deformitas : (-)

Sendi : dbn

Edema : (-/-)

Clubbing finger : (-)

Sianosis : (-)

2.4. Laboratorium

Pemeriksaan Darah Lengkap

TAHAP PRE-ANALITIK :

Pengambilan sample darah dilakukan melalui vena.

Posisi lengan pasien harus lurus dan dipilih lengan yang banyak

melakukan aktivitas.

Pasien diminta untuk mengepalkan tangan.

Dipasang torniquet ± 10 cm di atas lipat siku.

Pilih bagian vena median cubital atau chepalic.

Dibersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darahnya dengan

alkohol 70% dan biarkan kering untuk mencegah terjadinya hemolisis

dan rasa terbakar. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.

Ditusuk bagian vena tadi dengan lubang jarum menghadap ke atas

dengan kemiringan 150, bila menggunakan tabung vakum tekan tabung

vakum hingga vakumnya bekerja dan darah terhisap ke dalam tabung.

Bila jarum berhasil masuk vena, akan terlihat darah masuk dalam

semprit, bila darah tidak keluar ganti posisi penusukan (bila terlalu

9

Page 10: Lapsus Demam Tifoid

dalam tarik sedikit dan sebaliknya), usahakan darah dapat keluar dalam

satu kali tusukan.

Setelah volume darah dianggap cukup, torniquet dilepas dan pasien

diminta membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil ± 3

kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.

Dilepaskan/ tarik jarum dan segera letakkan kapas alkohol 70% di atas

bekas suntikan untuk menekan bagian tersebut selama ± 2 menit. Setelah

darah berhenti, plester bagian ini selama ± 15 menit. Jangan menarik

jarum sebelum torniquet dibuka.

Spesimen yang telah diambil dilakukan pengolahan untuk menghindari

kerusakan pada spesimen tersebut.

Antikoagulan :

Darah yang telah diambil dialirkan kedalam tabung yang telah berisi

EDTA 10%

Serum

Biarkan darah membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama 2-30

menit, lalu di sentrifuge 3000 rpm selama 5-15 menit. Pemisahan serum

dilakukan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan darah. Serum yang

memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan keruh.

TAHAP ANALITIK

Pemeriksaan Darah Lengkap (DL)

         Metode : Automatic Analyzer (fotometer)

         Peralatan : Cell DYN Emeral, Roller mixer, dan tabung vacutainer

         Sampel : Darah EDTA

10

Page 11: Lapsus Demam Tifoid

       Prosedur

1. Sampel dihomogenkan selama ± 5-10 menit dengan roller mixer.

2. Klik Ikon New Sampel, kemudian klik next sampel, kemudian ketik

nama pasien dan tempat dirawat. Klik OK.

3. Tutup tabung sampel dibuka dan kemudian tabung diletakkan

dibawah jarum sampel (sampling nozzle) sampai ujung jarum

menyentuh dasar tabung.

4. Tombol counting ditekan, sehingga jarum sampel akan menyedot

sampel sampai jarum sampel akan tertarik kedalam instrument dan

sampel secara otomatis akan diproses oleh alat ini.

5. Ditunggu sampai hasil diprint otomatis oleh alat

Pemeriksaan Laju Endap Darah

Metode :Westergren

Peralatan :Tabung Westergren, dan Rak Westergren

Reagen :NaCl 0,85%

Sampel :Darah yang ditambahkan EDTA

Prosedur :

1. Pipet 0,4 ml larutan NaCl 0,85% (PZ) dan kemudian memasukkan ke

dalam tabung reaksi.

2. Mengambil darah sebanyak 200 mm atau sampai tanda 0 dengan

menggunakan pipet Westergen, kemudian memasukkan ke dalam

tabung reaksi.

3. Mencampur homogeny larutan tersebut.

11

Page 12: Lapsus Demam Tifoid

4. Mengambil campuran tersebut sebanyak 200 mm atau sampai tanda

0 dengan menggunakan pipet Westergen kemudian ditegakkan di rak

Westergen.

5. Menunggu selama ± 7 menit untuk pembacaan hasil (adanya batas

lapisan antara endapaan sel eritrosit dengan plasma)

Pemeriksaan SGOT dan SGPT

Alat:

Spekrtrofotometer

Tabung reasi + rak

Jarum suntik

Alcohol pads

Mikropipet

Tipp

Bahan :

Serum

Reagen GOT dan GPT

Prosedur :

Memipet reagen GOT dan GPT 500µl dan kemudian memasukkan ke

dalam multicuvet dengan blanko udara

Diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37o C

Menambahkan serum 50,0 µl pada reagen GOT/GPT yang telah diinkubasi

Mencampur larutan tersebut kemudian membaca pada photometer STAR

DUST MC-15 dengan faktor 1745 dan panjang gelombang 340

Hasil uji dapat dilihat pada print out alat.

12

Page 13: Lapsus Demam Tifoid

Pemeriksaan Serologi (Uji Widal)

Penentuan Kualitatif

1. Memipet 20 μl serum diletakkan diatas obyek glas.

2. Menambahkan satu tetes antigen pada masing-masing serum tadi, aduk

dengan stik pengaduk.

3. Mencampur dengan menggoyang-goyangkan secara melingkar selama 1

menit.

4. Mengamati hasil reaksi yang terjadi dengan menggunakan mikroskop.

5. Hasil positif apabila terjadi aglutinasi sebelum 1 menit.

Penentuan Semi kuantitatif

1. Memipet masing-masing 0,08 ml; 0,04 ml; 0.02 ml; 0,01 ml; dan 0,005 ml

serum yang tidak diencerkan pada kaca benda.

2. Menambahkan masing-masing serum dengan 1 tetes suspensi antigen, lalu

aduk selama 1 menit dan amati hasilnya.

3. Menentukan hasil akhir titernya.

Titer antibodi ekuivalen dengan pengenceran :

Volume Serum Ekuivalen Pengenceran

0,08 ml 1 : 20

0,04 ml 1 : 40

0,02 ml 1 : 80

0,01 ml 1 : 160

0,005 ml 1 : 320

13

Page 14: Lapsus Demam Tifoid

Interpretasi Hasil

Hasil pemeriksaan test widal dianggap positif mempunyai arti klinis sebagai

berikut (Kosasih, 1984):

1. Titer antigen O sampai 1/80 pada awal penyakit berarti suspek demam tifoid,

kecuali pasien yang telah mendapat vaksinasi.

2. Titer antigen O diatas 1/160 berarti indikasi kuat terhadap demam tifoid.

3. Titer antigen H sampai 1/40 berarti suspek terhadap demam tifoid kecuali

pada pasien yang divaksinasi jauh lebih tinggi.

4. Titer antigen H diatas 1/80 memberi indikasi adanya demam tifoid.

Pemeriksaan Plasmodium

Prosedur Pemeriksaan 

1. Sampling darah 

2. Membuat apusan darah tebal atau apusan darah tipis dan dicat menggunakan

giemsa. 

Cara Membuat Apusan darah

1. Meneteskan 1 tetes kecil darah ke kaca objek dengan garis tengah tidak lebih

dari 2 mm (Langsung dari jari pasien bila yang di gunakan darah kapiler atau

menggunakan pipet Pasteur bila menggunakan darah yang telah dicampur

antikoagulan).

2. Dengan tangan kanan diletakkan kaca objek lain(penggeser darah) disebelah

kiri tetes darah tadi.

3. Menggerakkan kekanan sampai mengenai tetes darah.

4. Menunggu sampai darah menyebar pada sisi kaca penggeser. Menunggu

sampai darah mencapai titik kira-kira ½ cm dari sudut kaca penggeser.

14

Page 15: Lapsus Demam Tifoid

5. Segera menggeser ke kiri sambil memegang miring dengan sudut 30-450

dengan tidak menekan kaca penggeser.

6. Membiarkan kering diudara

7. Menulis nama pasien. Melanjutkan ke pengecatan.

Pengecatan dengan Giemza

1. Cat Giemza diencerkan dengan buffer dengan perbandingan 1 bagian cat: 4

bagian buffer.

2. Sediaan di letakkan di rak tempat pengcatan

3. Menggenangi sediaan dengan methanol. Membiarkan selama 5 menit atau

lebih.

4. Membuanglah larutan methanol dari kaca

5. membiarkan kering diudara

6. menggenangi dengan cat giemsa yang sudah diencerkan, biarkan selama 20

menit.

7. Membilas dengan air suling

8. Meletakkan sediaan vertikal dan biarkan mengering pada udara.

Setelah Apusan darah selesai baru diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran

100x dan ditetesi minyak imersi.

Tahap Pasca Analitik

Laporan Hasil Uji (LHU) Pemeriksaan Parasit Darah

Pengujian : Parasit Darah

Sampel : Darah

15

Page 16: Lapsus Demam Tifoid

Parameter Hasil Metode

Pemeriksaan malaria* :

plasmodium falciparum (Pf)

plasmodium vivax

plasmodium malariae

plasmodium ovale

mix / infeksi campuran

Negatif (-)

Negatif (-)

Negatif (-)

Negatif (-)

Negatif (-)

WI-M-B.5/BLKM-PL (Mikroskopik)*

Mikroskopis

Mikroskopis

Mikroskopis

Mikroskopis

Mikroskopis

*) Terakreditasi

Laporan Hasil Uji (LHU) Pemeriksaan Serologi

Pengujian : Serologi

Sampel : Serum

Parameter Hasil Nilai Normal Metode

Widal slide* :

-Salmonella typhy O

-Salmonella para typhy A O

-Salmonella para typhy B O

-Salmonella typhy H

-Salmonella para typhy A H

-Salmonella para typhy B H

HbsAg*

Negatif (-)

Negatif (-)

Negatif (-)

Positif (+):1/320

Negatif (-)

Positif (+):1/180

Negatif (-)

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Slide (WI-M-1.3/BLKM-PL)*

WI-M-1.5/BLKM-PL (Rapid)*

*) Terakreditasi

16

Page 17: Lapsus Demam Tifoid

Laporan Hasil Uji (LHU) Pemeriksaan Hematologi

Pengujian : Hematologi

Sampel : Darah

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal Metode

Hemoglobin*

Leukosit*

LED (1 jam)*

Diff :

-Bas

-Eos

-Neutrofil

-Limp

-Mono

Trombosit

11,4

8.065

60

0,1

0,0

78,6

19,2

1,9

167.000

g/dl

µl

mm/jam

%

µl

L : 13,5 - 17 P : 12 -15

Dewasa : 4.500 - 10.000

L : 0 - 15 P : 0 - 20

0 - 1

1 - 6

50-70

20-40

2-8

150.000 – 400.000

WI-M-H.1/BLKM-PL* (Fotometrik)

WI-M-H.2/BLKM-PL* (Fotometrik)

WI-M-H.5/BLKM-PL* (Fotometrik)

Impedansi

WI-M-H.4/BLKM-PL* (Impedansi)

*) Terakreditasi

Laporan Hasil Uji (LHU) Pemeriksaan Kimia Klinik

Pengujian : Kimia Klinik

Sampel : Darah

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal Metode

SGOT*

SGPT*

115

150

U/L

U/L

L: ˂ 35, P: ˂ 31 (370C)

L: ˂ 41, P: ˂ 31 (370C)

WI – M – C.4 / BLKM – PL*

WI – M – C.5 / BLKM – PL*

*) Terakreditasi

2.5. Diagnosis

Suspect Typhoid Fever

17

Page 18: Lapsus Demam Tifoid

BAB III

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi

Salmonella Typhi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman

yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi

kuman salmonella (Bruner and Sudart, 1994).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

kuman Salmonella Typhi (Arief Maeyer, 1999).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

kuman Salmonella Thypi dan Salmonella Para Thypi A, B, C. Sinonim dari

penyakit ini adalah Typhoid dan Paratyphoid Abdominalis (Syaifullah Noer,

1996).

Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga

paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis

(Soeparman, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala

sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhosa, Salmonella Type A, B,

C. Penularan terjadi secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi (Mansoer Orief M, 1999).

Tifus Abdominalis (demam tifoid, Enteric Fever) adalah penyakit infeksi

akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam

18

Page 19: Lapsus Demam Tifoid

yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan

kesadaran (FKUI,1985).

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini ditandai dengan penyakit

berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur

endotelial dan endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke

dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan

Peyer’s patch (agregasi dari jaringan limfoid yang biasanya ditemukan di

bagian terendah dari usus kecil ileum pada manusia, dengan demikian,

mereka membedakan ileum dari duodenum dan jejunum) (IDAI, 2008).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,

Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh

Salmonella Typhi A, B, dan C yang dapat menular melalui fecal-oral, makanan

dan minuman yang terkontaminasi.

B. ETIOLOGI

Etiologi typhoid adalah Salmonella Typhi. Salmonella Paratyphi A, B dan

C. Salmonella adalah genus yang termasuk famili enterobakteriasiase dan

berisi 3 spesies : S.Typhi, S choleraesuis, S. Entereditis. 2 spesies pertama

masing-masing memiliki 1 serotip. Tetapi, S. Entereditis mempunyai lebih dari

1800 serotip yang berbeda.

Salmonella adalah motil, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, batang

gram negatif. Organisme Salmonella tumbuh secara aerobik dan mampu

tumbuh secara anaerobik fakultatif. Mereka resisten terhadap agen fisik tetapi

dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 130°F (54,4 °C) selama 1 jam atau

19

Page 20: Lapsus Demam Tifoid

140°F (60°C) selama 15 menit. Mereka tetap dapat hidup pada suhu

lingkungan dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan

hidupselama beminggu-minggu dalam sampah, makanan kering, dan bahan

tinja.

Salmonella Thyposa, basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,

tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu :

1. Antigen O (somatic, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida,

dinding sel stabil panas)

2. Antigen H (flagela, labil panas dan dapat muncul pada fase 1 atau

2)

3. Antigen Vi.

Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga

macam antigen tersebut. Ada dua sumber penularan Salmonella Typhi yaitu

pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan karier. Karier adalah orang

yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella

Typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

C. PATOGENESIS

Penularan Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang

dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus

(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman

Salmonella Thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui

perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan di konsumsi

20

Page 21: Lapsus Demam Tifoid

oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan

kebersihan dirinya seperti tidak mencuci tangan dan makanan tercemar kuman

Salmonella Typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian

kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh

asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan

mencapai jaringan limfoid. Di dalam jaringan limfoid ini kuman berkembang

biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel

retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah

dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan

kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan

oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan

bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.

Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses

inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena Salmonella Thypi

dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit

pada jaringan yang meradang.

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti

ingesti organisme, yaitu :

1. Penempelan dan invasi sel-sel M Payer’s patch.

2. Bakteri bertahan hidup, bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch,

nodus limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra interstinal

sistem retikuloendotelial.

3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah.

21

Page 22: Lapsus Demam Tifoid

4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar Camp didalam kripta

usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen

intestinal.

D. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika

dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang

tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama

sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin

ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri

kepala, pusing, dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang

biasa ditemukan, yaitu:

1. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat

febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu

tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi

hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita

terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh

berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-

pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya

kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungki ditemukan keadaan

perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada

22

Page 23: Lapsus Demam Tifoid

perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin juga normal

bahkan dapat terjadi diare.

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,

yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

Disamping gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan

gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu

bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya

ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan

bradikardi pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.

E. RELAPS

Yaitu keadaan berulangnya gejala tifus abdominalis, akan tetapi

berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu kedua

setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar diterangkan, seperti

halnya keadaan kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun

mendapat infeksi cukup berat.

Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ

yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin

pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan

dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.

F. KOMPLIKASI

Dapat terjadi pada:

1. Usus Halus

Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:

23

Page 24: Lapsus Demam Tifoid

Perdarahan usus.

Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan

bensidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila beratdapat disertai

perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.

Perforasi usus.

Timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada

bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat

ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati

menghilang dan terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati

menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada rontgen

abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

Peritonitis.

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.

Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding

abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri pada tekanan.

2. Komplikasi di luar usus.

Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu

meningitis, kolesistitis, enselopati, dll. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu

bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan

makanan yang kurang dan perspirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.

Komplikasi extra intestinal antara lain :

Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),

miokarditis, trombosis, tromboplebitis.

24

Page 25: Lapsus Demam Tifoid

Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma

uremia hemolitik.

Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.

Komplikasi ginjal : glomerulonephritis, pyelonephritis dan

perinephritis.

Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan

arthritis.

Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,

polineuritis perifer, sindroma Guillain Bare dan sindroma katatonia.

G. PENATALAKSANAAN

Penderita yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis

harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai penderita tifus abdominalis

dan diberikan pengobatan sebagai berikut:

1. Isolasi penderita dan disinfeksi pakaian dan ekskreta.

2. Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi, mengingat sakit

yang lama, lemah dan anoreksia, dll.

3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu

istirahat mutlak, berbaring terus ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh

duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.

4. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.

Bahan makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang

dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu 2 gelas sehari perlu diberikan.

25

Page 26: Lapsus Demam Tifoid

Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun ialah makanan

cair yang diberikan melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan nfsu makan

baik, maka dapat diberikan makanan lunak.

5. Obat pilihan adalah klorampenikol , kecuali bila penderita tidak cocok

dapat dberikan obat lain misalnya ampisilin, kotrimoksazol, amoxillin,

tiampenikol. Dianjurkan pemberian klorampenikol dengan dosis yang

tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari, diberikan 4 hari sekali peroral atau IM

atau IV bila diperlukan. Pemberian klorampenikol dosis tinggi tersebut

memberikan manfaat yaitu waktu perawatan dipersingkat dan relaps tidak

terjadi. Akan tetapi mungkin pembentukan zat anti kurang, oleh karena

basil terlalu cepat dimusnahkan. penderita yang dipulangkan perlu

diberikan suntikan vaksin Tipa.

6. Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya

pemberian cairan intravena untuk penderita dengan dehidrasi dsn asidosis.

Bila terdapat bronkopneumonia harus ditambahkan penisilin dll.

Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam

dan gejala, mencegah komplikasi, dan menghindari kematian. Yang juga tidak

kalah penting adalah eradikasi total bakeri untuk mencegah kekambuhan dan

keadaan carrier.

Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat Salmonella

typhi setempat. Munculnya galur Salmonella typhi yang resisten terhadap

banyak antibiotik (kelompok MDR) dapat mengurangi pilihan antibiotik yang

akan diberikan. Terdapat 2 kategori resistensi antibiotik yaitu resisten terhadap

26

Page 27: Lapsus Demam Tifoid

antibiotik kelompok chloramphenicol, ampicillin, dan

trimethoprimsulfamethoxazole (kelompok MDR) dan resisten terhadap

antibiotik fluoroquinolone. Nalidixic acid resistant Salmonella typhi (NARST)

merupakan petanda berkurangnya sensitivitas terhadap fluoroquinolone. Terapi

antibiotik yang diberikan untuk demam tifoid tanpa komplikasi berdasarkan

WHO tahun 2003 dapat dilihat pada tabel.

27

Page 28: Lapsus Demam Tifoid

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan

laboratorium, yang terdiri dari :

Pemeriksaan leukosit

Didalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat

leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah

sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada

sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang

terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh

karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam

typhoid.

Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat

kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila

biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.

Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium.

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang

lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang

digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam

tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

28

Page 29: Lapsus Demam Tifoid

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu

pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh

biakan darah dapat positif kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau.

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan

antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga

biakan darah negatif.

d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti

mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan

mungkin negatif.

Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella Typhi terdapat dalam

serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah

divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji

widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang

disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella Thypi, klien

membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).

29

Page 30: Lapsus Demam Tifoid

Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).

Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan

titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita

typhoid.

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

Faktor yang berhubungan dengan klien :

Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan

antibodi.

Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru

dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai

puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.

Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat

menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi

seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.

Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat

anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut

dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi

sistem retikuloendotelial.

Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi

dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat.

30

Page 31: Lapsus Demam Tifoid

Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun,

sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau

2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah

divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya :

keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif,

walaupun dengan hasil titer yang rendah.

Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer

aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan

demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular

salmonella di masa lalu.

Faktor-faktor Teknis

Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung

antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu

spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang

lain.

Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi

hasil uji widal.

Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada

penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi

antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari

strain lain.

31

Page 32: Lapsus Demam Tifoid

I. PENCEGAHAN

Secara umum untuk memperkecil kemungkinan S. Typhi, maka setiap

individu harus memperhatikan harus memperhatikan kualitas makanan dan

minuman yang merekan konsumsi. Salmonella Typhi di dalam air akan mati

pada suhu 57°C untuk beberapa menit. Untuk makanan, pemanasan sampai

suhu 57°C beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman S.

Typhi. Cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau

mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum

dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan

hindari makanan pedas. Imunisasi aktif dapat menekan angka kejadian demam

Tifoid.

J. EDUKASI

Kebersihan diri merupakan salah satu hal yang terpenting untuk

melindungi diri dari berbagai macam penyakit khususnya demam thypoid.

Pasien diminta untuk menjaga kebersihan diri. Di lihat dari riwayat penyakit

keluarga bahwa anak pasien juga mengalami penyakit yang serupa, jadi perlu

kebersihan dari diri sendiri serta seluruh keluarga.

K. VAKSIN DEMAM TIFOIS

1. Vaksin demam tifoid oral

Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonell Typhi galur non

pathogen yang telah dilemahkan. Kuman dalam vaksin akan mengalami

siklus pembelahan dalam usus dan akan dieleminasi dalam waktu 3 hari

32

Page 33: Lapsus Demam Tifoid

setelah pemakaiannya. Tidak seperti vaksin parenteal, respon imun pada

vaksin ini termasuk sekretorik IgA. Secara umum efektifitas vaksin oral

sama dengan vaksin parenteral yang diinaktifasi dengan pemanasan

namun vaksin oral mempunyai reaksi samping lebih rendah. Vaksin

tifoid oral dikenal dengan nama Ty-21a.

Penyimpanan pada suhu 2-8 derajat celcius.

Kemasan dalam bentuk kapsul untuk anak umur 6 tahun atau lebih.

Cara pemeberian 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari ke 1, 3, dan 5, 1 jam

sebelum makan dnegan minuman yang tidak lebih dari 37 derajat celcius.

Kapsul ke-4 pada hari ke 7 terutama bagi turis.

Kapsul harus ditelan utuh dna tidak boleh dibuka karena kuman dapat

mati oleh asam lambung.

Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotic, sulfonamide

atau anti malaria yang aktif terhadap salmonella.

Karena vaksin ini juga menimbulkan respon yang kuat dari interferon

mukosa, pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda 2 minggu setelah

pemberian terakhir dari vaksin tifus ini.

Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada individu yang

terus terekspos dengan infeksi salmonella sebaiknya diberikan 3-4 kapsul

tiap beberapa tahun.

Daya proteksi vaksin inihanya 50-80% maka yang sudah di vaksinasipun

di anjurkan untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuman.

Diberikan pada umur lebih dari 6 tahun, dikemas dalam kapsul diberikan

3 dosis dengan interval selang sehari (hari 1, 3 dan 5).

33

Page 34: Lapsus Demam Tifoid

Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun. Vaksin oral pada

umumnya diperlukan untuk turis yang akan berkunjung kedaerah

endemis tifoid.

2. Vaksin Polisakarida Parenteral

Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman

salmonella typhi, polisakarida 0,02 mg, fenol dan larutan buffer yang

mengandung natrium klorida, disodium fosphat, monosodium fosphat

dan pelarut untuk suntikan.

Penyimpanan dapat suhu 20-8 derajat celcius jangan dibekukan.

Kadaluarsa dalam 3 tahun.

Pemberian secara suntikan IM atau SC pada daerah deltoid atau paha.

Imunisasi ulangan tiap 3 tahun.

Reaksi samping local berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi,

nyeri otot, nausea, nyeri perut jarang dijumpai. Sangat jarang bisa terjadi

reaksi alergi berupa pruritus, ruam kulit dan urtikaria.

Indikasi kontra: alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin. Juga pada

saat demam penyakit akut maupun penyakit kronik progresif.

Daya proteksi 60-80% maka yang sudah divaksinasi pun di anjurkan

untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuman.

Diberikan pada umur lebih dari 2 tahun. Ulangan dilakukan tiap 3 tahun.

Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml, pemberian secara IM.

34

Page 35: Lapsus Demam Tifoid

L. PROGNOSIS

Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal penderita

cepat berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat ialah 60 %. Prognosis

menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti :

1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinua.

2. Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma, atau delirium.

3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi, asidosis, peritonitis,

bronkopneumonia, dan lain-lain.

4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein).

35

Page 36: Lapsus Demam Tifoid

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh

Salmonella Typhi A, B, dan C yang dapat menular melalui fecal-oral, makanan

dan minuman yang terkontaminasi. Etiologi typhoid adalah Salmonella Typhi.

Salmonella Paratyphi A, B dan C. Penularan Salmonella Typhi dapat ditularkan

melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers

(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Gejala

klinis : demam, gangguan pencernaan, penurunan kesadaran (pada keadaan

berat).

Komplikasi demam tifoid dapat terjadi pada usus halus, ataupun diluar

usus halus. Penatalaksanaan demam tifoid adalah : Isolasi penderita dan

disinfeksi pakaian dan ekskreta, perawatan yang baik untuk menghindarkan

komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah dan anoreksia, dll, istirahat

selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, diet, obat pilihan

adalah klorampenikol , kecuali bila penderita tidak cocok dapat dberikan obat

lain misalnya ampisilin, kotrimoksazol, amoxillin, tiampenikol, bila terdapat

komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada demam tifoid antara lain :

pemeriksaan leukosit, pemeriksaan fungsi hepar, biakan darah, dan uji widal.

Pencegahan dapat dilakukan dengan selalu menjaga personal hygiene, mencuci

tangan saat menghidangkan makanan, akan makan, dan sesudah makan,

36

Page 37: Lapsus Demam Tifoid

sesudah dari toilet, untuk mencegah masuknya kuman Salmonella Typhi

melalui makanan ke tubuh. Selain itu, sekarang juga tersedia vaksin untuk

tifoid, vaksin aktif maupun pasif.

37

Page 38: Lapsus Demam Tifoid

DAFTAR PUSTAKA

Jawetz E, Melnick L, dan Adelberg A .,1982, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 16,

EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Juwono R., 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3, BalaiPenerbit

FKUI,Jakarta

Kosasih E. N., 1984, Pemeriksaan Laboratorium Klinik, Penerbit Alumni,

Bandung

Mansjoer A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapius, FKUI,

Jakarta

Mansjoer A., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Media Aesculapius,

FKUI, Jakarta

Sjamsuhidajat R., 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit Bedah, Edisi Revisi, EGC

Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

38