Lapsus Demam Tifoid, Awal

download Lapsus Demam Tifoid, Awal

of 24

Transcript of Lapsus Demam Tifoid, Awal

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    1/24

    LAPORAN KASUS

    A. IDENTITAS PASIEN

    Nama : Rani Ayuni A.

    Umur : 23 Tahun

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Nomor RM : 602839

    Alamat : jl. M. Sirifin No. 31 Kel. Bulukumba

    Tgl masuk RS : 5 April 2013

    Ruangan : Perawatan Lt.1 Atas depan, Kamar 5, RS. Wahidin

    Sudirohusodo.

    B. ANAMNESIS

    Anamnesis : Autoanamnesis

    Keluhan Utama : Demam

    Anamnesis terpimpin :

    - Demam dialami sejak 6 hari sebelum masuk RS bersifat terus-menerus

    di mana demam terasa meninggi saat sore atau malam hari. Demam

    menurun ketika mengonsumsi obat penurun demam dan naik kembali

    setelah reaksi obat habis. Menggigil (-).

    - Nyeri kepala (+) sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk RS, terasa seperti

    ditekan pada daerah dahi.

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    2/24

    - Mual (+), muntah (+) frekuensi 3 kali, isi sisa makanan. Riwayat

    mengkonsumsi jajanan di pasar sebelumnya. Nyeri ulu hati (+). Riwayat

    nyeri ulu hati sebelumnya (+)

    - Batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-)

    BAB : Belum BAB selama 2 hari

    BAK : Kesan lancar, warna kuning

    RPS :

    Riwayat demam Typhoid sebelumnya (+) 1 tahun lalu

    Riwayat orang sekitar yang menderita demam tifoid (-)

    Riwayat sering terlambat makan (+) serta napsu makan menurun sejak sakit.

    C. STATUS PRESENT

    - Sakit Sedang

    - Status Gizi

    BB : 50 Kg

    TB : 155 cm

    IMT : 20,8 Kg/mm2 (Normal)

    - Composmentis

    D. TANDA VITAL

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    3/24

    Tekanan darah : 100/60 mmHg

    Nadi (arteri radialis) : 74 x/menit, reguler

    Pernapasan : 22 x/menit, tipe thorakoabdominal.

    Suhu axilla : 37,80C

    E. PEMERIKSAAN FISIS

    - Kepala

    Ekspresi : biasa

    Simetris muka : simetris kiri = kanan

    Deformitas : (-)

    Rambut : pirang kecoklat, mudah dicabut

    - Mata

    Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)

    Gerakan bola mata : dalam batas normal

    Tekanan bola mata : dalam batas normal

    Kelopak mata : dalam batas normal

    Konjungtiva : Anemis (+)

    Sklera : Ikterus (-)

    Kornea : Refleks (+)

    Pupil : Isokor 2,5/2,5 mm, refleks cahaya (+)

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    4/24

    - Telinga

    Tophi : (-)

    Nyeri tekan mastoideus : (-)

    Pendengaran : Tinnitus (-), otore (-)

    - Hidung

    Perdarahan : (-)

    Sekret : (-)

    - Mulut

    Bibir : Kering (+), pecah-pecah (+), sianosis (-)

    Gigi geligi : caries (-)

    Gusi : perdarahan (-)

    Tonsil : hiperemis (-), pembesaran (-)

    Farings : hiperemis (-)

    Lidah : kotor (+) warna keabu-abuan, tepi hiperemis,

    tremor kurang jelas

    - Leher

    Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran

    Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

    DVS : R-2 cmH2O

    Pembuluh darah : Pelebaran (-)

    Kaku kuduk : (-)

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    5/24

    Tumor : (-)

    - Thorax

    Inspeksi : Pengembangan dada Simetris kiri = kanan,bentuk Normothoraks

    Palpasi : MT (-), NT (-), Fremitus raba : kiri = kanan

    Perkusi : Sonor kiri = kanan

    Auskultasi : BP : vesikuler

    BT : Rh : -/- Wh : -/-

    Cor

    Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

    Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

    Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ICS V linea

    medioclavicularis sinistra, batas jantung kanan

    linea parasternalis kanan.

    Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi

    tambahan (-)

    Abdomen

    Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas

    Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+).

    Hati tidak teraba, limpa tidak teraba, ginjal tidak

    teraba.

    Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

    Perkusi : Timpani,shifting dullness (-)

    - Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

    - Anus dan Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    6/24

    - Punggung : Skoliosis (-) gibbus (-)

    Palpasi : Nyeri tekan (-) deformitas (-)

    Nyeri ketok : (-)

    Auskultasi : dalam batas normal

    Gerakan : dalam batas normal

    Lain-lain : (-)

    - Ekstremitas :

    Edema (-/-)

    Eritema palmaris (-/-)

    F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Darah rutin (05/04/2013)

    o RBC : 4,11 x106/ul

    o WBC : 5,46 x103/ul

    o HGB : 11,1 g/dl

    o HCT : 33.8 %

    o MCV : 82,2 fL

    o

    MCH : 27 pg

    o MCHC: 32,8 g/dl

    o PLT : 31 x103/ul

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    7/24

    o NEU : 48.1 %

    o LYMP : 30.8 %

    o MONO: 17,8 %

    o EO : 2,9 %

    o BASO: 0,4 %

    Kimia Klinik (05/04/2013)

    o Albumin : 4,2 g/dl

    o Globulin : 1,7 g/dl

    o SGOT : 82 U/I

    o SGPT : 49 U/I

    o GDS : 85 mg/dl

    o Ureum : 17 mg/dl

    o Kreatinin : 0,6 mg/dl

    o Protein total : 5,9 g/dl

    Elektrolit Darah (05/04/2013)

    o Natrium : 139

    o Kalium : 3,2

    o Klorida : 99

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    8/24

    Pemeriksaan penunjang lainnya :

    - Urin rutin: (09/04/2013)

    Warna : Kuning

    pH : 7

    Bj :1,010

    Protein : negatif

    Glukosa : negatif

    Bilirubin : negatif

    Urobilinogen : negatif

    Badan keton : negatif

    Lekosit : negatif

    - Tes Widal: (09/04/2013)

    Salmonella typhi : O 1/320

    Salmonella Part A : negatif

    Salmonella Part B : HB 1/160

    Salmonella Part C : HB 1/320

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    9/24

    - IgM Salmonella (TP Semikuantitatif): (06/04/2013)

    IgM Salmonella : +8

    DIAGNOSIS SEMENTARA

    Demam Tifoid

    G. PENATALAKSANAAN AWAL

    IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit

    Ceftriaxone injeksi 3 gram/24 jam/drips

    Paracetamol 500 mg 3 x 1 jika demam

    Ranitidin ampul jika perlu.

    Ondansentron ampul jika perlu.

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    10/24

    TANGGAL

    JAMPERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

    06/04/2013

    T: 120/80

    N: 76 x/i

    P: 20 x/i

    S: 37,8 C

    S:

    - Demam (+),

    - Nyeri kepala (+), ditekan pada

    daerah frontal

    - Mual (+), Muntah(+) frekuensi 3x

    - Nyeri ulu hati (+)

    - BAB = Belum 2 hari

    O:

    - Anemia (-), ikterus (-), lidah

    kotor (+)

    - Bp: vesikuler BT : Rh -/- Wh

    -/-, BJ I/II murni reguller BT:

    (-)

    - peristaltik (+) kesan normal,

    nyeri ulu hati (+),

    - Hepar : tidak teraba

    - ekstremitas: edema -/-

    - IgM Salmonella : +8

    RBC : 4,11 x106/ul

    WBC : 5,46 x103/ul

    HGB : 11,1 g/dl

    Ureum : 17 m/dL

    Kreatinin : 0,6 mg/dL

    GOT : 82 U/L

    GPT : 49 U/L

    Natrium : 139 mmol/l

    Kalium : 3,2 mmol/l

    Klorida : 99 mmol/l

    A:

    - Demam tifoid

    - Dyspepsia

    - Hipokalemia

    P/

    - Tirah Baring

    - IVFD NaCl 0,9%:

    20 tetes per menit

    - Paracetamol 3 x 500

    mg jika demam

    - Injeksi Ceftriaxone 3

    gr/24 jam/IV (1)

    - Injeksi Ranitidin 1

    ampul/12 jam/IV

    - Injeksi Ondansetron

    1 amp/8 jam/IV

    kalau perlu

    Koreksi Kalium:

    (4 3,2) x 40 x 0,3

    25

    = 0,384 flacon

    07/04/2013

    T: 120/80

    N: 80 x/i

    S:

    - Demam (+),

    - Nyeri kepala (+), seperti ditekanpada daerah frontal

    P/

    - Tirah Baring

    - IVFD NaCl 0,9%:

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    11/24

    RESUME

    Seorang perempuan, 32 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam

    yang dialami sejak 1 minggu SMRS, bersifat terus-menerus di mana demam terasa

    meninggi saat sore atau malam hari. Demam menurun ketika mengonsumsi obat

    penurun demam dan naik kembali setelah reaksi obat habis. Tidak menggigil.

    Ada nyeri kepala yang dirasakan sejak 1 minggu yang lalu SMRS, merasa

    seperti berputar disertai penglihatan agak gelap bila berubah posisi dengan cepat dari

    duduk ke berdiri yang diikuti dengan perasaan lemas.

    Ada mual dan ada muntah, frekuensi dua kali, isi sisa makanan. Air liur terasa

    kecut dan perut terasa kembung. Tidak ada nyeri ulu hati.

    Ada riwayat mengonsumsi obat penurun demam. Tidak ada riwayat orang

    sekitar menderita hal yang sama. Ada riwayat sering terlambat makan serta napsu

    makan menurun sejak sakit. Ada riwayat bepergian ke Toraja sebelum sakit dan

    melakukan aktivitas melelahkan.

    Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit sedang, gizi cukup, composmentis.

    Tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi: 74 x/menit, reguler Pernapasan : 24 x/menit,

    tipe thoracoabdominal, suhu axilla: 37,80C. Ada anemia, nyeri ulu hati tidak ada,

    hepar tidak teraba.

    Hasil pemeriksaan laboratorium: HGB = 8,7 g/dL, WBC = 9560/uL, ureum

    = 22 mg/dL, kreatinin = 11 mg/dL, GOT = 26 U/L, GPT = 53 U/L, protein total = 4,9

    gr/dL, albumin = 3,2 gr/dL, globulin = 1,7 gr/dL, IgM Salmonella = +8, natrium =

    139, kalium = 3,2, klorida = 99.

    Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang maka

    pasien ini kami diagnosis demam tifoid dengan anemia ec suspek penyakit kronik dd

    defisiensi besi dan dyspepsia disertai hipokalemia.

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    12/24

    DISKUSI

    Pasien masuk dengan keluhan utama demam. Banyak penyakit yang dapat

    menimbulkan demam, antara lain demam tifoid, demam berdarah, malaria,

    tuberkulosis, dan masih banyak lagi. Pada kasus ini, demam disebabkan oleh bakteri

    Salmonella typhi berdasarkan: pasien mengalami keluhan demam yang dialami sejak

    1 minggu SMRS, bersifat terus-menerus di mana demam terasa meninggi saat sore

    atau malam hari. Demam menurun ketika mengonsumsi obat penurun demam dan

    naik kembali setelah reaksi obat habis. Tidak menggigil. Ada nyeri kepala yang

    dirasakan sejak 1 minggu yang lalu SMRS, merasa seperti berputar disertaipenglihatan agak gelap bila berubah posisi dengan cepat dari duduk ke berdiri yang

    diikuti dengan perasaan lemas. Ada mual dan ada muntah, frekuensi dua kali, isi sisa

    makanan. Air liur terasa kecut dan perut terasa kembung. Tidak ada nyeri ulu hati.

    Ada riwayat mengonsumsi obat penurun demam. Tidak ada riwayat orang sekitar

    menderita hal yang sama. Ada riwayat sering terlambat makan serta napsu makan

    menurun sejak sakit. Ada riwayat bepergian ke Toraja sebelum sakit dan melakukan

    aktivitas melelahkan. Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit sedang, gizi cukup,

    composmentis. Tekanan darah = 120/80 mmHg, nadi = 74 x/menit, regular.

    Pernapasan = 24 x/menit, tipe thoracoabdominal, suhu axilla = 37,80C. Ada anemia,

    nyeri ulu hati tidak ada, hepar tidak teraba. Hasil pemeriksaan laboratorium: HGB =

    8,7 g/dL, WBC = 9560/uL, ureum = 22 mg/dL, kreatinin = 11 mg/dL, GOT = 26 U/L,

    GPT = 53 U/L, protein total = 4,9 gr/dL, albumin = 3,2 gr/dL, globulin = 1,7 gr/dL,

    IgM Salomonella = +8, natrium = 139, kalium = 3,2, klorida = 99.

    Diagnosis pasti ditegakkan melalui Tes Widal untuk menemukan bakteri

    Salmonella typhi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

    Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid,

    demam tifoid dapat ditegakkan pada pasien apabila terdapat gejala klinis yang

    lengkap atau hampir lengkap serta didukung oleh hasil laboratorium yang

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    13/24

    menunjukkan tifoid: Demam, sakit kepala, kelemahan, nausea, nyeri abdomen,

    anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal, insomnia, hepatomegali, splenomegali,

    penurunan kesadaran, bradikardi relatif, dan feses berdarah serta pemeriksaan

    laboratorium berupa Tes Widal.1

    Berdasarkan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien terdapat hasil

    positif untuk pemeriksaan Tes Widal yang menunjukkan adanya reaksi antigen

    dengan aglutinin yang merupakan antibodi spesifik terhadap komponen basil

    Salmonella di dalam darah manusia. 1

    Kadar sel darah merah dan hemoglobin menurun karena bakteri Salmonella

    menggunakan besi untuk kebutuhan hidupnya sehingga pada penderita bisa terjadi

    anemia defisiensi besi.2 Apalagi ditambah dengan penurunan napsu makan penderita

    sehingga asupan zat besi ke dalam tubuh berkurang.

    Nilai hematokrit sendiri menurun karena perbandingan jumlah sel darah merah

    dalam cairan secara keseluruhan menurun.3

    Protein total dan albumin menurun disebabkan oleh stres metabolik yang terjadi

    di mana diakibatkan oleh infeksi akut dari Salmonella typhi.4 Stres metabolik ini

    berupa peningkatan metabolisme basal hingga 40 50 % dari normalnya.5

    Hipokalemia disebabkan oleh muntah yang terjadi pada pasien sehingga terjadi

    pengeluaran kalium yang berlebihan.6

    Pasien diberikan terapi farmakologi berupa IVFD NaCl 0,9% : Dextrose 5%

    (1:1) = 30 tetes per menit, Ceftriaxone injeksi 1 gram/12 jam/hari, Paracetamol 3 x

    500 mg jika demam (yang pada hari kedua dan seterusnya diganti dengan Sistenol

    tablet 3 x 1 bila perlu), Ranitidin ampul bila perlu, dan Ondansentron ampul bilaperlu. Setelah diberikan terapi ini, demam dan perasaan kembung pada perut yang

    dialami pasien berkurang pada hari kedua perawatan.

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    14/24

    Pemberian cairan NaCL 0,9% dan Dextrose 5% dimaksud untuk menjaga

    asupan cairan dan juga nutrisi pasien yang tampak lemah, muntah, dan juga

    kehilangan nafsu makan.

    Ceftriaxone merupakan antibiotik spektrum luas yang memiliki efek antibakteri

    terhadap kuman gram positif dan negatif, termasuk Salmonella typhi.7 Efek samping

    yang paling sering adalah rasa hangat di sekitar tempat injeksi, sakit kepala,

    berkeringat, dan diare.8 Ceftriaxone memiliki waktu paruh berkisar 6 hingga 8 jam di

    dalam tubuh dan sangat cocok untuk pemberian dosis dalam sehari. Selain itu,

    Ceftriaxone dapat mengurangi waktu terapi hingga 5 hari di rumah sakit sehingga

    lebih menghemat biaya perawatan. Penggunaan Kloramfenikol dapat menekan

    sumsum tulang belakang. Dengan menggunakan Ceftriaxone, pencegahan relaps

    setelah dinyatakan sembuh terhadap pasien lebih baik daripada Kloramfenikol.9

    Paracetamol atau Sistenol adalah antipiretik yang digunakan untuk mengurangi

    demam atau merupakan terapi simptomatik juga bisa meredakan nyeri kepala yang

    diderita oleh pasien.10

    Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 yang digunakan untuk terapi

    dyspepsia di mana golongan ini bekerja mengurangi asam lambung yangmenyebabkan perut penderita terasa kembung.11

    Ondansentron adalah obat yang berasal dari golongan antagonis serotonin 5-

    HT3. Reseptor 5-HT3 terletak di nervus vagal, neuron enterik di traktus

    gastrointestinal, dan berpusat di otak di daerah yang dinamakan CTZ (Chemoreceptor

    Trigger Zone). Ondansentron digunakan sebagai antiemetik.12

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    15/24

    PEMBAHASAN

    I. PENGERTIAN

    Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh Samonella typhi. Tanda

    klinis klasik yang muncul pada penderita berupa demam, malaise, nyeri perut, dan

    konstipasi. Demam tifoid yang tidak segera ditangani akan memberat dan

    mengakibatkan delirium, perdarahan intestinal, perforasi usus, dan kematian dalam

    jangka waktu 1 bulan.13

    II. ETIOLOGI

    Basil penyebab tifoid adalah Salmonella typhi dan paratyphi dari genusSalmonella. Basil ini adalah gram negatif, bergerak, tidak berkapsul, tidak

    membentuk spora, tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob dan anaerob fakultatif.

    Ukuran antara 2 4 x 0,6 mikrometer. Suhu optimum untuk tumbuh adalah 37C

    dengan pH antara 6 8.1

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    16/24

    Tabel 1. Salmonella typhi14

    III. PATOFISIOLOGI

    Transmisi dari Salmonella typhi tidak ada yang berasal dari nonmanusia.

    Adapun cara transmisi dari bakteri ini adalah melalui transmisi oral melewati

    makanan dan juga urin yang sudah terkontaminasi serta tanpa sengaja disentuh oleh

    tangan yang kemudian masuk ke dalam mulut ketika pemilik tangan makan tanpa

    membersihkan tangannya terlebih dahulu.13

    Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui mekanisme yang sebenarnya

    tidak dapat dikatakan mudah. Sel patogen yang berasal dari bakteri ini akan

    dihancurkan atau dimakan oleh sel fagosit tubuh. Yang berhasil lolos akan masuk ke

    dalam mukosa saluran cerna di mana pada bagian lamina propria akan berjumpa

    dengan makrofag. Salmonella typhi masuk ke sistem tubuh host melalui distal ileum.

    Makrofag mendeteksi Salmonella typhi sebagai bagian patogen dengan mengetahui

    adanya flagella dan lipopolisakarida. Bakteri yang tadi sudah berada di dalam

    makrofag kemudian dibawa ke plak peyeri distal ileum dan berikutnya ke kelenjar

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    17/24

    getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat

    di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia

    pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh

    terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan

    kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke

    dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan

    disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.13

    IV. FAKTOR RESIKO

    Faktor resiko yang cukup berperan dalam terjadinya demam tifoid adalah

    penurunan asam lambung sehingga memungkinkan bakteri tetap hidup dan infeksi

    HIV/AIDS yang menurunkan imunitas tubuh.13 Selain itu, higiene perorangan yang

    rendah, higiene makanan serta minuman yang rendah, sanitasi lingkungan yang

    kumuh, penyediaan air bersih yang tidak memadai, jamban yang tidak memenuhi

    syarat, pasien yang tidak diobati dengan sempurna, dan belum membudayanya

    imunisasi untuk tifoid.1

    V. EPIDEMIOLOGI

    Epidemiologi dari penyakit ini berupa penyebaran yang bersifat global dengan

    insiden terbanyak berada di daerah dengan sanitasi buruk di mana 80% kasus berada

    di Bangladesh, Cina, India, Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan, dan Vietnam. Sejauh ini

    demam tifoid sudah menginfeksi 21,6 juta orang dan membunuh 200.000 orang

    setiap tahunnya. Penyakit ini menyerang siapapun tanpa memandang ras. Menurut

    penelitian, 54% dari penderita adalah pria di mana usia terbanyak yang menderita

    berkisar usia anak-anak hingga dewasa muda.13

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    18/24

    VI. GEJALA KLINIS

    Dengan pengobatan antibiotik yang tepat, demam tifoid biasanya hanya

    membutuhkan perawatan enam hari di rumah sakit. Adapun gejala yang ditimbulkan

    dari penyakit ini berupa demam satu hingga dua minggu di mana demam bersifat

    terus-menerus dan terutama naik saat sore hingga malam hari dan sedikit menurun

    ketika pagi tiba.13

    Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala

    serupa infeksi akut pada umumnya yaitu

    1. Demam sekitar interminten/remiten

    2. Lidah kotor, mulut kering, mual muntah

    3. Gambaran gejala saluran nafas atas

    4. Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah

    5. Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/

    hepatomegali

    6. Raseola mungkin ditemukan

    Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa:13

    1. Demam kontinyu

    2. Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8

    kali permenit)

    3. Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung

    4. Hepatomegali dan splenomegali,

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    19/24

    5. Lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan

    kehilangan nafsu makan

    6. Nyeri, distensi perut, meteorismus

    Pada minggu ketiga dapat ditemukan gejala antara lain:13

    1. Suhu turun jika berhasil diobati tanpa komplikasi

    2. Jika keadaan memburuk:

    a. Disorientasi, bingung, insomnia,

    b. Komplikasi perdarahan dan perforasi.

    VII. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Penegakkan diagnosis pada penyakit ini didapatkan melalui anamnesis,

    pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Namun, diagnosis pasti dapat

    ditegakkan melalui hasil kultur darah. Hasil kultur darah penderita memberikan hasil

    positif sekitar 85 90% selama minggu pertama.Polymerase Chain Reaction (PCR)

    memberikan sensitivitas 82,7% dan spesifitas 100% terhadap penegakkan diagnosis

    demam tifoid dengan mengombinasikan tes darah dan urin. Tes identifikasi antibodi

    atau antigen Salmonella dapat mendukung diagnosis demam tifoid. Tes Widal juga

    dapat digunakan untuk melihat terjadinya aglutinasi antibodi dan antigen Salmonella

    typhi. Pemeriksaan tambahan lainnya berupa radiologi digunakan hanya untuk

    mendeteksi apakah sudah terjadi perforasi atau abses di hati atau tempat lainnya.

    13

    Pada gambaran darah tepi dapat terjadi leukopenia yang disebabkan oleh depresi

    sumsum tulang yang disebabkan oleh endotoksin. Pada biakan darah akan dihasilkan

    kuman yang tumbuh tanpa meragikan laktosa, gram negatif, dan menunjukkan gerak

    positif. Pada biakkan bekuan darah pada kaldu empedu diperoleh hasil positif

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    20/24

    sedangkan pada biakan tinja akan menunjukkan hasil positif selama pasien masih

    sakit. 1

    VIII. PENATALAKSANAAN

    Penatalaksanaan dari demam tifoid adalah sebagai berikut:1

    1. Tirah baring untuk mencegah perdarahan dan perforasi.

    2. Nutrisi di mana penderita harus memperoleh cairan yang cukup.

    3. Diet yang mengandung kalori dan protein yang cukup.

    4. Terapi simptomatik berupa pemberian antipiretik, antiemetik, dan vitamin bila

    perlu.

    5. Pemberian antibiotik

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    21/24

    Tabel 2. Pemberian Antibiotik pada Demam Tifoid1

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    22/24

    IX. PENCEGAHAN

    Pencegahan yang dapat dilakukan perbaikan sanitasi lingkungan, peningkatan

    higiene makanan serta minuman, peningkatan higien per individu, dan pencegahan

    dengan imunisasi.1

    X. KOMPLIKASI

    Komplikasi dari demam tifoid berupa terjadinya perforasi atau perdarahan

    pada traktus gastrointestinal dan biasanya hal seperti ini ditangani melalui bedah.1,13

    XI. PROGNOSIS

    Prognosis dari demam tifoid adalah berdasarkan dari cepat atau lambatnya

    penanganan serta penggunaan antibiotik yang tepat.13

  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    23/24

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Siti FS. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    364/MENKES/SK/V/2006 Tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.

    Jakarta: 2006.

    2. Prasanna P. Coinfection of typhoid and malaria. Journal of Medical

    Laboratory and Diagnosis. Vol. 2(3). Hal 22-26. India: VSS Medical College;

    2011.

    3. Todd G. Hematocrit. Amerika: US National Library of Medicine; 2012. Dapat

    diakses di http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003646.htm.

    Diakses 24 Maret 2013.

    4. Mohammad K, Yacoob C, Catherine C, Adriaan WS. Risk Factors Predicting

    Complication in Blood Culture-proven Thypoid Fever in Adults.

    Scandinavian Journal of Infectious Disease. Ed 32. Hal 201-205. Skandinavia:

    2011.

    5. Michael CP, William RB. Metabolic Effects of Infection on Protein and

    Energy Status. American Society for Nutritional Sciences. 2003.

    6. Rismawati Y, Ira F. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium

    dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas.

    2012.

    7. Yurita H. Pengobatan Penderita Demam Tifoid Dengan Seftriakson Atau

    Kloramfenikol di Rumah Sakit Swasta Tangerang. Bina Widya. Vol. 22. No.

    4. Hal 20-204. Jakarta; 2011.

    8. 8. The American Society of Health-System Pharmacists. Ceftriaxone

    Injection. Maryland. 2013. Dapat diakses di

    http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a685032.html. Diakses

    24 Maret 2013.

    http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003646.htmhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a685032.html.%20Diakses%2024%20Maret%202013.%0Dhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a685032.html.%20Diakses%2024%20Maret%202013.%0Dhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003646.htmhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a685032.html.%20Diakses%2024%20Maret%202013.%0Dhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a685032.html.%20Diakses%2024%20Maret%202013.%0D
  • 7/30/2019 Lapsus Demam Tifoid, Awal

    24/24

    9. Islam, Butler, Kabir, Alam. Treatment of Typhoid Fever with Ceftriaxone for

    5 Days or Chloramphenicol for 14 Days: a Randomized Clinical Trial.

    Antimicrobial Agents and Chemotherapy. Vol. 37. No. 8. Hal 1572-1575.

    Bangladesh: 1993.

    10. Harshal N. Typhoid Fever Treatment Effective Measures For Recovery.

    Nagpur. 2013. Dapat diakses di http://www.zipheal.com/typhoid/typhoid-

    fever-treatment/3763. Diakses 24 Maret 2013.

    11. Tim K. Non-ulcer Functional Dyspepsia. Egton Medical Information Systems

    Limited. United Kingdom. 2011. Dapat diakses di

    http://www.patient.co.uk/health/Dyspepsia-Non-ulcer-(Functional).htm.

    Diakses 24 Maret 2013.

    12. Meshael BW, Dimath AY, Sarah AG, Lina B. Serotonin receptors antagonists

    as antiemetics. Department of Pharmacology Collage of Medicine King Saud

    University. Arab Saudi.

    13. John LB. Typhoid Fever. Medscape. 2012. Dapat diakses di

    http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview. Diakses 24 Maret

    2013.

    14. Kenneth Todar. Todars Online Textbook of Bacteriology. Wisconsin. 2012.

    http://www.patient.co.uk/health/Dyspepsia-Non-ulcer-(Functional).htmhttp://emedicine.medscape.com/article/231135-overview.%20Diakses%2024%20Maret%202013http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview.%20Diakses%2024%20Maret%202013http://www.patient.co.uk/health/Dyspepsia-Non-ulcer-(Functional).htmhttp://emedicine.medscape.com/article/231135-overview.%20Diakses%2024%20Maret%202013http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview.%20Diakses%2024%20Maret%202013