modul 4 kegawatan psikiatri

15
NAMA : RAMILYA ELVERA SILABAN NIM : 41090001 KEGAWATAN PSIKIATRI 1. Intoksikasi zat psikoaktif Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi akan berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010; Maslim, 2001). Menurut PPDGJ-III: Intoksikasi Akut Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan : tingkat dosis zat yang digunakan (dose-dependent), individu dengan kondisi organic tertentu yang mendasarinya (misalnya insufiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak proporsional. Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks social perlu dipertimbangkan (misalnya dihinbisi perilaku pada pesta atau upacara keagamaan). Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi lainnya. Menurut PPDGJ-III: Penggunaan yang merugikan Adanya pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan, yang dapat berupa fisik (seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui suntikan diri sendiri) atau mental (misalnya episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi berat alcohol). Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuensi social. Tidak ada sindrom ketergantungan, gangguan psikotik atau bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat atau alcohol. Menurut PPDGJ-III: Sindrom Ketergantungan Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan tiga atau lebih gejala di bawah ini dialami dalam masa setahun sebelumnya : a) Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk menggunakan zat psikoaktif. b) Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat sejak awal, usaha penghentian atau pada tingkat sedang penggunaan. c) Keadaan putus zat secara fisiologis atau ketika penghentian penggunaan zat atau penguranagn, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas,

description

kegawatan psikiatri

Transcript of modul 4 kegawatan psikiatri

Page 1: modul 4 kegawatan psikiatri

NAMA : RAMILYA ELVERA SILABAN

NIM : 41090001

KEGAWATAN PSIKIATRI

1. Intoksikasi zat psikoaktifIntoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi akan berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010; Maslim, 2001).Menurut PPDGJ-III: Intoksikasi Akut

Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan : tingkat dosis zat yang digunakan (dose-dependent), individu dengan kondisi organic tertentu yang mendasarinya (misalnya insufiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak proporsional.

Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks social perlu dipertimbangkan (misalnya dihinbisi perilaku pada pesta atau upacara keagamaan).

Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi lainnya.Menurut PPDGJ-III: Penggunaan yang merugikan

Adanya pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan, yang dapat berupa fisik (seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui suntikan diri sendiri) atau mental (misalnya episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi berat alcohol).

Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuensi social.

Tidak ada sindrom ketergantungan, gangguan psikotik atau bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat atau alcohol.Menurut PPDGJ-III: Sindrom Ketergantungan

Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan tiga atau lebih gejala di bawah ini dialami dalam masa setahun sebelumnya :a) Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk menggunakan zat psikoaktif.b) Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat sejak awal, usaha penghentian atau pada

tingkat sedang penggunaan.c) Keadaan putus zat secara fisiologis atau ketika penghentian penggunaan zat atau penguranagn, terbukti

dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau orang tersebut menggunakan zat atau golongan yang sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat.

d) Adanya bukti toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah(contoh yang jelas dapat ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan opiat yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yanga dapat membuat tak berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula).

e) Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya.

f) Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati kerana minum alkohol berlebihan,keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat yang berat atau hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunakan zat, upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh atau dapat diandalkan, sadar akan hakikat dan besarnya bahaya.

Page 2: modul 4 kegawatan psikiatri

Menurut PPDGJ-III: Keadaan Putus Zat Keadaan putus zat merupakan salah satu indicator dari sindrom ketergantungan dan diagnose sindrom

ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan. Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnose utama, bila hal ini merupakan alas an rujukan dan

cukup parah sampai memerlukan perhatian medis secara khusus. Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan psikologis (misalnya anxietas, depresi dan

gangguan tidur) merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini. Yang khas ialah pasien akan melapor bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat.

Menurut American Psychiatric Association (APA), penyalahgunaan zat psikoaktif mempunyai kriteria bahwa pemakaian zat-zat dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dalam jangka waktu pemakaian minimal 12 bulan. Zat-zat yang disalahgunakan termasuk alkohol, amphetamine (stimulan sintetis), kafein, ganja, kokain, halusinogen, inhalant, nikotin, opium, fensiklidin dan obat penenang.

OPIOIDNama opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotika sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium. Opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin, kodein, dan hydromorphone.Opioida memiliki sifat menghilangkan rasa nyeri, khasiat hipnotik, dan euforik. Pemakaian opioida berulang akan menumbulkan toleransi dan ketergantungan.A. Opioida Alami

a. OpiumYaitu hasil olahan getah dari buah tanaman Papaver somniferum. Pertama kali digunakan untuk menghilangkan rasa sakit diare, namun sekarang untuk membuat perasaan senang, mengobati pusing dan menghilangkan rasa cemas.

b. MorfinOpium mentah mengandung 4-21% morfin. Morfin bekerja pada reseptor opiate yang sebagian besar terdapat pada susunan saraf pusat dan perut. Morfin menakan pusat pernafasan yang terletak pada batang otak sehingga menyebabkan pernafasan terhambat. Sifat menghambat pernafasan inilah yang menyebabkan kematian pada kasus kelebihan morfin. Sifat morfin lainnya dapat menyebabkan kekejangan pada daerah perut, muka memerah dan timbulnya rasa gatal pada bagian batang hidung dan sembelit. Pemakai morfin akan merasakan seluruh badannya hangat, anggota badan terasa erat, euphoria, depresi hilang, merasa santai, dan mengantuk. Sebelum tertidur biasanya daya konsentrasi pikirannya terganggu sehingga sukar berpikir dan apatis.

c. KodeinOpium mentah mengandung 0.7-2.5% kodein. Kodein juga opioida alamiah yang paling banyak dalam pengobatan. Kodein mempunyai efek analgetik lemah, sekitar 1/12 kekuatan analgetik morfin, karenanya kodein tidak dipakai untuk menghilangkan rasa nyeri tetapi merupakan antitusif (anti batuk) yang kuat.

B. Opioida semi sintetikOpioida semi sintetik adalah opioida yang diperoleh dari opioida alamiah dengan sedikit perubahan kimiawi misalnya heroin. Potensi heroin lebih kuat dari morfin karena heroin dapat menembus blood brain barrier lebih baik.Heroin dikenal dengan nama putaw, hero, mack, scag, H.junk, gear atau horse. Efek psikologisnya meliputi perasaan bebas dari sakit, perasaan tegang dengan diiringi perasaan senang dan pusing. Kalau pemakaian heroin dihentikan, akan tampak gejala-gejala berupa bola mata mengecil, hidung dan mata berair, bersin-bersin, menguap, berkeringat, mual-mual, muntah, diare, rasa sakit pada otot, tulang, dan persendian.

C. Opioida sintetikAdalah opioida yang diperoleh berdasarkan perubahan kimiawi, misalnya meperidin. Meperidin ialah narkotika sintetik yang mempunyai efek analgetik kira-kira 1/9 kekuatan analgetik morfin. Pada dosis tinggu dapat menimbulkan kejang. Meperidin tersedia dalam bentuk tablet oral atau suntikan.

Intoksikasi opioida A. Konstraksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat) dan satu (atau lebih) tanda berikut,

yang berkembang selama , atau segera setelah pemakaian opioid, yaitu :- Mengantuk atau koma

Page 3: modul 4 kegawatan psikiatri

- Bicara cadel- Gangguan atensi atau daya ingat- Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya euforia awal diikuti

oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan pertimbangaan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid.

Gejala putus zat Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir, biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinyu atau pemberian antagonis narkotik. Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama. Gejala putus obat dari ketergantungan opioid adalah :

Jarak waktu dari suntikan terakhir Gejala umum

6-12 jam - Mata dan hidung berair, menguap- Berkeringat

12-24 jam - agitas dan iritebel- goosebumps- berkeringat, perasaan panas dingin- kehilangan nafsu makan

Lebih 24 jam - craving- kram perut, diare- kehilangan nafsu makan, mual, muntah- nyeri punggung, nyeri persendian, tangan atau kaki, sakit

kepala- sulit tidur- latargi, fatigue- tidak dapat istirahat, iritabel, agitasi- sulit konsentrasi- perasaan panas dingin, keringat meningkat

Hari ke-2 -4 Semua gejala mencapai puncaknyaHari ke- 5-7 - gejala fisik mulai berkurang

- nafsu makan mulai kembaliMinggu ke-2 - gangguan fisik mulai menghilang

- dapat muncul keluhan lain seperti tidak dapat tidur, rasa lelah, iritabel, craving

PSIKOTROPIKA1. Amphetamine

Merupakan golongan stimulansia. Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin yang disintesa tahun 1887 dan dipasarkan tahun 1932 sebagai dekongestan. Nama jalanannya adalah speed meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Bentuknya berupa bubuk warna putih keabu-abuan. Ada 2 jenis amphetamine :- MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine), mulai di kenal sekitar tahun 1980 dengan nama Ecstacy

atau Ekstasi yang berbentuk pil atau kapsul. Nama lain : xtc, fantasy pils, inex, cece, cein,i. Saat ini Ekstasi tidak selalu berisi MDMA karena merupakan NAPZA yang dicampur zat lain (designer drugs) untuk mendapatkan efek yang diharapkan / dikehendaki. Obat amfetamin klasik (dextroamphetamine, methamphetamine, dan methylphenidate) mempunyai efek utamanya melalui system dopaminergik. Sejumlah obat yang disebut dengan amfetamin racikan / designer amphetamine (MDMA, ecstacy, XTC, Adam, MDEA/Eve, MMDA, DOM/STP) telahdibuat dan mempunyai efek neurokimiawi pada sistem serotonergik dan dopaminergik dan efek perilaku yang mencerminkan suatu kombinasi aktifitas obat mirip amfetamindan mirip halusinogen.

Page 4: modul 4 kegawatan psikiatri

- Metamfetamin ice, dikenal sebagai shabu. Nama lainnya shabu-shabu. SS, ice, crystal, crank. Cara penggunaannya dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap, atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong).

Efek amphetamine:

Efek Dosis rendah Dosis tinggiSusunan Saraf Pusat, neurologi, perilaku

- Peningkatan stimulasi, insomnia, dizziness, tremor ringan

- Euforia/disforia, bicara berlebihan

- Meningkatkan rasa percayadiri dan kewaspadaan diri

- Cemas, panic- Supresi nafsu makan- Dilatasi pupil- Peningkatan energi, stamina

dan penurunan rasa lelah- Sakit kepala- Gemerutuk gigi

- Stereotipi atau perilaku yang sukar ditebak

- Perilaku kasar atau irasional, mood yang berubah-ubah, termasuk kejam dan agresif

- Bicara tak jelas- Paranoid, kebingungan dan

gangguan persepsi- Sakit kepala, pandangan

kabur, dizziness- Psikosis (halusinasi. delusi,

paranoia)- Gangguan serebrovaskular- Kejang- Koma- Gemerutuk gigi- Distorsi bentuk tubuh

secarakeseluruhanKardiovaskular - Takikardia (mungkin juga

bradikardi, hipertensi)- Palpitasi, aritmia

- Stimulasi kardiak (takikardia, angina, Ml)

- Vasokonstriksi/hipertensiPernapasan - Peningkatan frekwensi napas

dan kedalaman pernapasan- Kesulitan bernapas/ gagal

napasGastrointestinal - Mual, muntah

- Konstipasi, diare atau kram abdominal

- Mulut kering- Mual, muntah- Kram abdominal

Kulit - Kulit berkeringat, pucat- Hiperpireksia

- Kemerahan/ flushing- Hiperpireksia, disforesis

Kriteria diagnostik untuk intoksikasi amfetamin menurut DSM-IV:B. Pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan (misalnya methylphenidate) yang belum lama terjadi.C. Perilaku maladaptif atau perubahan perilaku yang bermakna secara klinis (misalnyaeuforia atau

penumpulan afektif, perubahan sosiabilitas, kewaspadaan berlebihan, kepekaan interpersonal, kecemasan, ketegangan, atau kemarahan, perilaku stereotipik, gangguan pertimbangan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atausegera setelah pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan

D. Dua (atau lebih) hal berikut berkembang selama atau segera sesudah pemakaianamfetamin atau zat yang berhubungan :

- Takikardia atau bradikardia- Dilatasi pupil- Peninggian atau penurunan tekanan darah- Berkeringat atau menggigil- Mual, muntah- Tanda-tanda penurunan berat badan- Agitasi atau retardasi psikomotor- Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, atau aritmia jantung

Page 5: modul 4 kegawatan psikiatri

- Konfusi, kejang, diskinesia, distonia, atau komaE. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkanoleh gangguan mental

lain Kriteria diagnostik untuk putus amfetamin menurut DSM-IVA. Penghentian (atau penurunan) amfetamin (atau zat yang berhubungan) yang sudahlama atau beratB. Mood disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut, yang berkembangdalam beberapa jam

sampai beberapa hari setelah kriteria A :- Kelelahan- Mimpi yang gambling dan tidak menyenangkan- Insomnia atau hipersomnia- Peningkatan nafsu makan- Retardasi atau agitasi psikomotor

C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis ataugangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan olehgangguan mental lain. Amfetamin Psikosis

Efek penggunaan jangka panjang bisa menimbulkan kondisi yang disebut dengan amfetamin psikosis. Gangguan mental ini sangat mirip sekali dengan paranoid schizophrenia. Efek psikosis ini juga bisa muncul pada penggunaan jangka pendek dengan dosis yang besar. Tanda utama dari gangguan psikotik akibat amfetamin adalah adanya paranoia. Skizofrenia dapat dibedakan dari gangguan psikotik akibat amfetamin oleh sejumlah karakteristik seperti menonjolnya halusinasi visual, afek yang biasanya sesuai, hiperaktifitas, hiperseksualitas, konfusi dan inkoherensi, dan sedikit bukti gangguan berpikir (sebagai contohnya, asosiasi longgar). DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik akibat amfetamin dengangangguan psikotik lainnya. DSM-IV memungkinkan dokter menyebutkan apakah waham atau halusinasi adalah merupakan gejala yang menonjol.

2. GanjaGanja berasal dari tanaman Canabis sataiva atau Canabis Indica, sering juga disebut hashish, marihuana, grass, gele atau cimeng. Ganja yang biasa dikonsumsi berbentuk minyak (cannabis) atau hasil pengeringan (marihuana), sedangkan hashish merupakan getah tanaman ganja yang dikeringkan dan dipadatkan menjadi lempengan.Jika kanabis digunakan seperti rokok (smoked), efek euforia tampak dalam beberapa menit, mencapai puncak dalam kira-kira 30 menit, dan berlangsung 2 sampai 4 jam. Beberapa efek motorik dan kognitif berlangsung selama 5 sampai 12 jam. Kanabis juga dapat digunak peroral jika disiapkan dalam makanan. Kriteria Diagnostik untuk Intoksikasi Kanabis menurut DSM IV-TRA. Pemakaian kanabis yang belum lamaB. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya, gangguan

koordinasi motorik, euforia, kecemasan, sensasi waktu menjadi lambat, gangguan pertimbangan, penarikan sosial) yang berkembang segera, atau segera setelah, pemakaian kanabis).

C. Dua (atau lebih) tanda berikut, berkembang dalam 2 jam pemakaian kanabis :- Injeksi konjungtiva- Peningkatan nafsu makan- Mulut kering- Takikardi

D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain.

Gangguan Psikotik akibat kanabis Episode psikotik sering kali disebut sebagai kegilaan rami (hemp insenity). Penggunaan kanabis jarang disertai dengan pengalaman khayalan buruk (bad-trip), yang sering kali menyertai intoksikasi halusinogen. Jika gangguan psikotik akibat kanabis memang terjadi, keadaan ini mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian yang telah ada sebelumnya pada orang yang terkena.Kriteria Diagnostik Intoksikasi Kanabis menurut PPDGJ II

A. Baru menggunakan kanabis

Page 6: modul 4 kegawatan psikiatri

B. TakikardiaC. Paling sedikit terdapat satu dari gejala psikologik di bawah ini yang timbul dalamwaktu 2 jam sesudah

penggunaan zat itu :- Euphoria- Perasaan intensifikasi persepsi secara subjektif- Perasaan waktu berlalu dengan lambat- Apatis

D. Paling sedikit terdapat satu dari gejala fisik di bawah ini yang timbul dalam waktu 2 jam sesudah penggunaan zat itu :

- Kemerahan konjungtiva- Nafsu makan bertambah- Mulut kering

E. Efek tingkah laku maladaptif, misalnya kecemasan berlebihan, kecurigaan atau ide–ide paranoid, hendaya daya nilai, halangan dalam fungsi sosial atau pekerjaan.

F. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.Kriteria Diagnostik menurut PPDGJ II : gangguan waham kanabis

A. Baru menggunakan kanabisB. Timbul Sindrom Waham Organik di dalam waktu 2 jam sesudah penggunaan zat ituC. Gangguan itu tidak menetap sesudah lebih dari 6 jam penghentian zat ituD. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya

ZAT ADIKTIF LAINNYA1. AlkoholAlkohol adalah zat yang memproduksi efek ganda pada tubuh: pertama adalah efek depresan yang singkat dan kedua adalah efek agitasi pada susunan saraf pusat yang berlangsung enam kali lebih lama dari efek depresannya. Kesadaran atas kedua efek ini sangat tergantung pada kondisi susunan saraf pusat pada saat penggunaan alkohol berlangsung. Dengan demikian efek penggunaan alkohol juga tergantung pada seting lingkungan penggunaan dan kepribadian orang yang bersangkutan.Alkoholisme merupakan penyakit dengan empat gambaran utama berdasarkan Kepmenkes RI No.422/Menkes/SK/III/2010 : Craving : keinginan kuat untuk minum Kehilangan kendali diri : tak mampu menghentikan kebiasaan minum Ketergantungan fisik : simtom putus alkohol seperti nausea, berkeringat atau gemetar setelah berhenti minum Toleran : kebutuhan untuk meningkatkan jumlah minum untuk mendapatkan efek "high". Intoksikasi Alkohol DSM-IV mempunyai kriteria resmi tentang diagnosis intoksikasi alkohol. Kriteria menekankan sejumlah cukup konsumsi alkohol, perubahan prilaku maladaptif spesifik, tanda gangguan neurologis, dan tidak adanya diagnosis atau kondisi lain yang membaur.A. Baru saja menggunakan alcoholB. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya, perilaku seksual atau

agresif yang tidak tepat, labilitas mood, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah ingesti alcohol.

C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama atau segera setelah pemakaian alcohol :- Bicara cadel- Inkoordinasi- Gaya berjalan tidak mantap- Nistagmus- Gangguan atensi atau daya ingat- Stupor

D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. Putus Alkohol Kriteria DSM-IV untuk putus alkohol memerlukan dihentikannya atau penurunan penggunaan alkohol yang sebelumnya berat dan lama, dan juga adanya gejala fisik atau neuropsikiatrik spesifik.

Page 7: modul 4 kegawatan psikiatri

Kriteria Diagnostik untuk Putus Alkohol DSM-IVA. Penghentian (atau penurunan) pemakaian alkohol yang telah lama dan beratB. Dua (atau lebih) tanda berikut ini yang berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria

A.- Hiperaktivitas otonomik (misalnya, berkeringat atau kecepatan denyut nadi > 100)- Peningkatan tremor tangan- Insomnia- Mual dan muntah- Halusinasi atau ilusi penglihatan, raba atau dengar yang transien- Agitasi psikomotor- Kecemasan- Kejang

C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang serius secara klinis ataugangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

D. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkanoelh gangguan mental lain.

Gangguan psikotik akibat alcohol Kreteria diagnostik untuk gangguan psikotik akibat alkohol (alcohol-induced psycotik disorder) (sebagai contoh halusinasi dan waham) ditemukan di dalam kategori DSM-IV tentang gangguan psikotik akibat zat (subtance-induced psycotic disorder). DSM-IV memungkinkan lebih jauh untuk menentukan onset (selama intoksikasi atau putus alkohol)dan apakah halusinasi atau waham ditemukan). Halusinasi yang paling sering adalah auditorik. Suara-suara karakteristiknya adalah memfitnah, mencela, atau mengancam. Walaupun beberapa pasien dilaporkan bahwa suara-suara itu adalah menyenangkan dan tidak menganggu. Halusinasi biasanya berlangsung selama kurang dari 1 minggu walaupun selama minggu tersebut gangguan test realitas adalah sering. Setelah episode, sebagian besar pasien menyadari sifat halusinasi dari gejalanya.

2. HalusinogenHalusinogen yaitu zat atau obat yang bekerja menimbulkan halusinasi atau daya khayal yang kuat yaitu persepsi tentang lingkungan dan dirinya, baik pendengaran, penglihatan maupun perasaan. Termasuk jenis ini : Lycergik Acid Dietilamide (LSD).Halusinogen sintetik klasik adalah asam lisergat dietilamid (LSD). Meskipun sebagian besar zat halusinogenik bervariasi efek farmakologisnya, LSD dapat berfungsi sebagai prototipe halusinogenik. Obat tersebut bekerja pada sistem serotonergik, baik sebagai antagonis maupun agonis. Data saat ini menunjukkan bahwa LSD bekerja sebagai agonis parsial pada reseptor serotonin pascasinaps. Penyalahgunaan obat ini akan menimbulkan pupil mata mengecil, suhu badan menurun, takikardia, mabuk, dan mual.

MANAJEMEN INTOKSIKASI ZAT PSIKOAKTIF1) Anamnesa2) Pemeriksaan fisik3) Pemeriksaan penunjang : Darah perifer lengkap, Fungsi ginjal dan tes urin4) Pemeriksaan status mental5) TerapiPenatalaksanaan Gangguan Penggunaan zat psikoaktif Pada Kondisi Non Gawat DaruratIndividu dengan masalah penggunaan zat psikoaktif pada kondisi tidak gawat darurat perlumenerima intervensi singkat ataupun intervensi psikososial, tergantung dari derajat penggunaan yang dilakukan indivdu tersebut. Bila diperlukan, pasien dengan ketergantungan zat psikoaktif tertentu juga dapat menerima farmakoterapi rumatan ataupun simtomatik :1. Intervensi singkat

Intervensi singkat ditujukan untuk mencoba merubah penggunaan zat psikoaktif atau setidaknya mengajak pasien berpikir ulang mengenai pola penggunaan zat psikoaktifnya. Waktu yang dibutuhkan untuk intervensi biasanya antara 10 menit hingga 1.5 jam. untuk intervensi biasanya antara 10 menit hingga 1.5 jam. Intervensi direkomendasikan untuk beberapa kondisi seseorang seperti dibawah ini :- Penggunaan alcohol yang membahayakan tetapi belum ketergantungan

Page 8: modul 4 kegawatan psikiatri

- Ketergantungan alcohol ringan sampai sedang- Ketergantungan nikotin/perokok- Ketergantungan kanabis ringan hingga sedangIntervensi singkat tidak direkomendasikan untuk kondisi dibawah ini:- Pasien yang kompleks dengan isu-isu masalah psikologis/psikiatrik- Pasien dengan ketergantungan berat- Pasien dengan kesulitan terkait dengan gangguan fungsi kognitif

2. Intervensi PsikososialDapat diberikan konseling baik secara individu maupun dalam kelompok. Konseling secara umum harus meliputi:

Penatalaksanaan Medik Kegawatdaruratan Akibat Gangguan Penggunaan zat psikoaktifPenatalaksanaan Umum Kondisi Kegawatdaruratan Penggunaan zat psikoaktif :a. Tindakan terfokus pada masalah penyelamatan hidup (life threatening) melalui prosedur ABC(Airway,

Breathing, Circulation) dan menjaga tanda-tanda vital.b. Bila memungkinkan hindari pemberian obat-obatan, karena dikhawatirkan akan ada interaksi dengan zat yang

digunakan pasien. Apabila zat yang digunakan pasien sudah diketahui, obat dapat diberikan dengan dosis yang adekuat.

c. Menentukan atau meninjau kembali besaran masalah penggunaan zat pasien berdasar kategori dibawah ini:- Pasien dengan penggunaan zat dalam jumlah banyak dan tanda-tanda vital yang membahayakan

berkaitan dengan kondisi intoksikasi. Kemungkinan akan disertai dengan gejala-gejala halusinasi, waham dan kebingungan akan tetapi kondisi ini akan kembali normal setelah gejala-gejala intoksikasi mereda.

- Tanda-tanda vital pasien pada dasarnya stabil tetapi ada gejala-gejala putus zat yangdiperlihatkan pasien maka bila ada gejala-gejala kebingungan atau psikotik hal itumerupakan bagian dari gejala putus zat.

- Pasien dengan tanda-tanda vital yang stabil dan tidak memperlihatkan gejala putus zat yang jelas tetapi secara klinis menunjukkan adanya gejala kebingungan seperti pada kondisi delirium atau demensia. Dalam perjalanannya mungkin timbul gejala halusinasi atau waham, tetapi gejala ini akan menghilang bilamana kondisi klinis delirium ataudementia sudah diterapi dengan adekuat.

- Bilamana tanda-tanda vital pasien stabil dan secara klinis tidak ada gejala-gejalakebingungan atau putus zat secara bermakna, tetapi menunjukkan adanya halusinasi atauwaham dan tidak memiliki insight maka pasien menderita psikosis.

Terapi kondisi intoksikasi1. Intoksikasi/Overdosis Opioida :

- Atasi tanda vital (Tekanan Darah, Pernafasan, Denyut Nadi, Temperatur suhu badan)- Berikan antidotum Naloxon HCL (Narcan, Nokoba) dengan dosis 0,01 mg/kg.BB secara iv,im, sc- Kemungkinan perlu perawatan ICU, khususnya bila terjadi penurunan kesadaran- Observasi selama 24 jam untuk menilai stabilitas tanda-tanda vital

2. Intoksikasi Amfetamin atau Zat yang Menyerupai :- Simtomatik tergantung kondisi klinis, untuk penggunaan oral ; merangsang muntah dengan activated

charcoal atau kuras lambung - Antipsikotik : Haloperidol 2-5 mg per kali pemberian atau Chlorpromazine 1 mg/kg BB Oral setiap 4-6 jam- Antihipertensi bila perlu, TD diatas 140/100 mHg- Kontrol temperature dengan selimut dingin atau Chlorpromazine untuk mencegah temperaturetubuh

meningkat.- Aritmia cordis, lakukan Cardiac monitoring; contoh untuk palpitasi diberikan Propanolol 20-80 mg/hari.- Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik golongan Benzodiazepin ; Diazepam 3x5 mg atauChlordiazepox

de 3x25 mg- Asamkan urin dengan Amonium Chlorida 2,75 mEq/kg atau Ascorbic Acid 8 mg/hari sampai pH urin < 5

akan mempercepat ekskresi zat.3. Intoksikasi kanabis

- Umumnya tidak perlu farmakoterapi dapat diberikan terapi supportif dengan talking down- Bila ada gejala ansietas berat:

o Lorazepam 1-2 mg oralo Alprazolam 0.5 - 1 mg oral

Page 9: modul 4 kegawatan psikiatri

o Chlordiazepoxide 10-50 mg oral- Bila terdapat gejala psikotik menonjol dapat diberikan Haloperidol 1-2 mg oral atau i.m ulangisetiap 20-30

menit4. Intoksikasi alcohol

- Bila terdapat kondisi Hipoglikemia injeksi 50 ml Dextrose 40%- Kondisi Koma :

o Posisi menunduk untuk cegah aspirasio Observasi ketat tanda vital setiap 15 menito Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopathy. Lalu 50 ml

Dextrose 40% iv (berurutan jangan sampai terbalik).- Problem Perlaku (gaduh/gelisah) :

o Beri dosis rendah sedatif; Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg oral, bila gaduh gelisah berikan secara parenteral (i.m)

5. Intoksikasi Halusinogen- Intervensi non-farmakologik :

o Lingkungan yang tenang, aman dan mendukungo Reassurance : bahwa obat tersebut menimbulkan gejala-gejala itu ; dan ini akan hilang dengan

bertambahnya waktu (talking down).- Intervensi farmakologik :

o Pilihan untuk bad trip (rasa tidak nyaman) atau serangan panico Pemberian anti ansietas ; Diazepam 10-30 mg oral /im/iv pelan atau Lorazepam 1-2 mg oral

2. Diagnosis aksial pada gangguan jiwaDiagnosis multiaksial terdiri dari lima aksis, yaitu:Aksis I : - Gangguan Klinis- Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinisAksis II :- Gangguan kepribadian- Retardasi mentalAksis III :- Kondisi medic umumAksis IV :- Masalah Psikososial dan LingkunganAksis V :- Penilaian fungsi secara global

Aksis I :F00-F09 : Ganggguan Mental Organik (termasuk Gangguan Mental Simtomatik)F10-F19 : Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan Zat PsikoaktifF20-F29 : Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan WahamF30-F39 : Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif)F40-F48 : Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait StressF50-F59 : Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Psikologis dan Faktor FisikF62-F68 : Perubahan Kepribadian Non-organik, Gangguan Kebiasaan atauImpuls, Gangguan Identittas

Jenis Kelamin, Gangguan Preferensi Seksual, Gangguan yang Berhubungan dengan Perkembangan dan Orientasi Seksual

F80-F89 :Gangguan Perkembangan PsikologisF90-F98 : Gangguan Perilaku dan Emosional, onset biasanya pada masa Kanak dan RemajaF99 : Gangguan Jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan, unspecified)

Aksis II :

Page 10: modul 4 kegawatan psikiatri

F60 :GANGGUAN KEPRIBADIAN KHASF60.0 : Gangguan Kepribadian ParanoidF60.1 : Gangguan Kepribadian SkizoidF60.2 : Gangguan Kepribadian DisosialF60.3 : Gangguan Kepribadian Emosional Tak StabilF60.4 : Gangguan Kepribadian HistrionikF60.5 : Gangguan Kepribadian Anankastik F60.6 : Gangguan Kepribadian Cemas (Menghindar)F60.7 : Gangguan Kepribadian DependenF60.8 : Gangguan Kepribadian Khas LainnyaF60.9 : Gangguan Kepribadian YTTF61 : GANGGUAN KEPRIBADIAN CAMPURAN DAN LAINNYAF61.0 : Gangguan Kepribadian CampuranF61.1 : Perubahan Kepribadian yang BermasalahF70-F79 : Retardasi MentalZ 03.2 : Tidak ada diagnosis aksis IIR 46.8 : Diagnosis aksis II tertunda

Aksis III :A00-B99 :Penyakit infeksi dan parasit tertentuC00-D48 :NeoplasmaE00-G90 :Penyakit endokrin, nutrisi, dan metabolik G00-G99 :Penyakit susunan saraf H00-H59 :Penyakit mata dan adneksaH60-H95 :Penyakit telinga dan proses mastoidI00-I99 :Penyakit sistem sirkulasiJ00-J99 :Penyakit sistem pernapasanK00-K93 :Penyakit sistem pencernaanL00-L99 :Penyakit kulit dan jaringan subkutanM00-M99 :Penyakit sistem muskuloskletal dan jaringan ikatN00-N99 :Penyakit sistem genitourinariaO00-O99 :Kehamilan, kelahiran anak dan masa nifasQ00-Q99 :Malformasi kongenital, deformasi, kelainan kranialR00-R99 :Gejala, tanda dan temuan klinis laboratorium abnormalS00-T98 :Cedera, keracunan, dan akibat kausa eksternalV01-Y98 :Kausa eksternal dari morbiditas dan mortalitasZ00-Z99 :Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan pelayanan kesehatan

Aksis IV :Masalah dengan “primary support group” (keluarga)Masalah berkaitan dengan lingkungan sosialMasalah pendidikanMasalah pekerjaanMasalah perumahanMasalah ekonomiMasalah akses ke pelayanan kesehatanMasalah berkaitan interaksi dengan hukum/kriminalMasalah psikososial dan lingkungan lain

Aksis VGLOBAL ASSESMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE100-91 :Gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak tertanggulangi.90-81 : Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalahharian yang biasa.

Page 11: modul 4 kegawatan psikiatri

80-71 : Gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaaan, sekolah, dll.70-61 : Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,secara umum masih baik.60-51 : Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.50-41 :Gejala berat (serious), disabilitas berat.40-31 : Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,disabilitas berat dalam

beberapa fungsi.30-21 : Disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi hampir semua

bidang.20-11 : Bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan merawat/

mengurus diri.10-01 :Seperti di atas, persisten dan lebih serius.0 : Informasi tidak adekuat.

Sumber :Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010.Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA.Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan. Airlangga University Press : SurabayaMaslim, R., 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.Nevid, J. S., Rathus, S. A. & Greene, B., 2005.Psikologi Abnormal Jilid 2. 2nd ed. Jakarta: Erlangga.