referat kegawatan neonatus

30
REFERAT Obat-Obatan dan Tindakan pada Kegawatan Neonatus PEMBIMBING : dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, Msi Med dr. Slamet Widi Saptadi, Sp.A dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, Msi Med dr. Neni Sumarni, SpA Disusun oleh : Okky Nafiriana (030.10.214) KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

description

kegawatan neonatus

Transcript of referat kegawatan neonatus

Page 1: referat kegawatan neonatus

REFERAT

Obat-Obatan dan Tindakan pada Kegawatan Neonatus

PEMBIMBING :dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, Msi Med

dr. Slamet Widi Saptadi, Sp.Adr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, Msi Med

dr. Neni Sumarni, SpA

Disusun oleh :Okky Nafiriana (030.10.214)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKRSUD KOTA SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI10 AGUSTUS 2015 – 17 OKTOBER 2015

Page 2: referat kegawatan neonatus

PENDAHULUAN

Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan

manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan

pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang

mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu. Sangat penting untuk mengetahui

neonates yang berisiko sebagai deteksi dini kegawatan sehingga dapat dilakukan pertolongan

lebih cepat, tidak menyebabkan kerusakan organ lebih lanjut dan mencegah gangguan

tumbuh kembang.

Pada saat ini angka kematian perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Kematian

bayi baru lahir (usia 0-28 hari) merupakan 2/3 dari kematian bayi. Adapun beberapa

penyebab kematian neonates, yaitu infeksi (33%), asfiksia/trauma (28 %), BBLR (24%),

kelainan bawaan (10%) dan lain-lain (5%). Sekitar 80-90 % kematian dapat dicegah dengan

teknologi sederhana, sedangkan sekitar 10-20 % kasus rujukan memerlukan biaya mahal dan

teknologi tinggi.

Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan.

Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat

jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini

diketahui sebelum kelahiran sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/ oksigenasi

janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin

yang terjadi.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kegawatdaruratan pada neonates, yaitu

faktor kehamilan (misalnya kehamilan kurang bulan, ibu dengan penyakit DM, kehamilan

lebih bulan, pertumbuhan janin terhambat), faktor pada partus (misalnya infeksi, partus

dengan penggunaan obat sedative), faktor pada bayi (misalnya skor APGAR rendah, BBLR,

bayi preterm, makrosomia, kelainan kongenital).

Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian bayi, kemampuan kinerja petugas

kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan neonatal

terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Alat-alat

dan obat yang memadai juga mempengaruhi dalam penanganan masalah kegawatdaruratan

tersebut.

1

Page 3: referat kegawatan neonatus

BAB I

Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir

DEFINISI

Asfiksia pada BBL menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian BBL setiap

tahun. Kebutuhan resusitasi dapat diantisipasi pada sejumlah besar BBL. Oleh karena itu,

tempat dan peralatan untuk melakukan resusitasi harus memadai, dan petugas yang sudah

dilatih dan terampil harus tersedia setiap saat dan di semua tempat kelahiran bayi. Resusitasi

BBL ialah prosedur yang diaplikasikan pada BBL yang tidak dapat bernapas secara spontan

dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Asfiksia pada BBL ditandai

dengan keadaan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis.

PATOFISIOLOGI

BBL mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan janin intrauterine

ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukkan perubahan sebagai berikut. Alveoli paru janin

dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil napas pertama, udara

memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorpsi oleh jaringan paru. Pada napas kedua dan

berikutnya, udara yang masuk alveoli bertambah banyak dan cairan paru diabsorpsi sehingga

kemudian seluruh alveoli berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru

meningkat dramatis. Hal ini disebabkan ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak

inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan

tekanan oksigen alveoli, keduanya menyebabkan penurunan resistensi vaskuler paru dan

peningkatan aliran darah paru setelah lahir. Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih

arah yang kemudian diikuti penutupan duktus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi

vaskuler paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada BBL, dengan aliran darah

paru yang inadekuat menyebabkan gagal napas.

2

Page 4: referat kegawatan neonatus

Gambar 1. Diagram Alur Resusitasi Neonatus

Sumber : American Heart Association and American Academy of Pediatrics

3

Page 5: referat kegawatan neonatus

VENTILASI TEKANAN POSITIFSetelah dilakukan langkah awal resusitasi, ventilasi tekanan positif harus dimulai bila

bayi tetap apnea setelah stimulasi atau pernapasan tidak adekuat, dan/atau frekuensi jantung

kurang daeu 100x/menit. Bila bayi bernapas adekuat dan frekuensi jantung memadai tetapi

sianosis sentral, bayi diberi oksigen aliran bebas. Bila setelah ini bayi tetap sianosis, dapat

dicoba melakukan ventilasi tekanan positif.

Peralatan yang digunakan untuk ventilasi tekanan positif adalah salah satu dari 3 alat

berikut; balon mengembang sendiri (self inflating bag), balon tidak mengembang sendiri

(flow inflating bag), atau T-piece resuscitation. Bila menggunakan flow inflating bag atau T-

piece resuscitation, tetap harus disiapkan self inflating bag sebagai cadangan bila aliran

oksigen terhenti.

Cara melakukan VTP:

1. Sebelum persalinan berlangsung, pada saat persiapan alat resusitasi, alat yang akan

dipakai untuk ventilasi tekanan positif dipasang dan dirangkai serta dihubungkan

dengan oksigen sehingga dapat memberikan kadar sampai 90-100%. Siapkan

sungkup dengan ukuran yang sesuai berdasarkan antisipasi ukuran/berat bayi.

Ukuran sungkup yang tepat ialah yang dapat menutupi hidung, mulut, dan dagu.

2. Setelah alat dipilih dan dipasang, pastikan bahwa alat dan sungkup berfungsi baik.

3. Operator berdiri di sisi kepala atau samping bayi. Sungkup diletakkan di wajah bayi

dengan lekatan yang baik.

4. Dilakukan pemompaan pada balon resusitasi dengan tekanan awal >30 cmH2O dan

selanjutnya 15-20 cmH2O dengan frekuensi 40-60 kali/menit.

5. VTP dilakukan selama 30 detik sebanyak 20-30 kali, dengan fase ekspirasi lebih

lama dari fase inspirasi.

6. Setelah 30 detik ventilasi, dilakukan penilaian frekuensi jantung.

7. Bila frekuensi jantung <60 kali/menit, resusitasi dilanjutkan dengan kompresi dada

dan VTP tetap dilanjutkan secara terkoordinasi. Bila frekuensi jantung >60

kali/menit , hentikan kompresi dada dan VTP dilanjutkan sampai frekuensi jantung

mencapai 100 kali/menit atau lebih dan bayi bernapas spontan.

KOMPRESI DADA

Apabila setelah tindakan VTP selama 30 detik, frekuensi jantung < 60 detik maka

lakukan kompresi dada yang terkoordinasi dengan ventilasi selama 30 detik dengan

kecepatan 3 kompresi : 1 ventilasi selama 2 detik. Kompresi dilakukan dengan 2 ibu jari atau

4

Page 6: referat kegawatan neonatus

jari tengah-telunjuk / jari tengah-jari manis. Lokasi kompresi ditentukan dengan

menggerakkan jari sepanjang tepi iga terbawah menyusur ke atas sampai mendapatkan sifoid,

letakkan ibu jari atau jari-jari pada tulang dada sedikit di atas sifoid. Berikan topangan pada

bagian belakang bayi. Tekan sedalam 1/3 diameter anteroposterior dada.

INTUBASI ENDOTRAKEAL

Indikasi:

1. Menghisap meconium dalam trakea bila didapatkan meconium dalam air ketuban dan

bayi tidak bugar

2. Meningkatkan efektifitas ventilasi bila setelah beberapa menit melakukan ventilasi

balon dan sungkup tidak efektif

3. Membantu koordinasi kompresi dada dan ventilasi, serta untuk memaksimalkan

efisiensi pada setiap ventilasi

4. Memberikan obat epinefrin bila diperlukan untuk merangsang jantung sambil

menunggu akses intravena

5. Kelainan bawaan bedah, misalnya hernia diafragmatica

6. Bayi sangat kurang bulan, untuk ventilasi atau pemberian surfactant

Peralatan yang harus disiapkan, yaitu:

Laringoskop dengan daun laringoskop no.00 dan no.0 untuk BKB dan no.1

untuk BCB.

Lampu cadangan dan baterai cadangan untuk laringoskop

Pipa endotrakeal no. 2,5-, 3,0-, 3,5-, 4,0- mm diameter internal

Stilet

Gunting dan plester untuk fiksasi endotrakeal

Kapas alcohol

PEMBERIAN OBAT DAN CAIRAN

Obat dan cairan jarang digunakan pada resusitasi BBL. Bradikardia umumnya

disebabkan karena hipoksia dan ventilasi yang tidak adekuat. Apnea disebabkan oleh

oksigenasi yang tidak cukup pada batang otak. Otot jantung sejumlah kecil bayi (2 per 100

bayi) mungkin kekurangan oksigen dalam jangka panjang yang mengakibatkan berkurangnya

efektifitas kontraksi, meski mendapat perfusi darah yang mengandung banyak oksigen. Bayi

ini memerlukan epinefrin untuk merangsang jantungnya. Bila terjadi kehilangan darah akut,

perlu diberikan cairan penambah volume darah. Karena itu melakukan ventilasi yang adekuat

5

Page 7: referat kegawatan neonatus

merupakan langkat yang terpenting untuk meningkatkan laju jantung. Bila laju jantung tetap

kurang dari 60x/menit walaupun telah dilakukan VTP dan kompresi dada secara

terkoordinasi, tindakan pertama ialah memastikan bahwa ventilasi dan kompresi dada

dilakukan secara optimal dan menggunakan oksigen 100%. Setelah hal ini dipastikan dan

frekuensi jantung tetap di bawah 60 kali/menit, obat perlu diberikan. Karena obat diharapkan

mempunyai efek pada jantung, maka secara ideal pemberian obat ialah secara cepat yaitu

melalui kateter vena umbilicalis.

Pemberian obat dapat diberikan melalui beberapa jalan:

Vena umbilical. Cara tercepat untuk memberikan cairan dan dapat digunakan untuk

epinefrin, nalokson, dan/atau natrium bikarbonas. Sebelum memberikan obat, kateter

diisi salin normal terlebih dahulu.

Pipa endotrakeal. Hanya epinefrin dapat diberikan melalui pipa endotrakeal.

Vena perifer. Pemasangan vena perifer dapat sulit pada BBL yang syok dan

membutuhkan waktu yang lama.

Intramuskuler. Selain melalui intravena, nalokson dapat diberikan secara IM.

Akses intraoseus. Jalan ini dapat dipakai sebagai alternative bila akses vena tidak

didapat.

1. Epinefrin

Merupakan obat pemicu jantung yang meningkatkan kekuatan dan kontraksi otot

jantung dan mengakibatkan vasokonstriksi perifer, sehingga akan mengakibatkan

meningkatnya aliran darah melalui arteria koronata dan aliran darah ke otak. Indikasi

pemberian epinefrin ialah bila frekuensi jantung <60x/menit setelah dilakukan VTP

secara efektif selama 30 detik dan dilanjutkan VTP + kompresi dada secara terkoordinasi

selama 30 detik.

Dosis epinefrin ialah 0,1-0,3 Ml/kgBB (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) larutan

1:10.000 diberikan secara intravena. Bila obat diberikan secara IV melalui kateter, harus

diikuti dengan pemberian 0,5-1,0 Ml garam fisiologis untuk membilas obat dan

memastikan dapat mencaoai sirkusi darah. Bila diputuskan untuk memberikan melalui

pipa endotrakeal sementara jalur IV sedang disiapkan, pertimbangkan pemberian dosis

lebih besar (0,3-1 ml/kgBB atau setara 0,03-0,1 mg/kgBB). Pemberian melalui pipa

endotrakeal lebih cepat, tetapi cara ini mengakibatkan kadar dalam darah lebih rendah

dan tidak dapat diprediksi sehingga mungkin tidak efektif. Beberapa operator

menggunakan kateter agar obat masuk lebih dalam ke dalam pipa kemudian beberapa

VTP diberikan untuk mendistribusikan obat ke paru agar diabsorpsi.

6

Page 8: referat kegawatan neonatus

Setelah pemberian epinefrin, diharapkan frekuensi jantung meningkat lebih dari

60x/menit dalam aktu 30 detik setelah pemberian epinefrin. Bila tidak terjadi peningkata,

epinefrin dapat diulang tiap 3-5 menit. Dosis ulangan diberikan melalui IV dan pastikan

bahwa ventilasi dan kompresi dada terjadi efektif.

2. Cairan penambah volume darah

Bila bayi terlihat pucat, ada bukti kehilangan darah dan respons resusitasi baik, harus

dipikirkan kemungkinan kehilangan cairan. Dapat disebaban karena kehilangan darah ke

sirkulasi maternal yang akan menunjukkan tanda-tanda syok tanpa ada bukti kehilangan

darah yang berarti. Bayi yang mengalami syok akan tampak pucat, CRT melambat, nadi

lemah, takikardia atau bradikardia persisten dan sering keadaan sirkulasi tidak membaik.

Cairan yang dianjurkan untuk mengobati hipovolemia akut adalah cairan kristaloid

isotonic, yaitu NaCl 0,9%, RL, atau darah 0-negatif. Dosis awal ialah 10Ml/kg dengan

kecepatan 5-10 menit secara IV. Biala setelah itu menunjukkan perbaikan minimal, dapat

diberikan dosis tambahan 10Ml/kg.

3. Nalokson

Indikasi pemberian nalokson ialah bila bayi tetap mengalami depresi napas setelah

frekuensi jantung dan warna kulit menjadi normal dan ibu mendapat obat narkotika pada

4 jam sebelum persalinan. Tidak dianjurkan diberikan pada bayi dari ibu yang diduga

menggunakan narkotik karena dapat menimbulkan withdrawal sign. Dosisnya ialah

0,1mg/kg secara IV atau IM dan dapat diulang tiap 2 – 3 menit jika tidak terdapat

perbaikan.

4. Natrium bikarbonat

Tidak terdapat data yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan natrium

bikarbonat pada resusitasi neonates. Namun demikian, memperbaikin asidosis

intrakardiak dapat memperbaiki fungsi miokardium dan mendapatkan sirkulasi spontan.

Obat ini hanya diberikan bila ventilasi dan kompresi dada yang adekuat tidak efektif

dalam memperbaiki sirkulasi, penggunaan lebih dari 1 dosis natrium bikarbonat pada

asidosis persisten, bila mungkin digunakan berdasarkan hasil analisis gas darah arteri.

Untuk BBL digunakan natrium bikarbonat 4,2%. Natrium bikarbonat 8,4%

mengandung 1 mmol/L (1 mEq/Ml). cairan ini hyperosmolar dan perlu diencerkan 1:1

dengan air steril untuk membuat 4,2% (0,5 mmol/Ml). dosis 1-2 mEq/kg diberikan setelah

ventilasi dan perfusi adekuat dicapai, diberikan dalam kira-kira 2 menit yaitu 1

mEq/kg/menit.

PENGHENTIAN RESUSITASI

7

Page 9: referat kegawatan neonatus

Jika sesudah 10 menit resusitasi yang benar, bayi tidak bernapas dan tidak ada denyut

jantung, pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi. Orang tua perlu dilibatkan dalam

pengambilan keputusan, jelaskan keadaan bayi. Persilakan ibu memegang bayinya jika ia

menginginkan. Tidak melakukan resusitasi dapat diterima pada kehamilan <23 minggu atau

berat lahir <400 gram, anensefalus, terbukti trisomy 13 dan 18.

BAB II

8

Page 10: referat kegawatan neonatus

Kejang Neonatus

DEFINISI

Secara klinis adalah perubahan paroksimal dari fungsi neurologic yang terjadi pada

masa neonates. Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi

pada neonates, karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi

kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di kemudian hari. Efek jangka

panjang berupa penurunan ambang kejang, gangguan belajar dan daya ingat.

ETIOLOGI

Kejang yang sering terjadi dapat disebabkan oleh:

1. Ensefalopati iskemik hipoksik: Merupakan penyebab tersering (60-65%) kejang pada

BBL, biasanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama dan sering dimulai 12 jam pertama.

2. Perdarahan intracranial: Perdarahan matriks germinal atau intraventrikel adalah penyebab

kejang tersering pada bayi preterm. Perdarahan intracranial sering sulit disebut sebagai

penyebab tunggal kejang, biasanya berhubungan dengan penyebab lain, yaitu perdarahan

subarachnoid, perdarahan subdural dan perdarahan periventrikuler/intraventrikuler.

3. Metabolik: Penyebab paling sering kejang metabolic adalah hipoglikemia,

hipokalsemia/hipomagnesemia, hiponatremia dan hypernatremia.

4. Infeksi: Terjadi pada sekitar 5-10% dari seluruh penyebab kejang BBL,bakteri, non

bakteri maupun kongenital dapat menyebabkan kejang BBL, biasanya terjadi setelah

minggu pertama kehidupan.

5. Kernicterus/ensefalopati bilirubin: suatu keadaan ensefalopati akut dengan sekuele

neurologis yang disertai meningkatkan kadar serum bilirubin dalah darah. Bilirubin

indirek menyebabkan kerusakan otak pada BCB apabila melebihi 20mg/dl. Pada bayi

premature yang sakit, kadar 10mg/dl sudah berbahaya.

6. Berhubungan dengan obat: Dapat disebabkan oleh drug withdrawal dimana ibu yang

ketagihan dengan obat narkotik selama hamil, bayi yang dilahirkan dalam 24 jam pertama

terdapat gejala gelisah, jitteriness dan kadang-kadang terdapat kejang. Intoksikasi anestesi

local juga dapat menyebabkan kejang pada BBL dimana keadaan itu terjadi akibat

anestesi blok paraservikal, pudendal atau epidural serta anestesi local pada episiotomy

yang tidak tepat sehingga masuk ke dalam sirkulasi janin.

DIAGNOSIS

9

Page 11: referat kegawatan neonatus

Diagnosis kejang pada BBL didasarkan pada anamnesis yang lengkap, riwayat yang

berhubungan dengan penyebab penyakit, manifestasi klinis kejang, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang.

Melalui anamnesis, dapat diketahui faktor resiko kejang yaitu riwayat kejang dalam

keluarga, kelainan pada riwayat kehamilan seperti infeksi maupun preeklamsia, kelainan

riwayat persalinan seperti asfiksia, trauma maupun ketuban pecah dini dan kelainan pada

riwayat pascanatal seperti infeksi BBL maupun bayi dengan riwayat kuning timbul dini.

Manifestasi klinik kejang pada BBL sangat berbeda dengan kejang pada anak yang

lebih besar. Perbedaan ini karena susunan neuroanatomik, fisiologis dan biokimia pada

berbagai tahap perkembangan otak berlainan. Gambaran klinis kejang terbagi menjadi subtle,

tonik (fokal dan umum), klonik (fokal dan multifocal) dan mioklonik (fokal, multifocal dan

umum). Bentuk kejang subtle lebih sering terjadi disbanding tipe kejang yang lain, hamper

50% dari kejang BBL baik pada BKB maupun BCB. Sering juga timbul kejang klonik yang

berpindah-pindah, kejang pada ekstremitas hemilateral, atau kejang primitip subkortikal

(apnea, gerakan mengunyak, gerakan mata abnormal, perubahan tonus otot periodic). Kejang

tonik-klonik/grand mal jarang terjadi pada BBL.

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium yaitu gula darah, darah

rutin, analisa gas darah, kadar bilirubin dan elektrolit. Pemeriksaan EEG pada kejang dapat

membantu diagnosis, lamanya pengobatan dan prognosis. Pemeriksaan radiologis yang dapat

dilakukan yaitu USG kepala jika dicurigai adanya perdarahan intracranial atau

intraventrikuler.

TATALAKSANA

Penatalaksanaan kejang pada neonates meliputi stabilisasi keadaan uum bayi,

menghentikan kejang dan identifikasi dan pengobatan faktor etiologi serta suportif untuk

mencegah kejang berulang.

a. Terapi suportif:

1. Pengawasan jalan napas bersih dan terbuka, pemberian oksigen

2. Pemantauan ketant : pasang monitor jantung dan pernapasan serta “pulse oxymeter”

3. Pasang jalur intravena, berikan infus Dextrose

4. Beri bantuan respirasi dan terapi oksigen bila diperlukan

5. Koreksi gangguan metabolic dengan tepat

b. Medikamentosa: pemberian antikonvulsan merupakan indikasi pada manajemen awal.

10

Page 12: referat kegawatan neonatus

1. Fenobarbital

Dosis awal (loading dose) 20-40 mg/kgBB IV diberikan mulai dengan 20

mg/kgBB selama 5-10 menit

Pantau depresi pernapasan dan tekanan darah

Dosis rumatan: 3-5 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis diberikan jika kejang telah

teratasi. Lamanya pemberian dosis rumatan belum pasti, beberapa menghentikan

jika tidak ada kelainan neurologis, sedangkan yang lain menggunakan patokan

gambaran klinis dan gambaran EEG.

Kadar teraupetik dalam darah diukur 1 jam setelah pemberian IV

2. Fenitoin (Dilantin): biasanya diberikan hanya apbila bayi tidak memberi respons yang

adekuat terhadap pemberian fenobarbital.

Dosis awal (loading dose) untuk status epileptikus 15-20 mg/kgBB IV pelan-pelan

Karena efek alami obat yang iritatif dan dapat menyebabkan kristalisasi, maka

beri pembilas larutan garam fisiologis sebelum dan sesudah pemberian obat

Fenitoin hanya boleh diberikan secara IV

Kadar teraupetik dalam darah 12-20 mg/kgBB campur ke dalam 15 Ml NaCl 0,9%

dan diberikan dengan kecepatan 0,5 Ml/menit selama 30 menit

Dosis rumatan 5-8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis

Pengawasan gejala bradikardia, aritmia dan hipotensi selama pemberian infus

3. Lorazepam (Ativan): biasanya diberikan pada BBL yang tidak memberi respons

terhadap pemberian fenobarbital dan fenitoin secara berurutan

Dosis efektif: 0,05 – 0,1 mg/kgBB IV secara pelan-pelan dalam beberapa menit

Obat ini akan masuk ke dalam otak dengan cepat dan membentuk efek

antikonvulsan yang nyata dalam waktu kurang dari 5 menit

Pengawasan terhadap depresi pernapasan dan hipotensi

PROGNOSIS

Kejang pada BBL dapat mengakibatkan kematian, atau jika hidup dapat menderita

gejala sisa atau sekuel. Prognosis jangka panjang sesudah kejadian kejang berhubungan

langsung dengan penyebabnya. Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka

kesakitan dan kematian yang tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung

semakin tinggi risiko kerusakan pada otak dan berdampak pada terjadinya kelainan

neurologik lanjut (misalnya cerebral palsy dan retardasi mental).

BAB III

11

Page 13: referat kegawatan neonatus

Gangguan Termoregulasi pada Neonatus

A. Hipotermi

DEFINISI

Suhu tubuh < 36,5°C (normal 36,5° C – 37,5° C) pada pengukuran suhu melalui

rectal. Suhu ketiak 0,5 - 1° C lebih rendah. Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena

dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolism tubuh yang akan berakhir dengan

kegagalan fungsi jantung paru dan kematian.

FAKTOR RESIKO/PREDISPOSISI

1. Kehilangan panas

Riwayat bayi tidak dikeringkan sesudah lahir, dan tidak dijaga kehangatannya

Riwayat terpapar dengan lingkungan yang dingin

Riwayat melakukan tindakan tanpa tambahan kehangatan pada bayi

BBLR (permukaan tubuh lebih luas, lemak subkutan sedikit, respons vasomotor

kurang efektif)

2. Produksi panas kurang

Asupan kurang

Prematuritas (lemak coklat belum memadai)

3. Gangguan kemampuan pengaturan suhu

Hipoksia, syok, hipoglikemia, sepsis, gangguan otak

GAMBARAN KLINIK

1. Suhu tubuh <36,5° C

2. Kaki, tangan, badan teraba dingin

3. Reflex menghisap menurun, merintih, menangis lemah, letargi

4. Gangguan napas

5. Bradikardi

6. Hipoglikemia

7. Asidosis metabolic

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Gula darah sewaktu

12

Page 14: referat kegawatan neonatus

b. Darah rutin

DIAGNOSIS

Klasifikasi Anamnesis Pemeriksaan

Hipotermia sedang Bayi terpapar suhu

lingkungan yang rendah

Waktu timbulnya kurang

dari 2 hari

Suhu tubuh 32° C –

36,4° C

Gangguan napas

HR < 100x/menit

Malas minum

Letargi

Hipotermia berat o Bayi terpapar suhu

lingkungan yang rendah

o Waktu timbulnya < 2 hari

o Suhu tubuh < 32° C

o Tanda lain hipotermia

sedang (+)

o Kulit teraba keras

o Napas pelan dan dalam

Suhu tubuh tidak stabil

(dugaan sepsis)

Tidak terpapar dengan

dingin atau panas yang

berlebihan

Suhu tubuh berfluktuasi

antara 36° C - 39° C

meskipun berada di suhu

lingkungan yang stabil

Fluktuasi terjadi sesudah

periode suhu stabil

Tabel 1. Klasifikasi hipotermia

TERAPI

1. Manajemen umum

Pemanasan kembali dengan kecepatan 1° C/jam, BB <1200 g / umur kehamilan

<28 minggu: kecepatan < 0,6° C/jam

Perbedaan suhu rektal dan suhu kulit tidak boleh melebihi 1° C/jam

Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi

dan selimuti dengan selimut hangat

Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering, bila bayi tidak dapat menyusu berikan

ASI peras menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum

Pantau tanda bahaya (mis. Gangguan napas, kejang) dan segera atasi

13

Page 15: referat kegawatan neonatus

Periksa kadar GDS, bila <45 mg/dL (2.5 mmol/L), tangani hipoglikemia

Bila bayi dengan penyulit gangguan napas atau komplikasi lain, atasi sesuai

indikasi

Cara Petunjuk penggunaan

Kontak kulit Untuk semua bayi

Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat, atau menghangatkan

bayi hipotermia (32° C – 36,4° C) apabila cara lain tidak

memungkinkan

Kangaroo mother

care (KMC)

o Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan <2500 gr terutama

direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan berat

badan < 1800 gr

o Tidak untuk bayi atau ibu yang sakit berat

o Dapar dilakukan oleh keluarga (pengganti ibu)

Pemancar panas Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat ≥ 1500 gr

Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau

menghangatkan kembali bayi hipotermi

Lampu

penghangat

Bila tidak tersedia pemancar panas, dapat digunakan lampu pijar

maksimal 60 watt dengan jarak 60 cm

Incubator o Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat < 1500 gr yang tidak

dapat dilakukan KMC

o Untuk bayi sakit berat

Boks penghangat Bila tidak tersedia incubator, dapat digunakan boks penghangat dengan

menggunakan lampu pijar maksimal 60 watt sebagai sumber panas

Ruangan hangat Untuk merawat bayi dengan berat < 2500 gr yang tidak memerlukan

tindakan diagnostic atau prosedur pengobatan

Tidak untuk bayi sakit berat

Tabel 2. Cara menghangatkan bayi

2. Manajemen khusus

1. Hipotermi sedang

14

Page 16: referat kegawatan neonatus

Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan

melakukan kontak kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat)

Bila ibu tidak ada, hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat

pemancar panas atau incubator atau ruangan hangat

2. Hipotermi berat

Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas, bila perlu gunakan

incubator atau ruangan hangat bila perlu

Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan pipa

infus tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan

cairan

Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap

Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik > 0,5° C/jam, berarti

upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa

suhu bayi tiap 2 jam.

PEMANTAUAN

1. Bila suhu tubuh tidak naik atau naik terlalu pelan, < 0,5° C /jam, cari tanda sepsis

2. Setelah suhu tubuh normal

Lakukan perawatan lanjutan

Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam. Bila suhu tetap

dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah lain

yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu cara

menghangatkan bayi di rumah.

B. Hipertermi

DEFINISI

Hipertermia adalah suhu bayi >37,5° C.

FAKTOR RESIKO/PREDISPOSISI

1. Suhu lingkungan yang meningkat

Vasodilatasi perifer, bayi kemerahan, tangan / kaki hangat

Suhu rektal lebih rendah dari suhu kulit

2. Produksi panas endogen meningkat

Vasokonstriksi perifer, bayi pucat, tangan/kaki dingin

15

Page 17: referat kegawatan neonatus

Suhu rektal lebih tinggi dari suhu kulit

3. Lain-lain:

Infeksi

Dehidrasi

Peningkatan suhu ibu saat partus

Drug withdrawal

Krisis hipertiroid

GAMBARAN KLINIK

1. Tanda dehidrasi (elastisitas kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung,

membrane mukosa kering)

2. Malas minum

3. RR >60x/menit

4. HR >160x/menit

5. Letargi, iritabel

TERAPI

1. Hindari penggunaan obat penurun panas

2. Menghilangkan sumber panas dari lingkungan yang berlebihan

3. Bila bayi tidak pernah diletakkan dalam alat penghangat:

Letakkan bayi di dalam suhu lingkungan yang netral (25-28° C)

Lepaskan sebagian atau seluruh pakaiannya bila perlu

Periksa suhu aksiler setiap jam sampai dicapai suhu dalam batas normal

4. Cari penyebab: iatrogenic, infeksi, dehidrasim kelainan SSP

5. Yakinkan bayi mendapat cukup cairan atau minuman

6. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya. Bila bayi tidak dapat disusui, beri ASI peras dan

gunakan cara alternative pemberian minum

7. Bila terdapat tanda dehidrasi, segera tangani

8. Periksa kadar GDS, bila <45 mg/dl, segera tangani

9. Cari tanda sepsis dan ulangi lagi bila suhu telah mencapai batas normal

PEMANTAUAN

1. Setelah suhu bayi normal, lakukan perawatan lanjutan untuk bayi

2. Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu tiap 3 jam

16

Page 18: referat kegawatan neonatus

3. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada

masalah lain yang memerlukan perawatan di RS, bayi dapat dipulangkan. Nasehati ibu

cara menghangatkan bayi di rumah dan melindungi dari pemanasan yang berlebihan.

Nama obat Dosis

Adrenaline 0,1-0,3 ml/kg diulang tiap 3 - 5 menit jika perlu

Aminophilin 4-6 mg/kg/12 jam

17

Page 19: referat kegawatan neonatus

Aminofusin 0,5 – 1 gr/kg/hari

Ca gluconate 200-800 mg/kg/hari continuous infusion

Diazepam 0,1 – 0,3 mg/kg/kali diulang 15-30 menit jika perlu. (Max: 2 mg)

Dopamine 5 – 10 meq/kg/menit continuous infusion

Fenobarbital Kejang : 20 -40 mg/kg

Maintenance : 3 – 5 mg/kg/12 jam

Fenitoin Kejang : 15 – 20 mg/kg

Maintenance : 5- 8 mg/kg/12 jam

Furosemide 0,5 – 1 mg/kg/hari

Hidrokortison 5 mg/kg/12 jam

Lorazepam 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali diulang 10-15 menit jika perlu. (Max: 4 mg)

Midazolam 0,1 – 0,2 mg/kg/jam (Max: 0,5 mg/kg)

Metil prednisolone 0,1 mg/kg/hari

NaHCO3 1-2 mmol/kg/jam

Nalokson 0,1 mg/kg diulang tiap 2 – 3 menit jika perlu

Propranolol 0,1 mg/kg/hari dibagi dalam 3 – 4 dosis

Ampicillin 50 – 100 mg/kg/12 jam

Ampi sulbactam 150 mg/kg/12 jam

Amikasin 15 mg/kg/hari (day-1) kemudian 15 mg/kg/12 jam (day-2, dst)

Gentamycin 5 – 7 mg/kg/12 jam

Meropenem 25 – 50 mg/kg/12 jam

Tabel 3. Dosis obat neonatus

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Buku ajar neonatologi edisi pertama. Jakarta: badan penerbit IDAI; 2010.

18

Page 20: referat kegawatan neonatus

2. Aditiawati, Alia RA. Deteksi dini dan tatalaksana kegawatan pada bayi baru lahir.

Palembang: Departemen ilmu kesehatan anak FK UNSRI-RSMH; 2009.

3. IDAI. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat

di rumah sakit. Jakarta: U.S agency for international development – Indonesian mission;

2005.

4. RSDK. Ilmu kesehatan anak. Semarang: RSUP Dr. Kariadi; 2015.

5. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,

procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc

Graw-Hill, 2004; 262-66.

6. Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual

of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 569-76.

7. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri

Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 56-7.

19