Meningitis Bacterial
-
Upload
echa-ayiimm -
Category
Documents
-
view
224 -
download
2
description
Transcript of Meningitis Bacterial
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi susunan saraf pusat sampai sekarang masih merupakan keadaan
yang membahayakan kehidupan anak, dengan berpotensial menyebabkan
kerusakan permanen pada pasien yang hidup. Infeksi ini juga merupakan
penyebab tersering demam disertai tanda dan gejala kelaian susunan saraf pusat
pada anak. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) dapat dibagi menjadi dua
kategori besar: yangutamanya melibatkan meninges (meningitis) dan terbatas
pada parenkim (ensefalitis)1,2,7
Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada
meninges atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum
tulang belakang yang terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara
klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal (misalnya, sakit kepala,
kaku kuduk, fotofobia), serta pleositosis (peningkatan jumlah sel darah putih)
dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada durasi gejala, meningitis
dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara anatomis dibagi
menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut sebagai pachymeningitis (agak
jarang) dan leptomeningitis, yang lebih umum dan didefinisikan sebagai
peradangan pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.2
Penyebab paling umum peradangan pada meningens adalah akibat iritasi
oleh infeksi bakteri. Organisme biasanya masuk meningens melalui aliran darah
dari bagian lain dari tubuh ataupun dapat secara langsung (perkontinuitatum dari
peradangan organ atau jaringan di dekat selaput otak)2
Meningitis piogenik (bakteri) terdiri dari peradangan meningens dan CSS
subarachnoid. Jika tidak diobati, meningitis bakteri dapat mengakibatkan
kelemahan (debility) seumur hidup atau kematian.
Penyakit ini fatal sebelum era antimikroba, tapi dengan munculnya terapi
antimikroba, tingkat kematian secara keseluruhan dari meningitis bakteri
mengalami penurunan. Meskipun demikian, tetap sangat tinggi, mencapai
sekitar 25%. Munculnya strain bakteri resisten telah mendorong perubahan dalam
1
protokolantibiotik di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat. Para agen
infektif spesifik yang terlibat pada meningitis bakteri bervariasi di antara berbagai
kelompok umur pasien, dan peradangan bisa berevolusi menjadi kondisi seperti
ventriculitis, empiema, cerebritis.2
Meningitis akut bakteri, menunjukkan bakteri penyebab sindrom ini. Hal
ini biasanya ditandai dengan onset akut gejala meningeal dan pleositosis
neutrophilic. Tergantung dari bakteri spesifik penyebabnya, sindrom yang dapat
disebut, misalnya, salah satu dari berikut:meningitis Pneumococcal, meningitis
Haemophilus influenzae, meningitis stafilokokus,meningitis meningokokus ,
meningitis tuberkulosis. Tidak seperti subakut (1-7 hari) ataukronis (> 7 hari)
meningitis, yang memiliki etiologi infeksi dan non-infeksi yang sangat banyak,
meningitis akut (<1 hari) hampir selalu infeksi bakteri yang disebabkan oleh
satudari beberapa organisme . Pasien dengan meningitis bakteri akut dapat
dekompensasi sangat cepat, sehingga mereka memerlukan perawatan darurat,
termasuk terapi antimikroba,idealnya dalam waktu 30 menit pada unit gawat
darurat.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI3
Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura,
arachnoid dan piamater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat
disebabkan oleh beberapa etiologi(infeksi dan non infeksi) dan dapat
diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalamlikuor cerebrospinal (LCS).
2
2.1. ANATOMI4
2.2.1. LAPISAN SELAPUT OTAK/ MENINGES
1. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatulapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan
dural yangmelapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana
keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar
sinus venosusterletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana
lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.Duramater lapisan
luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum,
dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa kedalam tulang itu sendiri;
lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuatyang berasal darinya
membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara keduahemispherium terdapat
invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada cristagalli dan meluas ke
crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalisinterna, tempat
dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas kedua sisi.
Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa
sehinggamasing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium
cerebelliterbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa
craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis
dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia
meninggalkanlobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri.
Saluran-saluranvena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura
2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanya terpisahdengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia
menutupi spatiumsubarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dandihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa
yang membentuk suatuanyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang
saling berhubungan.Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip
jamur kedalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni
3
(granulationes/villiarachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di
sekitar sinus sagitalissuperior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor
cerebrospinali memasukicirculus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi
tersebut menyusup kedalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke
dalam vena diploe.Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan
piamater yangsecara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer
cerebrum, namunrongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah
pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali
diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan
secara bebas dengan cisternayang berbatasan dengan rongga sub arachnoid
umum.Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di
atassubarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena
ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang
terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa
vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus
temporalis.Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma
opticum, cisternasupraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna
interpeduncularis di antara pedunclecerebrum. Rongga di antara lobus frontalis,
parietalis, dan temporalis dinamakancisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).
3. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar
pembuluh darahdi seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure
transversalis di abwahcorpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela
choroidea dari ventrikel tertiusdan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan
pembuluh-pembuluh darahchoroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari
ventrikel-ventrikel ini. Pia danependim berjalan di atas atap dari ventrikel
keempat dan membentuk tela choroidea ditempat itu.
2.2.2. LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)
4
1. Fungsi
LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket
pelindungdari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur
komposisi ion,membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai
pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan-
perubahan tekanan (volumevenosus volume cairan cerebrospinal).
2. Komposisi dan Volume
Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal
rata-ratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel
Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal rata-
ratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel.
LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium
liquor cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan.
Hubungan antarakeduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat
(foramen Luscka) danapetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie).
Pada orang dewasa,volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara
normal ± 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira
5
setengah jumlah ini. Antara400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan
direabsorpsi setiap hari.
3. Tekanan
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;
perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan.
Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya,
pada tumor), volumedarah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal
(pada hydrocephalus)karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku
dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume
tanpa kenaikan tekanan.
4. Sirkulasi LCS
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus
lateralis kedalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk
ke ventriculusquartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis
externum melaluiforamen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan
meninggalkan systemventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari
ventrikel keempat danmemasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin
mengalir di ataskonveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah
kecil direabsorpsi(melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater
atau dindingventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam
vena (dari sinusatau vena-vena) di berbagai daerah – kebanyakan di atas
konveksitas superior.Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk
mempertahankan reabsorpsi.Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan
cerebrospinal yang terus menerus di dalamdan sekitar otak dengan produksi dan
reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.
2.3. EPIDEMIOLOGI
6
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap
patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi
(1 – 12 bulan); 95 % terjadiantara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat
terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri
patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan
padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi
yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari
kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7
Untuk meningitis Bakterial Di Amerika Serikat, sebelum pemberian rutin
vaksin conjugate-pneumococcal, insidens darimeningitis bakteri ± 6000 kasus per
tahun; dan sekitar setengahnya adalah pasien anak (≤18tahun). N. Meningitidis
menyebabkan 4 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan).Sedangkan
S.pneumoniae menyebabkan 6,5 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan).
Angka ini menurun setelah pemberian rutin dari vaksin conjugate-pneumoccal pad
anak-anak.
Pengenalan dari vaksin meningococcal baru-baru ini di Amerika Serikat
diharapkan dapat mengurangi insidens meningitis bacterial di kemudian hari.
Insidens dari meningitis bacterial pada neonatus sekitar 0,15 kasus per 1000 bayi
lahir cukup bulan dan 2,5 kasus per 1000 bayi lahir kurang bulan (premature).
Hampir 30% bayi baru lahir dengan klinis sepsis, berhubungan dengan adanya
meningitis bakterial. Sejak adanya pemberian antibiotik inisiasiintrapartum tahun
1996, terjadi penurunan insidens nasional dari onset awal infeksi GBS (Group B
Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 1990
menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 2003.1,8
Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia
dan jenis pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada
neonatus tinggi danmeningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae
yang menyebabkan morbiditas pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni
pada tahun pertama kehidupan, menurun pada pertengahan (mid life) dan
meningkat kembali di masa tua.
7
Insidens lebih banyak pada kulit hitam. Bayi laki – laki lebih sering
terkena meningitis gram negatif, bayi perempuan lebih rentan terhadap infeksi
L.monocytogenes, sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS)mengenai kedua
jenis kelamin.8
Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun.
Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah.
Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000
kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih
tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal.Streptococcus group B dan
E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial padaneonatus.
Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%).
Hampir 40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran
dan defisit neurologis.9,11
2.4. ETIOLOGI
- Neisseria meningitidis
Meningitis disebabkan oleh bakteri ini dikenal sebagai penyakit
meningokokus. Bakteri penyebab meningitis juga bervariasi menurut kelompok
umur.5
Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada
bayi normalmerefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu,
Streptococcus group B, basilienterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes).
Meningitis pada kelompok ini kadang-kadang dapat karena Haemophilus
influenzae dan patogen lain ditemukan pada penderitayang lebih tua.Meningitis
bakteri pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena H.influenzae tipe B,
Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yangdisebabkan
oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali
terjadisebelum usia 2 tahun.
Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas , Treponema pallidum, dan
Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter
diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.
8
2.5. PATOGENESIS1
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :
1.Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti
faringitis,tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering
didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman
yang ada dalamcairan otak.
9
2.Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh
infeksi darisinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.
3.Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak,
pungsi lumbal danmielokel.
4.Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:
• Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh
kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir
• Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria
Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran
hematogen.Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab
meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur
hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut :
1.Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)
2.Bakteri menembus rintangan mukosa
3.Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel
fagosit danaktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.
4.Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal
5.Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal
6.Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan
otak.
Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu
melampaui semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme
virulensi yang berbeda-beda,.
Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa
faktor,yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang.
Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:
1.Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis
dibandingkan dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-
laki dan wanita berbanding 1,7 : 1
2.Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah
menderitameningitis disbanding bayi cukup bulan
10
3.Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama
kehamilan,adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya
sepsis dan meningitis
4.Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari
leukosit, defisiensi beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya
properdin serum,rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer
melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di
transfer melalui plasenta), akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis
pada neonates. Rendahnya IgMdan IgA berakibat kurangnya kemampuan
bakterisidal terhadap bakteri gram negatif.
5.Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia
ataudysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan
sel Bdan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis
6.Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit
Hodgkinmenyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga
mempermudahterjadinya infeksi.
7.Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah
terjadinyainfeksi
8.Malnutrisi
Akhir – akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi
meningitis bakterial, yaitu suatu proses yang kompleks, komponen – komponen
bakteri dan mediator inflamasi berperanmenimbulkan respons peradangan pada
selaput otak (meningen) serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak
berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunanaliran darah otak, yang
dapat mengakibatkan tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelahada
bakteriemia atau embolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke
dalamsusunan saraf pusat dengan jalan menembus rintangan darah otak melalui
tempat – tempatyang lemah, yaitu di mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang
merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena mengandung kadar
glukosa yang tinggi. Segera setelah bakteri berada dalam cairan serebrospinal,
maka bakteri tersebut memperbanyak diridengan mudah dan cepat oleh karena
11
kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosisdalam cairan serebrospinal
melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang subaraknoid.Bakteri pada waktu
berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan melepaskan dinding sel atau
komponen – komponen membran sel (endotoksin,teichoic acid ) yang
menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan peradangan di selaput
otak (meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam skema tersebut di
bawah, sehingga
timbul meningitis. Bakteri Gram negative pada waktu lisis akan
melepaskanlipopolisakarida/endotoksin, dan kuman Gram positif akan
melepaskan teichoic acid (asamteikoat).
Patofisiologi Molekuler Meningitis Bakterial
12
Produk – produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan
makrofag disusunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi
mediator inflamasi sepertiInterleukin – 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF).
Mediator inflamasi berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme
yang menyebabkan peningkatan tekanan intracranial,yang selanjutnya
mengakibatkan menurunnya aliran darah otak. Pada meningitis bacterialdapat juga
terjadi syndrome inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) diduga disebabka
noleh karena proses peradangan akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan
kebocoran vasopressin endogen sistem supra optiko hipofise meskipun dalam
keadaan hipoosmolar, dan SIADH ini menyebabkan hipovolemia, oliguria dan
peningkatan osmolaritas urine meskipun osmolaritas serum menurun, sehingga
timbul gejala-gejala water intoxication, yaitu mengantuk, iritabel dan
kejang.Edema otak yang berat juga menghasilkan pergeseran midline kearah
kaudal danterjepit pada tentorial notch atau foramen magnum.
Pergeseran ke kaudal ini menyebabkan herniasi dari gyri parahippocampal,
cerebellum, atau keduanya. Perubahan intrakranial ini secara klinis menyebabkan
terjadinya gangguan kesadaran dan refleks postural. Pergeseranke kaudal dari
batang otak menyebabkan lumpuhnya saraf kranial ketiga dan keenam. Jikatidak
diobati, perubahan ini akan menyebabkan dekortikasi atau deserebrasi dan dengan
cepatdan progresif menyebabkan henti nafas dan jantung.Akibat peningkatan
tekanan intrakranial adalah penurunan aliran darah otak yang juga disebabkan
karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus dan adanya penurunan
autoregulasi, terutama pada pasien yang mengalami kejang.
Akibat lain adalah penurunan tekanan perfusi serebral yang juga dapat
disebabkan oleh karena penurunan tekanan darahsistemik 60 mmHg sistole.
Dalam keadaan ini otak mudah mengalami iskemia, penurunanautoregulasi
serebral dan vaskulopati. Kelainan – kelainan inilah yang menyebabkankerusakan
pada sel saraf sehingga menimbulkan gejala sisa. Adanya gangguan aliran
darahotak, peningkatan tekanan intrakranial dan kandungan air di otak akan
menyebabkangangguan fungsi metabolik yang menimbulkan ensefalopati toksik
yaitu peningkatan kadar asam laktat dan penurunan pH cairan srebrospinal dan
13
asidosis jaringan yang disebabkanmetabolisme anaerob, keadaan ini menyebabkan
penggunaan glukosa meningkat dan berakibat timbulnya hipoglikorakia.
Ensefalopati pada meningitis bakterial dapat juga terjadii akibat hipoksia
sistemik dandemam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis bakterial adalah
peradangan padaselaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan – bahan
toksis bakteri. Peradanganselaput otak akan menimbulkan rangsangan pada saraf
sensoris, akibatnya terjadi reflekskontraksi otot – otot tertentu untuk mengurangi
rasa sakit, sehingga timbul tanda Kernig danBrudzinksi serta kaku kuduk.
Manifestasi klinis lain yang timbul akibat peradangan selaputotak adalah mual,
muntah, iritabel, nafsu makan menurun dan sakit kepala. Gejala – gejalatersebut
dapat juga disebabkan karena peningkatan tekanan intracranial, dan bila
disertaidnegan distorsi dari nerve roots, maka timbul hiperestasi dan
fotofobia.Pada fase akut, bahan – bahan toksis bakteri mula – mula menimbulkan
hiperemia pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang
subaraknoid, dan selanjutnya merangsang timbulnya kongesti dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah hingga mempermudah adesi sel fagosit dan sel
polimorfonuklear, serta merangsang sel polimorfonuklear untuk menembus
endotel pembuluh darah melalui tight junction dan selanjutnya memfagosit bakteri
bakteri, sehingga terbentuk debris sel dan eksudat dalamruang subaraknoid yang
cepat meluas dan cenderung terkumpul didaerah konveks otak tempat CSS
diabsorpsi oleh vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii serta
sisterna basalis dan sekitar serebelum.
Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel PMN yang
memfagosit bakteri, secara berangsur-angsur sel PMN digantikan oleh sel
limfosit, monosit dan histiosityang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada
saat ini terjadi eksudasi fibrinogen. Dalamminggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel
fibroblas yang berperan dalam proses organisasieksudat, sehingga terbentuk
jaringan fibrosis pada selaput otak yang menyebabkan perlekatan – perlekatan.
Bila perlekatan terjadi didaerah sisterna basalis, maka akan menimbulkan
hidrosefalus komunikan dan bila terjadi di aquaductus Sylvii, foramen Luschka
dan Magendimaka terjadi hidrosefalus obstruktif.
14
Dalam waktu 48-72 jam pertama arteri subaraknoid juga mengalami
pembengkakan, proliferasi sel endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam
lapisanadventisia, sehingga timbul fokus nekrosis pada dinding arteri yang
kadang-kadangmenyebabkan trombosis arteri. Proses yang sama terjadi di vena.
Fokus nekrosis dan trombusdapat menyebabkan oklusi total atau parsial pada
lumen pembuluh darah, sehingga keadaantersebut menyebabkan aliran darah otak
menurun, dan dapat menyebabkan terjadinya infark.Infark vena dan arteri luas
akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi ataudeserebrasi, buta kortikal, kejang
dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa hari pertama dirawat tidak
mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit dikontrol, kejang menetap lebih
dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari pertama dirawat
dengan penyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang fokal akan
menyebakan manifestasi menetap.
Kejang fokal dan kejang yang berkepanjangan merupakan petunjuk
adanyagangguan pembuluh darah otak yang serius dan infark serebri, sedangkan
kejang yang timbulsebelum dirawat sering menyebakna gangguan pendengaran
atau tuli yang menetap. Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan
nekrosis iskemik korteks serebri.Kerusakan korteks serebri akibat oklusi
pembuluh darah atau karena hipoksia, invasi kumanakan mengakibatkan
penurunan kesadaran, kejang fokal dang gangguan fungsi motorik berupa paresis
yang sering timbul pada hari ke 3-4, dan jarang timbul setelah minggu I-II;selain
itu juga menimbulkan gangguan sensorik dan fungsi intelek berupa retardasi
mental dan gangguan tingkah laku; gangguan fungsi intelek merupakan akibat
kerusakan otak karena proses infeksinya, syok dan hipoksia.
Kerusakan langsung pada selaput otak dan vena diduramater atau
arakhnoid yang berupa trombophlebitis, robekan-robekan kecil dan
perluasaninfeksi araknoid menyebabkan transudasi protein dengan berat molekul
kecil ke dalam ruangsubaraknoid dan subdural sehingga timbul efusi subdural
yang menimbulkan manifestasineurologis fokal, demam yang lama, kejang dan
muntah.Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak (blood
15
brain barrier) menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS
terganggu atau hidrosefalusakan menyebabkan terjadinya edema interstitial.
Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi
dan penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan
vaskulitis;kelainan saraf kranial pada meningitis bakterial disebabkan karena
adanya peradangan lokal pada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular
ke saraf cranial, terutama saraf VI, IIIdan IV, sedang ataksia yang ringan, paralisis
saraf kranial VI dan VII merupakan akibatinfiltasi kuman ke selaput otak di basal
otak, sehingga menimbulkan kelainan batang otak.
Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradangan ke
mastoid, sehinggatimbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran
tipe konduktif. Kelain saraf kranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan
kebutaan tetapi dapat juga disebabkankarena infark yang luas di korteks serebri,
sehingga terjadi buta kortikal.
Manifestasi neurologis fokal yang timbul disebabkan oleh trombosis arteri
dan vena di korteks serebri akibat edema dan peradangan yang menyebabkan
infark serebri, dan adanya manifestasi inimerupakan petunjuk prognosis buruk,
karena meninggalakan manifestasi sisa dan retardasi mental.
2.5. MANIFESTASI KLINIS9
1.Gejala infeksi akut:
a.Lethargy.
b.Irritabilitas.
c.Demam ringan.
d.Muntah.
e.Anoreksia.
f.Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).
g.Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).
2.Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.
a.Muntah.
16
b.Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).
c.Moaning cry/Tangisan merintih (pada neonatus)
d.Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.
e.Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching
f.Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.g.Gejala kelainan
serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.
g. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).
3.Gejala ransangan meningeal.
a.Kaku kuduk positif.
b.Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di
atasterjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung.Pada anak
dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat diandalkan sebagai
diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi
lumbaluntuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).
2.7. DIAGNOSIS
Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat
gejala dan tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah,
kaku kuduk dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi
pada meningismus, meningitis TBC danmeningitis aseptic. Hamper semua penulis
mengatakan bahwa diagnosis pasti meningitishanya dapat dibuat dengan
17
pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap
pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi lumbal.1
Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi
pada stadium dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy
umumnya didapatkan positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter
kubik cairan yang sebagian besar terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada
stadium dini didapatkan jumlah sel hanyaratusan permilimeter kubik dengan
hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen. Olehkarena itu pada keadaan
sedemikian, pungsi lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk menegakkan
diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada
stadium penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam CSS meninggi.
Kadar gula menuruntetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar
klorida kadang-kadang merendah.9
Dari pemeriksaan sediaan langsung dibawah mikroskop mungkin dapat
ditemukan kuman penyebab, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Diferensiasi
kuman yang dapatdipercaya hanya ditentukan secara pembiakan (kultur) dan
percobaan binatang. Tidak ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah
kontra-indikasi terhadap diagnosis. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan
leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri (Shift tothe left ). Umumnya
terdapat anemia megaloblastik.9
2.8. DIAGNOSIS BANDING8
• Meningitis virus
Meningitis TB
2.9. KOMPLIKASI8
1. Komplikasi dini :
•Syok septik, termasuk DIC
•Koma
•Kejang (30-40% pada anak)
•Edema serebri
18
•Septic arthritis
•Efusi pericardial
•Anemia hemolitik
2. Komplikasi lanjut :
•Gangguan pendengaran sampai tuli
•Disfungsi saraf kranial
•Kejang multipel
•Paralisis fokal
•Efusi subdural
•Hidrocephalus
•Defisit intelektual
•Ataksia
•Buta
•Gangren periferal
2.10. TATA LAKSANA
Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke
meningitis. Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh
sebelum antibiotik yang diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan ventilator dan
penilaian klinis menunjukkan pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda
hingga bayi stabil. Pungsi lumbal yang dilakukan beberapa hari pengobatan awal
berikut masih menunjukkan kelainan seluler dan kimia namun hasil kultur bisa
negatif.8
Monitor kadar gas darah dengan ketat untuk memastikan oksigenasi yang
memadai dan stabilitas metabolisme. MRI dengan gadoteridol, ultrasonografi,
atau CT scan dengan kontras yangdibutuhkan untuk menggambarkan kelainan
intrakranial.8
Pada bayi dan anak-anak, Manajemen meningitis bakteri akut melibatkan
kedua terapi antimikroba yang tepat dan terapi suportif. Semua pasien harus
evaluasi audiologic setelah selesai terapi.8
Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan
memeriksa tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan
19
jenis yang dan volume cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus
menerima cairan cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm
Hg, output urin 500 mL/m2/hari.
Antibiotik harus diberikan segera setelah terdapat akses vena pada pasien
dengan meningitis bakteri. Secara konservatif, pengobatan antimikroba awal atau
inisial terdiri dari ampisilindan kombinasi aminoglikosida (ampisilin dan
cefotaxime juga). Jika S pneumoniae dicurigai,vankomisin harus ditambahkan.
Terapi empiris awal untuk penyakit late-onset pada bayi prematur harus
mencakup agen antistaphylococcus dan seftazidim, amikasin, atau meropenem.8
Lumbal pungsi ulangan diindikasi pada keadaan tidak adanya perbaikan
klinis atau meningitis yang disebabkan oleh strain S pneumonia yang resisten atau
dengan basil enterik gram negatif.
Pada neonatus dengan meningitis basil gram negatif, pemeriksaan CSS
selama pengobatan diperlukan untuk memverifikasi kultur steril.Pemeriksaan
ulang terhadap CSS untukpemeriksaan kimia dan kultur harus dilakukan 48-72
jam setelah memulai pengobatan;specimen lebih lanjut diperlukan bila tidak
didapatkan sterilitas ataupun perbaikan klinis.8
20
Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak tahun 2004, terapi empirik
untuk neonatus dengan meningitis bakterial sebagai berikut :11
• Umur 0-7 hari-Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100
mg/kgBB/harisetiap 12 jam IV atau-Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam
IV atau-Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5
mg/kgBB/harisetiap 12 ajm IV.
• Umur >7 hari-Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV + Gentamisin 7,5
mg/kgBB/harisetiap 12 jam IV atau-Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV
atau-Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV.
Pemberian antibiotik yang cepat pasien yang dicurigai meningitis adalah
penting. Pemilihan antibiotik inisial harus memiliki kemampuan melawan 3
patogen umum: S pneumoniae, N meningitidis, dan H. influenzae.8
Penilaian LCS pada akhir terapi tidak dapat memprediksi akan terjadinya
relaps ataurekrudesensi dari meningitis. H.influenzae tipe B dapat menetap pada
sekret nasofaringwalopun setelah terapi meningitis. Untuk alasan tersebut, pasien
21
harus diberikan Rifampisin20 mg/kg dosis single selama 4 hari bila anak dengan
resiko tinggi tinggal di rumah ataupun pusat penitipan anak. 8
Usia 1 – 3 bulan :-Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau-Seftriakson 100
mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
• Usia > 3 bulan :-Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis,
atau-Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau-Ampisilin 200-400
mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Kloramfenikol100 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosisJika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan
dnegan hasil kultur dan resistensi.
2.11. PENCEGAHAN13
1. Melakukan imunisasi yang direkomendasikan tepat waktu dan sesuai jadwal
merupakan pencegahan terbaik.
22
2. Menjalani kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat yang cukup, tidak kontak
langsung dengan penderita lain juga dapat membantu.
3. Bila hamil, resiko meningitis oleh bakteri Listeria (listeriosis) dapat dikurangi
dengan memasak daging dengan benar,hindari keju yang terbuat dari susu tanpa
pasteurisasi.
2.12. PROGNOSIS
Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara
lain:
1.Umur pasien
2.Jenis mikroorganisme
3.Berat ringannya infeksi
4.Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan
5.Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan
Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir
yang menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai
DIC mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat
ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen.
Infeksi yang disebabkan bakteri yangresisten terhadap antibiotik bersifat fatal.
Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat
dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat
diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif masih sulit diturunkan,tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-
bakteri seperti H.influenzae, pneumokok danmeningokok angka kematian dapat
diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidenssequele Meningitis bakterialis
9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah
pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang
laindisesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.1,9
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS,
Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI;
1999. h. 40-6, 339-71
2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from
:http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview . Accessed
December 20th,2014.
3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting.
Pediatric Hospital Medicine, textbook of inpatient management.
Philadelphia : LippincottWilliams & Wilkins; 2003. h. 443-6.4.
4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available
from :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-
mega2.pdf . Accessed December 19st, 2014.
5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and
Prevention.Updated: August 6th, 2009 Available
from :http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed
December 20th, 2014.
6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th. ed. Philadelphia :
Elvesier saunders;2005. h. 106-13.7.Prober CG.
7. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman,
Jenson, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia: Saunders;2004. h. 2038-47.
8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011.
Available from:http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview .
Accessed December 20th, 2014.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2.
Jakarta:Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.
10. .Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jilid1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2010. h. 189-96.
24
11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi
ke-1. Jakarta:Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.
12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview . Accessed
May 29th 2011.
13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and
Prevention.Updated: August 6th, 2009 Available
from :http://www.cdc.gov/meningitis/about/ prevention.html . Accessed
December, 20st, 2014.
25