LAPSUS Meningitis
-
Upload
mathilda-kinsal -
Category
Documents
-
view
27 -
download
1
description
Transcript of LAPSUS Meningitis
IDENTITAS
Nama/ Umur : Nn. NR
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Sunda
Tanggal Masuk : 1/11/2014
Dirawat yang ke : I (Pertama)
Tanggal Pemeriksaan : 1/11/2014
ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Keluhan uama : kaku dan kadang gemetar seluruh tubuh sejak
kurang lebih 4 jam SMRS
Keluhan Tambahan : tidak respon bila diajak komunikasi dan tidak mau
bicara disertai demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan seluruh tubuh kaku dan kadang gemetar
sejak kurang lebih 4 hari SMRS. Keluhan muncul secara tiba-tiba dan masih
berlangsung di RS. Keluhan disertai demam tinggi yang juga muncul mendadak
bersamaan dengan tubuh kaku dan pasien tidak respon bila diajak komunikasi,
sering melamun dan tidak mau bicara. Dalam perjalanan keluhan badan kaku dan
gemetar sempat sedikit berkurang selama kurang lebih 15 menit, namun pasien
tetap sulit diajak komunikasi dan tidak mau bicara, kemudian kaku dan gemetar
muncul lagi. Muntah-muntah disangkal, kejang kelojotan disangkal, mata
mendelik keatas disangkal, sakit kepala tidak diketahui.
Awal muncul keluhan, keluarga tidak mengetahui sebelumnya pasien
sedang melakukan hal apa, namun 10 hari SMRS pasien bercerita kepada keluarga
bahwa pasien sempat mau dirampok dijalan oleh 10 orang, semenjak itu pasien
menjadi lebih pendiam, sering ketakutan, jarang makan dan sering melamun. 4
hari SMRS tiba-tiba seluruh tubuh pasien kaku dan kadang gemetar disertai
demam tinggi yang juga muncul mendadak. Keluhan kaku terus menerus,
terkadang kaku berkurang sedikit namun tidak hilang total. Sedangkan demamnya
agak turun bila dikompres, namun tidak lama demam muncul lagi. Walaupun
demam sempat turun, namun tidak diikuti dengan hilangnya kaku pada tubuh.
Diare disangkal, batuk pilek disangkal, BAK normal, bintik-bintik merah di tubuh
disangkal.
Riwayat Trauma disangkal, Riwayat Kelahiran dan tumbuh kembang :
tidak pernah vaksin dan atau imunisasi, Riwayat Campak (+) usia 12 tahun,
Riwayat Cacar air (+) usia 8 tahun, Riwayat Kejang demam disangkal, Riwayat
penurunan berat badan drastis disangkal Riwayat sakit kepala disangkal, Riwayat
batuk lama disangkal, Riwayat sering keringat malam hari disangkal, Riwayat
Pengobatan : belum pernah minum obat apapun. Dalam keluarga pasien tidak ada
yang memiliki keluhan serupa, dan pasien baru pertama kali mengalami keluhan
seperti ini.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Hipertensi : disangkal
Diabetes melitus : disangkal
Sakit jantung : disangkal
Trauma kepala : disangkal
Sakit kepala sebelumnya : disangkal
Kegemukan : disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien.
RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN :
Lahir normal di bantu dukun, cukup bulan, tidak vaksinasi dan atau imunisasi
Berjalan normal, berbicara normal, kejang demam disangkal
III. PEMERIKSAAN (1 November 2014)
STATUS INTERNUS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Gizi : Kesan Underweight
Tanda vital :
Tekanan darah kanan : 100/70 mmHg
Tekanan darah kiri : 100/70 mmHg
Nadi kanan : 88 x/menit
Nadi kiri : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 38,9 ºC
Limfonodi : Tidak teraba
Jantung : BJ I - II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : Akral dingin, edema (-), CRT < 2”, sianosis (-)
STATUS PSIKIATRI
Tingkah laku : tak dapat dinilai
Perasaan hati : tak dapat dinilai
Orientasi : tak dapat dinilai
Jalan fikiran : tak dapat dinilai
Daya ingat : tak dapat dinilai
STATUS NEUROLOGI
Kesadaran : GCS : 15 ( E4M1V1 )
Sikap tubuh : Berbaring terlentang dan kaku
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Kepala
Bentuk : Normocephal
Simetris : Simetris
Pulsasi a.Temporalis : Teraba
Nyeri tekan : Tidak ada
Leher
Sikap : Normal
Gerakan : terbatas
Vertebrae : Dalam batas normal
Nyeri tekan : Tidak ada
Pulsasi a. Carotis : Teraba
TANDA RANGSANG MENINGEAL
Kanan Kiri
Kaku kuduk : ( + )
Laseque : ( + ) ( + )
Kernig : ( + ) ( + )
Brudzinsky I : ( - ) ( - )
Brudzinsky II : ( - ) ( - )
NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius )
Daya penghidu : tak dapat dinilai
N II ( Optikus )
Kanan Kiri
Ketajaman penglihatan : tak dapat dinilai
Pengenalan warna : tak dapat dinilai
Lapang pandang : tak dapat dinilai
Fundus : Tidak dilakukan
N III ( Occulomotoris )/ N IV ( Trochlearis )/ N VI ( Abducens )
Kanan Kiri
Ptosis : ( - ) ( - )
Strabismus : ( - ) ( - )
Nistagmus : ( - ) ( - )
Exopthalmus : ( - ) ( - )
Enopthalmus : ( - ) ( - )
Gerakan bola mata : tak dapat dinilai
Lateral , Medial, Atas lateral, Atas medial, Bawah lateral, Bawah
medial, Atas, Bawah
Pupil :
Ukuran pupil : Ø 3 mm Ø 3 mm
Bentuk pupil : Bulat Bulat
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi : ditengah ditengah
Reflek cahaya langsung : ( + ) ( + )
Reflek cahaya tidak langsung : ( + ) ( + )
Reflek akomodasi/konvergensi: ( - ) ( - )
N V ( Trigeminus )
Kanan Kiri
Menggigit : tak dapat dinilai
Membuka mulut : tak dapat dinilai
Sensibilitas atas : tak dapat dinilai
Tengah : tak dapat dinilai
Bawah : tak dapat dinilai
Reflek masseter : tak dapat dinilai
Reflek zigomatikus : tak dapat dinilai
Reflek kornea : ( + ) ( + )
Reflek bersin : Tidak dilakukan
N VII ( Facialis )
Pasif
Kerutan kulit dahi : Simetris
Kedipan mata : Simetris
Lipatan nasolabial : Simetris
Sudut mulut : Simetris
Aktif
Mengerutkan dahi : tak dapat dinilai
Mengerutkan alis : tak dapat dinilai
Menutup mata : tak dapat dinilai
Meringis : tak dapat dinilai
Mengembungkan pipi : tak dapat dinilai
Gerakan bersiul : tak dapat dinilai
Daya pengecapan lidah 2/3 depan: tak dapat dinilai
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lidah kering : tak dapat dinilai
N VIII ( Vestibulocochlearis )
Kanan Kiri
Mendengarkan suara gesekan jari tangan : tak dapat dinilai
Mendengar detik jam arloji : tak dapat dinilai
Test rinne : Tidak dilakukan
Test weber : Tidak dilakukan
Test swabach : Tidak dilakukan
N IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynx : tak dapat dinilai
Posisi uvula : tak dapat dinilai
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Reflek muntah : Tidak dilakukan
N X ( Vagus )
Denyut nadi : Teraba, Reguler
Arcus pharynx : tak dapat dinilai
Bersuara : tak dapat dinilai
Menelan : tak dapat dinilai
N XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : tak dapat dinilai
Sikap bahu : tak dapat dinilai
Mengangkat bahu : tak dapat dinilai
N XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : tak dapat dinilai
Kekuatan lidah : tak dapat dinilai
Atrofi lidah : tak dapat dinilai
Artikulasi : tak dapat dinilai
Tremor lidah : tak dapat dinilai
MOTORIK
Gerakan :
Kekuatan :
Tonus :
Bentuk :
REFLEK FISIOLOGI
Reflek tendon Kanan Kiri
Tak dapat dinilai
Reflek bicep :
Terbatas Terbatas
Terbatas Terbatas
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
hiperton
us
hiperton
us
Hiperto
nus
hiperton
usEutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Reflek tricep :
Reflek brachioradialis :
Reflek patella :
Reflek achilles :
Reflek periosteum :
Reflek permukaan
Dinding perut : Tidak dilakukan
Cremaster : Tidak dilakukan
Spincter ani : Tidak dilakukan
REFLEK PATOLOGIS
Kanan Kiri
Hoffman tromer : Tak dapat dinilai
Babinski : ( - ) ( - )
Chaddok : ( - ) ( - )
Oppenheim : ( - ) ( - )
Gordon : ( - ) ( - )
Schafer : ( - ) ( - )
Klonus paha : ( - ) ( - )
Klonus kaki : tak dapat dinilai
SENSIBILITAS
Kanan Kiri
Eksteroseptif : tak dapat dinilai
Nyeri :
Suhu :
Taktil :
Propioseptif : tak dapat dinilai
Posisi :
Vibrasi :
Tekanan dalam :
KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN
Test romberg : Tidak dilakukan
Test tandem : Tidak dilakukan
Test fukuda : Tidak dilakukan
Disdiadokokenesis : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Test tunjuk hidung : Tidak dilakukan
Test telunjuk-telunjuk : Tidak dilakukan
Test tumit lutut : Tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM
Miksi
Inkontinentia : Tak dapat dinilai
Retensi : Tak dapat dinilai
Anuria : Tak dapat dinilai
Defekasi
Inkontinentia : Tak dapat dinilai
Retensi : Tak dapat dinilai
FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : Tak dapat dinilai
Fungsi orientasi : Tak dapat dinilai
Fungsi memori : Tak dapat dinilai
Fungsi emosi : Tak dapat dinilai
Fungsi kognisi : Tak dapat dinilai
RESUME
ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan kaku dan kadang gemetar pada seluruh
tubuh sejak 4 hari SMRS muncul mendadak diikuti demam tinggi yang juga
muncul mendadak. Pasien juga tidak respon bila diajak komunikasi, tidak mau
bicara dan sering melamun. Muntah disangkal, kejang kelojotan disangkal, mata
mendelik keatas disangkal, sakit kepala tidak diketahui. 10 hari SMRS pasien
dirampok dan semenjak itu menjadi pendiam, 4 hari SMRS tiba –tiba seluruh
tubuh pasien kaku disertai demam. Keluhan kaku terus menerus namun sempat
hilang sedikit. Demam turun bila dikompres, namun setelah itu naik lagi. Bila
demam turun, tidak diikuti dengan hilangnya kaku pada tubuh. Diare (-), batuk
pilek (-), bintik-bintik merah di tubuh (-), trauma (-), kejang demam (-), vaksin
imunisasi (-), Riwayat batuk lama disangkal, Riwayat sering keringat malam hari
disangkal, RPO (-), RPK tak ada yang punya keluhan serupa, pasien baru pertama
kali mengalami keluhan seperti ini.
PEMERIKSAAN
Status Internus :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Gizi : Kesan Underweight
Tekanan darah kanan : 100/70 mmHg
Tekanan darah kiri : 100/70 mmHg
Nadi kanan : 88x/menit
Nadi kiri : 88x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 38,9 0 C
Status Psikiatris : tak dapat dinilai
Status Neurologis :
Kesadaran : GCS = 6 ( E4M1V1 )
Nn. CRANIALES
N.III : baik
N. V : Refleks Kornea +/+
N. VII : Pasif baik
Lain-lain tak dapat dinilai
TANDA RANGSANG MENINGEAL
Kanan Kiri
Kaku kuduk : ( + )
Laseque : ( + ) ( + )
Kernig : ( + ) ( + )
Motorik :
Kekuatan :
Tonus :
Bentuk :
REFLEK FISIOLOGIS Tak Dapat Dinilai
REFLEK PATOLOGIS
Kanan Kiri
Hoffman tromer : Tak dapat dinilai
Babinski : ( - ) ( - )
Chaddok : ( - ) ( - )
Oppenheim : ( - ) ( - )
Gordon : ( - ) ( - )
Schafer : ( - ) ( - )
Klonus paha : ( - ) ( - )
Klonus kaki : tak dapat dinilai
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
hiperton
us
hiperton
us
Hiperto
nus
hiperton
usEutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
SENSORIK Tak Dapat Dinilai
FUNGSI OTONOM Tak Dapat Dinilai
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
KIMIA KLINIK
Ureum
50 20 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.9 0,5 -1,5 mg/dL
GDS 96 < 140 mg/dL
Natrium 152 135-147 mmol/L
Kalium 4.0 3,5 – 5,3 mEq/L
Klorida 117 95 – 105 mEq/L
X-ray Thoraks PA (Gambar terlampir)
Kesan : tak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru saat ini
CT SCAN Kepala (Gambar Terlampir)
Kesan
o Penyangatan kontras gyri lobus parietal sugestif meningitis
o Tak tampak SOL pada hemisfer cerebri/cerebelli kanan kiri
maupun batang otak
o Tak tampak peninggian tekanan intrakranial
o Tak tampak sinusitis maupun mastoiditis
ANALISIS CAIRAN LIQUOR
Warna : putih keruh (Jernih)
Berat Jenis : 1.020 (1.005-1.015)
None : -
Jenis Pemeriksaan HASIL Rujukan
HB 14.9 12-16 g/dL
HT 45 37-47 %
Eritrosit 5.3 4.3-6.0 juta/uL
Leukosit 12840 4.800-10.800/ uL
Trombosit 163000 150.000-400.000/uL
MCV 85 80-96 fL
MCH 28 27-32 pg
MCHC 33 32-36 g/dL
Pandy : -
Jumlah Sel : 3 (0-30/uL)
Glukosa : 81 (50-80 mg/dL)
Protein : 69 (15-45 mg/dL)
Klorida : 142 (118-130 mEq/L)
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Penurunan Kesadaran, Tetraparese spastik
Diagnosis topik : Meningens
Diagnosis etiologi : Meningitis Viral
Diagnosa Banding : Meningoensefalitis Viral
TERAPI
Non medikamentosa :
Tirah baring
Jaga jalan nafas
NGT
Posisi miring kanan dan kiri
Konsul psikiatri
Medikamentosa :
IVFD Asering 20 tpm
Inf. Paracetamol 4x1 fls
Inj. Dexamethasone 4x1 am
PEMERIKSAAN ANJURAN
EEG & MRI
PROGNOSA
Ad vitam : Ad malam
Ad fungtionam : Ad dubia
Ad sanam : Ad malam
Ad cosmeticum : Ad dubia
Follow up 3.11.2014
S :
Masih kaku namun sedikit berkurang, demam turun, sudah ada respon mata
bila diajak komunikasi namun belum bisa bicara atau mengeluarkan suara
O :
STATUS INTERNUS
Keadaan Umum : sakit sedang
V.signs
TD : 110/70 mmHg
N : 70 x/m
RR : 18 x/m
S : 37.6 0C
STATUS PSIKIATRI: Tak dapat dinilai
STATUS NEUROLOGI
Kesadaran : GCS : 9 ( E4M4V1 )
Sikap tubuh : Berbaring terlentang dan kaku
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Kepala : dalam batas normal
Leher
Gerakan : terbatas
Lain-lain dalam batas normal
TANDA RANGSANG MENINGEAL : +
NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius ) tak dapat dinilai
N II ( Optikus ) tak dapat dinilai
Fundus : Tidak dilakukan
N III ( Occulomotoris )/ N IV ( Trochlearis )/ N VI ( Abducens )
Dalam batas normal
N V ( Trigeminus )
Kanan Kiri
Reflek kornea : ( + ) ( + )
Reflek bersin : Tidak dilakukan
Lain-lain tak dapat dinilai
N VII ( Facialis )
Pasif : dalam batas normal
Aktif
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lain-lain tak dapat dinilai
N VIII ( Vestibulocochlearis) tak dapat dinilai
N IX ( Glossopharyngeus) tak dapat dinilai
N X ( Vagus ) tak dapat dinilai
N XI ( Accesorius )
Sikap bahu : Simetris
Lain-lain tak dapat dinilai
N XII ( Hipoglossus ) tak dapat dinilai
MOTORIK
Gerakan :
Kekuatan :
Tonus :
Bentuk :
Terbatas Terbatas
Terbatas Terbatas
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1hiperton
us
Hiperto
nus
Hiperto
nus
Hiperto
nusEutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
REFLEK FISIOLOGI
Reflek tendon Kanan Kiri
Tak dapat dinilai
Reflek permukaan : Tidak dilakukan
REFLEK PATOLOGIS
Kanan Kiri
Hoffman tromer : Tak dapat dinilai
Lain-lain : ( - ) ( - )
Klonus kaki : tak dapat dinilai
SENSIBILITAS : tak dapat dinilai
KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM tak dapat dinilai
FUNGSI LUHUR tak dapat dinilai
A :
Diagnosis Klinis : Penurunan Kesadaran, Tetraparese Spastik
Diagnosis Topis : Meningens
Diagnosis Etiologi : Meningitis Viral
Diagnosis banding : Meningitis Bakteri, Meningoensefalitis viral
P :
Non medikamentosa :
Tirah baring
Jaga jalan nafas
NGT
Posisi miring kanan dan kiri
Rapid HIV test
Lab darah ulang + hitung jenis leukosit
Medikamentosa :
IVFD Asering 20 tpm
Inf. Paracetamol 4x1 fls
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Dexamethasone 4x1 gr
Follow up 4.11.2014
S :
Kaku berkurang dibanding kemarin, demam (-), sudah ada respon mata bila
diajak komunikasi, sudah bisa menengok kanan kiri namun belum bisa bicara atau
mengeluarkan suara
O :
STATUS INTERNUS
Keadaan Umum : sakit sedang
V.signs
TD : 90/70 mmHg
N : 70 x/m
RR : 20 x/m
S : 37.2 0C
STATUS PSIKIATRI : Tak dapat dinilai
STATUS NEUROLOGI
Kesadaran : GCS : 9 ( E4M4V1 )
Sikap tubuh : Berbaring terlentang dan masih agak kaku
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Kepala : dalam batas normal
Leher
Gerakan : terbatas
Lain-lain : dalam batas normal
TANDA RANGSANG MENINGEAL : +
NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius ) tak dapat dinilai
N II ( Optikus ) tak dapat dinilai
Fundus : Tidak dilakukan
N III ( Occulomotoris )/ N IV ( Trochlearis )/ N VI ( Abducens )
Dalam batas normal
N V ( Trigeminus )
Reflek kornea : ( + ) ( + )
Reflek bersin : Tidak dilakukan
Lain-lain : Tak dapat dinilai
N VII ( Facialis )
Pasif : dalam batas normal
Aktif
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lain-lain : tak dapat dinilai
N VIII ( Vestibulocochlearis) tak dapat dinilai
N IX ( Glossopharyngeus) tak dapat dinilai
N X ( Vagus )
Denyut nadi : Teraba, Reguler
Lain-lain tak dapat dinilai
N XI ( Accesorius )
Sikap bahu : Simetris
lain-lain tak dapat dinilai
N XII ( Hipoglossus ) tak dapat dinilai
MOTORIK
Gerakan :
Kekuatan :
Tonus :
Bentuk :
REFLEK FISIOLOGI
Reflek tendon Kanan Kiri
Tak dapat dinilai
Reflek permukaan : Tidak dilakukan
REFLEK PATOLOGIS
Kanan Kiri
Hoffman tromer : Tak dapat dinilai
Lain-lain : ( - ) ( - )
Klonus kaki : tak dapat dinilai
SENSIBILITAS : tak dapat dinilai
KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM tak dapat dinilai
FUNGSI LUHUR tak dapat dinilai
Terbatas Terbatas
Terbatas Terbatas
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
hiperton
us
Hiperto
nus
Hiperto
nus
Hiperto
nusEutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
HIV Rapid Test : -
A :
Diagnosis Klinis : Penurunan Kesadaran, Tetraparese Spastik
Diagnosis Topis : Meningens
Diagnosis Etiologi : Meningitis Viral
Diagnosis banding : Meningitis Bakteri, Meningoensefalitis viral
P :
Non medikamentosa :
Tirah baring
Jaga jalan nafas
NGT
Posisi miring kanan dan kiri
Besok rencana Lumbal Punksi Informed consent keluarga
Medikamentosa :
IVFD Asering 20 tpm
Jenis Pemeriksaan HASIL Rujukan
HB 12.7 12-16 g/dL
HT 37 37-47 %
Eritrosit 4.5 4.3-6.0 juta/uL
Leukosit 7760 4.800-10.800/ uL
Trombosit 83000 150.000-400.000/uL
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-3%
Batang 4 2-6%
Segmen 88 50-70%
Limfosit 6 20-40%
Monosit 2 2-8%
MCV 84 80-96 fL
MCH 29 27-32 pg
MCHC 34 32-36 g/dL
Inf. Paracetamol 4x1 fls prn
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Dexamethasone 4x1 amp
Follow up 5.11.2014
S :
Perlahan dapat menggerakan kedua pergelangan tangan dan menekuk kedua
tungkai, Demam (-), sudah bisa senyum namun belum bisa bicara atau mengeluarkan
suara
O :
STATUS INTERNUS
Keadaan Umum : sakit sedang
V.signs
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/m
RR : 18 x/m
S : 36.8 0C
STATUS PSIKIATRI : Tak dapat dinilai
STATUS NEUROLOGI
Kesadaran : GCS : 11 ( E4M6V1 )
Sikap tubuh : Berbaring terlentang dan masih agak kaku
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Kepala : dalam batas normal
Leher
Gerakan : terbatas
Lain-lain dalam batas normal
TANDA RANGSANG MENINGEAL : +
NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius ) tak dapat dinilai
N II ( Optikus ) tak dapat dinilai
Fundus : Tidak dilakukan
N III ( Occulomotoris )/ N IV ( Trochlearis )/ N VI ( Abducens )
Kanan Kiri
Gerakan bola mata : dalam batas normal
Pupil
Reflek akomodasi/konvergensi: ( + ) ( + )
N V ( Trigeminus )
Kanan Kiri
Reflek kornea : ( + ) ( + )
Reflek bersin : Tidak dilakukan
Lain-lain tak dapat dinilai
N VII ( Facialis )
Pasif : dalam batas normal
Aktif
Meringis : simetris
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lain-lain tak dapat dinilai
N VIII ( Vestibulocochlearis) tak dapat dinilai
N IX ( Glossopharyngeus) tak dapat dinilai
N X ( Vagus ) tak dapat dinilai
N XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : (+) namun tidak dapat melawan tahanan
Sikap bahu : Simetris
Mengangkat bahu : tidak dapat dilakukan
Denyut nadi : Teraba, Reguler
Lain tak dapat dinilai
N XII ( Hipoglossus ) tak dapat dinilai
MOTORIK
Gerakan :
Kekuatan :
Tonus :
Bentuk :
REFLEK FISIOLOGI
Reflek tendon Kanan Kiri
: ( + ) ( + )
Reflek permukaan: Tidak dilakukan
REFLEK PATOLOGIS Kanan Kiri
: ( - ) ( -)
SENSIBILITAS : tak dapat dinilai
KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM tak dapat dinilai
FUNGSI LUHUR tak dapat dinilai
A :
Terbatas Terbatas
Terbatas Terbatas
2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2
Hiperto
nus
Hiperto
nus
Hiperto
nus
Hiperto
nus
Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Diagnosis Klinis : Penurunan Kesadaran, Tetraparese Spastik
Diagnosis Topis : Meningens
Diagnosis Etiologi : Meningitis Viral
P :
Non medikamentosa :
Tirah baring
Jaga jalan nafas
NGT
Posisi miring kanan dan kiri
Lumbal Punksi Informed consent keluarga
Medikamentosa :
IVFD Asering 20 tpm
Inf. Paracetamol 4x1 fls prn
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Dexamethasone 4x1 amp
Follow up 6.11.2014 (07.00)
S :
Jam 2 pagi demam tinggi dan seluruh tubuh kaku lagi, pasien tidak membuka
mata saat dipanggil. Kaku mulai agak hilang jam 5 pagi, demam belum turun
O :
STATUS INTERNUS
Keadaan Umum : sakit sedang
V.signs
TD : 110/70 mmHg
N : 90 x/m
RR : 22 x/m
S : 39.6 0C
STATUS PSIKIATRI Tak dapat dinilai
STATUS NEUROLOGI
Kesadaran : GCS : 4 ( E1M1V2 )
Sikap tubuh : Berbaring terlentang dan kaku
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Kepala : dalam batas normal
Leher
Gerakan : terbatas
TANDA RANGSANG MENINGEAL : +
NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius ) tak dapat dinilai
N II ( Optikus ) tak dapat dinilai
Fundus : Tidak dilakukan
N III ( Occulomotoris )/ N IV ( Trochlearis )/ N VI ( Abducens )
Reflek akomodasi/konvergensi: tak dapat dinilai
Lain lain dalam batas normal
N V ( Trigeminus )
Reflek kornea : ( + ) ( + )
Reflek bersin : Tidak dilakukan
Lain-lain tak dapat dinilai
N VII ( Facialis )
Pasif dalam batas normal
Aktif tak dapat dinilai
N VIII ( Vestibulocochlearis) tak dapat dinilai
N IX ( Glossopharyngeus) tak dapat dinilai
N X ( Vagus ) tak dapat dinilai
N XI ( Accesorius )
Sikap bahu : Simetris
Lain-lain tak dapat dinilai
N XII ( Hipoglossus ) tak dapat dinilai
MOTORIK
Gerakan :
Kekuatan :
Tonus :
Bentuk :
REFLEK FISIOLOGI
Reflek tendon Kanan Kiri
Tak dapat dinilai
Reflek permukaan : Tidak dilakukan
REFLEK PATOLOGIS
Kanan Kiri
Hoffman tromer : Tak dapat dinilai
Klonus kaki : tak dapat dinilai
Lain-lain -/-
Terbatas Terbatas
Terbatas Terbatas
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
Hiperto
nus
Hiperto
nus
Hiperto
nus
Hiperto
nusEutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
SENSIBILITAS : tak dapat dinilai
KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM tak dapat dinilai
FUNGSI LUHUR tak dapat dinilai
ANALISIS CAIRA LIQUOR
Warna : putih keruh (Jernih)
Berat Jenis : 1.020 (1.005-1.015)
None : -
Pandy : -
Jumlah Sel : 3 (0-30/uL)
Glukosa : 81 (50-80 mg/dL)
Protein : 69 (15-45 mg/dL)
Klorida : 142 (118-130 mEq/L)
A :
Diagnosis Klinis : Penurunan Kesadaran, Tetraparese Spastik
Diagnosis Topis : Meningens
Diagnosis Etiologi : Meningitis Viral
Diagnosis banding :Meningoensefalitis viral
P :
Follow up 7.11.2014
06.40
S :
Nafas pasien terputus-putus, seluruh tubuh kaku, dipanggil tidak berespon, demam
tinggi (+)
O :
Keadaan Umum : sakit berat
V.signs
TD : 80/palpasi mmHg
N : 105 x/m, lemah
RR : 18 x/m
S : 40.2 0C
Refleks Cahaya Pupil : +/+, isokor, 3mm-3mm
Refleks Kornea : +/+
07.00
V.signs
TD : - mmHg
N : tak teraba
RR : -
Refleks Cahaya Pupil : midriasis maksimal +/+
Refleks Kornea : -/-
Pasien dinyatakan meninggal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi dan Pendahuluan
Meningitis viral merupakan inflamasi dari leptomeningen sebagai manifestasi
dari infeksi SSP. Istilah viral digunakan karena merupakan agen penyebab, dan
penggunaan meningitis saja mengimplikasikan tidak terlibatnya parenkim otak dan
medula spinalis. Namun, patogen virus dapat menyebabkan kombinasi dari infeksi
yaitu meningoencephalitis atau meningomielitis.
Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan pemulihan
komplit pada 7-10 hari. Lebih dari 85% kasus disebabkan oleh enterovirus non polio;
maka, karakteristik penyakit, manifestasi klinis, dan epidemiologi menunjukkan
infeksi enteroviral. Campak, polio, dan limfositik choriomeningitis virus (LCMV)
saat ini merupakan ancaman untuk negara berkembang. Polio tetap merupakan
penyebab utama dari mielitis pada beberapa daerah di dunia
II.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, lebih dari 10,000 kasus dilaporkan setiap tahunnya,
tetapi insiden sesungguhnya dapat mencapai hingga 75,000. Kurangnya pelaporan
dikarenakan tidak ada hasil klinis kebanyakan kasus dan ketidakmampuan dari
beberapa agen viral untuk tumbuh dalam kultur. Menurut laporan CDC, perawatan
pasien dalam rumah sakit dari meningitis virus bervariasi dari 25,000-50,0000 setiap
tahun. Dalam beberapa laporan insiden diperkirakan 11 per 100,000 populasi
pertahun.
Persebaran insiden dari klinis meningitis viral di dunia bervariasi. Penyebab
meningitis viral di dunia termasuk enterovirus, virus campak, VZV, dan HIV. Gejala
meningitis dapat timbul sedikit pada 1 dari 3000 kasus infeksi oleh agen ini. Studi
dari Finlandia memperkirakan insiden 19 per 100,000 populasi pada anak usia 1-4
tahun. Hal ini merupakan contrast signifikan hingga 219 kasus per 100,000 yang
diperkirakan untuk anak lebih muda dari 1 tahun. Virus encephalitis B Japaneese,
patogen tersering pada meningitis virus di dunia, menyebabkan lebih dari 35,000
infeksi setiap tahunnya melalui Asia tetapi diperkirakan menyebabkan 200-300 kali
penjumlahannya dari infeksi subklinis. Distribusi dan karakteristik penyerangan oleh
vector arthropod, menunjukkan variabilitas geografis yang kuat. Kurangnya aturan
vaksinasi yang efektif pada Negara dunia ketiga memainkan peranan pada
ketimpangan geografis dari agen infeksi lain.
II.3 Faktor Risiko
Diluar periode neonatal, angka mortalitas dikaitkan dengan meningitis viral
kurang dari 1%; angka morbiditas juga rendah. Dokter harus menyadari virus yang
dapat menyebabkan meningitis juga dapat menyebabkan infeksi yang lebih serius
pada CNS sama halnya dengan organ lain. Laporan statistik World Health
Organization (WHO) dari tahun 1997 melaporkan meningitis enteroviral dengan
sepsis merupakan penyebab ke-5 tersering dari mortalitas pada neonatus. Komplikasi
seperti edema otak, hidrosefalus, dan kejang dapat timbul pada periode akut.
Ras
Tidak ada predileksi rasial spesifik telah diidentifikasi
Sex
Tergantung dari patogen viral, rasio yang mempengaruhi wanita dan pria
dapat bervariasi. Enterovirus diduga untuk mempengaruhi pria 1.3-1.5 kali lebih
sering dibandingkan wanita. Kebanyakan arbovirus mempunyai karakteristik
penyerangan yang beragam, mempengaruhi kedua gender tetapi pada usia berbagi.
Usia
o Insidensi meningitis viral menurun sesuai dengan usia
o Neonatus berada pada resiko terbesar dan mempunyai resiko signifikan akan
morbiditas dan mortalitas.
o Beberapa serangan arbovirus sangat ekstrem pada beberapa usia, dengan
orang yang lebih tua berada pada risiko terbesar untuk infeksi, sementara
puncak campak dan cacar timbul pada usia remaja akhir.
II.4 Etiologi
Enteroviruses menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis virus.
Mereka merupakan keluarga dari Picornaviridae (“pico” untuk kecil, “rna”
untuk asam ribonukleat), dan termasuk echovirus, coxsackie virus A dan B,
poliovirus, dan sejumlah enterovirus. Nonpolio enterovirus merupakan
virus yang sering, sama dekat ya dengan prevalensi rhinoviruses (flu
Arboviruses menyebabkan hanya 5% kasus di Amerika Utara
Cacar: sejumlah keluarga dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan agen
pertama dari meningitis dan meningoensefalitis.
Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan herpes
virus manusia 6 secara kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus meningitis
viral, dengan HSV-2 menjadi penyerang terbanyak.
Lymphocytic choriomeningitis virus: LCMV masuk k edalam keluarga
arenaviruses. Saat ini adalah jarang penyebab meningitis, virus
ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan tikus atau ekskeresi
mereka. Mereka berada pada resiko tinggi pada pekerja laboratorium,
pemilik binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area non higienis.
Adenovirus: Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis pada
individu immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama pada pasien
AIDS, Infeksi dapat timbul secara simultan dengan infeksi saluran nafas
atas.
Campak: Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling jarang saat ini.
Karakteristik ruam makulopapular membantu dalam diagnosis.
Kebanyakan kasus timbul pada orang usia muda di sekolah dan
perkuliahan. Campak tetap merupakan ancaman kesehatan dunia dengan
angka penyerangan tertinggi dari infeksi yang ada; eradikasi dari campak
merupakan tujuan kesehatan masyarakat yang penting dari WHO.
Klinisi harus mempertimbangkan secara sebagian meningitis bakterial
sebagai kemungkinan etiologi untuk aseptic dari penyakit pasien; sebagai
contoh, pasien dengan otitits bakteri dan sinusitis yang telah mengambil
antibiotic dapat timbul dengan meningitis dan penemuan CSF yang identik
terhadap meningitis viral.
II.5 Patofisiologi
Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen
atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari viral patogen yang diketahui.
Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas
pada herpes viruses (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan
kemungkinan beberapa enterovirus.
Pertahanan tubuh multiple mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi
signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan local, barier
mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada system
organ awal (ie, respiratory atau gastrointestinal mucosa) dan mencapai akses ke
pembuluh darah. Viremia primer memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial
(hati, spleen dan nodus lymph) jika replikasinya timbul disamping pertahanan
imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung
jawab dalam CNS. Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam
melawan pertahanan host.
Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam CNS tidak sepenuhnya
dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler
atau melalui defek natural (area posttrauma dan tempat lainyang kurang BBB).
Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleocytosis; polymorphonuclear leukocytes
(PMNs) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti
kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSF telag
dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam
melawan benberapa virus.
Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke CNS
dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis
HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh
serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior.
II.6 Manifestasi Klinis
Riwayat Penyakit
Kebanyakan pasien melaporkan demam, sakit kepala, iritabilitasm nausea,
muntah, kaku leher, atau kelelahan dalam 18-36 jam sebelumnya.
Nyeri kepala hampir selalu ada dan seringkali dilaporkan dengan intensitas
yang berat. Bagaimanapun, deskripsi klasik dari ‘sakit kepala terburuk dari
hidup saya’, ditujukan kepada perdarahan sub arachnoid aneurisma, adalah
tidak biasa
Gejala konstitusional lain adalah muntah, diare, batuk dan mialgia yang
timbul pada lebih 50% pasien.
Riwayat kenaikan temperature timbul pada 76-100% pasien yang dating
untuk mendapatkan perjatian medis. Pola yang sering adalah demam dengan
derajat rendah pada tahap prodromal dan kenaikan temperature yang lebih
tinggi pada saat terdapat tanda neurologis.
Beberapa virus menyebabkan onset cepat dari gejala diatas, sementara
lainnya bermanifest sebagai prodromal viral nonspesifik, seperti mialgia,
gejala seperti flu, dan demam derajat rendah yang timbul selama gejala
neurologis sekitar 48 jam. Dengan onset kaku kuduk dan nyeri kepala,
demam biasanya kembali.
Pengambilan riwayat yang hati-hati dan harus termasuk evaluasi paparan
kontak kesakitan, gigitan nyamuk, debu, aktivitas outdoor pada daerah
endemis penyakit lyme, riwayat bepergian dengan kemungkinan terpapar
terhadap tuberculosis, sama halnya dengan penggunaan medikasi,
penggunaan obat intravena, dan resiko penyebaran penyakit menular
seksual.
Bagian yang penting dari riwayat adalah penggunaan antibiotic sebelumnya,
dimana dapat mempengaruhi gambaran klinis meningitis bakterial.
Fisik
Penemuan fisik umum pada meningitis viral adalah sering untuk semua agen
penyebab, tetapi beberapa virus mempinyai manifestasi klinis unik yang
dapat membantu pendekatan diagnostic yang terfokus. Pembelajaran klasik
mengajarkan bahwa trias meningitis meliputi demam, rigiditas nuchal, dan
perubahan status mental, meskipun tidak semua pasien mempunyai gejala
ini, dan nyeri kepala hamper selalu timbul. Pemeriksaan menunjukkan tidak
ada deficit neurologis fokal pada kebanyakan kasus.
Demam lebih sering (80-100% cases) dan biasanya bervariasi antara 38ºC
and 40ºC.
Rigiditas nuchal atau tanda lain dari iritasi meningea (tanda Brudzinski atau
Kernig) dapat terlihat lebih pada setengah pasien tetapi secara umum kurang
berat dibandingkan dengan meningitis bakterial.
Iritabilitas, disorientasi, dan perubahan status mental dapat terlihat.
Nyeri kepala lebih sering dan berat.
Photophobia secara ralatif adalah sering namun dapat ringan, Fonofobia juga
dapat timbul.
Kejang timbul pada keadaaan biasanya dari demam, meskipun keterlibatan
dari parenkim otak (encephalitis) juga dipertimbangkan, Encephalopathy
Gambar 6 Tanda Kernig(10)Gambar 5 Tanda Brudzinski(9)
global dan deficit neurologis fokal adalah jarang tetapi dapat timbul. Refleks
tendon dalam biasanya normal tetapi dapat berat.
Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat membantu dalam diagnosis. Hal
ini meliputi faringitis dan pleurodynia pada infeksi enteroviral, manifestasi
kulit seperti erupsi zoster pada VZV, ruam maculopapular dari campak dan
enterovirus, erupsi vesicular oleh herpes simpleks, dan herpangina pada
infeksi coxsackie virus. Infeksi Epstein Bar virus didukung oleh faringitis,
limfadenopati, cytomegalovirus, atau HLV sebagai agent penyebab. Parotitis
dan orchitis dapat timbul dengan campak, sementara kebanyakan infeksi
enteroviral dikaitkan dengan gastroenteritis dan ruam.
II.7 Pemeriksaan Penunjang
Studi Laboratorium
Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan
Pemeriksaan CSF merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan
penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan
dengan tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkan lesi intrakranial
atau hidrosefalus obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur CSF tetap
kriteria standar pada pemeriksaan bakteri atau piogen dari meningitis
aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari meningitis bakteri
dapat timbul dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul aseptic. Hal
berikut ini merupakan karakteristik CSF yang digunakan untuk mendukung
diagnosis meningitis viral:
o Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000 x
109/L darah telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear
predominan merupakan aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel
utama pada 12-24 jam pertama; hitung sel biasanya kemudian
didominasi oleh limfosit pada pole CSF klasik meningitis viral. Hal ini
menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana
mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada
perbedaan sel; hal ini merupakan bukan merupakan atran yang absolute
bagaimanapun.
o Protein: Kadar protein CSF biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat
bervariasi dari normal hingga setinggi 200 mg/dL.
Studi Pencitraan
o Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat
termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak
dengan gadolinium.
o CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi
intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk
penambahan sepanjang mening dan untuk menyingkirkan cerebritis,
abses intrakranial, empyema subdural, ataulesi lain. Secara alternative,
dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium dapat dilakukan.
o MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada
memvisualisasikan patologi intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1
lebih sering mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan
gambaran sering lesi bilateral yang difus.
Tes Lain
o Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam 24-48
jam harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahuo penyebab
meningitis.
o Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan
kontras dan visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal
adalah diperlukan.
o EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai
pada pasien yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform
discharges (PLEDs) seringkali terlihat pada ensefalitis herpetic.
Prosedur
o Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam
mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada
indikasi individu dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan
intrakranial, biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting.
Penemuan Histologis
Dikarenakan dari angka mortalitas rendah dengan meningitis viral akut,
gambaran patologis lain dibandingkan dengan respon limfositik dalam CSF
secara umum bukan merupakan bukti. Leptomeningea yang terdapat
inflamasi dengan PMN dan sel mononuklear pada fase akut penyakit.
neuronophagia, dan peningkatan jumlah sel microglia telah dicatat pada
specimen dari sejumplah pasien yang meninggal karena enchepalitis virus
II.8 Diagnosis Banding
Viral Meningoencephalitis
Aseptic Meningitis
Brucellosis
Cytomegalovirus Encephalitis
Herpes Simplex Encephalitis
II.9 Penatalaksanaan
Perawatan Medis
Terapi untuk meningitis viral kebanyakan suportif. Istirahat, hidrasi,
antipiretik, dan medikasi nyeri atau anti inflamasi dapat diberikan jika
diperlukan, Keputusan yang paling penting adalah baik memberikan terapi
antimikroba awal untuk meningitis bakteri sementara menunggu penyebabnya
untuk bias diidentifikasi. Antibiotik intravena harus diberikan lebih awal jika
meningitis bakterial dicurigai. Pasien dengan tanda dan gejala dari
meningoensefalitis harus menerima asiklovir lebih awal untuk mencegah
encephalitis HSV. Terapi dapat dimodifikasi sebagai hasil dari pewarnaan
gram, kultur dan uji PCR ketika telah tersedia. Pasien dalam kondisi yang tidak
stabil membutuhkan perawatan di critical care unit untuk menjaga saluran
nafas, pemeriksaan neurologis, dan pencegahan dari komplikasi sekunder.
Enterovirus dan HSV keduanya mampu menyebabkan septic shock
viral pada bayi baru lahir dan bayi. Pada pasien muda ini, broad spectrum
antibiotic dan asikloviar harus diberikan secepatnya ketika diagnosis
dicurigai. Perhatian khusus harus diberikan terhadap cairan dan keseimbangan
elektrolit (terutama natrum(, semenjak SIADH telah dilaporkan. Restriksi
cairan, diuretic, dan secara jarang infuse salin dapat digunakan untuk
mengatasi hiponatremia. Pencegahan terhadap infeksi sekunder dari traktus
urinarius dan system pulmoner juga penting untuk dilaksanakan
Medikasi
Kontrol simptomatik dengan antipiretik, analgetik dan anti emetic
biasanya itu semua yang dibutuhkan dalam management dari meningitis viral
yang tidak komplikasi.
Keputusan untuk memulai terapi antibakterial untuk kemungkinan
meningitis bakteri adalah penting; terapi antebakterial empiris untuk
kemungkinan patogen harus dipertimbangkan dalam konteks keadaan klinis.
Asiklovir harus digunakan pada kasus dengan kecurigaan HSV (pasien
dengan lesi herpetic), dan biasanya digunakan secara empiris pada kasus yang
lebih berat yang komplikasinya encephalitis atau sepsis.
Agen Antiemetik: Agen ini digunakan dengan luas untuk mencegah mual
dan muntah.
- Ondansetron (Zofran) Antagonis selektif 5-HT3-receptor yang
menghentikan serotonin di perifer dan sentral, Mempunyai efikasi pada
pasien yang tidak berespon baikterhadap anti emetik lain. Dewasa: 4-8
mg IV q8h/q12h. Pediatrik: 0.1 mg/kg IV lambat maximum 4 mg/dosis;
dapat diulang q12h
- Droperidol (Inapsine): Agen neuroleptik yang mengurangi muntah
dengan menghentikan stimulasi dopamine dari zona pemicu
kemoreseptor. Juga mempunyai kandungan antipsikotik dan sedative.
Dewasa: 2.5-5 mg IV/IM q4-6 prn. Pediatrik: 6 bulan: 0.05-0.06
mg/kg/dose IV/IM q4-6 prn
Agen Antiviral: Terapi anti enteroviral masih dibawah investigasi untuk
meningitis viral dan dapat segera tersedia. Regimen anti HIV dan anti
tuberculosis tidak dibicarakan disini, tetapi sebaiknya digunakan jika infeksi
ini dengan kuat mendukung secara klinis atau telah dikonfirmasi dengan
pengujian. Terapi empiris dapat dihentikan ketika penyebab meningitis viral
telah tegak dan meningitis bakterial telah disingkirkan
- Acyclovir (Zovirax): Untuk diberikan secepatnya ketika diagnosis
herpetic meningoencephalitis dicurigai. Menghambat aktivitas untuk
kedua HSV-1 and HSV-2. Dewasa: 30 mg/kg/d IV dibagi q8h for 10-14
hari. Pediatrik: 30 mg/kg/d IV dibagi q8h untuk 10 hari.
II.10 Prognosis
Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan
sekuele atau risiko kematian. Adanya kejang dalam suatu episode meningitis
merupakan faktor resiko adanya sekuele neurologis atau mortalitas.
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis berupa
Diagnosis klinis : Penurunan Kesadaran, Tetraparese spastik
Diagnosis topik : Meningens
Diagnosis etiologi : Meningitis Viral
Diagnosa Banding : Meningoensefalitis Viral
Diagnosis ditegakkan berdasarkan alloanamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis, didapatkan keluhan pasien berupa kaku pada seluruh
tubuh sejak 4 hr SMRS yang timbul secara mendadak dan disertai demam tinggi yang
juga muncul mendadak bersamaan dengan keluhan kaku pada seluruh tubuh. Pasien
juga tidak respon diajak komunikasi, tidak mau bicara dan sering melamun.
Keluhan kaku seluruh tubuh yang dialami pasien mungkin bisa
merupakan suatu kejang, karena disertai adanya demam yang dapat menjadi
salah satu pecetus kejang. Kejang yang paling mungkin adalah tipe klonik,
untuk itu perlu dicari tahu lebih lanjut adakah tanda-tanda kejang tonik
lainnya. Demam yang muncul tinggi secara mendadak juga mengindikasikan
adanya suatu proses inflamasi dalam tubuh yang biasanya disebabkan oleh
infeksi virus. Adanya keluhan bahwa pasien sulit diajak komunikasi, tidak
mau bicara dan sering melamun bisa dianggap sebagai deficit neurologis
global yaitu penurunan kesadaran. Sehingga mungkin apabila terjadi inflamasi
yang menyebabkan adanya defisit neurologis yang bersifat global dapat
dipikirkan adanya inflamasi dari susunan saraf pusat, baik pada meningens
atau parenkim otak.
Kaku yang terjadi juga dapat merupakan suatu mekanisme
perlindungan tubuh akan nyeri yang terjadi karena iritasi meningens, dimana
terjaudi peningkatan tonus otot bahkan sampai imobilisasi tulang belakang
dan bisa terjadi epistotonus. Selain itu, kaku pada keempat ekstremitas,
disertai demam kemungkinan bisa diebabkan meningitis tb.
Keluhan kaku terus menerus, terkadang kaku berkurang sedikit namun tidak
hilang total. Sedangkan demamnya agak turun bila dikompres, namun tidak lama
demam muncul lagi. Walaupun demam sempat turun, namun tidak diikuti dengan
hilangnya kaku pada tubuh. Muntah-muntah disangkal, kejang kelojotan disangkal,
mata mendelik keatas disangkal, sakit kepala tidak diketahui. 10 hari SMRS pasien
bercerita kepada keluarga bahwa pasien sempat mau dirampok dijalan oleh 10 orang,
semenjak itu pasien menjadi lebih pendiam, sering ketakutan, jarang makan dan
sering melamun. Diare disangkal, batuk pilek disangkal, BAK normal, bintik-bintik
merah di tubuh disangkal
Disini menunjukan bahwa keluhan kaku tidak berkaitan dengan demam, tanda
–tanda kejang tonik maupun klonik juga tidak didapatkan begitu juga dengan
peningkatan TIK. Adanya riwayat peristiwa traumatik yang diikuti perubahan
kepribadian sampai mengganggu aktivitas sehari-hari perlu dipastikan apakah
benar-benar terjadi setelah peristiwa terkait atau sebelumnya pernah
mengalami hal serupa. Keluarga mengaku sudah 10 hari pasien jarang makan,
dapat dipikirkan keluhan pasien dikarenakan kurangnya asupan nutrisi,
khususnya elektrolit dan glukosa yang dapat mempengaruhi status
neurologisnya.
Inflamasi SSP yang bisa disebabkan infeksi, khususnya virus karena
onsetnya akut dan demam langsung tinggi, maka kita cari apakah ada gejala
prodormal sebelumnya.
Riwayat Trauma disangkal, Riwayat Kelahiran dan tumbuh kembang : tidak pernah
vaksin dan atau imunisasi, Riwayat Campak (+) usia 12 tahun, Riwayat Cacar air (+)
usia 8 tahun, Riwayat Kejang demam disangkal, Riwayat penurunan berat badan
drastis disangkal Riwayat sakit kepala disangkal, Riwayat batuk lama disangkal,
Riwayat sering keringat malam hari disangkal
Tidak dilakukanya vaksin maupun imunisasi meningkatkan kerentanan
tubuh terinfeksi virus. Dimana seharusnya infeksi virus umumnya bersifat
swasirna, namun dengan penurunan imunitas, gejala dapat memberat. Riwayat
TB disini belum ditemukan.
Temuan yang khas dari pemeriksaan fisik, khususnya status neurologis adalah
terdapatnya gejala rangsang meningeal yaitu kaku kuduk, lasegue dan kernig pada
pasien, sehingga dapat memperkuat dugaan meningitis. Temuan ini juga didukung
dari hasil CT scan dengan kesan sugestif meningitis. Untuk meyakinkan organisme
apa yang menginfeksi, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Dari hasil darah didapatkan tanda-tanda infeksi akut karena virus dari hitug
jenis sel. Selain itu terdapat ketidak seimbangan elektrolit yaitu
Hiperkloremia, walaupun hiperkloremia jarang menimbulkan gejala neurologis
dibandingkan elektrolit kalium dan natrium. Analisis cairan serebrospinal didapatkan
warna putih keruh, jumlah sel normal, protein dan glukosa sedikit menigkat. Hasil ini
menunjukan infeksi susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus, yaitu meningitis
viral. Terkenanya parenkim otak masih mungkin terjadi, karena menurut
kepustakaan, seringkali meningitis viral dengan penurunan daya tahan tubuh,
sehingga menimbulkan gejala yang lebih berat seringkali ada keterlibatan ke
parenkim otak sampai mempengaruhi kesadaran seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym. Meningitis Bakterial. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27]; Available
from: URL: http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/meningitis-
bakterial.html
2. Baehr M, Frostcher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology 4 th ed. New York :
Thieme : 2005
3. Longo, D.L., Kasper, D.L., Jameson, J.L., Fauci, A.S., Hauser, S.L., Loscalzo, J.
eds., 2012. Harrison's Principles of Internal Medicine [pdf]. 18th ed. The
McGraw-Hill Companies.
4. Price S A, Wilson L M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi VI.
Jilid II Penerbit Buku Kedokteran Jakarta; EGC, 2004
5. Ritarwan K. Diagnosis dan penatalaksanaan meningitis otogenik. Majalah
Kedokteran Nusantara 2006 Sep; 39 (3): 253.
6. Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K. M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2006
7. Satria. Meningitis viral. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27]; Available from:
URL: http://satriaperwira.wordpress.com/2010/07/06/meningitis-viral/